BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Uraian Tumbuhan
Uraian tumbuhan meliputi habitat, morfologi, sistematika, sinonim, nama daerah, nama asing, kandungan kimia dan manfaat dari tumbuhan.
2.1.1 Habitat
Tumbuhan ini cepat tumbuh dan berkembang di semua negara tropis dan subtropis, di Jawa mindi tidak tumbuh liar, tapi awalnya ditanam untuk pohon peneduh pada perkebunan kopi pada zaman pendudukan Belanda (Heyne, 1987). Tumbuhan ini pertama kali dikenal dan dinaturalisasi di Filipina dan dikembangkan secara khas di Manila sampai sekarang (Khan, et al., 2008). 2.1.2 Morfologi
Tumbuhan bercabang banyak ini mempunyai kulit batang yang berwarna cokelat tua, dengan ketinggian sampai 4 meter. Daunnya majemuk, menyirip ganda, tumbuh berseling. Anak daun berbentuk bulat telur sampai lanset, tepi bergerigi, ujung runcing, pangkal membulat atau tumpul, permukaan atas daun berwarna hijau tua, bagian bawah hijau muda (Yuniarti, 2008).
coklat, biji kering warna hitam (Sharma dan Paul, 2013). 2.1.3 Sistematika
Sistematika tumbuhan mindi (Sukrasmo, 2003) Divisi : Spermatophyta
Sub divisi : Angiospermae Kelas : Dicotyledonae Bangsa : Rutales Suku : Meliaceae Marga : Melia
Jenis : Melia azedarach L. 2.1.4 Sinonim
Sinonim Tumbuhan mindi adalah Melia dubia auct. (non. Cav.) How et T. Chen, Melia dubia Cav., Melia japonica G. Don. dan Melia toosendan Sieb.et Zucc (Yuniarti, 2008).
2.1.5. Nama daerah
Renceh, mindi (Sumatera); gringging, cakra-cikri (Jawa) (Yuniarti, 2008). 2.1.6 Nama asing
2.1.7 Kandungan kimia
Kulit kayu dan kulit akar mengandung toosendamin (C30H38O11) dan komponen yang larut (C30H40O12). Selain itu juga terdapat alkaloid azaridine (margosina), kaempferol, resin, tanin, n-triacon-tane, -sitosterol dan triterpen kulinone. Biji mengandung resin yang sangat beracun dan 60% minyak lemak. Daun mengandung alkaloid paraisina, flavonioid rutin, zat pahit, saponin, tanin, steroida dan kaemferol (Yuniarti, 2008).
2.1.8 Manfaat tumbuhan mindi
Tumbuhan mindi (Melia azedarach L.) mempunyai manfaat yang serbaguna atau multipurpose spesies. Kulit batang dan daun dimanfaatkan sebagai obat sakit kepala, demam, antiseptik, peptisida dan obat kanker. Kulit mindi dipakai sebagai penghasil obat untuk mengeluarkan cacing usus. Kulit, daun dan akar mindi telah digunakan sebagai obat rematik, demam, bengkak dan radang (Khan, et al., 2008). Pernyataan diatas dipertegas oleh Sudharmono, (2014) bahwa tumbuhan mindi banyak dimanfaatkan untuk mengobati darah tinggi, sakit lambung, nyari perut, jamur di kulit kepala, obat pencahar, perangsang muntah, peluruh kencing dan cacingan. Seluruh bagian tumbuhan berkhasiat sebagai pembunuh serangga.
2.2 Ekstraksi
minyak atsiri, alkaloid, flavonoid dan lain-lain. Dengan diketahuinya senyawa aktif yang dikandung simplisia akan mempermudah pemilihan pelarut dan cara ekstraksi yang tepat (Ditjen POM RI, 2000).
Ekstrak adalah sediaan pekat yang diperoleh dengan mengekstrak zat aktif dari simplisia nabati atau simplisia hewani menggunakan pelarut yang sesuai, kemudian semua atau hampir semua pelarut diuapkan dan massa atau serbuk yang tersisa diperlakukan sedemikian hingga memenuhi baku yang telah ditetapkan (Ditjen POM RI, 1995).
2.2.1 Metode ekstraksi
Menurut (Ditjen POM RI, 2000), metode ekstraksi adalah cara dingin dan cara panas.
a. Cara Dingin
Ekstraksi dengan cara dingin terdiri dari: maserasi dan perkolasi. 1. Maserasi
Maserasi adalah proses pengekstrakan simplisia dengan menggunakan pelarut dengan beberapa kali pengocokan atau pengadukan pada temperatur ruangan (kamar). Secara teknologi termasuk ekstraksi dengan prinsip metode pencapaian konsentrasi pada keseimbangan. Maserasi kinetik berarti dilakukan pengadukan yang kontinu (terus-menerus). Remaserasi berarti dilakukan pengulangan penambahan pelarut setelah dilakukan penyaringan maserat pertama dan seterusnya.
