commit to user
i
PERLAKUAN KITOSAN DAN SUHU DINGIN PADA BUAH ALPUKAT (Persea americana Mill.)
UNTUK MENINGKATKAN DAYA SIMPAN
Skripsi
Untuk memenuhi sebagian persyaratan guna memperoleh gelar Sarjana Sains
Oleh:
Sovia Santi Leksikowati NIM. M 0409056
JURUSAN BIOLOGI
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS SEBELAS MARET
commit to user
commit to user
iii
PERNYATAAN
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi ini adalah hasil penelitian saya sendiri dan tidak terdapat karya yang pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu perguruan tinggi, serta tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali secara tertulis diacu dalam naskah ini dan disebutkan dalam daftar pustaka.
Apabila di kemudian hari dapat ditemukan adanya unsur penjiplakan maka gelar kesarjanaan yang telah diperoleh dapat ditinjau dan/atau dicabut.
Surakarta, ...
commit to user
iv
PERLAKUAN KITOSAN DAN SUHU DINGIN PADA BUAH ALPUKAT (Persea americana Mill.)
UNTUK MENINGKATKAN DAYA SIMPAN
SOVIA SANTI LEKSIKOWATI
Jurusan Biologi, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Sebelas Maret, Surakarta
ABSTRAK
Alpukat (Persea americana Mill.) termasuk komoditi buah-buahan dengan permintaan pasar yang cukup tinggi. Di lain pihak terdapat permasalahan pascapanen yaitu buah alpukat mudah rusak sehingga diperlukan upaya untuk meningkatkan daya simpan. Penelitian ini bertujuan untuk mempelajari pengaruh kitosan dan suhu dingin serta perlakuan yang paling optimal dalam meningkatkan daya simpan buah alpukat. Penelitian dilakukan dengan menggunakan Rancangan Acak Kelompok Lengkap (RAKL) yang terdiri dari dua faktor dengan tiga ulangan. Faktor pertama yaitu konsentrasi kitosan dengan empat taraf (0%, 1%, 2%, dan 3% w/v). Faktor kedua yaitu suhu penyimpanan dengan dua taraf (suhu ruang (28 °C) dan suhu dingin (16 °C)).
Parameter fisiologis dan biokimia yang diamati antara lain susut bobot, kadar air dengan metode oven, total gula reduksi dengan metode DNS, vitamin C dengan metode iodimetri, laju respirasi dengan alat PAA Horiba ASSA-1610, dan kandungan pigmen dengan metode spektrofotometri. Pengamatan dilakukan setiap minggu selama satu bulan. Data yang diperoleh dianalisis menggunakan Anava kemudian dilanjutkan dengan DMRT pada taraf kepercayaan 95% untuk mengetahui beda nyata antar perlakuan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa perlakuan kitosan dan suhu dingin berpengaruh dalam meningkatkan daya simpan buah alpukat. Perlakuan konsentrasi kitosan 2% dan 3% pada suhu dingin mampu mempertahankan bobot buah, kadar air, kadar klorofil, dan kadar karotenoid serta menurunkan laju respirasi buah. Perlakuan konsentrasi kitosan 3% pada suhu dingin mampu mempertahankan total gula reduksi dan vitamin C pada buah sehingga dapat meningkatkan daya simpan buah alpukat.
commit to user
v
CHITOSAN AND COLD TEMPERATURE TREATMENT FOR AVOCADO (Persea americana Mill.) TO INCREASE SHELF LIFE
SOVIA SANTI LEKSIKOWATI
Department of Biology, Faculty of Mathematics and Natural Sciences, Sebelas Maret University, Surakarta
ABSTRACT
Avocado (Persea americana Mill.) including fruit commodities with a high market demand. On the other hand there was an avocado postharvest problem it easily destruction so it was necessary to increase shelf life. The aims of this research were to study the effect of chitosan and cold temperature and also the optimal treatment to increase shelf life of avocado. The research had been performed using Randomized Complete Block Design (RCBD) with two factors and three replicates. The first factor was concentration of chitosan with four levels (0%, 1%, 2%, and 3% w/v). The second factor was storage temperature with two levels (room temperature (28 °C) and cold temperature (16 °C)).
Physiological and biochemical parameters were observed between the other weight loss, water content using oven method, total reducing sugars using DNS method, ascorbic acid using iodimetri method, respiration rate using PAA Horiba ASSA-1610, and pigment content using spectrophotometry method. Observations were made every week for a month. Data collected were analyzed using Anova followed by DMRT in 95% confidence level to determine the significant difference between treatments. The result showed that chitosan and cold temperatures treatment had significant effect to increase shelf life of avocado. Treatment of 2% dan 3% chitosan concentration in cold temperature was able to maintain the weight of fruit, water content, levels of chlorophyll, levels of carotenoid, and decreased respiration rate of fruit. Treatment of 3% chitosan concentration in cold temperature was able to maintain total reducing sugars and ascorbic acid of fruit so increased shelf life of avocado.
commit to user
vi
MOTTO
Janganlah kita berfokus pada yang sulit, tapi pada yang harus kita lakukan
(Mario Teguh)
Tugas kita bukanlah untuk berhasil. Tugas kita adalah untuk mencoba, karena
didalam mencoba itulah kita menemukan dan belajar membangun kesempatan
(Mario Teguh)
kemalasan. Bersungguh-sungguhlah maka kamu akan mendapatkan dengan
segera apa yang kamu
cita-(Sholahuddin As-Supadi)
h karena tidak ada seorangpun yang dilahirkan dalam keadaan
pandai. Sebesar kemauanmu sebesar itu pula yang kau dapatkan.
Man Jadda Wajada (Siapa
commit to user
vii
PERSEMBAHAN
Skripsi ini kupersembahkan untuk:
Bapak Sahono, Ibu Mulyatmi, dan Adikku Disti Nurul
Khoiriyah atas doa, dukungan, dan kasih sayang yang
tidak terhingga
Keluarga besar penulis atas doa dan dukungan
Ibu Dra. Endang Anggarwulan, M.Si. dan Ibu Widya
Mudyantini, M.Si. atas semangat dan nasihat yang
berharga
Sahabat seperjuangan di Jurusan Biologi FMIPA UNS
(Yani, Siti, Nat, Isna, Meutia, Lilis, Ratna, Puput, Ida,
Yanuar, dan Nugroho) serta Mas Ari atas semangat
dan dukungan yang luar biasa
commit to user
viii
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberi limpahan rahmat
dan hidayah sehingga penulis dapat menyelesaikan penelitian dan penyusunan
skripsi Perlakuan Kitosan dan Suhu Dingin pada Buah Alpukat
(Persea americana Mill.) untuk Meningkatkan Daya Simpan Skripsi ini disusun
untuk memenuhi sebagian persyaratan guna memperoleh gelar Sarjana Sains di
Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Sebelas Maret
Surakarta.
Dalam melakukan penelitian dan penyusunan skripsi, penulis telah
memperoleh saran, bantuan, dan bimbingan dari berbagai pihak yang bermanfaat
secara langsung maupun tidak langsung. Oleh karena itu, pada kesempatan ini
penulis mengucapkan terima kasih kepada:
Prof. Ir. Ari Handono Ramelan, M.Sc. (Hons)., Ph.D. selaku Dekan
Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Sebelas Maret
Surakarta yang telah memberikan izin penelitian untuk keperluan skripsi.
Dr. Agung Budiharjo, M.Si. selaku Ketua Jurusan Biologi, Fakultas
Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Sebelas Maret Surakarta
yang telah memberikan izin penelitian untuk keperluan skripsi.
Dra. Endang Anggarwulan, M.Si. dan Widya Mudyantini, M.Si. selaku
dosen pembimbing I dan II yang telah memberikan bimbingan, dukungan, dan
commit to user
ix
Siti Lusi Arum Sari, M.Biotech. dan Dr. Ratna Setiyaningsih, M.Si.
selaku dosen penelaah I dan II yang telah memberikan saran dan masukan selama
penyusunan skripsi.
Dr. Artini Pangastuti, M.Si. selaku dosen pembimbing akademik serta
seluruh dosen Jurusan Biologi, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam,
Universitas Sebelas Maret Surakarta yang telah memberikan bimbingan selama
masa perkuliahan.
Kepala dan staf UPT Laboratorium Pusat MIPA dan Laboratorium
Biologi, Fakultas MIPA, Universitas Sebelas Maret Surakarta yang telah
membantu selama penelitian.
Tim Peneliti Biomateri Tumbuhan Jurusan Biologi Fakultas Matematika
dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Sebelas Maret Surakarta yang telah
membantu pendanaan penelitian.
Teman-teman seperjuangan di Jurusan Biologi, Fakultas Matematika dan
Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Sebelas Maret Surakarta atas doa dan
dukungan selama masa perkuliahan serta semua pihak yang tidak dapat
disebutkan satu per satu yang telah memberikan bantuannya.
Penulis menyadari bahwa dalam melakukan penelitian dan penyusunan
skripsi ini masih jauh dari sempurna. Oleh karena itu, masukan yang berupa saran
dan kritik yang membangun dari pembaca akan sangat membantu. Semoga skripsi
ini bisa bermanfaat bagi kita semua dan pihak-pihak yang terkait.
