• Tidak ada hasil yang ditemukan

PERLAKUAN KITOSAN DAN SUHU DINGIN PADA BUAH ALPUKAT (Persea americana Mill.) UNTUK MENINGKATKAN DAYA SIMPAN Skripsi

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "PERLAKUAN KITOSAN DAN SUHU DINGIN PADA BUAH ALPUKAT (Persea americana Mill.) UNTUK MENINGKATKAN DAYA SIMPAN Skripsi"

Copied!
79
0
0

Teks penuh

(1)

commit to user

i

PERLAKUAN KITOSAN DAN SUHU DINGIN PADA BUAH ALPUKAT (Persea americana Mill.)

UNTUK MENINGKATKAN DAYA SIMPAN

Skripsi

Untuk memenuhi sebagian persyaratan guna memperoleh gelar Sarjana Sains

Oleh:

Sovia Santi Leksikowati NIM. M 0409056

JURUSAN BIOLOGI

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS SEBELAS MARET

(2)

commit to user

(3)

commit to user

iii

PERNYATAAN

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi ini adalah hasil penelitian saya sendiri dan tidak terdapat karya yang pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu perguruan tinggi, serta tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali secara tertulis diacu dalam naskah ini dan disebutkan dalam daftar pustaka.

Apabila di kemudian hari dapat ditemukan adanya unsur penjiplakan maka gelar kesarjanaan yang telah diperoleh dapat ditinjau dan/atau dicabut.

Surakarta, ...

(4)

commit to user

iv

PERLAKUAN KITOSAN DAN SUHU DINGIN PADA BUAH ALPUKAT (Persea americana Mill.)

UNTUK MENINGKATKAN DAYA SIMPAN

SOVIA SANTI LEKSIKOWATI

Jurusan Biologi, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Sebelas Maret, Surakarta

ABSTRAK

Alpukat (Persea americana Mill.) termasuk komoditi buah-buahan dengan permintaan pasar yang cukup tinggi. Di lain pihak terdapat permasalahan pascapanen yaitu buah alpukat mudah rusak sehingga diperlukan upaya untuk meningkatkan daya simpan. Penelitian ini bertujuan untuk mempelajari pengaruh kitosan dan suhu dingin serta perlakuan yang paling optimal dalam meningkatkan daya simpan buah alpukat. Penelitian dilakukan dengan menggunakan Rancangan Acak Kelompok Lengkap (RAKL) yang terdiri dari dua faktor dengan tiga ulangan. Faktor pertama yaitu konsentrasi kitosan dengan empat taraf (0%, 1%, 2%, dan 3% w/v). Faktor kedua yaitu suhu penyimpanan dengan dua taraf (suhu ruang (28 °C) dan suhu dingin (16 °C)).

Parameter fisiologis dan biokimia yang diamati antara lain susut bobot, kadar air dengan metode oven, total gula reduksi dengan metode DNS, vitamin C dengan metode iodimetri, laju respirasi dengan alat PAA Horiba ASSA-1610, dan kandungan pigmen dengan metode spektrofotometri. Pengamatan dilakukan setiap minggu selama satu bulan. Data yang diperoleh dianalisis menggunakan Anava kemudian dilanjutkan dengan DMRT pada taraf kepercayaan 95% untuk mengetahui beda nyata antar perlakuan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa perlakuan kitosan dan suhu dingin berpengaruh dalam meningkatkan daya simpan buah alpukat. Perlakuan konsentrasi kitosan 2% dan 3% pada suhu dingin mampu mempertahankan bobot buah, kadar air, kadar klorofil, dan kadar karotenoid serta menurunkan laju respirasi buah. Perlakuan konsentrasi kitosan 3% pada suhu dingin mampu mempertahankan total gula reduksi dan vitamin C pada buah sehingga dapat meningkatkan daya simpan buah alpukat.

(5)

commit to user

v

CHITOSAN AND COLD TEMPERATURE TREATMENT FOR AVOCADO (Persea americana Mill.) TO INCREASE SHELF LIFE

SOVIA SANTI LEKSIKOWATI

Department of Biology, Faculty of Mathematics and Natural Sciences, Sebelas Maret University, Surakarta

ABSTRACT

Avocado (Persea americana Mill.) including fruit commodities with a high market demand. On the other hand there was an avocado postharvest problem it easily destruction so it was necessary to increase shelf life. The aims of this research were to study the effect of chitosan and cold temperature and also the optimal treatment to increase shelf life of avocado. The research had been performed using Randomized Complete Block Design (RCBD) with two factors and three replicates. The first factor was concentration of chitosan with four levels (0%, 1%, 2%, and 3% w/v). The second factor was storage temperature with two levels (room temperature (28 °C) and cold temperature (16 °C)).

Physiological and biochemical parameters were observed between the other weight loss, water content using oven method, total reducing sugars using DNS method, ascorbic acid using iodimetri method, respiration rate using PAA Horiba ASSA-1610, and pigment content using spectrophotometry method. Observations were made every week for a month. Data collected were analyzed using Anova followed by DMRT in 95% confidence level to determine the significant difference between treatments. The result showed that chitosan and cold temperatures treatment had significant effect to increase shelf life of avocado. Treatment of 2% dan 3% chitosan concentration in cold temperature was able to maintain the weight of fruit, water content, levels of chlorophyll, levels of carotenoid, and decreased respiration rate of fruit. Treatment of 3% chitosan concentration in cold temperature was able to maintain total reducing sugars and ascorbic acid of fruit so increased shelf life of avocado.

(6)

commit to user

vi

MOTTO

Janganlah kita berfokus pada yang sulit, tapi pada yang harus kita lakukan

(Mario Teguh)

Tugas kita bukanlah untuk berhasil. Tugas kita adalah untuk mencoba, karena

didalam mencoba itulah kita menemukan dan belajar membangun kesempatan

(Mario Teguh)

kemalasan. Bersungguh-sungguhlah maka kamu akan mendapatkan dengan

segera apa yang kamu

cita-(Sholahuddin As-Supadi)

h karena tidak ada seorangpun yang dilahirkan dalam keadaan

pandai. Sebesar kemauanmu sebesar itu pula yang kau dapatkan.

Man Jadda Wajada (Siapa

(7)

commit to user

vii

PERSEMBAHAN

Skripsi ini kupersembahkan untuk:

Bapak Sahono, Ibu Mulyatmi, dan Adikku Disti Nurul

Khoiriyah atas doa, dukungan, dan kasih sayang yang

tidak terhingga

Keluarga besar penulis atas doa dan dukungan

Ibu Dra. Endang Anggarwulan, M.Si. dan Ibu Widya

Mudyantini, M.Si. atas semangat dan nasihat yang

berharga

Sahabat seperjuangan di Jurusan Biologi FMIPA UNS

(Yani, Siti, Nat, Isna, Meutia, Lilis, Ratna, Puput, Ida,

Yanuar, dan Nugroho) serta Mas Ari atas semangat

dan dukungan yang luar biasa

(8)

commit to user

viii

KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberi limpahan rahmat

dan hidayah sehingga penulis dapat menyelesaikan penelitian dan penyusunan

skripsi Perlakuan Kitosan dan Suhu Dingin pada Buah Alpukat

(Persea americana Mill.) untuk Meningkatkan Daya Simpan Skripsi ini disusun

untuk memenuhi sebagian persyaratan guna memperoleh gelar Sarjana Sains di

Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Sebelas Maret

Surakarta.

Dalam melakukan penelitian dan penyusunan skripsi, penulis telah

memperoleh saran, bantuan, dan bimbingan dari berbagai pihak yang bermanfaat

secara langsung maupun tidak langsung. Oleh karena itu, pada kesempatan ini

penulis mengucapkan terima kasih kepada:

Prof. Ir. Ari Handono Ramelan, M.Sc. (Hons)., Ph.D. selaku Dekan

Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Sebelas Maret

Surakarta yang telah memberikan izin penelitian untuk keperluan skripsi.

Dr. Agung Budiharjo, M.Si. selaku Ketua Jurusan Biologi, Fakultas

Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Sebelas Maret Surakarta

yang telah memberikan izin penelitian untuk keperluan skripsi.

Dra. Endang Anggarwulan, M.Si. dan Widya Mudyantini, M.Si. selaku

dosen pembimbing I dan II yang telah memberikan bimbingan, dukungan, dan

(9)

commit to user

ix

Siti Lusi Arum Sari, M.Biotech. dan Dr. Ratna Setiyaningsih, M.Si.

selaku dosen penelaah I dan II yang telah memberikan saran dan masukan selama

penyusunan skripsi.

Dr. Artini Pangastuti, M.Si. selaku dosen pembimbing akademik serta

seluruh dosen Jurusan Biologi, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam,

Universitas Sebelas Maret Surakarta yang telah memberikan bimbingan selama

masa perkuliahan.

Kepala dan staf UPT Laboratorium Pusat MIPA dan Laboratorium

Biologi, Fakultas MIPA, Universitas Sebelas Maret Surakarta yang telah

membantu selama penelitian.

Tim Peneliti Biomateri Tumbuhan Jurusan Biologi Fakultas Matematika

dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Sebelas Maret Surakarta yang telah

membantu pendanaan penelitian.

Teman-teman seperjuangan di Jurusan Biologi, Fakultas Matematika dan

Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Sebelas Maret Surakarta atas doa dan

dukungan selama masa perkuliahan serta semua pihak yang tidak dapat

disebutkan satu per satu yang telah memberikan bantuannya.

