195
PENGEMBANGAN BELIMBING WULUH (AVERRHOA BILIMBI) SEBAGAI
MANISAN KERING DENGAN KAJIAN KONSENTRASI PERENDAMAN
AIR KAPUR (CA(OH)2) DAN LAMA WAKTU PENGERINGAN
DEVELOPMENT OF BILIMBI (AVERRHOA BILIMBI) FOR DRIED-CANDIED WITH THE STUDIES OF LIME WATER (CA(OH)2 ) SOAKING
CONCENTRATION AND DRYING TIME PROCESS
Carina Windyastari1), Wignyanto2), Widelia Ika Putri 2)
1) Alumni Jurusan Teknologi Industri Pertanian, Universitas Brawijaya 2) Jurusan Tek.Industri Pertanian, Fak. Teknologi Pertanian, Universitas
Brawijaya
Email : carina_windyastari@yahoo.com
ABSTRAK
Tujuan penelitian untuk mendapatkan kombinasi perlakuan yang tepat dari penambahan konsentrasi Ca(OH)2 dan lama waktu pengeringan untuk menghasilkan manisan kering yang
berkualitas (organoleptik dan kimia), serta dapat mengkaji lebih lanjut mengenai perencanaan produksi manisan kering belimbing wuluhsebagai pengembangan pada industri skala kecil. Kombinasi perlakuan yang digunakan adalah konsentrasi Ca(OH)2 (6%(b/v); 1,2%(b/v); dan 1,8%(b/v)) dan lama
pengeringan (10 jam; 11 jam; dan 12 jam). Pengujian meliputi uji organoleptik (warna, tektur, rasa dan aroma) menggunakan metode Hedonic scale scoring, kemudian uji kimia (kadar air, total gula dan total asam) dilakukan dari hasil perlakuan terbaik. Perencanaan produksi dilakukan dari perlakuan terbaik. Perlakuan terbaik adalah perlakuan dengan konsentrasi Ca(OH)2 1,8% dan lama waktu pengeringan 11
jam. Perencanaan kebutuhan bahan perhari untuk pembuatan manisan kering pada industri skala kecil adalah 10 kg buah belimbing wuluh hijau, 9 kg gula pasir, 0,024 kg garam dan 0,18 kg Ca(OH)2
dengan ketersediaan bahan cukup melimpah di Kota Malang. Total biaya kebutuhan bahan per hari adalah Rp 91.896.
Kata Kunci:Belimbing wuluh, Ca(OH)2 ,
Waktu Pengeringan, Manisan Kering
ABSTRACT
The aims of this research is to get the proper treatment, that is Ca(OH)2 concentration and the
drying time combination to get a qualified dried-candied (sensory and chemistry), as well as to assess the further production planning on scale manufacturing of micro industry. The combinations used was Ca(OH)2 concentration(0,6%(w/v); 1,2%(w/v); and 1,8%(w/v)) and drying time process (10 hours; 11
hours; and 12 hours). The sensory evaluation (color, texture, taste and odor) based on Hedonic scale scoring method; chemistry analysis (moisture content, total sugar, and total acid) was done for the best treatment. The production planning was done by the best treatment. The best treatment was a dried-candied with 1,8% (Ca(OH)2) concentration and 11 hours drying time process. Total material needed
to make a dried-candied for scale manufacturing of micro industry, is 10 kg of bilimbi, 6 kg of sugar, 0,024 kg salt and 0,18 kg of (Ca(OH)2) per day with the availability of material in Malang. The total
cost for material needed is Rp 91.896 per day.
Keywords: Bilimbi, Ca(OH)2, Drying Time, Dried-candied
PENDAHULUAN
Pemanfaatan dan pengembangan buah belimbing wuluh di Indonesia belum dilakukan secara optimal, karena nilai jual buah yang masih rendah dan tidak diimbangi
196 menyebabkan buah jarang dikonsumsi layaknya buah segar dan daya simpan relativf singkat. Salah satu cara pengembangan buah adalah dijadikan manisan kering dengan mengurangi rasa asam dan kadar air buah. Manisan kering termasuk makanan ringan yang terbuat dari buah yang diawetkan menggunakan gula dan proses penge-ringan.
