• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pengaruh Hipnobirthing Terhadap Nilai Apgar Bayi Baru Lahir Pada Persalinan Normal Di Rumah Sakit Umum Daerah Dr. Zainoel Abidin Banda Aceh Tahun 2015

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Pengaruh Hipnobirthing Terhadap Nilai Apgar Bayi Baru Lahir Pada Persalinan Normal Di Rumah Sakit Umum Daerah Dr. Zainoel Abidin Banda Aceh Tahun 2015"

Copied!
44
0
0

Teks penuh

(1)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Nilai APGAR Bayi Baru Lahir 2.1.1. Pengertian Bayi Baru Lahir

Bayi yang lahir presentasi belakang kepala melalui vagina tanpa memakai alat, pada usia kehamilan genap 37 minggu sampai dengan 42 minggu, dengan berat badan 2500 - 4000 gram, nilai APGAR > 7 dan tanpa cacat bawaan (Saifuddin, 2006). Masa Bayi baru lahir adalah masa 28 hari pertama kehidupan manusia, pada masa ini terjadi proses penyesuaian sistem tubuh bayi dari kehidupan dalam rahim ke kehidupan di luar rahim. Masa ini adalah masa yang perlu mendapatkan perhatian dan perawatan yang ekstra karena pada masa ini terdapat mortalitas yang tinggi (Rukiah, 2010).

Menurut Askin (2002) yang dikutip oleh Kosim dkk (2010), neonatus bayi yang baru mengalami proses kelahiran dan harus menyesuaikan diri dari kehidupan intra uterin ke kehidupan ekstra uterin. Beralih dari ketergantungan mutlak pada ibu menuju kemandirian fisiologi. Dengan terpisahnya bayi dari ibu, maka terjadilah awal dari proses fisiologi sebagai berikut :

1. Pertukaran gas melalui plasenta digantikan oleh aktifnya fungsi paru untuk bernafas.

(2)

3. Ginjal berfungsi untuk mengeluarkan bahan yang tidak terpakai lagi oleh tubuh untuk mempertahankan haesmostasis kimia darah.

4. Hati berfungsi untuk menetralisir dan mengsekresi bahan racun yang tidak diperlukan badan.

5. Sistem imunologi berfungsi untuk mencegah infeksi.

6. Sistem kardio vaskuler serta endokrin bayi menyesuaikan diri dengan perubahan fungsi organ tersebut diatas. Selain itu pengaruh kehamilan dan proses persalinan mempunyai peranan penting dalam morbiditas dan mortalitas.

Menurut Prawirohardjo (2010) setelah persalinan, setelah bayi lahir harus dilakukan penilaian sebagai berikut : apakah kehamilannya cukup bulan, apakah air ketuban cukup jernih dan tidak terkontaminasi mekonium, apakah bayi bernafas adekuat atau menangis, apakah tonus otot bayi baik. Apabila semua pertanyaan di atas dijawab dengan “ya” lakukan perawatan rutin yaitu : memberikan kehangatan, membuka/membersihkan jalan nafas, mengeringkan dan menilai warna.

2.1.2. Pengertian Nilai APGAR

(3)

Menurut Prawirohardjo (2010) nilai APGAR adalah suatu metode sederhana yang digunakan untuk menilai keadaan umum bayi sesaat setelah kelahiran. Penilaian ini perlu untuk mengetahui apakah bayi menderita asfiksia atau tidak, yang dinilai adalah frekuensi jantung (Heart rate), usaha nafas (respiratory effort), tonus otot (muscle tone), warna kulit (colour) dan reaksi terhadap rangsang (respon to stimuli) yaitu dengan memasukkan kateter ke lubang hidung setelah jalan nafas dibersihkan.

Tabel 2.1. Kriteria APGAR

sedikit gerakan bergerak aktif Activity Pernafas

Sumber : American Academy of Pedatrics, 2006 dalam Kosim (2010)

(4)

dilakukan untuk menilai apakah bayi membutuhkan bantuan nafas atau mengalami kelainan jantung (Prawirohardjo, 2010).

Menurut Novita (2011) nilai APGAR pada umumnya dilaksanakan pada 1 menit dan 5 menit sesudah bayi lahir. Akan tetapi, penilaian bayi harus segera dimulai sesudah bayi lahir. Apabila memerlukan intervensi berdasarkan penilaian pernafasan, denyut jantung atau warna bayi, maka penilaian ini harus segera dilakukan. Nilai APGAR dapat menolong dalam upaya penilaian keadaan bayi dan penilaian efektivitas upaya resusitasi.

Apabila nilai APGAR kurang dari 7 maka penilaian tambahan masih diperlukan yaitu 5 menit sampai 20 menit atau sampai dua kali penilaian menunjukan nilai 8 atau lebih. Penilaian untuk melakukan resusitasi semata-mata ditentukan oleh tiga tanda penting yaitu pernafasan, denyut jantung, dan warna. Resusitasi yang efektif bertujuan memberikan ventilasi yang adekuat, pemberian oksigen, dan curah jantung yang cukup untuk menyalurkan oksigen ke otak, jantung dan alat vital lainnya (Novita, 2011).

2.1.3. Klasifikasi Nilai APGAR

(5)

Tabel 2.2. Derajat Vitalis Bayi Lahir Menurut Nilai APGAR

- Denyut jantung lebih dari 100 x/menit C

Asfiksia Berat

0 – 3 - Tidak ada pernafasan

- Denyut jantung 100 x/menit atau kurang

D FresStilBirth (bayi lahir mati)

0 - Tidak ada pernafasan - Tidak ada denyut jantung

Sumber : IDAI (1998)

Bayi baru lahir dievaluasi dengan nilai APGAR, tabel tersebut dapat untuk menentukan tingkat atau derajat asfiksia, apakah ringan, sedang, atau asfiksia berat. Menurut (Prawirohardjo, 2010) klasifikasi klinik nilai APGAR adalah sebagai berikut:

1. Asfiksia berat (nilai APGAR 0-3)

Memerlukan resusitasi segera secara aktif, dan pemberian oksigen terkendali. Pada pemeriksaan fisik ditemukan frekuensi jantung 100 x/menit, tonus otot buruk, sianosis berat, dan terkadang pucat, refleks iritabilitas tidak ada.

