• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pelanggaran Hak atas Kekebalan Diplomatik Pejabat Missi Diplomatik oleh Negara Penerima

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Pelanggaran Hak atas Kekebalan Diplomatik Pejabat Missi Diplomatik oleh Negara Penerima"

Copied!
25
0
0

Teks penuh

(1)

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Manusia diciptakan hidup di dunia sebagai makhluk individu dan makhluk

sosial yang memberikan pengertian bahwa manusia memiliki kebutuhan dan

kemampuan serta kebiasaan untuk berkomunikasi dan berinteraksi dengan manusia

yang lain.1 Walaupun manusia sebenarnya dilahirkan seorang diri tetapi dalam

kehidupan, manusia tidak bisa terlepas dari manusia lain.

Bermula dari konsep manusia sebagai makhluk sosial maka terjadilah

hubungan antar negara. Tidak ada satu negara di dunia ini yang dapat membebaskan

diri dari keterlibatannya dengan negara lain. Karena suatu negara memiliki

kepentingan di wilayah negara lain maka diciptakanlah suatu hubungan. Dalam

rangka menjalin hubungan antar bangsa untuk merintis kerjasama dan persahabatan

perlu dilakukan pertukaran missi diplomatik.

Hampir semua negara pada saat ini diwakili di wilayah negara-negara asing

oleh perutusan-perutusan diplomatik dan stafnya. Missi-missi diplomatik tersebut

sifatnya permanen, meskipun dalam kenyataan pejabat-pejabat yang berdinas dapat

berubah-ubah dari waktu ke waktu. Sejalan dengan perkembangan yang terjadi

1

Galang Dea Alfarisi, Manusia Sebagai Makhluk Sosial, Sumber :

(2)

selama ratusan tahun, lembaga perwakilan diplomatik telah menjadi sarana utama

dengan mana melakukan hubungan antar negara-negara.2

Perwakilan diplomatik merupakan wakil resmi untuk mewakili negara asalnya

dalam melaksanakan hubungan diplomatik dengan negara penerima atau suatu

organisasi internasional. Perwakilan diplomatik di suatu negara ini di kepalai oleh

seorang duta dari suatu negara yang diangkat melalui surat pengangkatan atau surat

kepercayaan (letter of credentials). Dimulai sejak abad ke-16 dan 17 dimana

negara-negara di Eropa sudah mulai melakukan pertukaran duta-duta besarnya secara

permanen dan hal ini sudah dianggap umum pada saat itu, hal mengenai kekebalan

dan keistimewaan diplomatik sudah dapat diterima dalam praktik negara-negara. Dan

pada abad ke-17 sudah dianggap sebagai suatu kebiasan internasional. Selanjutnya

pada pertengahan abad ke-18 aturan-aturan kebiasaan hukum internasional mengenai

kekebalan dan keistimewaan diplomatik telah mulai ditetapkan termasuk harta milik,

gedung perwakilan, dan komunikasi diplomat.3

Tugas perwakilan diplomatik secara umum adalah untuk mewakili

kepentingan negara pengirim di negara penerima dan menjadi penghubung antar

pemerintahan kedua negara. Berdasarkan pada Pasal 3 Konvensi Wina 1961, tugas

seorang perwakilan diplomatik meliputi:4

2

J.G Starke, Pengantar Hukum Internasional, Penerbit Sinar Grafika Jakarta, 2000, Halaman : 563

3

Febi Hidayat, Pertanggungjawa ban Negara Atas Pelanggatan Hak Kekebalan Diplomatik Ditinjau Dari Aspek Hukum Internasional (Studi Kasus Penyadapan KBRI di Myanmar Tahun 2004), Skripsi Fakultas Hukum Universitas Andalas 2011, Halaman: 5

4

Roy Sanjaya, Tugas Perwa kilan Diplomatik, sumber :

(3)

1. Mewakili negara pengirim dinegara penerima (representasi).

2. Melindungi kepentingan negara pengirim dan kepentingan warga negaranya

di negara penerima dalam batas-batas yang diperkenankakn oleh hokum

internasional (proteksi).

3. Melakukan perudingan dengan pemerintah negara penerima (negoisasi).

4. Memperoleh kepastian dengan semua cara yang sah tentang keadaan dan

perkembangan negara penerima dan melaporkannya kepada negara pengirim.

5. Meningkatkan hubungan persahabatan antara dua negara serta

mengembangkan hubungan ekonomi, kebudayaan dan ilmu pengetahuan.

Untuk melaksanakan tugas-tugas tersebut, perwakilan diplomatik memerlukan

hak kekebalan dan keistimewaan demi kelancaran sang diplomat melaksanakan

tugasnya di negara penerima.

