• Tidak ada hasil yang ditemukan

310493134 DEBAT KARAKTER BANGSA. docx

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "310493134 DEBAT KARAKTER BANGSA. docx"

Copied!
16
0
0

Teks penuh

(1)

DEBAT KARAKTER BANGSA

Banyak sekali tayangan kekerasan yang menimbulkan banyak masalah terhadap prilaku anak bangsa

untuk kedepanya dan akan membuat anak bangsa yang menjadi penerus indonesia nantinya hancur dan

selalu membuat masalah untuk negaranya sendiri, tapi bagaimanakah cara mengatasinya ?? walaupun

sudah ada Undang-undang yang menjelaskan tentang tayangan kekerasan, tapi undang-undang itu

masih belum bisa diterapkan, karena sulitnya menerapkan undang-undang tersebut di indonesia,

semakin maraknya filmfilm mancanegara maupun dalam negeri membuat sulitnya indonesia dalam

menerapkan undang-undang tersebut, lalu bagaimanakah cara mengatasinya , berikut kita simak dalam

debat berikut ini “

A : banyak kekrasan yang ditayangkan di televisi dan jiikalau terus dibiarkan, itu akan sangat merusak

karakter bangsa untuk kedepanya

1 : Merusak karakter ????? Saya pikir tidak

2 : Iya betul. . tayangan kekerasan justru akan membawa seseorang yang menontonnya terbawa

kedalam kehidupan nyata , dan itu malah lebih bagus

B : Justru itu yang tidak boleh dibiarkan, jikalau sudah terbawa dalam kehidupan nyata. Cara

menanggulanginyapun sulit bahkan akan lebih parah

C : Dan hal itu akan menimbulkan dampak besar bagi bangsa kita ,

3 : Dampak besar seperti apa maksudnya ??

A : Sekarang banyak sekali tindakan kriminal yang dilakukan di masyaraat , dan saya rasa itu karena

mereka sering menonton hal seperti itu

2 : Saya pikir itu bkan karena tayangan kekerasan , karena walaupun orang tersebut tidak menonton

tayangan tersebut kalau orang yang sudah memiliki jiwa keras pasti di akan melakukanya

1 : Setiap orang pasti memiliki karakter yang buruk, tapi karakter itu tidak akan selalu datang ketika

orang tersebut tidak memiliki tekanan

B : Dan tayangan itulah yang menyebabkan tekanan sehingga karakter buruk dari seseorang itu

muncul

3 : Saya rasa itu tidak menimbulkan tekanan, justru tayangan yang dia tonton itu yang memang dia

sukai,jadi dia akan mersa lebih senang melihat itu, bukan tertekan

C : tapikan sekarang itu sudah banyak kriminal-kriminal yang menggunakan media tayangan televisi

untuk mengetahui suatu tekhnik dalam melaksanakan tgasnya sebagai seorang kriminal

1 : kalau itu namanya bukan merusak karakter, tapi dia memang karakternya sudah rusak dari dulu

2 : orang yang melakukan kriminal itu memang dari dulunya sudah memiliki tekanan yang berat yang

mebuat dirinya itu keluar dari diri yang sebenarnya dari orang tersebut

3 : dan di televisi juga saya belum pernah mendengar ada seorang kriminal dengan alasan dulunya itu

sering menonton tayangan kekerasan

A : Ingatya, Karakter yang rusak itu bukanlah hanya orang yang selalu malakukan tindakan kriminal

atau semacamnya , tapi orang yang bolos sekolah,tidak mengerjakan PR itu juga termasuk karakter

yang buruk

B : Dan itu lebih disebabkan karena orang ersebut sering mnonton tayang di TV dan mempraktekkanya

dalam dunia nyata

C : sehingga kali ini di buku-buku LKS juga disebutakan Pendidkan karakter, dan itu tujuanya untuk

mengurangi masalah tersebut yang disebabkan karena alasan yang tadi

1 : Tapi sekrang TV sudah diamana-man bahkan setiap rumah skarang sudah pasti memliki TV

