• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pengaruh Faktor Konsumen dan Provider terhadap Pemanfaatan Ulang Poli Bedah di RSUP Haji Adam Malik Medan

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Pengaruh Faktor Konsumen dan Provider terhadap Pemanfaatan Ulang Poli Bedah di RSUP Haji Adam Malik Medan"

Copied!
28
0
0

Teks penuh

(1)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Pemanfaatan Pelayanan Kesehatan

Donabedian (2005), pemanfaatan pelayanan kesehatan adalah interaksi antara konsumen dengan provider (penyedia pelayanan). Pemanfaatan pelayanan kesehatan erat hubungannya dengan kapan seseorang memerlukan pelayanan kesehatan dan seberapa jauh efektifitas pelayanan tersebut. Hubungan antara keinginan sehat dan pernyataan akan pelayanan kesehatan hanya kelihatannya saja sederhana, tetapi sebenarnya sangat kompleks.

Donabedian (2005), ada beberapa faktor- faktor yang dapat memengaruhi pemanfaatan pelayanan kesehatan, yaitu:

1. Faktor Sosiokultural a. Teknologi

Kemajuan teknologi dapat memengaruhi pemanfaatan pelayanan kesehatan, dimana kemajuan dibidang teknologi disatu sisi dapat meningkatkan pemanfaatan pelayanan kesehatan seperti transplantasi organ, penemuan organ-organ artifisial, serta kemajuan dibidang radiologi. Sedangkan disisi lain kemajuan teknologi dapat menurunkan pemanfaatan pelayanan kesehatan, sebagai contoh dengan ditemukannya berbagai vaksin untuk pencegahan penyakit menular akan mengurangi pemanfaatan pelayanan kesehatan.

(2)

b. Norma dan Nilai yang Ada di Masyarakat

Norma, nilai sosial dan keyakinan yang ada dimasyarakat akan memengaruhi seseorang dalam bertindak, termasuk dalam memanfaatkan pelayanan kesehatan. 2. Faktor Organisasional

a. Ketersediaan Sumber Daya

Suatu sumber daya tersedia apabila sumber daya itu ada atau bisa didapat, tanpa mempertimbangkan sulit ataupun mudahnya penggunaannya. Suatu pelayanan hanya bisa digunakan apabila jasa tersebut tersedia.

b. Akses Geografis

(3)

c. Akses Sosial

Akses sosial terdiri atas dua dimensi, yaitu dapat diterima dan terjangkau. Dapat diterima mengarah kepada faktor psikologis, sosial, dan faktor budaya, sedangkan terjangkau mengarah kepada faktor ekonomi. Konsumen memperhitungkan sikap dan karakteristik yang ada pada provider seperti etnis, jenis kelamin, umur, ras, dan hubungan keagamaan.

d. Karakteristik dari Stuktur Perawatan dan Proses

Praktek pelayanan kesehatan seperti rumah sakit, praktek dokter tunggal, praktek dokter bersama, grup praktek dokter spesialis atau yang lainnya membuat pola pemanfaatan yang berbeda.

3. Faktor yang Berhubungan dengan Konsumen

Pemanfaatan pelayanan kesehatan adalah interaksi antara konsumen dengan provider (penyedia pelayanan). Tingkat kesakitan atau kebutuhan yang dirasakan

oleh konsumen berhubungan langsung dengan pengunaan atau permintaan terhadap pelayanan kesehatan.

Kebutuhan, terdiri atas kebutuhan yang dirasakan (perceived need) dan diagnosa klinis (evaluated need). Kebutuhan yang dirasakan (perceived need) ini dipengaruhi oleh:

a. Faktor sosiodemografis yang terdiri dari umur, jenis kelamin, ras, suku bangsa, status perkawinan, jumlah keluarga, dan status sosial ekonomi (pendidikan, pekerjaan, penghasilan).

(4)

4. Faktor yang Berhubungan dengan Produsen

Faktor yang berhubungan dengan produsen, yaitu faktor ekonomi konsumen tidak sepenuhnya memiliki referensi yang cukup akan pelayanan yang diterima, sehingga mereka menyerahkan hal ini sepenuhnya ketangan provider. Karakteristik provider, yaitu tipe pelayanan kesehatan, sikap petugas, serta fasilitas yang dimiliki

oleh pelayanan kesehatan yang bersangkutan.