Penulis menyadari bahwa dalam melakukan penelitian dan penyusunan

skripsi ini masih jauh dari sempurna. Oleh karena itu, masukan yang berupa saran

dan kritik yang membangun dari pembaca akan sangat membantu. Semoga skripsi

ini bisa bermanfaat bagi kita semua dan pihak-pihak yang terkait.

Surakarta, Februari 2013

(10)

commit to user

DAFTAR LAMPIRAN GAMBAR ... xv

DAFTAR SINGKATAN ... xvi

BAB I. PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang Masalah ... 1

B. Perumusan Masalah ... 5

C. Tujuan Penelitian ... 5

D. Manfaat Penelitian ... 5

BAB II. LANDASAN TEORI ... 7

A. Tinjauan Pustaka... 7

1.Alpukat (Persea americana Mill.) ... 7

a. Klasifikasi ... 7

3.Kerusakan Buah Selama Penyimpanan ... 12

a. Pencoklatan ... 12

b. Penyusutan Massa ... 13

c. Laju Respirasi dan Produksi Etilen yang Tinggi ... 13

d. Laju Transpirasi yang Tinggi ... 14

e. Sensitivitas terhadap Suhu ... 14

4.Perlakuan Pascapanen ... 15

B. Kerangka Pemikiran ... 15

C. Hipotesis ... 16

BAB III. METODE PENELITIAN... 17

A. Waktu dan Tempat Penelitian... 17

B. Alat dan Bahan ... 17

C. Rancangan Penelitian ... 18

(11)

commit to user

xi

1. Persiapan Bahan ... 19

2. Pembuatan Larutan Kitosan ... 19

3. Proses Pelapisan pada Buah ... 19

4. Penyimpanan Buah ... 20

5. Pengukuran Parameter Fisiologis dan Biokimia Buah ... 20

a. Susut Bobot ... 20

b. Kadar Air dengan Metode Oven ... 20

c. Total Gula Reduksi dengan Metode DNS ... 21

d. Vitamin C dengan Metode Iodimetri ... 23

e. Laju Respirasi dengan Alat PAA ... 25

f. Pigmen Buah dengan Metode Spektrofotometri ... 26

E. Analisis Data... 27

BAB IV. HASIL PENGAMATAN DAN PEMBAHASAN ... 28

A. Pengaruh Konsentrasi Kitosan dan Suhu Penyimpanan terhadap Susut Bobot ... 28

B. Pengaruh Konsentrasi Kitosan dan Suhu Penyimpanan terhadap Kadar Air ... 33

C. Pengaruh Konsentrasi Kitosan dan Suhu Penyimpanan terhadap Total Gula Reduksi ... 36

D. Pengaruh Konsentrasi Kitosan dan Suhu Penyimpanan terhadap Vitamin C ... 41

E. Pengaruh Konsentrasi Kitosan dan Suhu Penyimpanan terhadap Laju Respirasi ... 45

F. Pengaruh Konsentrasi Kitosan dan Suhu Penyimpanan terhadap Pigmen Buah ... 50

BAB V. PENUTUP ... 63

A. Kesimpulan ... 63

B. Saran ... 63

DAFTAR PUSTAKA ... 64

LAMPIRAN ... 72

(12)

commit to user

xii

DAFTAR TABEL

Halaman Tabel 1. Kandungan gizi tiap 100 g buah alpukat segar ... 9

Tabel 2. Aplikasi kitosan dan turunannya dalam industri pangan... 11

Tabel 3. Kombinasi perlakuan konsentrasi kitosan dan suhu penyimpanan ... 18

Tabel 4. Seri konsentrasi larutan standar gula reduksi ... 22

Tabel 5. Susut bobot buah alpukat pada variasi konsentrasi kitosan dan suhu penyimpanan (%) ... 29

Tabel 6. Kadar air buah alpukat pada variasi konsentrasi kitosan dan suhu penyimpanan (%) ... 34

Tabel 7. Total gula reduksi buah alpukat pada variasi konsentrasi kitosan dan suhu penyimpanan (mg/100 g) ... 36

Tabel 8. Vitamin C buah alpukat pada variasi konsentrasi kitosan dan suhu penyimpanan (mg/100 g) ... 42

Tabel 9. Laju respirasi buah alpukat pada variasi konsentrasi kitosan dan suhu penyimpanan (ppm CO2/L/menit) ... 46

Tabel 10. Klorofil a buah alpukat pada variasi konsentrasi kitosan dan suhu penyimpanan (mg/l) ... 51

Tabel 11. Klorofil b buah alpukat pada variasi konsentrasi kitosan dan suhu penyimpanan (mg/l) ... 52

Tabel 12. Klorofil total buah alpukat pada variasi konsentrasi kitosan dan suhu penyimpanan (mg/l) ... 53

(13)

commit to user

xiii

DAFTAR GAMBAR

Halaman Gambar 1. Morfologi Persea americana Mill. ... 8

Gambar 2. Struktur kimia kitosan ... 10

Gambar 3. Bagan alir kerangka pemikiran... 16

Gambar 4. Susut bobot buah alpukat pada variasi konsentrasi kitosan dan suhu penyimpanan ... 30

Gambar 5. Kadar air buah alpukat pada variasi konsentrasi kitosan dan suhu penyimpanan ... 35

Gambar 6. Total gula reduksi buah alpukat pada variasi konsentrasi kitosan dan suhu penyimpanan ... 38

Gambar 7. Perombakan sukrosa menjadi glukosa dan fruktosa ... 40

Gambar 8. Vitamin C buah alpukat pada variasi konsentrasi kitosan dan suhu penyimpanan ... 43

Gambar 9. Reaksi oksidasi asam askorbat ... 45

Gambar 10. Laju respirasi buah alpukat pada variasi konsentrasi kitosan dan suhu penyimpanan ... 48

Gambar 11. Klorofil a buah alpukat pada variasi konsentrasi kitosan dan suhu penyimpanan ... 54

Gambar 12. Klorofil b buah alpukat pada variasi konsentrasi kitosan dan suhu penyimpanan ... 55

Gambar 13. Klorofil total buah alpukat pada variasi konsentrasi kitosan dan suhu penyimpanan ... 55

Gambar 14. Karotenoid buah alpukat pada variasi konsentrasi kitosan dan suhu penyimpanan ... 57

Gambar 15. Jalur degradasi klorofil ... 59

(14)

commit to user

xiv

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman Lampiran 1. Hasil anava dan uji DMRT pengaruh kitosan dan suhu

penyimpanan terhadap susut bobot ... 72

Lampiran 2. Hasil anava dan uji DMRT pengaruh kitosan dan suhu penyimpanan terhadap kadar air ... 73

Lampiran 3. Hasil anava dan uji DMRT pengaruh kitosan dan suhu penyimpanan terhadap total gula reduksi ... 74

Lampiran 4. Hasil anava dan uji DMRT pengaruh kitosan dan suhu penyimpanan terhadap vitamin C ... 75

Lampiran 5. Hasil anava dan uji DMRT pengaruh kitosan dan suhu penyimpanan terhadap laju respirasi ... 76

Lampiran 6. Hasil anava dan uji DMRT pengaruh kitosan dan suhu penyimpanan terhadap klorofil a ... 77

Lampiran 7. Hasil anava dan uji DMRT pengaruh kitosan dan suhu penyimpanan terhadap klorofil b ... 78

Lampiran 8. Hasil anava dan uji DMRT pengaruh kitosan dan suhu penyimpanan terhadap klorofil total ... 79

Lampiran 9. Hasil anava dan uji DMRT pengaruh kitosan dan suhu penyimpanan terhadap karotenoid ... 80

(15)

commit to user

xv

DAFTAR LAMPIRAN GAMBAR

Halaman

Gambar 17. Perlakuan kitosan dan suhu ruang pada minggu ke-1 ... 81

Gambar 18. Perlakuan kitosan dan suhu dingin pada minggu ke-1 ... 81

Gambar 19. Perlakuan kitosan dan suhu ruang pada minggu ke-2 ... 81

Gambar 20. Perlakuan kitosan dan suhu dingin pada minggu ke-2 ... 81

Gambar 21. Perlakuan kitosan dan suhu ruang pada minggu ke-3 ... 82

Gambar 22. Perlakuan kitosan dan suhu dingin pada minggu ke-3 ... 82

Gambar 23. Perlakuan kitosan dan suhu ruang pada minggu ke-4 ... 82

(16)

commit to user

xvi

DAFTAR SINGKATAN

Singkatan Kepanjangan

UPT unit penyelenggara teknis

UV ultra violet

PAA plant assimilation analyzer

DNS dinitrosalisilat

RAKL rancangan acak kelompok lengkap RCBD randomized complete block design

Anava analisis varian

DMRT duncan multiple range test

RH relative humidity

HSP hari setelah panen

PE polietilen

DKG diketogulonat

GA3P glyceraldehyde-3-phosphate

DXS 1-deoxy-D-xylulose 5-phosphate synthase

DXR 1-deoxy-D-xylulose 5-phosphate reductoisomerase MEP 2-C-methyl-D-erythritol 4-phosphate

HDR hydroxymethylbutenyl diphosphate reductase IPP isopentenyl diphosphate

IPI isopentenyl diphosphate isomerase

GGPP geranylgeranyl diphosphate

PSY phytoene synthase

PDS phytoene desaturase

ZDS zeta carotene desaturase ZISO zeta carotene isomerase

CrtISO carotene isomerase

LCY-e epsilon-cyclase

LCY-b -cyclase

BETA chromoplast-specific beta-cyclase CYP97A, CYP97C cytochrome P450 carotene hydroxylases CHY1, CHY2 non-heme carotene hydroxylases

AdKETO ketolase

ZEP zeaxanthin epoxidase VDE violaxanthin de-epoxidase

ABA abscisic acid

(17)

commit to user

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Indonesia merupakan negara tropis yang kaya akan buah-buahan. Iklim di

Indonesia memungkinkan mudahnya berbagai jenis buah-buahan tumbuh dan

berkembang. Peningkatan kualitas dan kuantitas buah lokal juga merupakan salah

satu upaya untuk meningkatkan devisa negara yaitu dengan ekspor komoditi

buah-buahan yang akan meningkatkan ekspor nonmigas negara kita

(Nuswamarhaeni dkk., 1989).