Surakarta, Februari 2013
commit to user
DAFTAR LAMPIRAN GAMBAR ... xv
DAFTAR SINGKATAN ... xvi
BAB I. PENDAHULUAN ... 1
A. Latar Belakang Masalah ... 1
B. Perumusan Masalah ... 5
C. Tujuan Penelitian ... 5
D. Manfaat Penelitian ... 5
BAB II. LANDASAN TEORI ... 7
A. Tinjauan Pustaka... 7
1.Alpukat (Persea americana Mill.) ... 7
a. Klasifikasi ... 7
3.Kerusakan Buah Selama Penyimpanan ... 12
a. Pencoklatan ... 12
b. Penyusutan Massa ... 13
c. Laju Respirasi dan Produksi Etilen yang Tinggi ... 13
d. Laju Transpirasi yang Tinggi ... 14
e. Sensitivitas terhadap Suhu ... 14
4.Perlakuan Pascapanen ... 15
B. Kerangka Pemikiran ... 15
C. Hipotesis ... 16
BAB III. METODE PENELITIAN... 17
A. Waktu dan Tempat Penelitian... 17
B. Alat dan Bahan ... 17
C. Rancangan Penelitian ... 18
commit to user
xi
1. Persiapan Bahan ... 19
2. Pembuatan Larutan Kitosan ... 19
3. Proses Pelapisan pada Buah ... 19
4. Penyimpanan Buah ... 20
5. Pengukuran Parameter Fisiologis dan Biokimia Buah ... 20
a. Susut Bobot ... 20
b. Kadar Air dengan Metode Oven ... 20
c. Total Gula Reduksi dengan Metode DNS ... 21
d. Vitamin C dengan Metode Iodimetri ... 23
e. Laju Respirasi dengan Alat PAA ... 25
f. Pigmen Buah dengan Metode Spektrofotometri ... 26
E. Analisis Data... 27
BAB IV. HASIL PENGAMATAN DAN PEMBAHASAN ... 28
A. Pengaruh Konsentrasi Kitosan dan Suhu Penyimpanan terhadap Susut Bobot ... 28
B. Pengaruh Konsentrasi Kitosan dan Suhu Penyimpanan terhadap Kadar Air ... 33
C. Pengaruh Konsentrasi Kitosan dan Suhu Penyimpanan terhadap Total Gula Reduksi ... 36
D. Pengaruh Konsentrasi Kitosan dan Suhu Penyimpanan terhadap Vitamin C ... 41
E. Pengaruh Konsentrasi Kitosan dan Suhu Penyimpanan terhadap Laju Respirasi ... 45
F. Pengaruh Konsentrasi Kitosan dan Suhu Penyimpanan terhadap Pigmen Buah ... 50
BAB V. PENUTUP ... 63
A. Kesimpulan ... 63
B. Saran ... 63
DAFTAR PUSTAKA ... 64
LAMPIRAN ... 72
commit to user
xii
DAFTAR TABEL
Halaman Tabel 1. Kandungan gizi tiap 100 g buah alpukat segar ... 9
Tabel 2. Aplikasi kitosan dan turunannya dalam industri pangan... 11
Tabel 3. Kombinasi perlakuan konsentrasi kitosan dan suhu penyimpanan ... 18
Tabel 4. Seri konsentrasi larutan standar gula reduksi ... 22
Tabel 5. Susut bobot buah alpukat pada variasi konsentrasi kitosan dan suhu penyimpanan (%) ... 29
Tabel 6. Kadar air buah alpukat pada variasi konsentrasi kitosan dan suhu penyimpanan (%) ... 34
Tabel 7. Total gula reduksi buah alpukat pada variasi konsentrasi kitosan dan suhu penyimpanan (mg/100 g) ... 36
Tabel 8. Vitamin C buah alpukat pada variasi konsentrasi kitosan dan suhu penyimpanan (mg/100 g) ... 42
Tabel 9. Laju respirasi buah alpukat pada variasi konsentrasi kitosan dan suhu penyimpanan (ppm CO2/L/menit) ... 46
Tabel 10. Klorofil a buah alpukat pada variasi konsentrasi kitosan dan suhu penyimpanan (mg/l) ... 51
Tabel 11. Klorofil b buah alpukat pada variasi konsentrasi kitosan dan suhu penyimpanan (mg/l) ... 52
Tabel 12. Klorofil total buah alpukat pada variasi konsentrasi kitosan dan suhu penyimpanan (mg/l) ... 53
commit to user
xiii
DAFTAR GAMBAR
Halaman Gambar 1. Morfologi Persea americana Mill. ... 8
Gambar 2. Struktur kimia kitosan ... 10
Gambar 3. Bagan alir kerangka pemikiran... 16
Gambar 4. Susut bobot buah alpukat pada variasi konsentrasi kitosan dan suhu penyimpanan ... 30
Gambar 5. Kadar air buah alpukat pada variasi konsentrasi kitosan dan suhu penyimpanan ... 35
Gambar 6. Total gula reduksi buah alpukat pada variasi konsentrasi kitosan dan suhu penyimpanan ... 38
Gambar 7. Perombakan sukrosa menjadi glukosa dan fruktosa ... 40
Gambar 8. Vitamin C buah alpukat pada variasi konsentrasi kitosan dan suhu penyimpanan ... 43
Gambar 9. Reaksi oksidasi asam askorbat ... 45
Gambar 10. Laju respirasi buah alpukat pada variasi konsentrasi kitosan dan suhu penyimpanan ... 48
Gambar 11. Klorofil a buah alpukat pada variasi konsentrasi kitosan dan suhu penyimpanan ... 54
Gambar 12. Klorofil b buah alpukat pada variasi konsentrasi kitosan dan suhu penyimpanan ... 55
Gambar 13. Klorofil total buah alpukat pada variasi konsentrasi kitosan dan suhu penyimpanan ... 55
Gambar 14. Karotenoid buah alpukat pada variasi konsentrasi kitosan dan suhu penyimpanan ... 57
Gambar 15. Jalur degradasi klorofil ... 59
commit to user
xiv
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman Lampiran 1. Hasil anava dan uji DMRT pengaruh kitosan dan suhu
penyimpanan terhadap susut bobot ... 72
Lampiran 2. Hasil anava dan uji DMRT pengaruh kitosan dan suhu penyimpanan terhadap kadar air ... 73
Lampiran 3. Hasil anava dan uji DMRT pengaruh kitosan dan suhu penyimpanan terhadap total gula reduksi ... 74
Lampiran 4. Hasil anava dan uji DMRT pengaruh kitosan dan suhu penyimpanan terhadap vitamin C ... 75
Lampiran 5. Hasil anava dan uji DMRT pengaruh kitosan dan suhu penyimpanan terhadap laju respirasi ... 76
Lampiran 6. Hasil anava dan uji DMRT pengaruh kitosan dan suhu penyimpanan terhadap klorofil a ... 77
Lampiran 7. Hasil anava dan uji DMRT pengaruh kitosan dan suhu penyimpanan terhadap klorofil b ... 78
Lampiran 8. Hasil anava dan uji DMRT pengaruh kitosan dan suhu penyimpanan terhadap klorofil total ... 79
Lampiran 9. Hasil anava dan uji DMRT pengaruh kitosan dan suhu penyimpanan terhadap karotenoid ... 80
commit to user
xv
DAFTAR LAMPIRAN GAMBAR
Halaman
Gambar 17. Perlakuan kitosan dan suhu ruang pada minggu ke-1 ... 81
Gambar 18. Perlakuan kitosan dan suhu dingin pada minggu ke-1 ... 81
Gambar 19. Perlakuan kitosan dan suhu ruang pada minggu ke-2 ... 81
Gambar 20. Perlakuan kitosan dan suhu dingin pada minggu ke-2 ... 81
Gambar 21. Perlakuan kitosan dan suhu ruang pada minggu ke-3 ... 82
Gambar 22. Perlakuan kitosan dan suhu dingin pada minggu ke-3 ... 82
Gambar 23. Perlakuan kitosan dan suhu ruang pada minggu ke-4 ... 82
commit to user
xvi
DAFTAR SINGKATAN
Singkatan Kepanjangan
UPT unit penyelenggara teknis
UV ultra violet
PAA plant assimilation analyzer
DNS dinitrosalisilat
RAKL rancangan acak kelompok lengkap RCBD randomized complete block design
Anava analisis varian
DMRT duncan multiple range test
RH relative humidity
HSP hari setelah panen
PE polietilen
DKG diketogulonat
GA3P glyceraldehyde-3-phosphate
DXS 1-deoxy-D-xylulose 5-phosphate synthase
DXR 1-deoxy-D-xylulose 5-phosphate reductoisomerase MEP 2-C-methyl-D-erythritol 4-phosphate
HDR hydroxymethylbutenyl diphosphate reductase IPP isopentenyl diphosphate
IPI isopentenyl diphosphate isomerase
GGPP geranylgeranyl diphosphate
PSY phytoene synthase
PDS phytoene desaturase
ZDS zeta carotene desaturase ZISO zeta carotene isomerase
CrtISO carotene isomerase
LCY-e epsilon-cyclase
LCY-b -cyclase
BETA chromoplast-specific beta-cyclase CYP97A, CYP97C cytochrome P450 carotene hydroxylases CHY1, CHY2 non-heme carotene hydroxylases
AdKETO ketolase
ZEP zeaxanthin epoxidase VDE violaxanthin de-epoxidase
ABA abscisic acid
commit to user
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Indonesia merupakan negara tropis yang kaya akan buah-buahan. Iklim di
Indonesia memungkinkan mudahnya berbagai jenis buah-buahan tumbuh dan
berkembang. Peningkatan kualitas dan kuantitas buah lokal juga merupakan salah
satu upaya untuk meningkatkan devisa negara yaitu dengan ekspor komoditi
buah-buahan yang akan meningkatkan ekspor nonmigas negara kita
(Nuswamarhaeni dkk., 1989).
