• Tidak ada hasil yang ditemukan

this PDF file PENGARUH METODE INVESTIGASI KELOMPOK TERHADAP KETERAMPILAN BERPIKIR KREATIF SISWA PADA MATERI BENCANA ALAM | Kaffah | Jurnal Pena Ilmiah 1 SM

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "this PDF file PENGARUH METODE INVESTIGASI KELOMPOK TERHADAP KETERAMPILAN BERPIKIR KREATIF SISWA PADA MATERI BENCANA ALAM | Kaffah | Jurnal Pena Ilmiah 1 SM"

Copied!
10
0
0

Teks penuh

(1)

Jurnal Pena Ilmiah: Vol. 2 No 1 (2017)

PENGARUH METODE INVESTIGASI KELOMPOK TERHADAP

KETERAMPILAN BERPIKIR KREATIF SISWA

PADA MATERI BENCANA ALAM

Silmy Kaffah¹, Regina Lichteria Panjaitan², Julia³

1,2,3Program Studi PGSD UPI Kampus Sumedang Jl. Mayor Abdurachman N0.211 Sumedang ¹Email: silmykaffah9@gmail.com

²Email: reggielicht@gmail.com ³Email: ju82li@gmail.com

Abstract

Creative thinking skills direct students to develop ideas and have more than one answer in problem solving. The method of group investigation is a method of learning that requires students to actively ask and express ideas. There is a connection between creative thinking skill and group investigation method, so this research is done to know the influence of group investigation method toward the creative skill of class V student on the material of natural disaster. The research method used is pre-experimental with descriptive one-group pretest-posttest research. The result of research with significance level α = , 5 i di ates that learning by using group investigation can improve the creative thinking skill of high, medium and low group student seen from test result of two difference of average pretest and posttets value of each group got result that is 0,000 . While the average difference test results of three moderate high moderate, and low obtained results 0.054. It can be concluded that there is no difference in the improvement of high, medium and low student group thinking skills.

Keywords: creative thinking skills, group investigation, natural disaster material

PENDAHULUAN

Pendidikan merupakan hal penting dan sebuah keharusan bagi setiap individu untuk melangsungkan kehidupannya. Karena manusia selalu membutuhkan manusia lain dalam menjalankan kehidupannya, seperti yang dikemukakan Sadulloh (2015) bahwa manusia membutuhkan bantuan orang lain untuk mendewasakan diri. Melalui pendidikan manusia akan berusaha menjadi lebih dewasa, seperti yang dikemukakan Brojonegoro (Sadulloh, 2014, p. 54) bahwa mendidik diartikan sebagai sesuatu yang dapat memberikan arahan kepada manusia dalam pertumbuhannya untuk mendewasakan diri. Selain itu Samani & Hariyanto (2013, p. 57) mengungkapkan bahwa pendidikan secara sederhana dapat diartikan sebagai

pe a tu dala e ge a gka pote si a g di iliki a usia, a g a a pote si itu

diasah untuk menghadapi masa yang akan datang.

(2)

Jurnal Pena Ilmiah: Vol. 2 No 1 (2017) artinya bukan hanya bidang akademis saja, melainkan harus seimbang dengan afektif dan psikomotoriknya. Seseorang dengan pendidikan yang tinggi namun tidak disertakan dengan sikap yang baik maka sia-sia saja, karena pendidikan ada agar manusia menjadi baik dalam segala aspek. Jika tujuan pendidikan didapatkan oleh setiap individu, maka bangsa ini diharapkan memiliki manusia-manusia yang unggul. Aeni (2014) menegaskan bahwa para filosof muslim merumuskan tujuan dari pendidikan itu bermuara pada akhlak. Tercapainya tujuan pendidikan salah satunya dapat ditempuh dengan mengikuti pendidikan formal mulai dari sekolah dasar hingga perguruan tinggi. Sekolah Dasar (SD) merupakan awal dari sebuah pendidikan formal dan menjadi titik acuan kemajuan dari seseorang dalam pendidikan. Ketika seorang individu menerima konsep yang salah pada saat pembelajaran di sekolah dasar, maka dapat terbawa ke tahap pendidikan selanjutnya. Hal inilah yang mendasari sekolah dasar harus memberikan pelayanan yang layak agar setiap orang memiliki kecerdasan, kepribadian dan sikap yang baik. Semua itu tidak terlepas dari komponen pendidikan. Komponen pendidian tersebut salah satunya adalah mata pelajaran yang harus siswa dapat dan terselesaikan. Salah satunya adalah mata pelajaran Ilmu Pengetahuan Alam (IPA).