2. Perkolasi
tahap perkolasi sebenarnya (penetesan/penampungan ekstrak), terus-menerus sampai diperoleh ekstrak (perkolat) yang jumlahnya 1-5 kali bahan.
b. Cara Panas 1. Refluks
Refluks adalah ekstraksi dengan pelarut pada temperatur titik didihnya, selama waktu tertentu dan jumlah pelarut terbatas yang relatif konstan dengan
adanya pendingin balik. Umumnya dilakukan pengulangan proses pada residu pertama sampai 3-5 kali sehingga dapat termasuk proses ekstraksi
sempurna. 2. Sokletasi
Sokletasi adalah ekstraksi menggunakan pelarut yang selalu baru yang umumnya dilakukan dengan alat khusus sehingga terjadi ekstraksi kontinu dengan jumlah pelarut relatif konstan dengan adanya pendingin balik.
3. Digesti
Digestasi adalah maserasi kinetik (dengan pengadukan kontinu) pada temperatur yang lebih tinggi dari temperatur ruangan (kamar), yaitu secara umum dilakukan pada temperatur 40-50⁰C.
4. Infudasi
Infudasi adalah ekstraksi dengan pelarut air pada temperatur penangas air (bejana infus tercelup dalam penangas air mendidih, temperatur terukur 96-98 ⁰C) selama waktu tertentu (15-20 menit).
5. Dekoktasi
2.2.2 Ekstraksi cair-cair
Ekstraksi cair-cair merupakan suatu teknik yang mana suatu larutan (biasanya dalam air) dibuat bersentuhan dengan pelarut kedua (biasanya pelarut organik), yang pada hakikatnya tidak tercampurkan, pada proses ini terjadi pemindahan satu atau lebih zat terlarut (solute) ke dalam pelarut yang kedua (Bassett, dkk., 1994). Fraksinasi adalah suatu metode pemisahan senyawa organik berdasarkan kelarutan senyawa-senyawa tersebut dalam dua pelarut yang tidak saling bercampur, biasanya antara pelarut air dan pelarut organik seperti metanol, etanol, etilasetat, n-heksana dan petroleum eter (Dey, 2012).
Pemisahan yang dilakukan bersifat sederhana, bersih, cepat dan mudah, yang dapat dilakukan dengan cara mengocok-ngocok dalam sebuah corong pisah selama beberapa menit (Bassett, dkk., 1994). Solut atau senyawa organik akan terdistribusi ke dalam fasenya masing-masing bergantung pada kelarutannya terhadap fase tersebut dan kemudian akan terbentuk dua lapisan, yaitu lapisan atas dan lapisan bawah yang dapat dipisahkan dengan membuka kunci pipa corong pisah (Odugbemi, 2008). Kebanyakan ekstraksi cair-cair dilakukan dengan menggunakan corong pisah. Analit-analit yang mudah terekstraksi dalam pelarut organik adalah molekul-molekul netral yang berikatan secara kovalen dengan substituent yang mudah mengalami ionisasi dan senyawa polar lainnya akan tertahan dalam fase air (Gandjar dan Rohman, 2007).
2.3 Sterilisasi
Proses sterilisasi merupakan proses penghilangan semua jenis mikroorganisme yang hidup. Metode-metode sterilisasi yaitu :
1. Metode Sterilisasi Fisika, meliputi sterilisasi pemanasan basah, pemanasan kering dan radiasi.
a. Sterilisasi pemanasan basah, Teknik sterilisasi ini yang paling pasti adalah penggunaan uap air disertai tekanan, yang dilakukan dalam alat yang disebut otoklaf. Metode ini dilakukan dengan suhu 1210C dengan waktu 15 menit.
b. Sterilisasi pemanasan kering, Alat-alat yang akan disterilkan dengan cara ini, ditempatkan di dalam oven dimana suhunya dapat mencapai 160-1700C selama 1-2 jam.
c. Radiasi : proses dikeluarkannya energi dalam bentuk gelombang (sinar UV), radiasi energi tinggi yang terpancar dari isotop radioaktif seperti Co60 (Sinar ) atau yang dihasilkan oleh percepatan mekanis elektron (sinar katoda & sinar ).
2. Metode Sterilisasi Kimia, metode ini dilakukan untuk bahan-bahan yang mudah rusak bila disterilkan dalam suhu tinggi. Salah satu sterilisasi kimia yang dapat digunakan cairan desinfektan, berupa senyawa aldehid, hipoklorit, fenolik dan alkohol.
