BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1Sejarah Perkembangan Karet
Pada tahun 1493 Michele de Cuneo melakukan pelayaran ekspedisi ke Benua
Amerika yang dahulu dikenal sebagai “Benua Baru”. Dalam perjalanan ini
ditemukan sejenis pohon yang mengandung getah. Pohon-pohon itu hidup secara liar
di hutan-hutan pedalaman Amerika yang lebat. Orang-orang Amerika Asli
mengambil getah dari tanaman tersebut dengan cara menebangnya. Getah yang
didapat kemudian dijadikan bola yang dipantul-pantulkan. Bola ini disukai penduduk
asli sebagai alat permainan. Penduduk Indian Amerika juga membuat alas kaki dan
tempat air dari getah tersebut.
Tanaman yang dilukai batangnya ini diperkenalkan sebgai tanaman Hevea . Hasil
laporan Ekspedisi Peru ditulis dalam buku oleh Freshneau tahun 1749 dengan
menyebut nama tersebut, Freshneau juga menyertakan gambar dari tanaman tersebut.
Dua tahun kemudian, tepatnya tahun 1751, De La Condomine membuat usulan untuk
Gambar 2.1 Karet Alam
Pengenalan pohon Hevea membuka langkah awal yang sangat pesat kearah
zaman penggunaan karet untuk berbagai keperluan. Cara pelukaan untuk memperoleh
getah karet memang jauh lebih efisien dari pada cara tebang langsung. Lagipula
dengan cara ini tanaman karet bisa diambil getahnya berkali-kali.
Pengetahuan di bidang botani tanaman karet juga berkembang. Pada tahun 1825
diterbitkan sebuah buku mengenai botani tanaman karet atau Hevea Brasiliensis
Muell Erg. Nama ini diperkenakan karena tanaman Hevea yang didapat berasal dari
Brazil, tepatnya di daerah Amazon.
Setelah tahun 1839 dicapailah babak baru yang membuat karet sempat menjadi
primadona daerah-daerah perkebunan di beberapa Negara tropis. Pada tahun itu
Charles Goodyear menemukan cara vulkanisir karet. Goodyear mencampur karet
dengan belerang dan kemudian dipanaskan pada suhu 120o-130oC. Dengan cara
Berawal dari penemuan Charles Goodyear, karet mulai banyak dicari orang untuk
dibuat aneka barang keperluan. Cara vulkanisasi memungkinkan orang untuk
mengolah karet menjadi ban. Menurut beberapa literature, Alexander Parkes ikut
pula mengembangkan cara vulkanisasi. Sedangkan yang memiliki ide atau pencetus
gagasan dibuatnya ban adalah Dunlop pada tahun 1888 dan kemudian dikembangkan
oleh Goldrich. (Tim Penulis PS, 1992).
2.2Perkembangan Industri Karet
Indonesia yang sejak sebelum Perang Dunia II hingga tahun 1965 merupakan
negara penghasil karet alam terbesar, pernah menganggap bahwa : “Rubber is de kruk
waarop wij drijven” (karet adalah gabus dimana kita berapung). Walaupun sejak
tahun 1957 kedudukan kita sebagai produsen nomor wahid direbut oleh Malaysia
hingga sekarang, predikat pentingnya karet bagi perekonomian Indonesia masih tetap
menonjol setelah komoditi migas dan kayu.
Sebagai tanaman yang banyak dibutuhkan untuk bahan industri, karet banyak
diusahakan mulai dari luasan kecil yang hanya beberapa puluh atau ratusan meter
persegi hingga mencapai luasan ribuan kilometer persegi.
Secara umum pengusahaan perkebunan karet di Indonesia dapat dibagi dalam
beberapa kelompok seperti dibawah ini :
1. Perkebunan besar negara atau yang diusahakan oleh pihak pemerintah, biasanya
2. Perkebunan besar yang diusahakan oleh swasta.
3. Perkebunan yang diusahakan oleh rakyat.
Kendatipun demikian, karet yang mampu menghidupi hampir 1,5 juta
penduduk ini boleh dikatakan sebagai tanaman rakyat karena lebih dari 80% areal
penanaman karet diusahakan oleh rakyat.