Pada mulanya pelaksanaan pemberian kekebalan diplomatik bagi para

diplomat pada hakekatnya merupakan hasil sejarah diplomasi yang sudah lama sekali

dimana pemberian semacam itu dianggap sebagai kebiasaan internasionanl. Sesuai

dengan aturan-aturan kebiasaan dalam hukum internasional, para diplomat yang

mewakili negara-negara sering memilliki kekebalan yang kuat dari yurisdiksi negara

pengirim. Kekebalan-kekeban ini sering diberikan secara jelas dalam undang-undang

maupun peraturan negara pengirim, dan kadang-kadang diberikan juga lebih banyak

dari yang sudah ditentukan dalam hukum internasional.5

5

(4)

Alasan-alasan untuk memberikan hak-hak istimewa dan kekebalan kepada

para diplomat di negara penerima adalah:6

1. Para diplomat adalah wakil-wakil negara;

2. Mereka tidak dapat menjalankan tugas secara bebas kecuali mereka diberikan

kekebalan-kekebalan tertentu. Jelas bahwa jika mereka tetap bergantung

kepada good-will pemerintah mereka mungkin terpengaruholeh

pertimbangan-pertimbangan keselamatan perorangam;

3. Jelaslah pula bahwa jika terjadi gangguan pada komunikasi mereka dengan

negaranya, tugas mereka tidak dapat berhasil.

Kekebalan dibedakan dengan keistimewaan. Disatu pihak kekebalan yang

diberikan baik kepada gedung perwakilan Diplomatik maupun para pejabat

diplomatik beserta keluarganya membuat mereka tidak bisa diganggu gugat oleh

aparat keamanan negara penerima serta harus dilindungi dan dicegah dari semua

ganguan. Lain pihak keistimewaan yang juga dinikmati oleh perwakilan diplomatik

dan para diplomat dan keluarganya tersebut menyangkut pembebasan mereka dari

semua beaya masuk, pungutan dan pajak-pajak baik untuk barang bergerak maupun

barang tidak bergerak, biaya-biaya lainnya, termasuk bea masuk untuk pembelian

barang-barang yang diimport.7

6

Sumaryo Suryokusumo, Hukum Diplomatik Teori dan Kasus, Penerbit Alumni Bandung, 2005, Halaman 56.

7

(5)

Kekebalan diplomatik yang melekat pada pejabat diplomatik berdasarkan

pada Konvensi Wina Tahun 1961 secara garis besar dapat dikelompokkan menjadi 5

kelompok yaitu:

1. Kekebalan terhadap yurisdiksi pidana;

2. Kekebalan terhadap yurisdiksi perdata;

3. Kekebalan terhadap perintah pengadilan setempat;

4. Kekebalan dalam mengadakan komunikasi;

5. Kekebalan gedung dan tempat kediaman perwakilan diplomatik.

Seiring daengan perkembangannya di dalam dinamika hubungan diplomatik

kejadian yang tidak dapat dihindari yaitu pelanggaran-pelanggaran terhadap

ketentuan-ketentuan hukum internasional, terutama yang berkaitan dengan

perlindungan pejabat diplomatik.8 Salah satu pelanggaran yang tidak jarang terjadi

berkaitan dengan kekebalan diplomatik adakah perlakuan atau kegiatan yang tidak

menyenangkan dari pihak negara penerima dimana perwakilan diplomatik tersebut

ditempatkan.9

Meningkatnya sejumlah kejahatan serius yang dilakukan terhadap perutusan

dan misi-misi diplomatik seperti pembunuhan dan penculikan para perutusan serta

serangan-serangan yang diajukan terhadap gedung-gedung kedutaan, menyebabkan

dilakukkannya pengesahan oleh Majelis Umum Perserikatan Bangsa-Bangsa pada

8

Mohammad Firdaus kurnia, Tanggung Jawab Pemerintah Libya Terhadap Seranngan Kedutaan Besar Amerika Serikat di Benghazi Libya Tahun 2012, Skripsi Fakultas Hukum Universitas Brawijaya Malang, 2013, Halaman : 9

(6)

tanggal 14 Desember 1973, atas Konvensi tentang pencegahan dan penghukuman

atas kejahatan-kejahatan terhadap orang-orang yang dilindungi secara Internasional,

termasuk wakil-wakil Diplomatik (Convention on the Prevention and Punishment of

Crimes a ga inst Interna tiona lly Protected Persons, including Diploma tik Agents).

Meskipun telah ada konvensi tersebut, serangan-serangan terhadap gedung-gedung

kedutaan dan kejahatan-kejahatan kekerasan dan lain-lain yang dilakukan terhadap

personil diplomatik masih terus terjadi sampai saat ini, masih banyak pula

tindakan-tindakan kekerasan yang mengancam keselamatan para diplomat didalam

menjalankan tugas diplomatiknya. walaupun memang agak berkurang.10 Banyak

kasus mengenai pelanggaran terhadap kekebalan diplomatik oleh negara penerima.