Alpukat merupakan tanaman yang dapat tumbuh subur di daerah tropis

seperti Indonesia. Buah alpukat merupakan salah satu jenis buah yang digemari

banyak orang karena selain rasanya yang enak, buah alpukat juga kaya

antioksidan dan zat gizi seperti lemak yaitu 9,8 g/100 g daging buah (Afrianti,

2010). Selain itu, buah alpukat tidak bersifat musiman dan harganya terjangkau.

Alpukat tidak hanya melimpah di pasar lokal, pasar di luar negeri juga

berhasil ditembus. Awalnya alpukat hanya melimpah di negara Singapura dan

Belanda, kemudian menyusul negara lain seperti Saudi Arabia, Perancis, dan

Brunai Darussalam. Impor buah alpukat di negara Perancis pada tahun 1989

sebanyak 3.790 kg dengan nilai 379 US$ meningkat pada tahun 1990 menjadi

5.749 kg dengan nilai 10.876 US$ (Indriani dan Sumiarsih, 1992). Sebagai

pembanding, di Indonesia mampu mengekspor buah alpukat dalam bentuk segar

(18)

commit to user

alpukat dengan jumlah 169.049 kg pada tahun 2003; 5.416 kg pada tahun 2004,

5.121 kg pada tahun 2005; dan 4.104 kg pada tahun 2006. Walaupun angka

tersebut mengalami penurunan, namun jumlah ekspor buah alpukat ke luar negeri

dinyatakan tetap tinggi disamping produksi yang tinggi pula di dalam negeri yang

mencapai 239.463 ton pada tahun 2006.

Salah satu kendala dalam usaha pemenuhan permintaan buah alpukat

untuk konsumsi berbagai negara adalah karena rusaknya buah alpukat sebelum

sampai ke tempat tujuan atau sebelum dikonsumsi. Besarnya kerusakan tersebut,

di samping karena sifat buah-buahan yang mudah mengalami kerusakan atau

pembusukan serta iklim tropis yang tidak menguntungkan bagi daya tahan simpan

buah, terutama karena penanganan pascapanen yang belum memadai (Jumeri

dkk., 2007). Buah alpukat mempunyai sifat yang mudah rusak terutama karena

kondisi lingkungan yang tidak sesuai seperti suhu tinggi dan udara lembab yang

dapat mempercepat proses kerusakan buah pascapanen. Hal ini menjadi suatu

permasalahan dalam penyediaan alpukat yang bermutu baik bagi konsumen untuk

pasar lokal maupun ekspor.

Metode penyimpanan produk buah-buahan yang saat ini banyak

dikembangkan adalah metode penyimpanan dengan sistem kemasan atmosfer

termodifikasi. Metode ini digunakan untuk memperpanjang masa simpan buah

pascapanen agar buah masih dalam kondisi yang baik sampai siap dikonsumsi.

Metode penyimpanan ini memerlukan biaya yang tinggi. Metode lain yang lebih

praktis adalah dengan meniru mekanisme atmosfer termodifikasi, yaitu dengan

(19)

commit to user

Edible coating adalah suatu metode pemberian lapisan tipis pada

permukaan buah untuk menghambat keluarnya gas, uap air, dan menghindari

kontak dengan oksigen, sehingga proses pemasakan dan pencoklatan buah dapat

diperlambat (El-Ghaouth et al., 1991). Edible coating berfungsi sebagai

penghalang terhadap perpindahan massa (kelembaban, oksigen, cahaya, lipid, dan

zat terlarut) (Bourtoom, 2008).

Contoh bahan-bahan edible coating untuk melapisi buah antara lain

selulosa, kasein, zein, protein kedelai, dan kitosan. Bahan-bahan ini dipilih karena

memiliki karakteristik tidak berbau, tidak berasa, dan transparan (Park, 2002).

Lapisan yang ditambahkan di permukaan buah ini tidak berbahaya bila ikut

dikonsumsi bersama buah. Kitosan adalah salah satu bahan yang bisa digunakan

sebagai coating buah. Kitosan merupakan polisakarida berasal dari limbah kulit

udang-udangan yang mempunyai potensi yang cukup baik sebagai pelapis

buah-buahan, misalnya pada buah tomat (El-Ghaouth et al., 1991) dan leci (Dong et al.,

2004). Sifat lain kitosan adalah dapat menginduksi enzim chitinase pada jaringan

tanaman. Enzim ini dapat mendegradasi kitin yang menjadi penyusun utama

dinding sel fungi sehingga dapat digunakan sebagai fungisida (El-Ghaouth et al.,

1991).

Metode lain yang dapat digunakan dalam menghambat metabolisme pada

buah pascapanen adalah dengan pengendalian suhu penyimpanan. Peranan suhu

penyimpanan bagi komoditas hortikultura khususnya di daerah tropis sangat

besar. Pengendalian suhu dapat mengendalikan kematangan buah, kelayuan,

(20)

commit to user

disimpan. Penurunan suhu dapat menurunkan laju respirasi, laju transpirasi,

maupun proses oksidasi kimia sehingga pendinginan dianggap sebagai cara yang

ekonomis untuk penyimpanan jangka panjang bagi buah-buahan (Paramita, 2010).

Berdasarkan latar belakang masalah yang telah diuraikan di atas dapat

digarisbawahi bahwa kendala dalam usaha pemenuhan kebutuhan buah alpukat

untuk konsumsi berbagai negara adalah karena rusaknya buah alpukat sebelum

sampai ke tempat tujuan atau sebelum dikonsumsi. Bentuk upaya yang dapat

dilakukan untuk meningkatkan daya simpan buah sebagai bentuk modifikasi

pascapanen adalah dengan pemberian bahan pelapis buah dari kitosan dengan

kombinasi suhu dingin, dimana telah disebutkan bahwa pengendalian suhu dapat

mengendalikan kematangan buah, kelayuan, mencegah kerusakan oleh mikrobia,

serta perubahan tekstur komoditi yang disimpan. Penurunan suhu dapat

menurunkan laju respirasi, laju transpirasi, maupun proses oksidasi kimia

sehingga proses kerusakan dan pembusukan buah dapat dihambat.

Pengujian terhadap parameter fisiologis dan biokimia buah yang diberi

perlakuan kitosan dan suhu dingin perlu dilakukan sehingga dapat diketahui

konsentrasi kitosan dan suhu yang paling optimal dalam meningkatkan daya

simpan buah alpukat. Oleh karena itu, peneliti tertarik melakukan penelitian

Perlakuan Kitosan dan Suhu Dingin pada Buah Alpukat (Persea

americana Mill.) untuk Meningkatkan Daya Simpan alam penelitian ini

dilakukan pengujian terhadap beberapa parameter fisiologis dan biokimia buah

yang meliputi susut bobot, kadar air, total gula reduksi, vitamin C, laju respirasi,

(21)

commit to user

B. Perumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah yang telah diuraikan di atas dapat

dirumuskan permasalahan dalam penelitian yaitu sebagai berikut.

1. Bagaimanakah pengaruh kombinasi perlakuan kitosan (1%, 2%, 3% w/v) dan

suhu dingin (16 °C) dalam meningkatkan daya simpan buah alpukat?

2. Perlakuan manakah yang paling optimal dalam meningkatkan daya simpan

buah alpukat?

C. Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian ini antara lain:

1. Mempelajari pengaruh kombinasi perlakuan kitosan (1%, 2%, 3% w/v) dan

suhu dingin (16 °C) dalam meningkatkan daya simpan buah alpukat.

2. Menentukan perlakuan yang paling optimal dalam meningkatkan daya simpan

buah alpukat.

D. Manfaat Penelitian

Manfaat dari penelitian ini antara lain:

1. Memberikan informasi ilmiah tentang besarnya susut bobot, kadar air, total

gula reduksi, vitamin C, laju respirasi, dan pigmen (klorofil dan karotenoid)

buah alpukat pada perlakuan kitosan dan suhu dingin sehingga dapat diketahui

(22)

commit to user

2. Memberikan informasi ilmiah tentang perlakuan yang paling optimal dalam

meningkatkan daya simpan buah alpukat sehingga bermanfaat bagi pemasaran

(23)

commit to user

7

BAB II

LANDASAN TEORI

A. Tinjauan Pustaka

1. Alpukat (Persea americana Mill.)

a. Klasifikasi

Alpukat adalah pohon subtropis asli Amerika Tengah dan Meksiko

dimana tanaman tersebut telah dibudidayakan dari zaman kuno (Chen et

al., 2009). Kedudukan tanaman alpukat dalam sistematika (taksonomi)

tumbuhan adalah sebagai berikut.

