• Tidak ada hasil yang ditemukan

Uji Eksperimental Perbandingan Performansi Mesin Otto Menggunakan Alat Catalytic Converter Dengan Bahan Bakar Pertalite dan Variasi Campuran Pertalite-Serbuk Kapur Barus

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Uji Eksperimental Perbandingan Performansi Mesin Otto Menggunakan Alat Catalytic Converter Dengan Bahan Bakar Pertalite dan Variasi Campuran Pertalite-Serbuk Kapur Barus"

Copied!
32
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1Dasar Motor Bakar

Motor bakar adalah mesin kalor atau mesin konversi energi yang mengubah energi kimia bahan bakar menjadi energi mekanik berupa kerja. Ditinjau dari cara memperoleh energi termalnya, maka motor bakar dapat dibagi menjadi 2 golongnan yaitu motor pembakaran luar dan pembakaran dalam. Motor pembakaran dalam (Internal Combustion Engine) ialah motor bakar yang pembakarannya terjadi di dalam pesawat itu sendiri.

Motor bakar dapat juga disebut sebagai motor otto. Motor tersebut dilengkapi dengan busi dan karburator. Busi menghasilkan loncatan bunga api listrik yang membakar campuran bahan bakar dan udara karena motor ini cenderung disebut spark ignition engine. Pembakaran bahan bakar dengan udara ini menghasilkan daya. Di dalam siklus otto (siklus ideal) pembakaran tersebut dimisalkan sebagai pemasukan panas pada volume konstanta.[4]

Ntienne Lenoir yang lahir pada tahun 1822 dan meniggal dunia pada tahun 1900 adalah seorang berkebangsaan Prancis yang pertama kali menemukan motor bakar 2 tak. Sedangkan August Otto yang hidup antara 1832 sampai 1891 adalah seorang berkebangsaan Jerman yang membuat cikal bakal ramainya industri

Mobil sipenemu mesin 4 tak. Pada tahun 1860, Otto mendengar kabar ada ilmuwan jenius yang bernama Leonir, yang mampu membuat mesin pembakar

dengan dua dorongan putaran alias 2 tak. Sayangnya mesin 2 tak ini memakai bahan bakar gas. Otto menilai ini kurang praktis. Otto kemudian menciptakan karburator, sayangnya ditolak lembaga paten, karena ada yang mendahului. Namun ia menyempurnakan mesin 2 tak dengan 4 dorongan alias 4 langkah. Hasil ini dipatenkan di Jerman pada tahun 1863. Mendapat formula jitu, lalu ia membuat mesin yang dibiayai oleh Eugene Langen. Konstruksi buatannya mendapatkan medali World Fair di Paris 1867.

(2)

torak ke batang torak, kemudian diteruskan ke poros engkol yang mana poros engkol nantinya akan diubah menjadi gesekan putar.

Gambar 2.1 Proses Pembakaran Luar (atas) dan Proses Pembakaran Dalam (bawah).[5]

2.2 Minyak Bumi

Hasil penambangan minyak bumi berupa minyak mentah belum dapat dipergunakan secara langsung untuk berbagai keperluan. Minyak bumi tersebut harus diolah terlebih dahulu untuk keperluan bahan bakar kendaraan dan industri. Pengolahan minyak bumi dipengilangan minyak melalui proses penyulingan bertingkat (destilasi fraksionasi). Prinsip dasar penyulingan bertingkat adalah pemisahan suatu campuran berdasarkan perbedaan titk didihnya. Hidrokarbon yang mempunyai titik didih paling rendah akan menguap/memisahkan diri terlebih dahulu. Kemudian, disusul hidrokarbon yang terkandung dalam minyak bumi dapat dipisahkan.

(3)

Gambar 2.2 Destilasi Bertingkat.[7]

(4)

Setelah mengalami proses penyulingan, fraksi-fraksi diatas dapat langsung dimanfaatkan, tetapi ada yang langsung diolah lebih lanjut sesuai dengan

keperluan, antara lain:

1. Proses Reforming, yaitu proses mengubah bentuk struktur (isomer) dari rantai karbon lurus menjadi bergabang untuk meningkatkan mutu bensin. 2. Proses Cracking, yaitu proses pemecahan molekul senyawa yang panjang

menjadi molekul pendek.

3. Proses Polemerisasi, yaitu pross penggabungan molekul-molekul kecil menjadi molekul besar (isobutana + isooktana) bensin yang berkualitas tinggi.

4. Proses Treating, yaitu proses menghilangkan pengotor pada minyak supaya lebih murni.

5. Proses Blending, yaitu proses pencampuran atau penambahan zat aditif

pada bensin agar mutu bensin lebih baik, seperti menambahkan TEL (Tetra Etil Lead), MTBE (Metil Tertier Butil Eter), AICI3, H2SO4, dan 1,2

– dibromo etana.[9]

2.3 Pertalite

Fraksi minyak bumi yang paling banyak dimanfaatkan adalah bensin (Gasoline). Bensin digunakan untuk bahan bakar kendaraan bermotor dan industri. Bensin yang berasal dari peyulingan merupakan senyawa hidrokarbon rantai lurus. Hal ini mengakibatkan pembakaran tidak merata dalam mesin bertekanan tinggi sehingga menimbulkan ketukan (Knocking). Peristiwa tersebut menyebabkan kerasnya getaran mesin dan mesin menjadi sangat panas yang mengakibatkan mesin menjadi mudah rusak. Komponen utama bensin adalah nheptana (C7H16) dan isooktana (C8H18). Kualitas bensin ditentukan oleh kandungan isooktana yang dikenal dengan istilah bilangan oktan.[10]

(5)

gambaran kinerja pengendaraan pada kondisi operasi yang lebih berat, kecepatan tinggi atau kondisi beban tinggi. Indeks Anti Detonasi/Anti Knock Index (AKI) adalah rata-rata dari penjumlahan angka oktan riset dengan angka oktan motor.[11]

Berdasarkan keputusan Dirjen Migas No.313.K/10/DJM.T/2013: [12]

(6)

Pertalite membuat pembakaran pada mesin kendaraan dengan teknologi terkini lebih baik dibandingkan dengan premium yang memiliki RON 88.