Salah satunya yaitu dilakukannya penangkapan oleh kepolisian Amerika Serikat

terhadap diplomat India Devyani Khobragade. Kasus ini bermulai dari Khobragade

melakukan pemalsuan infomasi pengajuan izin tinggal (visa) pembantunya yaitu

Sangeeta Richard. Khobragade dituduh telah memperkerjakan Sangeeta Richard dan

membayar upah dibawah upah minimal yang ditetapkan oleh hukum Amerika

Serikat. Upah minimal yang telah ditetapkan oleh Amerika Serikat sebesar US$ 9,75

per jamnya sementara Khobragade memasukkan angka manipulasi ke dalam visa

sebesar US$ 10 per jam agar Sangeeta menmperoleh visa A-3. Atas hal tersebutlah

pada tanggal 11 Desember 2013 Khobragade didakwa dengan penipuan visa. Pada

tanggal 12 Desember 2013 Devyani Khobragade ditangkap oleh US Marshall

10

(7)

Amerika Serikat, Khobragade ditangkap setelah mengantar anaknya di sekolah.

Perlakuan polisi federal saat penangkapan itu memicu kemarahan di India.

Khobragade mengaku ia mendapat perlakuan seperti penjahat brutal meski sudah

berulang kali menyatakan bahwa dirinya adalah diplomat yang dilindungi kekebalan

diplomatik.11

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan dari penjelasan diatas, maka dapat dirumuskan beberapa masalah

yang dapat dipaparkan antara lain :

1. Bagaimana praktek negara penerima dalam penerapan kekebalan diplomatik

terhadap anggota missi diplomatik?

2. Bagaimana bentuk-bentuk pelanggaran atas kekebalan diplomatik oleh negara

penerima terhadap staf missi diplomatik?

3. Bagaimana penyelesaian kasus penangkapan staf diplomat India oleh

kepolisian Amerika Serikat?

C. Tujuan Penulisan

Adapun yang menjadi tujuan pembahasan dalam penelitian ini adalah :

1. Untuk mengetahui praktek negara penerima dalam penerapan kekebalan

diplomatik terhadap anggota missi diplomatik.

11

Politik Indonesia, AS Usir Diplomat India Devyani Khobragade, sumber:

(8)

2. Untuk mengetahui bentuk-bentuk pelanggaran atas kekebalan diplomatik oleh

negara penerima terhadap staf missi diplomatik.

3. Untuk mengetahui penyelesaian kasus penangkapan staf diplomat India oleh

kepolisian Amerika Serikat.

Selain tujuan daripada penulisan skripsi, perlu pula diketahui bersama bahwa

manfaat yang diharapkan dapat diperoleh dari penuliisan skripsi ini adalah:

1. Secara teoritis

Memberikan pemahaman akan adanya prinsip-prinsip yang harus diaati dalam

hubungan diplomatik yang dilaksanakan antar negara sesuai dengan Konvensi

Wina 1961 dan 1963 dan menambah pengetahuan kita bersama dalam

mendalami dan mempelajari hukum internasional secara umum dan hukum

diplomatik secara khusus tentang pelanggaran kekebalan diplomatik.

2. Secara praktis

Agar skripsi ini dapat menjadi kajian bagi praktisi hukum internasional

terutama dalam bidang hukum diplomatik karena dalam hubungan

diplomatikyang dilaksanakan oleh negara-negara harus mematuhi

prinsip-prinsip hubungan diplomatik yang telah ada dan diakui secara internasional

sehingga kita menjadi lebih kritis terhadap pelanggarana-pelanggaran yang

dilakukan terhadap prinsip-prinsip hubungan diplomatik.

(9)

Sepanjang yang ditelusuri dan diketahui di lingkungan Fakultas Hukum

Universitas Sumatera Utara bahwa penulisan tentang “Pelanggaran Hak Atas

Kekebalan Diplomatik Pejabat Missi Diplomatik Oleh Negara Penerima” belum

pernah ada ditulis sebelumnya.

Khusus yang terdapat di Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara,

keaslian penulisan ini ditunjukkan dengan adanya penegasan dari pihak administrator

bagian atau jurusan hukum internasional.

E. Tinjauan Kepustakaan

Meningkatnya kerja sama antarnegara dalam menggalang perdamaian dunia

demi kesejahteraan manusia berdasarkan kemerdekaan dan keadilan sosial maka

tugas misi diplomatik dalam pelaksanaannya semakin meningkat pula. Pengaturan

diplomatik kodifikasi hukum diplomatik memang tidak begitu pesat sebelum

didirikannya badan PBB.

