• Tidak ada hasil yang ditemukan

Efektivitas Penerapan Standar Operasional Prosedur (SOP) Administrasi Dalam Meningkatkan Kualitas Pelayanan Kesehatan Masyarakat

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Efektivitas Penerapan Standar Operasional Prosedur (SOP) Administrasi Dalam Meningkatkan Kualitas Pelayanan Kesehatan Masyarakat"

Copied!
22
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

URAIAN TEORITIS

Teori adalah sebuah sistem konsep abstrak yang mengindikasi adanya hubungan diantara konsep-konsep tersebut yang membantu kita memahami sebuah fenomena. Sehingga dapat dikatakan bahwa suatu teori merupakan suatu kerangka kerja konseptual untuk mengatur pengetahuan dan menyediakan suatu cetak biru untuk melakukan beberapa tindakan selanjutnya. Menurut Singarimbun (1989) teori adalah serangkaian asumsi, konsep, kontrak, defenisi, dan proposisi untuk menerangkan suatu fenomena sosial secara sistematis dengan cara merumuskan hubungan antar konsep. Dengan adanya teori, peneliti mencoba menerangkan fenomena sosial atau fenomena alami yang menjadi pusat perhatiannya berdasarkan unsur ilmu dan teori.

Untuk memperoleh pemahaman yang sama atas konsep-konsep yang digunakan dalam penelitian ini dan kerangka berfikir bagi peneliti, maka berikut beberapa konsep yang dianggap relevan dengan kasus penelitian yang dibahas.

2.1 Efektivitas

(2)

adalah konsep yang luas mencakup berbagai faktor didalam maupun diluar organisasi, yang berhubungan dengan tingkat keberhasilan organisasi dalam usaha untuk mencapai tujuan atau sasaran organisasi.

Menurut Sondang P Siagian (2001:24) mendefinisikan efektivitas sebagai pemanfaataan sumber daya, sarana dan prasarana dalam jumlah tertentu yang secara sadar ditetapkan sebelumnya untuk menghasilkan sejumlah barang dan jasa atas kegiatan yang dijalankan. Efektivitas dalam hal ini menunjukan dari segi tercapai tidaknya sasaran yang telah ditetapkan. James L. Gibson dkk Pasolong (2007:3) mendefinisikan Efektivitas adalah pencapaian sasaran dari upaya bersama. Derajat pencapaian sasaran menunjukan derajat efektivitas. Sedangkan menurut Keban (2004:140) mengatakan bahwa suatu organisasi dapat dikatakan efektivitas apabila tujuan organisasi atau nilai-nilai sebagaimana ditetapkan visi tercapai.

Dari pengertian efektivitas yang dikemukakan diatas dapat disimpulkan bahwa efektivitas adalah suatu keadaan yang menunjukkan sejauh mana rencana dapat tercapai.

2.1.1 Pendekatan Efektivitas

(3)

dalam https://mardajie.wordpress.com/perilaku-organisasi/pendekatan-pendekatan organisasi/ diakses pada tanggal 17 Januari 2016 pukul 16.22 WIB:

1. Pendekatan pencapaian tujuan

Pendekatan pencapaian tujuan mengasumsi bahwa organisasi adalah kesatuan yang dibuat dengan sengaja, rasional, dan mencari tujuan. Oleh karena itu, pencapaian tujuan yang berhasil menjadi sebuah ukuran yang tepat tentang keefektifan. Namun demikian agar pencapaian tujuan bisa menjadi ukuran yang sah dalam mengukur keefektifan organisasi, asumsi-asumsi lain juga harus diperhatikan :

a. Organisasi harus mempunyai tujuan akhir.

b. Tujuan-tujuan tersebut harus diidentifikasi dan ditetapkan dengan baik agar dapat dimengerti.

c. Tujuan-tujuan tersebut harus sedikit saja agar mudah dikelola.

d. Harus ada konsensus atau (kesepakatan umum mengenai tujuan-tujuan tersebut),

Oleh karena itu empat asumsi diatas menyatakan bahwa keefektifan sebuah organisasi harus dinilai dengan pencapaian tujuan ketimbang caranya.