Model Donabedian (2005), dapat dilihat pada gambar dibawah ini :

Gambar 2.1. Model Pemanfaatan Pelayanan Kesehatan

2.1.1 Faktor-faktor yang Memengaruhi Pemanfaatan Pelayanan Kesehatan Konsumen akan memutuskan menggunakan atau memanfaatkan sarana pelayanan kesehatan berdasarkan perilaku dan faktor-faktor yang memengaruhinya. Proses penggunaan atau pemanfaatan sarana kesehatan oleh masyarakat atau konsumen selanjutnya dijelaskan oleh Anderson (1974) dalam Notoatmodjo (2003),

Socicultural factors Organizational factors Consumer – Provider Interaction

Consumer Factors - Sociodemographic - Social psyhological - Epidemiological

Perceive

d

Evaluat

d

Provider Factors

(5)

yang menyatakan bahwa keputusan seseorang dalam menggunakan atau memanfaatkan sarana pelayanan dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu:

1. Karakteristik Predisposisi (Predisposing Characteristic)

Karakteristik ini digunakan untuk menggambarkan fakta bahwa tiap individu mempunyai kecenderungan untuk menggunakan atau memanfaatkan pelayanan kesehatan yang berbeda-beda. Karakteristik predisposisi dapat dibagi ke dalam 3 kelompok yakni :

a) Ciri-ciri demografi : umur, jenis kelamin, status perkawinan, jumlah anggota keluarga.

b) Struktur sosial : jenis pekerjaan, status sosial, pendidikan, ras, agama, kesukuan. c) Sikap dan keyakinan individu terhadap pelayanan kesehatan.

2. Karakteristik Pendukung (Enabling Characteristic)

a) Sumber daya keluarga (family resources) meliputi penghasilan keluarga, kemampuan membeli jasa pelayanan dan keikutsertaan dalam asuransi kesehatan. b) Sumber daya masyarakat (community resources) meliputi jumlah sarana pelayanan

kesehatan, jumlah tenaga kesehatan, rasio penduduk dengan tenaga kesehatan dan lokasi sarana., ketercapaian pelayanan dan sumber-sumber yang ada didalam masyarakat.

3. Karakteristik Kebutuhan (Need Characteristik)

(6)

a) Kebutuhan yang dirasakan (perceived need), yaitu keadaan kesehatan yang dirasakan.

b) Evaluate clinical diagnosis yang merupakan penilaian keadaan sakit didasarkan oleh penilaian petugas.

Pemanfaatan fasilitas pelayanan kesehatan yang dikemukakan oleh Anderson dalam Notoatmodjo (2003), sering disebut sebagai model penentu siklus kehidupan (life cycle determinants model) atau model perilaku pemanfaatan fasilitas pelayanan kesehatan (behaviour model of health services utilization).

Gambar 2.2. Model Perilaku Pemanfaatan Pelayanan Kesehatan

Sumber: Anderson dalam Notoatmodjo (2003)

Cumming dkk (1980) dalam Notoatmodjo (2005), mengungkapkan suatu set kategori variabel utama yang muncul dari analisa terhadap model-model yang

Predisposing Enabling Need

(7)

terdahulu bahwa pemanfaatan pelayanan kesehatan dipengaruhi oleh : (1). Hal-hal yang menyangkut kemudahan memperoleh pelayanan kesehatan, seperti kemampuan individu membayar biaya pelayanan dan pemeliharaan kesehatan, kesadaran mereka untuk menggunakan pelayanan kesehatan, dan tersedianya fasilitas pelayanan kesehatan; (2). Hal-hal yang menyangkut sikap individu terhadap pelayanan kesehatan, seperti kepercayaan terhadap manfaat pengobatan, dan kepercayaan terhadap kualitas pelayanan yang tersedia; (3). Hal-hal yang menyangkut ancaman penyakit seperti persepsi individu terhadap gejala-gejala penyakit dan kepercayaan terhadap gangguan serta akibat-akibat penyakit tersebut; (4). Hal-hal yang berkaitan dengan pengetahuan tentang penyakit; (5). Hal-hal yang berkaitan dengan interaksi sosial individu, norma sosial dan struktur sosial, dan (6). Hal-hal yang berkaitan dengan karakteristik demografi (status sosial, penghasilan dan pendidikan).