Divisi : Spermatophyta

Sudivisi : Angiospermae

Kelas : Dicotyledoneae

Ordo : Ranales

Famili : Lauraceae

Genus : Persea

Spesies : Persea americana Mill. (Steenis, 1978).

b. Morfologi

Alpukat adalah spesies polimorfik yang terdiri dari beberapa

varietas botani atau subspesies, disesuaikan dengan geografis lingkungan

mikro yang berbeda (Violi, 2008). Tanaman alpukat memiliki tinggi 3-10

meter. Daun alpukat bertangkai dan berjejal-jejal pada ujung ranting

(24)

commit to user

telur terbalik memanjang seperti kulit, pada waktu muda daun ini

berambut rapat, kemudian gundul. Bunga alpukat berkelamin dua yang

terdapat di dekat ujung ranting dan berbunga banyak. Garis tengah tenda

bunga berkisar 1-1,5 cm, berwarna putih kuning, berbau enak dengan

dimana tiga taju yang terluar merupakan taju yang terkecil. Benang sari

berjumlah dua belas yang terdapat di dalam empat lingkaran dimana

benang sari tiga terdalam direduksi menjadi staminodia. Ruang sari

berjumlah empat dengan staminodia berwarna oranye atau coklat. Buah

alpukat merupakan buah buni berbentuk bola atau buah peer yang

memiliki panjang 5-20 cm dan berbiji satu tanpa sisa bunga yang tinggal.

Buah alpukat berwarna hijau atau hijau kuning, keungu-unguan atau

berbintik-bintik, gundul, dan berbau enak. Biji alpukat berbentuk bola

dengan garis tengah 2,5-5 cm (Steenis, 1978).

Gambar 1. Morfologi Persea americana Mill. (Prihatman, 2000)

c. Kandungan Gizi

Setiap 100 g buah alpukat mengandung 85,00 kalori, selain itu

(25)

commit to user

tertinggi, masing-masing bernilai 6,50 g dan 7,70 g. Kandungan protein

dalam buah ini masih tergolong cukup tinggi yaitu mencapai 0,90 g.

Kandungan gizi berupa kalsium, fosfor, zat besi, vitamin A, vitamin B1,

dan vitamin C menunjukkan nilai yang tidak terlalu tinggi. Buah alpukat

mengandung air sebanyak 84,30 g dan bagian yang dapat dimakan sebesar

61,00% dalam 100 g buah alpukat (Tabel 1).

Tabel 1. Kandungan gizi tiap 100 g buah alpukat segar Kandungan gizi Nilai rata-rata

Kalori 85,00 kal

Bagian yang dapat dimakan (Bdd) 61,00 % Sumber: Direktorat Gizi Depkes RI dalam Rukmana (1997)

d. Manfaat

Bagian yang dapat digunakan dari tanaman alpukat antara lain

daging buah, daun, dan biji. Sifat kimiawi dari masing-masing bagian,

untuk buah mengandung saponin, alkaloid, dan flavonoid, selain itu buah

juga mengandung tanin dan daun mengandung polifenol, quersetin, dan

gula alkohol persiit. Kegunaan dari masing-masing bagian yaitu daging

buah dapat digunakan untuk sariawan dan melembabkan kulit kering.

Daun alpukat dapat digunakan untuk mengatasi kencing batu, darah tinggi,

(26)

commit to user

(bronchial swellings), dan menstruasi tidak teratur (Yuniarti, 2008). Daun

alpukat telah dilaporkan memiliki aktivitas antiinflamasi dan antijamur

(Flores et al., 2008). Biji dapat digunakan untuk sakit gigi dan kencing

manis (Yuniarti, 2008). Penelitian Alhassan et al. (2012) menyatakan

bahwa penggunaan biji alpukat dapat mengontrol hiperglikemik pada

diabetes. Penelitian ini juga menunjukkan bahwa penggunaan ekstrak air

biji alpukat memiliki efek lebih besar dalam pengobatan diabetes melitus.

2. Kitosan

a. Pengertian

Kitosan adalah derivat polimer dari kitin yang memiliki gugus

N-terasetilasi yang membuatnya larut dalam larutan asam. Kitin merupakan

biopolimer alami yang terdapat pada eksoskeleton invertebrata yang

merupakan polisakarida terbanyak kedua di alam setelah selulosa (Kittur et

al., 1998). Kitosan berbentuk spesifik dan mengandung gugus amino

dalam rantai karbonnya. Hal ini menyebabkan kitosan bermuatan positif

yang berlawanan dengan polisakarida yang lainnya (Whang et al., 2005).

Struktur kimia kitosan dapat dilihat pada Gambar 2.

Gambar 2. Struktur kimia kitosan (Harianingsih, 2010)

Kitosan merupakan salah satu jenis polisakarida turunan kitin yang

(27)

commit to user

sulit dirobek sehingga dapat dimanfaatkan sebagai bahan pengemas

(Butler et al., 1996). Jenis kemasan yang banyak dibuat dari kitosan adalah

jenis edible film atau coating. Sifatnya yang edible (dapat dimakan)

merupakan keunggulan kitosan sehingga dapat digolongkan ke dalam

bahan kemasan yang ramah lingkungan.

b. Aplikasi

Abdou et al. (2008) menyatakan bahwa kitosan dapat dimanfaatkan

dalam bidang bioteknologi sebagai imobilisasi enzim, medium kultur

tumbuhan, bidang obat-obatan dan kesehatan, bidang kecantikan, dan

bidang pangan. Aplikasi kitosan dalam bidang pangan dapat dilihat pada

Tabel 2.

Tabel 2. Aplikasi kitosan dan turunannya dalam industri pangan

Aplikasi Contoh

Antimikroba Bakterisidal dan fungisidal

Edible film Mengatur perpindahan uap antara makanan dan lingkungan sekitar, menahan pelepasan zat-zat antimikroba, antioksidan, nutrisi, flavor, dan obat

Bahan aditif Mempertahankan flavor alami, bahan pengontrol tekstur, bahan pengemulsi, dan bahan pengental

Nutrisi Sebagai serat diet, penurun kolesterol, tambahan makanan ikan, dan mereduksi penyerapan lemak

Sumber: Shahidi et al. (1999)

Penelitian Ekaputri (2009) menyatakan bahwa perlakuan kitosan

1,5% mampu mempertahankan shelf-life (masa simpan) buah manggis

(Garcinia mangostana L.) hingga 20 hari setelah panen. Penelitian

(28)

commit to user

masa simpan buah mangga dapat mencapai 20 hari pada konsentrasi

kitosan 1,5%, sedangkan pada perlakuan lainnya hanya mampu bertahan

selama 15 hari.

Alamsyah (2006) dalam Suptijah dkk. (1992) menyatakan bahwa

penggunaan kitosan sebagai bahan pengawet dan edible coating yang

efektif untuk mencegah kerusakan kualitas dan memperpanjang umur

simpan produk pangan sangatlah potensial. Menurut Kittur et al. (1998)

kitosan juga berfungsi untuk meningkatkan penampakan fisik buah,

mengurangi deteriorasi serta pembusukan oleh mikroba, mengontrol

pertukaran gas (O2, CO2, dan etilen) serta mengontrol perubahan fisiologi,

mikrobiologi, dan fisikokimia pada produk makanan.

3. Kerusakan Buah Selama Penyimpanan

Kerusakan buah dapat terjadi sejak buah dipanen hingga proses

penyimpanan. Beberapa proses kerusakan yang terjadi pada buah antara lain:

a. Pencoklatan

Pembentukan warna coklat dikarenakan terjadinya oksidasi

senyawa-senyawa fenol dan polifenol oleh enzim fenolase dan

polifenolase membentuk quinon, yang selanjutnya berpolimerisasi

membentuk melanin (pigmen berwarna coklat). Terjadinya reaksi

browning enzimatis diperlukan adanya komponen yaitu fenolase dan

polifenolase (enzim), senyawa-senyawa fenol dan polifenol (substrat),

(29)

commit to user

dilakukan dengan mengeliminasi (menghilangkan) salah satu atau

beberapa komponen tersebut (Harianingsih, 2010).

b. Penyusutan Massa

Selama penyimpanan, buah masih melakukan aktivitas yang

memanfaatkan cadangan makanan yang tersisa. Reaksi metabolisme dalam

bahan dikatalis oleh enzim-enzim yang terdapat di dalam buah secara

alami sehingga terjadi proses autolisis yang berakhir dengan kerusakan

dan pembusukan (Trenggono dkk., 1990). Suhardi dan Yuniarti (1996)

menyatakan bahwa penyusutan atau pengurangan berat bahan terus

berlangsung selama penyimpanan sebagai akibat dari adanya proses

respirasi. Hofman et al. (1997) serta Hagenmaier dan Baker (1995)

menyatakan bahwa kehilangan berat disebabkan oleh proses biologis yang

terus berlangsung yaitu proses respirasi secara sempurna sehingga gula

reduksi terombak menjadi CO2 dan H2O yang mudah menguap.

c. Laju Respirasi dan Produksi Etilen yang Tinggi

Trenggono (1992) menyatakan bahwa umur simpan buah sangat

dipengaruhi oleh laju respirasi. Laju respirasi dapat dikendalikan antara

lain dengan memanipulasi kandungan gas O2 atau CO2 dalam kemasan

atau ruang penyimpanan. Menurunkan konsentrasi O2 atau meningkatkan

konsentrasi CO2 dapat memperlambat laju respirasi sehingga umur simpan

dapat diperpanjang.