Hampir semua negara pada saat ini diwakili di wilayah negara-negara asing

oleh perutusan-perutusan diplomatik dan stafnya. Langkah-langkah utama dalam

membangun misi diplomatik permanen adalah mengangkat kepala misi, memperoleh

tempat untuk misi dan tempat tinggal untuk kepala, mengangkat staf dan

menempatkan staf tersebut di tempat sarana praktis dari operasi, seperti komunikasi

(10)

prosedur yang lebih rumit diperlukan untuk penunjukkan daripada untuk diplomat

lainnya.12

Dewasa ini sebagi landasan yuridis untuk membuka hubungan diplomatik

antarnegara dapat kita pergunakan ketentuan pasal 2 Konvensi Wina 1961 yang

menggariskan : “the establishment of diploma tik rela tions between sta tes, a nd of

perma nent diploma tik missions, take place by mutual consent.”

Pasal 2 konvensi ini hanya menyatakan syarat – syarat terbentuknya suatu

hubungan diplomatik itu sendiri, Berdasarkan pasal tersebut, dapat kita lihat bahwa

kesepakatan bersama (mutual consent) merupakan syarat mutlak berdirinya suatu

hubungan diplomatik, baik oleh antar negara maupun oleh suatu misi diplomatik yang

permanen.

Hubungan diplomatik antarnegara dapat diadakan dengan perhubungan

persahabatan antarpemerintah mereka dalam bentuk apapun, tetapi hubungan

diplomatik tetap dianggap ada, hanya dengan didirikannya misi diplomatik, atau lebih

baik dengan pertukaran misi diplomatik.

Sebelum kita memahami tugas dan fungsi perwakilan diplomatik berdasarkan

Konvensi Wina 1961, maka ada baiknya pula kita melihat dan memahami beberapa

pendapat sebagaimana yang dikemukakan dibawah ini:

12

(11)

Menurut Oppenheim-Lauterpacht, pada pokoknya hanya terdapat tiga tugas

yang wajib dilakukan oleh perwakilan diplomatik yaitu: negotiation, observation, dan

protection.13

Dalam hal negosiasi, Ia harus mengemukakan pandangan dan kepentingan

negaranya terhadap situasi ataupun perkembangan dunia pad saat itu kepada negara

penerima.

Dalam observation, Ia harus mampu mengemukakn secara seksama atas

segala kejadian di negara penerima yang mungkin dapat mempengaruhi kepentingan

nasional negaranya. Bahkan jika dianggap perlu melapporkan tentang hal-hal tersebut

kepada pemerintah negaranya.

Dalam hal proteksi, Ia harus mampu memberi perlindungan kepada diri dan

badan hukum maupun harta benda warga negaranya dan termasuk pula dengan

kepentinan negaranya dengan memperhatikan dan mengindahkan

pengaturan-prngaturan hukum internasional dalam tersebut.

Fungsi-fungsi atau tugas-tugas yang akan dilakukan oleh misi sudah diakui

secara umum diabad-abad lampau, dan telah dirumuskan di dalam Konvensi Wina

1961 tentang Hubungan Diplomatik, yang terdiri atas:14

13

Oppenheim-Lauterpacht, International Law, Vo1 8th edition, (London-New York:Longmans Green & Co, 1960), Halaman: 785-786.

14

(12)

1. Mewakili negara pengirim dalam negara penerima

2. Melindungi kepentingan-kepentingan dan warga-warga negara pengirim di

negara penerima di dalam batasbatas yang diizinkan oleh hukum internasional

3. Mengadakan negosiasi dengan pemerintah negara penerima

4. Menentukan dengan cara-cara yang tidak melanggar hukum, keadaan, dan

perkembangan di negara penerima dan member laporan tentang itu kepada

pemerintah negara penerima.

5. Meningkatkan hubungan persahabatan antara negara pengirim dan penerima

dan mengembangkan hubungan ekonomi, kebudayaan dan sosial mereka.

Agar diplomat dapat melaksanakan tugas dan fungsinya secara baik maka

diperlukan hak kekebalan dan keistimewaan di negara penerima maupun negara

ketiga. Hak kekebalan dan keistimewaan ini tidak hanya diperuntukkan untuk sang

diplomat saja tetapi untuk keluarga diplomat, anggota staf diplomat, maupun

pembantu diplomat. Adapun hak kekebalan dan keistimewaan tersebut adalah :

1. Kekebalan mengenai diri pribadi

Ketentuan tentang kekebalan pribadi diatur dalam Pasal 29 Konvensi Wina

1961. Yang menyatakan “the person of a diplomatic a gent sha ll be inviola ble.

He sha ll no be lia ble to a ny form of a rrest or detention. The receiving sta te

sha ll tera t him with due respect a nd sha ll the propria te steps to prevent and attack on his person freedom or dignity”. Yang berarti bahwa pejabat

(13)