Model penggunaan pelayanan kesehatan yang sering dipakai adalah Health Belief Model dicetuskan oleh Becker (1974) dalam Notoatmodjo (2005), yaitu model

kepercayaan kesehatan menjelaskan kesiapan individu dalam memahami perilaku pemanfaatan pelayanan kesehatan. Ada 4 (empat) variabel yang terlibat dalam tindakan tersebut yaitu :

(8)

b. Perceived susceptibility (kerentanan yang dirasakan), yaitu kepekaan seseorang terhadap penyakit, agar seseorang bertindak untuk mengobati atau mencegah penyakitnya, maka dia harus merasakan bahwa dia rentan atau peka terhadap penyakit tersebut.

c. Perceived benefits (manfaat yang dirasakan), yaitu persepsi seseorang terhadap manfaat yang diperoleh apabila mengambil tindakan untuk mengobati atau mencegah penyakit.

d. Perceived barriers (hambatan-hambatan yang dirasakan), yaitu persepsi seseorang terhadap hambatan-hambatan dalam bertindak untuk mengobati atau mencegah penyakit, dapat berupa keadaan yang tidak menyenangkan atau rasa sakit yang ditimbulkan pada perawatan. Disamping itu hambatan dapat berupa biaya baik bersifat monetary cost yaitu biaya pengobatan ataupun time cost (waktu menunggu diruang tunggu, atau waktu yang digunakan selama perawatan, dan waktu yang digunakan ke tempat pelayanan kesehatan), serta kualitas pelayanan yang diberikan.

Menurut Sunu (2006) faktor-faktor yang diduga mempengaruhi tindakan kesehatan dapat disimpulkan ada 6 (enam) kelompok variabel utama yang berhubungan dengan tindakan kesehatan seseorang, yaitu:

(9)

2. Sikap individu pada pelayanan kesehatan, seperti kepercayaan pada keuntungan pengobatan atau tindakan kesehatan, kepercayaan pada kualitas pelayanan kesehatan

3. Tahu bahaya penyakit, seperti persepsi individu pada bahaya yang dideritanya, kepercayaan akan kerentanan terhadap penyakit dan akibatnya

4. Pengetahuan terhadap penyakit

5. Interaksi sosial individu dengan orang lain termasuk struktur sosial dan norma sosial

6. Karakter demografi, seperti status sosial, pendapatan dan pendidikan 2.1.2. Faktor yang Memengaruhi Kunjungan Ulang

Keputusan pasien untuk memanfaatkan ulang fasilitas kesehatan tidak terlepas dari faktor perilaku yang dimiliki oleh masing-masing individu. Adapun Model perilaku masyarakat dalam pemanfaatan pelayanan kesehatan dapat dijelaskan dengan Teori Green dalam Notoatmodjo (2003), yang dibedakan dalam tiga faktor yaitu :

a) Faktor predisposisi (Predisposing factors)

(10)

b) Faktor pemungkin (Enabling factors)

Faktor pemungkin adalah faktor anteseden terhadap perilaku yang memungkinkan suatu motivasi atau aspirasi terlaksana. Termasuk dalam faktor pemungkin adalah ketrampilan, sumber daya pribadi dan komunitas. Seperti tersedianya pelayanan kesehatan termasuk alat-alat kontrasepsi, keterjangkauan, kebijakan, peraturan dan perundangan.

c) Faktor penguat (Reinforcing factors)

Faktor penguat adalah faktor yang menentukan apakah tindakan kesehatan memperoleh dukungan atau tidak. Sumber penguat tentu saja tergantung pada tujuan dan jenis program. Faktor ini terwujud dalam sikap dan perilaku petugas kesehatan atau petugas lain yang merupakan kelompok referensi dari perilaku masyarakat.

2.2. Persepsi

(11)

Persepsi adalah suatu proses seorang individu memilih, mengorganisasi, dan menafsirkan informasi untuk menciptakan suatu gambaran yang bermakna. Persepsi seorang dapat berbeda satu sama lainnya, meskipun dihadapkan pada suatu situasi dan kondisi yang sama. Hal ini dipandang dari suatu gagasan bahwa seseorang menerima suatu objek rangsangan melalui penginderaan, penglihatan, pendengaran, pembauan, dan perasaan (Robbins, 2006).

Robbins (2006) menyatakan terdapat tiga faktor yang memengaruhi persepsi, yakni pelaku persepsi, target yang dipersepsikan dan situasi. Ketika individu memandang kepada objek tertentu dan mencoba menafsirkan apa yang dilihatnya, penafsiran itu sangat dipengaruhi oleh karakteristik pribadi individu pelaku persepsi itu. Karakteristik pribadi yang memengaruhi persepsi adalah sikap, kepribadian, motif, kepentingan atau minat, pengalaman masa lalu, dan harapan.

