• Tidak ada hasil yang ditemukan

Uji Eksperimental Pengaruh Penambahan Bioetanol pada Bahan Bakar Pertalite terhadap Unjuk Kerja Motor Bakar Bensin

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Uji Eksperimental Pengaruh Penambahan Bioetanol pada Bahan Bakar Pertalite terhadap Unjuk Kerja Motor Bakar Bensin"

Copied!
15
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Motor Bakar

Motor bakar pembakaran dalam (Internal Combustion Engine) merupakan pesawat kalori yang merubah energi kimia dari bahan bakar menjadi energi mekanis. Energi kimia dari bahan bakar yang becampur dengan udara diubah terlebih dahulu menjadi energi termal melalui pembakaran atau oksidasi,

sehingga temperatur dan tekanan gas pembakaran di dalam silinder meningkat. Gas bertekanan tinggi di dalam silinder berekspansi dan mendorong torak bergerak translasi dan menghasilkan gerak rotasi poros engkol sebagai keluaran mekanis motor. Demikian pula sebaliknya, gerak rotasi poros engkol akan menghasilkan gerak translasi pada torak sehingga terjadi gerak bolak-balik torak di dalam silinder. Disebut motor pembakaran dalam karena proses pembakaran bahan bakar berlangsung di dalam motor bakar itu sendiri.

Motor pembakaran dalam banyak digunakan dalam berbagai aktivitas manusia, baik sebagai motor penggerak untuk pompa air, generator, mesin pemotong rumput, maupun sebagai sarana transportasi untuk menunjang mobilitas manusia dan barang.[1 Hal 1]

Motor bakar pembakaran luar (External Combustion Engine) adalah proses pembakaran bahan bakar yang terjadi diluar dari motor itu sendiri. Di dalam motor pembakaran luar, bahan bakar dibakar diruang bakar tersendir dan memanfaatkan air untuk dipanaskan menjadi uap, sehingga uap bertekanan yang dihasilkan digunakan untuk memutar sudu-sudu turbin ataupun mendorong torak sehingga terjadi gerak translasi. Jadi motor tidak digerakkan oleh gas yang terbakar, akan tetapi digerakkan oleh uap air. Jenis dari ECE (External Combustion Engine) adalah turbin uap, turbin gas, mesin uap, mesin stirling.

(2)

motor pembakaran luar adalah dapat digunakan bahan bakar berkualitas rendah baik bahan bakar padat, cair dan gas, kapasitas lebih besar. Motor pembakaran luar identik dengan bahan bakar padat seperti batubara.[2]

Gambar 2.1 Proses Pembakaran Luar (kanan) dan Proses Pembakaran Dalam (kiri) [2]

2.2 Bahan Bakar Bensin

Hidrokarbon (HC) merupakan senyawa di mana setiap molekulnya hanya mengandung hidrogen dan karbon yang dapat dibakar (dioksidasi), membentuk air (H2O) atau karbondioksida (CO2). Bahan bakar hidrokarbon mempunyai variasi berat karbon dari 83% sampai 87% dan berat hidrogen dari 11% sampai 14%. Pada umumnya bobot molekular komponen yang lebih besar mempunyai temperatur didih lebih tinggi.

Bahan bakar bensin (gasoline) merupakan campuran senyawa hidrokarbon cair yang sangat mudah menguap. Bensin terdiri dari parafin, naptalene, aromatik,

dan olefin, bersama-sama dengan beberapa senyawa organik lain dan kontaminan. Struktur molekulnya dari C4 – C9.