2. Asfiksia sedang (nilai APGAR 4-6)

(6)

3. Bayi normal atau sedikit asfiksia (nilai APGAR 7-10). 2.1.4. Faktor yang Memengaruhi Nilai APGAR

Menurut Wijanksastro, H (2009) faktor-faktor yang dapat menyebabkan asfiksia neonatorum adalah sebagai berikut :

1. Faktor ibu a. Hipoksia ibu

Menurut Graccia, AJ (2004) hipoksia adalah keadaan rendahnya konsentrasi oksigen di dalam sel atau jaringan yang dapat mengancam kelangsungan hidup sel. Hipoksia ibu dapat terjadi karena hipoventilasi akibat pemberian obat analgetik atau anastesi dalam, dan kondisi ini akan menimbulkan hipoksia janin dengan segala akibatnya. Angka normal denyut jantung janin berkisar 120 – 160 denyut/menit. Hipoksia janin terjadi apabila janin mengalami takikardia (jantung janin > 160 denyut/menit) dan bradikardia (jantung janin < 120 denyut/menit) (Arvin, BK., 2000).

b. Usia ibu kurang dari 20 tahun atau lebih dari 35 tahun

Umur ibu tidak secara langsung berpengaruh terhadap kejadian asphixia neonatorum, namun demikian telah lama diketahui bahwa umur berpengaruh

(7)

Dalam penelitian Zakaria di RSUP M. Jamil Padang tahun 1999 (dikutip oleh Ahmad) menemukan kejadian asphyxia neonatorum sebesar 36,4% pada ibu yang melahirkan dengan usia kurang dari 20 tahun dan 26,3% pada ibu dengan usia lebih dari 34 tahun, dan hasil penelitian dari Ahmad di RSUD Dr. Adjidarmo Rangkasbitung tahun 2000, menemukan bayi yang lahir dengan asphyxia neonatorum 1,309 kali pada ibu umur kurang dari 20 tahun dan lebih

dari 35 tahun. c. Paritas

Paritas adalah jumlah kehamilan yang memperoleh janin yang dilahirkan.

Paritas yang tinggi memungkinkan terjadinya penyulit kehamilan dan

persalinan yang dapat menyebabkan terganggunya transport O2 dari ibu ke janin yang akan menyebabkan asfiksia yang dapat dinilai dari APGAR score menit pertama setelah lahir (Manuaba I., 2007)

d. Penyakit pembuluh darah ibu

Penyakit pembuluh darah ibu yang mengganggu pertukaran gas janin : hipertensi, hipotensi, gangguan kontraksi uterus dan lain-lain (Winkjosastro,H.,

(8)

tekanan darah sistolik < 90 mmHg dan tekanan darah diastolik < 60 mmHg (Prawirohardjo, 2010)

Tabel 2.3 Penggolongan Tekanan Darah Berdasarkan Tekanan Sistolik – Diastolik

Tekanan Darah Sistolik Diastolik MAP

Hipotensi Di bawah 90 Di bawah 60 <70

Normal 90–119 60–79 70-92

Pre-hipertensi 120–139 80–89 93-106

Darah tinggi atauhipertensi (stadium 1) 140–159 90–99 107-119 Darah tinggi atauhipertensi (stadium 2) 160-179 100-109 120-132 Sumber : Susalit, dkk (2001)

e. Sosial ekonomi

Menurut Lubis (2003) bila ibu mengalami kekurangan gizi selama hamil akan menimbulkan masalah, baik pada ibu maupun janin. Masalah pada ibu antara lain : anemia, perdarahan, terkena penyakit infeksi dan komplikasi pada persalinan, sedangkan masalah pada bayi antara lain : mempengaruhi pertumbuhan janin, abortus, kematian neonatal, bayi lahir mati, cacat bawaan, anemia pada bayi, asfiksia intra partum, dan BBLR.

(9)

f. Gangguan kontraksi ibu

Disfungsi uterus didefinisikan sebagai ketidak efisiennya atau tidak terkoordinasinya kontraksi uterus, ketidakmampuan untuk dilatasi servik dan juga melahirkan yang lama. Disfungsi uterus ditandai oleh kontraksi intensitas rendah dan jarang serta lambatnya kemajuan persalinan (Leveno et al., 2009).

Partograf adalah alat bantu yang digunakan selama kala I persalinan. Tujuan pengisian partograf adalah adalah untuk memantau dan mengobservasi kemajuan persalinan dengan menilai pembukaan servik, penurunan kepala janin, serta kontraksi uterus. Dalam partograf terdapat kolom-kolom untuk menilai kemajuan persalinan. Pada kolom dan lajur kedua partograf merupakan tempat pencatatan kemajuan pembukaan servik 0 sampai dengan 10 cm. Sedangkan di bawah lajur waktu partograf terdapat kotak-kotak yang merupakan tempat penilaian kontraksi uterus meliputi lama kontraksi, yang dihitung dengan satuan detik, frekwensi kontraksi yang dihitung dalam 10 menit dan intensitas kontraksi (JNPK KR. DepKes RI, 2008).

2. Faktor Plasenta

a. Plasenta tipis, kecil, dan tidak menempel sempurna

(10)

Plasenta yang normal akan mampu melaksanakan fungsi tersebut dalam menunjang pertumbuhan janin. Plasenta normal pada saat aterm berbentuk seperti cakram, berwarna merah tua, dengan berat 500-600 gr, diameter 15-25 cm, lebih kurang 7 inci tebal sekitar 3 cm. Panjang tali pusat 40-50 cm dengan diameter 1-2 cm (Cunningham, 2006 dan Sloane E., 2004). Gangguan pertukaran gas di plasenta yang akan menyebabkan asfiksia janin. Pertukaran gas antara ibu dan janin di pengaruhi oleh luas dan kondisi plasenta, asfiksia janin dapat terjadi bila terdapat gangguan mendadak pada plasenta, misalnya : plasenta previa dan solusio plasenta. (Manuaba I., 2007 ).

Gambar 2.1. Plasenta Normal b. Solusio plasenta

Solusio plasenta adalah terlepasnya plasenta dari tempat implantasi

(11)

klinisnya adalah solusio plasenta ringan : terdapat pelepasan sebahagian kecil plasenta, solusio plasenta sedang : plasenta terlepas ¼ bagian, solusio plasenta berat : plasenta telah terlepas dari 2/3 permukaannya.

Pada pemeriksaan plasenta biasanya tampak tipis dan cekung di bagian plasenta yang terlepas (kreater) dan terdapat koagulum atau darah beku yang biasanya menempel di belakang plasenta yang disebut hematoma retroplacenter. (Brudenell & Michael, 1996).

Gambar 2.2. Solusio Plasenta

c. Plasenta previa

Adalah plasenta yang berimplantasi pada segmen bawah rahim, sehingga menutupi seluruh atau sebahagian dari ostium uteri internum. Insidensi plasenta previa adalah 0,4%-0,6%, perdarahan dari plasenta previa menyebabkan

(12)

trimester ke tiga, 20% mengalami kontraksi yang disertai dengan perdarahan, dan 10% memiliki diagnosa plasenta previa yang dilakukan tidak sengaja dengan pemeriksaan ultrasonografi atau pemeriksaan saat janin telah cukup bulan. Penyulit pada ibu dapat menimbulkan anemia sampai syok sedangkan pada janin dapat menimbulkan asphyxia neonatorum sampai kematian janin dalam rahim ( Manuaba I., 2007).

Gambar 2.3. Plasenta Previa 3. Faktor Janin

a. Prematur

(13)

b. BBLR dan IUGR

Berat badan lahir rendah (BBLR) adalah bayi dengan berat lahir kurang dari 2500 gram. Menurut WHO (2003), BBLR dibagi tiga group yaitu prematuritas, Intra Uterine Growth Restriction (IUGR) dan karena keduanya.

BBLR sering digunakan sebagai indikator dari IUGR di negara berkembang karena tidak tersedianya penilaian usia kehamilan yang valid. BBLR ini berbeda dengan prematur karena BBLR diukur dari berat atau massa, sedangkan prematur juga belum tentu BBLR kalau berat lahirnya di atas 2500 gram. Namun dibanyak kasus kedua kondisi ini muncul bersamaan karena penyebabnya saling berhubungan.