2 : Dan setiap siswa pasti akan menontonya, bahkan tayangan kekerasan , pasti sudah biasa , karena

jaman sekarang acara tv itu kebanyakan yang seperti itu

3 : Tapi tidak semua siswa yang ada di kelas itu memilik karakter yang buruk

A : karena orang tidak akan berubah sifatnya dengan seketika , setelah orang itu nonton, sifatnya

langsung berubah ,, tidak mungkin

1 : Berarti perusakan watak sesorang bukanlah karena tayangan di Tvdong

B : Orang yang baik akan berubah karakternya tida akan seketika,

2 : lalu bagaimana dengan orang yang memilik watak yang buruk disekolahnya,

C : itu karena orang tersebut memang dari dulunya gitu, dan tayangan tv juga ikut merubahnya

3 : berarti intinya karakter buruk itu bukan karena tayangan kekrasan di tv, tapi karena memang dia it

tertekan

1 : Kalau memang tayangan kekerasan itu merusak karakter bangsa, mengapa masih belum ada

penegasan dari pemerintah,misalnya undang-undang atau semacamnya

(2)

2 : iya tapi mengapa masih belum bisa diterapkan di Indonesia

B : Bukan belm bisa tapi memang tidak ada waktu yang tepat untuk menerapkanya

3 : Iya itu karena memang tayangan kekerasan di TV itu masih belum sepenuhnya bisa merusak

karakter bangsa

C : Bukan karena itu tapi ini lebih disebabkan karena semakkin banyaknya film-film dari mancanegara

maupun dalam negeri yang menanyangkan acara tersebut, sehingga sangat sulit untuk menerapkannya

1 : lalu sampai kapan Undang-undang tersebut akan terus disimpan

A : Ya sampai waktunya tepat lah

2 : Iya sampai kapan, sampai semua pemarintah tahu, tayanga kekerasan itu bukanlah dari tayangan ??

B : Kami bukan pemerintah yang tahu segalanya tentang itu, mungkin pemerintah sedang mencari

waktu yang tepat untuk itu ya walaupun sudah begitu lama

3 : Lalu mengapa ada pernyataan tersebut ??? apabila UU masih belum bisa diterapkan

C : Kita kembali kepada yang tadi ,, timbulnya kekerasan sekarang ini dan rusaknya karakter pada

jaman ini, inilah penyebab timbulnya pernyatan tersebut.

1 : Walaupun memang sekarang banyak sekali karakter bangsa yang rusak tapi itu bukanlah

sepenuhnya akibat tayangan diTV tapi waktulah yang merubah semua itu, karena tayangan d TV itu

sepenuhnya hanyalah untuk hiburan semata ,, tapi musibah yang datang kepada semua orang itu

menyebabkan tekanan yang berat sehingga orang tersebut karakternya menjadi rusak

A : Waktu itu smentara, tapi pengalaman untuk selamanya. Memang orang yang melihat tayangan

kekerasan di tv itu tidak akan langsung merusak karakter

B : Tapi iangatan/imajinasi tayangan tersebut akan langsung melekat didalam pikiran orang tersebut

sampai kapanpun

C : Dan katika orang itu mangalami tekanan , maka imajinasi itu akan muncul dan langsung merubah

pikiranya, perlahan tapi pasti karakter jelek akan muncul dari dalam dirinya

2 : jadi intinya bukan tayangan kriminal/kekerassan di televisilah yang meruasak karakter, tapi takanan

beratlah yang bisa menimbulkan orang tersebut melakukan apapun yang dia sukai.

3 : sehingga watak buruk akan muncul dari dalam dirinya

1 : Walaupun disekolah sudah diadakan pendidikan karakter tapi itu tadak akan merubah semuanya ,

karena imajinasi kekerasan yang ditonton ketika kecil akan selalu ada dalam pikiran setiap manusia

,dimanapun dan sampai kpanpun, jadi, jangan sapai kalian tertekan

A : Jadi semuanya setuju dengan pernyataan tersebut bahwa tayangan kekrasan di telelvisi itu merusak

karakter bangsa

(3)

A. Patriotisme

Patriotisme didefinisikan sebagai paham cinta tanah air. Kita contohkan pejuang sejati pembela bangsa yang mempunyai semangat, sikap, perilaku mencintai tanah airnya, dimana ia mengorbankan segala-galanya bahkan jiwa raganya demi kemajuan dan kemakmuran bangsa dan negaranya. Patriotisme berasal dari kata "patriot" dan "isme" yang berarti sifat kepahlawanan atau jiwa pahlawan, atau "heroism" dan "patriotism" dalam bahasa Inggris. Pengorbanan ini dapat berupa pengorbanan harta benda maupun jiwa raga.