Etilen adalah senyawa organik sederhana yang dapat berperan

(30)

commit to user

kelayuan. Keberadaan etilen akan mempercepat tercapainya tahap

kelayuan (senesence). Maka untuk tujuan pengawetan, senyawa ini perlu

disingkirkan dari atmosfer ruang penyimpan dengan cara menyemprotkan

enzim penghambat produksi etilen pada produk atau mengoksidasi etilen

dengan KMnO4 atau ozon (Harianingsih, 2010).

d. Laju Transpirasi yang Tinggi

Transpirasi adalah pengeluaran air dari dalam jaringan produk

nabati. Laju transpirasi dipengaruhi oleh faktor internal (morfologi/

anatomi, rasio permukaan terhadap volum, kerusakan fisik, umur panen)

dan faktor eksternal (suhu, pergerakan udara, tekanan atmosfer).

Transpirasi yang berlebihan akan menyebabkan produk mengalami

pengurangan berat, penurunan daya tarik (karena layu), nilai tekstur, dan

nilai gizi. Pengendalian laju transpirasi dilakukan dengan pelapisan,

penyimpanan dingin, atau memodifikasi atmosfer (Harianingsih, 2010).

e. Sensitivitas terhadap Suhu

Pemaparan komoditi pada suhu yang tidak sesuai akan

menyebabkan kerusakan fisiologis yang bisa berupa: (1) freezing injuries,

karena produk disimpan di bawah suhu bekunya; (2) chilling injuries,

umum pada produk tropis yang disimpan di atas suhu beku dan diantara

5-15 °C, tergantung sensitivitas komoditi; (3) heat injuries, terjadi karena

paparan sinar matahari atau panas yang berlebihan. Berdasarkan

(31)

commit to user

yang bersifat sensitif dan tidak sensitif terhadap pendinginan

(Harianingsih, 2010).

4. Perlakuan Pascapanen

Alpukat mempunyai umur simpan sekitar 7 hari (sejak petik sampai

siap konsumsi). Lama penyimpanan ini dapat diperlambat sampai 30-40 hari

apabila disimpan dalam ruangan bersuhu 4 °C. Suasana ruang penyimpanan

yang dingin (bersuhu rendah) akan memperlambat proses respirasi, apalagi

bila disertai dengan kondisi buah yang mulus tanpa cacat. Sebaliknya, suasana

ruangan yang panas (bersuhu tinggi) disertai luka atau cacat pada buah akan

mempercepat proses pernapasan ini. Dengan demikian daya simpan alpukat

pada ruangan bersuhu rendah akan lebih panjang daripada ruangan bersuhu

tinggi (Indriani dan Sumiarsih, 1992).

B. Kerangka Pemikiran

Alpukat termasuk komoditi buah-buahan dengan permintaan pasar dalam

bentuk segar yang cukup tinggi. Salah satu kendala dalam usaha pemenuhan

kebutuhan buah alpukat untuk konsumsi berbagai negara adalah rusaknya buah

alpukat sebelum sampai ke tempat tujuan atau sebelum dikonsumsi sehingga

diperlukan upaya untuk meningkatkan daya simpan buah yang dapat dilakukan

(32)

commit to user

Gambar 3. Bagan alir kerangka pemikiran

C. Hipotesis

Adapun hipotesis dari penelitian ini antara lain:

1. Kombinasi perlakuan kitosan dan suhu dingin berpengaruh dalam

meningkatkan daya simpan buah alpukat.

2. Semakin tinggi konsentrasi kitosan yang digunakan maka semakin

meningkatkan daya simpan buah. Perlakuan suhu dingin dapat meningkatkan

daya simpan buah.

Konsentrasi kitosan (0%, 1%, 2%, dan 3% w/v)

Suhu penyimpanan (suhu ruang (28 °C) dan suhu dingin (16 °C))

Meningkatkan daya simpan buah alpukat Peningkatan permintaan komoditas buah alpukat

Permasalahan pascapanen (buah cepat busuk)

(33)

commit to user

17

BAB III

METODE PENELITIAN

A. Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian ini telah dilaksanakan selama 3 bulan yaitu bulan

Agustus-Oktober 2012. Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Biologi, Fakultas

Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam serta Sub Laboratorium Biologi UPT

Laboratorium Pusat Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Sebelas

Maret Surakarta.

B. Alat dan Bahan

Alat yang digunakan dalam penelitian ini antara lain bak, keranjang buah,

neraca analitik, gelas ukur, tabung kaca, magnetic stirer, hotplate, gelas beker,

pengaduk kaca, cawan petri, oven, erlenmeyer, corong kaca, botol kaca gelap,

tabung reaksi, vorteks, spektrofotometer UV Vis Lambda 25 Perkin Elmer, kuvet,

pipet tetes, pipet volum, plastik, Plant Assimilation Analyzer (PAA) Horiba

ASSA-1610, mortar dan stamfer, serta buret dan statif.

Bahan yang digunakan dalam penelitian ini antara lain buah alpukat

(Persea americana Mill.), air, kitosan, asam asetat 1%, akuades, kertas label,

tissue, Dinitrosalisilat (DNS), fenol, Na-metabisulfit, NaOH, kertas saring

Whatman 41, garam rocelle (KNa-tartrat), glukosa anhidrat, kalium iodida,

(34)

commit to user

C. Rancangan Penelitian

Penelitian ini bersifat eksperimen dengan menggunakan metode

Rancangan Acak Kelompok Lengkap (RAKL) yang terdiri atas dua faktor yaitu

konsentrasi kitosan dengan empat taraf (0%, 1%, 2%, dan 3% w/v) serta suhu

penyimpanan dengan dua taraf (suhu ruang (28 °C) dan suhu dingin (16°C)).

Setiap perlakuan dilakukan dengan tiga ulangan. Berdasarkan kedua faktor

perlakuan tersebut diperoleh delapan kombinasi perlakuan (Tabel 3).

Tabel 3. Kombinasi perlakuan konsentrasi kitosan dan suhu penyimpanan

K

S

0% 1% 2% 3%

16° C 0%, 16° C 1%, 16° C 2%, 16° C 3%, 16° C

28° C 0%, 28° C 1%, 28° C 2%, 28° C 3%, 28° C

Keterangan:

0%, 16° C = konsentrasi kitosan 0%, suhu dingin

1%, 16° C = konsentrasi kitosan 1%, suhu dingin

2%, 16° C = konsentrasi kitosan 2%, suhu dingin

3%, 16° C = konsentrasi kitosan 3%, suhu dingin

0%, 28° C = konsentrasi kitosan 0%, suhu ruang

1%, 28° C = konsentrasi kitosan 1%, suhu ruang

2%, 28° C = konsentrasi kitosan 2%, suhu ruang

(35)

commit to user

D. Cara Kerja

1. Persiapan Bahan

Persiapan meliputi sortasi, pencucian, dan pengeringan buah. Buah

yang digunakan adalah buah alpukat varietas hijau panjang yang diambil dari

lahan di wilayah Tawangmangu dengan umur panen 6-7 bulan dari bunga

mekar. Buah alpukat varietas hijau panjang memiliki karakteristik leher buah

panjang, ujung buah tumpul, dan pangkal buah runcing. Sortasi dilakukan

dengan memilih buah alpukat yang memiliki kriteria sama dalam tingkat

kematangan dan ukuran serta bebas dari penyakit buah. Pencucian dilakukan

dengan meletakkan buah alpukat pada bak besar dengan air mengalir agar

kotoran yang menempel pada kulit buah hilang. Setelah proses pencucian

selesai, buah dikeringanginkan di dalam ruangan.

2. Pembuatan Larutan Kitosan

Larutan kitosan 1% w/v dibuat dengan cara melarutkan 10 g kitosan

dalam 1000 ml asam asetat 1%. Larutan kitosan 2% w/v dibuat dengan cara

melarutkan 20 g kitosan dalam 1000 ml asam asetat 1%. Larutan kitosan 3%

w/v dibuat dengan cara melarutkan 30 g kitosan dalam 1000 ml asam asetat

1%. Masing-masing larutan diaduk dengan magnetic stirer hingga larut

kemudian disimpan pada suhu ruang.

3. Proses Pelapisan pada Buah

Buah alpukat dicelupkan ke dalam larutan kitosan dengan konsentrasi

(36)

commit to user

4. Penyimpanan Buah

Buah alpukat disimpan pada suhu ruang (28 °C) dan suhu dingin

(16 °C) untuk selanjutnya dilakukan pengujian parameter fisiologis dan

biokimia buah setiap minggu selama satu bulan.

5. Pengukuran Parameter Fisiologis dan Biokimia Buah

a. Susut Bobot

Bobot buah diukur dengan menggunakan neraca analitik. Susut

bobot buah dinyatakan dalam persen dengan perhitungan:

% susut bobot buah= bobot buah awal bobot buah akhir

bobot buah awal × 100%

Keterangan:

Bobot buah awal = bobot buah pada awal penyimpanan

Bobot buah akhir = bobot buah saat pengujian (pengamatan)

(Bastian dkk., 2004).

b. Kadar Air dengan Metode Oven

1) Cawan ditimbang untuk mengetahui berat awal cawan.

2) Sampel buah diambil kemudian dimasukkan ke dalam cawan dan

ditimbang sebagai berat basah.

