• Tidak ada hasil yang ditemukan

TATA CARA PEMBERHENTIAN DENGAN HORMAT, PEMBERHENTIAN TIDAK DENGAN HORMAT, DAN PEMBERHENTIAN SEMENTARA SERTA HAK-HAK HAKIM AGUNG DAN HAKIM YANG DIKENAKAN PEMBERHENTIAN

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "TATA CARA PEMBERHENTIAN DENGAN HORMAT, PEMBERHENTIAN TIDAK DENGAN HORMAT, DAN PEMBERHENTIAN SEMENTARA SERTA HAK-HAK HAKIM AGUNG DAN HAKIM YANG DIKENAKAN PEMBERHENTIAN"

Copied!
25
0
0

Teks penuh

(1)

NOMOR 26 TAHUN 1991 TENTANG

TATA CARA PEMBERHENTIAN DENGAN HORMAT, PEMBERHENTIAN TIDAK DENGAN HORMAT, DAN PEMBERHENTIAN SEMENTARA SERTA HAK-HAK HAKIM AGUNG

DAN HAKIM YANG DIKENAKAN PEMBERHENTIAN

Presiden Republik Indonesia,

Menimbang : a. bahwa Hakim Agung dan Hakim adal ah pej abat yang mel aksanakan kekuasaan Kehakiman yang merdeka dal am menyel enggarakan peradil an guna menegakkan hukum dan keadil an demi t ersel enggaranya Negara Hukum Republ ik Indonesia berdasarkan Pancasil a dan Undang-Undang Dasar 1945;

b. bahwa sehubungan dengan kedudukannya sebagaimana t ersebut pada huruf a, syarat -syarat pengangkat an dan pemberhent ian Hakim Agung dan Hakim perl u diat ur dal am perat uran perundang-undangan t ersendiri;

c. bahwa sebagai pel aksanaan Pasal 15, Undang-undang Nomor 14 Tahun 1985, Pasal 24 Undang-undang Nomor 2 Tahun 1986, Pasal 24 Undang-undang Nomor 5 Tahun 1986, dan Pasal 23 Undang-undang Nomor 7 Tahun 1989, perl u menet apkan Perat uran Pemerint ah t ent ang Tat a Cara Pemberhent ian Dengan Hormat , Pemberhent ian Tidak Dengan Hormat dan Pemberhent ian Sement ara sert a Hak-hak Hakim Agung dan Hakim yang Dikenakan Pemberhent ian;

Mengingat : 1. Pasal 5 ayat (2) Undang-Undang Dasar 1945;

2. Undang-undang Nomor 14 Tahun 1970 t ent ang Ket ent uan-ket ent uan Pokok Kekuasaan Kehakiman (Lembaran Negara Tahun 1970 Nomor 74, Tambahan Lembaran Negara Nomor 2951);

(2)

4. Undang-undang Nomor 2 Tahun 1986 t ent ang Peradil an Umum (Lembaran Negara Tahun 1986 Nomor 20, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3327);

5. Undang-undang Nomor 5 Tahun 1986 t ent ang Peradil an Tat a Usaha Negara (Lembaran Negara Tahun 1986 Nomor 77, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3344);

6. Undang-undang Nomor 7 Tahun 1989 t ent ang Peradil an Agama (Lembaran Negara Tahun 1989 Nomor 49, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3400);

MEMUTUSKAN :

Menet apkan : PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA TENTANG TATA CARA PEMBERHENTIAN DENGAN HORMAT, PEMBERHENTIAN TIDAK DENGAN HORMAT DAN PEMBERHENTIAN SEMENTARA, SERTA HAK-HAK HAKIM AGUNG DAN HAKIM YANG DIKENAKAN PEMBERHENTIAN.

BAB I

KETENTUAN UMUM

Pasal 1

Dal am Perat uran Pemerint ah ini yang dimaksud dengan:

1. Hakim Agung adal ah Ket ua, Wakil Ket ua, Ket ua Muda dan Hakim Anggot a pada Mahkamah Agung.

(3)

3. Hakim adal ah Ket ua, Wakil Ket ua dan Hakim pada Pengadil an dal am l ingkungan Peradil an Umum, Peradil an Tat a Usaha Negara dan Peradil an Agama.

4. Maj el is Kehormat an Mahkamah Agung dan Maj el is Kehormat an Hakim adal ah Maj el is yang memeriksa dan menerima pengaj uan pembel aan diri Hakim Agung dan Hakim sert a memberikan pert imbangan, pendapat dan saran at as pembel aan diri t ersebut .