Selain industri karet alam, belakangan ini karet Indonesia mulai mengacu
pada karet sintetis. Meskipun sebenarnya Indonesia bukan negara penghasil minyak
bumi terpaksa mencoba mengembangkan produk karet sintetis, terutama untuk jenis
Syrene Butadien Rubber (SBR). Jenis ini dikembangkan untuk mengimbangi
peningkatan impor. SBR digunakan untuk industri ban, terutama untuk lapisan
luarnya. Produksi karet sintetis Indonesia masih berskala kecil. Walaupun masih
berskala kecil, tetapi industri perkaretan Indonesia saat ini sudah semakin maju dan
diproduksinya dua jenis karet yang laris di pasaran. (Spillane J.J., 1989).
2.3Lateks
Lateks yang berasal dari pohon hevea brasiliensis terdiri dari suspensi
koloidal dari air dan bahan – bahan kimia yang terkandung didalamnya. Bagian –
bagian yang terkandung tersebut tidak larut sempurna melainkan terpencar homogen
atau merata didalam air. Partikel – partikel koloidal ini sedemikian kecil dan halus
sehingga dapat menembus saringan.
Susunan bahan lateks dapat dibagi menjadi dua komponen. Komponen
terkandung secara merata yang disebut dengan serum yang mengandung bagian –
bagian bukan karet yang melarut dalam air seperti protein, garam – garam mineral,
enzim – enzim. Komponen kedua adalah bagian yang didispersikan atau dipancarkan
yang terdiri dari butir – butir yang dikelilingi lapisan tipis protein.
Lateks yang berasal dari pohon havea brasiliens terdiri dari 2 bahan utama
yaitu partikel – partikel karet (rubber particle) dan bahan bukan karet (non rubber).
Sebelum tercampur atau terkontaminasi dengan bahan – bahan lain lateks itu
mempunyai pH normal yaitu ± pH : 6,9 – 7,0 cair dan bersifat koloid dan stabil.
Kestabilan koloid lateks tersebut akan dapat terganggu oleh berbagai faktor
segera setelah lateks keluar dari pohon (setelah disadap) misalnya terganggu oleh
bakteri atau enzim yang berasal dari udara luar atau dari peralatan pekerja, akibat
perubahan suhu dan lain sebagainya. Pengaruh faktor luar itu dapat mengakibatkan
menurunnya mutu lateks yang akan diolah menjadi berbagai jenis produksi.
Berdasarkan alasan seperti diuraikan diatas maka diperlukan beberapa
perlakuan agar mutu lateks akan diolah tetap terjamin. Tindakan yang perlu dilakukan
antara lain : menambahkan bahan pengawet dan menjaga kebersihan peralatan
penderes. Jadi untuk menghasilkan karet bermutu baik, pengawasan yang cermat
perlu dilakukan mulai dari penderesan sampai dengan proses akhir dipabrik bahkan
sampai dengan tranksaksi pengapalannya.
Oleh karena itu sifat – sifat lateks perlu mendapat perhatian agar dapat
memproduksi karet bermutu ekspor.
Komposisi lateks :
Pada uraian diatas telah disebutkan bahwa lateks havea brasiliensis terdiri
dari dua bahan pokok yaitu partikel – partikel hidrokarbon (karet) dan bahan bukan
karet. Bahan bukan karet dalam latek terdiri dari : air, protein , lipida, inositol dan
quebrachital (karbohidrat) dan beberapa logam.
Menurut berbagai peneliti, bahwa bagian – bagian bukan karet terutama
protein lipid dan karbohidrat sangat berperan terhadap kestabilan koloid lateks. Hal
ini berati bahwa bukan karet sangat berpengaruh terhadap mutu produksi akhir seperti
:sheet, crumb rubber dan lateks pusingan.
2. Susunan Fraksi Latek
Apabila latek segar dipusing dengan suatu alat pemusing berkecepatan tinggi (18000
– 20000 rpm ), maka latek tersebut akan terpisah menjadi 4 fraksi yaitu : partikel
karet, frey wisling, serum jernih, dan fraksi bawah terutama lutoid.