2. Pendekatan sistem

(4)

Manajemen tidak boleh gagal dalam mempertahankan hubungan yang baik dengan para pelanggan, pemasok, lembaga pemerintahan, serikat buruh, dan konstituensi sejenis yang mempunyai kekuatan untuk mengacaukan operasi organisasi yang stabil. Kekurangan yang paling menonjol dari pendekatan system adalah hubungannya dengan pengukuran dan masalah apakah cara-cara itu memang benar-benar penting. Keunggulan akhir dari pendekatan sistem adalah kemampuannya untuk diaplikasikan jika tujuan akhir sangat samara atau tidak dapat diukur. Dapat disimpulan bahwa organisasi terdiri sub bagian yang saling berhubungan, oleh karena itu dinilai berdasarkan kemampuannya untuk dan mempertahankan stabilitas dan keseimbangan.

3. Pendekatan stakeholders

Dikatakan sudah efektif apabila dapat memenuhi bagi pemilik adalah laba atau investasi, pertumbuhan penghasilan, pegawai adalah kompensasi, tunjangan tambahan, kepuasaan pada kondisi kerja, pelanggan adalah kepuasan terhadap harga, kualitas, pelayanan, kreditur adalah kemampuan untuk membayar hutang.

2.1.2 Faktor yang Mempengaruhi Efektivitas

(5)

mewujudkan suatu efektivitas. Ada empat faktor yang mempengaruhi efektivitas, dikemukakan oleh Richard M Steers (1985:8) dalam kutipan

http://ilmukeolahragaan.blogspot.co.id/2011/05/efektivitas-dalam-organisasi.html

diakses pada tanggal 17 Januari 2016 pukul 16.38 WIB, yaitu: 1. Karakteristik Organisasi

Hubungan yang sifatnya relatif tetap seperti susunan sumber daya manusia yang terdapat dalam organisasi. Struktur merupakan cara yang unik menempatkan manusia dalam rangka menciptakan sebuah organisasi. Dalam struktur, manusia ditempatkan sebagai bagian dari suatu hubungan yang relatif tetap yang akan menentukan pola interaksi dan tingkah laku yang berorientasi pada tugas.

2. Karakteristik Lingkungan mencakup dua aspek:

a. Aspek pertama adalah lingkungan ekstern yaitu lingkungan yang berada di luar batas organisasi dan sangat berpengaruh terhadap organisasi, terutama dalam pembuatan keputusan dan pengambilan tindakan.

b. Aspek kedua adalah lingkungan intern yang dikenal sebagai iklim organisasi yaitu lingkungan yang secara keseluruhan dalam lingkungan organisasi.

3. Karakteristik Pekerja

(6)

apabila suatu organisasi menginginkan keberhasilan, organisasi tersebut harus dapat mengintegrasikan tujuan individu dengan tujuan organisasi.

4. Karakteristik Manajemen

Strategi dan mekanisme kerja yang dirancang untuk mengkondisikan semua hal yang di dalam organisasi sehingga efektivitas tercapai. Kebijakan dan praktek manajemen merupakan alat bagi pimpinan untuk mengarahkan setiap kegiatan guna mencapai tujuan organisasi.

Dalam melaksanakan kebijakan dan praktek manajemen harus memperhatikan manusia, tidak hanya mementingkan strategi dan mekanisme kerja saja. Mekanisme ini meliputi penyusunan tujuan strategis, pencarian dan pemanfaatan atas sumber daya, penciptaan lingkungan prestasi, proses komunikasi, kepemimpinan dan pengambilan keputusan, serta adaptasi terhadap perubahan lingkungan inovasi organisasi.