IUGR biasanya dinilai secara klinis ketika janin lahir dengan mengkaitkan ukuran bayi yang baru lahir kedurasi kehamilan. Ukuran kecil untuk usia kehamilan atau ketidakmampuan janin janin untuk mencapai potensi pertumbuhan menunjukkan IUGR. Bayi dengan IUGR didiagnosis mungkin BBLR usia kehamilan aterm (> 37 minggu kehamilan dan <2500 gram) (ACC/SCN, 2000).

c. Gemeli

(14)

janin lebih kuat dari yang lainnya, sehingga janin mempunyai jantung yang lemah mendapat nutrisi O2 yang kurang menyebabkan pertumbuhan terhambat, terjadilah asfiksia neonatorum sampai kematian janin dalam rahim (Manuaba I, 2007).

Gambar 2.4. Gemeli d. Gangguan tali pusat

Kompresi umbilikus akan mengakibatkan terganggunya aliran darah dalam

pembuluh darah umbilikus dan menghambat pertukaran gas antara ibu dan janin. Gangguan aliran darah ini dapat ditemukan pada keadaan tali pusat menumbung, melilit leher, kompresi tali pusat antara jalan lahir dan janin (Wijangsastro, H., 2009)

e. Kelainan Congenital

(15)

4. Faktor Persalinan

faktor-faktor persalinan yang dapat menimbulkan asfiksia adalah : a. Partus lama

Partus lama yaitu persalinan yang berlangsung lebih dari 24 jam pada

primi, dan lebih 18 jam pada multi. Partus lama masih merupakan masalah di Indonesia. Bila persalinan berlangsung lama, dapat menimbulkan komplikasi baik terhadap ibu maupun pada bayi, dan dapat meningkatkan angka kematian ibu dan bayi (Mochtar, 2004).

b. Partus dengan tindakan

Persalinan dengan tindakan dapat menimbulkan asfiksia neonatorum yang disebabkan oleh tekanan langsung pada kepala : menekan pusat-pusat vital pada medula oblongata, aspirasi air ketuban, mekonium, cairan lambung dan

perdarahan atau oedema jaringan pusat saraf pusat (Manuaba, I., 2007).

Menurut Aminullah (2005) faktor-faktor pencetus rendahnya nilai APGAR (asphyxia neonatorum)

a. Hipoksia janin penyebab terjadinya asphyxia neonatorum adalah adanya gangguan pertukaran gas serta transport O2 dari ibu ke janin sehingga berdampak persediaan O2 menurun, mengakibatkan tingginya CO2. Gangguan ini dapat berlangsung secara kronis akibat kondisi atau kelainan pada ibu selama kehamilan atau secara akut karena adanya komplikasi dalam persalinan.

(16)

akhir-akhir ini, asphyxia neonatorum disebabkan oleh adanya gangguan oksigenisasi serta kekurangan zat-zat makanan yang diperoleh akibat

terganggunya fungsi plasenta. Faktor-faktor yang timbul dalam persalinan yang bersifat akut dan hampir selalu mengakibatkan anoksia atau hipoksia janin akan berakhir dengan asphyxia neonatorum pada bayi baru lahir. Sedangkan faktor dari pihak ibu adanya gangguan his seperti hipertonia dan tetani, hipotensi mendadak pada ibu karena perdarahan, hipertensi pada eklamsia, gangguan mendadak pada plasenta seperti solusio plasenta.

c. Faktor janin berupa gangguan aliran darah dalam tali pusat akibat tekanan tali pusat, depresi pernafasan karena obat-obatan anastesi/analgetika yang diberikan ke ibu, perdarahan intrakranial, kelainan bawaan seperti hernia diafragmatika, atresia saluran pernafasan, hipoplasia paru-paru dll.

(17)

semakin lemah sampai akhirnya berhenti, dan bayi memasuki periode apneu sekunder. Apneu sekunder yakni pada penderita asfiksia berat, yang mana usaha

bernapasnya tidak tampak dan selanjutnya bayi berada pada periode apneu kedua. Pada keadaan tersebut akan ditemukan bradikardi dan penurunan tekanan darah serta penurunan kadar oksigen dalam darah. Bayi tidak bereaksi terhadap rangsangan dan tidak menunjukan upaya bernapas secara spontan. Kematian akan terjadi kecuali bila resusitasi dengan napas buatan dan pemberian oksigen segera dimulai. Sulit sekali membedakan antara apneu primer dan sekunder, oleh karenanya bila menghadapi bayi bayi lahir dengan apneu, anggaplah sebagai apneu sekunder dan bersegera melakukan tindakan resusitasi (Novita, 2011).

2.2. Persalinan

2.2.1. Pengertian Persalinan

Persalinan atau partus adalah proses hasil pengeluaran hasil konsepsi yang dapat hidup dari dalam uterus melalui vagina ke dunia luar (Winkjasastro, H., 2009). Persalinan adalah akhir kehamilan yang terdiri dari serangkaian proses dimana terjadi kontraksi uterus dan tekanan abdominal untuk mengeluarkan fetus/janin dan plasenta

dari dan uterus melalui jalan lahir dari tubuh wanita (Pillatteri, 2003; Bobak, Lawdermilk, Jensen, 2004).

(18)

serviks sebagai akibat kontraksi uterus dengan frekuensi, durasi, dan kekuatan yang teratur. Mula-mula kekuatan yang muncul kecil, kemudian terus meningkat sampai pada puncaknya pembukaan serviks lengkap sehingga siap untuk pengeluaran janin dari rahim ibu. Persalinan normal adalah proses lahirnya bayi pada letak belakang kepala dengan tenaga ibu sendiri tanpa bantuan alat-alat serta tidak melukai ibu dan bayi, umumnya berlangsung kurang dari 24 jam. Persalinan normal dianggap normal jika prosesnya terjadi pada usia kehamilan cukup bulan (setelah 37 minggu) tanpa disertai adanya penyulit (Rohani,et al, 2011).

Persalinan merupakan suatu proses normal dan peristiwa penting yang sangat di tunggu oleh setiap pasangan suami istri. Menyambut kelahiran sang buah hati merupakan saat yang akan sangat membahagiakan setiap keluarga. Namun mendekati proses persalinan berbagai perasaan timbul dalam hati para ibu hamil. Bayangan rasa nyeri pada saat melahirkan seringkali menghantui ibu hamil menjelang persalinan. Bagi ibu hamil, persalinan mungkin menjadi saat yang mendebarkan. Ada rasa gembira karena bakal melahirkan bayi, namun dibalik itu ada rasa takut bila mengingat rasa sakit, mulas dan nyeri yang bakal menyertainya (Maryunani, 2010).

(19)

persalinan beresiko rendah, dengan awitan spontan dan presentasi fetus verteks, dan dengan hasil akhir ibu dan bayinya berada dalam kondisi yang setelah melahirkan. 2.2.2. Teori Proses Persalinan

Menurut Asrinah,et al, (2010) sebab yang mendasari terjadinya partus secara teoritis masih merupakan kumpulan teoritis yang kompleks teori yang turut memberikan andil dalam proses terjadinya persalinan antara lain :

1. Teori kerenggangan : otot rahim mempunyai kemampuan meregang dalam batas tertentu. Setelah melewati batas tersebut terjadi kontraksi sehingga persalinan dimulai.