5. Ment eri adal ah Ment eri Kehakiman bagi Hakim pada Pengadil an dal am l ingkungan Peradil an Umum dan Peradil an Tat a Usaha Negara sert a Ment eri Agama bagi Hakim pada Pengadil an dal am l ingkungan Peradil an Agama.

BAB II

PEMBERHENTIAN DENGAN HORMAT, PEMBERHENTIAN TIDAK DENGAN HORMAT DAN PEMBERHENTIAN SEMENTARA SERTA HAK-HAK HAKIM AGUNG DAN HAKIM

YANG DIKENAKAN PEMBERHENTIAN

Bagian Pert ama

Pemberhent ian Dengan Hormat

Pasal 2

(1) Hakim Agung dan Hakim diberhent ikan dengan hormat dari j abat annya karena:

a. permint aan sendiri secara t ert ul is;

b. sakit j asmani at au rohani t erus-menerus berdasarkan Surat Ket erangan Tim Penguj i Kesehat an;

c. t el ah mencapai bat as usia pensiun;

(4)

e. meninggal dunia.

(2) Pemberhent ian dengan hormat sebagaimana dimaksud dal am ayat (1), diusul kan kepada Presiden ol eh:

a. Pimpinan Mahkamah Agung bagi Hakim Agung;

b. Ment eri dengan perset uj uan Ket ua Mahkamah Agung bagi Hakim.

(3) Bat as usia pensiun sebagaimana dimaksud dal am ayat (1) huruf c:

a. Ket ua, Wakil Ket ua, Ket ua Muda, dan Hakim Agung adal ah 65 t ahun;

b. Ket ua, Wakil Ket ua, dan Hakim Tinggi pada Pengadil an Tinggi, Pengadil an Tinggi Tat a Usaha Negara sert a Pengadil an Tinggi Agama adal ah 63 t ahun;

c. Ket ua, Wakil Ket ua dan Hakim Pengadil an Negeri, Pengadil an Tat a Usaha Negara sert a Pengadil an Agama adal ah 60 t ahun.

Pasal 3

Pemberhent ian dengan hormat dari j abat an Hakim Agung at au Hakim t idak dengan sendirinya diikut i pemberhent ian dengan hormat sebagai Pegawai Negeri Sipil , kecual i Hakim Agung at au Hakim yang bersangkut an:

a. mohon berhent i sebagai Pegawai Negeri Sipil ;

b. berdasarkan surat ket erangan Tim Penguj i Kesehat an t idak dapat mel aksanakan t ugas sebagai Pegawai Negeri Sipil ;

(5)

Pasal 4

Keput usan t ent ang pemberhent ian dengan hormat sebagai Pegawai Negeri Sipil sebagaimana dimaksud dal am Pasal 3, dit erbit kan ol eh pej abat yang berwenang sesuai dengan perat uran perundang-undangan yang berl aku.

Pasal 5

Hakim Agung dan Hakim yang diberhent ikan dengan hormat memperol eh hak-hak kepegawaian sesuai dengan perat uran perundang-undangan yang berl aku.

Pasal 6

Pimpinan Mahkamah Agung memberit ahukan kepada Dewan Perwakil an Rakyat set el ah menerima Keput usan Presiden t ent ang pemberhent ian dengan hormat Hakim Agung.

Bagian Kedua

Pemberhent ian Tidak Dengan Hormat

Pasal 7

Hakim Agung dan Hakim diberhent ikan t idak dengan hormat dari j abat annya dengan al asan :

a. dipidana karena bersal ah mel akukan t indak pidana kej ahat an;

(6)

c. terus-menerus mel al aikan kewaj iban dal am mel aksanakan t ugas pekerj aannya;

d. mel anggar sumpah at au j anj i j abat an;

e. mel anggar l arangan perangkapan j abat an Hakim Agung at au Hakim.

Pasal 8

Pemberhent ian t idak dengan hormat dengan al asan sebagaimana dimaksud dal am Pasal 7 huruf a diusul kan kepada Presiden set el ah Hakim Agung dan Hakim t ersebut dinyat akan t erbukt i bersal ah mel akukan t indak pidana kej ahat an berdasarkan put usan pengadil an yang t el ah mempunyai kekuat an hukum yang t et ap.