Berdasarkan penelitian Fitriani (2008), penggunaan suhu yang tepat pada pembuatan manisan kering belimbing wuluh berkisar antara 750C-900C dengan lama waktu pengeringan 12-15 jam. Menurut Van Buren, (1979), pengunaan suhu pengeringan yang terlalu rendah berakibat pada waktu proses pengeringan yang lama, sementara jika suhu terlalu tinggi tekstur bahan akan menjadi kurang baik. Hasil penelitian pendahuluan menunjukan bahwa dengan suhu 800C dan lama waktu pengeringan diatas 12 jam akan menghasilkan manisan kering belimbing wuluh dengan tekstur keras, untuk itu perlu dilakukan penurunan lama waktu pengeringan di bawah 12 jam.
Perlakuan penanganan pendahuluan yang baik terhadap bahan yang akan dikeringkan dapat membantu mencegah terjadinya kerusakan. Menurut Utami (2007), penambahan Ca(OH)2 yang tinggi pada pembuatan manisan tamarilo dapat mengurangi terjadinya kerusakan pada bahan. Pada pembuatan manisan kering belimbing wuluh hasil penelitian Fitriani (2008), perendaman dalam air kapur dilakukan pada konsetrasi 0,6%. Sehingga perlu pengujian peningkatan kosentrasi perendaman air kapur. Tujuan penelitian adalah untuk mendapatkan kombinasi perlakuan yang tepat dari penambahan konsentrasi Ca(OH)2 dan lama waktu pengeringan untuk menghasilkan manisan kering yang berkualitas secara organoleptik dan kimia. Serta dapat mengkaji lebihlanjut mengenai perencanaan produksi manisan kering belimbing wuluhpada industri skala kecil sebagai usaha pengembangan produk dari buah belimbing wuluh.
BAHAN DAN METODE
Bahan penelitian yang akan digunakan adalah belimbing wuluh (Averrhoa bilimbi) berasal dari kota Malang Raya dan kabupaten Malang, Ca(OH)2, gula pasir, dan garam. Bahan untuk analisa adalah, reagen anthrone 0,1%, asam sulfat pekat, larutan gula standar 0,2 mg/ml, aquadest, dan NaOH 0,1N.
Penelitian ini menggunakan rancan-gan produk yang memiliki variasi kombinasi, berdasarkan penambahan konsentrasi larutan Ca(OH)2 (C1 = 0,6%(b/v); C2 = 1,2%(b/v) dan C3 = 1,8%(b/v)) dan lama waktu pengeringan (L1 = 10 jam; L2 = 11 jam; dan L3 = 12jam), sehingga tersusun atas 9 variasi kombinasi perlakuan.
Produk manisan kering belimbing wuluh diujikan secara organoleptik, dengan 20 orang panelis agak terlatih, sebagai ulangan. Pengujian analisa meliputi uji organoleptik dan uji kimia. Parameter uji organoleptik meliputi warna, tektur, rasa dan aroma Pengujian mengguna-kan metode
Hedonic scale scoring, dengan analisa uji
Friedman. Jika terdapat beda nyata terhadap produk maka dilanjutkan dengan uji lanjut jumlah rangking Friedman (Siegel, 1997). Pemilihan perlakuan terbaikmenggunakan metode indeks efektifitas dengan prosedur pembobotan (de Garmo et al, 1984).
Uji kimia dilakukan pada buah segar dan hasil produk perlakuan terbaik, analisa meliputi kadar air metode Thermogravimetri (Sudarmadji, dkk., 1997), total gula metode Antrone (Apriyantono, dkk., 1989), dan total asam metode Titrasi (Ranggana, 1977). Perencanaan produksi untuk industri skala kecil dilakukan pada hasil produk perlakuan terbaik, analisa meliputi perhitungan rendeman (Apriyantono, dkk., 1989), total kebutuhan bahan dan biaya bahan perhari. Hasil perhitungan perencanaan produksi manisan kering belimbing wuluh industri skala kecil menggunakan metode asumsi perkiraan.