2. Teori penurunan progesteron : progesteron menurun menjadikan otot rahim sensitif sehingga menimbulkan his atau kontraksi.

3. Teori oksitosin : pada akhir kehamilan kadar oksitosin bertambah sehingga dapat mengakibatkan his.

4. Teori pengaruh prostaglandin : pemberian prostaglandin saat hamil dapat menimbulkan kontraksi otot rahim sehingga hasil konsepsi dikeluarkan.

5. Teori plasenta menjadi tua : dengan bertambahnya usia kehamilan, plasenta menjadi tua dan menyebabkan villi corialis mengalami perubahan sehingga kadar esterogen dan progesteron turun. Hal ini menimbulkan kekejangan pembuluh

darah dan menyebabkan kontraksi rahim.

(20)

7. Teori berkurangnya nutrisi : bila nutrisi pada janin berkurang, maka hasil konsepsi akan segera dikeluarkan.

2.2.3. Faktor yang Memengaruhi Persalinan

Menurut Asrinah,et al, (2010) ada beberapa faktor yang mempengaruhi persalinan bagi seorang ibu yang akan bersalin. Adapun faktor-faktor yang mempengaruhi persalinan adalah diantaranya sebagai berikut :

1. Faktor Power, power adalah : tenaga atau kekuatan yang mendorong janin keluar. Kekuatan tersebut meliputi his, kontraksi otot-otot perut, kontraksi diafragma dan aksi dari ligamen, dengan kerjasama yang baik, sempurna dan tenaga mengejan. 2. Faktor Passager yaitu : faktor janin, yang meliputi sikap janin, letak, presentasi,

bagian terbawah, dan posisi janin.

3. Faktor Passage (jalan lahir), dibagi menjadi : (a) Bagian keras : tulang-tulang panggul (rangka panggul), (b) Bagian lunak : otot-otot, jaringan-jaringan dan ligamen-ligamen.

4. Faktor psikologi ibu : keadaan psikologi ibu memengaruhi proses persalinan. Dukungan mental berdampak positif bagi keadaan psikis ibu, yang berpengaruh pada kelancaran proses persalinan.

(21)

2.3. Nyeri

2.3.1. Pengertian Nyeri

Menurut Assosiasi Internasional yang khusus mempelajari tentang nyeri (The International Associational for the Study of Pain /IASP, 2007) mendefinisikan nyeri

sebagai suatu yang tidak menyenangkan bersifat subjektif dan berhubungan dengan panca indra, serta suatu pengalaman emosional yang dikaitkan dengan kerusakan jaringan baik aktual maupun potensial yang di gambarkan sebagai suatu yang dapat menyebabkan nyeri secara psikologis.

Menurut Uliyah & Hidayat (2008) nyeri merupakan kondisi berupa perasaan yang tidak menyenangkan. Sifatnya sangat subjektif karena perasaan nyeri berbeda pada setiap orang dalam hal skala atau tingkatannya, dan hanya orang tersebutlah yang dapat menjelaskan atau mengevaluasi rasa nyeri yang dialaminya. Berikut ini merupakan pendapat beberapa ahli mengenai rasa nyeri :

1. Mc.Coffery (1979), mendefinisikan nyeri sebagai suatu keadaan yang memengaruhi seseorang, yang keberadaan nyeri dapat diketahui hanya jika orang tersebut pernah mengalaminya.

2. Wolf Weisel Feurst (1974) mengatakan nyeri merupakan suatu perasaan menderita secara fisik dan mental atau perasaan yaang bisa menimbulkan ketegangan.

(22)

4. Secara umum, nyeri diartikan sebagai suatu keadaan tidak menyenangkan akibat terjadinya ransangan fisik maupun dari serabut saraf dalam tubuh keotak dan diikuti oleh reaksi fisik, fisiologis maupun emosional.

2.3.2. Teori Nyeri

Menurut Maryunani (2010) terdapat beberapa teori yang menjelaskan tentang nyeri yaitu :

1. Specificity theory teori ini menyatakan bahwa reseptor nyeri tertentu distimulasi oleh tipe stimulus sensori spesifik yang mengirimkan impuls ke otak. Teori ini menguraikan dasar fisiologis adanya nyeri tetapi tidak menjelaskan komponen-komponen fisiologis dari nyeri maupun derajat toleransi nyeri

2. Pattern Theory : teori ini berusaha untuk memasukkan faktor-faktor yang tidak dapat dijelaskan oleh specificity theory. Teori ini berasal dari tanduk dorsal spinal cord . Pola impuls saraf tertentu diproduksi dan menghasilkan stimulasi reseptor

kuat yang dikodekan dalam sistem saraf pusat (SSP) dan memandakan nyeri. 3. Gate Kontrol Theory : salah satu teori nyeri yang paling dapat diterima dan

dipercaya, teori nyeri ini diajukan oleh Melzak dan Wall pada tahun 1965. Dasar pemikiran pertama Gate Kontrol Theory adalah bahwa keberadaan dan intensitas pengalaman nyeri tergantung pada transmisi tertentu pada impuls-impuls syaraf. Kedua mekanisme gate/pintu sepanjang sistem syaraf mengontrol/mengendalikan transmisi nyeri. Akhirnya, jika gate terbuka, impuls yang menyebabkan sensasi

(23)

4. Endogenous Opiate Theory adalah suatu teori pereda nyeri relatif baru dikembangkan oleh Avron Goldstein, dimana ia menemukan bahwa terdapat suatu substansi seperti opiate yang terjadi secara alami di dalam tubuh manusia. Substansi ini disebut endhorpine, yang berasal dari kata endogeneus dan morphine. Endorphine mempengaruhi transmisi impuls yang di interprestasikan

sebagai nyeri. menghambat transmisi dari pesan nyeri. Jadi, adanya endorphine memungkinkan nyeri dapat terjadi. Opiete, morphine dan endorphine (kadang-kadang disebut enkephalin), kemungkinan menghambat transmisi pesan nyeri dengan mengaitkan tempat reseptor opiete pada saraf-saraf otak dan tulang belakang manusia.

2.3.3. Nyeri Persalinan

Cuningham, dkk. (2005) mendeskripsikan nyeri persalinan sebagai kontraksi miometrium. Nyeri persalinan merupakan proses fisiologis dengan intensitas yang

berbeda pada masing-masing individu. Rasa nyeri yang dialami selama persalinan bersifat unik pada setiap ibu dan dapat dipengaruhi oleh berbagai faktor. Faktor-faktor yang mempengaruhi antara lain budaya, takut dan cemas, pengalaman melahirkan sebelumnya, persiapan persalinan dan dukungan (Lawdermilk, Perry & Bobak, 2004)

(24)

(2012) yang mengutip pendapat Cunningham (2004) mengatakan bahwa nyeri persalinan sebagai kontraksi miometrium, merupakan proses fisiologis dengan intensitas yang berbeda pada masing-masing individu.