Keunggulan pertalite adalah:

1. Durability, pertalite dapat dikategorikan sebagai bahan bakar kendaraan yang memenuhi syarat dasar durability/ketahanan, dimana bbm ini tidak akan menimbulkan gangguan serta kerusakan mesin, karena kandungan oktan 90 lebih sesuai dengan perbandingan kompresi kebanyakan kendaraan bermotor yang beredar di Indonesia.

2. Fuel Economy, kesesuaian oktan 90 Pertalite dengan perbandingan kompresi kebanyakan kendaraan beroperasi sesuai dengan rancangannya. Perbandingan Air Fuel Ratio yang lebih tinggi dengan konsumsi bahan bakar menjadikan kinerja mesin lebih optimal dan efisien untuk menempuh jarak lebih jauh karena perbandingan biaya dengan operasi bahan bakar dalam

(Rupiah/kilometer) akan lebih hemat.

3. Performance, kesesuaian angka oktan Pertalite dan aditif yang dikandungnya

dengan spesifikasi mesin akan menghasilkan performa mesin yang jauh lebih baik dibandingkan ketika menggunakan oktan 88. Hasilnya adalah torsi mesin lebih tinggi dan kecepatan meningkat.[13]

2.4 Dasar Aditif

Aditif adalah suatu senyawa yang ditambahkan kedalam suatu senyawa yang ditambahkan kedalam senyawa lain. Penggunaan zat aditif secara umum bertujuan untuk mengontrol pembakaran bensin agar menghasilkan energi yang maksimum dan suara ketukan minimum. Zat aditif pada bahan bakar bensin digunakan untuk meningkatkan angka oktan sedangkan pada bahan bakar diesel digunakan untuk meningkatkan angka setana. Penggunaan zat aditif untuk pelumas bertujuan untuk meminimalisir busa dan sebagai peningkat kualitas dan ketahanan pelumas.[14]

2.4.1 Jenis-jenis Zat Aditif

(7)

1. Fungsi sistem distribusi bahan bakar dan sistem pembakaran 2. Fungsi bahan bakar

2.4.1.1 Manfaat Zat Aditif pada Fungsi Sistem Distribusi Bahan Bakar dan Sistem Pembakaran

Zat aditif ditambahkan pada bahan bakar atau diinjeksikan secara langsung kedalam ruang bakar yang bertujuan untuk membersihkan dan merawat saluran bahan bakar, ruang bakar, dan saluran buang mesin motor bakar[16], antara lain: 1. Fuel System Cleaner, untuk membersihkan tangki bahan bakar, saluran bahan

bakar, pompa bahan bakar, saringan bahan bakar, dan karburator dari endapan kotoran pada bahan bakar atau sisa-sisa pembakaran, sehingga bahan bakar dan udara dapat bercampur dengan baik dan terbakar sempurna didalam ruang bakar.

2. Injectors Cleaner¸ untuk membersihkan injektor dari kerak karbon hasil pembakaran, adanya kandungan air pada bahan bakar dan endapan kotoran

bahan bakar yang dapat membuat mesin sulit untuk dinyalakan, kehilangan akselarasi dan langsam (Idle) yang tidak stabil.

3. Detergents, untuk menetralisir kotoran pada bahan bakar, endapan kotoran dari udara yang masuk kedalam ruang bakar dan memberikan pelumasan pada ruang bakar.

4. Gas Treatment, untuk meningkatkan kemampuan membersihkan serta menjaga bahan bakar dari endapan karbon sisa pembakaran, menghilangkan kandungan air pada bahan bakar, dan mencegah pembekuan bahan bakar pada saluran bahan bakar.

5. Ethanol Treatment, untuk mencegah efek korosi pada mesin yang menggunakan bahan bakar campuran Ethanol.

6. Antirust, untuk mencegah pengeroposan mesin akibat korosi yang timbul pada mesin motor bakar yang digunakan di daerah panas dan lembab.

2.4.1.2Manfaat Zat Aditif pada Fungsi Bahan Bakar

(8)

1. Octane Booster, untuk meningkatkan angka oktan dari bahan bakar.

2. Restore Performance. untuk mengembalikan performansi dan efisiensi mesin yang hilang akibat kualitas bahan bakar yang rendah.

3. Reduce Knocking and Pinging, untuk mengurangi detonasi pada mesin dan ketidakstabilan putaran mesin sehingga suara mesin semakin halus.

4. Maximize Horsepower, untuk meningkatkan torsi dan daya dari mesin.

5. Lubricate Upper Cylinder, untuk melumasi bagian dari permukaan atas piston dengan ruang bakar sehingga tidak terjadi endapan karbon sisa pembakaran yang dapat menyebabkan kerusakan komponen mesin. Kerak karbon yang telah terbentuk akan terkikis oleh pelumas aditif seiring dengan proses pembakaran dan akan dibuang melalui saluran pembakaran.

2.4.2 Zat Aditif Secara Umum

Aditif mempunyai berbagai macam zat kimia yang terkandung di dalamnya dan mempunyai fungsi yang berbeda-beda, secara umum zat kimia

tersebut adalah:

1. Tetraethyl Lead (TEL)

Zat aditif Tetrathyl Lead akan meningkatkan bilangan oktan bensin. Mengandung senyawa timbal (Pb). Lapisan tipis timbal terbentuk pada atmosfer dan membahayakan alam dan kesehatan makhluk hidup.

2. Senyawa Oksigenat

Senyawa oksigenat adalah senyawa organik beroksigen (oksigenat) seperti alkohol (methanol, ethanol, isopropil alkohol) dan Eter (Metil Tertier Butil Eter/MTBE, Etil Tertier Butil Eter/ETBE dan Tersier Amil Metil Eter/TAME) dan minyak Atsiri. Oksigenat cair yang dapat dicampur kedalam bensin untuk menambah angka oktan dan kandungan oksigennya. Alkohol seperti etanol dapat diperoleh dari fermentasi tumbuh-tumbuhan sehingga termasuk dalam energi terbaharukan. Kadar CO2 di atmosfer pun akan menurun seiring dengan

budidaya tumbuhan yang dimanfaatkan untuk pembuatan ethanol.[18] 3. Naphtalene

(9)

berjalan dengan baik dan tidak mudah menguap. Selain itu naftalena tidak meninggalkan getah padat pada bagian-bagian mesin. Penggunaan naftalena relatif aman untuk digunakan, salah satunya yaitu kapur barus.[19]

4. Methylcyclopentadienyl Manganese Tricarbonyl (MMT).

MMT atau Methylcyclopentadienyl Manganese Tricarbonyl adalah senyawa organik non logam yang digunakan sebagai pengganti bahan aditif TEL.