Pasal 9

(1) Pemeriksaan t erhadap Hakim Agung dan Hakim yang diduga t el ah mel akukan perbuat an sebagaimana dimaksud dal am Pasal 7 huruf b sampai dengan huruf e, dil akukan ol eh Maj el is Kehormat an Mahkamah Agung bagi Hakim Agung dan ol eh Maj el is Kehormat an Hakim bagi Hakim.

(2) Hasil pemeriksaan sebagaimana dimaksud dal am ayat (1) disampaikan secara t ert ul is kepada Hakim Agung dan Hakim yang bersangkut an dan disampaikan masing-masing kepada

Pimpinan Mahkamah Agung bagi Hakim Agung, kepada Ket ua Mahkamah Agung dan Ment eri bagi Hakim.

Pasal 10

(7)

pemberit ahuan hasil pemeriksaan sebagaimana dimaksud dal am Pasal 9.

(2) Pembel aan diri sebagaimana dimaksud dal am ayat (1) dil akukan di depan:

a. Maj el is Kehormat an Mahkamah Agung bagi Hakim Agung; dan

b. Maj el is Kehormat an Hakim bagi Hakim.

(3) Hak membel a diri sebagaimana dimaksud dal am ayat (1) gugur apabil a Hakim Agung at au Hakim yang bersangkut an t el ah menggunakan haknya pada wakt u akan diberhent ikan sement ara dari j abat annya.

Pasal 11

(1) Maj el is Kehormat an Mahkamah Agung memberikan pert imbangan, pendapat dan saran kepada Pimpinan Mahkamah Agung at as pembel aan diri Hakim Agung.

(2) Maj el is Kehormat an Hakim memberikan pert imbangan, pendapat dan saran kepada Ment eri dan Ket ua Mahkamah Agung at as pembel aan diri Hakim.

(3) Pert imbangan, pendapat dan saran sebagaimana dimaksud dal am ayat (1) dan ayat (2) disampaikan ol eh Maj el is Kehormat an dal am t enggang wakt u 30 (t iga pul uh) hari set el ah dit erimanya pembel aan diri Hakim Agung at au Hakim yang bersangkut an.

(8)

Pasal 12

(1) Pimpinan Mahkamah Agung set el ah memperhat ikan hasil pemeriksaan dan pert imbangan, pendapat dan saran Maj el is Kehormat an Mahkamah Agung mengaj ukan usul pemberhent ian t idak dengan hormat Hakim Agung yang bersangkut an kepada Presiden.

(2) Ment eri set el ah memperhat ikan hasil pemeriksaan dan pert imbangan, pendapat dan saran Maj el is Kehormat an Hakim, dengan perset uj uan Ket ua Mahkamah Agung mengaj ukan usul pemberhent ian t idak dengan hormat Hakim kepada Presiden.

Pasal 13

Pimpinan Mahkamah Agung segera memberit ahukan kepada Ket ua Dewan Perwakil an Rakyat set el ah menerima Keput usan Presiden t ent ang pemberhent ian t idak dengan hormat Hakim Agung.

Pasal 14

(1) Pemberhent ian t idak dengan hormat dari j abat an Hakim berdasarkan al asan sebagaimana dimaksud dal am Pasal 7 dapat diikut i dengan pemberhent ian sebagai Pegawai Negeri Sipil .

(2) Ket ent uan sebagaimana dimaksud dal am ayat (1) berl aku pul a dal am hal Hakim Agung berst at us sebagai Pegawai Negeri Sipil .

(9)

Bagian Ket iga

Pemberhent ian Sement ara

Pasal 15

Hakim Agung at au Hakim diberhent ikan sement ara, dal am hal dikenakan perint ah penangkapan yang diikut i dengan penahanan.

Pasal 16

Hakim Agung dan Hakim dapat diberhent ikan sement ara dari j abat annya:

a. sebel um diberhent ikan t idak dengan hormat dari j abat annya sebagaimana dimaksud dal am Pasal 7;

b. karena dit unt ut di muka Pengadil an dal am perkara pidana sebagaimana dimaksud dal am Pasal 21 ayat (4) Undang-undang Nomor 8 Tahun 1981 t ent ang Hukum Acara Pidana t anpa dit ahan.

Pasal 17

(10)

(2) Pemberhent ian sement ara Hakim dengan al asan dan pert imbangan sebagaimana dimaksud dal am ayat (1) diusul kan ol eh Ment eri dengan perset uj uan Ket ua Mahkamah Agung kepada Presiden.