197 Proses pembuatan meliputi; sortasi buah belimbing wuluh hijau segar, pencucian, penimbangan 1kg buah belimbing wuluh, proses perendaman air kapur (Ca(OH)2) selama 24 jam pada buah, dengan konsentrasi (0,6%(b/v), 1,2%(b/v) dan 1,8% (b/v)), setelah itu pencucian hingga buah bersih dari sisa air kapur, dilanjutkan proses perendaman pada larutan garam 0,24% (b/v) selama 24 jam, selanjutnya buah dicuci dengan air bersih dan ditiriskan. Buah di
blanching dengan cara direndam dengan air
panas selama selama 5 menit, kemudian belimbing wuluh diangkat dan dicelupkan kedalam air dingin, lalu ditiriskan. Menyiapkan larutan gula 40% (b/v) dengan cara dipanaskan selama 20 menit. Selanjutnya buah dimasukkan ke dalam larutan gula yang masih setengah panas dan direndam pada suhu kamar selama 72 jam. Selama proses perendaman akan dilakukan proses pengentalan larutan gula sebanyak 2 kali setelah 24 jam, selama 30 menit sehingga diperoleh manisan belimbing wuluh basah, selanjutnya dilakukan proses pengeringan dengan menggunakan oven pada suhu 800C dan lama waktu sesuai dengan kondisi perlakuan yang telah ditentukan (10 jam, 11 jam dan 12 jam), sebelum dikeringkan sebaiknya buah ditiriskan terlebih dahulu untuk mengurangi
sisa larutan gula yang menempel pada bahan sehingga bahan tidak lengket pada saat dikeringkan. Selanjutnya manisan kering belimbing wuluh didinginkan pada suhu ruang dan dikemas ke dalam plastik.
HASIL DAN PEMBAHASAN Analisa Bahan Baku
Tabel 1.Hasil analisa buah belimbing wuluh Komposisi
segar memiliki jumlah yang lebih besar dari pada kadar air literatur, dengan selisih sebesar 1,5%, walau masih dalam satu varietas yang sama yaitu belimbing wuluh varietas hijau. Hal ini sesuai dengan pernyataan Suliantri dan Rahayu (1990), bahwa komposisi kimia biasanya bervariasi, tergantung dari varietas dan faktor luar (kesuburan tanah dan iklim).
Total gula dan total asam dari hasil analisa tidak dapat dibandingkan dengan referensi karena berdasarkan referensi Lingga (1995), belum terdapat pengujian tentang total gula dan total asam yang terkandung pada buah.
Sifat Organoleptik Manisan Kering Belimbing Wuluh
Tabel 2.Rerata nilai tiap produk
Produk Rerata Parameter Rerata Perlakuan
Terbaik
Keterangan : notasi yang berbeda menunjukkan adanya beda nyata dengan α = 5%, untuk setiap kolom yang sama
Warna
Penilaian panelis terhadap warna lebih cenderung mengarah pada tingkat kesukaan
198 belimbing wuluh berkisar antara 4,30-5,50 yaitu dari netral sampai dengan menyukai (Tabel 2). Hasil analisa menunjukkan bahwa perlakuan perbedaan konsentrasi Ca(OH)2 dan lama waktu pengeringan memberikan pengaruh nyata terhadap nilai kesukaan warna manisan kering belimbing wuluh. Nilai kesukaan panelis tertinggi dihasilkan pada konsentrasi Ca(OH)2 1,8% dan lama waktu pengeringan 11jam (C3L2) yaitu sebesar 5,50 (menyukai), sedangkan skor kesukaan panelis terendah diperoleh pada perlakuan konsentarasi Ca(OH)2 0,6% dan lama waktu pengeringan12 jam (C1L3) yaitu 4,30 (netral).
Semakin lama proses pengeringan dan semakin rendah konsentrasi Ca(OH)2 yang digunakan, maka warna yang dihasilkan semakin cenderung berwarna coklat tua sampai dengan hitam/gelap. Sedangkan semakin tinggi penambahan konsentarasi Ca(OH)2 pada perendaman buah dapat membantu menghambat terjadinya perubahan warna. Menurut Falade, et al.