2.1.3 Pengukuran Efektivitas

Pengukuran efektivitas seringkali menghadapi kesulitan. Hal ini disebabkan oleh pencapaian hasil (Outcome) seringkali tidak dapat diketahui dalam jangka pendek, akan tetapi jangka panjang setelah program berhasil, sehingga ukuran efektivitas biasanya dinyatakan secara kualitatif (berdasarkan mutu) dalam bentuk pernyataan saja, artinya apabila mutu baik, maka efektivitas baik pula.

(7)

http://elib.unikom.ac.id//files/disk1/461/jbptunikompp-gdl-resminings-23003-10unikom h i.pdf diakses pada 15 Februari 2016.

Sehubungan dengan hal-hal yang telah dikemukakan diatas, maka ukuran efektivitas merupakan suatu standar akan terpenuhinya mengenai sasaran dan tujuan yang akan dicapai. Selain itu, menunjukan pada tingkat sejauh mana organisasi, program,/kegiatan berhasil melakukan fungsi-fungsinya secara optimal.

2.2 Standart Operasional Prosedur (SOP)

(8)

2.2.1 Tujuan Standart Operasional Prosedur

Tujuan Standar Operasional Prosedur yaitu agar petugas menjaga konsistensi dan tingkat kinerja petugas atau tim dalam organisasi atau unit, mengetahui dengan jelas peran dan fungsi posisi dalam organisasi, memperjelas alur tugas, melindungi organisasi dan staf dari malpraktek, untuk menghindari kegagalan, keraguan, duplikasi dan inefisiensi.

Tujuan khusus dari Standar Operasional Prosedur sebagai acuan dalam melaksanakan kegiatan tertentu bagi tenaga administrasi dan tenaga profesi di rumah sakit, untuk menjelaskan alur tugas, wewenang dan tanggung jawab dari petugas terkait, untuk menjaga konsistensi tingkat penampilan kinerja atau kondisi tertentu dan menjaga keamanan petugas dan lingkungan dalam melaksanakan pekerjaan, untuk menghindari kesalahan, keraguan, duplikasi atau pemborosan dalam pelaksanaan kegiatan, untuk menjamin penggunaan tenaga dan sumber daya lain secara efisien.

2.2.2 Standar Operasional Prosedur Rumah Sakit

Ada beberapa jenis dan ruang lingkup Standar Operasional Prosedur pada Rumah Sakit dikutip pada http://amelyaretno.blogspot.co.id/ di akses pada tanggal 19 januari 2016 pukul 21.16 WIB yaitu:

1. Standar Operasional Prosedur Pelayanan Profesi, dalam hal ini terbagi atas dua kelompok yaitu:

(9)

1. Pelayanan medis, seperti : Komite medik / SMF, Rawat Inap, Rawat Jalan, Pelayanan Gawat Darurat, ICCU/ICU, Kamar Bedah dan sebagainya. Contoh : Standar Operasional Prosedur untuk Diagnostik/terapi

Pelayanan penunjang, meliputi : Laboratorium, Radiologi, Rehabilitasi

medis, Farmasi, dan sebagainya. Contoh : Standar Operasional Prosedur pemeriksaan (teknis) Laboratorium

 Pelayanan keperawatan. Contoh : Standar Operasional Prosedur/Standar

asuhan Keperawatan, Standar Operasional Prosedur persiapan pasien Operasi. B. Standar Operasional Prosedur, untuk aspek manajerial adalah Standar Operasional Prosedur mengenai proses kerja yang menunjang Standar Operasional Prosedur keilmuan dan pelayanan pasien non-keilmuan.