Pasal 18

Hakim Agung dan Hakim yang diberhent ikan sement ara dari j abat annya t idak memperol eh t unj angan j abat an.

Pasal 19

(1) Apabil a perbuat an yang menj adi al asan Hakim Agung dan Hakim dikenakan pemberhent ian sement ara t ernyat a t idak t erbukt i, maka kepada Presiden diusul kan pembat al an pemberhent ian sement ara t ersebut .

(2) Pengusul an sebagaimana dimaksud dal am ayat (1) disampaikan ol eh Pimpinan Mahkamah Agung apabil a menyangkut pemberhent ian sement ara Hakim Agung dan ol eh Ment eri dengan perset uj uan Ket ua Mahkamah Agung apabil a menyangkut pemberhent ian sement ara Hakim.

(3) Dengan pembat al an pemberhent ian sement ara, j abat an Hakim Agung at au Hakim besert a j abat an dan hak l ainnya dikembal ikan sepert i semul a kepada yang bersangkut an sesuai dengan perat uran perundang-undangan yang berl aku.

Pasal 20

(11)

a. Hakim Agung at au Hakim berdasarkan put usan Pengadil an yang t el ah mempunyai kekuat an hukum yang t et ap t erbukt i bersal ah mel akukan t indak pidana kej ahat an;

b. Hakim Agung berdasarkan pert imbangan Pimpinan Mahkamah Agung dan Hakim berdasarkan pert imbangan Ment eri Kehakiman dengan Ket ua Mahkamah Agung t ernyat a mel akukan perbuat an sebagaimana dimaksud dal am Pasal 7 huruf b sampai dengan huruf e.

(2) Ket ent uan-ket ent uan sebagaimana dimaksud dal am Pasal 8 sampai dengan Pasal 14 berl aku t erhadap pengusul an pemberhent ian t idak dengan hormat t ersebut ayat (1).

BAB III

KETENTUAN LAIN-LAIN

Pasal 21

Ket ent uan-ket ent uan dal am Perat uran Pemerint ah Nomor 30 Tahun 1980 t ent ang Perat uran Disipl in Pegawai Negeri Sipil t idak berl aku t erhadap hal -hal yang t el ah diat ur dal am Perat uran Pemerint ah ini.

BAB IV

KETENTUAN PENUTUP

Pasal 22

Perat uran Pemerint ah ini dapat disebut Perat uran Pemerint ah Tent ang Tat a Cara Pemberhent ian Hakim Agung dan Hakim.

(12)

Perat uran Pemerint ah ini mul ai berl aku pada t anggal diundangkan.

Agar set iap orang menget ahuinya, memerint ahkan pengundangan Perat uran Pemerint ah ini dengan penempat annya dal am Lembaran Negara Republ ik Indonesia.

Dit et apkan di Jakart a pada t anggal 2 Mei 1991

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

t t d

SOEHARTO

Diundangkan di Jakart a pada t anggal 2 Mei 1991 MENTERI/ SEKRETARIS NEGARA

REPUBLIK INDONESIA

t t d

(13)

PENJELASAN ATAS

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 1991

TENTANG

TATA CARA PEMBERHENTIAN DENGAN HORMAT, PEMBERHENTIAN TIDAK DENGAN HORMAT DAN

PEMBERHENTIAN SEMENTARA SERTA HAK-HAK HAKIM AGUNG DAN HAKIM YANG DIKENAKAN PEMBERHENTIAN

UMUM

Bahwa Hakim Agung dan Hakim adal ah Pej abat yang mel aksanakan kekuasaan Kehakiman yang merdeka dal am menyel enggarakan peradil an, guna menegakkan hukum dan keadil an demi t ersel enggaranya Negara Hukum RI berdasarkan Pancasil a dan Undang-undang Dasar 1945, ol eh karena it u syarat -syarat pengangkat an dan pemberhent iannya diat ur dal am perat uran perundang-undangan t ersendiri.