(2007), pigmen alami merupakan senyawa yang tidak stabil dan mudah pecah selama proses pengolahan dengan pemanasan. Menurut Sulisna (2002), penggunaan Ca(OH)2 dalam perendaman bahan pangan adalah karena garam Ca(OH)2 termasuk elektrolit kuat, dapat terionisasi sempurna dalam air, ion Ca akan mudah melakukan proses absorpsi (peristiwa penyerapan) dalam jaringan bahan sehingga dapat mencegah proses pencoklatan enzimatis yang disebabkan oleh efek ion Ca terhadap asam amino.
Tekstur
Hasil penelitian menunjukkan rerata nilai tekstur antara 4,75-5,25 yaitu dari netral sampai dengan agak menyukai (Tabel 2). Hasil analisa menunjukkan bahwa perla-kuan perbedaan konsentrasi Ca(OH)2 dan lama waktu pengeringan memberikan pengaruh nyata terhadap nilai kesukaan tekstur manisan kering belimbing wuluh. Nilai kesukaan tekstur tertinggi didapatkan pada penambahan konsentrasi Ca(OH)2 1,8% dan lama waktu pengeringan 11 jam
(C3L2), dengan nilai mencapai 5,25 (menyukai). Hal tersebut dikarenakan produk manisan kering C3L2 memiliki tekstur kenyal dan tidak terlalu keras. Nilai terendah kesukaan tekstur manisan kering belimbing wuluh ditunjukkan pada penambahan konsentrasi Ca(OH)2 1,8% dengan lama waktu pengeringan 12 jam (C3L3), yaitu 4,75 (netral). Panelis kurang menyukai produk manisan kering C3L3 karena memiliki tekstur yang lebih keras sehingga sulit dikunyah.
Diduga tekstur yang terlalu keras disebabkan oleh adanya perendaman pada Ca(OH)2 dengan konsentrasi tinggi dan waktu pengeringan terlalu lama, sehingga terjadi pengerasan pada tekstur produk oleh Ca(OH)2 dan pengurangan kadar air pada bahan. Nunes, et al. (2008) menyatakan bahwa tingkat kekerasan pada manisan rata-rata berhubungan erat dengan keadaan struktur ikatan sel pada bahan. Pemanasan pada produk buah-buahan dapat meningkatkan kekerasan karena pemanasan dapat mengurangi ikatan pada molekul pektin dan membuatnya lebih kuat, terutama pada ikatan silang. Tekstur produk hasil pengeringan dapat diperbaiki dengan melakukan perendaman dalam garam-garam kalsium yang dapat mengeraskan jaringan produk (Utami, 2007).
Rasa
199 dengan lama waktu pengeringan12 jam (C1L3), jumlah rata-rata 4,80.
Rata-rata nilai kesukaan panelis terhadap rasa manisan kering semakin menurun dengan semakin tinggi konsentrasi Ca(OH)2 dan semakin lama waktu pengeringan, namun pada perlakuan (C3L2) menghasilkan penilaian tertinggi terhadap rasa manisan. Tingginya penilaian panelis terhadap rasa manisan kering diduga karena pada perlakuan tersebut manisan kering belimbing wuluh memiliki rasa yang lebih enak yaitu rasa manis bercampur asam (masih memiliki citarasa seperti buah belimbing wuluh) dan lebih segar karena masih memiliki kadar air yang tidak terlalu tinggi. Berkurangnya rasa asam pada buah belimbing wuluh disebabkan karena adanya perendaman buah pada Ca(OH)2 dan penambahan gula. Menurut Agnieszka dan Lenart (2009), gula dapat mengikat air bebas dalam bahan sehingga sebagian air tidak tersedia bagi pertumbuhan mikroba dengan demikian aktivitas air dalam bahan tersebut dapat berkurang, akibat proses osmosis (keluarnya air dalam bahan pangan) dan masuknya cairan gula kedalam bahan secara perlahan menggantikan sebagian air yang keluar. Selain itu proses blanching pada bahan dapat membantu agar larutan gula dapat masuk kedalam jaringan bahan.