Patriotisme mengandungi konotasi etika: adalah dibayangkan bahawa 'tanah air' ini (biar bagaimana sekalipun ertinya) sendirinya adalah satu taraf moral atau niali moral. Penyataan negaraku benar atau salah - mungkin salah tafsir petikan dari pegawai tentera laut Amerika Serikat Stephen Decatur, tetapi juga dianggap dinyatakan oleh Carl Schurz - merupakan bentuk yang teramat sangat bagi kepercayaan ini. Patriotisme juga

membayangkan bahawa seseorang wajar mengutamakan kepentingan negara berbanding kepentingan diri dan kelompoknya. Ketika peperangan, mungkin nyawa diri yang perlu dikorbankan. Gugur dalam pertempuran demi tanah air merupakan contoh tipikal bagi patrotisme ekstrem.

Dapat kita simpulkan bahwa patriotism merupakan sikap sudi mengorbankan segala-galanya untuk kejayaan tanah air, bangsa, dan Negara, sedangkan ciri-cirinya sendiri adalah :

a. Cinta tanah air.

b. Rela berkorban untuk kepentingan bangsa dan negara.

c. Menempatkan persatuan, kesatuan, serta keselamatan bangsa dan negara diatas kepentingan pribadi dan golongan.

d. Berjiwa pembaharu. e. Tidak kenal menyerah.

Secara lebih konkrit perilaku yang sesuai dengan sikap dan semangat patriotisme dapat diterapkan dalam empat lingkungan,yaitu :

a. Dalam kehidupan keluarga

Mengibarkan bendera Merah Putih dihalaman rumah ketika hari besar nasional. Menjaga nama baik keluarga.

Belajar giat untuk menyongsong hari esok. b. Dalam kehidupan sekolah

Mengikuti upacara bendera dengan khidmat dan bersungguh-sungguh. Berdisiplin dalam mentaati tata tertib sekolah.

Senantiasa untuk mencapai prestasi dan menjaga nama baik sekolah.

c. Dalam kehidupan bermasyarakat

Melaksanakan upacara hari-hari besar nasional seperti hari kemerdekaan, hari sumpah pemuda, dan lain-lain. Mendahulukan kepentingan umum daripada kepentingan pribadi dan golongan.

Senantiasa bersilaturahmi dengan baik antar tetangga dengan menjaga kerukunan antar warga masyarakat. d. Dalam kehidupan berbangsa dan bernegara.

Senantiasa memelihara dan meningkatkan persatuan dan kesatuan bangsa Indonesia. Melaksanakan Pancasila dan UUD 1945 dengan benar.

Patriotisme menurut para ahli

Beberapa tokoh seperti Blank (2003) & Schmidt (2003) melalui studi mereka mendukung pendapat bahwa patriotisme tidak sama dengan nasionalisme. Nasionalisme lebih bernuansa dominasi, superioritas atas kelompok bangsa lain. Tingkat nasionalisme suatu kelompok atau bangsa, ditekankan pada adanya perasaan "lebih" atas bangsa lain .

Dibandingkan dengan nasionalisme, patriotisme lebih berbicara akan cinta dan loyalitas. Patriotisme memiliki beberapa dimensi dengan berbagai istilah, namun Staub (1997) membagi patriotisme dalam dua bagian yakni blind dan constructive patriotism (patriotisme buta dan patriotisme konstruktif). Sementara Bar-Tal (1997) menyisipkan conventional patriotism diantaranya.

Staub menyatakan patriotisme sebagai sebuah keterikatan (attachment) seseorang pada kelompoknya (suku, bangsa, partai politik, dan sebagainya). Keterikatan ini meliputi kerelaan seseorang dalam mengidentifikasikan dirinya pada suatu kelompok sosial (attachment) untuk selanjutnya menjadi loyal.