Menurut Rahmawati (2003) dalam Maryunani (2010) rasa tidak nyaman dan nyeri dalam persalinan adalah unik dan mempunyai perbedaan dengan nyeri yang lainnya karena : nyeri persalinan merupakan bagian dari proses yang normal sedangkan nyeri yang lainnya biasanya mengikuti kondisi patologisnya, pada nyeri persalinan ada waktu untuk mempersiapkannya karena datangnya udah dapat diperkirakan yaitu apabila sudah masuk proses persalinan, nyeri persalinan mempunyai batas dan dapat hilang dengan sendirinya (self-limiting), nyeri persalinan tidak konstan tetapi bersifat intermiten yaitu pada kala 1 merupakan akibat penipisan dan pembukaan servik dan pada kala II nyeri timbul disebabkan oleh penurunan kepala janin yang menekan dan menarik bagian-bagian di daerah panggul, kelahiran bayi dan kondisi janin akan mempengaruhi kondisi emosional ibu sehingga dapat berpengaruh pada rasa nyeri.

Menurut Judha dkk (2012) nyeri persalinan yang dialami oleh ibu yang akan bersalin disebabkan oleh :

1. Kontraksi otot rahim : kontraksi rahim menyebabkan dilatasi dan penipisan serviks serta iskemia rahim akibat kontraksi arteri miometrium, karena rahim

(25)

biasanya ibu mengalami nyeri ini selama kontraksi dan bebas dari rasa nyeri pada interval antar kontraksi.

2. Regangan otot dasar Panggul : jenis nyeri ini timbul pada saat mendekati kala II, tidak seperti nyeri visceral, nyeri ini terlokalisir di daerah vagina, rektum dan perineum sekitar anus. Nyeri ini disebut dengan nyeri somatik dan disebabkan

oleh peregangan struktur jalan lahir bagian bawah akibat penurunan bagian terbawah janin.

3. Kondisi psikologis : nyeri dan rasa sakit yang berlebihan akan menimbulkan rasa cemas. Takut, dan tegang yang memicu produksi hormon prostaglandin sehingga timbul hormon. Kondisi hormon dapat memengaruhi kemampuan tubuh menahan rasa nyeri.

Adapun faktor-faktor yang memengaruhi respon terhadap nyeri persalinan menurut Judha dkk (2012) adalah :

1. Budaya : persepsi dan ekspresi terhadap nyeri persalinan dipengaruhi oleh budaya individu. Budaya memengaruhi ekspresi nyeri intranatal pada ibu primigravida, sehingga penting untuk mengetahui bagaimana kepercayaan, nilai, praktik budaya memengaruhi seorang ibu dalam mempersepsikan dan mengekspresikan nyeri persalinan.

(26)

tersebut merangsang tubuh mengeluarkan hormon stressor yaitu hormon kotekolamin dan hormon adrenalin, kotekolamin ini akan dilepaskan dalam

konsentrasi tinggi saat persalinan jika calon ibu tidak bisa menghilangkan rasa takutnya sebelum melahirkan, sehingga uterus menjadi semakin tegang, aliran darah dan oksigen ke dalam otot – otot uterus berkurang karena arteri mengecil dan menyempit akibatnya adalah rasa nyeri yang tidak terelakkan. Stimulus nyeri mengaktifkan sistem limbik yang diyakini dapat mengendalikan emosi seseorang khususnya ansietas. Kecemasan sering meningkatkan persepsi nyeri dan nyeri juga dapat menimbulkan suatu perasaan cemas sehingga sulit memisahkan antara kecemasan dan persepsi nyeri, hubungan keduanya bersifat kompleks.

3. Pengalaman persalinan : pengalaman persalinan sebelumnya dapat memengaruhi respon ibu terhadap nyeri, bagi ibu yang mempunyai pengalaman yang menyakitkan dan sulit pada persalinan sebelumnya, perasaan cemas dan takut pada pengalaman lalu akan memengaruhi sensitifitas rasa nyeri. Pengalaman nyeri yang lalu mengubah sensitifitas ibu terhadap nyeri, selain itu keberhasilan atau kurang berhasilnya tindakan pengurangan nyeri memengaruhi harapan ibu terhadap penyembuhan nyeri.

(27)

saat proses persalinan sebaiknya adalah orang yang paling peduli pada ibu dan yang paling penting adalah orang yang diinginkan ibu untuk mendampingi ibu selama proses persalinan.

5. Persiapan persalinan : persiapan persalinan tidak menjamin persalinan akan berlangsung tanpa nyeri. Namun, persiapan persalinan diperlukan untuk mengurangi perasaan cemas dan takut akan nyeri persalinan sehingga ibu dapat memilih berbagai tehnik atau metode latihan agar ibu dapat mengatasi ketakutannya.

(28)

2.3.5. Penatalaksanaan Nyeri Persalinan

Menurut Mander (2004) bahwa penatalaksanaan nyeri ada dua yaitu secara farmakologis dan non farmakologis :

1. Metode Farmakologis

Metode farmakologis pada nyeri persalinan meliputi analgesia yang dapat menurunkan dan mengurangi rasa nyeri dan anastesi yang menghilangkan sensasi bagian tubuh baik parsial maupun total menurut Pilliteri (2003) dalam Budiarti (2011). Penatalaksanaan nyeri secara farmakologis pada ibu ini diupayakan dapat menimbulkan efek yang seminimal mungkin bagi ibu, kontraksi uterus, kekuatan ibu mendorong dan juga pada janinnya dapat mengurangi nyeri persalinan secara efektif dengan memberikan sensasi rasa nyeri yang minimal, rasa nyaman dan rileks.

Menurut Judha, dkk (2012) untuk mengurangi rasa nyeri persalinan dengan menggunakan metode farmakologis dapat memilih jenis obat yang digunakan antara lain:

a. Analgesia narkotik (mereperidine, nalbuphine, butorphanol, morfin sulfate fentanyln)

b. Analgesia regional (epidural, spinal dan kombinasinya) c. ILA (Intrathecal Labor Analgesia)

2. Metode non farmakologis

(29)

limbik bagian emosional otak yang bertugas untuk melakukan komunikasi dengan bagian tubuh lain seperti hipotalamus dan sistem saraf simpatis dan para simpatis. Kelenjar hipofisis yang melekat pada hipotalamus mengeluarkan hormon yang mampu mengontrol fungsi vital. Kelenjar hipofisis menghasilkan hormon yang dapat digunakan untuk beradaptasi terhadap stres (Potter & Perry, 2010)

Metode non farmakologis untuk menurunkan nyeri persalinan yang dapat dilakukan oleh perawat antara lain dengan relaksasi, tehnik pernafasan, fokus perhatian, latihan fisik, musik, dukungan dan informasi, stimulasi cutaneus, message, accupresure, acupuntur dan TENS (transcutaneous electrical nerve stimulation)

(Yerbi, 2000). Beberapa metoda lain yang bisa dilakukan antara lain metode Dick-Read, metoda Lamaze, metoda Bredley, effleurage, dan tekanan sakrum, hidroterapi jet, kompres hangat atau dingin, hypnosis, yoga, biofeedback, imagery, visualisasi dan aromaterapi (Bobak, Lawdermilk & Jensen, 2004).