Aroma
Hasil analisa rata-rata tingkat kesukaan panelis terhadap sifat organoleptik aroma manisan kering belimbing wuluh antara 4,50-5,60 yaitu dari netral sampai dengan menyukai (Tabel 2). Hasil analisa menunjukkan bahwa perlakuan penambahan
konsentrasi Ca(OH)2 dan lama waktu pengeringan tidak memberikan pengaruh
beda nyata (α=0,05) terhadap nilai kesukaan
aroma. Rerata tingkat kesukaan panelis terhadap aroma manisan kering belimbing wuluh yang tertinggi dihasilkan pada konsentrasi Ca(OH)2 0,6% dengan lama waktu pengeringan 12 jam (C1L3) yaitu sebesar 5,60. Nilai rerata terendah terdapat pada konsentarasi Ca(OH)2 1,8% dengan lama waktu pengeringan 12 jam (C3L3) yaitu sebesar 4,50.
Hal ini diduga karena konsentrasi Ca(OH)2 dan lama waktu pengeringan yang digunakan masih rendah, sehingga tidak memberikan efek perubahan terhadap aroma. Dimana seharusnya penambahan konsentrasi Ca(OH)2 yang tinggi pada saat perendaman dapat menghasilkan produk dengan aroma bau yang cenderung tidak sedap, tercampur aroma lain dari bahan yang terkadung di dalam Ca(OH)2, karena adanya senyawa yang masuk dan hilang pada bahan. Menurut Wijaya, dkk.,(2002), proses pengeringan yang terlalu lama mengaki-batkan hilangnya senyawa-senyawa volatil pada bahan akibat proses penguapan, sehingga aroma didalam bahan keluar hingga tercium aroma wangi dari bahan yang dikeringkan.
Pemilihan Perlakuan Terbaik
Hasil perhitungan perlakuan terbaik dapat dilihat pada Tabel 2. Pada Tabel 2 menunjukkan bahwa perlakuan terbaik dari parameter organoleptik diperoleh pada perlakuan konsentrasi Ca(OH)2 1,8% dengan lama waktu pengeringan 11 jam (C3L2).
Perbandingan Buah Segar, Hasil Perlakuan Terbaik Manisan Kering dan SNI Buah Kering Produk C3L2
Tabel 3. Perbandingan kualitas kimia buah segar, perlakuan terbaik manisan kering dan SNI buah kering
Jenis Uji Buah Segar Perlakuan Terbaik Manisan Kering SNI Buah Kering*)
Kadar Air Total Gula Total Asam
94,0% 2,71% 2,41%
24,70% 42,63% 0, 83%
Maks 31% - -
200
Kadar Air
Berkurangnya kadar air pada buah belimbing wuluh dari 94%, menjadi 24,7% akan memperpanjang umur simpan produk sehingga lebih awet (tahan lama). Faktor yang menyebabkan turunnya kadar air pada manisan kering belimbing wuluh adalah pada saat dilakukan proses pengeringan. Menurut Fitriani (2008), jumlah kandungan air pada bahan hasil pertanian akanmempengaruhi daya tahanbahan tersebut terhadap serangan mikroba, dinyatakan sebagai water activity (jumlah air bebas bahan yang dapat dipergunakan oleh mikroba untuk pertumbuhannya).
Penentuan nilai kadar air pada bahan dianggap penting dalam pembuatan manisan kering karena merupakan point penting untuk menentukan kualitas umur simpan produk. Kadar air manisan kering belimbing wuluh sudah memenuhi syarat sebagai manisan kering (tidak melebihi batas maksimal SNI yaitu 31%).
Total Gula
Pada Tabel 3, dapat dilihat bahwa buah belimbing wuluh segar memiliki total gula yang rendah yaitu 2,71%, setelah diolah menjadi manisan kering total gula meningkat menjadi 42,63%. Tingginya total gula pada manisan kering belimbing wuluh ini disebabkan adanya penurunan kadar air bahan sehingga massa bahan akan ikut berkurang dan adanya perendaman di dalam larutan gula dengan konsentrasi 40%. Penurunan kandungan kadar air dan peningkatan kadar gula pada produk manisan bertujuan untuk memperpanjang daya simpan, dan untuk memberikan rasa manis. Selain itu proses blanching dapat membantu dalam proses penyerapan larutan gula pada bahan.