5. Benzene

Benzena banyak digunakan sebagai zat aditif untuk meningkatkan angka oktan seiring dengan penghapusan pengunaan bensin yang mengandung timbal. Benzena dapat meningkatkan kualitas bahan bakar dan menurunkan ketukan pada mesin. International Agency for Research on Cancer (IARC) dalam penelitiannya menyimpulkan bahwa kontaminasi Benzena yang berlebihan mempunyai dampak negatif pada kesehatan antara lain akan menyebabkan

timbulnya berbagai macam jenis kanker.[20]

2.5 Kapur Barus

Kapur barus atau naftalena adalah hidrokarbon kristalin aromatik berbentuk padatan berwarna putih dengan rumus molekul C10H8 dan berbentuk

dua cincin benzena yang bersatu. Senyawa ini bersifat volatil, mudah menguap walau dalam bentuk padatan. Uap yang dihasilkan bersifat mudah terbakar. Naftalena paling banyak dihasilkan dari destilasi tar batu bara, dan sedikit dari sisa fraksionasi minyak bumi. Naftalena merupakan suatu bahan keras yang putih dengan bau tersendiri, dan ditemui secara alami dalam bahan bakar fosil seperti batu bara dan minyak.[21]

2.5.1 Sejarah Kapur Barus

(10)

dari bahasa Sanskerta karpoor atau bahasa Arab kafur yang dalam bahasa kita diserap menjadi ’kapur’. Sejak abad ke 9 Kota Barus terkenal sebagai penghasil bahan baku kamfer, bahkan hingga semua saudagar dari seluruh penjuru dunia berlayar ke Barus untuk membeli kayu penghasil kamfer ini. Cladius Prolomeus, seorang gubernur kerajaan yunani yang berpusat di Iskandariyah Mesir, membuat sebuah peta dan menyebutkan bahwa di pesisir barat Sumatera ada barousai yang dikenal sebagai penghasil wewangian dari kapur.

2.5.2 Sumber Kapur Barus

Perlu diketahui bahwa pohon Kamfer (Cinnamomum Camphora) termasuk dalam suku Lauraceae selain dari kayu manis (Cinnamomu Iners). Tumbuhan ini dapat tumbuh di dataran tinggi, pegunungan, dengan ciri-cirinya sebagai berikut:

1. memiliki bau khas kulit manis 2. berkelamin ganda (diaceous)

3. pohon, tinggi lebih dri 40 meter

4. kulit batang coklat, dan memiliki retakan vertical 5. bunga majemuk berwarna kuning agak putih 6. buah hijau, setelah tua menjadi biru

Tumbuhan ini mengandung zat naftalena yang merupakan salah satu senyawa aromatik. Dimana sebutir kapur barus biasanya mengandung 250-500

mg naphthalene.

(11)

Selain tumbuhan Cinnamomum campora pohon kapur atau Dryobalanops aromatica merupakan salah satu tanaman penghasil kapur barus atau kamper.

Kapur barus dari pohon kapur ini telah menjadi komoditi perdagangan internasional sejak abad ke-7 Masehi. Untuk mendapatkan kristal kapur barus dari pohon kapur dimulai dengan memilih, menebang, dan memotong-motong batang pohon kapur (Dryobalanops aromatica). Potongan-potongan batang pohon kapur kemudian dibelah untuk menemukan kristal-kristal kapur barus yang terdapat di dalam batangnya.[22]

2.5.3 Kapur Barus sebagai Zat Adiktif untuk Meningkatkan Angka Oktan Kapur barus (naftalena) adalah salah satu komponen yang termasuk benzena aromatik hidrokarbon, tetapi tidak termasuk polisiklik. Naftalena memiliki kemiripan sifat yang memungkinkannya menjadi aditif bensin untuk

meningkatkan angka oktan. Sifat-sifat tersebut antara lain: Sifat pembakaran yang baik, mudah menguap sehingga tidak meninggalkan getah padat pada

bagian-bagian mesin. Penggunaan Naftalena sebagai aditif memang belum terkenal karena masih dalam tahap penelitian. Sampai saat ini memang belum diketahui akibat buruk penggunaan naftalena terhadap lingkungan dan kesehatan, namun ia relatif aman untuk digunakan. Satu molekul naptalena merupakan perpaduan dari sepasang cincin benzena. Naftalena merupakan salah satu jenis hidrokarbon polisiklik aromatik .

Naftalena digunakan sebagai reaksi intermediet dari berbagai reaksi kimia industri, seperti reaksi sulfonasi, polimerisasi, dan neutralisasi. Selain itu, naftalena juga berfungsi sebagai fumigan (kamper, dsb), surfaktan, dan sebagainya.[19]

2.6 Emisi Gas Buang

(12)

Uji emisi gas buang dari hasil pengujian ini mengacu pada uji emisi standar nasional indonesia, yaitu sebagai berikut :

Gambar 2.4 Standar Uji Emisi Nasional Indonesia.[23]

2.6.1 Sumber

Polutan dibedakan menjadi polutan primer atau sekunder. Polutan primer seperti nitrogen oksida (NOx) dan hidrokarbon (HC) langsung dibuangkan ke udara bebas dan mempertahankan bentuknya seperti pada saat pembuangan. Polutan sekunder seperti ozon (O3) dan peroksiasetil nitrat (PAN) adalah polutan

(13)

2.6.2 Komposisi Kimia

Polutan dibedakan menjadi organik dan inorganik. Polutan organik mengandung karbon dan hidrogen, juga beberapa elemen seperti oksigen, nitrogen, sulfur atau fosfor, contohnya: hidrokarbon, keton, alkohol, ester dan lain-lain. Polutan inorganik seperti : karbon monoksida (CO), karbonat, nitrogen oksida, ozon dan lainnya.