(3)

menyala sendiri. Peringkat oktan didasarkan pada ukuran kemampuan bahan bakar menahan detonasi. Semakin tinggi peringkat oktan, semakin kecil kemungkinan untuk menghasilkan ledakan dini (pre-ignition). Kecenderungan penyalaan dini menimbulkan gejala ketukan (knocking). Motor dengan rasio kompresi rendah dapat menggunakan bahan bakar dengan angka oktan lebih rendah, tetapi motor kompresi tinggi harus menggunakan bahan bakar oktan tinggi untuk menghindari pengapian sendiri dan ketukan.[1 Hal 70-71]

Pertalite adalah salah satu jenis bahan bakar bensin yang dikeluarkan

Pertamina pada Mei 2015. Pertamina mengklaim Pertalite memiliki Research Octane Number (RON) 90. Artinya lebih baik dibandingkan Premium yang

memiliki nilai oktan 88. Pertamina meluncurkan Pertalite untuk memenuhi Surat Keputusan Dirjen Migas Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral Nomor 313 Tahun 2013 tentang spesifikasi BBM RON 90.[3]

Berdasarkan keputusan Dirjen Migas No.313.K/10/DJM.T/2013:

Tabel 2.2 Standar dan Mutu (Spesifikasi) Bahan Bakar Jenis Bensin 90 (Pertalite)

(4)

Titik didih akhir Sumber: (Kementrian Energi dan Sumber Daya Mineral Republik Indonesia

Direktorat Jenderal Minyak dan Gas Bumi)

Pertalite membuat pembakaran pada mesin kendaraan dengan teknologi terkini lebih baik dibandingkan dengan premium yang memiliki RON 88. Keunggulan pertalite adalah:

1. Durability, pertalite dapat dikategorikan sebagai bahan bakar kendaraan yang memenuhi syarat dasar durability/ketahanan, dimana bbm ini tidak akan menimbulkan gangguan serta kerusakan mesin, karena kandungan oktan 90 lebih sesuai dengan perbandingan kompresi kebanyakan kendaraan bermotor yang beredar di Indonesia.

2. Fuel Economy, kesesuaian oktan 90 Pertalite dengan perbandingan kompresi kebanyakan kendaraan beroperasi sesuai dengan rancangannya. Perbandingan Air Fuel Ratio yang lebih tinggi dengan konsumsi bahan bakar menjadikan kinerja mesin lebih optimal dan

efisien untuk menempuh jarak lebih jauh karena perbandingan biaya dengan operasi bahan bakar dalam (Rupiah/kilometer) akan lebih hemat.

(5)

mesin yang jauh lebih baik dibandingkan ketika menggunakan oktan 88. Hasilnya adalah torsi mesin lebih tinggi dan kecepatan meningkat.[4]

2.3 Motor Bakar Bensin

Motor bakar bensin dikenal dengan motor bakar siklus Otto. Siklus otto pertama sekali dikembangkan oleh seorang insinyur berkebangsaan Jerman bernama Nikolaus A. Otto pada tahun 1837.[5 Hal 42]

Pada motor bakar bensin, campuran udara bahan bakar dinyalakan oleh percikan bunga api listrik diantara kedua elektrode busi sehingga motor bensin juga dikenal sebagai motor pengapian percik (Spark ignition Engines). Busi mempunyai fungsi untuk penghasil loncatan api yang akan menyalakan gas dari campuran bahan bakar dan udara. Karburator dan injektor mempunyai fungsi yang sama antara lain untuk melakukan percampuran serta pengabutan udara dengan bahan bakar yang akan dibakar di dalam ruang bakar. Terdapat beberapa jenis mesin otto berdasarkan banyak langkahnya antara lain siklus Otto 2 langkah, siklus Otto 4 langkah, siklus Otto 6 langkah. Siklus Otto 2 langkah dan 4 langkah banyak digunakan pada kendaraan yang beredar sebagai transportasi.[1 Hal 2-3]

2.3.1 Siklus Otto Ideal

(6)

Gambar 2.2 Pembagian Langkah pada Siklus Otto [6 Hal 10]

Langkah-langkah yang terjadi pada motor bensin siklus Otto ideal adalah sebagai berikut:

1. Langkah hisap

Diawali dengan posisi torak di TMA dan berakhir dengan posisi torak di TMB, yang mana menghisap campuran bahan bakar dengan udara ke dalam silinder. Untuk meningkatkan massa campuran yang dihisap, katup masuk terbuka sesaat sebelum langkah hisap dimulai dan menutup setelah berakhirnya langkah tersebut.

2. Langkah kompresi

Ketika kedua katup tertutup di mana campuran di dalam silinder dimampatkan dan volumenya diperkecil. Menjelang akhir langkah kompresi, pembakaran diaktifkan dan tekanan silinder naik dengan cepat.