Metode Dick-Read, metoda Lamaze, metoda Bredley merupakan beberapa metoda yang biasanya diajarkan dalam keas persiapan persalinan. Metode Dick-Read mengajarkan tehnik mengganti rasa takut tentang hal yang tidak diketahui melalui pemahaman dan keyakinan dengan pemberian informasi tentang persalinan, disamping nutrisi, hiegene dan latihan fisik. Latihan-latihan dalam Metode Dick-Read mengajarkan tiga tehnik yaitu latihan fisik persiapan persalinan, latihan relaksasi dan latihan pola nafas (Bobak, Lawdermilk & Jensen, 2004).

(30)

relaksasi otot dan pernafasan sebagai ganti berteriak dan kehilangan kendali. Metoda Bradley menekankan pada faktor lingkungan yang nyaman pada ibu bersalin juga diajarkan tehnik kontrol pernafasan, pernafasan perut dan relaksasi seluruh tubuh didalam ruangan yang gelap, sendiri dan suasana tenang (Bobak, Lawdermilk & Jensen, 2004).

Metode non farmakologis dapat diberikan oleh ibu bersalin oleh sebahagian besar pemberi asuhan kesehatan baik dokter, bidan dan perawat, metode non farmakologis lebih efektif dibandingkan dengan metode farmakologis, metode farmakologis lebih mahal dan berpotensi mempunyai efek yang kurang baik, baik itu bagi ibu maupun pada janin. Sementara metode non farmakologis bersifat murah, simpel, efektif tanpa efek yang merugikan dan dapat meningkatkan kepuasan selama

persalinan karena ibu dapat mengontrol perasaannya dan kekuatannya (Maryunani, 2010).

Menurut Reeder (2011) menyatakan bahwa ada tiga sistem pereda nyeri non farmakologis yaitu :

1. Sistem motivasional afektif : sistem motivasional afektif menyebabkan respons menjadi fight-or-flight (melawan dan menghindar) terhadap nyeri, sistem pereda nyeri yang lain tidak akan efektif jika respons fight-or-flight ini tidak ditangani namun jika ditangani akan muncul respons relaksasi fisiologis yang merupakan tujuan utama penatalaksanaan nyeri dalam persalinan.

(31)

tiga reseptor perifer dapat digunakan yaitu mekano reseptor, termore septor, dan kemo reseptor. Ketiga reseptor disuplai oleh serabut saraf yang memiliki

kecepatan berbeda dalam konduksi/penghantaran ke korteks. Persepsi nyeri menurun karena informasi sensori mencapai otak sebelum informasi nyeri. Sistem sensori diskriminatif yang dapat dilakukan pada ibu bersalin meliputi : pengaturan posisi pada ibu, stimulasi kutaneus, panas dan dingin, masase, effleurage, TENS (Transcutaneous Electric Nerve Stimulation), acupressure, sentuhan terapeutik.

3. Sistem kognitif evaluative : menurut Turner dkk (1990) dalam Reeder (2011) bahwa penggunaan strategi kognitif evaluatif merupakan pembelajaran respons perilaku yang baru terhadap nyeri dan stress dapat memberi wanita rasa memiliki kemampuan untuk mengendalikan nyeri dan menurunkan emosi, pikiran dan penilaian negatif terhadap nyeri, pada akhirnya rasa ini dapat mengurangi nyeri, penderitaan dan perilaku nyeri. sistem kognitif evaluatif ini dapat dilakukan dengan tehnik pernafasan, memusatkan perhatian, imajinasi, pergerakan fisik yang berpola, bimbingan verbal, distraksi, hypnosis.

2.4. Hypnobirthing

2.4.1. Pengertian Hypnobirthing

(32)

menyebabkan keadaan seperti tidak sadar yang tunduk dan dapat dipengaruhi dalam terapi kondisi dengan menggunakan komponen psikologis yang besar.

Hypnobirthing sering disebut juga dengan hipnosis persalinan, yaitu upaya

penggunaan hipnosis dalam persalinan untuk memperoleh persalinan yang lancar, aman dan nyaman. Hypnobirthing merupakan metode relaksasi yang mendasarkan pada keyakinan bahwa ibu hamil bisa mengalami persalinan dan memberikan sugesti bahwa persalinan itu nikmat dan tanpa rasa sakit (Maryunani, 2010).

Menurut Kuswandi (2011) hypnobirthing berasal dari kata ”hypnosis” dan “birthing”. Hypnosis yang berasal dari kata hypnos (bahasa Yunani) adalah nama

dewa tidur. Arti tidur disini adalah pikiran yang tenang, sedangkan“birthing”(bahasa Inggris) yang berarti proses kehamilan sampai melahirkan. Hypnobirthing merupakan salah satu tehnik otohipnosis (self hypnosis), upaya alami menanamkan niat positif/sugesti ke jiwa atau pikiran bawah sadar dan menjalani masa kehamilan dan persiapan persalinan. Dengan demikian ibu hamil dapat menikmati indahnya masa kehamilan dan lancarnya proses persalinan. Hypnobirthing merupakan sugesti yang dilakukan pada ibu hamil dengan cara mengusap bagian bawah payudaranya hingga perut, terlebih saat bayinya bergerak-gerak sambil mengucapkan kalimat-kalimat positif yang dapat membangun kecerdasan otak pada anak.

(33)

menjadi lancar. Pada saat pembukaan lengkap, ibu dianjurkan untuk membuka matanya dan mengejan (Kuswandi, 2011).

Hipnobirthing merupakan termasuk kedalam metoda hypnoterapi yaitu

menggunakan metoda hypnosis untuk tujuan terapi. Hypnoterapi didalamnya termasuk dalam metode hypnosis diri (self hypnosis) karena menggunakan diri sendiri sebagai subjek dan objek dalam melakukan hypnosis. Hypnosis diri adalah suatu proses sederhana agar kita berada dalam kondisi rileks, tenang dan berfokus guna mencapai suatu hasil atau tujuan tertentu (Kahija, 2007).

Hypnobirthing adalah suatu metoda melahirkan yang bisa digunakan untuk

mengurangi rasa sakit dan nyeri pada waktu mau melahirkan. Beberapa rumah sakit ternama sudah melengkapi dengan melahirkan metode hypnobirthing ini. Hypnobirthing merupakan tehnik melahirkan yang alami dengan cara relaksasi secara

mendalam, mengatur pola nafas dengan pelan seta cara untuk melepaskan endhorfin dari dalam tubuh (Kuswandi, 2011)

Metode hypnobirthing didasarkan pada keyakinan bahwa setiap perempuan memiliki potensi untuk menjalani proses melahirkan secara alami, tenang, dan nyaman (tanpa rasa sakit). Program ini mengajarkan ibu hamil untuk menyatu dengan gerak dan ritme tubuh yang alami saat menjalani proses melahirkan, membiarkan tubuh dan pikiran untuk bekerja, serta meyakini bahwa tubuh mampu berfungsi sebagaimana seharusnya hingga rasa sakit menghilang (Kuswandi, 2011).