Karet alam mengandung seratus persen cuis-1,4 poliisoprena, yang terdiri
dari rantai polimer lurus dan panjang dengan gugus isoprenik yang berulang.
H3C H H3C CH2 n
C=C C=C
H2C CH2 n H2C H
Cis – 1,4 Poliisopren (Karet Alam) Trans – 1,4 Poliisopren (Gutta Perca)
Berat molekul karet alam rata-rata 10.000 – 40.000. Molekul-molekul polimer
berputar pada sumbunya sehingga memberikan sifat karet yang fleksibel yaitu dapat
ditarik, ditekan dan lentur. Semua jenis karet adalah polimer tinggi dan mempunyai
susunan kimia yang berbeda dan memungkinkan untk diubah menjadi bahan-bahan
yang bersifat elastis.
Komposisi kimia lateks sangat cocok dan baik sebagai media tumbuh
berbagai mikroorganisme sehingga setelah penyadapan dan kontak langsung dengan
udara terbuka lateks akan segera dicemari oleh berbagai mikroba dan kotoran lain
yang berasal dari udara, peralatan, air hujan dan lain-lain. Mikroba akan menguraikan
kandungan protein dan karbohidrat lateks akan menjadi asam-asam yang berantai
molekul pendek sehingga dapat terjadi penurunan pH. Bila penurunan pH mencapai
4,5 – 5,5 maka akan terjadi proses koagulasi.
Sifat-sifat mekanisme karet alam yang baik dapat digunakan untuk berbagai
keperluan umum, seperti sol sepatu atau bahan kendaraan. Ciri khusus yang
membedakan karet alam dengan karet benda lain adalah kelembutan, fleksibel dan
elastisitas. Komposisi lateks dipengaruhi oleh jenis tanaman, umur tanaman, sistem
deres, musim dan keadaan lingkungan kebun. (M.A.Cowd.,1991).
2.4Jenis Karet Dan Manfaatnya
A.Perbedaan Karet Alam dengan Karet Sintesis
Walaupun karet alam sekarang ini jumlah produksi dan konsumsinya jauh dibawah
karet sintesis atau karet buatan pabrik, tetapi sesungguhnya karet belum dapat
sulit ditandingi oleh karet sintesis. Adapun kelebihan – kelebihan yang dimiliki karet
alam disbanding karet sintesis adalah:
- Memiliki daya elastisitas atau daya lenting yang sempurna
- Memiliki plastisitas yang baik sehingga pengolahannya mudah
- Mempunyai daya arus yang tinggi
- Tidak mudah panas ( low heat build up ), dan
- Memiliki daya tahan yang tinggi terhadap kerekatan.
Walaupun demikian, karet sintesis memiliki kelebihan seperti tahan terhadap
berbagai zat kimia dan harganya yang cenderung bias dipertahankan supaya tetap
stabil. Walaupun memiliki beberapa kelemahan dipandang dari sudut kimia maupun
bisnisnya, akan tetapi menurut beberapa ahli, karet alam tetap mempunyai
pangsapasar yang baik. Beberapa industri tertentu tetap memiliki ketergantungan
yang besar terhadap pasokan karet alam, misalnya industri ban yang merupakan
pemakai terbesar karet alam.
Beberapa jenis ban seperti ban radial walaupun dalam pembuatannya
dicampur dengan karet sintesis, tetapi jumlah karet alam yang digunakan tetap besar,
yaitu dua kali lipat komponen karet alam untuk pembuatan ban non-radial. Jenis –
jenis ban yang besar kurang baik bila dibuat dari bahan karet sintesis yang lebih
banyak. Porsi karet alam yang dibutuhkan untuk ban berukuran besar adalah jauh
lebih besar. Ban pesawat terbang bahkan dibuat hamper semuanya dari bahan karet
2.5 Kegunaan Tanaman Karet
Selain dapat diambil lateksnya untuk bahan baku pembuatan aneka barang keperluan
manusia, sebanarnya karet masih memiliki manfaat lain. Manfaat ini walaupun
sekadar sampingan, tetapi member keuntungan yang tidak sedikit bagi para pemilik
perkebunan karet.