Contoh : Prosedur Dokter Jaga Ruangan, Prosedur Konsultasi Medis

2. Standar Operasional Prosedur administrasi, mengatur tata cara kegiatan dalam organisasi termasuk hubungan antar unit kerja dan kegiatan – kegiatan non medis. Standar Operasional Prosedur administrasi mencakup:

a. Perencanaan program/kegiatan

b. Perlengkapan

c. Kepegawaian

2.3 Pelayanan Publik

(10)

proses administrasi. Menurut, Sinambela (2010, hal : 3) yang dikutip dalam http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/28829/4/Chapter%20II.pdf pada tanggal 18 Januari 2016 pukul 20.55 WIB, pada dasarnya setiap manusia membutuhkan pelayanan, bahkan secara ekstrim dapat di katakan bahwa pelayanan tidak dapat dipisahkan dengan kehidupan manusia. Menurut Kotlern dalam Sampara Lukman, pelayanan adalah setiap kegiatan yang menguntungkan dalam suatu kumpulan atau kesatuan, dan menawarkan kepuasan meskipun hasilnya tidak terikat pada suatu produk secara fisik. Selanjutnya Sampara berpendapat, pelayanan adalah sutu kegiatan yang terjadi dalam interaksi langsung antarseseorang dengan orang lain atau mesin secara fisik, dan menyediakan kepuasan pelanggan.

Lingkup pengertian pelayanan publik secara formal dirumuskan sebagaimana dituangkan dalam Keputusan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara (MENPAN) Nomor 63 Tahun 2003, pelayanan publik adalah segala kegiatan pelayanan yang diselenggarakan oleh penyelanggara pelayanan publik sebagai upaya pemenuhan kebutuhan penerima pelayanan maupun pelaksanaan ketentuan peraturan perundang-undangan. Menurut Roth dalam buku manajemen pemerintahan, pelayanan publik adalah segala bentuk kegiatan pelayanan yang dilakukan oleh suatu organisasi atau individu dalam bentuk barang jasa kepada masyarakat baik secara individu maupun kelompok. Hal tersebut memberikan cirri bahwa setiap orang tidak dapat menyediakan kebutuhannya sendiri melainkan harus disediakan secara berkelompok

(11)

peraturan perundang-undangan bagi setiap warga Negara atas barang, jasa dan pelayanan administratif yang disediakan oleh penyelenggara pelayanan publik.

Dari uraian diatas dapat disimpulkan bahwa pelayanan publik adalah segala bentuk kegiatan pelayanan umum yang dilaksanakan oleh instansi pemerintah pusat atau daerah dan lingkup badan usaha milik Negara atau daerah dalam memberikan pelayanan kepada masyarakat yang mempunyai kepentingan pada oganisasi tersebut sesuai dengan aturan pokok dan tata cara yang telah ditetapkan.

Ada beberapa dimensi yang sangat penting diperhatikan dalam mengukur pelayanan yang berkualitas (Zeithami, 2000:45) yaitu:

1. Sifat yang Dapat Diraba (Tangibility)

Dapat berupa tampilan fisik, peralatan, penggunaan alat bantu yang dimiliki pemberi layanan. Hal ini sangat penting sekali mengingat masyarakat akan merasa lebih nyaman berada dalam sarana fisik yang bersih, rapi dan nyaman serta mudah dalam mengidentifikasi antara pemberi layanan dengan orang lain.

2. Kesesuaian Kenyataan (Reability)

(12)

3. Sifat Tanggap (Responsiveness)

Kemampuan dalam pemberian pelayanan secara tepat dan cepat. Pemberi layanan harus bertanggung jawab dalam memberikan penyelesaian masalah-masalah yang dihadapi masyarakat.

4. Jaminan (Assurance)

Keahlian yang diperlukan dalam memberikan pelayanan sehingga pelanggan atau masyarakat merasa terbebas dari resiko atau kerugian karena gagalnya pelayanan.

5. Peduli (Emphaty)

Adanya kedekatan dan pemahaman baik antara pemberi pelayanan dengan masyarakat. Hal ini dapat dilakukan dengan memuat akses komunikasi yang dapat memudahkan komunikasi antara pemberi pelayanan dapat mengenal masyarakat dalam proses pelayanan dapat dimengerti.