(34)

sang ibu memang tidak bisa melahirkan normal dan harus dilakukan caesar maka latihan hypnobirthing yang dilakukan tetap dapat memberi manfaat. Sang ibu mempunyai kepercayaan diri yang tinggi dan kesiapan diri yang lebih baik dari pada yang tidak melakukan hypnobirthing. Selain itu hypnobirthing mampu melancarkan air susu ibu (ASI) bagi ibu setelah melahirkan, menjaga agar tidak mengalami baby blues, memiliki bayi yang sehat secara fisik dan jiwa, mengontrol emosi agar

terhindar dari stres, serta menjaga diri dari ketakutan dalam kehidupan sehari-hari agar terhindar dari depresi. Semua itu didasari dengan pengendalian pikiran negatif yang dapat membuat tubuh menjadi sakit serta lebih mengembangkan pikiran yang positif akan berdampak positif bagi tubuh (Aprilia, 2010).

Menurut Kuswandi (2011) ada empat cara untuk melakukan metode hypnobirthing antara lain yaitu :

1. Relaksasi otot : otot adalah bagian yang paling luas di tubuh manusia dan banyak digunakan untuk beraktifitas. Cara melakukan relaksasi otot adalah : berbaring santai, lengan disamping kanan dan kiri, telapak kanan menghadap keatas. Lalu tegangkan telapak kaki hingga merambat ke betis, pinggul, dan dada. Pundak ditarik ke atas dan kedua telapak kanan dikepal kuat-kuat.

(35)

pada otot-otot di dalam dan sekitar mata dengan membiarkan rahang bagian bawah sedikit rileks.

3. Rileksasi pernafasan : perhatikan nafas yang keluar dan masuk lewat hidung. Nafas yang rileks adalah nafas perut yang lambat dan teratur. Perlahan-lahan hirup nafas yang dalam lewat hidung. Hitung 10 kali hitungan. Selanjutnya, hembuskan lewat hidung secara perlahan sambil diniatkan : “Setiap hembusan nafas membuat diri saya semakin tenang”.

4. Relaksasi pikiran : karena getaran pikiran sangat ringan, pikiran perlu dilatih agar dapat mencapai ketenangan. Maka langkah ini diwakili oleh indra mata. Setelah mata terpejam sejenak, buka mata perlahan-lahan sambil memandang satu titik tepat di atas mata, makin lama, kelopak mata makin rileks, berkedip, dan hitungan kelima mata akan menutup. Jika ada pikiran yang datang, sementara biarkan saja, tetap pusatkan perhatian pada satu titik yang diatas.

Pada saat ketiga unsur jiwa (perasaan, kemauan dan pikiran) dan raga istirahat, masukkan program positif yang akan terekam dalam alam bawah sadar. contoh program positif, “Saya dan janin di dalam kandungan akan tumbuh sehat dan saat persalinan akan menghadapinya dengan tenang (Kuswandi, 2011).

2.4.2. Manfaat Hypnobirthing

(36)

melahirkan, ibu akan lebih dapat mengontrol emosi dan perasaannya, mencegah kelelahan yang berlebih saat melakukan proses persalinan, bayi yang lahir tidak akan kekurangan oksigen sehingga menjadi lebih sehat (Chandyy, 2011)

2. Untuk janin : ada dua keuntungan yang dapat dirasakan oleh janin ketika ibu hamil mengikuti proses hypnobirthing, yaitu : getaran tenang dan damai juga akan dirasakan oleh janin yang merupakan dasar dari perkembangan jiwanya (spiritual quotient), pertumbuhan janin lebih sehat karena keadaan tenang akan memberikan

hormon-hormon yang seimbang kejanin melalui plasenta.

3. Untuk suami : ada pun manfaat hypnobirthing, bagi suami adalah : menjadi lebih tenang dalam mendampingi proses persalinan, emosi suami akan menjadi lebih stabil dalam kehidupan sehari-hari, memperbaiki dan memperkuat hubungan dan ikatan batin antara istri, suami, serta janin yang dikandung, aura positif dan tenang yang dimiliki suami/pendamping persalinan akan mempengaruhi aura ibu yang bersalin dan orang-orang disekitarnya (Aprillia. 2010)

(37)

dapat melakukan tindakan medis ringan/sedang kepada klien tanpa mengurangi rasa nyaman klien (Aprillia. 2010).

2.4.3. Hubungan Hipnobirthing, Nyeri Persalinan dan Nilai APGAR

Nyeri merupakan salah satu fungsi biologis yang memberi tanda akan datangnya terminasi kehamilan atau persalinan pada ibu hamil. Namun nyeri yang hebat dapat membahayakan ibu dan janin akibat respon sistem organ tubuh terhadap nyeri. Hipnobirthing dapat mengubah respon yang sangat membahayakan ibu dan janin tersebut menjadi bahkan menghasilkan kondisi yang menguntungkan bagi ibu dan bayi.

Menurut Bobak (2005) nyeri yang menyertai kontraksi uterus akan mempengaruhi mekanisme sejumlah sistem tubuh yang pada akhirnya akan menyebabkan respons stress fisiologis yang umum dan menyeluruh. Nyeri persalinan yang berat dan lama akan mempengaruhi ventilasi, sirkulasi, metabolisme dan aktivitas uterus. Selain menyebabkan respons stress fisiologis, nyeri juga dapat menimbulkan respons perilaku yang dapat diamati dan divokalisasi, ekspresi wajah, gerakan tubuh dan gangguan dalam interaksi sosial. Antara lain respon fisiologi nyeri persalinan adalah :

1. Ventilasi

(38)

dari ibu ke janin. Sehingga terdapat gangguan dalam persediaan O2 dalam menghilangkan CO2, yang menyebabkan deselerasi lambat dan denyut jantung janin. Ketika wanita bersalin menggunakan pernafasan juga akan meningkatkan ventilasi. Hal ini akan mempengaruhi keseimbangan asam-basa yang menghasilkan PH 7,5 dan di atas 7,5. Bahaya nyata alkalosis selama persalinan adalah transfer oksigen bagi janin. Alkalosis juga menginduksi vasokontriksi uterus, memperlama persalinan dan alkalosi yang semakin buruk.

2. Fungsi kardiovaskuler

(39)

akan meningkatkan resiko wanita yang menderita penyakit jantung pre-eklamsi atau hipertensi.

3. Efek metabolik

Peningkatan aktivitas simpatik yang disebabkan nyeri persalinan dan meningkatkan peningkatan metabolisme dan konsumsi oksigen serta penurunan mortalitas saluran cerna dan kandung kemih. Nyeri dan kecemasan yang

menyertai persalinan dapat menyebabkan kelambatan pengosongan lambung (Nimmo dkk, 1975;1977 dalam Mander, 2004). Peningkatan konsumsi oksigen, kehilangan natrium bikarbonat melalui ginjal untuk mengompensasi alkalosis respiratorik yang disebabkan nyeri persalinan dan sering penurunan asupan

karbohidrat. (akibat kebijakan restriksi diet selama persalinan) semuanya berperan dalam status asidosis metabolik yang kemudian juga akan dialami janin. 4. Efek endokrin

(40)

metabolic yang diinduksi oleh nyeri persalinan dapat membahayakan kesehatan

ibu dan janin. 5. Efek hormonal lain

Nyeri dan faktor yang berkaitan dengan stress diketahui mempengaruhi pelepasan hormon, misalnya beta endorphin, beta liprotropin, dan hormon adeno kortikotropik (ACTH). Hormon-hormon ini terjadi peningkatan selama persalinan

yang berat. 6. Aktivitas uterus

Nyeri persalinan dapat mempengaruhi kontraksi uterus melalui sekresi kadar katekolamin dan kortisol yang meningkat dan akibatnya mempengaruhi durasi persalinan. Noradrenalin, misalnya telah menunjukkan meningkatkan aktivitas uterus sedangkan adrenalin dan kortisol menyebabkan penurunan aktivitas yang akan menyebabkan persalinan lama. Nyeri juga mempengaruhi aktivitas uterus yang tidak terkoordinasi yang akan menyebabkan persalinan lama. Di bawah ini adalah diagram yang menggambarkan perubahan fisiologis yang menyertai nyeri bersalin.