Alpukat merupakan tanaman yang dapat tumbuh subur di daerah tropis
seperti Indonesia. Buah alpukat merupakan salah satu jenis buah yang digemari
banyak orang karena selain rasanya yang enak, buah alpukat juga kaya
antioksidan dan zat gizi seperti lemak yaitu 9,8 g/100 g daging buah (Afrianti,
2010). Selain itu, buah alpukat tidak bersifat musiman dan harganya terjangkau.
Alpukat tidak hanya melimpah di pasar lokal, pasar di luar negeri juga
berhasil ditembus. Awalnya alpukat hanya melimpah di negara Singapura dan
Belanda, kemudian menyusul negara lain seperti Saudi Arabia, Perancis, dan
Brunai Darussalam. Impor buah alpukat di negara Perancis pada tahun 1989
sebanyak 3.790 kg dengan nilai 379 US$ meningkat pada tahun 1990 menjadi
5.749 kg dengan nilai 10.876 US$ (Indriani dan Sumiarsih, 1992). Sebagai
pembanding, di Indonesia mampu mengekspor buah alpukat dalam bentuk segar
commit to user
alpukat dengan jumlah 169.049 kg pada tahun 2003; 5.416 kg pada tahun 2004,
5.121 kg pada tahun 2005; dan 4.104 kg pada tahun 2006. Walaupun angka
tersebut mengalami penurunan, namun jumlah ekspor buah alpukat ke luar negeri
dinyatakan tetap tinggi disamping produksi yang tinggi pula di dalam negeri yang
mencapai 239.463 ton pada tahun 2006.
Salah satu kendala dalam usaha pemenuhan permintaan buah alpukat
untuk konsumsi berbagai negara adalah karena rusaknya buah alpukat sebelum
sampai ke tempat tujuan atau sebelum dikonsumsi. Besarnya kerusakan tersebut,
di samping karena sifat buah-buahan yang mudah mengalami kerusakan atau
pembusukan serta iklim tropis yang tidak menguntungkan bagi daya tahan simpan
buah, terutama karena penanganan pascapanen yang belum memadai (Jumeri
dkk., 2007). Buah alpukat mempunyai sifat yang mudah rusak terutama karena
kondisi lingkungan yang tidak sesuai seperti suhu tinggi dan udara lembab yang
dapat mempercepat proses kerusakan buah pascapanen. Hal ini menjadi suatu
permasalahan dalam penyediaan alpukat yang bermutu baik bagi konsumen untuk
pasar lokal maupun ekspor.
Metode penyimpanan produk buah-buahan yang saat ini banyak
dikembangkan adalah metode penyimpanan dengan sistem kemasan atmosfer
termodifikasi. Metode ini digunakan untuk memperpanjang masa simpan buah
pascapanen agar buah masih dalam kondisi yang baik sampai siap dikonsumsi.
Metode penyimpanan ini memerlukan biaya yang tinggi. Metode lain yang lebih
praktis adalah dengan meniru mekanisme atmosfer termodifikasi, yaitu dengan
commit to user
Edible coating adalah suatu metode pemberian lapisan tipis pada
permukaan buah untuk menghambat keluarnya gas, uap air, dan menghindari
kontak dengan oksigen, sehingga proses pemasakan dan pencoklatan buah dapat
diperlambat (El-Ghaouth et al., 1991). Edible coating berfungsi sebagai
penghalang terhadap perpindahan massa (kelembaban, oksigen, cahaya, lipid, dan
zat terlarut) (Bourtoom, 2008).
Contoh bahan-bahan edible coating untuk melapisi buah antara lain
selulosa, kasein, zein, protein kedelai, dan kitosan. Bahan-bahan ini dipilih karena
memiliki karakteristik tidak berbau, tidak berasa, dan transparan (Park, 2002).
Lapisan yang ditambahkan di permukaan buah ini tidak berbahaya bila ikut
dikonsumsi bersama buah. Kitosan adalah salah satu bahan yang bisa digunakan
sebagai coating buah. Kitosan merupakan polisakarida berasal dari limbah kulit
udang-udangan yang mempunyai potensi yang cukup baik sebagai pelapis
buah-buahan, misalnya pada buah tomat (El-Ghaouth et al., 1991) dan leci (Dong et al.,
2004). Sifat lain kitosan adalah dapat menginduksi enzim chitinase pada jaringan
tanaman. Enzim ini dapat mendegradasi kitin yang menjadi penyusun utama
dinding sel fungi sehingga dapat digunakan sebagai fungisida (El-Ghaouth et al.,
1991).
Metode lain yang dapat digunakan dalam menghambat metabolisme pada
buah pascapanen adalah dengan pengendalian suhu penyimpanan. Peranan suhu
penyimpanan bagi komoditas hortikultura khususnya di daerah tropis sangat
besar. Pengendalian suhu dapat mengendalikan kematangan buah, kelayuan,
commit to user
disimpan. Penurunan suhu dapat menurunkan laju respirasi, laju transpirasi,
maupun proses oksidasi kimia sehingga pendinginan dianggap sebagai cara yang
ekonomis untuk penyimpanan jangka panjang bagi buah-buahan (Paramita, 2010).
Berdasarkan latar belakang masalah yang telah diuraikan di atas dapat
digarisbawahi bahwa kendala dalam usaha pemenuhan kebutuhan buah alpukat
untuk konsumsi berbagai negara adalah karena rusaknya buah alpukat sebelum
sampai ke tempat tujuan atau sebelum dikonsumsi. Bentuk upaya yang dapat
dilakukan untuk meningkatkan daya simpan buah sebagai bentuk modifikasi
pascapanen adalah dengan pemberian bahan pelapis buah dari kitosan dengan
kombinasi suhu dingin, dimana telah disebutkan bahwa pengendalian suhu dapat
mengendalikan kematangan buah, kelayuan, mencegah kerusakan oleh mikrobia,
serta perubahan tekstur komoditi yang disimpan. Penurunan suhu dapat
menurunkan laju respirasi, laju transpirasi, maupun proses oksidasi kimia
sehingga proses kerusakan dan pembusukan buah dapat dihambat.
Pengujian terhadap parameter fisiologis dan biokimia buah yang diberi
perlakuan kitosan dan suhu dingin perlu dilakukan sehingga dapat diketahui
konsentrasi kitosan dan suhu yang paling optimal dalam meningkatkan daya
simpan buah alpukat. Oleh karena itu, peneliti tertarik melakukan penelitian
Perlakuan Kitosan dan Suhu Dingin pada Buah Alpukat (Persea
americana Mill.) untuk Meningkatkan Daya Simpan alam penelitian ini
dilakukan pengujian terhadap beberapa parameter fisiologis dan biokimia buah
yang meliputi susut bobot, kadar air, total gula reduksi, vitamin C, laju respirasi,
commit to user
B. Perumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah yang telah diuraikan di atas dapat
dirumuskan permasalahan dalam penelitian yaitu sebagai berikut.
1. Bagaimanakah pengaruh kombinasi perlakuan kitosan (1%, 2%, 3% w/v) dan
suhu dingin (16 °C) dalam meningkatkan daya simpan buah alpukat?
2. Perlakuan manakah yang paling optimal dalam meningkatkan daya simpan
buah alpukat?
C. Tujuan Penelitian
Tujuan dari penelitian ini antara lain:
1. Mempelajari pengaruh kombinasi perlakuan kitosan (1%, 2%, 3% w/v) dan
suhu dingin (16 °C) dalam meningkatkan daya simpan buah alpukat.
2. Menentukan perlakuan yang paling optimal dalam meningkatkan daya simpan
buah alpukat.
D. Manfaat Penelitian
Manfaat dari penelitian ini antara lain:
1. Memberikan informasi ilmiah tentang besarnya susut bobot, kadar air, total
gula reduksi, vitamin C, laju respirasi, dan pigmen (klorofil dan karotenoid)
buah alpukat pada perlakuan kitosan dan suhu dingin sehingga dapat diketahui
commit to user
2. Memberikan informasi ilmiah tentang perlakuan yang paling optimal dalam
meningkatkan daya simpan buah alpukat sehingga bermanfaat bagi pemasaran
commit to user
7
BAB II
LANDASAN TEORI
A. Tinjauan Pustaka
1. Alpukat (Persea americana Mill.)
a. Klasifikasi
Alpukat adalah pohon subtropis asli Amerika Tengah dan Meksiko
dimana tanaman tersebut telah dibudidayakan dari zaman kuno (Chen et
al., 2009). Kedudukan tanaman alpukat dalam sistematika (taksonomi)
tumbuhan adalah sebagai berikut.