Ilmu Pengetahuan Alam (Sains) merupakan ilmu yang sistematis berupa kumpulan data hasil observasi atau pengamatan, juga sebagai apa yang dilakukan oleh para ilmuan. Dengan kata lain bahwa sains bukan hanya berkaitan dengan benda atau makhluk hidup, melainkan menyangkut cara berpikir, cara kerja dan cara memecahkan masalah (Sujana, 2014). Selain itu, pembelajaran IPA juga dapat digunakan untuk mengembangkan keterampilan berpikir siswa, salah satunya keterampilan berpikir kreatif. Kreatif berasal dari bahasa Inggris yaitu

create yang artinya membuat, mencipta, sedangkan creative mengandung arti memiliki daya cipta, mampu melaksanakan atau merealisasikan ide-ide dan perasaan sehingga menciptaan komposisi yang baru (Uki, 2013). Berpikir Kreatif menurut Krullik dan Rudnik adalah proses berpikir untuk mengembangkan ide asli atau orisinil yang berhubungan dengan teori, pandangan dan ditekankan pada aspek berpikir yang realistik (Isti, 2013). Secara sederhana Santoso (2011) mengartikan berpikir sebagai proses mental yang digunakan untuk membangun atau menemukan ide dan gagasan yang baru. Maulana (2011) mengartian kreativitas sebagai kemampuan mendapatkan keteraitan baru atau hubungan baru untuk menghasilkan pandangan baru dan untuk membentuk dua hal atau lebih dari teori yang terdapat dalam pikiran seseorang. Dari pendapat tersebut maka disimpulkan bahwa keterampilan berpikir kreatif adalah kemampuan untuk menghasilkan gagasan atau ide baru yang orisinil. Dengan siswa memiliki keterampilan berpikir kreatif maka siswa mampu menghasilkan gagasan yang beda dari yang lain dan gagasan tersebut baru dari yang lain.

(3)

Jurnal Pena Ilmiah: Vol. 2 No 1 (2017) orisinil, yaitu memberikan jawaban dengan jawaban yang berbeda dari orang lain atau jawaban yang tidak lazim yang jarang diberikan banyak orang. Berpikir orisinil juga diartikan bahwa siswa mampu mengemukakan pendapat yang asli hasil dari pemikirannya. Keempat berpikir elaboratif, merupaka berpikir untuk menambah, memperkaya atau mengembangan suatu gagasan atau memperluas sebuah gagasan. Artinya, siswa mengembangkan sesuatu dari gagasan yang sudah ada menjadi gagasan yang lebih luas. Seluruh indikator tersebut seharusnya dikembangkan dalam setiap pembelajaran, agar siswa memiliki kemampuan berpikir yang kreatif. Namun, di sekolah khususnya sekolah dasar untuk saat ini dalam keterampilan berpikir kreatif belum maksimal diterapkan, khususnya di sekolah dasar. Hal ini dikemukakan oleh Dewi, Artini, & Ristiani (2013) bahwa keterampilan berpikir kreatif siswa di sekolah dasar masih belum dikembangkan dan diterapkan secara baik dan menyeluruh. Selain

itu, ‘offi iuddi Fauziah, e gu gkapkan dalam penelitiannya bahwa kemampuan berpikir kreatif belum tertangani secara sistematis dan dilaksanakan secara parsial khususnya pada tingkat sekolah dasar. Hal ini juga dikatakan Suastra & Karisa dalam pembelajaran IPA di sekolah dasar keterampilan berpikir kreatif urang terperhatikan dengan serius (Dewi et al., 2013).

Keterampilan berpikir kreatif sangat penting dikembangkan, mengingat ilmu pengetahuan dan teknologi yang selalu berkembang. Munandar (2014, p. 31) mengungkapkan bahwa kreativitaslah yang akan meningkatan kualitas hidup manusia. Karena saat ini negara dan masyarakat membutuhkan sumbangan yang kreatif berupa gagasan baru, tenologi baru dan penemuan pembelajaran yang baru agar mengimbangi kemajuan IPTEK. Kemampuan berpikir kreatif sangat diperlukan dalam memasuki masa mendatang yang selalu berubah serta daya saing yang semakin ketat (Sekar, Pudjawan, & Margunayasa, 2015).