2.3.1 Prinsip Pelayanan Publik

Sesuai dengan Pedoman Tatalaksana Pelayanan Umum yang ditetapkan dengan Keputusan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara (MENPAN) Nomor 81 Tahun 1993, maka prinsip-prinsip tersebut sebagai berikut:

1. Kesederhanaan

(13)

untuk memudahkan masyarakat dalam mengurus, mendapatkan pelayanan, antara lain dengan cara mengurangi kesempatan terjadinya kontak langsung antara petugas dan masyarakat, memperkecil terjadinya pelayanan yang birokratis/prosedur panjang, sehingga akan memperlancar dalam proses serta menciptakan tatalaksana pelayanan yang baik.

2. Kejelasan dan Kepastian

Prinsip ini mengandung arti adanya kejelesan dan kepastian mengenai: a.Prosedur tata cara pelayanan.

b.Persyaratan pelayanan, baik persyaratan teknis maupun persyaratan administratif. c.Unit kerja atau pejabat yang berwenang dan bertanggung jawab dalam memberkan pelayanan.

d.Rincian biaya/tariff pelayanan dan tata cara pembayaran. e.Jadwal waktu penyelesaian pelayanan.

3. Keamanan

Prinsip ini mengandung arti proses serta hasil pelayaan dapat memberikan keamanan, kenyamanan dan dapat memberikan kepastian hokum bagi masyarakat. Dalam prinsip ini memberikan petunjuk bahwa dalam proses pelaksanaan pemberian pelayanan agar diciptakan kondisi dan mutu dengan memperhatikan keamanan, kenyamanan, dan tertib.

4. Keterbukaan

(14)

diinformasikan secara terbuka agar mudah diketahui dan dipahami oleh masyarakat, baik diminta maupun tidak diminta.

5. Efisien

Prinsip efisien ini mengandung arti persyaratan pelayanan hanya dibatasi pada hal-hal yang berkaitan langsung dengan pencapaian sasaran pelayanan dengan tetap memperhatikan keterpaduan antara persyaratan dengan produk pelayanan yang diberikan.

6. Ekonomis

Pengenaan biaya dalam penyelanggaraan pelayanan harus ditetapkan secara wajar dengan memeperhatikan nilai barang dan jasa pelayanan masyarakat serta tidak menuntut biaya yang terlalu tinggi diluar kewajaran, kondisi dan kemampuan masyarakat untuk membayar, dan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

7. Keadilan yang Merata

Pelayanan harus diusahakan seluas mungkin dengan distribusi yang merata dan diberlakukan secara adil bagi seluruh lapisan masyarakat.

8. Ketepatan Waktu

(15)

2.3.2 Jenis-Jenis Pelayanan Publik

Berdasarkan Keputusan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara (MENPAN) Nomor 25 tahun 2004 tentang Pedoman Umum Penyusunan Indeks Kepuasan Masyarakat Unit Pelayanan Instansi Pemerintah, membedakan jenis pelayanan menjadi tiga kelompok, yaitu:

1. Pelayanan Administratif

Pelayanan administratif merupakan jenis pelayanan yang menghasilkan sebagai bentuk dokumen resmi yang dibutuhkan oleh publik, misalnya status kewarganegaraan, sertifikat kompetisi, kepemilikan atau penguasaan terhadap suatu barang dan sebagainya. Dokumen-dokumen ini seperti kartu tanda penduduk, akte pernikahan, akte kelahiran, akte kematian, buku pemilik kendaraan bermotor dan lain sebagainya.

2. Pelayanan Barang

Pelayanan barang yaitu pelayanan yang menghasilkan berbagai bentuk/jenis barang yang digunakan oleh publik, misalnya listrik, air dan lain sebagainya,

3. Pelayanan Jasa

Pelayanan jasa adalah pelayanan yang menghasilkan berbagai bentuk jasa yang dibutuhkan oleh publik, misalnya pendidikan, kesehatan, transportasi dan lain sebagaiya.