3) Cawan yang berisi sampel buah dimasukkan ke dalam oven pada suhu

102 °C sampai beratnya konstan kemudian ditimbang sebagai berat

kering.

Perhitungan:

% kadar air=berat basah berat kering

(37)

commit to user

Keterangan:

Berat basah = berat sampel sebelum dikeringkan dalam oven

Berat kering = berat sampel setelah dikeringkan dalam oven

(Sudarmadji dkk., 1984).

c. Total Gula Reduksi dengan Metode DNS

Prinsip metode DNS adalah dalam suasana alkali gula pereduksi

akan mereduksi asam 3,5 dinitrosolisilat (DNS) membentuk senyawa yang

dapat diukur absorbansinya pada panjang gelombang 540 nm.

1) Pembuatan Reagen DNS 1%

Reagen DNS 1% berfungsi mengikat gula reduksi dari sampel.

Reagen DNS 1% dibuat dengan cara melarutkan 5 g DNS, 1 g fenol,

0,25 g Na-metabisulfit, dan 5 g NaOH dalam 300 ml akuades

kemudian diaduk hingga larut. Larutan yang telah diperoleh

diencerkan hingga 500 ml dan dibiarkan selama satu malam kemudian

disaring.

2) Pembuatan Garam Rocelle (KNa-tartrat) 40%

Sebanyak 40 g KNa-tartrat dilarutkan dalam 80 ml akuades.

Setelah larut, larutan diencerkan hingga 100 ml.

3) Penentuan Total Gula Reduksi Sampel

Sebanyak 10 g sampel buah yang telah dihaluskan dilarutkan

dalam 100 ml akuades. Larutan tersebut diambil 1 ml kemudian

dimasukkan ke dalam tabung reaksi. Sebanyak 2 ml reagen DNS 1%

(38)

commit to user

tabung reaksi berisi sampel dan reagen DNS 1% dimasukkan ke dalam

air mendidih selama 5 menit agar proses reduksi DNS terhadap gula

reduksi berjalan cepat dan sempurna, kemudian didinginkan dalam air.

KNa-tartrat 40% sebanyak 1 ml ditambahkan ke dalam tabung reaksi

kemudian diukur absorbansinya pada panjang gelombang 540 nm

menggunakan spektrofotometer UV Vis Lambda 25 Perkin Elmer.

Penambahan KNa-tartrat 40% dilakukan pada tahap terakhir agar

peran Na-metabisulfit yang dapat menangkap oksigen bebas pada

larutan tidak mengganggu proses pengikatan gula reduksi oleh reagen

DNS 1%.

4) Penentuan Kurva Standar

Kurva standar merupakan hasil pengukuran terhadap larutan

yang hanya mengandung glukosa. Kurva standar dibuat dengan cara

melarutkan 20 mg glukosa anhidrat dalam 20 ml akuades. Larutan ini

digunakan sebagai stok. Larutan standar dibuat dengan konsentrasi

0,2-1 mg/ml. Larutan tersebut diberi perlakuan seperti pada penentuan

total gula reduksi sampel (Miller, 1959). Seri konsentrasi larutan

standar gula reduksi disajikan pada Tabel 4.

Tabel 4. Seri konsentrasi larutan standar gula reduksi

Larutan stok 0 1 2 3 4 5

Akuades (ml) 5 4 3 2 1 0

Konsentrasi larutan

(39)

commit to user

d. Vitamin C dengan Metode Iodimetri

Prinsip metode iodimetri adalah sifat mereduksi dari vitamin C dan

titrasi dengan larutan baku iodium.

1) Pembuatan Larutan Iodium 0,01 N

Sebanyak 2 g kalium iodida dilarutkan dalam 30 ml akuades.

Sebanyak 1,27 g iodium ditambahkan ke dalam larutan tersebut.

Setelah semua kristal iodium larut, selanjutnya dilakukan pengenceran

hingga volume tepat 1.000 ml. Larutan disimpan dalam botol gelap

dan tertutup rapat.

2) Pembuatan Larutan Amilum 1%

Larutan amilum 1% berperan sebagai indikator perubahan

warna. Larutan tersebut dibuat dengan cara 0,1 g amilum dilarutkan

dalam 5 ml akuades kemudian larutan tersebut dituangkan ke dalam 5

ml akuades yang telah dididihkan sambil diaduk-aduk.

3) Standarisasi Iodium

Sebanyak 24 mg vitamin C murni dilarutkan dalam 25 ml

akuades kemudian diambil 5 ml larutan tersebut dan ditambah 1 ml

larutan amilum 1% serta dititrasi dengan iodium hingga berwarna biru.

Data yang diperoleh pada standarisasi iodium adalah volume yang

digunakan untuk menitrasi vitamin C murni. Data ini digunakan untuk

menghitung normalitas iodium dengan rumus:

N iod= m x e

(40)

commit to user

Keterangan:

N iod : normalitas iodium (N)

m : massa vitamin C murni yang dititrasi (g)

e : valensi vitamin C

Mr : berat molekul vitamin C (g/mol)

V iod : volume iodium untuk titrasi vitamin C murni (L)

4) Penentuan Kandungan Vitamin C Sampel

Sebanyak 10 g sampel buah yang telah dihaluskan dilarutkan

dalam 100 ml akuades. Larutan tersebut diambil sebanyak 5 ml

kemudian dimasukkan ke dalam erlenmeyer dan ditambah 1 ml larutan

amilum 1% serta dititrasi dengan larutan iodium 0,01 N hingga

berwarna biru. Data yang diperoleh pada penentuan vitamin C sampel

adalah volume larutan iodium 0,01 N yang diperlukan untuk menitrasi

sampel. Data tersebut digunakan untuk menghitung massa vitamin C

sampel dengan rumus:

m vitamin C=V iod x N iod x Mr e x FP

Kandungan vitamin C sampel dihitung dengan rumus:

Kandungan vitamin C=m vitamin C

V

Keterangan:

V iod : volume iodium untuk titrasi sampel (L)

N iod : normalitas iodium (N)

(41)

commit to user

e : valensi vitamin C

FP : faktor pengenceran

V : volume ekstrak (ml) (Sudarmadji dkk., 1984).

e. Laju Respirasi dengan alat PAA

Prinsip pengukuran laju respirasi dengan alat PAA Horiba

ASSA-1610 adalah menghitung jumlah CO2 yang dihasilkan oleh buah. Cara

kerja pengukuran laju respirasi adalah sebagai berikut.

1) Alat PAA dinyalakan selama dua jam sebelum digunakan.

2) Buah alpukat diinkubasi dengan dimasukkan ke dalam kantong plastik

satu jam sebelum diukur.

3) Volume gas yang masuk disetel tiap sampel pada 2 L/menit.

4) Kalibrasi dilakukan untuk pengukuran kadar gas N2+CO2 dengan

menggunakan tombol zero, span, dan meas.

5) Tombol zero digunakan untuk mengukur volume gas yang keluar

setiap 0,5 L/menit pada skala 0 untuk mengukur kadar gas N2.

6) Tombol span digunakan untuk mengukur gas N2+CO2.

7) Tombol meas digunakan untuk pembacaan kadar CO2 secara langsung,

(CO2+N2)-N2=CO2.

8) Volume gas yang keluar pada 0,5 L/menit diatur untuk masing-masing

sampel.

9) Pengukuran kadar CO2 dilakukan dengan cara membaca pada skala

(42)

commit to user

Perhitungan laju respirasi buah menggunakan rumus:

Laju respirasi = CO2 sampel-CO2 kontrol

Keterangan:

CO2 sampel : skala yang ditunjuk pada saluran (selang) sampel buah

CO2 kontrol : skala yang ditunjuk pada saluran (selang) kontrol

(Lestari dkk., 2008).

f. Pigmen Buah dengan Metode Spektrofotometri

Prinsip metode pengukuran pigmen buah adalah sifat

mendenaturasi protein dari aseton yang mengikat klorofil sehingga klorofil

dapat lepas dari ikatan dengan protein dan ikut terekstrak dalam pelarut

sehingga ekstrak dapat diukur absorbansinya pada panjang gelombang

480, 645, dan 663 nm. Cara kerja pengukuran pigmen buah adalah sebagai

berikut.

1) Kulit buah seberat 1 g digerus dalam mortar kemudian ditambah

aseton 80% sebanyak 10 ml.

2) Kulit buah hasil gerusan disaring dengan kertas filter Whatman 41.

3) Filtrat yang diperoleh diukur absorbansinya pada panjang gelombang

480, 645, dan 663 nm dengan spektrofotometer UV Vis Lambda 25

Perkin Elmer.

4) Nilai kadar klorofil dan karotenoid dihitung dengan rumus:

a) Klorofil a (mg/l)

(43)

commit to user

b) Klorofil b (mg/l)

= 22,9 x A645 4,68 x A663

c) Klorofil total (mg/l)

= 8,02 x A663 + 20,2 x A645

d) Karotenoid ( )

= A480 + 0,114 ×A663112,50,638×W ×A645 ×V× 103

Keterangan:

V = volume ekstrak (L)

W = berat sampel (g)

A480 = nilai absorbansi pada panjang gelombang 480 nm

A645 = nilai absorbansi pada panjang gelombang 645 nm

A663 = nilai absorbansi pada panjang gelombang 663 nm

(Hendry dan Grime, 1993).