Dari rentetan sejarah pemahaman patriotisme, nampaknya patriotisme yang kemudian populer dan dikenal masyarakat luas, tidak hanya di Indonesia, namun juga di dunia ialah blind patriotism. Hal ini mendorong Staub juga Bar-tal menghimbau dalam bukunya, "Patriotism-in the lives of individuals and nations", untuk

mempopulerkan dimensi patriotisme yang semestinya lebih merasuk yaitu constructive patriotism.

Patriotisme buta didefinisikan sebagai sebuah kerikatan kepada negara dengan ciri khas tidak mempertanyakan segala sesuatu, loyal dan tidak toleran terhadap kritik. "Blind patriotism is defined as an attachment to country characterized by unquestioning positif evaluation, staunch allegiance, and intolerance of critism".(Staub: 1997). Melihat definisi tersebut, dimana patriotisme buta dengan ciri khas menuntut tidak adanya evaluasi positif dan tidak toleran terhadap kritik, mungkin akan lebih mudah dipahami jika kita ingat akan pernyataan yang pernah sangat populer: "Right or wrong is my country!". Pernyataan ini tanpa perlu dipertanyakan lagi memberikan implikasi bahwa apapun yang dilakukan kelompok (bangsa) saya, haruslah didukung sepenuhnya, terlepas dari benar atau salah. Hal ini telah disadari Bar-Tal sebagai pemicu awal totaliterisme atau chauvinisme. Sementara sejarah telah mencatat konsekuensi buruk yang dihasilkan, sebut saja Nazi-Jerman, Mussolini-Itali.

(4)

membiarkan kelompok berjalan tanpa peta, hingga bisa terpeleset dan masuk jurang.

Patriotisme konstruktif didefinisikan sebagai sebuah keterikatan kepada bangsa dan negara dengan ciri khas mendukung adanya kritik dan pertanyaan dari anggotanya terhadap berbagai kegiatan yang dilakukan / terjadi sehingga diperoleh suatu perubahan positif guna mencapai kesejahteraan bersama. "Constructive patriotism is defined as an attachment to country characterized by support for questioning and critism of current group practices that are intended to result in positive change." (Schatz, Staub, Lavine,1999). Sementara patriotisme konstruktif juga tetap menuntut kesetiaan dan kecintaan anggota (rakyat) kelompoknya (bangsa), namun tidak meninggalkan nilai-nilai kemanusiaan. Dalam pandangan ini, pemimpin tidak selamanya benar, bahkan sebutan orang tidak patriotis oleh seorang pemimpin bisa jadi berarti sebaliknya. Kritik dan evaluasi terhadap kelompok yang dicintai seseorang justru merupakan bentuk kesetiaannya. Kritik dan evaluasi ini bertujuan untuk menjaga agar kelompoknya tetap pada jalur yang benar atau positif.

Selain hal di atas, dalam patriotisme konstruktif terdapat 2 (dua) faktor penting yaitu mencintai dan menjunjung tinggi nilai-nilai kemanusiaan. Seorang yang layak disebut patriot adalah orang yang menjunjung dan mencintai kelompok baik itu kelompok partai atau bangsa atau negara, namun lebih dari itu ia juga harus menjunjung nilai-nilai kemanusiaan. Disinilah diperlukan sikap peduli yang muncul dalam kritik dan evaluasi.

Jenis Patriotisme

Patriotisme pribadi adalah berperasaan dan sukarela. Patriot mematuhi nilai-nilai patriotik tertentu, seperti menghormati bendera.

Kerajaan memupuk patriotisme rasmi yang penuh isi simbolik dan istiadatnya. Patriotisme ini adalah kepentingan logik negeri itu sendiri, yang memperoleh kesahan dari menjadi penyataan kebaikan bersama komuniti politik. Tugu negara dan Hari Bekas Perajurit dan upacara peringatan merupakan contoh-contoh tipikal bagi jenis patriotisme ini. Selalunya patriotisme rasmi diatur oleh protokol, dengan kaedah-kaedah tertentu untuk mengendali bendera, atau jaminan atau penunjukan kesetiaan tertentu.