2. Kekebalan keluarga seorang wakil diplomatik

Ketentuan mengenai kekebalan keluara diplomatic terdapat dalam pasal 37

ayat 1 Konvensi Wina 1961. Yang menyatakan “the members of family of a

diploma tik a gent forming pa rt of his household sha ll, if they a re not na tiona ls

of the receiving sta te, enjoy the privileges and immunities specifies in a rticle 29 to 36”. Yang artinya anggota keluarga dari seorang wakil diplomatik yang

merupakan bagian dari rumah tangganya, yang bukan berwarganegara

penerima akan meikmati hak-hak istimewa dan kekebalan sebagaimana diatur

dalam pasal 29 sampai 36.15

3. Kekebalan dari kewajiban menjadi saksi

Dalam pasal 31 ayat 2 Konvensi Wina 1961 terdapat suatu ketentuaan yang

berbunyi sebagai berikut. “a diplomatic agent is not obliged to give as a

withness” maka seeorang wakil diplomatik tidak boleh diwajibkan untuk

menjadi saksi di muka pengadilan negara setempat, baik yang menyangkut

perkara perdata maupun menyangkut perkara pidana, dan administasi

4. Kekebalan korespondensi

Pasal 27 konvensi wina 1961 menjamin komunikasi bebas dari misi

perwakilan asing dengan maksud yang layak. Dimaksud dengan hak untuk

berhubungan bebas ini adalah hak seorang diplomatik untuk bebas dalam

kegiatan surat- menyurat, mengirim telegram dan berbagai macam

perhubunngan komunikasi.

15

(14)

5. Kekebalan kantor perwakilan asing dan tempat kediaman seorang wakil

diplomatik

Secara jelas terdapat di dalam pasal 22 dan 30 Konvensi Wina 1961. Dapat

dilihat bahwa kekebalan diplomatik atas kantor perwakilan dan tempat

kediaman secara tegas diakui oleh Konvensi Wina 1961.

6. Kekebalan para pejabat diplomatik pada waktu transit

7. Perjalanan karena force majeure

8. Pembebasan pajak-pajak

9. Pembebasan dari bea cukai dan bagasi

10.Pembebasan dari kewajiban keamanan sosial

11.Pembebasan dari pelayanan pribadi, umum dan militer

12.Pembebasan dari kewarganegaraan.

Hak kekebalan dan keistimewaan diplomat ini dapat dinikmati para diplomat

setelah mereka memasuki wilayah negara penerima dalam rangka proses menempati

pos kedinasannya untuk melaksanakan fungsi resminya. Dan berakhirnya kekebalan

dan keistimewaan diplomatik ini jika para diplomat meninggalkan negara penerima,

atau pada saat berakhirnya suatu periode yang layak, akan tetapi kekebalan dan

keistimewaan akan terus ada sampai saat berakhirnya periode yang dimaksud

tersebut, bahkan dalam hal terjadinya konflik bersenjata antara negara penerima

(15)

Menurut J.G Starke, sebuah pejabat missi diplomatik dapat berakhir dengan

cara yang berbeda-beda diantaranya:16

1. Penarikan kembali (recall) perutusan itu oleh negara yang mengirimnya. Surat

penarikan kembali biasanya disampaikan kepada kepala negara atau kepala

menteri luar negeri dalam audensi yang resmi dan perutusan yang

bersangkutan akan menerima pengembalian Lettre de Recreance yang

memberitahukan penarikannya.

2. Pemberitahuan oleh negar apengirim kepada negara penerima bahwa tugas

perutusan itu telah berakhir (pasal 43 Konvensi Wina).

3. Permintaan oleh negara penerima agar perutusan ditarik kembali (recalled).

Negara tuan rumah tidak perlu memberikan penjelasan mengenai permintaan

tersebut (lihat Pasal 8 Konvensi Wina), akan tetapi seperti dalam kasus

permintaan Australia pada bulan Juni 1986 agar Atase Afrika Selatan kembali

negaranya, hal ini secara tegas dapat didasarkan atas suatu klaim tetang

tuduhan tindakakn yang tidak dapat diterima, dengan suatu batas waktu

tertentu untuk keberangkatanyya (sepuluh hari seperti yang ditanyakan dalam

permintaan Australia untuk pemulangan Atase yang dikemukakan di atas).

Walaupun penyebutan tentang batas waktu itu tidak secara etgas diisyaratkan

oleh Konvensi Wina.

16

(16)

4. Penyerahan paspor-paspor kepada perutusan dan stafnya serta keluarganya

oleh negara yang menerima, seperti pada waktu pecah perang antara negara

pengirim dan negara penerima.

5. Pemberitahuan oleh negara penerima kepada negara pengirim, jika perutusan

itu dinyatakan persona non grata dan apabila ia tidak ditarik kembali atau

tugas-tugasnya belum berakhir, bahwa negara penerima itu menolak

mengakuinya lagi sebagai anggota misi (pasal 9 dan 43 Konvensi Wina).