Total Asam
Pengolahan belimbing wuluh dalam bentuk manisan kering menyebabkan terjadinya penurunan total asam, mencapai 1,58%. Perendaman buah belimbing wuluh pada larutan gula yang tinggi akan menyebabkan total gula pada bahan meningkat, sehingga dapat mengurangi rasa
asam pada buah belimbing wuluh. Penurunan ini juga terjadi karena kalsium hidroksida (Ca(OH)2) termasuk larutan alkali yang bersifat basa kuat, sehingga adanya reaksi netralisasi antara asam organik yang terdapat pada buah belimbing wuluh dengan Ca(OH)2.
Kandungan asam organik yang paling banyak dimiliki belimbing wuluh adalah asam sitrat. Asam sitrat merupakan asam organik lemah yang banyak ditemukan pada buah-buahan dan tumbuh-tumbuhan sangat sensitif dengan udara (oksidasi), mudah rusak atau hilang oleh alkali-alkali, besi dan garam-garam tembaga, pemanasan pada suhu tinggi, enzim oksidasi, udara bebas dan cahaya (Pearson,1977). Kandungan asam organik yang paling berbahaya yang terdapat pada buah belimbing wuluh adalah senyawa asam oksalat, dapat ditemukan dalam jumlah yang relatif kecil pada buah (Noonan dan Savage, 1999). Proses pemanasan dapat mengurangi kelarutan oksalat dan perebusan dapat mengurangi kadar oksalat dengan cara membuang air rebusan, perendaman dalam garam dan menaikan supply kalsium pada buah sehingga dapat menetralkan pengaruh dari oksalat (Catherwood, et al., 2007).
Perencanaan Produksi Manisan Kering Belimbing Wuluh
Rendemen
Hasil perhitungan rendemen pembuatan manisan kering belimbing wuluh adalah 24,93%. Pada umumnya rata-rata industri manisan kering menghasilkan rendemen untuk pembuatan manisan buah kering mencapai 20-25%, hal ini tergantung dari jenis bahan yang dikeringkan. Kecilnya persentase jumlah rendemen, maka dapat diketahui bahwa output bahan yang dihasilkan semakin sedikit. Sedikitnya jumlah output yang dihasilkan pada pengengolahan manisan buah kering disebabkan berkurangnya kadar air pada bahan akibat proses pengeringan.
Proses Produksi
201 hasil perlakuan terbaik (C3L2) dan hasil perhitungan rendemen bahan yang dihasilkan. Hal ini karena proses produksi sangat berkaitan dengan kapasitas produksi, mesin dan peralatan produksi dan keter-sediaan bahan baku. Hasil perhitungan ren-demen bahan untuk pembuatan 1 kg buah belimbing wuluh dapat menghasilkan produk manisan kering 0,2493 kg. Untuk menentukan proses produksi industri skala kecil dibutuhkan asumsi peningkatan kapasitas produksi dengan penambahan bahan baku.
Peningkatan bahan baku untuk pembuatan industri kecil manisan kering belimbing wuluh adalah 10kg/hari. Hal ini disesuaikan dengan perhitungan, untuk 1 pohon belimbing wuluh dalam 1 kali musim panen dapat menghasilkan buah sebanyak 2.500 buah, buah belimbing dapat dipanen sebanyak 3 kali (Tampubolon, 1995), dimana pada saat penelitian untuk 1 kg buah belimbing berkisar ± 35 buah. Jadi 1 pohon belimbing wuluh dapat menghasilkan ± 71 kg. Sedangkan setahunnya 1 pohon dapat menghasilkan buah belimbing sebanyak 213 kg/tahun. Jika 10 kg/hari bahan yang diperlukan untuk industri skala kecil, maka
dalam setahun perusahaan membutuhkan bahan baku sebanyak 2.760 kg/tahun atau sekitar 13 pohon belimbing wuluh.
Proses produksi berlangsung 23 kali dalam satu bulan (1 bulan = 31 hari, dimana dalam 1 minggu ada 5 hari kerja), dan dalam setiap kali proses produksi akan akan menghasilkan produk manisan kering belimbing wuluh sebanyak 2,429 kg, dimana untuk setiap kemasan memiliki berat 100 g, maka dalam sehari produksi dapat dihasilkan 24 kemasan manisan kering belimbing wuluh.