(12)

merasakan dan lain-lain. Jika digambarkan polanya, maka terlihat seperti pada Gambar 2.3.

Gambar 2.3. Proses Pembentukan Persepsi

Sumber: Robbins, 2006

Robbins (2006), menjelaskan faktor yang memengaruhi persepsi dengan melihat satu obyek yang sama, orang dapat mempunyai persepsi yang berbeda, karena persepsi dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu:

a) Faktor perilaku persepsi, bila seseorang memandang suatu obyek dan mencoba maka penafsiran itu sangat dipengaruhi oleh karakterisitik pribadi dari orang yang dipersepsikan yang mencakup sikap, motif, kepentingan, pengalaman dan pengharapan.

Situasi a. Waktu

b. Keadaan Tempat Kerja

Pelaku Persepsi a. Sikap

b. Motif

(13)

b) Faktor obyek, karakteristik–karakteristik dari target yang diamati dapat memengaruhi apa yang dipersepsikan karena target tidak dipandang dalam keadaan terisolasi. Namun obyek yang berdekatan akan cenderung dipersepsikan bersama-sama. Faktor target mencakup hal yang baru yaitu gerakan, bunyi, ukuran, latar belakang dan kedekatan.

c) Faktor situasi, yaitu faktor mencakup waktu, keadaan / tempat kerja dan keadaan tempat kerja.

2.3. Rumah Sakit

2.3.1. Definisi Rumah Sakit

Menurut Undang-undang No. 36 tahun 2009, rumah sakit merupakan salah satu sarana kesehatan dan tempat penyelenggaraan upaya kesehatan serta suatu organisasi dengan sistem terbuka dan selalu berinteraksi dengan lingkungannya untuk mencapai suatu keseimbangan yang dinamis dan mempunyai fungsi utama melayani masyarakat yang membutuhkan pelayanan kesehatan. Upaya kesehatan adalah setiap kegiatan untuk memelihara dan meningkatkan kesehatan yang optimal bagi masyarakat. Upaya kesehatan diselenggarakan dengan pendekatan peningkatan kesehatan (promotif), pencegahan penyakit (preventif), penyembuhan penyakit (kuratif) dan pemulihan (rehabilitatif) yang dilaksanakan secara menyeluruh, terpadu dan berkesinambungan.

(14)

menyelenggarakan pelayanan kesehatan perorangan secara paripurna yang menyediakan pelayanan rawat inap, rawat jalan, dan gawat darurat.

2.3.2. Fungsi Rumah Sakit

Menurut Undang-undang RI No. 44 tahun 2009, rumah sakit mempunyai fungsi :

1. Penyelenggaraan pelayanan pengobatan dan pemulihan kesehatan sesuai dengan standar pelayanan rumah sakit.

2. Pemeliharaan dan peningkatan kesehatan perorangan melalui pelayanan kesehatan yang paripurna tingkat kedua dan ketiga sesuai kebutuhan medis.

3. Penyelenggaraan pendidikan dan pelatihan sumber daya manusia dalam rangka peningkatan kemampuan dalam pemberian pelayanan kesehatan.

4. Penyelenggaraan penelitian dan pengembangan serta penapisan teknologi bidang kesehatan dalam rangka peningkatan pelayanan kesehatan dengan memperhatikan etika ilmu pengetahuan bidang kesehatan.

(15)

Gambar 2.4. Rumah Sakit Sebagai Suatu Sistem Rumah Sakit sebagai suatu sistem terdiri dari :

1. Input adalah sarana fisik, perlengkapan atau peralatan, organisasi dan manajemen keuangan dan sumber daya manusia dan sumber daya lainnya.

2. Proses adalah semua kegiatan dan keseluruhan input baik itu tindakan medis, tindakan non-medis dalam interaksinya dengan pemberian pelayanan kesehatan. 3. Keluaran adalah hasil akhir dari kegiatan proses yaitu tindakan dokter dan profesi

lain terhadap pasien dalam arti kesembuhan, cacat atau meninggal.

Faktor lain yang memengaruhi adalah lingkungan luar, yaitu keadaan sekitar yang memengaruhi penyelenggaraan pelayanan kesehatan.

Menurut Undang-undang Republik Indonesia Nomor 44 Tahun 2009 tingkatan klasifikasi rumah sakit berdasarkan kemampuan unsur pelayanan kesehatan yang dapat disediakan, ketenagaan, fisik dan peralatan, maka rumah sakit umum pemerintah pusat dan daerah diklasifikasikan antara lain :

(16)

spesialis penunjang medik, 12 (dua belas) spesialis lain dan 13 (tiga belas) sub spesialis.