(14)

Sedangkan ket ent uan l ebih l anj ut mengenai t at a cara pemberhent ian dengan hormat , pemberhent ian t idak dengan hormat , dan pemberhent ian sement ara sert a hak-hak Hakim Agung at au Hakim yang diberhent ikan diat ur dengan Perat uran Pemerint ah. Ol eh karena mat eri pokok yang perl u diat ur sebagai pel aksanaan Pasal 15 Undang-undang Nomor 14 Tahun 1985, Pasal 24 Undang-undang Nomor 2 Tahun 1986, Pasal 24 Undang-undang Nomor 5 Tahun 1986, Pasal 23 Undang-undang Nomor 7 Tahun 1989 pada dasarnya adal ah sama maka dipandang l ebih t epat unt uk mengat urnya dal am Perat uran Pemerint ah sebagai sat u kesat uan.

Sesuai dengan ket ent uan Undang-undang t ersebut , kepada Hakim Agung at au Hakim diberikan kesempat an secukupnya unt uk membel a diri di hadapan Maj el is Kehormat an Mahkamah Agung at au Maj el is Kehormat an Hakim.

Kesempat an t ersebut diberikan kepada yang bersangkut an sebel um diusul kan kepada Presiden sel aku Kepal a Negara unt uk diberhent ikan t idak dengan hormat at au diberhent ikan sement ara. Maj el is Kehormat an Mahkamah Agung memberikan pert imbangan, pendapat dan saran mengenai pembel aan diri Hakim Agung kepada Pimpinan Mahkamah Agung, sedangkan Maj el is Kehormat an Hakim memberikan pert imbangan, pendapat dan saran mengenai pembel aan diri Hakim kepada Ment eri sert a Ket ua Mahkamah Agung.

Unt uk menj amin obyekt if it as, maka usul pemberhent ian Hakim Agung didasarkan kepada hasil rapat Pimpinan Mahkamah Agung, sedangkan pengusul an pemberhent ian Hakim didasarkan kepada kesepakat an Ment eri dengan Ket ua Mahkamah Agung.

Sesuai dengan makna yang digariskan dal am penj el asan umum but ir 6 Undang-undang Nomor 14 Tahun 1970, maka kesepakat an t ersebut diambil dal am f orum konsul t asi Mahkamah Agung dengan Depart emen.

(15)

Undang-undang Nomor 14 Tahun 1985, yait u sel ama-l amanya 2 (dua) kal i 6 (enam) bul an.

Mengingat bahwa bagi Hakim t enggang wakt u t ersebut bel um diat ur dal am Undang-undang Nomor 2 Tahun 1986 dan Undang-undang Nomor 5 Tahun 1986 sert a Undang-undang Nomor 7 Tahun 1989, maka j angka wakt u pemberhent ian sement ara yang dit ent ukan dal am Undang-undang Nomor 14 Tahun 1985 dengan Perat uran Pemerint ah ini dinyat akan berl aku pul a unt uk Hakim.

Apabil a Hakim Agung at au Hakim yang diberhent ikan sement ara t ernyat a t idak t erbukt i mel akukan perbuat an yang mengakibat kan pemberhent ian sement ara t ersebut , maka yang bersangkut an dikembal ikan dal am j abat an semul a dan diberikan hak-hak kepegawaian sesuai dengan perat uran perundang-undangan yang berl aku.

PASAL DEMI PASAL

Pasal 1

Cukup j el as

Pasal 2

Ayat (1)

Yang dimaksud dengan j abat an adal ah j abat an sebagai Hakim Agung at au sebagai Hakim. Dengan demikian apabil a yang bersangkut an diberhent ikan dari j abat an Hakim Agung at au Hakim akan berakibat pul a t erhadap j abat an l ain yang dipangkunya.

Huruf a

(16)

Hakim Agung yang bersangkut an secara t ert ul is kepada Pimpinan Mahkamah Agung, dan permohonan berhent i dengan hormat seorang Hakim diaj ukan secara t ert ul is kepada Ment eri.

Huruf b

Dal am hal Hakim Agung sakit j asmani at au rohani t erus-menerus, Pimpinan Mahkamah Agung memint a kepada Tim Penguj i Kesehat an unt uk mel akukan pemeriksaan kesehat an sesuai dengan perat uran perundang-undangan yang berl aku.

Apabil a yang akan diperiksa adal ah seorang Hakim, permint aan t ersebut disampaikan ol eh Ment eri.

Huruf c

Cukup j el as

Huruf d

Sesuai dengan penj el asan Pasal 11 Undang-undang Nomor 14 Tahun 1985, Pasal 19 Undang-undang Nomor 2 Tahun 1986, Pasal 19 Undang-undang Nomor 5 Tahun 1986 dan Pasal 18 Undang-undang Nomor 7 Tahun 1989, ket idakcakapan dal am mel aksanakan t ugas, misal nya karena banyak mel akukan kesal ahan besar dal am menj al ankan t ugas sebagai Hakim Agung at au Hakim.