(16)

2.4 Pelayanan Kesehatan

Undang-Undang Kesehatan Nomor 23 Tahun 1992 memberikan batasan kesehatan adalah keadaan sejahtera badan, jiwa, dan sosial yang memungkinkan setiap orang hidup produktif secara social dan ekonomi. Batasan yang diangkat dari batasan kesehatan menurut Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) yang terbaru ini, sangat luas dan dinamis dibandingkan dengan batasan sebelumnya yang menyatakan bahwa kesehatan adalah keadaan sempurna, baik fisik, mental maupun sosial, dan bebas dari penyakit dan cacat. Pada batasan yang terdahulu, kesehatan itu hanya mencapai tiga aspek, yaitu: fisik, mental dan sosial, tetapi menurut Undang-Undang Nomor 23 tahun 1992, kesehatan mencakup empat aspek yaitu: fisik, mental, sosial, dan ekonomi. (Notoadmojo, 2007:3).

Hal tersebut dapat diartikan kesehatan seseorang tidak hanya diukur dari aspek fisik, mental dan sosial saja, tetapi juga diukur dari produktivitasnya dalam arti mempunyai pekerjaan atau menghasilkan secara ekonomi. Bagi yang belum memasuki usia kerja, anak dan remaja, atau bagi yang sudah tidak bekerja atau usia lanjut, berlaku produktif secara sosial, yakni mempunyai kegiatan, misalnya sekolah atau kuliah bagi anak dan remaja, dan kegiatan pelayanan sosial bagi usia lanjut. Keempat dimensi kesehatan tersebut saling mempengaruhi dalam mewujudkan tingkat kesehatan pada seseorang, kelompok atau masyarakat. Maka dari itu kesehatan bersifat holistik atau menyeluruh. Wujud atau indicator dai masing-masing aspek tersebut dalam kesehatan individu antara lain sebagai berikut:

(17)

b. Kesehatan Mental (Jiwa), mencakup tiga komponen yaitu: pikiran, emosional, dan spiritual. Pikiran yang sehat tercermin dari cara berfikir seseorang yaitu mampu berfikir secara logis atau masuk akal. Emosional tercermin dari kemampuan seseorang untuk mengekspresikan emosinya, misalnya gembira, takut, sedih, dan lain sebagainya. Spiritual tercermin dari cara seseorang dalam mengekspresikan rasa syukur, pujian atau penyembahan terhadap sang pencipta alam dan seisinya (Tuhan Yang Maha Esa).

c. Kesehatan Sosial, terwujud apabila seseorang mampu berhubungan dengan orang lain secara baik atau pun mampu berinteraksi dengan orang atau kelompok lain tanpa membeda-bedakan ras, suku, atau kepercayaan, status social, ekonomi, politik dan sebagainya.

d. Kesehatan dari Aspek Ekonomi, terlihat dari produktifitas seseorang (dewasa) dalam arti mempunyai kegiatan yang menghasilkan sesuatu yang dapat menghidupi dirinya sendiri dan keluarga secara finansial. Bagi anak, remaja dan usia lanjut dengan sendirinya batasan ini tidak berlaku. Bagi mereka, produktifitas disini diartikan mempunyai kegiatan yang berguna bagi kehidupan mereka nanti, misalnya sekolah ataupun kuliah bagi siswa atau mahasiswa, dan kegiatan pelayanan atau keagamaan bagi para usia lanjut.

(18)

diupayakan. Upaya mewujudkan kesehatan ini dilakukan oleh individu, kelompok, masyarakat, baik secara lembaga oleh pemerintah ataupun swadaya masyarakat (LSM).