Hasil sampingan lain dari tanaman karet yang memberikan keuntungan adalah
kayu atau bahan barang pohon karet. Biasanya tanaman karet yang tak perlu
diremajakan dan diganti dengan tanaman mudah yang masih segar dan berasal dari
klon yang lebih produktif. Tanaman tua yang ditebang dapat dimanfaatkan batangnya
atau diambil kayunya.
Dilihat dari komposisi kimianya, ternyata kandungan protein biji karet
terhitung tinggi. Dari hasil analisa diketahui kadar protein sebesar 27%, lemak
32,3%,air 3,6%, abu 2,4%, thiamin 450µg, asa nikonit 2,5µ g, karoten dan tokoferol
250µg, dan sianida sebanyak 330 mg dari setiap 1000g bahan. Selain kandungan
proteinnya cukup tinggi, pola asam amino biji karet juga sangat baik. Semua asam
amino esensial yang dibutuhkan tubuh terkandung didalamnya. Agar biji karet
dimanfaatkan, maka harus diolah terlebih dahulu menjadi konsentrat.
Konsentrat adalah hasil pemekatan fraksi protein biji karet yang kadar
sebenarnya sudah tinggi menjadi lebih tinggi lagi. Dalam proses pembuatannya,
Kadarnya dengan mengurangi atau menghilangkan lemak atau komponen –
komponen nonprotein lain yang larut.
Adanya kandungan sianida membuat biji karet berbahaya bila dikonsumsi
mentah, tanpa diolah terlebih dahulu. Melalui proses perendaman selama 24 jam
dengan air yang sering diganti dan perebusan terbuka, maka sianida dapat
dihilangkan, menguap.
2.6 Sifat Karet
1. Pengaruh Komponen Bukan Karet (non-rubber)
Kandungan bukan karet lateks yang terdiri dari air dan senyawa – senyawa protein,
lipida, karbohidrat serta ion – ion anorganik mempengaruhi sifat karet. Sifat fisika
dari karet alam dapat dilihat dari tabel 2.1
Tabel 2.1 Sifat fisika dari karet alam
Sifat Fisika Ukuran
Densitas pada 200C 0,906-0,916 g/cm3
Nilai pembiasan 1,591
Pembakaran panas 45,2 KJ/kg
Konduktifitas listrik 2 x 10-15 – 1 x10 -13
Komponen senyawa – senyawa protein dan lipida selain berguna
menyelubungi partikel karet ( memantapkan lateks ), juga berfungsi sebagai
antioksidan alamiah dan bahan pencepat (accelerator) dalam proses pembuatan
barang jadi karet. Oleh karena itu dalam penanganan bahan olah (lateks kebun atau
koagulum) dan pengolahan karet ekspor (lateks pekat,RSS atau SIR ) komponen non
karet protein dan lipid harus dijaga sebaik mungkin. Hilangnya protein dan lipid
dapat terjadi akibat pencucian yang terlalu berat atau akibat terjadinya pembusukan
yang terlalu lama, sehingga habis dimakan mikroba. Menjaga kandungan protein dan
lipida dapat dilakukan dengan menjaga kebersihan peralatan dan pengawetan serta
mencegah terjadinya proses pencucian yang terlalu berat sewaktu pengolahan. Karet
yang telah habis kandungan protein dan lipidanya akan mudah dioksidasi oleh udara
mengakibatkan sifat elastisitas dan PRI nya menjadi rendah.
Kandungan ion – ion anorganik ( Ca,Mg,Fe,Mn,Cu,dll ) berkorelasi dengan
kadar abu di dalam analisa karet. Semakin tinggi konsentrasi ion logam semakin
tinggi kadar abu. Kadar abu karet diharapkan rendah, karena umumnya sifat logam
dapat mempercepat terjadinya proses oksidasi karet. Dalam penanganan bahan olah
karet kotoran dari luar seperti pasir, tanah, dan lai- lain harus dihindarkan.
1. Pengaruh Struktur Kimia Karet
Karet alam adalah suatu polimer dari isoprene dengan nama kimia cis 1,4 poliisopren.