Patriotisme banyak bergantung kepada tindakan simbolik, seperti mempamerkan bendera, menyanyi lagu kebangsaan, menyertai perhimpunan beramai-ramai, meletakkan pelekat bampar patriotik pada kenderaan, atau apa-apa cara sekalipun untuk menyatakan kesetiaan kepada negara di peringkat umum. Patriotisme simbolik ketika perang dijangka menaikkan semangat yang pula menyumbang kepada usaha perang. Patriotisme masa aman tidak boleh dikaitkan begitu mudah kepada faedah yang boleh diukur untuk negeri, namun patriot tidak merendah-rendahkannya.

Sesetengah pihak menegaskan bahawa (tidak seperti nasionalisme moden, iaitu pembentukan negara abad ke-19), authentic patriotism (seperti yang ditunjukkan perkataan bahasa Latin 'pater') mestilah berasaskan suatu bentuk genofilia dan perkongsian nenek moyang.

Tahap patriotisme berubah-ubah sepanjang masa, dan berbeza-beza di kalangan komuniti politik. Biasanya, keamatan patriotik lebih tinggi apabila negeri diancam oleh pihak luar.

Sebaliknya, tahap patriotisme yang tinggi selalu digandingkan dengan sifat suka berperang, menurut Correlates of War. Sebagai contoh, patriotisme dikatakan pada tahap tinggi oleh Correlates mengenai Jerman pra-Perang Dunia I, begitu juga bagi AS masa kini dalam World Values Survey.

B. Nasionalisme

Nasionalisme adalah satu paham yang menciptakan dan mempertahankan kedaulatan sebuah negara (dalam bahasa Inggris “nation”) dengan mewujudkan satu konsep identitas bersama untuk sekelompok manusia. Para nasionalis menganggap negara adalah berdasarkan beberapa “kebenaran politik” (political legitimacy).

Bersumber dari teori romantisme yaitu “identitas budaya” debat liberalisme yang menganggap kebenaran politik adalah sumber dari kehendak rakyat, atau gabungan kedua teori itu. Para ilmuwan politik biasanya

menumpukan penyelidikan mereka kepada nasionalisme yang ekstrem seperti nasional sosialisme, pengasingan, dan sebagainya.

Definisi menurut para ahli a. Huszer dan steveson

Nasionalisme adalah yang menentukan bangsa mempunyai rasa cinta secara alami kepada tanah airnya. b. L. Stoddard

Nasionalisme adalah suatu keadaan jiwa dan suatu kepercayaan, yang dianut oleh sejumlah besar individu sehingga mereka membentuk suatu kebangsaan. Nasionalisme adalah rasa kebersamaan segolongan sebagai suatu bangsa.

c. Hans Kohn

Nasionalisme menyatakan bahwa negara kebangsaan adalah cita-cita dan satu-satunya bentuk sah dari organisasi politik bahwa bangsa adalah sumber dari semua tenaga kebudayaan kreativ dan kesejahteraan ekonomi.

d. Hegel

Ia berpendapat bahwa kepentingan Negara didahulukan dalam hubungan Negara, masyarakat, karena ia merupakan kepentingan objektif sementara kepentingan individu adalah kepentingan subjektif. Negara adalah ideal yang diobjektifikasi, dan karenanya individu hanya dapat menjadi sesuatu yang objektif melalui

keanggotaanya dalam Negara. Beberapa Bentuk Nasionalisme

(5)

Nasionalisme kewarganegaraan (atau nasionalisme sipil) adalah sejenis nasionalisme dimana negara

memperoleh kebenaran politik dari penyertaan aktif rakyatnya, “kehendak rakyat”, “perwakilan politik”. Teori ini mula-mula dibangun oleh Jean-jacques rousseau dan menjadi bahan-bahan tulisan. Antara tulisan yang terkenal adalah buku berjudul Du Contact Sociale (atau dalam Bahasa Indonesia “mengenai kontrak sosial”).

Nasionalisme Etnis adalah sejenis nasionalisme dimana negara memperoleh kebenaran politik dari budaya asal atau etnis sebuah masyarakat. Dibangun oleh Johan Gottfried von Herder, yang memperkenalkan konsep Volk (bahasa Jerman untuk “rakyat”).

Kepada perwujudan budaya etnis yang menepati idealisme romantik kisah tradisi yang telah direka untuk konsep nasionalisme romantik. Misalnya “Grimm Bersaudara” yang dinukilkan oleh Herder merupakan koleksi kisah-kisah yang berkaitan dengan etnis Jerman.