3. Langkah ekspansi

Diawali dengan posisi torak di TMA dan berakhir di TMB ketika temperatur dan tekanan gas yang tinggi mendorong torak ke bawah dan memaksa poros engkol untuk berputar. Ketika torak mendekati TMB, katup buang terbuka untuk mengawali proses buang dan tekanan

(7)

4. Langkah buang

Di mana sisa gas yang dibakar keluar dari silinder ketika torak bergerak ke arah TMA. Ketika torak mendekati TMA, katup masukan akan terbuka. Sesaat setelah TMA, katup buang menutup dan siklus dimulai lagi.[1 Hal 10-11]

Dalam kondisi ideal siklus Otto dibatasi dua garis isentropik dan dua garis isovolume. Gambar 2.3 akan menjelaskan diagram siklus otto ideal.

Gambar 2.3 Diagram P-v dan Diagram T-s Siklus otto Ideal [7]

2.4 Unjuk Kerja Motor Bakar Bensin

Performansi dapat disebut juga sebagai unjuk kerja dari motor bakar bensin. Beberapa hal yang mempengaruhi performansi motor bakar bensin antara lain seperti rasio udara dan bahan bakar, dan rasio kompresi dari volume silinder ruang bakar. Kedua hal tersebut saling berpengaruh dengan peningkatan unjuk kerja mesin, efisiensi mesin dan emisi dari gas buang mesin motor bakar bensin.

2.4.1 Torsi Poros

(8)

perhitungan gaya tarik yang terjadi pada roda dengan menggunakan persamaan 2.1.

………...2.1

Dimana : F = Gaya (N)

g = Percepatan gravitasi (9,8 m/s2) m = Massa (kg)

Untuk menghitung torsi pada roda, dapat dihitung dengan menggunakan persamaan 2.2.

………...2.2

Dimana : Troda = Torsi pada roda (Nm) r = jari-jari roda = ½ diameter roda

Torsi pada mesin dapat dihitung dengan menggunakan persamaan 2.3.

………...………..2.3

Dimana : Tmesin = Torsi mesin (Nm)

2.4.2 Daya Poros

Kerja mesin selama waktu tertentu dapat disebut sebagai daya. Besarnya poros engkol yang bekerja dengan pembebanan merupakan daya poros. Daya poros berasal dari langkah kerja disaat campuran udara dan bahan bakar meledak dan menyebabkan piston mengalami dorongan yang menghasilkan kerja pada poros engkol yang mengubah gerak translasi menjadi gerak rotasi. Prestasi mesin motor bakar ditentukan oleh daya poros yang telah dibebankan akibat gesekan seperti pada torak, dinding silinder, poros, dan bantalan. Frekuensi putaran motor

atau disebut dengan RPM (Revolution per Minute) mempengaruhi besarnya daya poros dimana semakin banyak putaran poros yang terjadi maka semakin besar

daya poros tersebut. Daya poros dapat dicari dengan persamaan 2.4.[12]

(9)

Dimana : T = Torsi (Nm)

2.4.3 Konsumsi Bahan Bakar Spesifik (Specific Fuel Consumption)

Konsumsi bahan bakar spesifik adalah parameter unjuk kerja mesin yang berhubungan langsung dengan nilai ekonomis sebuah mesin, karena dengan mengetahui hal ini dapat dihitung jumlah bahan bakar yang dibutuhkan untuk menghasilkan sejumlah daya dalam selang waktu tertentu. SFC dapat dicari dengan menggunakan persamaan 2.5.

̇ ………2.5

Dimana : Sfc = konsumsi bahan bakar spesifik (gr/kW.h) ̇ = laju aliran bahan bakar (gr/jam)

P = Daya (W)

Besarnya laju aliran masssa bahan bakar dihitung dengan persamaan 2.6.