2. Rumah Sakit Umum Kelas B adalah Rumah Sakit umum yang mempunyai fasilitas dan kemampuan pelayanan medik paling sedikit 4 (empat) spesialis dasar, 4 (empat) spesialis penunjang medik, 8 (delapan) spesialis lain dan 2 (dua) sub spesialis dasar.

3. Rumah Sakit Umum Kelas C adalah Rumah Sakit umum yang mempunyai fasilitas dan kemampuan pelayanan medik paling sedikit 4 (empat) spesialis dasar dan 4 (empat) spesialis penunjang medik.

4. Rumah Sakit Umum Kelas D adalah Rumah Sakit umum yang mempunyai fasilitas dan kemampuan pelayanan medik paling sedikit 2 (dua) spesialis dasar.

(17)

2.3.3. Poli Bedah

Pengertian bedah atau pembedahan (Bahasa Inggris: surgery, Bahasa Yunani: cheirourgia ("pekerjaan tangan") adalah spesialisasi dalam kedokteran yang

mengobati penyakit atau luka dengan operasi manual dan instrumen. Ahli bedah (surgeon) dapat merupakan dokter, dokter gigi, atau dokter hewan yang memiliki spesialisasi dalam bidang ilmu bedah (wikipedia.org).

Pembedahan atau operasi adalah semua tindakan pengobatan yang menggunakan cara invasif dengan membuka atau menampilkan bagian tubuh yang akan ditangani. Pembukaan bagian tubuh ini umumnya dilakukan dengan membuat sayatan. Setelah bagian yang akan ditangani ditampilkan, dilakukan tindakan perbaikan yang diakhiri dengan penutupan dan penjahitan luka. Sedangkan poli bedah adalah suatu unit khusus di rumah sakit, tempat untuk melakukan tindakan pembedahan, baik elektif maupun akut, yang membutuhkan keadaan suci hama (steril).

(18)

dilakukan. Sebelum dilaksanakan pembedahan maka persetujuan tindakan bedah dari pihak penderita dan keluarganya merupakan syarat yang harus dipenuhi sebelumnya.

Beberapa cabang ilmu bedah, yaitu (1) bedah umum, (2) bedah anak, (3) bedah kulit, (4) bedah ginekologi, (5) bedah jantung dan pembuluh darah, (6) bedah mata, (7) bedah mulut dan maksilofasial, (8) bedah ortopedi, (9) bedah plastik, (10) bedah saraf, (11) bedah trauma, (12) bedah urologi, (13) bedah pembuluh darah, (14) bedah tumor, (15) otolaringologi, dan (16) transplantasi organ (Sjamsuhidajat, 2004)

2.4. Pelayanan Kesehatan

Pelayanan kesehatan adalah setiap upaya yang diselenggarakan sendiri atau secara bersama-sama dalam suatu organisasi untuk memelihara dan meningkatkan kesehatan, mencegah dan menyembuhkan penyakit serta memulihkan kesehatan perseorangan, keluarga, kelompok dan ataupun masyarakat (Mukti, 2007).

Menurut Azwar (2000) terdapat beberapa syarat pelayanan kesehatan yang baik, antara lain yaitu :

a. Tersedia dan berkesinambungan

Artinya semua jenis pelayanan kesehatan yang dibutuhkan oleh masyarakat tidak sulit ditemukan, serta keberadaannya dalam masyarakat adalah pada setiap saat dibutuhkan

b. Dapat diterima dan wajar

(19)

c. Mudah dicapai

Pelayanan kesehatan yang baik mudah dicapai (accesible) oleh masyarakat d. Mudah dijangkau

Dari sudut biaya pelayanan kesehatan tersebut sesuai dengan kemampuan ekonomi masyarakat

e. Bermutu

Menunjukkan tingkat kesempurnaan dalam pelayanan kesehatan yang diselenggarakan dan dapat memuaskan para pemakai jasa pelayanan serta tata cara penyelenggaraannya sesuai dengan kode etik dan standar yang telah ditetapkan.

2.5. Perilaku

2.5.1. Definisi Perilaku

Perilaku merupakan respon atau reaksi seseorang terhadap stimulus (rangsangan dari luar). Perilaku juga dapat dikatakan sebagai totalitas penghayatan dan aktivitas seseorang yang merupakan hasil bersama antara beberapa faktor. Sebagian besar perilaku manusia adalah operant response yang berarti respons yang timbul dan berkembang kemudian diikuti oleh stimulus tertentu yang disebut reinforcing stimulation atau reinfocer yang akan memperkuat respons. Oleh karena

itu untuk membentuk perilaku perlu adanya suatu kondisi tertentu yang dapat memperkuat pembentukan perilaku.

