• Tidak ada hasil yang ditemukan

Karakteristik dan Klasifikasi Tanah pada Satuan Lahan Volkan Tua di Sumatera Utara

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Karakteristik dan Klasifikasi Tanah pada Satuan Lahan Volkan Tua di Sumatera Utara"

Copied!
13
0
0

Teks penuh

(1)

TINJAUAN PUSTAKA

Satuan Lahan Volkan

Gunung volkanik bukanlah suatu bentuk yang permanen. Gunung

volkanik memiliki masa aktif. Para ilmuan mengklasifikasikan gunung volkanik

berdasarkan aktivitasnya (kejadian erupsi) menjadi empat kategori yaitu gunung

volkanik aktif, intermiten, dorman, dan tidak aktif. Gunung volkanik aktif selalu

mengalami erupsi. Volkanik intermiten mengalami erupsi dengan selang waktu

tertentu. Gunung volkanik dorman ialah gunung api yang inaktif saat ini, tetapi

ada kemungkinan aktif kembali dimasa mendatang. Adapun gunung volkanik

tidak aktif (extinct) adalah gunung api yang sudah tidak mengalami erupsi lagi

dan tinggal sejarah (Hackett et al., 2012). Wilayah atau lahan disekitar gunung

volkanik disebut lahan volkan. Pada masing-masing tipe gunung volkanik diatas,

karakteristik lahan yang dimiliki juga yang berbeda-beda.

Di Sumatera Utara, satuan lahan volkan dibedakan atas dua yaitu, volkan

tua dan volkan muda. Satuan lahan volkan tua adalah lahan yang berbahan induk

dari gunung volkanik yang telah berumur Tersier. Sedangkan volkan muda

merupakan lahan yang berbahan induk dari gunung volkanik yang telah berumur

Kuarter (Darul dkk, 1989).

Dalam catatannya tentang geologi Sumatera, van Bemmelen (1949)

menjelaskan, aktivitas volkanik pada zaman Tersier dan Kuarter terjadi dalam tiga

siklus yang berbeda, tetapi terus - menerus, yaitu: Neogin Tua (Oligosin

Akhir-Mid Miosin); Neogin Muda (Akhir-Mid Miosin - awal Kuarter ); dan Kuarter Muda.

Siklus pertama dimulai dengan 'Andesit Tua', dan berakhir dengan pengangkatan

(2)

bahan beku dasar dan diakhiri dengan fase asam yang bertepatan dengan episode

kedua dari pengangkatan Bukit Barisan (Crow, 2005).

Aktifitas volkanik Tersier yang ada seluruh Sumatera terjadi pada zaman

Paleosin; Akhir Mid - Eosin; Eosin Akhir - Oligosin Akhir (akhir Eosin - Oligosin

Awal dan fase Akhir Oligosin - Awal Miosin); Akhir Miosin Awal – Mid Miosin;

dan Miosin Akhir – Pliosin. Berdasarkan geologi Sumatera, diketahui aktifitas

Gunung Sipiso – piso dan Gunung Simbolon dimulai pada zaman Miosin Akhir –

Pliosin (Crow, 2005).

Menurut USGS Geologic Names Committee and the Association of

American State Geologists (AASG), zaman Kuarter terbagi menjadi dua yaitu

Pleistosin dan Holosin. Di Sumatera Utara, aktifitas volkanik berumur Kuarter di

mulai dari zaman Pleistosin (Gasparon, 2005).

Gunung volkanik yang telah berumur Tersier telah mengalami proses –

proses geomorfik (erosi, penorehan dan pendataran) dipermukaannya serta terjadi

proses tektonik lainnya (pelipatan, pematahan). Akibatnya landscap volkanik

tua telah kehilangan bentuk kerucut aslinya. Sebaliknya, gunung volkanik

yang berumur Kuarter belum mengalami perubahan bentuk akibat pelipatan

ataupun pengangkatan sehingga bentuk kerucutnya masih jelas dan utuh

(Darul dkk, 1989).

Bahan induk volkan tua tersusun dari bahan lava intermedier dan basis.