Upaya dalam mengembangkan keterampilan berpikir kreatif yaitu dengan melakukan inovasi pembelajaran. Inovasi pembelajaran dapat dilakukan dengan memberikan pembelajaran yang bermakna dengan menggunakan metode belajar yang membuat siswa mengembangkan keterampilan berpikir kreatifnya. Salah satu metode yang dapat digunakan yaitu metode investigasi kelompok. Metode investigasi kelompok pertama kali dikembangkan oleh Thelen kemudian dikembangkan lebih kompleks oleh Universitas Tel Aviv yaitu Sharan dan kawan-kawan pada tahun 1976 (Wisudawati & Sulistyowati, 2015). Investigasi menurut kamus bahasa Indonesia mengandung arti penyelidikan dengan cara merekam, mencatat kejadian nyata (fakta) melalui pertimbangan, percobaan dan penyelidikan dengan tujuan memperoleh jawaban atau pertanyaan terkait peristiwa, sifat, khasiat atau suatu zat. Sutama (Artini, Pasaribu, Sarjan, & Husen, 2015) menjelaskan bahwa pembelajaran investigasi kelompok adalah pembelajaran secara berkelompok yang mengharuskan siswa berkerjsa sama, berdiskusi, melatih berpikir kritis, serta memiliki rasa bertanggung jawab tinggi dalam pembelajaran. Arifin & Afandi (2015) mendefinisikan investigasi kelompok sebagai metode pembelajaran dimana siswa terlibat langsung dalam pembelajaran sejak perencanaan baik dalam mentukan sub topik maupun saat pelaksanaan investigasi.

(4)

Jurnal Pena Ilmiah: Vol. 2 No 1 (2017) sains (Wiratana, Sadia, & Suma, 2013). Wisudawati & Sulistyowati (2015) menjelaskan bahwa metode investigasi kelompok dapat meningkatkan kemandirian siswa dalam memecahkan masalah, meningkatkan kreativitas siswa, meningkatkan intrapersonal ketika melakukan disukusi dan kerja sama dengan kelompoknya, meningkatkan penalaran dan proses mental siswa. Manfaat tersebut diperoleh siswa saat pembelajaran berlangsung dengan melalui tahapan metode investigasi kelompok. Sharan (Majid, 2015) menjelaskan tahapan-tahapan tersebut yaitu pemilihan topik, perencanaan kooperatif/kerja sama, pengaplikasian, menganalisis hasil, presentasi hasil dan evaluasi. Peran guru dalam pembelajaran menggunakan investigasi kelompok yaitu menganalisis pembelajaran dengan menyediakan pilihan dan mengontrol terhadap siswa dapat memilih strategi penelitian yang akan digunakan (Huda, 2014). Seorang guru di sekolah bukan hanya sekedar berperan sebagai penyampai materi pelajaran (transfer of knowledge), namun juga harus mampu memerankan dirinya sebagai petugas sosial, pelajar dan ilmuwan, orang tua, pencari teladan, dan pencari keamanan (Usman, 2002). Guru mempunyai tanggung jawab dari segi profesionalnya. Menurut Aeni (2015) untuk menjalankan peran-peran tersebut maka guru selayaknya menempatkan dirinya sebagai seorang pendidik professional.

Jadi dalam pembelajaran dengan menggunakan investigasi kelompok ini siswa lebih diharusan aktif dalam pembelajaran dan siswa dilibatkan langsung ke dalam pembelajaran, guru hanya sebagai fasilitator untuk siswa dalam memperoleh materi. Pembelajaran dengan metode investigasi kelompok ini memiliki ciri esensial, yaitu siswa belajar dalam kelompok dengan jumlah antara 4-6 orang, pembelajaran siswa difokuskan untuk menjawab pertanyaan yang sebelumnya dibuat, kegiatan pembelajaran siswa selalu mengharuskan untuk mecatat data-data, menganalisis dan menghasilkan kesimpulan, hasil dari penyelidikan dikomunikasikan kepada seluruh siswa atau siswa saling bertukar informasi (Anggriana, 2010).

Selain uraian dengan serangkaian kegiatan metode investigasi kelompok tersebut, metode investigasi kelompok dapat melatih siswa dalam kemampuan berpikir untuk mencari lebih dari satu jawaban saja, dan dapat mengembangkannya yang merupakan salah satu indikator dari berpikir kreatif. Berdasarkan pemaran diatas maka metode investigasi kelompok merupakan metode yang cocok untuk mengembangkan keterampilan berpikir kreatif siswa ditinjau dari kemanfaatan dan langkah-langkah yang dimiliki oleh metode investigasi kelompok.