(20)

semua makhluk hidup mulai dari tumbuh-tumbuhan, binatang sampai dengan manusia itu berperilaku, karena mempunyai aktivitas masing-masing. Sehingga yang dimaksud dengan perilaku manusia, pada hakikatnya adalah tindakan atau aktivitas dari manusia itu sendiri yang mempunyai bentangan yang sangat luas, antara lain: berjalan, berbicara, menangis, tertawa, bekerja, kuliah, menulis, membaca, dan sebagainya. Dari uraian ini dapat disimpulkan bahwa yang dimaksud perilaku (manusia) adalah semua kegiatan atau aktivitas manusia, baik yang dapat diamati langsung, maupun yang tidak dapat diamati oleh pihak luar (Notoatmodjo, 2003).

Menurut Skiner dalam Notoatmodjo (2003), bahwa perilaku merupakan respon atau reaksi seseorang terhadap stimulus atau rangsangan. Dilihat dari bentuk respon terhadap stimulus ini maka perilaku dapat dibedakan menjadi 2 (dua) :

1. Perilaku tertutup (covert behavior)

Respon atau reaksi terhadap stimulus ini terbatas pada perhatian, persepsi, pengetahuan atau kesadaran, dan sikap yang terjadi pada orang yang menerima stimulus tersebut, dan belum dapat diamati secara jelas oleh orang lain.

2. Perilaku terbuka (overt behavior)

(21)

2.5.2. Aspek-aspek Perilaku

Aspek-aspek perilaku terdiri dari tiga bagian, sebagai berikut:

a. Pengetahuan, adalah aspek perilaku yang merupakan hasil tahu, dimana ini terjadi bila seseorang melakukan penginderaan terhadap objek tertentu.

b. Sikap, merupakan reaksi atau respon yang masih tertutup dari seseorang terhadap stimulus atau objek. Sikap belum merupakan tindakan atau aktivitas, tetapi merupakan predisposisi tindakan suatu perilaku. Sikap ini terdiri dari berbagai tingkatan seperti menerima, merespon, menghargai dan bertanggungjawab.

c. Tindakan, adalah sesuatu yang dilakukan. Suatu sikap belum terwujud dalam tindakan. Untuk terwujudnya sikap agar menjadi perbuatan yang nyata diperlukan faktor pendukung dari pihak lain.

Perilaku manusia merupakan refleksi dari berbagai gejala kejiwaan, seperti keinginan, minat, kehendak, pengetahuan, emosi, berpikir, sifat, motivasi, reaksi dan sebagainya, namun demikian sulit dibedakan refleksi dan gejala kejiwaan yang mana seseorang itu berperilaku tertentu. Apabila kita telusuri lebih lanjut, gejala kejiwaan yang tercermin dalam perilaku manusia itu adalah pengalaman, keyakinan, sarana fisik, sosio masyarakat dan sebagainya (Notoatmodjo, 2005).

2.5.3. Faktor-faktor yang Memengaruhi Perilaku

(22)

a) Determinan atau faktor internal, yakni karakteristik individu yang bersangkutan yang bersifat bawaan, misalnya : tingkat kecerdasan, tingkat emosional, jenis kelamin, dan lain-lain.

b) Determinan atau faktor eksternal, yakni lingkungan fisik, sosial, budaya, ekonomi, politik. Faktor lingkungan ini sering merupakan faktor yang dominan yang mewarnai perilaku seseorang.

Menurut WHO (World Health Organisation) dalam Notoatmodjo (2005), alasan seseorang berperilaku tertentu adalah karena pengetahuan, persepsi, sikap, kepercayaan-kepercayaan, dan penilaian seseorang terhadap objek.

Gambar 2.5. Determinan Perilaku Manusia 2.5.4. Pengetahuan

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia KBBI (2008) kata “tahu” berarti mengerti sesudah melihat (menyaksikan, mengalami atau diajar). Sedangkan arti dari pemahaman adalah hal mengetahui sesuatu, segala apa yang diketahui serta kepandaian. Dalam hal ini, dapat dikatakan efektif bila penerima pesan dapat memperoleh pengetahuan yang didapatnya dari pesan yang disampaikan oleh sumber pengetahuan dan berkenaan dengan sesuatu hal (disiplin ilmu).