Divisi : Spermatophyta
Sudivisi : Angiospermae
Kelas : Dicotyledoneae
Ordo : Ranales
Famili : Lauraceae
Genus : Persea
Spesies : Persea americana Mill. (Steenis, 1978).
b. Morfologi
Alpukat adalah spesies polimorfik yang terdiri dari beberapa
varietas botani atau subspesies, disesuaikan dengan geografis lingkungan
mikro yang berbeda (Violi, 2008). Tanaman alpukat memiliki tinggi 3-10
meter. Daun alpukat bertangkai dan berjejal-jejal pada ujung ranting
commit to user
telur terbalik memanjang seperti kulit, pada waktu muda daun ini
berambut rapat, kemudian gundul. Bunga alpukat berkelamin dua yang
terdapat di dekat ujung ranting dan berbunga banyak. Garis tengah tenda
bunga berkisar 1-1,5 cm, berwarna putih kuning, berbau enak dengan
dimana tiga taju yang terluar merupakan taju yang terkecil. Benang sari
berjumlah dua belas yang terdapat di dalam empat lingkaran dimana
benang sari tiga terdalam direduksi menjadi staminodia. Ruang sari
berjumlah empat dengan staminodia berwarna oranye atau coklat. Buah
alpukat merupakan buah buni berbentuk bola atau buah peer yang
memiliki panjang 5-20 cm dan berbiji satu tanpa sisa bunga yang tinggal.
Buah alpukat berwarna hijau atau hijau kuning, keungu-unguan atau
berbintik-bintik, gundul, dan berbau enak. Biji alpukat berbentuk bola
dengan garis tengah 2,5-5 cm (Steenis, 1978).
Gambar 1. Morfologi Persea americana Mill. (Prihatman, 2000)
c. Kandungan Gizi
Setiap 100 g buah alpukat mengandung 85,00 kalori, selain itu
commit to user
tertinggi, masing-masing bernilai 6,50 g dan 7,70 g. Kandungan protein
dalam buah ini masih tergolong cukup tinggi yaitu mencapai 0,90 g.
Kandungan gizi berupa kalsium, fosfor, zat besi, vitamin A, vitamin B1,
dan vitamin C menunjukkan nilai yang tidak terlalu tinggi. Buah alpukat
mengandung air sebanyak 84,30 g dan bagian yang dapat dimakan sebesar
61,00% dalam 100 g buah alpukat (Tabel 1).
Tabel 1. Kandungan gizi tiap 100 g buah alpukat segar Kandungan gizi Nilai rata-rata
Kalori 85,00 kal
Bagian yang dapat dimakan (Bdd) 61,00 % Sumber: Direktorat Gizi Depkes RI dalam Rukmana (1997)
d. Manfaat
Bagian yang dapat digunakan dari tanaman alpukat antara lain
daging buah, daun, dan biji. Sifat kimiawi dari masing-masing bagian,
untuk buah mengandung saponin, alkaloid, dan flavonoid, selain itu buah
juga mengandung tanin dan daun mengandung polifenol, quersetin, dan
gula alkohol persiit. Kegunaan dari masing-masing bagian yaitu daging
buah dapat digunakan untuk sariawan dan melembabkan kulit kering.
Daun alpukat dapat digunakan untuk mengatasi kencing batu, darah tinggi,
commit to user
(bronchial swellings), dan menstruasi tidak teratur (Yuniarti, 2008). Daun
alpukat telah dilaporkan memiliki aktivitas antiinflamasi dan antijamur
(Flores et al., 2008). Biji dapat digunakan untuk sakit gigi dan kencing
manis (Yuniarti, 2008). Penelitian Alhassan et al. (2012) menyatakan
bahwa penggunaan biji alpukat dapat mengontrol hiperglikemik pada
diabetes. Penelitian ini juga menunjukkan bahwa penggunaan ekstrak air
biji alpukat memiliki efek lebih besar dalam pengobatan diabetes melitus.
2. Kitosan
a. Pengertian
Kitosan adalah derivat polimer dari kitin yang memiliki gugus
N-terasetilasi yang membuatnya larut dalam larutan asam. Kitin merupakan
biopolimer alami yang terdapat pada eksoskeleton invertebrata yang
merupakan polisakarida terbanyak kedua di alam setelah selulosa (Kittur et
al., 1998). Kitosan berbentuk spesifik dan mengandung gugus amino
dalam rantai karbonnya. Hal ini menyebabkan kitosan bermuatan positif
yang berlawanan dengan polisakarida yang lainnya (Whang et al., 2005).
Struktur kimia kitosan dapat dilihat pada Gambar 2.
Gambar 2. Struktur kimia kitosan (Harianingsih, 2010)
Kitosan merupakan salah satu jenis polisakarida turunan kitin yang
commit to user
sulit dirobek sehingga dapat dimanfaatkan sebagai bahan pengemas
(Butler et al., 1996). Jenis kemasan yang banyak dibuat dari kitosan adalah
jenis edible film atau coating. Sifatnya yang edible (dapat dimakan)
merupakan keunggulan kitosan sehingga dapat digolongkan ke dalam
bahan kemasan yang ramah lingkungan.
b. Aplikasi
Abdou et al. (2008) menyatakan bahwa kitosan dapat dimanfaatkan
dalam bidang bioteknologi sebagai imobilisasi enzim, medium kultur
tumbuhan, bidang obat-obatan dan kesehatan, bidang kecantikan, dan
bidang pangan. Aplikasi kitosan dalam bidang pangan dapat dilihat pada
Tabel 2.
Tabel 2. Aplikasi kitosan dan turunannya dalam industri pangan
Aplikasi Contoh
Antimikroba Bakterisidal dan fungisidal
Edible film Mengatur perpindahan uap antara makanan dan lingkungan sekitar, menahan pelepasan zat-zat antimikroba, antioksidan, nutrisi, flavor, dan obat
Bahan aditif Mempertahankan flavor alami, bahan pengontrol tekstur, bahan pengemulsi, dan bahan pengental
Nutrisi Sebagai serat diet, penurun kolesterol, tambahan makanan ikan, dan mereduksi penyerapan lemak
Sumber: Shahidi et al. (1999)
Penelitian Ekaputri (2009) menyatakan bahwa perlakuan kitosan
1,5% mampu mempertahankan shelf-life (masa simpan) buah manggis
(Garcinia mangostana L.) hingga 20 hari setelah panen. Penelitian
commit to user
masa simpan buah mangga dapat mencapai 20 hari pada konsentrasi
kitosan 1,5%, sedangkan pada perlakuan lainnya hanya mampu bertahan
selama 15 hari.
Alamsyah (2006) dalam Suptijah dkk. (1992) menyatakan bahwa
penggunaan kitosan sebagai bahan pengawet dan edible coating yang
efektif untuk mencegah kerusakan kualitas dan memperpanjang umur
simpan produk pangan sangatlah potensial. Menurut Kittur et al. (1998)
kitosan juga berfungsi untuk meningkatkan penampakan fisik buah,
mengurangi deteriorasi serta pembusukan oleh mikroba, mengontrol
pertukaran gas (O2, CO2, dan etilen) serta mengontrol perubahan fisiologi,
mikrobiologi, dan fisikokimia pada produk makanan.
3. Kerusakan Buah Selama Penyimpanan
Kerusakan buah dapat terjadi sejak buah dipanen hingga proses
penyimpanan. Beberapa proses kerusakan yang terjadi pada buah antara lain:
a. Pencoklatan
Pembentukan warna coklat dikarenakan terjadinya oksidasi
senyawa-senyawa fenol dan polifenol oleh enzim fenolase dan
polifenolase membentuk quinon, yang selanjutnya berpolimerisasi
membentuk melanin (pigmen berwarna coklat). Terjadinya reaksi
browning enzimatis diperlukan adanya komponen yaitu fenolase dan
polifenolase (enzim), senyawa-senyawa fenol dan polifenol (substrat),
commit to user
dilakukan dengan mengeliminasi (menghilangkan) salah satu atau
beberapa komponen tersebut (Harianingsih, 2010).
b. Penyusutan Massa
Selama penyimpanan, buah masih melakukan aktivitas yang
memanfaatkan cadangan makanan yang tersisa. Reaksi metabolisme dalam
bahan dikatalis oleh enzim-enzim yang terdapat di dalam buah secara
alami sehingga terjadi proses autolisis yang berakhir dengan kerusakan
dan pembusukan (Trenggono dkk., 1990). Suhardi dan Yuniarti (1996)
menyatakan bahwa penyusutan atau pengurangan berat bahan terus
berlangsung selama penyimpanan sebagai akibat dari adanya proses
respirasi. Hofman et al. (1997) serta Hagenmaier dan Baker (1995)
menyatakan bahwa kehilangan berat disebabkan oleh proses biologis yang
terus berlangsung yaitu proses respirasi secara sempurna sehingga gula
reduksi terombak menjadi CO2 dan H2O yang mudah menguap.
c. Laju Respirasi dan Produksi Etilen yang Tinggi
Trenggono (1992) menyatakan bahwa umur simpan buah sangat
dipengaruhi oleh laju respirasi. Laju respirasi dapat dikendalikan antara
lain dengan memanipulasi kandungan gas O2 atau CO2 dalam kemasan
atau ruang penyimpanan. Menurunkan konsentrasi O2 atau meningkatkan
konsentrasi CO2 dapat memperlambat laju respirasi sehingga umur simpan
dapat diperpanjang.