Rumus umum monomer karet alam adalah (C5H8) n. n adalah derajat polimerasasi
yaitu bilangan menunjukkan jumlah monomer didalam rantai polimer. Nilai n dalam
2.7Pengolahan Karet Alam
Pengolahan karet memiliki posisi yang cukup penting dalam rangkaian agribisnis
karet. Pengolahan karet menentukan nilai tambah yang akan diperoleh. Hasil sadapan
yang baik, apabila tidak diolah dengan optimal akan mendapatkan harga yang rendah.
Oleh karena itu pengolahan karet harus diperhatikan dengan baik, sehingga diperoleh
hasil olahan karet yang bermutu dan berharga jual tinggi.
2.7.1 Alat Dan Bahan
Ada beberapa jenis alat yang digunakan dalam pengolahan karet alam. Alat – alat ini
tidak semuanya digunakan dalam pengolahan setiap jenis karet. Ada alat yang hanya
digunakan untuk pembuatan jenis karet tertentu saja. Selain alat, juga banyak
digunakan bahan dalam pengolahan karet alam. Berikut ini adalah alat dan bahan
yang banyak ditemui dalam pengolahan karet.
2.7.1.1Mesin Penggiling
Dalam pengolahan karet jenis sheet dan crepe biasanya digunakan mesin
penggilingan. Dikalangan pengolahan lateks sheet, mesin ini sering disebut baterai
sheet. Baterai sheet ada yang terdiri dari 4,5, atau 6 gilingan beroda dua. Baterai sheet
yang memiliki 4 gilingan beroda dua contohnya adalah merek cadet. Sedangkan yang
memiliki 5 dan 6 gilingan beroda dua masing – masing contohnya adalah merek
Aristo dan Six in One. Kapasitas setiap jenis baterai sheet berbeda dan tergantung
Ada mesin yang semi otomatis dan ada juga yang seluruhnya otomatis. Mesin
otomatis lebih melancarkan pekerjaan penggilingan, tetapi harganya sangat
mahal.perkebunan – perkebunan kecil serta petani karet yang mengerjakan sendiri
pengolahan lateksnya menggunakan mesin yang digerakkan oleh tangan.
Sewaktu penggilingan, mesin – mesin berjalan terus menerus. Pada gilingan
terakhir selalu terdapat patron yang disebut printer. Bentuk patron adalah spiral.
Diantara jurusan spiral dan sumbu terdapat sudut kira-kira 650.patronlah yang
memperbesar permukaan sheet serta bias mempercepat jalannya pengeringan. Lebar
dan dalam alur – alur patron menentukan besarnya ukuran patron. Hal ini harus
disesuaikan dengan ketebalan sheet yang dihasilkan. Kebalikannya bila ukuran patron
telah ditentukan maka ketebalan sheet yang telah ditentukan maka ketebalan sheet
yang dibuat harus disesuaikan dengan patronnya.
2.7.1.2Bejana Koagulasi
Tangki yang banyak dipakai pada era sebelum Perang Dunia II terbuat dari arnit atau
ebonite, sesudahnya digunakan bejana yang terbuat dari aluminium. Ukuran tangki
yang digunakan biasanya (10 x 3 x 16) kaki. Tangki yang berukuran besar ini disekat
lagi menjadi 76 atau 91 ruang yang lebih kecil. Untuk menyekat digunakan pelat –
pelat aluminium.
Ada juga yang menggunakan bejana dengan ukuran ( 300 x 70 x 40 ) cm. tangki
ini disekat lagi menjadi ruang – ruang kecil sejumlah 75 – 90 dengan pelat – pelat
Pada tempat pengolahan karet yang hanya sedikit kapasitas produksinya, fungsi
bejana digantikan oleh Loyang – Loyang yang mempunyai kapasitas olah antar 10 –
15 liter.
2.7.1.3Rumah Pengeringan
Pada pembuatan karet crepe, rumah pengeringan mutlak diperlukan. Tinggi ruangan
biasanya dibuat tidak lebih dari 6m. untuk rumah pengeringan bertingkat tingginya
hanya antara 3 – 4 m. Di dalam rumah pengeringan terdapat gantar – gantar dari kayu
jati dengan tebal 4 – 5 cm untuk menggantungkan karet crepe yang akan dikeringkan.