̇

………

.2.6

Dimana : = massa jenis bahan bakar (kg/m3)

V = volume bahan bakar yang habis terpakai (m3) = waktu untuk menghabiskan bahan bakar (s)

2.4.4 Air Fuel Ratio (AFR)

Perbandingan udara dan bahan bakar yang masuk kedalam ruang bakar

adalah AFR yang didapat dengan menggunakan persamaan 2.7 – 2.11.[13]

̇ ̇ ………2.7

Dimana : = massa udara di dalam silinder per siklus (kg/cyl-cycle) = massa udara di dalam silinder per siklus (kg/cyl-cycle) ̇ = laju aliran udara di dalam mesin (gr/jam)

̇ = laju aliran bahan bakar di dalam mesin (gr/jam)

(10)

………..2.9

………..2.10

……….2.11

Dimana : ̇ = laju aliran udara (gr/jam)

= laju aliran udara per siklus (kg/cyl-cycle)

= tekanan udara masuk silinder (1atm = 100 kPa) = volume langkah (m3)

= volume langkah (m3)

= konstanta udara (0,287 kJ/kg.K)

= temperature udara masuk silinder (K) = bore (m)

= stroke (m) = rasio kompresi

2.4.5 Efisiensi Volumetris

Jika sebuah mesin empat langkah dapat menghisap udara pada kondisi isapnya sebanyak volume langkah toraknya untuk setiap langkah isapnya, maka proses ini ideal. Tetapi dalam kondisi aktual dimana massa udara yang dapat dialirkan selalu lebih sedikit dari perhitungan teoritis. Hal tersebut terjadi akibat efek pemanasan yang mengurangi kerapatan udara ketika memasuki silender mesin. Efisiensi Volumetris dapat dicari dengan persamaan 2.12 dan 2.13.

………...

2.12

………..………

2.13

Dimana :

=

efisiensi volumetris (%)

= massa udara dalam silinder per siklus (kg/cyl-cycle) = volume langkah (m3)

= densitas udara (kg/m3)

(11)

2.4.6 Efisiensi Thermal

Kerja berguna yang dihasilkan selalu lebih kecil dari pada energi yang dibangkitkan piston karena sejumlah energi hilang akibat adanya rugi-rugi mekanis seperti gesekan, kerja pompa oli dan pompa pendingin, dan panas yang terbuang. Maka Efisiensi Thermal dapat dicari dengan persamaan 2.14.

̇ ...2.14

Dimana : LHV = Nilai kalor bawah bahan bakar (kJ/kg)

2.5 Nilai Kalor Bahan Bakar

Reaksi kimia antara bahan bakar dengan oksigen dari udara menghasilkan panas. Besarnya panas yang ditimbulkan jika satu satuan bahan

bakar dibakar sempurna disebut nilai kalor bahan bakar (Caloric Value, CV).

Berdasarkan asumsi ikut tidaknya panas laten pengembunan uap air dihitung sebagai bagian dari nilai kalor suatu bahan bakar, maka nilai kalor bahan bakar dapat dibedakan menjadi nilai kalor atas dan nilai kalor bawah.

Nilai kalor atas (High Heating Value, HHV), merupakan nilai kalor yang diperoleh secara eksperimen dengan menggunakan bom kalorimeter dimana hasil pembakaran bahan bakar didinginkan sampai suhu kamar sehingga sabagian besar uap air yang terbentuk dari pembakaran hydrogen mengembun dan melepaskan panas latennya. Secara teoritis, besarnya nilai kalor atas (HHV) dapat dihitung bila diketahui komposisi bahan bakarnya dengan menggunakan persamaan 2.15.[8 Hal 3]

( ) ... 2.15

Dimana : HHV = Nilai kalor atas (kJ/kg)

(12)

Cv = Panas jenis bom kalorimeter (73529,6 kJ/kg oC) Dan nilai kalor bawah dapat dihitung dengan persamaan 2.16.

LHV = HHV –3240 ... 2.16

Dimana : LHV = Nilai kalor bawah (kJ/kg) HHV = Nilai kalor atas (kJ/kg)

Jika diketahui komposisi bahan bakar maka besarnya nilai kalor atas

dapat dihitung juga dengan menggunakan persamaan Dulong.[9 Hal 43]

...