2.4 Bakteri
Bakteri adalah sel prokariotik yang khas, uniselular dan tidak mengandung struktur yang terbatasi membran di dalam sitoplasmanya. Reproduksi terutama dengan pembelahan biner sederhana yaitu suatu proses aseksual. Beberapa dapat tumbuh pada 00C, ada yang tumbuh dengan baik pada sumber air panas yang suhunya 900C atau lebih (Irianto, 2013).
2.4.1 Ukuran bakteri
Ukuran bakteri bervariasi baik penampang maupun panjangnya, bakteri yang khas berdiameter sekitar 0,5 sampai 1,0 µm dan panjangnya 1,5 sampai 2,5 µm (Irianto, 2013).
2.4.2 Bentuk bakteri
1. Golongan basil berbentuk batang dengan panjang yang bervariasi. Sebagian besar basil tampak sebagai batang tunggal yang disebut monobasil. Basil dapat bergandengan dua-dua yang disebut diplobasil, yang bergandeng-gandengan panjang membentuk rantai disebut streptobasil (Pratiwi, 2008).
Monobasil
Diplobasil
Streptobasil Gambar 2.1 Bentuk Bakteri Basil
2. Golongan spiral merupakan bakteri yang memiliki satu atau lebih lekukan dan mempunyai berbagai variasi. Bakteri yang berbentuk batang melengkung menyerupai koma disebut vibrio. Bakteri yang berpilin kaku disebut spiral, sedangkan bakteri yang berpilin fleksibel disebut spirochaeta (Irianto, 2006).
3. Golongan Kokus merupakan bakteri yang berbentuk bulat dinamakan kokus (coccus) dan mempunyai beberapa variasi. Kokus yang berbentuk tunggal, ini disebut monokokus. Kokus yang bergandeng dua-dua, ini disebut diplokokus; Kokus yang bergandengan empat dan membentuk bujursangkar, ini disebut tetrakokus; Kokus yang bergerombol membentuk kubus, ini disebut sarcina; kokus yang berbentuk sekelompok sel yang tidak teratur, sehingga terbentuknya mirip dompolan buah anggur disebut stafilokokus; Kokus bergandeng-gandengan memanjang membentuk rantai, ini disebut steptokokus (Tamher, 2002).
Monokokus Diplokokus Tetrakokus
Sarkina Streptokokus Stafilokokus Gambar 2.3 Bentuk Bakteri Kokus
2.4.3 Pengaruh lingkungan terhadap pertumbuhan bakteri
Kondisi lingkungan yang mendukung dapat memacu pertumbuhan dan reproduksi bakteri. Faktor-faktor lingkungan yang berpengaruh terhadap pertumbuhan dan reproduksi bakteri adalah :
a.Suhu
Seperti halnya makhluk hidup tingkat tinggi, untuk pertumbuhannya bakteri memerlukan suhu tertentu. Berdasarkan suhu yang diperlukan untuk tumbuh, bakteri dapat dibagi menjadi :
a)bakteri psikrofil yaitu bakteri yang tumbuh pada suhu antara 0 - 20ᴼC dengan suhu optimal 25oC.
c)bakteri termofil yaitu bakteri yang tumbuh antara suhu 50-60ᴼC (Dzen, dkk., 2003).
b.pH
pH merupakan indikasi konsentrasi ion hidrogen. Peningkatan dan penurunan konsentrasi ion hidrogen dapat menyebabkan ionisasi gugus-gugus dalam protein, amino dan karboksilat. Hal ini dapat menyebabkan denaturasi protein yang mengganggu pertumbuhan sel (Pratiwi, 2008).
Mikroorganisme memerlukan pH tertentu untuk pertumbuhannya. Mikroorganisme asidofil tumbuh pada pH 1,0-5,5; Mikroorganisme neutrofil tumbuh pada pH 5,5- 8,5 dan mikroorganisme alkalofil tumbuh pada pH 9-11,0 (Jawetz, et al., 2007).
c.Tekanan osmosis
Osmosis merupakan perpindahan air melewati membran semipermeabel karena ketidakseimbangan material terlarut dalam media. Medium yang baik untuk pertumbuhan sel adalah medium isotonis terhadap sel tersebut. Dalam larutan hipotonik air akan masuk ke dalam sel mikroorganisme, sedangkan dalam larutan hipertonik air akan keluar dari sel sehingga membran plasma mengerut dan lepas dari dinding sel (plasmolisis) (Pratiwi, 2008).
d.Oksigen
Mikroorganisme dibagi menjadi 4 kelompok berdasarkan kebutuhannya akan oksigen, yaitu:
a) Bakteri aerob yaitu bakteri yang untuk pertumbuhannya memerlukan adanya oksigen.
c) Bakteri anaerob fakultatif yaitu bakteri yang tumbuh dengan ada atau tanpanya oksigen.
d) Bakteri mikroaerofilik yaitu bakteri yang memerlukan oksigen tetapi dalam konsentrasi terendah (Pratiwi, 2008).