E. Analisis Data

Data yang diperoleh dianalisis menggunakan Analisis Varian (Anava)

untuk mengetahui pengaruh perlakuan terhadap variabel yang diukur. Jika

terdapat beda nyata di antara perlakuan dilanjutkan dengan Duncan Multiple

(44)

commit to user

28

BAB IV

HASIL PENGAMATAN DAN PEMBAHASAN

A. Pengaruh Konsentrasi Kitosan dan Suhu Penyimpanan

terhadap Susut Bobot

Bobot buah akan berkurang seiring dengan proses pematangan. Menurut

Marcellin dalam Baker (1989), penyusutan bobot buah dipengaruhi oleh

pemisahan sel-sel sepanjang lamela tengah yang porositasnya akan berkurang

seiring dengan masaknya buah. Santoso dan Purwoko (1995) menambahkan,

selama proses pematangan terjadi pemecahan polimer karbohidrat terutama

senyawa pektin dan hemiselulosa yang akan melemahkan dinding sel dan gaya

kohesif yang mengikat sel. Pemecahan polimer karbohidrat tersebut

mempengaruhi bobot buah menjadi semakin berkurang selama penyimpanan.

Berdasarkan hasil analisis sidik ragam (Anava), perlakuan kitosan dan

suhu penyimpanan berpengaruh secara signifikan terhadap susut bobot (Tabel 5,

Lampiran 1). Semakin lama buah disimpan maka semakin meningkat susut bobot

buah sehingga menyebabkan bobot buah berkurang pada akhir pengamatan.

Perlakuan kitosan dan suhu penyimpanan bertujuan mempertahankan bobot buah

sehingga buah tidak mengalami penyusutan bobot secara drastis. Susut bobot

terjadi karena mekanisme kehilangan air pada buah setelah buah dipetik dari

pohonnya atau dipanen. Menurut Burdon (1997), jaringan buah tetap hidup

(45)

commit to user

Tabel 5. Susut bobot buah alpukat pada variasi konsentrasi kitosan dan suhu penyimpanan (%)

Perlakuan Lama Penyimpanan (Minggu)

Suhu menunjukkan tidak berbeda nyata pada DMRT 95%.

Perlakuan konsentrasi kitosan 0% pada suhu dingin minggu ke-1

menunjukkan nilai susut bobot negatif karena buah alpukat pada perlakuan ini

mengalami kenaikan bobot, namun pada minggu selanjutnya terjadi penurunan

bobot buah selama penyimpanan. Kenaikan bobot buah terjadi karena peningkatan

kadar air dalam buah. Peningkatan kadar air daging buah selain disebabkan oleh

proses penuaan buah, diduga terjadi karena selama penyimpanan kandungan air

dari hasil proses respirasi lebih besar dari laju kehilangan air. Tingginya laju

respirasi akan menyebabkan semakin banyak air yang dihasilkan (Suyanti dkk.,

1999).

Pada minggu terakhir penyimpanan, hanya buah alpukat perlakuan

konsentrasi kitosan 2% dan 3% pada suhu dingin yang masih bertahan, sedangkan

buah alpukat pada perlakuan lainnya dalam kondisi rusak atau busuk dan tidak

dapat diuji. Susut bobot buah perlakuan konsentrasi kitosan 2% dan 3% pada suhu

(46)

commit to user

ditunjukkan tidak berbeda nyata. Susut bobot buah yang rendah menyebabkan

terhambatnya proses kerusakan buah pascapanen. Perlakuan konsentrasi kitosan

2% dan 3% pada suhu dingin menunjukkan nilai susut bobot yang cukup rendah

sehingga mampu mengambat proses kerusakan buah yang diakibatkan oleh

penurunan bobot yang cukup signifikan.

Selama penyimpanan, terjadi peningkatan susut bobot buah sehingga pada

akhir pengamatan bobot buah menjadi berkurang bahkan buah alpukat pada

beberapa perlakuan diketahui dalam kondisi rusak atau busuk dan hanya bertahan

hingga minggu ke-3 (grafik minggu ke-4 tidak ditampilkan) (Gambar 4). Susut

bobot disebabkan karena respirasi dan evapotranspirasi air dari buah (Amarante et

al., 2001). Mekanisme terjadinya susut bobot disebabkan oleh aktivasi

evapotranspirasi air melalui gradien tekanan uap air yang berbeda lokasi pada

buah (Yaman dan Bayoindirli, 2002). Air berdifusi khusus melalui fase cair pada

kutikula dengan konduktansi air yang sangat tinggi daripada melalui pori-pori

permukaan kulit buah (Amarante et al., 2001).

(47)

commit to user

Wills et al. (1981) menyatakan bahwa pengurangan bobot pada bahan

hasil pertanian terutama buah-buahan mempunyai korelasi positif dengan jumlah

CO2 dan air yang dilepaskan. Hal ini merupakan penyebab kehilangan air secara

langsung. Kehilangan bobot pada buah diakibatkan pula oleh proses respirasi dan

transpirasi pada buah tersebut. Meningkatnya laju respirasi akan menyebabkan

perombakan senyawa seperti karbohidrat dalam buah yang menghasilkan CO2,

energi, serta air yang menguap melalui permukaan kulit buah yang menyebabkan

kehilangan bobot. Hal ini didukung oleh pendapat Hofman et al. (1997) serta

Hagenmaier dan Baker (1995) yang menyatakan bahwa kehilangan bobot

disebabkan oleh proses biologis yang terus berlangsung yaitu proses respirasi

secara sempurna sehingga gula reduksi terombak menjadi CO2 dan H2O yang

mudah menguap.

Proses respirasi dan transpirasi yang terjadi pada buah dilakukan melalui

permukaan kulit buah. Pelapisan kitosan menyebabkan tertutupnya pori-pori

permukaan kulit buah sehingga aktivitas respirasi dan transpirasi pada buah dapat

terhambat atau berkurang. Hasil penelitian Han et al. (2004) menunjukkan bahwa

pelapisan menggunakan kitosan secara signifikan mengurangi susut bobot dari

buah stoberi segar dan rasberi merah selama 21 hari penyimpanan pada suhu 20

°C dengan RH 88%. Menurut Chien et al. (2007), susut bobot buah jeruk yang

dilapisi dengan kitosan lebih lambat daripada buah jeruk yang tidak dilapisi.

Sebagai pembanding, dalam penelitian Zhou et al. (2008), buah pear yang dilapisi

kitosan secara signifikan mampu mengurangi susut bobot selama penyimpanan.

(48)

commit to user

buah pepaya (Gonzales et al., 2009). Meng et al. (2006) menyatakan bahwa susut

bobot buah anggur meningkat pada suhu penyimpanan 20 °C dan perlakuan

pelapis kitosan pascapanen secara signifikan mampu menurunkan susut bobot

buah tersebut.

Perlakuan konsentrasi kitosan 2% dan 3% pada suhu dingin merupakan

perlakuan yang optimal dalam mempertahankan bobot buah dengan menunjukkan

nilai susut bobot yang rendah sehingga mampu meningkatkan daya simpan buah

alpukat. Hal ini disebabkan pelapisan buah dengan konsentrasi 2% dan 3% secara

optimal mampu menghambat aktivitas respirasi dan transpirasi pada buah alpukat

dibanding konsentrasi kitosan 1%. Pelapis kitosan dapat menyerap uap air.

Kemampuan ini meningkat dengan semakin tingginya konsentrasi kitosan

sehingga mengakibatkan transpirasi yang direpresentasikan oleh susut bobot lebih

rendah dibandingkan dengan kontrol.

Perlakuan konsentrasi kitosan 2% dan 3% yang optimal dalam

mempertahankan bobot buah alpukat adalah perlakuan yang dikombinasikan

dengan suhu dingin. Penelitian Azhar (2007) menunjukkan bahwa susut bobot

terendah pada suhu 10 °C dan 15 °C diperoleh dari buah manggis yang diberi

perlakuan bahan pelapis kitosan yang dikemas dengan plastik PE yaitu sebesar

0,67% dan 0,81%. Hal ini membuktikan bahwa perlakuan bahan pelapis kitosan

dan penyimpanan suhu rendah yang diberikan terhadap buah manggis dapat

mengurangi terjadinya kehilangan berat atau bobot yang disebabkan oleh

kehilangan air. Trenggono (1992) menjelaskan bahwa perlakuan pendinginan

(49)

commit to user

proses transpirasi dan respirasi berjalan lambat sehingga jumlah H2O yang hilang

relatif kecil. Pernyataan tersebut diperkuat oleh Susanto (1994) yang menyatakan

bahwa peningkatan suhu penyimpanan menyebabkan proses transpirasi semakin

meningkat dimana air diuapkan cukup besar sehingga laju kehilangan air menjadi

meningkat.

B. Pengaruh Konsentrasi Kitosan dan Suhu Penyimpanan

terhadap Kadar Air

Air merupakan komponen yang paling banyak terkandung dalam buah

alpukat. Selama proses pematangan terjadi peningkatan jumlah air dalam daging

buah yang disebabkan oleh proses respirasi dan terjadinya perpindahan air dari

kulit ke daging buah secara osmosis (Robinson, 1999). Selain fenomena

peningkatan jumlah air yang terjadi di dalam buah, terdapat pula fenomena

penurunan jumlah air karena jaringan buah tetap hidup setelah pemanenan dan

mengalami proses respirasi serta kehilangan air.