Dilihat dari sifatnya, upaya mewujudkan kesehatan tersebut dapat dilihat dai dua aspek yaitu, pemeliharaan kesehatan dan peningkatan kesehatan. Pemeliharaan kesehatan mencakup dua aspek yaitu: kuratif (pengobatan penyakit), rehabilitatif (pemulihan kesehatan setelah sembuh dari sakit atau cacat). Sedangkan peningkatan kesehatan mencakup dua aspek yaitu: preventif (pencegahan penyakit) dan promotif (peningkatan kesehatan).

Upaya pemeliharaan dan peningkatan kesehatan diwujudkan dalam suatu wadah pelayanan kesehatan, yang disebut sarana atau pelayanan kesehatan (helath service). Jadi, pelayanan kesehatan adalah tempat atau sarana yang digunakan untuk menyelenggarakan upaya kesehatan.

Dilihat dari sifat upaya penyelenggaraan pelayanan kesehatan, pada umumnya dibedakan menjadi tiga:

a. Sarana Pelayanan Kesehatan Primer (primary care)

Sarana atau pelayanan kesehatan bagi kasus-kasus atau penyakit ringan. Sarana kesehatan primer ini adalah yang paling dekat bagi masyarakat, artinya pelayanan kesehatan yang paling pertama menyentuh masalah kesehatan di masyarakat.

b. Sarana Pelayanan Kesehatan Tingkat Dua

(19)

menangani kasus-kasus yang tidak atau belum bias ditangani oleh sarana kesehatan primer, karena peralatan atau keahliannya belum ada. Misalnya, Puskesmas dengan rawat inap (Pus-Kesma RI), Rumah Sakit Kabupaten, Rumah sakit tipe D dan C, Rumah Bersalin.

c. Sarana Pelayanan Kesehatan Tingkat Tiga

Sarana pelayanan kesehatan rujukan bagi kasus-kasus yang tidak dapat ditangani oleh sarana-sarana pelayanan kesehatan primer seperti disebutkan diatas. Misalnya, Rumah Sakit Provisi, Rumah Sakit tipe B atau A.

Sarana pelayanan kesehatan primer seperti telah diuraikan diatas, disamping melakukan pelayanan kuratif, juga melakukan pelayanan rehabilitatif, preventif, dan promotif. Oleh sebab itu, Puskesmas khusunya melakukan pelayanan kesehatan yang lengkap atau komperehensif (preventif, promotif, kuratif, dan rehabilitatif). Dilihat dari empat dimensi kesehatan seperti diuraikan diatas yaitu fisik, mental, sosial, dan ekonomi, maka pelayanan kesehatan tersebut harus juga melakukan pelayanan kesehatan fisik, mental, sosial, dan ekonomi. Dalam realita sosial memang keempat aspek tersebut sulit dipisahkan. Oleh sebab itu, pelayanan kesehatan yang baik harus bersifat hilistik, artinya mencakup sekurang-kurangnya pelayanan kesehatan fisik dan mental.

(20)

mengetahui layanan kesehatan apa yang dibutuhkannya. Agar dapat menjawab pertanyaan tersebut, perlu dibangun suatu hubungan yang saling percaya antara pemberi layanan kesehatan kepada masyarakat

2.5 Masyarakat

Istilah masyarakat berasal dari kata musyarak yang berasal dari bahasa Arab yang memiliki arti ikut serta atau berpartisipasi, sedangkan dalam bahas Inggris disebut Society. Sehingga bias dikatakan bahwa masyarakat adalah sekumpulan manusia yang berinteraksi dalam suatu hubungan sosial. Mereka mempunyai kesamaan budaya, wilayah dan identitas.

Menurut Paul B. Horton & C. Hunt masyarakat merupakan kumpulan manusia yang relative mandiri, hidup bersama-sama dalam waktu yang cukup lama tinggal di suatu wilayah tertentu, mempunyai kebudayaan sama serta melakukan sebagian besar kegiatan di dalam kelompok/ kumpulan manusia tersebut.