(23)

Pengetahuan merupakan hasil dari tahu dan ini terjadi setelah orang melakukan penginderaan terhadap suatu objek tertentu. Penginderaan terjadi melalui panca indera manusia yakni indera penglihatan, pendengaran, penciuman, rasa. Pengetahuan atau kognitif merupakan domain yang sangat penting dalam membentuk tindakan seseorang (Notoatmodjo, 2003).

Perilaku yang didasari oleh pengetahuan akan lebih langgeng dari pada perilaku yang tidak didasari oleh pengetahuan. Rogers (1974) dalam Notoatmodjo (2003), dari hasil penelitiannya mengungkapkan bahwa sebelum orang mengadopsi perilaku baru, dalam dirinya orang tersebut terjadi proses berurutan, yaitu:

a. Awareness ( kesadaran), dimana orang tersebut menyadari dalam arti mengetahui terlebih dahulu terhadap stimulus (obyek).

b. Interest, dimana orang mulai tertarik kepada stimulus.

c. Evaluation, orang sudah mulai menimbang-nimbang terhadap baik tidaknya stimulus tersebut bagi dirinya.

d. Trial, dimana orang telah mulai mencoba perilaku baru.

e. Adoption, dimana subyek telah berperilaku baru sesuai dengan pengetahuan, kesadaran dan sikapnya terhadap stimulus.

2.5.5. Sikap

(24)

sikap adalah respon terhadap stimuli sosial yang telah terkondisikan. Definisi Petty & Cacioppo dalam Azwar (2007), menyatakan sikap adalah evaluasi umum yang dibuat manusia terhadap dirinya sendiri, orang lain, objek atau isu-isu.

Menurut Fishbein dan Ajzen dalam Dayakisni dan Hudaniah (2003), sikap sebagai predisposisi yang dipelajari untuk merespon secara konsisten dalam cara tertentu berkenaan dengan objek tertentu. Sherif & Sherif dalam Dayakisni & Hudaniah (2003) menyatakan bahwa sikap menentukan keajegan dan kekhasan perilaku seseorang dalam hubungannya dengan stimulus manusia atau kejadian-kejadian tertentu. Sikap merupakan suatu keadaan yang memungkinkan timbulnya suatu perbuatan atau tingkah laku.

Azwar (2007), menggolongkan definisi sikap dalam tiga kerangka pemikiran: a.Kerangka pemikiran yang diwakili oleh para ahli psikologi seperti Louis

Thurstone, Rensis Likert dan Charles Osgood dalam Azwar (2007). Menurut mereka sikap adalah suatu bentuk evaluasi atau reaksi perasaan. Sikap seseorang terhadap suatu objek adalah perasaan mendukung atau memihak (favorable) maupun perasaan tidak mendukung atau tidak memihak (unfavorable) pada objek tersebut.

(25)

potensial untuk bereaksi dengan cara tertentu apabila individu dihadapkan pada suatu stimulus yang menghendaki adanya respon.

c.Kelompok pemikiran ini adalah kelompok yang berorientasi pada skema triadik (triadic schema). Menurut pemikiran ini suatu sikap merupakan konstelasi komponen kognitif, afektif dan konatif yang saling berinteraksi di dalam memahami, merasakan dan berperilaku terhadap suatu objek.

Berdasarkan definisi di atas, dapat disimpulkan bahwa sikap adalah kecenderungan individu untuk memahami, merasakan, bereaksi dan berperilaku terhadap suatu objek yang merupakan hasil dari interaksi komponen kognitif, afektif dan konatif.

Definisi sikap adalah mekanisme mental yang mengevaluasi, membentuk pandangan, mewarnai perasaan dan akan ikut menentukan kecenderungan perilaku individu terhadap manusia lainnya atau sesuatu yang sedang dihadapi oleh individu, bahkan terhadap diri individu itu sendiri disebut fenomena sikap. Fenomena sikap yang timbul tidak saja ditentukan oleh keadaan objek yang sedang dihadapi tetapi juga dengan kaitannya dengan pengalaman-pengalaman masa lalu, oleh situasi di saat sekarang, dan oleh harapan-harapan untuk masa yang akan datang (Azwar, 2007).

(26)

(dalam Azwar, 2007) dibagi menjadi 3 komponen yang saling menunjang. Ketiga komponen tersebut pembentukan sikap, yaitu sebagai komponen kognitif (kepercayaan), emosional (perasaan) dan komponen konatif (tindakan).