Nasionalisme Budaya adalah sejenis nasionalisme dimana negara memperoleh kebenaran politik dari budaya bersama dan bukannya “sifat keturunan” seperti warna kulit, ras, dan sebagainya.

Nasionalisme kenegaraan ialah variasi nasionalisme kewarganegaraan, selalu digabungkan dengan nasionalisme etnis. Perasaan nasionalistik adalah kuat sehingga diberi lebih keutamaan mengatasi hak universal dan kebebasan. Kejayaan suatu negeri itu selalu kontras dan berkonflik dengan prinsip masyarakat demokrasi. Penyelenggaraan sebuah ’national state’ adalah suatu argumen yang ulung, seolah-olah membentuk kerajaan yang lebih baik dengan tersendiri. Contoh biasa adalah Nazisme, serta nasionalime Turki kontemporer, dan dalam bentuk yang lebih kecil, Fransquisme sayap kanan di Spanyol, serta sikap ’ Jacobin ’ terhadap unitaris dan golongan pemusat negeri Prancis, seperti juga nasionalisme masyarakat Belgia, yang secara ganas menentang demi mewujudkan hak kesetaraann ( equal rights ) dan lebih otonomi untuk golongan Fleming, dan nasionalis Basque atau Korsika.

Nasionalisme agama ialah sejenis nasionalisme dimana negara memperoleh legitimasi politik dari persamaan agama.

Nasionalisme merupakan sebuah penemuan sosial yang paling menakjubkan dalam perjalanan sejarah

manusia, paling tidak dalam seratus tahun terakhir. Tak ada satu pun ruang sosial di muka bumi yang lepas dari pengaruh ideologi ini. Tanpa nasionalisme, lajur sejarah manusia akan berbeda sama sekali. Berakhirnya perang dingin dan semakin merebaknya gagasan dan budaya globalisme (internasionalisme) pada dekade 1990-an hingga sekarang, khususnya dengan adanya teknologi komunikasi dan informasi yang berkembang dengan sangat akseleratif, tidak dengan serta-merta membawa lagu kematian bagi nasionalisme.

Zernatto (1944), kata nation berasal dari kata Latin natio yang berakar pada kata nascor ’saya lahir’. Selama Kekaisaran Romawi, kata natio secara peyoratif dipakai untuk mengolok-olok orang asing.

Kaca mata etnonasionalisme ini berangkat dari asumsi bahwa fenomena nasionalisme telah eksis sejak

manusia mengenal konsep kekerabatan biologis. Dalam sudut pandang ini, nasionalisme dilihat sebagai konsep yang alamiah berakar pada setiap kelompok masyarakat masa lampau yang disebut sebagai ethnie (Anthony Smith, 1986), suatu kelompok sosial yang diikat oleh atribut kultural meliputi memori kolektif, nilai, mitos, dan simbolisme.

Nasionalisme lebih merupakan sebuah fenomena budaya daripada fenomena politik karena dia berakar pada etnisitas dan budaya pramodern. Kalaupun nasionalisme bertransformasi menjadi sebuah gerakan politik, hal tersebut bersifat superfisial karena gerakan-gerakan politik nasionalis pada akhirnya dilandasi oleh motivasi budaya, khususnya ketika terjadi krisis identitas kebudayaan. Pada sudut pandang ini, gerakan politik nasionalisme adalah sarana mendapatkan kembali harga diri etnik sebagai modal dasar dalam membangun sebuah negara berdasarkan kesamaan budaya (John Hutchinson, 1987). Perspektif etnonasionalisme yang membuka wacana tentang asal-muasal nasionalisme berdasarkan hubungan kekerabatan dan kesamaan budaya. Bahwa nasionalisme adalah penemuan bangsa Eropa yang diciptakan untuk mengantisipasi

keterasingan yang merajalela dalam masyarakat modern (Elie Kedourie, 1960). Nasionalisme memiliki kapasitas memobilisasi massa melalui janji-janji kemajuan yang merupakan teleologi modernitas. Nasionalisme dibentuk oleh kematerian industrialisme yang membawa perubahan sosial dan budaya dalam masyarakat.