Berdasarkan hasil analisis sidik ragam (Anava), perlakuan kitosan dan

suhu penyimpanan tidak berpengaruh secara signifikan terhadap kadar air (Tabel

6, Lampiran 2). Hal ini diperlihatkan melalui penurunan persentase kadar air yang

relatif sama pada semua perlakuan selama penyimpanan. Perlakuan kitosan dan

suhu penyimpanan bertujuan mempertahankan kadar air buah sehingga buah tidak

mengalami penurunan kadar air secara drastis. Parameter kadar air berkorelasi

(50)

commit to user

disebabkan oleh berkurangnya kadar air dalam buah akibat tetap berlangsungnya

metabolisme atau kegiatan sel dalam jaringan buah.

Tabel 6. Kadar air buah alpukat pada variasi konsentrasi kitosan dan suhu penyimpanan (%)

Perlakuan Lama Penyimpanan (Minggu)

Suhu menunjukkan tidak berbeda nyata pada DMRT 95%.

Pada minggu terakhir penyimpanan, hanya buah alpukat dengan perlakuan

konsentrasi kitosan 2% dan 3% pada suhu dingin yang masih bertahan dalam

kondisi bagus. Penggunaan bahan pelapis pada buah segar dapat memperlambat

penurunan mutu karena metode tersebut dapat digunakan sebagai penahan difusi

gas oksigen, karbondioksida, dan uap air serta komponen flavor sehingga mampu

menciptakan kondisi atmosfer internal yang sesuai dengan kebutuhan produk yang

dikemas (Brody dan Marrsh, 1997). Kadar air buah alpukat perlakuan konsentrasi

kitosan 2% dan 3% pada suhu dingin masing-masing bernilai 55,95% dan

55,28%, kedua nilai tersebut tidak berbeda nyata. Kadar air yang cukup tinggi

memperlihatkan buah dalam kondisi yang cukup bagus selama penyimpanan.

Konsentrasi kitosan 2% dan 3% mampu menghambat respirasi dan transpirasi

(51)

commit to user

buah. Perlakuan suhu dingin dapat memperlambat kecepatan reaksi metabolisme

(Trenggono, 1992). Hal ini karena proses transpirasi dan respirasi berjalan lambat

sehingga jumlah H2O yang hilang relatif kecil dan kadar air dalam buah dapat

dipertahankan.

Selama penyimpanan, terjadi penurunan kadar air dalam jaringan buah

yang menyebabkan kadar air berkurang (Gambar 5). Menurut Burdon (1997),

jaringan buah tetap hidup setelah pemanenan serta mengalami proses respirasi dan

kehilangan air. Proses kehilangan air tersebut menyebabkan berkurangnya kadar

air. Pernyataan ini didukung oleh Wills et al. (1981) yang menyatakan bahwa

kehilangan bobot pada buah diakibatkan pula oleh proses respirasi dan transpirasi

pada buah tersebut. Meningkatnya laju respirasi akan menyebabkan perombakan

senyawa seperti karbohidrat dalam buah dan menghasilkan CO2, energi, serta air

yang menguap melalui permukaan kulit buah yang menyebabkan kehilangan

bobot. Air dari hasil aktivitas respirasi akan menguap dan menyebabkan air dalam

(52)

commit to user

C. Pengaruh Konsentrasi Kitosan dan Suhu Penyimpanan

terhadap Total Gula Reduksi

Selama proses pematangan terjadi pemecahan polimer karbohidrat seperti

pati menjadi gula. Metabolisme pati mempunyai peran yang penting pada proses

pemasakan buah. Selama periode pascapanen, pati dapat diubah menjadi gula

sederhana seperti sukrosa, glukosa, dan fruktosa (Noor, 2007). Mattoo dkk. (1986)

menyatakan bahwa gula merupakan komponen yang penting untuk mendapatkan

rasa buah yang dapat diterima oleh konsumen melalui perimbangan antara gula

dan asam.

Berdasarkan hasil analisis sidik ragam (Anava), perlakuan kitosan dan

suhu penyimpanan berpengaruh secara signifikan terhadap total gula reduksi

(Tabel 7, Lampiran 3). Perlakuan kitosan dan suhu penyimpanan bertujuan untuk

mempertahanakan total gula reduksi dengan menghambat terjadinya penurunan

total gula reduksi buah selama penyimpanan sehingga mutu buah tetap bagus.

Tabel 7. Total gula reduksi buah alpukat pada variasi konsentrasi kitosan dan suhu penyimpanan (mg/100 g)

Perlakuan Lama Penyimpanan (Minggu)

(53)

commit to user

Pada minggu terakhir penyimpanan, hanya buah alpukat perlakuan

konsentrasi kitosan 3% pada suhu dingin yang masih bertahan dan menunjukkan

daya simpan yang cukup baik selama penyimpanan, sedangkan buah alpukat pada

perlakuan lainnya dalam kondisi rusak atau busuk. Total gula reduksi buah

alpukat perlakuan konsentrasi kitosan 3% pada suhu dingin bernilai 455,51

mg/100 g. Perlakuan tersebut menunjukkan nilai total gula reduksi yang masih

cukup tinggi sehingga mampu mengambat proses kerusakan buah yang

diakibatkan oleh penurunan total gula reduksi yang cukup signifikan.

Selama buah alpukat disimpan, diketahui terjadi kenaikan total gula

reduksi pada minggu ke-2 (Gambar 6). Kenaikan total gula reduksi tersebut

disebabkan karena hidrolisis pati menjadi sukrosa, glukosa, dan fruktosa dengan

kecepatan hidrolisis lebih besar dibandingkan dengan kecepatan perubahan

glukosa menjadi CO2 dan H2O serta energi sehingga dalam jaringan buah terjadi

penimbunan glukosa (Hasbi dkk., 2005). Pada minggu ke-2 ditemukan pula

fenomena penurunan total gula reduksi. Pada minggu ke-3 penurunan total gula

reduksi semakin meningkat (Gambar 6). Penurunan kadar gula reduksi buah yang

terjadi diduga karena laju respirasi lanjutan yang merupakan pemecahan gula

reduksi menjadi asam piruvat dan selanjutnya menghasilkan CO2 dan H2O (Wills

et al., 1998, Baldwin, 1994). Fenomena peningkatan dan penurunan gula reduksi

yang terjadi pada buah alpukat sesuai dengan pendapat Kays (1991) dan Wills et

al. (1998) yang menyatakan bahwa kecenderungan yang umum terjadi pada buah

selama penyimpanan adalah terjadi kenaikan kandungan gula yang kemudian

(54)

commit to user

Gambar 6. Total gula reduksi buah alpukat pada variasi konsentrasi kitosan dan suhu penyimpanan

Penelitian Jayaputra dan Nurrachman (2005) pada buah mangga juga

menunjukkan fenomena peningkatan dan penurunan gula reduksi. Pola perubahan

kadar gula reduksi buah mangga yaitu terjadi peningkatan dari hari ke-5 hingga

15. Peningkatan kadar gula reduksi ini diduga karena proses hidrolisa pati menjadi

gula-gula sederhana (glukosa dan fruktosa) dengan bantuan enzim-enzim yaitu

enzim amilase, fosforilase, dan invertase yang terdapat di dalam buah. Namun

hari ke-15 HSP, bahan atau substrat respirasi yang berupa pati sudah mulai

berkurang sehingga sebagai akibatnya kecepatan respirasi berkurang. Selain itu

gula yang telah ada juga digunakan untuk proses metabolisme.

Semakin lama penyimpanan, maka kadar gula semakin meningkat. Hal ini

disebabkan karena selama proses pematangan terjadi perombakan pati menjadi

gula. Dengan penghambatan kematangan buah (dalam hal ini menggunakan

Gambar

Gambar 17. Perlakuan kitosan dan suhu ruang pada minggu ke-1 ............. 81
Gambar 1. Morfologi Persea americana Mill. (Prihatman, 2000)
Tabel 1. Kandungan gizi tiap 100 g buah alpukat segar
Gambar 2. Struktur kimia kitosan (Harianingsih, 2010)
+7

Referensi

Dokumen terkait

Hipotesis penelitian ini adalah adanya pengaruh pelapisan kitosan terhadap daya simpan buah pisang ambon dan terdapat konsentrasi kitosan yang optimal sebagai

Dalam penelitian ini, dilakukan beberapa perbaikan terhadap penanganan buah alpukat yaitu perancangan kemasan karton buah alpukat dengan penambahan lubang ventilasi, layer

pematangan buah alpukat, kecuali pada uji tekstur hari ke- 9 tidak terjadi interaksi antara lama perendaman dengan konsentrasi larutan

Berdasarkan hasil skrining fitokimia, senyawa- senyawa metabolit sekunder yang terdapat pada biji buah alpukat A segar dan kering, serta biji buah alpukat B segar

Hasil penelusuran literatur diketahui bahwa biji alpukat yang merupakan buangan pada buah alpukat (Persea Americana Mill) ternyata memiliki kandungan nutrisi yang

Pada bolu tepung buah alpukat A1 berwarna coklat muda, memiliki aroma hampir sama dengan bolu tepung buah alpukat, memiliki tekstur yang lembut, dan memiliki rasa hampir

Secara umum, perlakuan terbaik dalam memperpanjang masa simpan serta mempertahankan mutu buah pepaya ‘California’ adalah perlakuan K 0 W 1 (kitosan 0% dan plastic wrapping)

Tabel 1 Hasil skrining fitokimia ekstrak Kulit Buah alpukat P.americana Mill Berdasarkan hasil skrining fitokimia dari ekstrak kulit buah alpukat yang diambil kawangkoan mengandung