2.4.4 Faktor pertumbuhan bakteri
Fase pertumbuhan bakteri meliputi fase penyesuaian, fase pembelahan, fase statisioner dan fase kematian.
a. Fase penyesuaian (lag phase)
Fase ini merupakan fase penyesuaian mikroorganisme pada suatu lingkungan yang baru. Ciri–ciri fase ini yaitu tidak ada pertambahan jumlah sel, yang ada hanyalah peningkatan ukuran sel. Lama fase lag tergantung pada kondisi dan jumlah awal mokroorganisme dan media pertumbuhan.
b. Fase pembelahan (log phase)
Pada fase ini kecepatan pertumbuhan dan perkembangbiakan bakteri terjadi sangat cepat dan maksimum. Komposisi sel bakteri dan bahan metabolitnya relatif konstan untuk jangka waktu tertentu. Hal ini tergantung dari sifat-sifat alamiah bakteri dan keadaan lingkungannya. Keadaan ini dipertahankan sampai keadaan yang dapat menghambat pertumbuhan bakteri. c. Fase stasioner (stationary phase)
dengan jumlah sel yang mati. d. Fase penurunan (death phase)
Ciri-ciri fase ini, terjadinya peningkatan kematian sel bakteri sehingga terjadi penurunan populasi bakteri (Dzen, dkk., 2003).
2.5 Uraian Bakteri Uji
2.5.1 Bakteri Staphylococcus aureus
Sistematika bakteri Staphylococcus aureus (Dwidjoseputro, 1978) Divisi : Protophyta
Kelas : Schizomycetes Ordo : Eubacteriales Familia : Micrococcaceae Genus : Staphylococcus
Species : Staphylococcus aureus
Bakteri ini termasuk bakteri Gram-positif, berbentuk sferis atau kokus dalam susunan tidak teratur, diameter 0,8 - 1,0μm, koloni berwarna kuning keemasan. Batas-batas suhu untuk pertumbuhannya ialah 15 - 40°C, sedangkan suhu pertumbuhan optimum ialah 35 – 37°C. pH optimum untuk pertumbuhannya adalah 7,4 (Saputra, 2012).
2.5.2 Bakteri Escherichia coli
Sistematika bakteri Escherichia coli (Dwidjoseputro, 1978) Divisi : Protophyta
Kelas : Schizomycetes Ordo : Eubacteriales Familia : Enterobacteriaceae Genus : Escherichia
Species : Escherichia coli
Bakteri ini termasuk bakteri Gram negatif, berbentuk batang pendek (kokobasil) dengan ukuran 0,4-0,7µm x 1,4µm (Saputra, 2012). Batas-batas suhu untuk pertumbuhannya ialah 8 - 46°C, sedangkan tumbuh sangat baik pada suhu 37°C. Bakteri Escherichia coli bersifat anaerob dan aerob fakultatif. Bakteri ini merupakan flora normal di saluran cerna manusia. Bakteri ini dapat menyebabkan beragam infeksi seperti infeksi traktus gastrointestinal, traktus urinarius, saluran empedu, septikemia, sindrom hemolitik-uremik, kolitis hemoragik dan meningitis neonatal (Elliott, 2009).
2.6 Uji Aktivitas Antibakteri
Ada beberapa metode umum yang dapat digunakan dalam uji aktivitas antibakteri yaitu :
a. Metode Difusi
yang berisi agen antibakteri diletakkan di atas permukaan media padat yang telah dicampur dengan mikroba yang akan berdifusi pada media tersebut dan diinkubasi pada suhu 37oC selama 18 - 24 jam. Area jernih disekitar cakram kertas yang menunjukkan daya hambat antibakteri terhadap pertumbuhan bakteri.
b.Metode Dilusi
Metode dilusi digunakan untuk menentukan KHM (Konsentrasi Hambat Minimum) dan KBM (Konsentrasi Bunuh Minimum). Pengujian dilakukan menggunakan tabung reaksi yang diisi media cair dan sejumlah tertentu sel mikroba. Masing-masing tabung kemudian diisi dengan sampel uji pada rentang konsentrasi tertentu. Tabung tersebut diinkubasi pada suhu 37oC selama 18 - 24 jam dan diamati terjadinya kekeruhan pada tabung. Konsentrasi terendah sampel uji pada tabung yang menunjukkan dengan hasil mulai yang jernih adalah KHM. Biakan dari semua tabung jernih diinokulasikan pada media padat, diinkubasi pada suhu 37oC selama 18 - 24 jam dan diamati ada tidaknya koloni mikroba yang tumbuh. Konsentrasi terendah sampel uji pada biakan padat yang