Abu volkan intermedier dicirikan oleh sedikitnya kandungan gelas volkan, sedikit

atau tanpa kuarsa, sedikit hornblende, sedikit atau tanpa biotit. Komposisi mineral

dengan asosiasi augit, hiperstin dan labradorit menunjukkan bahan volkan bersifat

(3)

Bahan induk pada satuan lahan volkan muda di Sumatera Utara umumnya

tersusun dari bahan tuf masam dan intermedier. Tanah yang berkembang dari

bahan tuf masam dan intermedier didominasi oleh gelas vulkanik 23%, augit

11%, hiperstein 14%, labradorit 8%, bitownit 3%, dan turmalin 1%. Mineral

mudah lapuk lainnya yang dijumpai dalam jumlah sedikit adalah epidot

(Sukarman dan Dariah, 2014).

Tanah Berbahan Induk Volkan

Genesis dan Morfologi

Tanah vulkanis merupakan tanah yang berasal dari hasil letusan gunung

api, dimana pada saat gunung api mengalami erupsi mengeluarkan tiga jenis

bahan yang siap untuk dimuntahkannya yaitu berupa bahan padatan, cair dan gas.

Bahan padatan dapat berupa pasir, debu dan abu vulkan (tefra), batu apung

sedangkan bahan cair dapat berupa lava. Bahan-bahan volkanis tersebut memiliki

fraksi koloid yang didominasi oleh mineral non kristalin seperti alofan, imogolit,

ferihidrit, atau komplek Al-humus. Selanjutnya, bahan volkanis ini akan menjadi

bahan induk penyusun tanah (Hardjowigeno, 1993; Shoji, 1993a).

Produk-produk volkanik yang akan menjadi bahan induk tanah mengalami

proses yang berbeda-beda. Lava merupakan magma pijar yang keluar melalui

patahan (celah) akan membeku menjadi batuan dan mengalami pelapukan menjadi

bahan induk. Produk lainnya adalah lahar yang merupakan aliran material

volkanik berupa campuran batu, pasir dan kerikil akibat adanya aliran air yang

terjadi di lereng gunung akan mengendapkan aluvium volkanik disepanjang

alirannya,dan menghasilkan tanah Andisol (Mukhlis, 2011).

Tanah yang terbentuk dari material hasil letusan gunung volkanik

(4)

ditemukan pada tanah-tanah yang berasal dari bahan induk lainnya. Sifat-sifat

khas yang dimiliki, sebagian besar disebabkan oleh pembentukan bahan

non-kristalin dan akumulasi karbon organik, yang merupakan dua proses pedogenik

dominan yang terjadi pada tanah vulkanik. Pembentukan bahan non-kristalin

secara langsung berhubungan dengan sifat-sifat dari produk-produk keluaran

erupsi gunung volkanik sebagai bahan induk, yaitu pelapukan cepat dari partikel

kaca (Ugolini dan Dahlgren, 2002).

Ejekta volkanik berupa tefra (abu vulkanik) yang mengalami pelapukan

akan menghasilkan sejumlah besar bahan berbentuk non kristalin dan proses ini

disebut ‘Andosolisasi’. Namun, pembentukan bahan non kristalin dari pelapukan

tefra , tidak spesifik untuk Andisol tapi juga ditemukan pada Spodosol. Terdapat

perbedaan utama antara andosolisasi dengan podsolisasi. Andosolisasi ditandai

dengan akumulasi Fe, Al, dan karbon organik terlarut dalam horizon A dengan

sedikit pencucian ke horizon B, dan pembentukan horizon B didominasi oleh

pelapukan in situ. Lain halnya dengan podsolisasi yang merupakan proses

penambahan lapisan atas oleh kanopi dan lapisan humus yang menyebabkan

horizon yang seharusnya diatas (0, E dan Bhs) terdorong kedalam dengan bantuan

asam organic. Asam organik memainkan peran yang signifikan seperti penurunan

pH, mencegah disosiasi asam karbonat, pembentukan kompleks mobile dengan

Fe, Al dan logam lainnya dan migrasi logam larut - kompleks humus ke horizon

B di mana mereka dijerap (Shoji et al., 1993a).

Pada tanah-tanah abu vulkanik yang berada di wilayah tropika basah,

proses pembentukan tanah meliputi : hidrolisis secara intensif, andosolisasi,

(5)

intensif merupakan proses yang sangat penting terutama pada tingkat awal

perkembangan tanah (Munir, 1995).

Debu vulkanis (tefra) kaya akan mineral liat amorf atau alofan yang

mengandung Al dan Fe larut. Logam – logam ini akan dibebaskan oleh proses

hancuran iklim yang kemudian membentuk kompleks stabil dengan bahan organic

hasil pelapukan tanaman, terakumulasi pada permukaan membentuk warna gelap

atau coklat kegelapan pada horizon A (Kimble et al.,1999).