Hypnobirthing banyak memberikan manfaat karena melatih ibu hamil untuk

(41)

Endorfin merupakan substansi seperti morfin yang di produksi oleh tubuh

(termasuk zat kimia endogen) dan mempunyai konsentrasi kuat dalam sistem syaraf. Endorfin ini berfungsi sebagai inhibitor terhadap transmisi nyeri dengan memblok

transmisi impuls dalam otak dan medulla spinalis. Sel-sel inhibitori dalam karnu

dorsalis medulla spinalis menghasilkan endorphin yang akan menghambat transmisi

nyeri dan efektifitasnya bisa dipengaruhi oleh distraksi (Maryunani, 2010).

2.5. Landasan Teori

Menurut Wijanksastro (2009) faktor-faktor yang dapat menyebabkan nilai APGAR rendah (asfiksia neonatorum) adalah sebagai berikut : 1) Faktor ibu : hipoksia ibu, umur ibu kurang dari 20 tahun atau lebih dari 35 tahun, gravida lebih dari 4, sosial ekonomi rendah, penyakit pembuluh darah yang mengganggu pertukaran dan pengangkutan oksigen antara lain hipertensi, hipotensi, gangguan kontraksi uterus dan lain-lain. 2) Faktor plasenta : plasenta yang tipis, kecil, tidak menempel sempurna, solusio plasenta dan plasenta previa. 3) Faktor janin : prematur (BBLR), IUGR, gemeli, tali pusat menumbung, kelainan congenital dan lain-lain. 4) Faktor persalinan : Faktor persalinan juga turut meningkatkan kejadian asfiksia seperti partus lama dan partus dengan tindakan. Nilai APGAR yang rendah erat kaitannya dengan proses persalinan dan pelayanan obstetri.

(42)

dari pembukaan dan dilatasi serviks sebagai akibat kontraksi uterus dengan frekuensi, durasi, dan kekuatan yang teratur. Sehingga proses - proses didalam persalinan tersebut akan menyebabkan nyeri persalinan. Nyeri merupakan salah satu fungsi biologis yang memberi tanda akan datangnya terminasi kehamilan atau persalinan pada ibu hamil (Bobak, Lawdermilk, 2004).

Menurut defenisi dari International Association of Pain (2007) nyeri merupakan pengalaman yang tidak menyenangkan dan memengaruhi mental emosional seseorang yang disertai dengan kerusakan jaringan, salah satu sakit yang paling berat dialami oleh manusia adalah nyeri persalinan. Selama persalinan rasa sakit yang berlebihan menyebabkan ketakutan dan kecemasan. Ini merangsang sistem saraf simpatik untuk meningkatkan sekresi katekolamin yang mengarah kepada meningkatnya tekanan darah. Hal ini akan lebih memperberat rasa sakit, dan berpotensi memperpanjang proses persalinan. Selain itu, dapat mengakibatkan terjadinya komplikasi pada janin meliputi posisi janin, gangguan sirkulasi oksigen ke janin, nilai APGAR rendah dan akhirnya dapat menyebabkan kematian.

Menurut Judha, dkk (2012) metode yang dapat mengatasi nyeri persalinan ada dua yaitu metode farmakologis dan metode non farmakologis. Salah satu metode non farmakologis yang dapat mengurangi terjadinya nyeri persalinan adalah hipnobirthing. Hipnobirthing akan membuat ibu menjadi tenang sehingga dapat

(43)

Gambar 2.5. Kerangka Teori Penelitian Menurut Wijanksastro (2009), Judha (2012)

2.6. Kerangka Konsep

Kerangka konsep dibuat untuk memberikan arah atau gambaran alur penelitian yang dikembangkan berdasarkan kerangka teori dari hubungan variabel yang diteliti. Pada penelitian ini tidak semua variabel akan diteliti, tetapi peneliti memilih variabel yang memungkinkan untuk dilakukan penelitian, karena keterbatasan dalam masalah dana, waktu, dan tenaga.

(44)

Variabel yang akan diteliti dalam penelitian ini meliputi variabel independen, variabel dependen. Varabel independen dalam penelitian ini adalah ibu inpartu yang diberikan hipnobirthing dan tanpa hipnobirthing dan variabel dependennya adalah nilai APGAR1 dan nilai APGAR 2.

Berdasarkan latar belakang dan tinjauan pustaka di atas, maka dapat diketahui kerangka konsep penelitian ini adalah :

Variabel Independen Variabel Dependen

Gambar 2.6. Kerangka Konsep Penelitian Ibu hamil inpartu

Hipnobirthing Tidak hipnobirthing

Nilai Apgar 1

Gambar

Tabel 2.1. Kriteria APGAR
Tabel 2.2. Derajat Vitalis Bayi Lahir Menurut Nilai APGAR
Tabel 2.3 Penggolongan Tekanan Darah Berdasarkan Tekanan  Sistolik – Diastolik
Gambar 2.1. Plasenta Normal
+6

Referensi

Dokumen terkait

Hasil penelitian dari sebanyak 26 siswa yang mengikuti ekstrakurikuler bola voli, yang memiliki keterampilan bermain bolavoli siswa dapat dijabarkan sebagai berikut: sebanyak 2

Hal ini sesuai dengan Stewart(2009) bahwa titik beku air dengan penambahan bahan-bahan akan turun di bawah titik beku air normal 0oC.. 65 LAPORAN TUGAS AKHIR Jurusan Teknik

Penelitian ini bertujuan untuk membuktikan adanya pengaruh ukuran perusahaan, profitabilitas, solvabilitas, kualitas auditor, dan opini auditor secara simultan dan parsial terhadap

Penulisan Ilmiah ini menjelaskan tentang membahas mengenai pemanfaatan CMS dalam pengembangan sebuah situs galeri seni (www.idabagusindra.com), yaitu situs yang berisi informasi

[r]

Di dalam pembuatan aplikasi ini disajikan berbagai informasi tentang SPMB, simulasi latihan soal-soal SPMB, disertai waktu pengerjaan untuk dapat berlatih, dan prediksi

Sesuai dengan Undang-Undang Nomor 33 tahun 2004, dinyatakan bahwa sumber penerimaan Pemerintah daerah dapat dikelompokan menjadi 3 (tiga) jenis penerimaan yaitu (1)

Analisis skor Pola Pangan Harapan (PPH) dilakukan untuk menjawab tujuan kedua, yakni terkait dengan kualitas ketersediaan di Kabupaten Sidoarjo. Analisis ini diawali dengan