Etilen adalah senyawa organik sederhana yang dapat berperan
commit to user
kelayuan. Keberadaan etilen akan mempercepat tercapainya tahap
kelayuan (senesence). Maka untuk tujuan pengawetan, senyawa ini perlu
disingkirkan dari atmosfer ruang penyimpan dengan cara menyemprotkan
enzim penghambat produksi etilen pada produk atau mengoksidasi etilen
dengan KMnO4 atau ozon (Harianingsih, 2010).
d. Laju Transpirasi yang Tinggi
Transpirasi adalah pengeluaran air dari dalam jaringan produk
nabati. Laju transpirasi dipengaruhi oleh faktor internal (morfologi/
anatomi, rasio permukaan terhadap volum, kerusakan fisik, umur panen)
dan faktor eksternal (suhu, pergerakan udara, tekanan atmosfer).
Transpirasi yang berlebihan akan menyebabkan produk mengalami
pengurangan berat, penurunan daya tarik (karena layu), nilai tekstur, dan
nilai gizi. Pengendalian laju transpirasi dilakukan dengan pelapisan,
penyimpanan dingin, atau memodifikasi atmosfer (Harianingsih, 2010).
e. Sensitivitas terhadap Suhu
Pemaparan komoditi pada suhu yang tidak sesuai akan
menyebabkan kerusakan fisiologis yang bisa berupa: (1) freezing injuries,
karena produk disimpan di bawah suhu bekunya; (2) chilling injuries,
umum pada produk tropis yang disimpan di atas suhu beku dan diantara
5-15 °C, tergantung sensitivitas komoditi; (3) heat injuries, terjadi karena
paparan sinar matahari atau panas yang berlebihan. Berdasarkan
commit to user
yang bersifat sensitif dan tidak sensitif terhadap pendinginan
(Harianingsih, 2010).
4. Perlakuan Pascapanen
Alpukat mempunyai umur simpan sekitar 7 hari (sejak petik sampai
siap konsumsi). Lama penyimpanan ini dapat diperlambat sampai 30-40 hari
apabila disimpan dalam ruangan bersuhu 4 °C. Suasana ruang penyimpanan
yang dingin (bersuhu rendah) akan memperlambat proses respirasi, apalagi
bila disertai dengan kondisi buah yang mulus tanpa cacat. Sebaliknya, suasana
ruangan yang panas (bersuhu tinggi) disertai luka atau cacat pada buah akan
mempercepat proses pernapasan ini. Dengan demikian daya simpan alpukat
pada ruangan bersuhu rendah akan lebih panjang daripada ruangan bersuhu
tinggi (Indriani dan Sumiarsih, 1992).
B. Kerangka Pemikiran
Alpukat termasuk komoditi buah-buahan dengan permintaan pasar dalam
bentuk segar yang cukup tinggi. Salah satu kendala dalam usaha pemenuhan
kebutuhan buah alpukat untuk konsumsi berbagai negara adalah rusaknya buah
alpukat sebelum sampai ke tempat tujuan atau sebelum dikonsumsi sehingga
diperlukan upaya untuk meningkatkan daya simpan buah yang dapat dilakukan
commit to user
Gambar 3. Bagan alir kerangka pemikiran
C. Hipotesis
Adapun hipotesis dari penelitian ini antara lain:
1. Kombinasi perlakuan kitosan dan suhu dingin berpengaruh dalam
meningkatkan daya simpan buah alpukat.
2. Semakin tinggi konsentrasi kitosan yang digunakan maka semakin
meningkatkan daya simpan buah. Perlakuan suhu dingin dapat meningkatkan
daya simpan buah.
Konsentrasi kitosan (0%, 1%, 2%, dan 3% w/v)
Suhu penyimpanan (suhu ruang (28 °C) dan suhu dingin (16 °C))
Meningkatkan daya simpan buah alpukat Peningkatan permintaan komoditas buah alpukat
Permasalahan pascapanen (buah cepat busuk)
commit to user
17
BAB III
METODE PENELITIAN
A. Waktu dan Tempat Penelitian
Penelitian ini telah dilaksanakan selama 3 bulan yaitu bulan
Agustus-Oktober 2012. Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Biologi, Fakultas
Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam serta Sub Laboratorium Biologi UPT
Laboratorium Pusat Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Sebelas
Maret Surakarta.
B. Alat dan Bahan
Alat yang digunakan dalam penelitian ini antara lain bak, keranjang buah,
neraca analitik, gelas ukur, tabung kaca, magnetic stirer, hotplate, gelas beker,
pengaduk kaca, cawan petri, oven, erlenmeyer, corong kaca, botol kaca gelap,
tabung reaksi, vorteks, spektrofotometer UV Vis Lambda 25 Perkin Elmer, kuvet,
pipet tetes, pipet volum, plastik, Plant Assimilation Analyzer (PAA) Horiba
ASSA-1610, mortar dan stamfer, serta buret dan statif.
Bahan yang digunakan dalam penelitian ini antara lain buah alpukat
(Persea americana Mill.), air, kitosan, asam asetat 1%, akuades, kertas label,
tissue, Dinitrosalisilat (DNS), fenol, Na-metabisulfit, NaOH, kertas saring
Whatman 41, garam rocelle (KNa-tartrat), glukosa anhidrat, kalium iodida,
commit to user
C. Rancangan Penelitian
Penelitian ini bersifat eksperimen dengan menggunakan metode
Rancangan Acak Kelompok Lengkap (RAKL) yang terdiri atas dua faktor yaitu
konsentrasi kitosan dengan empat taraf (0%, 1%, 2%, dan 3% w/v) serta suhu
penyimpanan dengan dua taraf (suhu ruang (28 °C) dan suhu dingin (16°C)).
Setiap perlakuan dilakukan dengan tiga ulangan. Berdasarkan kedua faktor
perlakuan tersebut diperoleh delapan kombinasi perlakuan (Tabel 3).
Tabel 3. Kombinasi perlakuan konsentrasi kitosan dan suhu penyimpanan
K
S
0% 1% 2% 3%
16° C 0%, 16° C 1%, 16° C 2%, 16° C 3%, 16° C
28° C 0%, 28° C 1%, 28° C 2%, 28° C 3%, 28° C
Keterangan:
0%, 16° C = konsentrasi kitosan 0%, suhu dingin
1%, 16° C = konsentrasi kitosan 1%, suhu dingin
2%, 16° C = konsentrasi kitosan 2%, suhu dingin
3%, 16° C = konsentrasi kitosan 3%, suhu dingin
0%, 28° C = konsentrasi kitosan 0%, suhu ruang
1%, 28° C = konsentrasi kitosan 1%, suhu ruang
2%, 28° C = konsentrasi kitosan 2%, suhu ruang
commit to user
D. Cara Kerja
1. Persiapan Bahan
Persiapan meliputi sortasi, pencucian, dan pengeringan buah. Buah
yang digunakan adalah buah alpukat varietas hijau panjang yang diambil dari
lahan di wilayah Tawangmangu dengan umur panen 6-7 bulan dari bunga
mekar. Buah alpukat varietas hijau panjang memiliki karakteristik leher buah
panjang, ujung buah tumpul, dan pangkal buah runcing. Sortasi dilakukan
dengan memilih buah alpukat yang memiliki kriteria sama dalam tingkat
kematangan dan ukuran serta bebas dari penyakit buah. Pencucian dilakukan
dengan meletakkan buah alpukat pada bak besar dengan air mengalir agar
kotoran yang menempel pada kulit buah hilang. Setelah proses pencucian
selesai, buah dikeringanginkan di dalam ruangan.
2. Pembuatan Larutan Kitosan
Larutan kitosan 1% w/v dibuat dengan cara melarutkan 10 g kitosan
dalam 1000 ml asam asetat 1%. Larutan kitosan 2% w/v dibuat dengan cara
melarutkan 20 g kitosan dalam 1000 ml asam asetat 1%. Larutan kitosan 3%
w/v dibuat dengan cara melarutkan 30 g kitosan dalam 1000 ml asam asetat
1%. Masing-masing larutan diaduk dengan magnetic stirer hingga larut
kemudian disimpan pada suhu ruang.