6. Tujuan misi tersebut telah terpenuhi.

7. Berakhirnya masa berlaku surat-surat kepercayaan yang diberikan hanya

untuk waktu terbatas.

Kekebalan diplomatik merupakan hal yang penting bagi wakil dari

negara-negara dalam melakukakn hubungannya dengan negara-negara lain dalam melakukan

diplomasi yang dilakukan oleh wakil-wakil dari negara tersebut. Sehubungan dengan

itu terdapat 3 teori mengenai landasan hukum pemberian kekebalan dan

keistimewaan diplomatik luar negeri yaitu sebagai berikut:

1. Teori Ekstrateritorialitas (Exterritotiality Theory)

Teori ini menganggap bahwa meskipun para diplomat secara konkret

ada/tinggal di negara penerima, tetapi secara yuridis dianggap ada diluar

wilayah negara penerima yaitu tetap tinggal di negara pengirim. Sebagai

konsekuensi alur pemikiran tersebut, para anggota misi tidak tunduk dan tidak

(17)

pengirim. Dengan demikian, menurut teoori tersebut seluruh edun perwakilan

dam perabot yang ada didalamnya termasuk orang-orang yang mendiami

gedung perwakilan dianggap ada diluar wilayah negara penerima. Wilayah

tersebut dianggap sebagai perluasan dari wilayah negara pengirim.

2. Teori Diplomat Sebagai Wakil Negara Berdaulat atau Wakil Kepala Negara

(Representa tive Cha ra cter)

Dalam bahasa Indonesia diartikan teori sifat seorang diplomat sebagai wakil

lnegara berdaulat, atau teori sifat perwakilan. Memnurut teori tersebut,

diplomat dianggap sebagai symbol atau lambang negara pengirim sekaligus

wakil negara pengirim di negara penerima karena itu segala perbuatan

diplomat harus dianggap sebagai perbuatan dari kepala negara atau setidaknya

dianggap sebagai pencerminan kehendak negara pengirim.

3. Teori Kebutuhan Fungsional (Functional Neccesity Theory)

Menurut teori ini, hak-hak istimewa dan kekebalan diplomatic perlu diberikan

kepada diplomat agar dapat melaksanakan fungsinya secara optimal sehingga

hasil pekerjaannya memuaskan negara penerima dan negara pengirim.

Anggota staf perwakilan diplomatik terdiri dari anggota staf diplomatik yaitu

mereka yang mempunyai gelar dari anggota atau kepangkatan diplomatik yang

melaksanakan tugas-tugas yang bersifat politis atau diplomatis yang memegang

paspor diplomatik dan anggota staf administrasi, teknis dan pelayanan dari

(18)

dan teknis yang pada umumnya memegang paspor dinas. Didalam lingkungan staf

diplomatik sendiri dibedakan dalam dua kategori17:

1. Kategori pertama, staf diplomatik yang diangkat dari kementerian luar negeri

yang merupakan staf diplomatik karir yang mempunyai jenjang kepangkatan

dari pangkat diplomatik terendah.

a. Atase merupakan pangkat atau gelar diplomatik yang paling rendah

b. Sekretaris III

c. Sekretaris II

d. Sekretaris I

e. Counsellor

f. Minister Counsellor

g. Minister bisa disebut sebagai duta (bukan duta besar) dan merupakan

pangkat setingkat lebih rendah dari duta besar dan setingkat lebih tinggi

dari Minister Counsellor.

2. Kategori kedua adalah para pejabat diplomatik yang pengangkatannya berasal

dar kementerian-kementerian lain termasuk lembaga dan institusi-institusi

lainnya (sifatnya non-karir) yang di perbantuan kepada perwakilan diplomatik

dari negaranya. Kepangkatan kategori kedua ini karena pada umumnya

bersifat teknis, maka keoada mereka diberikakn satu status sebagai “Service

17

(19)

Atta ches” yang namanya tergantung dari Kementerian, lembaga atau institusi

mana mereka berasal.

Negara penerima wajib menjaga keamanan dan keselamatan para diplomat

yang bertugas dinegaranya baik dari warga negara penerima maupun warga negara

asing. Tetapi pada saat sekarang ini makin banyak kasus pelanggaran kekebalan

diplomatik oleh negara penerima. Pelanggaran-pelanggaran tersebut adalah:

1. Pelanggaran terhadap gedung perwakilan diplomatik

2. Pelanggaran kebebasan komunikasi

3. Penistaan lambang negara

4. Penangkapan dan penaanan terhadap staf misi diplomatik.

Salah satu pelanggaran kasus yang menjadi perbincangan dunia internasional

saat sekarang ini adalah ditangkap dan ditahannya diplomat India Devyani

Khobragade di Amerika Serikat. Dengan tuduhan pemalsuan Visa pembantu rumah

tangganya. Didalam Visa pembantu Devyani yang bernama Sangeeta Richard

devyani membuat pernyataan akan membayar gaji sang pembanu dengan jumlah

US$10. Tetapi keyataannya tidak. Hal ini dilakukan Devyani agar Sangeeta

mendapatkan visa A-3, Dimana Visa A-3 tersebut merupakan visa non-imigran dan

memungkinkan pemegangnya untuk bekerja di mana saja di Amerika Serikat untuk

majikan tertentu.