Gantar dari bamboo kurang baik kareta licin.
Rata – rata jumlah pengeringan menggunakan alat pemanas untuk
mempercepat pengeringan. Cara pemanasan yang paling banyak dipakai adalah
thermosifon atau pemanasan dengan air panas serta menggunakan uap air bertekana
rendah. Bila tanpa pemanas, waktu yang diperlukan untuk mengeringkan crepe antara
2 – 4 minggu. Sedangkan dengan pemanas waktunya bias dipersingkat menjadi 5 – 7
hari. Dinding rumah pengeringan sebaiknya dibuat dari batu atau kayu. Bahan seng
kurang baik digunakan. Atap dan dinding harus rapat agar tidak ada udara dari luar
yang merembes masuk.
2.7.1.4Rumah Pengasapan
Rumah pengasapan digunakan dalam pembuatan karet sheet. Syarat rumah asap yang
dari ruang – ruangnya dapat diatur sesuai kebutuhan, serta penambahan asap dan
pemanasan dapat terjamin.
Suhu dan ventilasi di dalam ruang pengasapan dan pengeringan harus dijaga agar
sesuai dengan kebutuhan, oleh karena itu, di dalam ruangan perlu dipasang temograf,
bias juga digunakan thermometer maksimum minimum. Jumlah ruang pengasapan
dan pengeringan yang diperlukan berhubungan dengan waktu pengeringan. Hal ini
berkaitan dengan ketebalan sheet yang akan dibuat.misalnya waktu pengeringan 5 –
5,5 hari maka ruang yang dibutuhkan adalah 6 buah. Namun, bila produksi harian
tinggi dan setiap hari membutuhkan lebih dari satu ruangan maka jumlah ruangan
yang diperlukan dikalikan jumlah ruangan yang dipakai per hari. Karet tidak boleh
dicampur aduk dalam satu ruangan karena hasil karet dari hari yang tidak sama tidak
boleh digabungkan.
Selain alat – alat yang telah disebutkan di atas, sebenarnya masih ada beberapa
alat yang banyak digunakan dalam pengolahan karet, seperti alat penyaring,
gunting/pemotong, meja sortasi, pengepres, pengepak dan lain – lain.
2.7.1.5Kayu Bakar Untuk Rumah Pengasapan
Ada beberapa macam pohon yang kayunya dapat digunakan sebagai bahan bakar
ruang pengasapan. Pohon tersebut antara lain pohon karet, akasia, lomtorogung, dan
glirisidia. Kayu yang panjang biasanya dibelah dan dipotong hingga rata – rata
2.7.1.6Air
Dalam pengolahan karet diperlukan air, dalam jumlah yang banyak. Karena itu, air
meupakan bahan yang vital. Semakin tinggi kapasitas oleh suatu pabrik, semakin
besar jumlah air yang diperlukan. Air biasanya digunakan untuk keperluan
pengenceran lateks, pembuatan larutan kimia, pencucian hasil, pencucian alat, dan
untuk mendinginkan mesin.
2.7.2 Bahan – Bahan Kimia
Dalam pengolahan karet alam banyak sekali digunakan bahan – bahan kimia. Sesuai
dengan proses yang dibantunya bahan itu yang berfungsi sebagai bahan pokok, yaitu
sebagai bahan pembeku, pengelantang, vulkanisasi, pemercepat reaksi, penggiat,
antioksidan dan antiozonan, pengisi, pelunak, pewarna, peniup, pencegah
pravulkanisasi, dan bahan pewangi.
2.7.2.1Bahan Pembeku
Untuk proses pembekuan lateks ada beberapa macam bahan kimia yang bias
digunakan. Biasanya adalah jenis – jenis asam, seperti asam format atau asam semut
dan asam asetat atau asam cuka.
2.7.2.2Bahan Peegelantang
Bahan ini digunakan untuk mendapatkan warna yang diinginkan dari karet. Biasanya
seperti ciranji 1 lateksnya berwarna terlalu kuning. Bahan pengelentang seperti
RPA-3 dapat menguranginya hingga sesuai dengan yang diinginkan pasar.