Bagi Hakim Agung, penil aian ket idakcakapan t ersebut didasarkan at as hasil pemeriksaan Pimpinan Mahkamah Agung, sedangkan bagi Hakim didasarkan at as hasil pemeriksaan Ket ua Mahkamah Agung bersama-sama dengan Ment eri.

Huruf e

(17)

berl aku.

Ayat (2)

Huruf a

Surat yang berisikan usul pemberhent ian t ersebut dit andat angani ol eh Ket ua Mahkamah Agung set el ah membicarakannya dengan pimpinan Mahkamah Agung l ainnya.

Dal am hal usul pemberhent ian menyangkut Ket ua Mahkamah Agung, maka usul t ersebut dit andat angani ol eh Wakil Ket ua Mahkamah Agung at au Ket ua Muda yang pal ing senior apabil a Wakil Ket ua berhal angan.

Huruf b

Cukup j el as

Ayat (3)

Usia pensiun Hakim Agung dan Hakim t el ah dit et apkan masing-masing dal am Undang-undang Nomor 14 Tahun 1985, Undang-undang Nomor 2 Tahun 1986, Undang-undang Nomor 5 Tahun 1986, dan Undang-undang Nomor 7 Tahun 1989.

Pasal 3

Mat eri Pasal ini adal ah sesuai dengan ket ent uan Pasal 21 Undang-undang Nomor 2 Tahun 1986, Pasal 21 Undang-undang Nomor 5 Tahun 1986, dan Pasal 20 Undang-undang Nomor 7 Tahun 1989.

Pasal 4

(18)

Pasal 5

Hak-hak kepegawaian Hakim Agung dan Hakim yang diberhent ikan dengan hormat ant ara l ain mel iput i hak-hak yang diat ur dal am:

1) Undang-undang Nomor 12 Tahun 1980 t ent ang Hak Keuangan/ Administ rat if Pimpinan dan Anggot a Lembaga Tert inggi/ Tinggi Negara.

2) Undang-undang Nomor 11 Tahun 1969 t ent ang Pensiun Pegawai dan Pensiun Janda/ Duda Pegawai.

3) Perat uran Pemerint ah Nomor 32 Tahun 1979 t ent ang Pemberhent ian Pegawai Negeri Sipil .

4) Perat uran Pemerint ah Nomor 25 Tahun 1981 t ent ang Asuransi Sosial Pegawai Negeri.

Pasal 6

Sesuai dengan bunyi penj el asan Pasal 11 Undang-undang Nomor 14 Tahun 1985, pemberhent ian dengan hormat Hakim Agung diberit ahukan kepada Dewan Perwakil an Rakyat .

Mengingat pemberit ahuan kepada Dewan Perwakil an Rakyat dil akukan secara t ert ul is, maka surat t ersebut dit andat angani ol eh Ket ua Mahkamah Agung. Dal am hal yang diberhent ikan adal ah Ket ua Mahkamah Agung, maka surat pemberit ahuan kepada DPR dit andat angani ol eh Wakil Ket ua Mahkamah Agung at au Ket ua Muda yang pal ing senior apabil a Wakil Ket ua berhal angan.

Pasal 7

Al asan-al asan pemberhent ian t idak dengan hormat dal am Pasal ini adal ah sesuai dengan ket ent uan Undang-undang.

Huruf a

Cukup j el as

(19)

Yang dimaksud dengan "mel akukan perbuat an t ercel a" sebagaimana t ersebut dal am Undang-undang yang menj adi l andasan Perat uran Pemerint ah ini ial ah apabil a Hakim Agung at au Hakim yang bersangkut an karena sikap, perbuat an, dan t indakannya baik di dal am maupun di l uar t ugas kedinasan merendahkan mart abat dan kehormat annya.

Huruf c

Yang dimaksud dengan "t ugas pekerj aan" sebagaimana t ersebut dal am Undang-undang Nomor 14 Tahun 1985, Undang-undang Nomor 2 Tahun 1986, Undang-undang Nomor 5 Tahun 1986 dan Undang-undang Nomor 7 Tahun 1989 ial ah semua t ugas yang dibebankan kepada yang bersangkut an.