Dari pemaparan tersebut didapat beberpa rumusan malasah sebagai berikut.

1. Apakah metode investigasi kelompok dapat meningkatkan keterampilan berpikir kreatif siswa kelompok tinggi?

2. Apakah metode investigasi kelompok dapat meningkatkan keterampilan berpikir kreatif siswa kelompok sedang?

3. Apakah metode investigasi kelompok dapat meningkatkan keterampilan berpikir kreatif siswa kelompok rendah?

4. Apakah terdapat perbedaan peningkatan keterampilan berpikir kreatif siswa kelompok tinggi, sedang dan rendah setelah diberian pembelajaran dengan menggunakan metode investigasi kelompok?

(5)

Jurnal Pena Ilmiah: Vol. 2 No 1 (2017)

METODE PENELITIAN Metode Penelitian

Penelitian ini menggunakan metode pre-experimental dan desain yang digunakan dalam penelitian adalah one-group pretest-posttest. Penelitian ini yaitu penelitian yang dilakukan dengan cara membandingkan peningkatan keterampilan berpikir kreatif terdapat tiga kelompok siswa (tinggi, sedang dan rendah) setelah diberikan perlakuan khusus yaitu dengan menerapkan metode investigasi kelompok pada pembelajaran materi bencana alam. Dalam penelitian ini hanya menggunakan kelas eksperimen dan tidak ada kelas kontrol. Pada kelas eksperimen siswa diberikan perlakukan berupa pembelajaran dengan menggunakan metode investigasi kelompok. Sebelum diberi perlakukan terdapat tes awal (pretest) yang dilakukan terhadap seluruh kelompok, dan selanjutnya dilakukan pengukuran lanjutan dengan tes akhir (posttest). Dengan demikian dapat diketahhui lebih pasti, karena dapat memperlihatkan perbandingan keadaan keterampilan berpikir kreatif siswa sebelum diberi pembelajaran dengan metode investigasi kelompok dan sesudah diberikan pembelajaran dengan metode investigasi kelompok.

Lokasi Penelitian

Penelitian ini berlokasi di SDN Bangkir. SD tersebut berada di Kecamatan Cimanggung Kabupaten Sumedang. Adapun waktu penelitian yang dilakukan pada tanggal 22 April – 13 Mei 2017. Setiap kelompok (tinggi, sedang, rendah) menggunakan waktu empat kali pertemuan sehingga terdapat dua belas kali pertemuan.

Subjek Penelitian

Penelitian ini memiliki populasi yaitu seluruh siswa kelas V sekolah dasar yang ada di kecamatan Cimanggung yang termasuk ke dalam kelompok tinggi, sedang dan rendah. Pada penelitian ini teknik penggambilan sampel menggunakan teknik Purposive Sampling. Menurut Sugiyono (2013) purposive sampling adalah cara pemetaan sampel dengan pertimbangan tertentu. Pemilihan teknik sampling ini didasari pada tujuan penelitian yang mencari jumlah siswa yang sesuai untuk penelitian. Pada penelitian ini, peneliti memilih sampel dari populasi dilihat dari jumlah siswa pada kelas V yang berjumlah kurang lebih 90 siswa. Sugiyono (2013) mengataan bahwa ukuran sampel untuk penelitian minimal 30 sampai dengan 900 siswa, jika terdapat pembagian kelompok maka dalam setiap kelompok sampel harus berjumlah minimal 30 orang. Maka dari itu dipilihlah sampel yaitu SDN Bangkir dengan mengambil kelas V-A, V-B dan V-C. Jumlah siswa kelas V-A, B dan C berjumlah 91 siswa.

Teknik Pengumpulan Data

(6)

Jurnal Pena Ilmiah: Vol. 2 No 1 (2017)

Teknik Pengolahan dan Analisis Data

Perolehan data pada penelitian ini yaitu dari dua jenis data, data kuantitaif dan data kualitatif. Data kuantitatif diperoleh dari hasil pretest dan posttest ketarmpilan berpikir siswa kelompok tinggi, sedang dan rendah. Data yang sudah diperoleh diolah dengan menggunakan Microsoft excel 2010 dan SPSS 16.0 for Windows. Sedangkan data kualitatif diperoleh dari hasil observasi aktivitas siswa dan guru serta anget siswa.