2.6.3 Bahan Penyusun

Polutan dibedakan menjadi partikulat atau gas. Partikulat dibagi menjadi padatan dan cairan seperti: debu, asap, abu, kabut dan spray, partikulat dapat bertahan di atmosfer. Sedangkan polutan berupa gas tidak bertahan di atmosfer dan bercampur dengan udara bebas.

2.6.3.1Partikulat

Polutan partikulat yang berasal dari kendaraan bermotor umumnya

merupakan fasa padat yang terdispersi dalam udara dan membentuk asap. Fasa padatan tersebut berasal dari pembakaran tak sempurna bahan bakar dengan udara, sehingga terjadi tingkat ketebalan asap yang tinggi. Selain itu partikulat juga mengandung timbal yang merupakan bahan aditif untuk meningkatkan kinerja pembakaran bahan bakar pada mesin kendaraan.

(14)

2.6.3.2Karbon Monoksida (CO)

Karbon dan Oksigen dapat bergabung membentuk senyawa karbon monoksida (CO) sebagai hasil pembakaran yang tidak sempurna dan karbon dioksida (CO2) sebagai hasil pembakaran sempurna. Karbon monoksida

merupakan senyawa yang tidak berbau, tidak berasa dan pada suhu udara normal berbentuk gas yang tidak berwarna. Gas ini akan dihasilkan bila karbon yang terdapat dalam bahan bakar (kira–kira 85 % dari berat dan sisanya hidrogen) terbakar tidak sempurna karena kekurangan oksigen. Hal ini terjadi bila campuran udara bahan bakar lebih gemuk dari pada campuran stoikiometris, dan terjadi selama idling pada beban rendah atau pada output maksimum. Karbon monoksida tidak dapat dihilangkan jika campuran udara bahan bakar gemuk. Bila campuran kurus karbon monoksida tidak terbentuk.

2.6.3.3Hidrocarbon (HC)

Hidrokarbon yang tidak terbakar dapat terbentuk tidak hanya karena

campuran udara bahan bakar yang gemuk, tetapi bisa saja pada campuran kurus bila suhu pembakarannya rendah dan lambat serta bagian dari dinding ruang pembakarannya yang dingin dan agak besar. Motor memancarkan banyak hidrokarbon kalau baru saja dihidupkan atau berputar bebas (idle) atau waktu pemanasan.

(15)

2.6.3.4Oksigen (O2)

Oksigen (O2) sangat berperan dalam proses pembakaran, dimana oksigen

tersebut akan diinjeksikan ke ruang bakar. Dengan tekanan yang sesuai akan mengakibatkan terjadinya pembakaran bahan bakar. Nitrogen monoksida (NO) merupakan gas yang tidak berwarna dan tidak berbau sebaliknya nitrogen dioksida (NO2) berwarna coklat kemerahan dan berbau tajam. NO merupakan gas

yang berbahaya karena mengganggu saraf pusat. NO terjadi karena adanya reaksi antara N2 dan O2 pada temperature tinggi diatas 1210 oC. Persamaan reaksinya

Meningkatnya jumlah kendaraan bermotor saat ini berdampak pada kualitas udara yang buruk didaerah perkotaan menuntut pabrikan motor berinovasi, salah satunya adalah katalitik konverter yang terdapat pada mobil maupun motor saat ini. Alat ini diperkenalkan pada publik pada tahun 1975 di Amerika Serikat, kebijakan itu sejalan dengan niat EPA dalam mengurangi intensitas pencemaran udara gas buang dikarenakan proses pembakaran kendaraan bermotor.

Ada dua jenis katalitik converter, yakni Tipe Universal Fit dapat dipilih berdasarkan ukuran yang sesuai kemudian dilas di bagian saluran gas buang dan Type Direct Fit merupakan tipe yang hanya menggunakan baut untuk

memasangnya di area saluran gas buangnya. Tipe universal merupakan jenis termurah daripada tipe direct fit, akan tetapi masalah pemasangannya tipe direct fit lebih mudah dipasang daripada tipe universal

(16)

bakar. Pemeriksaan emisi gas buang sangat perlu dilakukan untuk mengetahui apakah katalitik converter harus diganti dengan yang baru.

2.7.1 Konstruksi Catalytic Converter

Katalitik converter terdiri dari : 1. Inti katalis (substrate)

Pengguna CC pada bidang otomotif biasanya menggunakan inti dari keramik monolit dengan struktur sarang lebah (honeycomb). Monolit tersebut dilapisi oleh FeCrAl pada beberapa aplikasi.

2. Washcoat

Washcoat adalah pembawa material katalis digunakan untuk menyebarkan katalis tersebut pada area yang luas sehingga katalis mudah bereaksi dengan gas buang. Washcoat biasanya terbuat dari aluminium oksida, titanium oksida, silikon oksida dan campuran silika dan alumina. Washcoat dibuat dengan permukaan agak kasar dan bentuk yang tidak biasa untuk memaksimalkan luas permukaan yang kontak dengan gas buang sehingga katalis dapat bekerja secara efektif dan efisien.

3. Katalis

Biasanya terbuat dari logam mulia, platina adalah katalis yang paling aktif diantara logam mulia lainnya dan secara luas digunakan namun tidak cocok

dengan segala aplikasi karena adanya reaksi tambahan yang tidak diinginkan serta harganya yang mahal. Palladium dan rhodium adalah jenis logam mulia lainnya

(17)

2.7.2 Tipe-tipe Catalytic Converter

Katalitik Konverter dibagi menjadi 2 berdasarkan jumlah polutan yang dapat direaksikan :

1. Two way converter. Di dalam converter ini terdapat 2 reaksi simultan, yakni :

a. Oksidasi karbon monoksida menjadi karbon dioksida.

b. Oksidasi senyawa hidrokarbon (yang tidak terbakar/terbakar parsial) menjadi karbon dioksida dan converter jenis ini secara luas dipakai pada mesin diesel untuk mengurangi senyawa hidrokarbon dan karbon monoksida.