2.6. Landasan Teori

Penanganan pasien bedah di poli bedah RSUP HAM Medan dipengaruhi oleh berbagai faktor, baik pasien sebagai pengguna maupun dari petugas kesehatan yang memberikan pelayanan kesehatan sebagai provider. Mengacu kepada konsep pemanfaatan pelayanan kesehatan yang dikemukakan oleh Donabedian (2005) dan didukung teori perilaku pemanfaatan sarana pelayanan kesehatan oleh Green (1980) dan Anderson (1974) dalam Notoatmodjo (2012).

Beberapa indikator yang diabaikan dalam penelitian ini dapat dijelaskan sebagai berikut :

1.Faktor sosiokultular (teknologi dan norma serta nilai keyakinan) hal ini disebabkan teknologi lebih bersifat ke arah fisik, penilainnya lebih akurat ketika dilakukan pengamatan langsung. Hal ini cukup menyulitkan peneliti untuk mengamati secara langsung bagaimana alat bedah secara cepat dan tepat dalam menangani kasus bedah. Sedangkan norma dan nilai keyakinan terkait dengan sosiokultular merupakan hal yang kompleks, sulit diukur dan sukar mencapai kesepakatan tentang pengertian dari variabel tersebut.

(27)

sudah jauh hari terjadwal dan direkomendasikan ralatif tidak ada hambatan, akses sosial dalam hal ini tidak dibatasi sedangkan karakteristik struktur perawatan dan proses merupakan hal yang baku secara organisasi.

Sebagai landasan teori disajikan pada Gambar 2.6.

Gambar 2.6. Landasan Teori

Sumber: Donabedian (2005)

Organizational factors

a. Ketersediaan Sumber Daya b.Akses Geografis b. Faktor sosial psikologis c. Diagnosa klinis (evaluated

need)

b.Norma dan nilai Keyakinan

Provider factors a. Sikap petugas

(28)

2.7. Kerangka Konsep

Berdasarkan landasan teori maka dapat digabungkan menjadi suatu pemikiran yang terintegrasi. Pemikiran yang terintegrasi tersebut merupakan kerangka konsep dalam penelitian ini dengan model sebagai berikut :

Variabel Independen Variabel Dependen

Gambar 2.7 Kerangka Konsep Penelitian

Pemanfaatan Ulang Poli Bedah RSUP Haji Adam

Malik Medan

Faktor Provider a. Sikap Petugas Medis

b. Ketersediaan Obat dan Peralatan Medis

c. Fasilitas

Faktor Konsumen a. Persepsi tentang Penyakit b. Persepsi tentang Pelayanan Poli

Bedah

Gambar

Gambar 2.1. Model Pemanfaatan Pelayanan Kesehatan
Gambar 2.2. Model Perilaku Pemanfaatan Pelayanan Kesehatan
Gambar 2.3.
Gambar 2.4. Rumah Sakit Sebagai Suatu Sistem
+3

Referensi

Dokumen terkait

• Untuk kelompok dengan nomor mahasiswa ketua kelompoknya adalah bernomor GANJIL, gunakan data tanah pada TABEL 1, dan ketua kelompok bernomor mahasiswa GENAP, gunakan data tanah

The aim of this study are to analyze the text of female sexuality articles that realized in the women magazines (i.e. vocabulary, grammar, cohesion and text

Lingkungan internal yang menjadi kekuatan KRB adalah (1) pusat konservasi ex-situ , (2) panorama arsitektur lanskap yang bernuansa alami, (3) KRB memiliki aksesbilitas tinggi

Disahkan dalam rapat Pleno PPS tanggal 26 Februari 2013 PANITIA PEMUNGUTAN SUARA. Nama

Simpulan penelitian pengembangan ini adalah (1) Dihasilkan modul pembelajaran fisika dengan strategi inkuiri terbimbing pada materi fluida statis yang tervalidasi; (2)

Meskipun kurang tidur, banyak pasien dengan insomnia tidak mengeluh mengantuk di siang hari. Namun, mereka mengeluhkan rasa lelah dan letih, dengan konsentrasi

Rahyono (2003) menyatakan intonasi sebuah bahasa memiliki keteraturan yang telah dihayati bersama oleh para penuturnya.Penutur sebuah bahasa tidak memiliki kebebasan yang

2. Kongres Pemuda Kedua adalah kongres pergerakan pemuda Indonesia yang melahirkan keputusan yang memuat ikrar untuk mewujudkan cita-cita berdirinya negara Indonesia, yang