Nasionalismelah yang melahirkan bangsa. Nasionalisme berada di titik persinggungan antara politik, teknologi, dan transformasi sosial.

Pemahaman komprehensif tentang nasionalisme sebagai produk modernitas hanya dapat dilakukan dengan juga melihat apa yang terjadi pada masyarakat di lapisan paling bawah ketika asumsi, harapan, kebutuhan, dan kepentingan masyarakat pada umumnya terhadap ideologi nasionalisme memungkinkan ideologi tersebut meresap dan berakar secara kuat (Eric Hobsbawm, 1990).

Nasionalisme hidup dari bayangan tentang komunitas yang senantiasa hadir di pikiran setiap anggota bangsa yang menjadi referensi identitas sosial.

Imagined Communities, Anderson berargumen bahwa nasionalisme masyarakat pascakolonial di Asia dan Afrika merupakan hasil emulasi dari apa yang telah disediakan oleh sejarah nasionalisme di Eropa.

Menurut Plamenatz, nasionalisme Barat bangkit dari reaksi masyarakat yang merasakan ketidaknyamanan budaya terhadap perubahan-perubahan yang terjadi akibat kapitalisme dan industrialisme. Namun, Partha Chatterjee memecahkan dilema nasionalisme antikolonialisme ini dengan memisahkan dunia materi dan dunia spirit yang membentuk institusi dan praktik sosial masyarakat pascakolonial. Dunia materi adalah "dunia luar" meliputi ekonomi, tata negara, serta sains dan teknologi.

Dunia spirit, pada sisi lain, adalah sebuah "dunia dalam" yang membawa tanda esensial dari identitas budaya. nasionalisme masyarakat pascakolonial mengklaim kedaulatan sepenuhnya terhadap pengaruh-pengaruh dari Barat.

Dunia Spirit tidaklah statis melainkan terus mengalami transformasi karena lewat media ini masyarakat

(6)

adalah bentuk respons mereka terhadap penganaktirian dunia spirit oleh peradaban Barat.

ORIENTASI spiritualitas Timur mengilhami lahirnya konsep Pancasila yang dilontarkan oleh Soekarno kali pertama dalam rapat BPUPKI tanggal 1 Juni 1945. Dalam pidatonya, Soekarno mengklaim bahwa Pancasila bukan hasil kreasi dirinya, melainkan sebuah konsep yang berakar pada budaya masyarakat Indonesia yang terkubur selama 350 tahun masa penjajahan.

Pancasila merupakan hasil kombinasi dari gagasan pemikiran yang diimpor dari Eropa, yakni humanisme, sosialisme, nasionalisme, dikombinasikan dengan Islamisme yang berasal dari gerakan Islam modern di Timur Tengah. Apropriasi konsep-konsep Barat yang secara retoris direpresentasikan sesuatu yang berakar pada budaya lokal. Ini menjadi jelas terlihat jika kita mengamati konsep gotong-royong yang oleh Soekarno disebut sebagai inti dari Pancasila, tetapi jika ditelusuri ke belakang merupakan hasil konstruksi politik kolonialisme (John Bowen, 1986).

Nasionalisme Indonesia berakar secara "alami" pada budaya lokal tidak memiliki landasan historis yang cukup kuat. Dari sini kita bisa mengambil satu kesimpulan, yang tentunya masih dapat diperdebatkan, bahwa

Indonesia baik sebagai konsep bangsa maupun ideologi nasionalisme yang menopangnya adalah produk kolonialisme yang sepenuhnya diilhami oleh semangat modernitas di mana budaya Barat menjadi sumber inspirasi utama.

Nasionalisme sebagai imajinasi kolektif menjadi kabur dan tidak lagi memadai untuk mengamati bagaimana wacana nasionalisme beroperasi dalam relasi kekuasaan.

Nasionalisme berada dalam sebuah relasi antara negara dan masyarakat yang menyediakan kekuasaan yang begitu besar dalam mengendalikan negara (John Breuilly, 1994).

Nasionalisme tidak lagi menjadi milik publik, melainkan hak eksklusif kaum elite nasionalis yang dengan otoritas pengetahuan mendominasi wacana nasionalisme.