Hasil dan Pembahasan

Pengelompokan siswa tinggi, sedang rendah dilakukan dengan memberikan tes kemampuan awal IPA (KAIPA). Tes ini dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui kemampuan awal yang dimiliki siswa dalam pembelajaran IPA, dan nilai yang diperoleh siswa menjadi patokan dalam pengelompokkan siswa katagori tinggi, sedang dan rendah. Tes KAIPA ini merupakan tes dengan jenis pilihan ganda sebanyak 25 soal, dengan materi IPA yang sudah dipelajari sebelumnya. Soal KAIPA diambil dari soal-soal UN SD/MI tahun 2014 dan tahu 2016. Tes KAIPA dilakukan serentak kepada siswa pada hari Sabtu, 22 April 2017. Hasil yang diperoleh siswa kemudian diolah dihitung rata-rata dan standar deviasinya. Hasil perhitungan dengan menggunakan Microsoft Excel 2010 dipaparkan dalam Tabel 1 sebagai berikut.

Tabel 1 Hasil Perhitungan Tes Kemampuan Awal IPA siswa (KAIPA)

Jumalah Nilai 4110

N 91

Mean ( x ) 45,16

Standar Deviasi (s) 13,87

Kelompok Tinggi (nilai ≤ – s) x < 59,03 Kelompok Sedang ( – s ≤ nilai < + s) ≤ , < 59, Kelompok Rendah (nilai < – s) X < 31,30

Berdasarkan perhitungan di atas memperoleh hasil rata-rata nilai siswa adalah 45,16 dan standar deviasinya adalah 14,87. Berdasarkan hasil tersebut maka dapat disimpulkan bahwa yang memiliki nilai lebih dari 59,03 termasuk ke dalam kelompok tinggi, siswa yang memiliki nilai antara 31,30 sampai 59,03 termasuk kelompok sedang dan siswa yang termasuk ke dalam kelompo rendah yaitu siswa dengan nilai di bawah 31,30. Dari perhitungan tersebut diperoleh siswa yang tergabung dalam kelompok tinggi berjumlah 18 siswa, kelompok rendah 59 siswa dan kelompok rendah 14 siswa. Pengelompokkan tersebut bersumber dari Arikunto & Suharsimi (2012, p. 299).

Pe elitia i i e ggu aka taraf sig ifia si α = , 5, hasil uji a g dilakuka adalah

(7)

Jurnal Pena Ilmiah: Vol. 2 No 1 (2017) berdistribusi normal, maka dari itu uji beda rata-rata yang digunakan adalah uji-t berpasangan

(Paired Sample t-test). Hasil uji beda rata-rata kelompok tinggi diperoleh nilai P-value senilai 0,000 yang artinya0 ditolak dan1 diterima bahwa terdapat perbedaan rata-rata nilai pretest dan posttest siswa kelompok tinggi pada materi bencana alam. Perbedaan ini dilihat dari rata-rata nilai pretest dan posttest dari siswa kelompok tinggi yang hasilnya menunjukan bahwa nilai posttets lebih besar dibanding pretest. Hasil uji beda rata-rata kelompok sedang memperoleh nilai P-value sebesar 0,000 dan hasil uji beda rata-rata kelompok rendah diperoleh nilai P-value senilai 0,000. Dari perhitungan kelompok sedang dan rendah mendapatkan hasil P-valuekura g dari α = , 5 aka dapat dikataa 0 ditolak dan 1 diterima. Diterimanya 1 menunjukkan bahwa terdapat berbedaan rata-rata nilai pretest dan posttest pada materi bencana alam di kelompok sedang dan rendah tersebut.

Perbedaan tersebut dapat dilihat dari perbandingan nilai rata-rata pretest dan posttest, untuk kelompok sedang dan rendah kedunya sama-sama meiliki nilai rata-rata tinggi pada posttest. Dari hasil perhitungan tersebut dapat disimpulkan bahwa metode investigasi kelompok dapat meningkatkan keterampilan berpikir kreatif siswa seluruh kelompok (tinggi, sedang dan rendah) pada materi bencana alam. Dalam setiap kelompok tinggi, sedang dan rendah mengalami peningkatan keterampilan berpikir kreatif. Untuk mengetahui perbedaan peningkatan antara kelompok tinggi, sedang dan rendah dilakuan uji beda rata-rata. Sebelumnya dilakukan uji normalitas menggunakan data gain karena dalam pretest siswa kelompok tinggi, sedang dan rendah terdapat perbedaan rata-rata. Hasil uji ANOVA satu jalur dapat dilihat pada Tabel 2 sebagai berikut.