3. Proses Pelapisan pada Buah
Buah alpukat dicelupkan ke dalam larutan kitosan dengan konsentrasi
commit to user
4. Penyimpanan BuahBuah alpukat disimpan pada suhu ruang (28 °C) dan suhu dingin
(16 °C) untuk selanjutnya dilakukan pengujian parameter fisiologis dan
biokimia buah setiap minggu selama satu bulan.
5. Pengukuran Parameter Fisiologis dan Biokimia Buah
a. Susut Bobot
Bobot buah diukur dengan menggunakan neraca analitik. Susut
bobot buah dinyatakan dalam persen dengan perhitungan:
% susut bobot buah= bobot buah awal bobot buah akhir
bobot buah awal × 100%
Keterangan:
Bobot buah awal = bobot buah pada awal penyimpanan
Bobot buah akhir = bobot buah saat pengujian (pengamatan)
(Bastian dkk., 2004).
b. Kadar Air dengan Metode Oven
1) Cawan ditimbang untuk mengetahui berat awal cawan.
2) Sampel buah diambil kemudian dimasukkan ke dalam cawan dan
ditimbang sebagai berat basah.
3) Cawan yang berisi sampel buah dimasukkan ke dalam oven pada suhu
102 °C sampai beratnya konstan kemudian ditimbang sebagai berat
kering.
Perhitungan:
% kadar air=berat basah berat kering
commit to user
Keterangan:Berat basah = berat sampel sebelum dikeringkan dalam oven
Berat kering = berat sampel setelah dikeringkan dalam oven
(Sudarmadji dkk., 1984).
c. Total Gula Reduksi dengan Metode DNS
Prinsip metode DNS adalah dalam suasana alkali gula pereduksi
akan mereduksi asam 3,5 dinitrosolisilat (DNS) membentuk senyawa yang
dapat diukur absorbansinya pada panjang gelombang 540 nm.
1) Pembuatan Reagen DNS 1%
Reagen DNS 1% berfungsi mengikat gula reduksi dari sampel.
Reagen DNS 1% dibuat dengan cara melarutkan 5 g DNS, 1 g fenol,
0,25 g Na-metabisulfit, dan 5 g NaOH dalam 300 ml akuades
kemudian diaduk hingga larut. Larutan yang telah diperoleh
diencerkan hingga 500 ml dan dibiarkan selama satu malam kemudian
disaring.
2) Pembuatan Garam Rocelle (KNa-tartrat) 40%
Sebanyak 40 g KNa-tartrat dilarutkan dalam 80 ml akuades.
Setelah larut, larutan diencerkan hingga 100 ml.
3) Penentuan Total Gula Reduksi Sampel
Sebanyak 10 g sampel buah yang telah dihaluskan dilarutkan
dalam 100 ml akuades. Larutan tersebut diambil 1 ml kemudian
dimasukkan ke dalam tabung reaksi. Sebanyak 2 ml reagen DNS 1%
commit to user
tabung reaksi berisi sampel dan reagen DNS 1% dimasukkan ke dalam
air mendidih selama 5 menit agar proses reduksi DNS terhadap gula
reduksi berjalan cepat dan sempurna, kemudian didinginkan dalam air.
KNa-tartrat 40% sebanyak 1 ml ditambahkan ke dalam tabung reaksi
kemudian diukur absorbansinya pada panjang gelombang 540 nm
menggunakan spektrofotometer UV Vis Lambda 25 Perkin Elmer.
Penambahan KNa-tartrat 40% dilakukan pada tahap terakhir agar
peran Na-metabisulfit yang dapat menangkap oksigen bebas pada
larutan tidak mengganggu proses pengikatan gula reduksi oleh reagen
DNS 1%.
4) Penentuan Kurva Standar
Kurva standar merupakan hasil pengukuran terhadap larutan
yang hanya mengandung glukosa. Kurva standar dibuat dengan cara
melarutkan 20 mg glukosa anhidrat dalam 20 ml akuades. Larutan ini
digunakan sebagai stok. Larutan standar dibuat dengan konsentrasi
0,2-1 mg/ml. Larutan tersebut diberi perlakuan seperti pada penentuan
total gula reduksi sampel (Miller, 1959). Seri konsentrasi larutan
standar gula reduksi disajikan pada Tabel 4.
Tabel 4. Seri konsentrasi larutan standar gula reduksi
Larutan stok 0 1 2 3 4 5
Akuades (ml) 5 4 3 2 1 0
Konsentrasi larutan
commit to user
d. Vitamin C dengan Metode IodimetriPrinsip metode iodimetri adalah sifat mereduksi dari vitamin C dan
titrasi dengan larutan baku iodium.
1) Pembuatan Larutan Iodium 0,01 N
Sebanyak 2 g kalium iodida dilarutkan dalam 30 ml akuades.
Sebanyak 1,27 g iodium ditambahkan ke dalam larutan tersebut.
Setelah semua kristal iodium larut, selanjutnya dilakukan pengenceran
hingga volume tepat 1.000 ml. Larutan disimpan dalam botol gelap
dan tertutup rapat.
2) Pembuatan Larutan Amilum 1%
Larutan amilum 1% berperan sebagai indikator perubahan
warna. Larutan tersebut dibuat dengan cara 0,1 g amilum dilarutkan
dalam 5 ml akuades kemudian larutan tersebut dituangkan ke dalam 5
ml akuades yang telah dididihkan sambil diaduk-aduk.
3) Standarisasi Iodium
Sebanyak 24 mg vitamin C murni dilarutkan dalam 25 ml
akuades kemudian diambil 5 ml larutan tersebut dan ditambah 1 ml
larutan amilum 1% serta dititrasi dengan iodium hingga berwarna biru.
Data yang diperoleh pada standarisasi iodium adalah volume yang
digunakan untuk menitrasi vitamin C murni. Data ini digunakan untuk
menghitung normalitas iodium dengan rumus:
N iod= m x e
commit to user
Keterangan:N iod : normalitas iodium (N)
m : massa vitamin C murni yang dititrasi (g)
e : valensi vitamin C
Mr : berat molekul vitamin C (g/mol)
V iod : volume iodium untuk titrasi vitamin C murni (L)
4) Penentuan Kandungan Vitamin C Sampel
Sebanyak 10 g sampel buah yang telah dihaluskan dilarutkan
dalam 100 ml akuades. Larutan tersebut diambil sebanyak 5 ml
kemudian dimasukkan ke dalam erlenmeyer dan ditambah 1 ml larutan
amilum 1% serta dititrasi dengan larutan iodium 0,01 N hingga
berwarna biru. Data yang diperoleh pada penentuan vitamin C sampel
adalah volume larutan iodium 0,01 N yang diperlukan untuk menitrasi
sampel. Data tersebut digunakan untuk menghitung massa vitamin C
sampel dengan rumus:
m vitamin C=V iod x N iod x Mr e x FP
Kandungan vitamin C sampel dihitung dengan rumus:
Kandungan vitamin C=m vitamin C
V
Keterangan:
V iod : volume iodium untuk titrasi sampel (L)
N iod : normalitas iodium (N)
commit to user
e : valensi vitamin CFP : faktor pengenceran
V : volume ekstrak (ml) (Sudarmadji dkk., 1984).
e. Laju Respirasi dengan alat PAA
Prinsip pengukuran laju respirasi dengan alat PAA Horiba
ASSA-1610 adalah menghitung jumlah CO2 yang dihasilkan oleh buah. Cara
kerja pengukuran laju respirasi adalah sebagai berikut.
1) Alat PAA dinyalakan selama dua jam sebelum digunakan.
2) Buah alpukat diinkubasi dengan dimasukkan ke dalam kantong plastik
satu jam sebelum diukur.
3) Volume gas yang masuk disetel tiap sampel pada 2 L/menit.
4) Kalibrasi dilakukan untuk pengukuran kadar gas N2+CO2 dengan
menggunakan tombol zero, span, dan meas.
5) Tombol zero digunakan untuk mengukur volume gas yang keluar
setiap 0,5 L/menit pada skala 0 untuk mengukur kadar gas N2.
6) Tombol span digunakan untuk mengukur gas N2+CO2.
7) Tombol meas digunakan untuk pembacaan kadar CO2 secara langsung,
(CO2+N2)-N2=CO2.
8) Volume gas yang keluar pada 0,5 L/menit diatur untuk masing-masing
sampel.
9) Pengukuran kadar CO2 dilakukan dengan cara membaca pada skala
commit to user
Perhitungan laju respirasi buah menggunakan rumus:
Laju respirasi = CO2 sampel-CO2 kontrol
Keterangan:
CO2 sampel : skala yang ditunjuk pada saluran (selang) sampel buah
CO2 kontrol : skala yang ditunjuk pada saluran (selang) kontrol
(Lestari dkk., 2008).
f. Pigmen Buah dengan Metode Spektrofotometri
Prinsip metode pengukuran pigmen buah adalah sifat
mendenaturasi protein dari aseton yang mengikat klorofil sehingga klorofil
dapat lepas dari ikatan dengan protein dan ikut terekstrak dalam pelarut
sehingga ekstrak dapat diukur absorbansinya pada panjang gelombang
480, 645, dan 663 nm. Cara kerja pengukuran pigmen buah adalah sebagai
berikut.