(20)

F. Metode Penelitian

Untuk melengkapi penelitian ini agar tujuan dapat lebih terarah dan dapat

dipertanggung jawabkan secara ilmiah, maka metode penelitian yang dipakai sebagai

berikut :

1. Jenis Pendekatan

Dalam penelitian hukum dikenal dua jenis pendekatan dalam penelitian, yaitu

pendekatan yuridis sosiologis dan pendekatan yuridis normatif.

Pendekatan yuridis sosiologis merupakan pendekatan dengan mengambil data

primer atau data yang diambil langsung dari lapangan, sedangkan pendekatan Yuridis

normatif merupakan penelitian hukum yang meletakkan hukum sebagai sebuah

bangunan sistem norma. Sitem norma yang dimaksud adalah mengenai asas-asas,

norma, kaidah dari peraturan perundangan, putusan pengadilan, perjanjian serta

doktrin (ajaran)18

Penelitian dalam skripsi ini adalag penelitian yuridis normatif. Penilitian

yuridis normatif selalu mengambil isu dari hukum sebagai sistem norma yang

digunakan untuk memberikan justifikasi preskriptif tentang suatu peristiwa hukum,

sehingga penelitian hukum normatif menjadikan sistem norma sebagai pusat

kajiannya. Sistem norma dalam arti yang sederhana adalah sistem kaidah atau

atauran, sehingga penilitian hukum normatif adalah penelitian yang mempunyai objek

kajian tentang kaidah atau aturan hukum sebagai suatu bangunan sistem yang terkait

18

(21)

dengan suatu peristiwa hukum. yuridis normatif merupakan pendekatan dengan data

sekunder atau data yang berasal dari kepustakaan (dokumen). Dokumen yang

dimaksud disini adalah dokumen yang terkait dengan hubungan internasional yang

mengatur tentang hubungan diplomatik dan hubungan konsuler antara lain: Konvensi

Wina 1961, Konvensi Wina 1963, Konvensi Wina 1975.

2. Data Penelitian

Sumber data dari penelitian ini berasal dari Library Research (penelitian

kepustakaan). Penelitian kepustakaan ini dilakukan terhadap berbagai macam sumber

bahan hukum yang dapat di klasifikasikan atas 3 (tiga) jenis, yaitu :

a. Pr ima ry Resource atau Authoritative Records (Bahan Hukum Primer)

Merupakan berbagai dokumen peraturan nasional yang tertulis, sifatnya

mengikat dan ditetapkan oleh pihak yang berwenang, dalam tulisan ini antara lain

Konvensi Wina 1961

b. Seconda ry Resource atau Not authoritative Records (Bahan Hukum

Sekunder)

Merupakan bahan-bahan hukum yang dapat memberikan kejelasan terhadap

bahan hukum primer. Semua dokumen yang merupakan informasi atau hasil kajian

tentang keputusan kasus diplomat India ditangkap oleh kepolisian Amerika Serikat

serta macam-macam pelanggaran hak atas kekebalan diplomatik di negara penerima

seperti literatur, hasil-hasil penelitian, makalah-makalah dalam seminar, dan lain-lain.

(22)

Merupakan bahan bahan hukum yang dapat memberikan petunjuk dan

penjelasan terhadap bahan hukum primer maupun bahan hukum sekunder, mencakup

kamus bahasa untuk pembenahan bahasa Indonesia serta untuk menerjemahkan

beberapa literatur asing.

3. Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data dilakukan dengan cara Library Research

(penelitian kepustakaan), yaitu penelitian yang dilakukan dengan cara meneliti bahan

pustaka atau yang disebut dengan data sekunder. Adapun data sekunder yang

digunakan dalam penulisan skripsi ini antara lain berasal dari buku-buku baik koleksi

pribadi maupun dari perpustakaan serta jurnal-jurnal hukum.