2.17

Dimana : HHV = Nilai kalor atas (kJ/kg)

C = Persentase karbon dalam bahan bakar H2 = Persentase hydrogen dalam bahan bakar O2 = Persentase oksigen dalam bahan bakar S = Persentase sulfur dalam bahan bakar

Nilai kalor bawah (Low Heating Value, LHV), merupakan nilai kalor bahan bakar tanpa panas laten yang berasal dari pengembunan uap air. Umumnya kandungan hidrogen dalam bahan bakar cair berkisar 15% yang berarti setiap satu satuan bahan bakar 0,15 bagian merupakan hidrogen. Pada proses pembakaran sempurna, air yang dihasilkan dari pembakaran bahan bakar adalah setengah dari jumlah mol hidrogen.

Selain berasal dari pembakaran hidrogen, uap air yang terbentuk pada proses pembakaran dapat pula berasal dari kandungan air yang memang sudah ada di dalam bahan bakar. Panas laten pengkondisian uap air pada tekanan parsial 20 kN/m2 (tekanan yang umum timbul pada gas buang) adalah sebesar 2400 kJ/kg, sehingga besarnya nilai kalor bawah (LHV) dapat dihitung berdasarkan persamaan 2.18.[9 Hal 44]

(13)

Dimana : LHV = Nilai Kalor Bawah (kJ/kg)

M = Persentase kandungan air dalam bahan bakar

Dalam perhitungan efisiensi panas dari motor bakar dapat menggunakan nilai kalor bawah (LHV) dengan asumsi pada suhu tinggi saat gas buang meninggalkan mesin tidak terjadi pengembunan uap air. Namun dapat juga menggunakan nilai kalor atas (HHV) karena nilai tersebut umumnya lebih cepat tersedia. Peraturan pengujian berdasarkan ASME (American of Mechanical Engineers) menentukan penggunaan nilai kalor atas (HHV), sedangkan peraturan

SAE (Society of Automotive Engineers) menetukan penggunaan nilai kalor bawah (LHV).

2.6 Sejarah Bioetanol

Bioetanol telah digunakan manusia sejak zaman prasejarah sebagai bahan pemabuk dalam minuman beralkohol. Residu yang ditemukan pada peninggalan keramik yang berumur 9000 tahun dari China bagian utara menunjukkan bahwa minuman beralkohol telah digunakan oleh manusia prasejarah dari masa Neolitik. Campuran dari Bioetanol yang mendekati kemurnian untuk pertama kali ditemukan oleh Kimiawan Muslim yang mengembangkan proses distilasi pada masa Kalifah Abbasid dengan peneliti yang terkenal waktu itu adalah Jabir ibn Hayyan (Geber), Al-Kindi (Alkindus) dan al-Razi (Rhazes). Catatan yang disusun oleh Jabir ibn Hayyan (721-815) menyebutkan bahwa uap dari wine yang mendidih mudah terbakar. Al-Kindi (801-873) dengan tegas menjelaskan tentang proses distilasi wine. Sedangkan Bioetanol absolut didapatkan pada tahun 1796 oleh Johann Tobias Lowitz, dengan menggunakan distilasi saringan arang.

Antoine Lavoisier menggambarkan bahwa bioetanol adalah senyawa yang

(14)

Inggris oleh Henry Hennel dan S.G.Serullas di Perancis. Michael Faraday membuat etanol dengan menggunakan hidrasi katalis asam pada etilen pada tahun 1982 yang digunakan pada proses produksi etanol sintetis hingga saat ini.

Pada tahun 1840 etanol menjadi bahan bakar lampu di Amerika Serikat, pada tahun 1880-an Henry Ford membuat mobil quadrycycle dan sejak tahun 1908 mobil Ford model T telah dapat menggunakan bioetanol sebagai bahan bakarnya. Namun pada tahun 1920an bahan bakar dari petroleum yang harganya lebih murah telah menjadi dominan menyebabkan etanol kurang mendapatkan

perhatian. Akhir-akhir ini, dengan meningkatnya harga minyak bumi, bioetanol kembali mendapatkan perhatian dan telah menjadi alternatif energi yang terus dikembangkan.[10]

2.6.1 Bioetanol

Alkohol adalah bahan bakar dari jenis oksigenant. Molekul alkohol memiliki satu atau lebih oksigen yang memberikan kontribusi untuk pembakaran. Alkohol dinamai sesuai molekul dasar dari hidrokarbon turunannya, misalnya metanol atau metil alkohol (CH3OH), etanol atau etil alkohol (C2H5OH), propanol (C3H7OH), butanol (C4H9OH). Secara teoritis, setiap molekul organik dari jenis alkohol dapat digunakam sebagai bahan bakar.