Huruf d

Cukup j el as

Huruf e

Jabat an-j abat an yang dil arang unt uk dirangkap Hakim Agung dan Hakim adal ah sebagaimana dit et apkan ol eh Undang-undang dan Perat uran Pemerint ah.

Pasal 8

Hakim Agung dan Hakim yang dinyat akan t erbukt i bersal ah mel akukan t indak pidana kej ahat an berdasarkan put usan Pengadil an yang t el ah mempunyai kekuat an hukum yang t et ap segera diusul kan pemberhent ian t idak dengan hormat kepada Presiden.

(20)

Pasal 9

Cukup j el as

Pasal 10

Ayat (1)

Tenggang wakt u t ersebut t erhit ung dari t anggal penerimaan hasil pemeriksaan ol eh Hakim Agung at au Hakim yang bersangkut an.

Ayat (2)

Cukup j el as

Ayat (3)

Cukup j el as

Pasal 11

Ayat (1)

Cukup j el as

Ayat (2)

Cukup j el as

Ayat (3)

Cukup j el as

Ayat (4)

Cukup j el as

Pasal 12

Ayat (1)

(21)

Maj el is Kehormat an Mahkamah Agung.

Lihat pul a isi Penj el asan Pasal 2 ayat (2) huruf a.

Ayat (2)

Apabil a menyangkut Hakim, usul sebagaimana dimaksud dal am Ayat (1), dil ampiri dengan pembel aan diri Hakim yang bersangkut an dan disert ai dengan pert imbangan, pendapat dan saran Maj el is Kehormat an Hakim.

Pasal 13

Lihat Penj el asan Pasal 6 dan Penj el asan Pasal 2 Ayat (2) huruf a.

Pasal 14

Ayat (1)

Apabil a al asan-al asan pemberhent ian t idak dengan hormat sebagai Hakim adal ah j uga merupakan dasar pemberhent ian t idak dengan hormat sebagai Pegawai Negeri Sipil , maka pemberhent ian t idak dengan hormat seorang Hakim dari j abat annya dapat diikut i dengan pemberhent ian t idak dengan hormat sebagai Pegawai Negeri Sipil .

Ayat (2)

Sesuai dengan ket ent uan Pasal 11 Undang-undang Nomor 8 Tahun 1974 besert a penj el asannya dan Pasal 6 Undang-undang Nomor 14 Tahun 1985, pemberhent ian t idak dengan hormat sebagai Hakim Agung dapat diikut i dengan pemberhent ian t idak dengan hormat sebagai Pegawai Negeri Sipil .

Ayat (3)

Cukup j el as

Pasal 15

(22)

1985, Pasal 23 Undang-undang Nomor 2 Tahun 1986, Pasal 23 Undang-undang Nomor 5 Tahun 1986 dan Pasal 22 Undang-undang Nomor 7 Tahun 1989, Hakim Agung dan Hakim yang dikenakan perint ah penahanan ol eh pej abat yang berwenang, diberhent ikan sement ara dari j abat annya.

Ket ent uan dal am pasal -pasal t ersebut mengandung art i bahwa pemberhent ian sement ara dari j abat an secara l angsung dil akukan t erhadap Hakim Agung dan Hakim apabil a yang bersangkut an disangka at au didakwa t el ah mel akukan t indak pidana kej ahat an yang disusul i dengan perint ah penangkapan dan penahanan. Sedangkan t erhadap Hakim Agung dan Hakim yang disangka, at au didakwa t el ah mel akukan t indak pidana kej ahat an t et api t idak diikut i dengan penangkapan dan penahanan dapat diberhent ikan sement ara.

Pasal 16

Huruf a

Tindakan pemberhent ian sement ara dapat dil akukan t erhadap Hakim Agung at au Hakim yang dinil ai t el ah mel akukan perbuat an-perbuat an sebagaimana dimaksud dal am Pasal 7 Perat uran Pemerint ah ini yang diancam dengan pemberhent ian t idak dengan hormat . Namun demikian t idakl ah berart i pemberhent ian sement ara akan sel al u dil akukan sebel um Hakim Agung at au Hakim diberhent ikan t idak dengan hormat .

(23)

sement ara dil aksanakan sambil menunggu kel engkapan pembukt ian at as kesal ahan yang dit uduhkan kepada Hakim Agung dan Hakim yang bersangkut an.