Tanah dari bahan volkanik dapat memiliki horizon AC, ABC atau

multisekuen. Tanah muda dibentuk dari abu tebal, pumice, atau cinder

menunjukkan profil AC. Pengendapan tefra yang terputus-putus dan

pembentukan tanah terjadi berkali-kali menghasilkan Andisol dengan profil

multisekuen (berulang). Tanah seperti ini dikelompokkan kedalam sub group

thaptik. Pengaruh vegetasi pada pengembangan Andisol diketahui untuk

biosekuen Melaudand dan Fulvudand (Shoji et al., 1993b).

Meskipun secara umum tanah Andosol di Indonesia mempunyai susunan

horison A-Bw-C, tetapi mungkin bisa mememiliki memiliki horison AC atau

horison tertimbun. Sebagai contoh, tanah Andosol muda terbentuk dari abu

vulkanik tebal, batu apung atau scoria (cinder) menunjukkan profil AC. Tanah

Andosol juga banyak yang mempunyai horison timbunan (A-Bw-C-2A-2Bw-2C)

yang diakibatkan oleh kejadian erupsi gunung berapi yang berulang-ulang.

Sebagai contoh tanah Andosol dari Gunung Kimangbuleng, Flores merupakan

salah satu tanah Andosol tertimbun atau multisequum (Sukarman dan Dariah,

(6)

multisequum ini dijadikan sebagai salah satu pembeda kategori subgrup (sifat Thaptic), contohnya adalah Thaptic Hapludands (Sukarman dan Dariah, 2014).

Sifat Fisik dan Kimia

Ciri khas tanah yang berasal dari bahan vulkanik adalah memiliki

kumpulan mineral unik yang didominasi oleh mineral liat non - kristalin.

Umumnya, mineral liat non - kristalin pada tanah - tanah berbahan induk ejekta

vulkanik meliputi: alofan, imogolit, opaline silika, dan ferihidrit. Keunikan sifat

fisika dan kimia dari tanah berbahan induk vulkanik dipengaruhi oleh Al dan Fe

aktif (Dahlgren et al., 1993).

Tanah abu volkanik menampilkan berbagai karakteristik kimia yang

mencerminkan pengaruh dari bahan induk dan tingkat pelapukannya. Dari sifat

kimia, bahan organik tanah, alumunium, besi dan silika aktif adalah unsur-unsur

yang paling menonjol mengatur reaksi kimia pada tanah vulkanis. Bentuk-bentuk

utama Al dan Fe aktif adalah alofan, imogolit, kompleks Al-humus, dan ferihidrit

(Nanzyo et al., 1993a).

Sifat kimia yang muncul pada tanah abu volkanik, selain karena komposisi

yang kaya unsur aluminium, juga disebabkan oleh sifat yang sangat reaktif dari

fraksi koloid dan luas permukaan yang tinggi. Karakteristik kimia yang ditemukan

pada tanah berbahan vulkanik antara lain kapasitas tukar kation, KTK meningkat

pada saat pH meningkat dan sebaliknya, kejenuhan basa umumnya rendah

(kecuali jenis eutric dan tanah yang sangat muda). Saat liat secara dominan

mengandung alofan dan imogolit, pH relative tinggi (>5), sebaliknya saat liat

dominan mengandung kompleks Al dan Fe - humus bersama dengan lapisan

(7)

jumlah yang toksik bagi tanaman, reaksi kuat dengan fluoride pada saat

pembebasan ion hidroksil. Melimpahnya jumlah unsur aluminium pada komposisi

tanah tersebut, diperoleh setelah terjadinya pencucian dari Si, Na, Ca

dan sebagainya selama pembentukan tanah. Selain itu, umumnya tanah

berbahan volkanik memiliki retensi yang tinggi terhadap ion fosfat

(Mizota dan Reeuwijk, 1989; Nanzyo, 2002).

Karakteristik kimia lainnya untuk tanah yang terbentuk dari bahan induk

volkanik ialah pH0 (ZPC). Merupakan parameter yang menunjukkan muatan

permukaan. Tanah bermuatan positif jika kondisi pH tanah rendah, tetapi apabila

pH tanah tinggi maka tanah akan bermuatan negatif. Keberadaan Al dan Fe dalam

bentuk oksihidroksida ditanah volkanik, diketahui memiliki reaksi pertukaran

yang cepat dengan silika dan fosfat pada kompleks ligan (Uehara dan Gilman,

1981). Ketika fosfat/silika teradsorpsi, muatan positif dari mineral oksida

menurun. Muatan permukaan menjadi sangat negatif dengan jumlah tinggi P/Si

terserap, dan menyumbang peningkatan kapasitas tukar kation (KTK)

(Tan, 2011).