2. Three way Converter. Didalam converter jenis ini terdapat 3 reaksi simultan, yakni :

a. Reaksi reduksi nitrogen oksida menjadi nitrogen dan oksigen.

b. Reaksi oksidasi karbon monoksida menjadi karbon dioksida.

c. Reaksi oksidasi senyawa hidrokarbon yang tidak terbakar menjadi

karbon dioksida dan air.

Ketiga reaksi ini berlangsung paling efisien ketika campuran udara bahan bakar (air to fuel ratio) mendekati (stoikiometri) yaitu antara 14,6 – 14,8 berbanding 1. Oleh karena itu, CC sulit diaplikasikan pada mesin yang masih menggunakan karburator untuk pemasukan bahan bakar. CC paling ideal digunakan dengan mesin yang telah menggunakan closed loop feedback fuel injection.

2.7.3 Efek Pada Lingkungan

Katalitik Konverter telah terbukti memiliki manfaat untuk mengurangi emisi kendaraan bermotor. Namun, katalitik konverter tetap memiliki beberapa efek pada lingkungan, yakni :

a. Katalitik konverter tidak mereduksi jumlah CO2 yang dihasilkan bahan

bakar bahkan mengubah CO menjadi CO2. Padahal telah kita ketahui

bersama bahwa CO2 ditenggarai menjadi penyebab utama green house

effect yang menyebabkan pemanasan global di seluruh dunia. Bahkan CC juga melepas N2O yang ternyata telah diteliti 3 kali lebih besar efeknya

(18)

lingkungan hidup Amerika Serikat mencatat bahwa 3% emisi nitrogen oksida yang dihasilkan oleh kendaraan bermotor.

b. Air to fuel ratio kendaraan harus senantiasa pada kondisi stoikiometri saat penggunaan CC. Akibatnya kadar CO2 yang dihasilkan lebih banyak

dibandingkan mesin dengan campuran yang rendah (lean burn engine). c. Katalitik konverter membutuhkan logam mulia palladium dan rhodium.

Salah satu penyuplai logam mulia ini adalah daerah industri Norilsk, Rusia. Ternyata industri untuk mengekstrak palladium dan rhodium tersebut menghasilkan polusi yang paling besar disbanding dengan industri lainnya.

Katalitik konverter pada knalpot kendaraan bermotor ditempatkan di belakang exhaust manifold atau antara muffler dengan header, seperti ditunjukkan pada gambar 2.5 dengan pertimbangan agar CC cepat panas ketika mesin

dinyalakan.

(19)

Kendaraan yang menggunakan katalitik konverter harus menggunakan bensin tanpa timbal, karena timbal pada bensin akan menempel pada katalis yang mengakibatkan katalisator tersebut tidak efektif. Agar katalitik konverter tersebut lebih efektif, campuran udara bahan bakar harus dalam perbandingan stoikiometri. Pada saat motor dilakukan pemanasan, udara sekunder dari pompa didorong menuju ruang udara pembatas. Udara tersebut membantu untuk mengoksidasi katalis mengubah HC dan CO menjadi karbon dioksida dan air. Berikut penjelasan tahapan kerja dari katalitik konverter.

1. Tahap awal dari proses yang dilakukan pada katalitik konverter adalah reduction catalyst. Tahap ini menggunakan platinum dan rhodium untuk

membantu mengurangi emisi NOx. Ketika molekul NO atau NO2

bersinggungan dengan katalis, sirip katalis mengeluarkan atom nitrogen dari molekul dan menahannya. Sementera oksigen yang ada diubah ke

bentuk O2. Atom nitrogen yang terperangkap dalam katalis tersebut diikat

dengan atom nitrogen lainnya sehingga terbentuk format N2. Rumus

kimianya sebagai berikut :

2NO → N2 + O2 atau 2NO2→ N2 + 2O2

2. Tahap kedua dari proses di dalam CC adalah oxidization catalyst. Proses ini mengurangi hidrokarbon yang tidak terbakar di ruang bakar dan CO dengan membakarnya (oxidizing) melalui katalis platinum dan palladium. Katalis ini membantu reaksi CO dan HC dengan oksigen yang ada di dalam gas buang. Reaksinya sebagai berikut :

2CO + O2→ 2CO2

(20)

banyak oksigen yang ada di saluran gas buang. ECS akan mengurangi atau menambah jumlah oksigen sesuai rasio udara bahan bakar. Skema pengendalian membuat ECS memastikan kondisi mesin mendekati rasio stoikiometri dan memastikan ketersediaan oksigen didalam saluran buang untuk proses oxidization HC dan CO yang belum terbakar.

Setiap kendaraan memiliki jumlah sensor yang berbeda, tergantung kebutuhan dan teknologi mesinnya. Umumnya kendaraan yang menggunakan sistem injeksi menggunakan dua sensor oksigen yang berbeda tempat. Sensor tersebut berfungsi memberikan informasi ke ECS agar mengatur kembali pasokan udara ke dalam ruang bakar.

2.7.4 Fungsi Lain Dari Katalitik Konverter

Katalitik konverter yang merupakan bagian yang kompak dengan knalpot kendaraan bermotor memiliki fungsi lain sebagai pengurang kebisingan (noise silencer) dimana dilakukan modifikasi pada daerah sekitar exhaust muffler.

Salah satu karakteristik sebuah muffler adalah seberapa besar backpressure / BP (tendangan balik) yang dihasilkannya. Pada muffler knalpot bawaan pabrik motor yg beredar di Tanah Air umumnya terbentuk dari lubang, pemantul dan putaran pipa (turn) yang harus dilewati gas buang. Desain seperti ini adalah untuk

menghasilkan suara knalpot yang bersahabat dengan lingkungan, akan tetapi menghasilkan BP yang besar, yang mengurangi power dari engine.