2.7.2.3Bahan Vulkanisasi
Bahan kimia ini diperlukan dalam proses vulkanisasi agar kompon karet cepat
matang. Yang biasa digunakan untuk keperluan ini adalah belerang. Selain untuk
vulkanisasi karet alam, belerang juga digunakan untuk vulkanisasi karet sintesis.
Selain belerang bahan – bahan seperti dammar fenolik, peroksida organik, radiasi
sinar gamma, serta uretan, juga dapat digunakan.
2.7.2.4Bahan Pencepat Reaksi
Reaksi vulkanisasi biasanya berlangsung sangat lambat. Dalam dunia industri hal ini
kurang efisien karena menambah lama waktu produksi yang secara tidak langsung
juga menambah biaya. Bahan pencepat reaksi digunakan untuk mengatasi kelambatan
ini. Berdasarkan jenisnya ada beberapa macam bahan pencepat reaksi. Dari golongan
thiazol contohnya MBT dan MBTS. Dari golongan guanidin contohnya DPG dan
DOTG. Satu atau beberapa kombinasi bahan pencepat tersebut bias dipilih untuk
digunakan.
2.7.2.5Bahan Penggiat
Fungsi bahan penggiat adalah menambah cepat kerjabahan pencepat reaksi. Jadi,
pengolahan karet. Seng oksida dan asam stearat adalah contoh bahan penggiat yang
paling banyak dipakai.
2.7.2.6Bahan Antioksidan Dan Antiozonan
Fungsi bahan ini untuk melindungi karet dari kerusakan karena pengaruh oksigen
maupun ozon yang terdapat di udara. Bahan kimia ini biasanya juga tahan terhadap
pengaruh ion – ion tembaga, mangan, dan besi. Selain itu, juga mampu melindungi
terhadap suhu tinggi, retak – retak, dan lentur. Golongan antioksidan turunan difenil
amina contohnya nonox OD. Dari golongan fenil neftilamin contohnya PAN dan
PBN. Golongan kondensat keton amina contohnya flectol H. golongan kondensat
aldehid amina contohnya agerite resin. Dari golongan fenil sulfida contohnya
santowhite crystals. Dari turunan fenol contohnya montaclere dan lonol. Adapun
antiozonan yang paling banyak digunakan adalah turunan parafenilendiamina seperti
santoflex 13, nonox DPPD, dan UOP 88. Jenis wax atau lilin bisa juga membantu
melindungi karet dalam kondisi statis terhadap ozon.
2.7.2.7Bahan Pelunak
Bahan pelunak berfungsi memudahkan pembuatan karet dan pemberian bentuk. Karet
yang diberi bahan pelunak bisa menjadi empuk. Penambahan bahan pengisi yang
cukup banyak perlu diimbangi dengan penambahan bahan ini. Bahan pelunak yang
banyak digunakan antara lain minyak naftenik, minyak nabati, minyak aromatik, ter
2.7.2.8Bahan Pengisi
Ada dua macam bahan pengisi dalam proses pengolahan karet. Pertama, bahan
pengisi yang tidak aktif. Kedua, bahan pengisi yang aktif atau bahan pengisi yang
menguatkan. Yang pertama hanya menambah kekerasan dan kekakuan pada karet
yang dihasilkan, tetapi kekuatan dan sifat lainnya menurun. Biasanya bahan pengisi
tidak aktif lebih banyak digunakan untuk menekan harga karet yang dibuat karena
bahan ini berharga murah, contohnya kaolin, tanah liat, kalsium karbonat, magnesium
karbonat, barium sulfat, dan barit. Bahan pengisi atau penguat contohnya karbon
hitam, silicaaluminium silikat, dan magnesium silikat. Bahan ini mampu menambah
kekerasan, ketahanan sobek, ketahanan kikisan, serta tegangan putus yang tinggi pada
karet yang dihasilkan. Kadang – kadang bahan pengisi aktif dan tidak aktif diberikan
dalam campuran sebagai alternatif penghematan biaya.