Keberadaan humus pada tanah abu vulkanik sama pentingnya dengan

mineral liat non-kristalin yang juga mempengaruhi karakteristik kimia dan fisika

tanah (Nanzyo et al., 1993). Sejumlah besar humus disimpan di horizon A dan

horizon terkubur dari tanah abu volkanik. Alasan yang penting untuk akumulasi

humus yang tinggi adalah stabilisasi humus akibat kompleksasi dengan Al

(Nanzyo, 2002).

Keberadaan mineral sekunder non-kristalin dan sedikit mengkristal

(8)

dan humus membentuk struktur tanah yang stabil dan teragregasi tinggi yang

memiliki banyak pori mikro, meso, dan makro. Struktur yang sangat porous

memegang sejumlah besar air higroskopis dan air tersedia bagi tanaman. Struktur

porous ini juga menyebabkan tingginya konduktivitas hidraulik tanah dan

merupakan alasan untuk rendahnya bulk density tanah. Oleh karena agregat mikro

berporous sangat stabil dan menyimpan air, maka tanah ini memiliki batas cair

dan batas plastis yang tinggi (Mukhlis, 2011).

Sifat fisika tanah yang terbentuk dari bahan volkanik atau Andosol yaitu

memiliki berat isi yang rendah, kandungan air pada 15 bar yang tinggi, dan

kandungan air tinggi, ketersediaan air bagi tanaman sedang sampai rendah,

memiliki batas mencair yang tinggi dan indeks plastisitas yang rendah, tanah ini

sulit didispersi serta terjadi perubahan yang irreversible pada semua sifat-sifat

tersebut apabila telah dikeringkan. Berat isi tanah Andosol selain ditentukan oleh

kandungan mineral alofan yang ada di dalamnya, tetapi juga berhubungan erat

dengan kandungan bahan organik (Tan, 2011).

Tanah yang terbentuk dari ejekta volkanik memiliki bulk densiti yang

rendah, biasanya <0.9 g cm-3 , hal ini disebabkan oleh tingginya kandungan

bahan organik dan mineral amorfus. Kondisi ini merupakan media yang baik bagi

perakaran tanaman, namun di sisi lain, tanah ini memiliki daya dukung yang

rendah, sangat rentan terhadap erosi angin and air ketika penutup permukaan

dirusak, dan masalah ini dari sudut pandang rekayasa. karena sifat dari ejekta,

cukup banyak mengandung kerikil dan batu (Kimble et al., 1999).

Retensi air yang tinggi pada tanah abu volkanik karena besarnya volume

(9)

Pembentukan aggregat ini sangat didukung dengan adanya bahan non-kristalin

dan bahan organik tanah. Bahan non-kristalin terdiri dari liat alofan dan ferihidrit

(Nanzyo et al., 1993b).

Tanah Berbahan Volkanik

Berbagai macam tanah dapat terbentuk dari abu vulkanik tergantung pada

faktor pembentuk tanah di lokasi masing-masing. Tanah - tanah yang akan

terbentuk dari abu vulkanik menunjukkan sifat unik karena di dalamnya terdapat

bahan non-kristalin yang melimpah seperti kompleks alofan, imogolit, Al-humus,

ferihidrit dan sebagainya (Nanzyo, 2002). Berikut ini, contoh-contoh ordo tanah

yang terbentuk dari bahan induk volkan:

a. Andisol

Andisol adalah tanah yang berkembang pada ejekta volkanik seperti abu

volkan, sinder, batu apung, lava dan bahan volkaniklastik; memiliki fraksi

koloidal yang didominasi oleh mineral orde rentang pendek atau kompleks

Al-humus (Leamy, 1988; Mizota dan van Rewijk, 1989).

Suatu tanah disebut Andisol apabila memiliki sifat andik yaitu :

mengandung bahan organik ≤ 25 % (berdasarkan berat) karbon organik, dan

memenuhi satu atau kedua syarat berikut, (1) memenuhi semua syarat berikut

a) bulk densiti, ditetapkan pada retensi air 33 kPa yaitu ≤ 0.90 g/cm 3, b) retensi

fosfat ≥ 85 %, c) jumlah persentase Al + ½ Fe (ekstrak ammonium oksalat)

≥ 2.0 %, atau (2) memenuhi semua syarat berikut: a) mengandung ≥ 30 % fraksi

tanah yang berukuran 0.02 – 2.00 mm, b) retensi fosfat ≥ 2 5 %, c) ju mlah

(10)

volcanic glass ≥ 5 %, dan e) [(%Al + ½ Fe) × (15.625)] + [% volcanic glass]

≥ 36.25 (Soil Survey Staff, 2014).