1) Kulit buah seberat 1 g digerus dalam mortar kemudian ditambah
aseton 80% sebanyak 10 ml.
2) Kulit buah hasil gerusan disaring dengan kertas filter Whatman 41.
3) Filtrat yang diperoleh diukur absorbansinya pada panjang gelombang
480, 645, dan 663 nm dengan spektrofotometer UV Vis Lambda 25
Perkin Elmer.
4) Nilai kadar klorofil dan karotenoid dihitung dengan rumus:
a) Klorofil a (mg/l)
commit to user
b) Klorofil b (mg/l)= 22,9 x A645 4,68 x A663
c) Klorofil total (mg/l)
= 8,02 x A663 + 20,2 x A645
d) Karotenoid ( )
= A480 + 0,114 ×A663112,50,638×W ×A645 ×V× 103
Keterangan:
V = volume ekstrak (L)
W = berat sampel (g)
A480 = nilai absorbansi pada panjang gelombang 480 nm
A645 = nilai absorbansi pada panjang gelombang 645 nm
A663 = nilai absorbansi pada panjang gelombang 663 nm
(Hendry dan Grime, 1993).
E. Analisis Data
Data yang diperoleh dianalisis menggunakan Analisis Varian (Anava)
untuk mengetahui pengaruh perlakuan terhadap variabel yang diukur. Jika
terdapat beda nyata di antara perlakuan dilanjutkan dengan Duncan Multiple
commit to user
28
BAB IV
HASIL PENGAMATAN DAN PEMBAHASAN
A. Pengaruh Konsentrasi Kitosan dan Suhu Penyimpanan
terhadap Susut Bobot
Bobot buah akan berkurang seiring dengan proses pematangan. Menurut
Marcellin dalam Baker (1989), penyusutan bobot buah dipengaruhi oleh
pemisahan sel-sel sepanjang lamela tengah yang porositasnya akan berkurang
seiring dengan masaknya buah. Santoso dan Purwoko (1995) menambahkan,
selama proses pematangan terjadi pemecahan polimer karbohidrat terutama
senyawa pektin dan hemiselulosa yang akan melemahkan dinding sel dan gaya
kohesif yang mengikat sel. Pemecahan polimer karbohidrat tersebut
mempengaruhi bobot buah menjadi semakin berkurang selama penyimpanan.
Berdasarkan hasil analisis sidik ragam (Anava), perlakuan kitosan dan
suhu penyimpanan berpengaruh secara signifikan terhadap susut bobot (Tabel 5,
Lampiran 1). Semakin lama buah disimpan maka semakin meningkat susut bobot
buah sehingga menyebabkan bobot buah berkurang pada akhir pengamatan.
Perlakuan kitosan dan suhu penyimpanan bertujuan mempertahankan bobot buah
sehingga buah tidak mengalami penyusutan bobot secara drastis. Susut bobot
terjadi karena mekanisme kehilangan air pada buah setelah buah dipetik dari
pohonnya atau dipanen. Menurut Burdon (1997), jaringan buah tetap hidup
commit to user
Tabel 5. Susut bobot buah alpukat pada variasi konsentrasi kitosan dan suhu penyimpanan (%)
Perlakuan Lama Penyimpanan (Minggu)
Suhu menunjukkan tidak berbeda nyata pada DMRT 95%.
Perlakuan konsentrasi kitosan 0% pada suhu dingin minggu ke-1
menunjukkan nilai susut bobot negatif karena buah alpukat pada perlakuan ini
mengalami kenaikan bobot, namun pada minggu selanjutnya terjadi penurunan
bobot buah selama penyimpanan. Kenaikan bobot buah terjadi karena peningkatan
kadar air dalam buah. Peningkatan kadar air daging buah selain disebabkan oleh
proses penuaan buah, diduga terjadi karena selama penyimpanan kandungan air
dari hasil proses respirasi lebih besar dari laju kehilangan air. Tingginya laju
respirasi akan menyebabkan semakin banyak air yang dihasilkan (Suyanti dkk.,
1999).
Pada minggu terakhir penyimpanan, hanya buah alpukat perlakuan
konsentrasi kitosan 2% dan 3% pada suhu dingin yang masih bertahan, sedangkan
buah alpukat pada perlakuan lainnya dalam kondisi rusak atau busuk dan tidak
dapat diuji. Susut bobot buah perlakuan konsentrasi kitosan 2% dan 3% pada suhu
commit to user
ditunjukkan tidak berbeda nyata. Susut bobot buah yang rendah menyebabkan
terhambatnya proses kerusakan buah pascapanen. Perlakuan konsentrasi kitosan
2% dan 3% pada suhu dingin menunjukkan nilai susut bobot yang cukup rendah
sehingga mampu mengambat proses kerusakan buah yang diakibatkan oleh
penurunan bobot yang cukup signifikan.
Selama penyimpanan, terjadi peningkatan susut bobot buah sehingga pada
akhir pengamatan bobot buah menjadi berkurang bahkan buah alpukat pada
beberapa perlakuan diketahui dalam kondisi rusak atau busuk dan hanya bertahan
hingga minggu ke-3 (grafik minggu ke-4 tidak ditampilkan) (Gambar 4). Susut
bobot disebabkan karena respirasi dan evapotranspirasi air dari buah (Amarante et
al., 2001). Mekanisme terjadinya susut bobot disebabkan oleh aktivasi
evapotranspirasi air melalui gradien tekanan uap air yang berbeda lokasi pada
buah (Yaman dan Bayoindirli, 2002). Air berdifusi khusus melalui fase cair pada
kutikula dengan konduktansi air yang sangat tinggi daripada melalui pori-pori
permukaan kulit buah (Amarante et al., 2001).
commit to user
Wills et al. (1981) menyatakan bahwa pengurangan bobot pada bahan
hasil pertanian terutama buah-buahan mempunyai korelasi positif dengan jumlah
CO2 dan air yang dilepaskan. Hal ini merupakan penyebab kehilangan air secara
langsung. Kehilangan bobot pada buah diakibatkan pula oleh proses respirasi dan
transpirasi pada buah tersebut. Meningkatnya laju respirasi akan menyebabkan
perombakan senyawa seperti karbohidrat dalam buah yang menghasilkan CO2,
energi, serta air yang menguap melalui permukaan kulit buah yang menyebabkan
kehilangan bobot. Hal ini didukung oleh pendapat Hofman et al. (1997) serta
Hagenmaier dan Baker (1995) yang menyatakan bahwa kehilangan bobot
disebabkan oleh proses biologis yang terus berlangsung yaitu proses respirasi
secara sempurna sehingga gula reduksi terombak menjadi CO2 dan H2O yang
mudah menguap.
Proses respirasi dan transpirasi yang terjadi pada buah dilakukan melalui
permukaan kulit buah. Pelapisan kitosan menyebabkan tertutupnya pori-pori
permukaan kulit buah sehingga aktivitas respirasi dan transpirasi pada buah dapat
terhambat atau berkurang. Hasil penelitian Han et al. (2004) menunjukkan bahwa
pelapisan menggunakan kitosan secara signifikan mengurangi susut bobot dari
buah stoberi segar dan rasberi merah selama 21 hari penyimpanan pada suhu 20
°C dengan RH 88%. Menurut Chien et al. (2007), susut bobot buah jeruk yang
dilapisi dengan kitosan lebih lambat daripada buah jeruk yang tidak dilapisi.
Sebagai pembanding, dalam penelitian Zhou et al. (2008), buah pear yang dilapisi
kitosan secara signifikan mampu mengurangi susut bobot selama penyimpanan.
commit to user
buah pepaya (Gonzales et al., 2009). Meng et al. (2006) menyatakan bahwa susut
bobot buah anggur meningkat pada suhu penyimpanan 20 °C dan perlakuan
pelapis kitosan pascapanen secara signifikan mampu menurunkan susut bobot
buah tersebut.
Perlakuan konsentrasi kitosan 2% dan 3% pada suhu dingin merupakan
perlakuan yang optimal dalam mempertahankan bobot buah dengan menunjukkan
nilai susut bobot yang rendah sehingga mampu meningkatkan daya simpan buah
alpukat. Hal ini disebabkan pelapisan buah dengan konsentrasi 2% dan 3% secara
optimal mampu menghambat aktivitas respirasi dan transpirasi pada buah alpukat
dibanding konsentrasi kitosan 1%. Pelapis kitosan dapat menyerap uap air.
Kemampuan ini meningkat dengan semakin tingginya konsentrasi kitosan
sehingga mengakibatkan transpirasi yang direpresentasikan oleh susut bobot lebih
rendah dibandingkan dengan kontrol.