Untuk mengatasi ini, dirancanglah tipe muffler yang menghasilkan BP yang jauh lebih kecil, yang disebut “glass pack” atau “cherry bomb”. Tipe muffler ini hanya mengandalkan “penyerapan” untuk mengurangi level suara, dengan tanpa memberikan halangan bagi aliran gas buang. Gas buang mengalir lurus melalui pipa yang berlubang yang terbungkus lapisan glass wool, sehingga BP-nya kecil dan sebagian kecil suara diredam oleh glass wool tsb. Jadi muffler jenis ini BP-nya kecil tapi suaranya masih cukup nyaring. memang cocok buat balapan. Dari ilustrasi di atas, maka tipe muffler secara umum dibagi menjadi 2, yaitu muffler/silencer yang bersifat :

(21)

2.7.4.1Sound Absorption Muffler/Silencer

Pada silencer terdapat material peredam suara (accoustical material) untuk menurunkan level gelombang suara. Ketebalan dari peredam tidak sembarangan, akan tetapi harus disesuaikan, dengan pada frekuensi berapa (penyebab berisik) yang harus diredam (perhitungan menyusul di artikel berikutnya). Bentuk yang umum dari silencer jenis ini seperti gambar 2.6 dibawah ini.

Gambar 2.6 Sound Absorptio Muffler.[25]

2.7.4.2Sound Cancelation Muffler/Silencer

(22)

Gambar 2.7 Sound cancelation Muffler.[24]

Saat ini telah umum dikembangkan muffler yang merupakan kombinasi dari tipe absorption dan cancelation, yang tujuannya tiada lain adalah menghasilkan muffler dengan BP sekecil mungkin dan suara sesuai dengan standar perundangan yg berlaku. Bentuknya ditunjukkan pada gambar 2.8 di bawah ini.

(23)

Terlihat pada pinggirnya terdapat glass wool yang berfungsi sebagai penyerap energi suara yang masuk melalui dinding yang berlubang. Dan pada bagian tengah terdapat plat-plat yang berfungsi sebagai penghilang suara knalpot.

Gambar 2.9 Skema Pereduksian Kebisingan.[25]

Sehingga suara (panah biru) yang keluar kecil, sementara aliran gas buang tidak terganggu.

2.8 Motor Bakar Bensin

Motor bakar bensin dikenal dengan motor bakar siklus otto. Siklus otto pertama sekali dikembangkan oleh seorang insinyur berkebangsaan Jerman bernama Nikolaus A. Otto pada tahun 1837.[26]

(24)

2.8.1 Siklus Otto Ideal

Dalam siklus ini, terjadi penyalaan bunga api dengan menggunakan busi (spark ignition) yang akan membakar campuran bahan bakar dengan udara setelah

melewati proses pengabutan yang dilakukan oleh karburator atau injektor. Siklus otto ideal memiliki 4 langkah disebut juga mesin 4 langkah (four stroke engine). Gambar 2.10 menjelaskan proses 4 langkah pada siklus otto:

Gambar 2.10 Pembagian Langkah pada Siklus Otto.[27]

Langkah-langkah yang terjadi pada motor bensin siklus otto ideal adalah

sebagai berikut: a. Langkah Hisap

Piston bergerak dari TMA ke TMB. Dalam langkah ini, campuran udara dan bahan bakar diisap ke dalam silinder. Katup hisap terbuka sedangkan katup buang tertutup. Waktu piston bergerak ke bawah, menyebabkan ruang silinder menjadi vakum, masuknya campuran udara dan bahan bakar ke dalam silinder disebabkan adanya tekanan udara luar (atmospheric pressure).

b. Langkah Kompresi

(25)

c. Langkah Usaha/Tenaga

Akibat adanya pembakaran maka pada ruang bakar terjadi panas dan pemuaian yang tiba-tiba. Pemuaian tersebut mendorong piston untuk bergerak dari TMA ke TMB. Kedua katup masih dalam keadaan tertutup rapat sehingga seluruh tenaga panas mendorong piston untuk bergerak.

d. Langkah Buang

Piston bergerak dari TMB ke TMA. Dalam langkah ini, gas yang terbakar dibuang dari dalam silinder. Katup buang terbuka, piston bergerak dari TMB ke TMA mendorong gas bekas pembakaran ke luar dari silinder.Ketika torak mencapai TMA, akan mulai bergerak lagi untuk persiapan berikutnya, yaitu langkah hisap.

Dalam kondisi ideal siklus otto dibatasi dua garis isentropik dan dua garis

isovolume. Gambar 2.11 akan menjelaskan diagram siklus otto ideal.

Gambar 2.11 Diagram P-v dan Diagram T-s Siklus Otto Ideal.[28]

Masing-masing proses diagram P-v dan T-s pada siklus otto ideal adalah

sebagai berikut:

1. Langkah isap (0-1) merupakan proses tekanan konstan. 2. Langkah kompresi (1-2) ialah proses isentropik.

3. Proses pembakaran volume-konstan (2-3) dianggap sebagai proses pemasukan kalor pada volume konstan.

(26)

5. Proses pembuangan (4-1) dianggap sebagai proses pengeluaran kalor pada volume-konstan.

6. Langkah buang (1-0) ialah proses tekanan konstan.[29]

2.9 Nilai Kalor Bahan Bakar

Reaksi kimia antara bahan bakar dengan oksigen dari udara menghasilkan panas. Besarnya panas yang ditimbulkan jika satu satuan bahan bakar dibakar sempurna disebut nilai kalor bahan bakar (Caloric Value). Berdasarkan asumsi ikut tidaknya panas laten pengembunan uap air dihitung sebagai bagian dari nilai kalor suatu bahan bakar, maka nilai kalor bahan bakar dapat dibedakan menjadi nilai kalor atas dan nilai kalor bawah. Nilai kalor atas bahan bakar (High Heating Value), merupakan nilai kalor yang diperoleh secara eksperimen dengan menggunakan bom kalorimeter dimana hasil pembakaran bahan bakar

didinginkan sampai suhu kamar sehingga sabagian besar uap air yang terbentuk dari pembakaran hydrogen mengembun dan melepaskan panas latennya. Secara

teoritis, besarnya nilai kalor atas (HHV) dapat dihitung dengan menggunakan persamaan (2.1).[30]

HHV = ... 2.1

Dimana : HHV = Nilai kalor atas (kJ/kg)

T1 = Temperatur air pendingin sebelum penyalaan (oC) T2 = Temperatur air pendingin sesudah penyalaan (oC) M1 = Massa sebelum penyalaan (oC)

M2 = Massa sesudah penyalaan (oC)

Cv = Panas jenis bom kalorimeter (2325 kKal/Kg)

Dan nilai kalor bawah bahan bakar dapat dihitung dengan persamaan (2.2).