Tabel 2. Hasil Perhitungan Uji ANOVA Satu Jalur

Dari hasil perhitungan data berdistribusi normal dan bervarians homogen, maka dilanjut ke uji ANOVA.Berdasarkan hasil perhitungan dapat diketahui hasil uji ANOVA satu jalur memiliki P-value sebesar 0,054 artinya lebih besar dari taraf siginifikansi 0,05. Dengan demikian 0 diterima bahwa tidak terdapat perbedaan peningkatan keterampilan berpikir kreatif siswa ketiga kelompok (tinggi, sedang dan rendah). Hal ini dikarenakan seluruh siswa kelompok mendapatan perlakuan yang sama yaitu pembelajaran dengan menggunaan metode investigasi kelompok. Selain itu, guru dalam pelaksanaan pembelajaran memberikan pengajaran yang optimal untuk seluruh siswa, tidak membeda-bedakan dalam karakter, atau kemampuan. Selain itu, meningkatnya keterampilan berpikir kreatif siswa dikarenakan dalam pembelajaran menggunakan investigasi kelompok siswa dilatih untuk mengembangkan keempat keterampilan berpikir kreatif. Faktor pendukung dari meningatnya keterampilan berpikir kreatif siswa pada ketiga kelompok tersebut yaitu dari kinerja guru dan aktivitas siswa. Hasil data dari observasi kinerja duru dalam perencanaan (RPP) memilii rata-rata

Gain

Sum of

Squares Df

Mean

Square F Sig.

Between

Groups .021 2 .011 3.016 .054

Within

Groups .310 88 .004

(8)

Jurnal Pena Ilmiah: Vol. 2 No 1 (2017) dengan interpretasi sangat baik, pada kelas V-A memiliki nilai rata-rata 96,66%, kelas V-B 93,41% dan kelas C 95%. Rata-rata tersebut dinilai oleh obsever yaitu guru dari seluruh kelas. Hasil data kinerja guru dalam pelaksanaan mencapai rata interpretasi sangat baik. Hal tersebut dapat ditinjau dari perolehan nilai rata-rata setiap kelas, kelas V-A memiliki rata-rata 95,52%, kelas V-B 92,95% dan kelas V-C 93,56%.

Jadi dapat disimpulkan pada dasarnya terjadi peningkatan keterampilan berpikir kreatif siswa dipengaruhi oleh kinerja guru yang baik pula. Pembelajaran menggunakan metode investigasi kelompok dilakukan dengan seoptimal mungkin dari perencanaan, pelaksanaan hingga evaluasi pembelajaran. Selain kinerja guru, aktivitas siswa pun menjadi faktor meningkatnya keterampilan berpikir kreatif siswa. Aktivitas siswa dinilai oleh observer yang berbeda dengan observer kinerja guru dalam perencanaan dan pelaksanaan. Data obsevasi kinerja guru mendapatan hasil dengan rata-rata interpretasi baik. Rata-rata aktivitas siswa kelompok tinggi yaitu 86,67%, rata-rata aktivitas kelompok rendah yaitu 67,70% dan rata-rata aktivitas kelompok rendah yaitu 61,65%. Dari hasil yang diperoleh tersebut dapat disimpulkan bahwa keterampilan berpikir kreatif siswa dapat meningkat apabila aktivitas siswa selama proses pembelajaran berlangsung dengan baik. Karena dengan aktivitas siswa yang tinggi, menunjukkan bahwa siswa benar melatih melakukan berpikir kreatif dan siswa melakukan pembelajaran dengan antusias dan semangat. Hal tersebut dapat dilihat dari hasil angket respon siswa yang memperoleh data yang positif terhadap pembelajaran metode investigasi kelompok dan keterampilan berpikir kreatif.

Kriteria respon dalam angket yaitu Sangat Setuju (SS), Setuju (S), Tidak Setuju (TS) dan Sangat Tidak Setuju (STS). Dari hasil penyebaran angket diperoleh hasil untuk pernyataan positif dominan siswa menjawab di S dan SS, sedangkan untuk pernyataan negatif dominan siswa menjawab di TS dan STS. Hal ini membuktikan bahwa respon siswa terhadap pembelajaran menggunaan investigasi kelompok memiliki respon yang baik dan positif. Respon siswa terhadap keterampilan berpikir kreatif memperoleh hasi yang bervariatif. Untuk indikator berpikir lancar siswa memperoleh rata 4,03, indikator berpikir luwes memperoleh rata-rata 3,59, indikator berpikir orisinil memperoleh rata-rata-rata-rata 2,88, indikator berpikir elaboratif memperoleh rata-rata 3,66. Dari hasil tersebut dapat disimpulkan bahwa selama pembelajaran siswa dilatih untuk mengembangkan keterampilan berpikir kreatif dengan indikator berpikir lancar, berpikir luwes, berpikir orisinil dan berpikir elaboratif.