Tahap-tahap pengumpulan data melalui studi pustaka adalah sebagai berikut :

a. Melakukan penelusuran kepustakaan melalui artikel-artikel media cetak

maupun elektronik, serta dokumen-dokumen pemerintahan.

b. Mengelompokkan data-data yang relevan dengan permasalahan.

c. Menganalisa data-data yang relevan tersebut untuk menyelesaikan masalah

(23)

4. Analisis Data

Bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder, termasuk pula bahan tersier

yang telah disusun secara sitematis sebelumnya, akan dianalisis dengan menggunakan

metode-metode sebagai berikut:19

a. Metode induktif, dimana proses berawal dari proposisi-proposisi khusus

(sebagai hasil pengamatan) dan berakhir pada suatu kesimpulan (pengetahuan

baru)yang berkebenaran empiris. Dalam hal ini, adapun data-data yang telah

diperoleh akan dibaca, ditafsirkan, dibandingkan dan diteliti sedemkian rupa

sebelum dituangkan dalam satu kesimpulan akhir.

b. Metode deduktif, yang bertolak dari suatu proposisi umum yang

kebenarannya telah diketahui (diyakini) yang merupakan kebenaran ideal

yang bersifat aksiomatik (self evident) yang esensi kebenarannya tidak perlu

diragukan lagi dan berakhir pada kesimpulan (pengetahuan baru) yang

bersifat lebih khusus.

c. Metode komparatif, yaitu dengan melakukan perbandingan (komparasi) antara

satu sumber bahan hukum dengan bahan hukum lainnya.

G. Sistematika Penulisan

Sistematika penulisan menjadi salah satu metode yang dipakai dalam

melakukan penulisan skripsi ini, hal ini bertujuan untuk mempermudah dalam

19

(24)

menyusun serta mempermudah pembaca untuk memahami dan mengerti isi dari

skripsi ini. Adapun sistematika skripsi ini sebagai berikut :

BAB I : Pendahuluan

Yaitu menguraikan tentang Latar Belakang, Perumusan Masalah,

Tujuan dan Manfaat Penelitian, Keaslian Penulisan, Tinjauan

Kepustakaan, Metode Penelitian, dan Sistematika Penulisan.

BAB II : Praktek Negara Penerima Dalam Penerapan Kekebalan Diplomatik Terhadap Anggota Missi Diplomatik

Yaitu menguraikan tentang Sejarah Hubungan Diplomatik, Fungsi dan

Tujuan Pejabat Missi Diplomatik, Teori-Teori Kekebalan Diplomatik,

Hak Kekebalan dan Keistimewaan Pejabat Missi Diplomatik, Mulai

dan Berakhirnya Kekebalan dan Keistimewaan Pejabat Missi

Diplomatik, dan Praktek Negara Penerima Penerapan Kekebalan

Diplomatik Terhadap Anggota Missi Diplomatik.

BAB III : Bentuk-Bentuk Pelanggaran Atas Kekebalan Diplomatik Oleh Negara Penerima Terhadap Staf Missi Diplomatik

Yaitu menguraikan tentang Pelanggaran Terhadap Gedung Perwakilan

Diplomatik, Pelanggaran Kebebasan Berkomunikasi. Penistaan

Lambang negara serta Penangkapan dan Penahanan Terhadap Staf

(25)

BAB IV : Penyelesaian Kasus Penangkapan Diplomat India Oleh Kepolisian Amerika Serikat

Yaitu menguraikan tentang Latar Belakang Kasus Peangkapan

Diplomat India Oleh Kepolisian Amerika Serikat, Tanggapan Pihak

India Atas Kasus Penangkapan Diplomat India, dan Tinjauan

Mengenai Penanganan dan Penyelesaian Kasus Penangkapan

Diplomat India oleh Kepolisian Amerika Serikat.

BAB V : Penutup

Referensi

Dokumen terkait

Peningkatan  pemulihan   dan  fungsi  kawasan  hutan,

Pajak penghasilan terkait pos-pos yang akan direklasifikasi ke laba rugi 0 PENGHASILAN KOMPREHENSIF LAIN TAHUN BERJALAN - NET PAJAK PENGHASILAN TERKAIT 0.. TOTAL LABA

Pajak penghasilan terkait pos-pos yang akan direklasifikasi ke laba rugi 0 PENGHASILAN KOMPREHENSIF LAIN TAHUN BERJALAN - NET PAJAK PENGHASILAN TERKAIT 0.. TOTAL LABA

… a coherent system of interrelated objectives and fundamentals that is expected to lead to consistent standards and that prescribes the nature, function and

Semangat bermusyawarah untuk mufakat yang telah dilakukan oleh warga sekolah Sudin merupakan pencerminan dari pengamalan sila keempat Pancasila “Kerakyatan yang dipimpin oleh

kurs  Rupiah  terhadap  Dollar  AS  terhadap  voiume  ekspor  kopi  Indonesia,  sebelum  dan  semasa  krisis  ekonomi  tidak terbukti.  Kerangka  dari  model  1 

Dengan menggunakan ambient media pengiklan bertujuan agar produk atau jasa pengiklan dapat lebih diingat diruang publik dan dapat mengatahui potensi pendapatan iklan serta

Berdasarkan Visi dan Misi pembangunan Kabupaten Nagan Raya Tahun 2012-2017, serta memperhatikan permasalahan dan tantangan dalam jangka menengah ke depan, dirumuskan