Perencanaan Kebutuhan Bahan Baku
Berdasarkan hasil perhitungan maka didapatkan total biaya kebutuhan bahan baku untuk meproduksi manisan kering belimbing wuluh setiap 10 kg/hari adalah sebesar Rp 91.896, sedangkan biaya kebutuhan bahan per kemasan 100 g adalah Rp 3.829. Perhitungan kebutuhan bahan dan biaya produksi perbulan disesuaikan dengan jumlah hari kerja yaitu 23 hari dalam sebulan, biaya produksi manisan sebulannya adalah Rp 2.113.608. Rincin kebutuhan bahan dan biaya dapat dilihat pada Tabel 4.
Tabel 4. Kebutuhan bahan dan biaya bahan
Bahan Harga
Satuan (Rp)
Skala Lab. Industri Skala Mikro
Bahan (kg) Biaya (Rp) Bahan (kg) Biaya(Rp)
Bahan Baku Utama
Buah Belimbing Wuluh 3.000/kg 1 Rp 3.000 10 Rp 30.000
BahanPembantu
Gula Pasir 10.000/kg 0,6 Rp 6.000 6 Rp 60.000
Garam Dapur 4.000/kg 0,0024 Rp 9,6 0,024 Rp 96
Ca(OH)2 10.000/kg 0,018 Rp 180 0,18 Rp 1.800
TOTAL Rp 9.189,6 Rp 91.896
Mesin dan Peralatan
Mesin dan peralatan yang dibutuhkan untuk pembuatan manisan kering belimbing wuluh tidak terlalu banyak, yaitu: timbangan dengan kapasitas 2 kg dan timbangan dengan kapasitas 15 kg, Baskom alumunium atau besi dengan kapasitas 25 kg dengan jumlah ± 5 buah, kompor gas dengan energi pembakaran mengunakan gas LPG ukuran 12 kg dengan 2 tungku api, panci yg dibutuhkan berkapasitas 20 kg sebanyak 2 buah, dan mesin pengering.
Ada dua alternative pemilihan mesin pengeringdalam memproduksi manisan kering belimbing wuluh pada industri skala kecil dengan kapasitas bahan 10 kg, yaitu; 1. Pemakaian jenis mesin pengering dalam
bentuk oven listrik dengan kapasitas 53 kg, dengan kapasitas oven minimal 5 rak dan per rak dapat ditempati 2 loyang
stainless steel. Jika 1 kg dibutuhkan 2
202 yang dibutuhkan ada ± 3 unit. Lama waktu pengeringan sama dengan waktu pengeringan 1kg yaitu 11 jam. Energi pemanas berasal dari listrik.
2. Pemakaian jenis mesin pengering dalam bentuk oven dengan menggunakan pemanas dari burner LPG.Dimensi ukuran sekitar 70x50x160 cm dan frame
berbentuk pipa besi kotak 2,5 x 2,5 cm. Mesin ini terbuat dari stainless steel dan alumunium. Sistem distribusi panas dengan bantuan blower, sehingga udara panas dapat mengalir secara merata yang menyebabkan waktu proses lebih cepat, dibandingkan dengan oven listrik yang biasa. Jumlah kapasitas rak ada 12 unit. Sehingga jika 10 kg hanya dibutuhkan 1 unit oven.
Berdasarkan penjelasan tersebut, jika dinilai dari segi efisiensi maka pemilihan jenis mesin pengering yang sesuai untuk pengolahan produk manisan kering belimbing wuluh pada sekala industri kecil yang sesuai adalah pemakaian jenis mesin pengering oven dengan pemanas dari burner
LPG.
KESIMPULAN
Perlakuan terbaik adalah perlakuan dengan konsentrasi Ca(OH)2 1,8% dan lama waktu pengeringan 11 jam.