LHV = HHV – 3240 ... 2.2

(27)

Dalam perhitungan efisiensi panas dari motor bakar dapat menggunakan nilai kalor bawah (LHV) dengan asumsi pada suhu tinggi saat gas buang meninggalkan mesin tidak terjadi pengembunan uap air. Namun dapat juga menggunakan nilai kalor atas (HHV) karena nilai tersebut umumnya lebih cepat tersedia. Besarnya nilai kalor bahan bakar mempengaruhi dari energi ledakan yang akan terjadi jika bahan bakar tersebut dibakar atau dinyalakan. Kandungan energi di dalam bahan bakar diukur dengan membakar semua bahan bakar di dalam bom kalorimeter serta mengukur peningkatan temperatur yang terjadi. Energi yang tersedia tergantung wujud air yang dihasilkan dari pembakaran hidrogen. Jika air di dalam produk buangan berwujud gas (uap air), kemudian tidak dapat melepaskan panas penguapannya, maka dihasilkan nilai kalor bersih yang disebut nilai kalor bawah bahan bakar (Lower Heating Value). Jika air dikondensasikan kembali ke temperatur asal bahan bakar hingga berwujud cair maka akan menghasilkan nilai kalor kotor (Higher Heating Value, HHV). Peraturan pengujian berdasarkan ASME (American of Mechanical Engineers)

menentukan penggunaan nilai kalor atas (HHV), sedangkan peraturan SAE (Society of Automotive Engineers) menetukan penggunaan nilai kalor bawah

(LHV).[31]

Dilakukan 5 kali pengujian bom kalorimeter pada setiap bahan bakar yang digunakan dan dicari rata-rata dari nilai kalor bahan bakar dengan menggunakan persamaan (2.3) dan (2.4).

... 2.3

... 2.4

2.10 Performansi Motor Bakar Empat Langkah

(28)

tetapi semakin besar perbandingan kompresi akan menimbulkan knocking pada motor yang berpotensi menurunkan daya motor, bahkan bisa menimbulkan kerusakan serius pada komponen motor. Untuk mengatasi hal ini maka harus dipergunakan bahan bakar yang memiliki angka oktan tinggi. Angka oktan pada bahan bakar motor otto menunjukkan kemampuannya menghindari terbakarnya campuran udara bahan bakar sebelum waktunya (self ignition) yang menimbulkan knocking tadi. Untuk memperbaiki kualitas campuran bahan bakar dengan udara maka aliran udara dibuat turbulen, sehingga diharapkan tingkat homogenitas campuran akan lebih baik.

2.10.1 Torsi (Torque)

Perkalian antara gaya dengan jarak dapat disebut sebagai Torsi. Disaat proses pembakaran pada ruang bakar, dimana piston akan bergerak translasi dan

poros engkol yang menghubungkan piston dengan batang piston akan merubah gerak translasi menjadi gerak rotasi. Persamaan (2.5) dapat digunakan untuk

menghitung torsi.

... 2.5

Dimana : Pb = Daya (W)

n = Putaran mesin (rpm)

Pengujian torsi yang dilakukan menggunakan timbangan pegas tarik

sehingga yang terhubung dengan roda belakang. Maka akan terjadi gaya antara roda belakang pada timbangan pegas tarik dalam pengujian torsi rem.[32]

Persamaan (2.6) dapat digunakan untuk menghitung gaya yang diberikan roda belakang.

F = g x m ... 2.6

Dimana : F = Gaya yang diberikan roda belakang (N) g = Percepatan gravitasi (9,807 m/s2) m = Massa tarik timbangan pegas (kg)

(29)

τroda = F x r ...2.7

Dimana : τroda = Torsi roda belakang (N.m)

F = Gaya yang diberikan roda belakang (N) r = Jari-jari roda belakang (m)

Putaran pada roda belakang diberikan oleh putaran poros engkol yang terhubung dengan sistem transmisi. Persamaan (2.8) dapat digunakan untuk mencari final ratio.

Final Ratio = perbandingan final gear x perbandingan rasio gigi 3

x perbandingan rasio poros engkol dengan transmisi .... 2.8

Persamaan (2.9) dapat digunakan untuk menghitung torsi mesin.

... 2.9

Dimana : τmesin = Torsi mesin (Nm)

τroda = Torsi roda belakang (Nm) FR = Final Ratio

2.10.2 Daya (Power)

Kerja mesin selama waktu tertentu dapat disebut sebagai daya. Besarnya poros engkol yang bekerja dengan pembebanan merupakan daya poros. Daya poros berasal dari langkah kerja disaat campuran udara dan bahan bakar meledak dan menyebabkan piston mengalami dorongan yang menghasilkan kerja pada poros engkol yang mengubah gerak translasi menjadi gerak rotasi. Prestasi mesin motor bakar ditentukan oleh daya poros yang telah dibebankan akibat gesekan seperti pada torak, dinding silinder, poros, dan bantalan. Frekuensi putaran motor atau disebut dengan RPM (Revolution per Minute) mempengaruhi besarnya daya

poros dimana semakin banyak putaran poros yang terjadi maka semakin besar daya poros tersebut. Persamaan (2.10) dapat digunakan untuk menghitung daya poros.

... 2.10

(30)

2.10.3 Konsumsi Bahan Bakar Spesifik (Specific Fuel Consumption)

Konsumsi bahan bakar spesifik adalah parameter unjuk kerja mesin yang berhubungan langsung dengan nilai ekonomis sebuah mesin, karena dengan mengetahui hal ini dapat dihitung jumlah bahan bakar yang dibutuhkan untuk menghasilkan sejumlah daya dalam selang waktu tertentu. Persamaan (2.11) dapat digunakan untuk menghitung laju aliran massa bahan bakar.