Penggunaan etanol sebagai bahan bakar mobil selama bertahun-tahun telah dilakukan di berbagai negara di dunia. Brazil adalah pemakai yang terkemuka, di mana pada tahun 1900-an, 4,5 juta kendaraan dioperasikan dengan bahan bakar 93% etanol. Selama beberapa tahun, gasohol (gasoline-alcohol) telah tersedia pada stasiun pompa bahan bakar di Brazil.

Gasohol merupakan campuran 90% bensin dan 10% etanol. Dua kombinasi campuran yang umum adalah E85 (85% etanol) dan E10 (10% etanol).

(15)

Bioetanol merupakan bahan bakar dari tumbuhan yang memiliki sifat menyerupai minyak premium (Khairani,2007). Bioetanol adalah etanol yang dihasilkan dari fermentasi glukosa (gula) yang dilanjutkan dengan proses distilasi. Proses distilasi dapat menghasilkan etanol dengan kadar 95% volume, untuk digunakan sebagai bahan bakar (biofuel) perlu lebih dimurnikan lagi hingga mencapai 99 % yang lazim disebut fuel grade etanol (Damianus,2010).

Bahan baku pembuatan bioetanol dibagi menjadi tiga kelompok, yaitu : 1. Bahan sukrosa

Bahan-bahan yang termasuk kedalam kelompok ini antara lain nira, tebu, nira nipati, nira sargum manis, nira kelapa, nila aren, dan sari buah mete.

2. Bahan berpati

Bahan-bahan yang termasuk ke dalam kelompok ini adalah bahan-bahan yang mengandung pati. Bahan tersebut antara lain, tepung-tepung ubi ganyong, jagung, sagu, bonggol pisang, ubi kayu, ubi jalar, dan lain-lain.

3. Bahan berselulosa

Bahan berselulosa (lignoselulosa) artinya adalah bahan tanaman yang mengandung selulosa (serat), antara lain kayu, jerami, batang pisang, dan lain-lain.

Gambar

Gambar 2.1 Proses Pembakaran Luar (kanan) dan Proses Pembakaran Dalam (kiri) [2]
Tabel 2.2 Standar dan Mutu (Spesifikasi) Bahan Bakar Jenis Bensin 90 (Pertalite)
Gambar 2.2 Pembagian Langkah pada Siklus Otto [6 Hal 10]
Gambar 2.3 Diagram P-v dan Diagram T-s Siklus otto Ideal [7]

Referensi

Dokumen terkait

Hasil analisis menunjukkan terjadinya kenaikan kas bersih pada tahun 2007 sebesar Rp 49.969.000.000 dan dalam laporan arus kas, dari aktivitas operasi , Aktivitas investasi

This document contains certain financial information and results of operation, and may also contain certain projections, plans, strategies, and objectives of Indosat, that are

His first volume of essays not only evinces a supple, witty mastery of the English language, but provides deeply illuminating insights into the Russian literary tradition and

Lukmonohadi (Kudus)

2013 Nomor : 1083/I/KU.806/G1/2013 Tanggal : 6 Februari 2013 dari panitia pengadaan Sosialisasi Program KKB melalui Sosialisasi Program KKB Melalui Talkshow Radio dan

[r]

Setelah model sistem nyata sudah valid, maka selanjutnya dirancang model simulasi usulan perbaikan, lalu menentukan usulan perbaikan terpilih, dan yang terakhir

Koordinasi DJBC dengan instansi pemerintah lainnya yang terkait untuk menunjang kelancaran ekspor dan impor di Pelabuhan Belawan yakni koordinasi yang terkait dengan pengawasan