2.7.2.9Bahan Pencegah Pravulkanisasi
Fungsi bahan ini mencegah terjadinya pravulkanisasi yang tidak diinginkan pada
bagian ekstruder mesin acuan injeksi. Biasanya bahan ini ditambahkan pada kompon
karet tertentu, misalnya kompon karet untuk acuan injeksi. Contohnya adalah
santogard PVI dan Vulcalent A.
2.7.2.10 Bahan Pewangi
Bau karet yang khas serta bau bahan kimia yang tidak enak dapat dihilangkan dengan
bahan pewangi, tetapi ada beberapa jenis yang menggunakannya. Contohnya bahan
pewangi antara lain Rodo 10.(Tim Penulis PS,2011)
2.8Antioksidan
Antioksidan adalah bahan kimia yang digunakan untuk mencegah oksidasi
(mencegah reaksi dengan oksigen) pada produk karet. Zat – zat tersebut mempunyai
tujuan untuk mencegah barang – barang karet menjadi usang atau dengan perkataan
lain untuk memperpanjang daya tahan dari barang – barang tersebut. Keusangan
barang – barang karet dapat dilihat pada robekan – robekannya dan retakan –
retakannya yang kecil benar ke berbagai jurusan, satu peristiwa yang berhubungan
dengan oksidasi dari karet (Yayasan Karet. 1983.).
Untuk melindungi barang dari karet terhadap oksidasi, maka hampir selalu ditambahkan antioksidan – antioksidan. Antiooksidan dibagi menjadi dua golongan :
a. Yang menyebabkan perubahan warna dari barang karet. Ini hanya dapat dipakai
dalam campuran – campuran yang berwarna tua atau hitam.
b. Yang tidak menyebabkan perubahan warna dan dapat dipakai untuk barang –
barang yang berwarna muda atau putih.
Faktor-faktor lingkungan seperti panas, sinar ultra violet, ozon, kelembaban udara
dan bahan-bahan kimia berdampak pada awet tidaknya lateks karet alami dapat
digunakan serta lamanya dapat disimpan. Antioksidan membantu stabilitas sarung
Antioksidan menstabilkan radikal bebas dengan melengkapi kekurangan elektron
yang dimiliki radikal bebas, dan menghambat terjadinya reaksi berantai dari
pembentukan radikal bebas yang dapat menimbulkan stres oksidatif (Yayasan Karet.
1983.).
Komposisi antioksidan terdiri dari dua, yaitu antioksidan alam dan antioksidan
sintetik, yang termasuk antioksidan alam antara lain turunan fenol, koumarin,
hidroksi sinamat, tokoferol, difenol, nonfenol, kathekin, dan asam askorbat.
Antioksidan sintetik antara lain butyl hidroksianisol, butyl hidroksitoluen, propil
gallat dan etoksiquin. ( Goran P. Kjallstrand. J. 2001)
2.9Fenol
Fenol (C6H5OH merupakan padatan kristal yang tidak berwarna, memiliki berat
jenis 1,07, titik lebur 42,5 – 43oC, titik didih 182 oC, titik nyala 774 oC. Fenol dapat
larut dalam alkohol, air, eter, kloroform dan alkali. Jika dalam keadaan tidak murni
fenol akan berubah menjadi pink atau merah dan akan mencair jika terkena sinar
matahari atau menyerap air dari udara. Pada konsentrasi yang tinggi fenol jika terkena
kulit menyebabkan kulit akan terbakar dan sangat beracun. Asap kayu bakar yang
digunakan mengandung zat fenol. Zat inilah yang dapat mencegah timbulnya jamur
pada lembaran sheet.(Montizaan, K.G. 1994).
Fenol merupakan asam yang jauh lebih kuat daripada alkohol karena anion yang
dihasilkan distabilkan oleh resonansi, dengan muatan negatifnya disebar oleh cincin
aromatik. pKa fenol adalah 10. Karena keasamannya, aslinya fenol disebut asam
fenol digunakan sebagai bahan antiseptik rumahsakit. Sebelum itu tidak digunakan
antiseptik karena orang mengira bahwa bau – baulah, dan bukan mikroorganisme