Perlakuan konsentrasi kitosan 2% dan 3% yang optimal dalam
mempertahankan bobot buah alpukat adalah perlakuan yang dikombinasikan
dengan suhu dingin. Penelitian Azhar (2007) menunjukkan bahwa susut bobot
terendah pada suhu 10 °C dan 15 °C diperoleh dari buah manggis yang diberi
perlakuan bahan pelapis kitosan yang dikemas dengan plastik PE yaitu sebesar
0,67% dan 0,81%. Hal ini membuktikan bahwa perlakuan bahan pelapis kitosan
dan penyimpanan suhu rendah yang diberikan terhadap buah manggis dapat
mengurangi terjadinya kehilangan berat atau bobot yang disebabkan oleh
kehilangan air. Trenggono (1992) menjelaskan bahwa perlakuan pendinginan
commit to user
proses transpirasi dan respirasi berjalan lambat sehingga jumlah H2O yang hilang
relatif kecil. Pernyataan tersebut diperkuat oleh Susanto (1994) yang menyatakan
bahwa peningkatan suhu penyimpanan menyebabkan proses transpirasi semakin
meningkat dimana air diuapkan cukup besar sehingga laju kehilangan air menjadi
meningkat.
B. Pengaruh Konsentrasi Kitosan dan Suhu Penyimpanan
terhadap Kadar Air
Air merupakan komponen yang paling banyak terkandung dalam buah
alpukat. Selama proses pematangan terjadi peningkatan jumlah air dalam daging
buah yang disebabkan oleh proses respirasi dan terjadinya perpindahan air dari
kulit ke daging buah secara osmosis (Robinson, 1999). Selain fenomena
peningkatan jumlah air yang terjadi di dalam buah, terdapat pula fenomena
penurunan jumlah air karena jaringan buah tetap hidup setelah pemanenan dan
mengalami proses respirasi serta kehilangan air.
Berdasarkan hasil analisis sidik ragam (Anava), perlakuan kitosan dan
suhu penyimpanan tidak berpengaruh secara signifikan terhadap kadar air (Tabel
6, Lampiran 2). Hal ini diperlihatkan melalui penurunan persentase kadar air yang
relatif sama pada semua perlakuan selama penyimpanan. Perlakuan kitosan dan
suhu penyimpanan bertujuan mempertahankan kadar air buah sehingga buah tidak
mengalami penurunan kadar air secara drastis. Parameter kadar air berkorelasi
commit to user
disebabkan oleh berkurangnya kadar air dalam buah akibat tetap berlangsungnya
metabolisme atau kegiatan sel dalam jaringan buah.
Tabel 6. Kadar air buah alpukat pada variasi konsentrasi kitosan dan suhu penyimpanan (%)
Perlakuan Lama Penyimpanan (Minggu)
Suhu menunjukkan tidak berbeda nyata pada DMRT 95%.
Pada minggu terakhir penyimpanan, hanya buah alpukat dengan perlakuan
konsentrasi kitosan 2% dan 3% pada suhu dingin yang masih bertahan dalam
kondisi bagus. Penggunaan bahan pelapis pada buah segar dapat memperlambat
penurunan mutu karena metode tersebut dapat digunakan sebagai penahan difusi
gas oksigen, karbondioksida, dan uap air serta komponen flavor sehingga mampu
menciptakan kondisi atmosfer internal yang sesuai dengan kebutuhan produk yang
dikemas (Brody dan Marrsh, 1997). Kadar air buah alpukat perlakuan konsentrasi
kitosan 2% dan 3% pada suhu dingin masing-masing bernilai 55,95% dan
55,28%, kedua nilai tersebut tidak berbeda nyata. Kadar air yang cukup tinggi
memperlihatkan buah dalam kondisi yang cukup bagus selama penyimpanan.
Konsentrasi kitosan 2% dan 3% mampu menghambat respirasi dan transpirasi
commit to user
buah. Perlakuan suhu dingin dapat memperlambat kecepatan reaksi metabolisme
(Trenggono, 1992). Hal ini karena proses transpirasi dan respirasi berjalan lambat
sehingga jumlah H2O yang hilang relatif kecil dan kadar air dalam buah dapat
dipertahankan.
Selama penyimpanan, terjadi penurunan kadar air dalam jaringan buah
yang menyebabkan kadar air berkurang (Gambar 5). Menurut Burdon (1997),
jaringan buah tetap hidup setelah pemanenan serta mengalami proses respirasi dan
kehilangan air. Proses kehilangan air tersebut menyebabkan berkurangnya kadar
air. Pernyataan ini didukung oleh Wills et al. (1981) yang menyatakan bahwa
kehilangan bobot pada buah diakibatkan pula oleh proses respirasi dan transpirasi
pada buah tersebut. Meningkatnya laju respirasi akan menyebabkan perombakan
senyawa seperti karbohidrat dalam buah dan menghasilkan CO2, energi, serta air
yang menguap melalui permukaan kulit buah yang menyebabkan kehilangan
bobot. Air dari hasil aktivitas respirasi akan menguap dan menyebabkan air dalam
commit to user
C. Pengaruh Konsentrasi Kitosan dan Suhu Penyimpanan
terhadap Total Gula Reduksi
Selama proses pematangan terjadi pemecahan polimer karbohidrat seperti
pati menjadi gula. Metabolisme pati mempunyai peran yang penting pada proses
pemasakan buah. Selama periode pascapanen, pati dapat diubah menjadi gula
sederhana seperti sukrosa, glukosa, dan fruktosa (Noor, 2007). Mattoo dkk. (1986)
menyatakan bahwa gula merupakan komponen yang penting untuk mendapatkan
rasa buah yang dapat diterima oleh konsumen melalui perimbangan antara gula
dan asam.
Berdasarkan hasil analisis sidik ragam (Anava), perlakuan kitosan dan
suhu penyimpanan berpengaruh secara signifikan terhadap total gula reduksi
(Tabel 7, Lampiran 3). Perlakuan kitosan dan suhu penyimpanan bertujuan untuk
mempertahanakan total gula reduksi dengan menghambat terjadinya penurunan
total gula reduksi buah selama penyimpanan sehingga mutu buah tetap bagus.
Tabel 7. Total gula reduksi buah alpukat pada variasi konsentrasi kitosan dan suhu penyimpanan (mg/100 g)
Perlakuan Lama Penyimpanan (Minggu)
commit to user
Pada minggu terakhir penyimpanan, hanya buah alpukat perlakuan
konsentrasi kitosan 3% pada suhu dingin yang masih bertahan dan menunjukkan
daya simpan yang cukup baik selama penyimpanan, sedangkan buah alpukat pada
perlakuan lainnya dalam kondisi rusak atau busuk. Total gula reduksi buah
alpukat perlakuan konsentrasi kitosan 3% pada suhu dingin bernilai 455,51
mg/100 g. Perlakuan tersebut menunjukkan nilai total gula reduksi yang masih
cukup tinggi sehingga mampu mengambat proses kerusakan buah yang
diakibatkan oleh penurunan total gula reduksi yang cukup signifikan.
Selama buah alpukat disimpan, diketahui terjadi kenaikan total gula
reduksi pada minggu ke-2 (Gambar 6). Kenaikan total gula reduksi tersebut
disebabkan karena hidrolisis pati menjadi sukrosa, glukosa, dan fruktosa dengan
kecepatan hidrolisis lebih besar dibandingkan dengan kecepatan perubahan
glukosa menjadi CO2 dan H2O serta energi sehingga dalam jaringan buah terjadi
penimbunan glukosa (Hasbi dkk., 2005). Pada minggu ke-2 ditemukan pula
fenomena penurunan total gula reduksi. Pada minggu ke-3 penurunan total gula
reduksi semakin meningkat (Gambar 6). Penurunan kadar gula reduksi buah yang
terjadi diduga karena laju respirasi lanjutan yang merupakan pemecahan gula
reduksi menjadi asam piruvat dan selanjutnya menghasilkan CO2 dan H2O (Wills
et al., 1998, Baldwin, 1994). Fenomena peningkatan dan penurunan gula reduksi
yang terjadi pada buah alpukat sesuai dengan pendapat Kays (1991) dan Wills et
al. (1998) yang menyatakan bahwa kecenderungan yang umum terjadi pada buah
selama penyimpanan adalah terjadi kenaikan kandungan gula yang kemudian
commit to user
Gambar 6. Total gula reduksi buah alpukat pada variasi konsentrasi kitosan dan suhu penyimpanan
Penelitian Jayaputra dan Nurrachman (2005) pada buah mangga juga
menunjukkan fenomena peningkatan dan penurunan gula reduksi. Pola perubahan
kadar gula reduksi buah mangga yaitu terjadi peningkatan dari hari ke-5 hingga
15. Peningkatan kadar gula reduksi ini diduga karena proses hidrolisa pati menjadi
gula-gula sederhana (glukosa dan fruktosa) dengan bantuan enzim-enzim yaitu
enzim amilase, fosforilase, dan invertase yang terdapat di dalam buah. Namun
hari ke-15 HSP, bahan atau substrat respirasi yang berupa pati sudah mulai
berkurang sehingga sebagai akibatnya kecepatan respirasi berkurang. Selain itu
gula yang telah ada juga digunakan untuk proses metabolisme.
Semakin lama penyimpanan, maka kadar gula semakin meningkat. Hal ini
disebabkan karena selama proses pematangan terjadi perombakan pati menjadi
gula. Dengan penghambatan kematangan buah (dalam hal ini menggunakan