Perencanaan kebutuhan bahan perhari untuk pembuatan manisan kering pada industri skala kecil adalah 10 kg buah belimbing wuluh hijau, 9 kg gula pasir, 0,024 kg garam dan 0,18 kg Ca(OH)2 dengan ketersediaan bahan cukup melimpah di Kota Malang. Total biaya kebutuhan bahan per hari adalah Rp 91.896.
DAFTAR PUSTAKA
Agnieszka, C., and Lenart A. 2009.
Rehydration and Sorption Properties Of Osmotically Pretreated Freeze-Dried
Strawberries. Journal of Food
Engineering., 97(2010) : 267-274.
Apriyantono, A., D. Fardiaz, N.L. Puspitasari, Sedarnawati, dan S. Budiyanto. 1989. Analisa Pangan. Penerbit IPB Press. Bogor.
Catherwood, D.J, Savage G.P, Mason S.M, and Scheffer J.J. 2007. Oxalate Content of Cormels of Japanese Taro Corns (Colocasia esculente L. Schott) and The
Effect of Cooking. Journal of Food
Composition and Analysis., 2000(20) : 147–151.
Falade, K.O., Igbeka, J.C., Ayanwuyi, F.A., 2007. Kinetics of Mass Transfer and Colour Changes During Osmotic
Dehydration of Watermelon. Journal
Food Engineer. 80 (3), 979–985. Ferawati, Y. 2005. Pengaruh Konsentrasi
CaCl2 dan Metode Pengeringan Terhadap Sifat Fisik, Kimia dan Organoleptik Belimbing Wuluh Kering. Skripsi. Jurusan THP UMM. Malang. Fitriani, S. 2008. Pengaruh Suhu dan Lama
Pengeringan Terhadap Beberapa Mutu Manisan Belimbing Wuluh (Averrhoa
bilimbi L.) Kering. Jurnal SAGU., 7 (1)
: 32-37.
de Garmo, E.D., W.G. Sullivan and Canada. 1984. Engineer Economy. Machmilon Publishing Company. New York.
Lingga, P. 1995. Bertanam Belimbing. Peneber Swadaya. Jakarta.
Noonan S, and Savage G.P. 1999. Oxalate Content of Food and Its Effect On
Humans. Asia Pacific Journal of
Clinical Nutrition., 8 (1) : 64-67.
Nunes, C., Ana E.R, Antonio S.B, Jorge A.S, and Manuel A.C. 2008. Search For Suitable Maturation Parameters to Define The Harvest Maturity Of Plums (Prunus domestica L.) : A Case Study of
Candied Plums. Jurnal Food Chemistry,
203 Pearson, D. 1977. The Chemical Analysis of
Foods. Chemical Publishing Company,
Inc., New York.
Ranggana, S. 1977. Manual of Analysis of
Fruit and Vegetable Products. Tata Mc
Graw Hill Publishing Co., New Delhi. Siegel. 1997. Statistik Non Parametrik. Raja
Grafindo Persada. Jakarta.
Sudarmadji, S., Bambang Haryono dan Suhardi. 1997. Analisa Bahan Makanan dan Pertanian. Liberty. Yogyakarta. Suliantri dan Rahayu. 1990. Teknologi
Fermentasi Biji-bijian dan Umbi-umbian. Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. Bogor.
Sulisna, R. 2002. Pembuatan Manisan Kering Labu Mie (Cucurbita pepo L.) Kajian Konsentrasi Larutan Kapur dan Lama pengeringan Terhadap Sifat Fisik, Kimia dan Organoleptik. Skripsi. Jurusan THP, Fakultas Teknologi Pertanian Universitas Brawijaya. Malang.
Tampubolon, O.T. 1995. Tumbuhan Obat. Penerbit Bhatara. Jakarta.
Utami, P.W. 2007. Pembuatan Manisan Tamarilo (Kajian konsentrasi Peren-daman Air Kapur Ca(OH)2 dan Lama Pengeringan Terhadap Sifat Fisik, Kimia, dan Organoleptik). Skripsi. Jurusan THP, Fakultas Teknologi Pertanian Universitas Brawijaya. Malang.
Van Buren, J.P., 1979. The Chemistry of
Texture in Fruits and Vegetables.
Journal Texture Studies., 10 (1), 1–23. Wijaya, CH., Hadiprodjo I.T., dan