Andisol muda memiliki sedikit memiliki alofan. Alofan dapat menjadi

dominan setelah ratusan hingga ribuan tahun pelapukan, dan mungkin di tahap

selanjutnya diubah menjadi kristal pilosilikat, seperti haloisit, kaolinit, dan lebih

jarang, smektit. Pengeringan secara periodic kristali alofan menjadi pilosilikat,

menyebabkan hilangnya sifat khas dari alofan. Andisol dapat berubah

menjadi jenis tanah lain, tergantung pada iklim, perkembangan tanah

selanjutnya akan menjadi: Spodosol, Inseptisol, Molisol dan Oksisol

(Van Breemen dan Burman, 2002).

b. Spodosol

Bahan induk dari Spodosol umumnya berpasir untuk tekstur liat kasar dan

dominasi mineral utama yang stabil. Namun, Spodosol bisa terbentuk dari tephra

(abu volkan) meskipun tephra kaya kaca volkanik yang sangat rentan terhadap

pelapukan. Transisi Andisol menjadi Spodosol telah didokumentasikan dalam

kondisi mesic dan cryic dengan pencucian intens di timur laut Jepang

(Shoji et al., 1993a).

Pada tanah Spodosol, horizon Iluvial mungkin menunjukkan kandungan

debu dan liat yang lebih tinggi. Fraksi liat dapat terdiri dari alofan dan

imogolit, yang terakumulasi dari horizon atas sebelumnya atau selama

podzolisasi, atau pilosilikat yang dibentuk oleh pelapukan in situ

(Van Breemen dan Burman, 2002).

Podsolisasi yang intens diperlukan untuk pembentukan Spodosol yang berasal

(11)

kaca vulkanik. Karena faktor mendukung podsolisasi diamati hanya dalam

lingkup kecil, distribusi tanah Spodosol yang berasal dari tefra sangat terbatas

(Shoji et al., 1993a).

c. Inseptisol

Pelapukan tanah Andisol menjadi Inseptisol dan Ultisol telah diamati pada

tanah yang berkembang dari abu andesit di berbagai ketinggian terkait dengan

kondisi iklim yang berbeda di Irazu-Turrialba Kosta Rika. Pada tanah Andisol

muda, mineral sekunder akan didominasi oleh haloisit. Namun, pada tanah

Andisol yang lebih tua (perkembangan lanjut) haloisit akan berubah bentuk

menjadi kaolinit. Hal ini dibuktikan dengan diperolehnya liat utama dalam

Humitropepts dan Palehumults di Irazu-Turrialba Kosta Rika adalah kaolinit dan

gibsit (Shoji et al., 1993a; Van Breemen dan Burman, 2002).

Hasil penelitian Chen et al., (2001) menunjukkan bahwa tanah Inseptisol yang

terbentuk pada landskap volkanik di Taiwan berasal dari tanah Andisol yang

mengalami pelapukan lebih lanjut. Hal ini semakin didukung dengan

ditemukannya sifat Andik pada tanah Inseptisol tersebut, seperti rendahnya nilai

BD, tingginya retensi air, fosfat serta nilai interaksi Al dengan humus. Tanah

Inseptisol terbentuk secara tidak langsung dengan urutan pembentukannya adalah

: Entisol → Andisol → Inseptisol. Proses penting yang terjadi didalamnya adalah

berkurangnya basa-basa tukar tanah dan asidifikasi, brunifikasi, bioturbasi,

akumulasi bahan organik, pelapukan dan pembentukan mineral liat.

d. Oksisol

Oksisol yang berbahan induk tefra terbentuk di bawah rezim udic

(12)

mengumpulkan sejumlah besar bahan bentuk non-kristalin, tetapi mereka

cenderung didominasi oleh lempung aktivitas rendah seperti oxyhydroxides dari

aluminium atau besi besi. Oksisol seperti ini memiliki kerapatan terbesar dari

1,1-1,2 gcm seperti yang ditunjukkan pada pedon dari Samoa Barat dan Chile

(Kimble dan Eswaran, 1988).