... 2.11

Jika diketahui rasio massa jenis zat (pertalite/aditif)–air maka massa jenis zat tersebut dapat dicari dengan persamaan (2.12).

... 2.12

Dimana : ṁf = Laju aliran bahan bakar (kg/jam) Sgz = Rasio massa jenis zat

ρz = Massa jenis zat (kg/m3)

ρf = Massa jenis bahan bakar (kg/m3)

ρair = Massa jenis air (kg/m3)

Vf = Volume bahan bakar yang diuji (m3)

t f = Waktu menghabiskan bahan bakar sebanyak volume uji (detik)

Jika terdapat beberapa jenis campuran zat yang terkandung dalam bahan bakar

maka rasio massa jenis campuran bahan bakar-air dihitung dengan persamaan (2.13).

... 2.13

Dimana: A = Rasio volume zat aditif-campuran bahan bakar P = Rasio volume pertalite-campuran bahan bakar ρa = Massa jenis zat aditif (kg/m3)

ρp = Massa jenis pertalite (kg/m3)

(31)

... 2.14

Dimana : sfc = Konsumsi bahan bakar spesifik (g/kWh) ṁf = Laju aliran massa bahan bakar (kg/jam) Pb = Daya (Watt)

2.10.4 Rasio Udara-Bahan Bakar (Air Fuel Ratio)

Perbandingan udara dan bahan bakar yang masuk kedalam ruang bakar adalah AFR. Secara kimia dibutuhkan rasio udara/bahan bakar yang tepat unutk berlangsungnya pembakaran yang sempurna. Rasio udara bahan bakar dalam sistem bahan bakar bervariasi, bergantung pada kondisi operasi saat itu. Hal yang dapat mempengaruhi rasio udara bahan bakar yaitu temperatur mesin, temperatur udara yang dihisap, tekanan udara yang terhisap dan kerapatan udara sekitar. Saat

beroperasi dengan beban ringan dengan kecepatan medium, dan rancangan ruang bakar yang baik, campuran bahan bakar miskin (dalam kisaran 16:1-18:1) masih

dimungkinkan untuk terbakar. Campuran miskin meningkatkan ekonomi bahan bakar, mengurangi emisi, tetapi juga mengurangi daya keluaran. Campuran udara dan bahan bakar yang stokiometri (14:1-14,7:1) menghasilkan daya keluaran yang optimal. Campuran bahan bakar yang kaya (11,5:1-13,5:1) mengurangi nilai ekonomi bahan bakar tetapi mempunyai daya yang terbesar. Jika campuran udara bahan bakar terlalu miskin (diatas 18:1), campuran tidak akan menyala yang menyebabkan kondisi kegagalan penyalaan.[33] Persamaan (2.15) dapat digunakan untuk menghitung rasio udara-bahan bakar.

... 2.15

Dimana : ṁ� = Laju Aliran Massa Udara (kg/jam)

f = Laju aliran bahan bakar (kg/jam)

Persamaan (2.16-2.19) dapat digunakan untuk menghitung laju aliran massa udara.

(32)

... 2.17

... 2.18

... 2.19

Dimana: Pi = Tekanan udara masuk silinder (kPa) Ti = Temperatur udara masuk silinder (Kelvin) R = Konstanta udara (0,287 kJ/kg.K)

Vd = Volume silinder/displacement (m3) Vc = Volume sisa/clearence (m3)

ma = Massa udara masuk silinder per siklus (kg) Nd = Jumlah silinder (silinder)

n = Putaran mesin (rpm)

a = Putaran poros dalam satu siklus (putaran) B = Diameter piston (m)

S = Panjang langkah (m3) RC = Rasio Kompresi

2.10.5 Efisiensi Termal ( Thermal Efficiency)

Kerja berguna yang dihasilkan selalu lebih kecil dari pada energi yang dibangkitkan piston karena sejumlah energi hilang akibat adanya rugi-rugi mekanis seperti gesekan, kerja pompa oli dan pompa pendingin, dan panas yang terbuang. Efisiensi termal pembakaran didefinisikan untuk menyatakan fraksi dari bahan bakar yang terbakar. Persamaan (2.20) dapat digunakan untuk menghitung efisiensi termal.

... 2.20

Dimana : Pb = Daya (Watt)

Gambar

Gambar 2.1 Proses Pembakaran Luar (atas) dan Proses Pembakaran Dalam (bawah).[5]
Tabel 2.1 Fraksi-fraksi Penyulingan Bertingkat Minyak Bumi.[8]
Tabel 2.2 Standar dan Mutu (Spesifikasi) Bahan Bakar Jenis Bensin 90 (Pertalite).
Gambar 2.3 Pohon Kapur.
+7

Referensi

Dokumen terkait

Besarnya daya yang dihasilkan poros engkol dalam pengujian performansi mesin Supra X 125 menggunakan alat catalytic converter dengan bahan bakar pertalite, K 1 gr, K 1,5

Dari hasil pengujian dapat diperoleh nilai kalor bahan bakar atas (HHV) meningkat hingga mencapai nilai 11,87 %, untuk nilai kalor bahan bakar bawah (LHV) meningkat hingga 17,18 %,

Universitas Sumatera Utara... Universitas

( motor octane number ) dimana bahan bakar diuji melalui mesin yang sama tetapi pada putaran mesin yang lebih tinggi dan temperatur udara masuk bahan bakara. yang

Dari hasil pengujian dapat diperoleh nilai kalor bahan bakar atas (HHV) meningkat hingga mencapai nilai 11,87 %, untuk nilai kalor bahan bakar bawah (LHV) meningkat hingga 17,18 %,

Dari hasil pengujian dapat diperoleh nilai kalor bahan bakar atas (HHV) meningkat hingga mencapai nilai 11,87 %, untuk nilai kalor bahan bakar bawah (LHV) meningkat hingga 17,18 %,

Metode kedua adalah metode MON (motor octane number) dimana bahan bakar diuji melalui mesin yang sama tetapi pada putaran mesin yang lebih tinggi dan temperatur udara masuk

Hasil dari uji eksperimental menggunakan bahan bakar campuran pertalite dan kapur barus memiliki performansi mesin yang lebih baik dibandingkan dengan menggunakan bahan