(21)

2.6 DEFENISI KONSEP

Singarimbun menyatakan bahwa kerangka konsep merupakan defenisi untuk menggambarkan secara abstrak fenomena sosial ataupun alami ( Singarimbun, 1999:2004). Oleh sebab itu berdasarkan kerangka teori yang telah dijabarkan, maka dapat diuraikan defenisi konsep dalam penelitian ini sebagai berikut:

1. Efektivitas adalah suatu keadaan yang menunjukkan sejauh mana rencana dapat tercapai.

2. Standar Operasional Prosedur adalah pedoman yang berisi prosedur-prosedur operasional standar yang ada dalam suatu organisasi yang digunakan untuk memastikan bahwa setiap keputusan, langkah, atau tindakan, dan penggunaan fasilitas pemrosesan dilaksanakan oleh orang-orang didalam suatu organisasi, telah berjalan secara efektif, konsisten, standar dan sistematis.

(22)

2.7 SISTEMATIKA PENULISAN

BAB I : PENDAHULUAN

Pada Bab ini terdapat latar belakang, rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian.

BAB II : URAIAN TEORITIS

Pada bab ini memuat teori-teori yang memudahkan penulis untuk melakukan penelitian dilapangan serta menjadi pedoman bagi penulis.

BAB III : METODE PENELITIAN

Pada Bab ini memuat bentuk penulisan, lokasi penelitian, informan penelitian, teknik pengumpulan data, dan teknik analisa data.

BAB IV : DESKRIPSI LOKASI PENELITIAN

Bab ini memuat tentang gambaran dari lokasi penelitian berupa tentang sejarah singkat, kondisi/ situasi, visi dan misi serta struktur organisasinya.

BAB V : PENYAJIAN DATA

Bab ini berisi tentang penyajian data yang dilakukan oleh peneliti dengan cara menguraikan hasil penelitian yang diperoleh dari lapangan dan melakukan analisa berdasarkan pada metode yang digunakan.

BAB VI : ANALISIS DATA

Bab ini memuat tentang pembahasan atau interpretasi dari data-data yang disajikan dalam bab sebelumnya.

BAB VII : PENUTUP

Referensi

Dokumen terkait

Pelayana publik dapat di artikan sebagai bentuk kegiatan pelayanan umum yang dilaksanakan oleh instansi pemerintah dalam rangka upaya pemenuhan kebutuhan masyarakat dan

Berdasarkan uraian diatas maka Penulis tertarik untuk melakukan penelitian bagaimana pengaruh penerapan Standar Operasional Prosedur (SOP) Customer Service pada PT

Oleh karena itu, untuk menilai pelaksanaan mekanisme kerja internal tersebut unit kerja pelayanan publik harus memiliki acuan untuk menilai pelaksanaan kinerja instansi pemerintah

Oleh karena itu, untuk menilai pelaksanaan mekanisme kerja internal tersebut unit kerja pelayanan publik harus memiliki acuan untuk menilai pelaksanaan kinerja

Dari beberapa penjelasan diatas dapat disimpulkan bahwa pelayanan publik adalah segala bentuk kegiatan pelayanan umum yang dilaksanakan oleh instansi pemerintah di

Dari uraian diatas dapat disimpulkan bahwa pelayanan publik merupakan segala kegiatan yang dilakukan oleh seorang atau sekelompok orang atau suatu instansi atau lembaga

Standar Operasional Prosedur (SOP) Pelayanan Informasi Publik ini sebagai acuan mengenai ruang lingkup, tanggungjawab dan wewenang Pejabat Pengelola Informasi dan

Manajemen Pelayanan Publik Menurut Keputusan MENPAN Nomor 63/2003 mendefinisikan bahwa Manajemen Pelayanan Publik adalah segala bentuk pelayanan yang dilaksanakan oleh instansi