Sistem Klasifikasi Tanah

Klasifikasi tanah pertama disusun oleh E.C.J. Mohr pada tahun 1910.

Klasifikasi tanah ini didasarkan atas prinsip genesis, dan tanah-tanah yang

diklasifikasikan diberi nama atas dasar warna. Klasifikasi tanah selanjutnya

adalah klasifikasi White yang mulai dikembangkan pada tahun 1931. Kemudian,

berkembang lagi sistem klasifikasi tanah yang diperkenalkan oleh Dudal dan

Soepraptohardjo (1957). Sistem ini banyak digunakan secara nasional oleh para

praktisi lapang/penyuluh pertanian serta Instansi teknis di daerah dan pusat. Pada

Kongres Nasional Himpunan Ilmu Tanah di Surakarta tahun 2011,

para pakar telah sepakat untuk menggunakan kembali Sistem Klasifikasi Tanah

Nasional (Sistem klasifikasi tanah Dudal dan Soepraptohardjo)

(Utomo dkk, 2015).

Klasifikasi tanah nasional ditetapkan berdasarkan sifat-sifat horison

penciri (diagnostic horizon). Sifat penciri dapat diukur dan diamati secara

kualitatif dari sifat morfologi tanah di lapangan, dan secara kuantitatif dari hasil

analisis tanah di laboratorium. Sistem klasifikasi tanah nasional dibuat

sesederhana mungkin agar mudah dipahami dan diterapkan oleh para praktisi

(13)

sesuai dengan kondisi sumberdaya tanah di Indonesia dan perkembangan ilmu

pengetahuan dan teknologi tanah (Subardja dkk, 2014).

Lain halnya dengan klasifikasi tanah nasional, Soil Taxonomy merupakan

sistem klasifikasi tanah dunia dari USDA yang diperkenalkan pada tahun 1975.

Sistem “Soil Taxonomy” dinilai oleh para pakar memiliki banyak kelebihan,

sehingga lebih banyak dipelajari dan dipromosikan oleh para peneliti dan staf

pengajar perguruan tinggi lulusan dari Amerika Serikat dan Eropa untuk

diterapkan pada kegiatan pemetaan tanah di Indonesia. Semakin mendesaknya

kebutuhan untuk tujuan survei dan pemetaan tanah, maka pada Kongres Nasional

V Himpunan Ilmu Tanah Indonesia di Medan tahun 1989 memutuskan

penggunaan “Soil Taxonomy” sebagai sistem klasifikasi tanah yang formal

digunakan secara nasional untuk keperluan survei dan pemetaan tanah, pendidikan

ilmu tanah di perguruan tinggi dan praktek-praktek pertanian di Indonesia

(Subardja dkk, 2014).

Sistem “Soil Taxonomy” merupakan sistem klasifikasi tanah yang

dibangun secara komprehensif, sistematik dan menggunakan pendekatan

morfometrik (kuantitatif). Sistem ini menuntut data yang lengkap dengan metode

analisis yang baku. Soil Taxonomy (USDA) digunakan oleh para peneliti dan staf

pengajar di Perguruan Tinggi di Indonesia. Soil Taxonomy biasanya digunakan

sebagai referensi dan alat berkomunikasi khususnya dengan para pakar tanah di

dalam dan di luar negeri. Sistem klasifikasi ini sangat detil dan memerlukan data

analisis tanah lengkap tetapi tidak mudah untuk mengkomunikasikannya diantara

Referensi

Dokumen terkait

The results showed that: (1) Prior experience affect the procedural, interactional and informational justice, but has no effect on distributive justice (2) Customer

Sulsel Tahun 2013-2018 I-2 Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) dengan Rencana.. Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2015-2019,

[r]

affects Student loyalty ; (2) Student perceived value affects Student loyalty ; (3) Student perceived value influences Student loyalty greater through Student satisfaction ;

[r]

Selain media,kondisi dan ukuran dari reaktor juga perlu ditentukan, terdapat dua kondisi reaktor yang bisa menjadi alternatif, yaitu dalam kondisi aerobik dan

bagianakademik yang berupa data mahasiswa angkatan 2013 - 2018 dari 3 program studi yang telah dinyatakan lulus dari STEKOM Semarang. Data-data ini berisi data diri dari

3) Reader akan membaca data pada e-KTP jika data tentang pemilihan yang akan dilaksanakan belum ada memori e-KTP maka reader akan menuliskan data pada memori e-KTP