SIMPULAN

Berdasarkan pemaparan pada hasil dan pembahasan terdapat beberapa simpulan, yaitu pertama pembelajaran Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) dengan menggunakan metode investigasi kelompok terbukti dapat meningkatkan kemampuan berpikir siswa kelompok tinggi. Hal ini dilihat dari uji beda rata-rata bahwa terdapat perbedaan antara rata-rata nilai

pretest dan posttest siswa. Hasil posttest siswa menunjukan lebih baik dari pada pretest siswa. Kedua, pembelajaran IPA dengan menggunakan metode investigasi kelompok dapat meningkatkan keterampilan berpikir kreatif siswa kelompok sedang. Hal ini dilihat dari hasil uji beda rata-rata nilai pretest dan posttest siswa, bahwa terdapat perbedaan antara nilai

(9)

Jurnal Pena Ilmiah: Vol. 2 No 1 (2017) perbedaan antara rata-rata nilai pretest dan posttest siswa. Hasil posttest siswa menunjukan lebih baik dari pada pretest siswa. Keberhasilan peningkatan keterampilan berpikir kreatif siswa pada ketiga kelompok tersebut dipengaruhi oleh aktivitas siswa dan observasi kinerja guru yang baik. Selain itu, peningkatan didukung juga dari langkah-langkah pembelejaran metode investigasi kelompok yang dilaksanakan secara efektif serta pada langkah-langkah pembelajaran siswa dilatih untuk memiliki keempat indikator berpikir kreatif, yaitu berpikir lancar, berpikir luwes, berpikir orisinil dan berpikir elaboratif. Keempat, tidak terdapat perbedaan peningkatan keterampilan berpikir kreatif siswa pada seluruh kelompok (tinggi, sedang dan rendah). Hal ini dikarenakan seluruh siswa mendapatkan perlakuan yang sama yaitu pembelajaran dengan menggunakan investigasi kelompok. Kelima, Siswa memiliki respon yang baik terhadap pembelajaran dengan menggunakan metode investigasi kelompok dan kemampuan berpikir kreatif. Kelima terdapat respon yang baik dan positif terhadap pembelajaran dengan menggunakan metode investigasi kelompok dan siswa merespon dengan baik mengenai keterampilan berpikir kreatif.

BIBLIOGRAFI

Aeni, A. (2014). PENDIDIKAN KARAKTER UNTUK SISWA SD DALAM PERSPEKTIF ISLAM. Mimbar Sekolah Dasar, 1(1), 50-58. doi:http://dx.doi.org/10.17509/mimbar-sd.v1i1.863.

Aeni, A. (2015). MENJADI GURU SD YANG MEMILIKI KOMPETENSI PERSONAL-RELIGIUS MELALUI PROGRAM ONE DAY ONE JUZ (ODOJ). Mimbar Sekolah Dasar, 2(2), 212-223. doi:http://dx.doi.org/10.17509/mimbar-sd.v2i2.1331.

Anggriana, L. (2010). Penerapan Model Pembelajaran Investigasi Kelompok untuk Meningkatkan Kemampuan Pemecahan Masalah Matematika Siswa Kelas VIII SMP Negeri 27 Palembang. Jurnal Pendidikan Matematika, 4(1), 1–12.

Arifin, Z., & Afandi, T. Y. (2015). Pengaruh Pembelajaran Kooperatif Tipe Investigasi Kelompok (Group Investigation) dan Strategi Student Team Achevement Division (STAD) terhadap Keterampilan Proses dan Hasil Belajar Siswa SMK di Kota Kediri. Arikunto, & Suharsimi. (2012). Dasar-dasar Evaluasi Pendidikan Edisi 2.

Artini, Pasaribu, M., Sarjan, & Husen, M. (2015). Penerapan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Group Investigation Untuk Meningkatkan Aktivitas Dan Hasil Belajar Ipa Pada Siswa Kelas Vi Sd Inpres 1 Tondo. E-Jurnal Mitra Sains, 3(1), 45–52.

Dewi, K., Artini, N. W., & Ristiani, N. (2013). Pengaruh Model Pembelajaran Pdeode Terhadap Pada Siswa Kelas V Sd Laboratorium Undiksha. Retrieved from ejournal.undiksha.ac.id/index.php/JJPGSD/article/view/1277.