Huruf b

Ket ent uan ini adal ah sesuai dengan Pasal 14 ayat (2) Undang-undang Nomor 14 Tahun 1985, Pasal 23 ayat (2) masing-masing Undang- undang Nomor 2 Tahun 1986 dan Undang-undang Nomor 5 Tahun 1986 sert a Pasal 24 Undang-undang Nomor 7 Tahun 1989.

Pasal 21 ayat (4) Undang-undang Nomor 8 Tahun 1981 menent ukan bahwa pel aku t indak pidana yang t ercant um dal am pasal dimaksud dapat dikenakan t indakan penahanan. Hakim Agung at au Hakim yang dit unt ut mel akukan sal ah sat u t indak pidana yang dit ampung dal am Pasal 21 ayat (4) Undang-undang Nomor 8 Tahun 1981 wal aupun t anpa dit ahan, dapat diberhent ikan sement ara dari j abat annya.

Pasal 17

Ayat (1)

Unt uk membukt ikan, misal nya bahwa seorang Hakim Agung t el ah mel akukan perbuat an t ercel a sebagaimana dimaksud ol eh Pasal 7, diperl ukan wakt u yang cukup. Namun sambil menunggu hasil penel it ian dan pemeriksaan ol eh Pimpinan Mahkamah Agung at as perbuat an yang diduga dil akukan Hakim Agung t ersebut maka sebagai l angkah pendahul uan dan pengamanan dapat diusul kan kepada Presiden t indakan pemberhent ian sement ara.

(24)

dapat pul a dil akukan demi unt uk kel ancaran pemeriksaan.

Ayat (2)

Lihat Penj el asan ayat (1).

Pasal 18

Cukup j el as

Pasal 19

Ayat (1)

Dal am usul pembat al an pemberhent ian sement ara dari j abat an Hakim Agung at au Hakim t ersebut , t ermasuk asal usul rehabil it asi; dan apabil a Hakim Agung at au Hakim yang bersangkut an dit ahan harus segera dikel uarkan dari t ahanan.

Ayat (2)

Mengenai prosedur pengusul an t ert ul is kepada Presiden, l ihat Penj el asan Pasal 2 ayat (2) huruf a.

Ayat (3)

Cukup j el as

Pasal 20

Ayat (1)

Cukup j el as

Ayat (2)

Pemberhent ian sement ara Hakim Agung at au Hakim pada hakekat nya merupakan sat u kesat uan proses dengan pemberhent ian t idak dengan hormat . Ini berart i bahwa kesempat an unt uk membel a diri bagi Hakim Agung at au Hakim sebagai bagian dari proses t ersebut hanya diberikan sat u kal i.

(25)

Cukup j el as

Pasal 22

Cukup j el as

Pasal 23

Referensi

Dokumen terkait

Tujuan Penelitian: (1) Mendeskripsikan penerapan layanan bimbingan kelompok dengan teknik live modeling dalam meningkatkan kemampuan kepemimpinan bagi pengurus OSIS SMA

Penelitian ini memfokuskan pada keberagaman persepsi masyarakat kepesisiran Kecamatan Sanden terhadap pembangunan Jalur Jalan Lintas Selatan (JJLS) di Kabupaten Bantul

Pengulangan perkawinan sebenarnya tidak diatur dalam Undang-Undang, sebagaimana ditunjukkan dalam pasal 53 ayat 3 Kompilasi Hukum Islam (KHI). Menurut hukum Islam

Kata benda (nomina) adalah kata-kata yang merujuk pada pada bentuk suatu benda, bentuk benda itu sendiri dapat bersifat abstrak ataupun konkret.dalam bahasa Indonesia kata benda

Prepositional phrase is a group of words that contains no verb and that begin with preposition and end with a noun of pronoun.

ARDIAN HALOMOAN SIPAHUTAR: Kajian Sifat Kimia dan Fisika Tanah yang Mempengaruhi Sebaran Akar Kopi Arabika (Coffea arabica L.) pada Ketinggian Tempat yang Berbeda di

Ukuran perusahaan memiliki pengaruh positif yang dapat dilihat dari nilai beta pada uji t yang menunjukkan hasil yang positif hal ini berarti bahwa semakin tinggi

Dalam Karya Tulis Ilmiah yang berjudul “ Pengaruh Pemberian Perasan Kangkung Air ( Ipomoea aquatica Forsk ) Terhadap Kadar Hemoglobin Pada. Mencit ( Mus musculus )