Fauziah, Y. N. (2011). Analisis Kemampuan Guru dalam Mengembangkan Keterampilan Berpikir Kreatif Siswa Sekolah Dasar Kelas V pada Pembelajaran Ilmu Pengetahuan Alam.

Huda, M. (2014). Model-model Pengajaran dan Pembelajaran. Yogyakarta: Pustaka Pelajar. Isti, S. D. (2013). Peningkatan Kemampuan Berpikir Kreatif Siswa melalui Model Pembelajaran Inkuiri pada Mata Pelajaran Ilmu Pengetahuan Alam. Jurnal Pendidikan Guru Sekolah Dasar, 1(2), 1–14.

Majid, A. (2015). Strategi Pembelajaran. Bandung: Remaja Rosdakarya.

Maulana. (2011). Berpikir Kreatif Itu Perlu! Jurnal Mimbar Pendidikan Dasar, 2(2), 43-48. Munandar, U. (2014). Pengembangan Kreativitas Anak Berbakat. Jakarta: Rineka Cipta. Sadulloh, U. (2014). Pengantar Filsafat Pendidikan. Bandung: Alfabeta.

Sadulloh, U. (2015). Pedagogik (Ilmu Mendidik). Bandung: Alfabeta.

(10)

Jurnal Pena Ilmiah: Vol. 2 No 1 (2017) Santoso, F. G. I. (2011). Mengasah Kemampuan Berpikir Kreatif dan Rasa Ingin Tahu Melalui

Pembelajaran Matematika dengan Berbasis Masalah (sebuah kajian teoritis). In Prosding Seminar Nasional Matematika dan Pendidikan Matematika Universitas Negeri Yogyakarta.

Sekar, D. K. S., Pudjawan, K., & Margunayasa, I. G. (2015). Analisis Kemampuan Berpikir Kreatif Dalam Pembelajaran Ipa Pada Siswa Kelas Iv Di Sd Negeri 2 Pemaron Kecamatan Buleleng. E-Journal PGSD Universitas Pendidikan Ganesha Jurusan PGSD, 3(1).

Sugiyono. (2013). Metode Penelitian Pendidikan (Pendekatan Kuantitatif, Kualitatif dan R&D). Bandung: Alfabeta.

Sujana, A. (2014). Pendidikan IPA Teori dan Praktek. Bandung: Rizqi Press.

Uki, S. (2013). Peran Berpikir Kreatif Dalam Proses Pembelajaran Matematika.

Jurnal Formatif, 2(3), 248–262.

Usman, M. U. (2002). Menjadi Guru Profesional. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya.

Wiratana, I. K., Sadia, I. W., & Suma, K. (2013). Pengaruh Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Investigasi Kelompok ( Group Investigation ) Terhadap Keterampilan Proses Dan Hasil Belajar Sains Siswa SMP. E-Journal Program Pascasarjana Universitas Pendidikan Ganesha, 3(2), 1–12.

Gambar

Tabel 1 Hasil Perhitungan Tes Kemampuan Awal IPA siswa (KAIPA)
Tabel 2. Hasil Perhitungan Uji ANOVA Satu Jalur

Referensi

Dokumen terkait

[r]

[r]

dipilih merupakan kandidat yang memiliki nilai RMS terendah. Fitur bedasarkan jumlah kapasitas payload , kandidat yang dipilih merupakan kandidat yang memiliki jumlah

Pembuatan Website Nokia Mobilephone merupakan sebuah aplikasi yang berisi informasi mengenai beberapa type ponsel nokia, spesifikasi ponsel dn fiturfitur tambahan dari ponsel nokia

Berdasarkanperolehan data yang kemudiandiolahdandianalisisdaripenelitian yang telahdilaksanakanpadasiswadi SDN Cimalaka IIIdan SDN Mandalaherang II selama 12 kali

Judul artikel: Implementasi Model Penyuluhan KB Berbasis Gender dalam Upaya Meningkatkan Ketahanan Keluarga di Kabupaten Purbalingga. Status : Sudah dikirim

 @ Badan dibelakang bola sedikit condong kedepan, kaki tumpu diletakkan disamping bola dengan ujung kaki menghadap kesasaran, kaki sedikit ditekuk..  @ Kaki tending berada di

Kabupaten Paser memiliki angka indeks yang lebih tinggi dari pada daerah lain karena: (1) ketersediaan wahana dan level partisipasi dimana masyarakat banyak diberikan