Nasionalisme berevolusi menjadi alat manufacturing consent untuk melegitimasi kepentingan-kepentingan ekonomi politik kelompok elite nasionalis. nasionalisme menjadi arena ekspresi sosial dan budaya masyarakat yang demokratis.

Makna Nasionalisme

Istilah nasionalisme digunakan dala rentang arti yang kita gunakan sekarang. Diantara penggunaan – penggunaan itu, yang paling penting adalah :

1. Suatu proses pembentukan, atau pertumbuhan bangsa-bangsa. 2. Suatu sentimen atau kesadaran memiliki bangsa bersangkutan. 3. Suatu bahasa dan simbolisme bangsa.

4. Suatu gerakan sosial dan politik demi bangsa bersangkutan.

5. Suatu doktrin dan/atau ideologi bangsa, baik yang umum maupun yang khusus.

Yang pertama, yaitu proses pembentukan bangsa-bangsa itu sangat umum. Proses ini sendiri mencakup serangkaian proses yang lebih khusus dan acapkali membentuk objek nasionalisme dalam pengertian lain yang lebih sempit.

Yang kedua, yaitu kesadaran atau sentimen nasional, perlu dibedakan dengan seksama dari ketiga penggunaan lainnya. Pada awal abad keenam belas agar bangsa italia bersatu melawan bangsa barhar dari utara.

Gerakan nasionalisme tidak akan dimulai dengan aksi protes, deklarasi atau perlawanan bersenjata, melainkan dengan tampilnya masyarakat sastra, riset sejarah, festival musik dan jurnai budaya.

Bahasa dan simbolisme nasionalisme layak mendapatkan perhatian lebih. dan motif- motif yang ada pun akan berulang kali mucul dihalaman-halaman buku ini.

Perlengkapan simbol-simbol nasional hanya dimaksudkan untuk mengekspresikan, mawakili, dan memperkuat batas-batas bangsa, serta menyatukan anggota- anggotanya melalui suatu citra yang sama mengenai

kenangan.

Gerakan nasionalis, tentu saja simbolisme nasional tidak dapat diceraikan dari ideologi nasionalisme, penggunaan utama dan final dari istilah tersebut, ideologi nasionalisme memberikan dorongan dan arah bagi simbol maupun gerakan.

Penerapan nasionalisme dalam kehidupan a. Lingkungan keluarga

Menanamkan semangat masa perjuangan kemerdekaan melalui cerita.

Pengadaan buku-buku cerita para pahlawan untuk membakar semangat dan menhayati jiwa kepahlawanan dari isi bacaan.

Menghayati arti bendera merah putih yang dipasang pada hari-hari nasional didepan rumah. Menghayati isi arti pejuang dalam film-film perjuangan melalui jalur komunikasi.

b. Lingkungan sekolah

Pelaksanaan upacara dengan khidmat. Penghayatan isi dan arti lagu nasional.

Penanaman jiwa, semangat perjuangan demi mempertahankan kemerdekaan melalui jalur mata pelajaran. Sikap keteladanan guru melalui sika patriotism, nasionalisme, pantang menyerah dan tabah, sabar dalam melaksanakan tugas, meskipun dihadapkan dengan berbagai hambatan dan tantangan.

c. Lingkungan masyarakat

Upaya bela Negara, dengan melalui kegiatan siskamling. Penanggulangan bencana alam.

(7)

Sikap mementingkan diri sendiri. b. EKSRIMISME

Sikap keras mempertahankan pendirian dgn menghalalkan segala cara untuk mencapai tujuan pribadi. c. TERORISME

Adalah tindakan sistematis yang bertujuan menciptakan kepanikan, keresahan dan suasana tidak aman dalam masyarakat.

d. PRIMORDIALISME

Sikap mementingkan daerah, suku, agama ,ras ,antar golongan sendiri . e. SEPARATISME

Sikap yang ingin memisahkan diri dari NKRI f. PROPINSIONALISME :

Sikap yang hanya mementingkan propinsinya sendiri dan tidak mempedulikan kepentingan propinsi lain.

Budi Pekerti

Pendidikan budi pekerti di sekolah, banyak kembali

diperbincangkan dalam pembentukan

kembali moral bangsa sehingga seolah-olah budi pekerti

merupakan solusi baru bagi pendidikan bangsa yang mulai

terdegradasi secara moral. Padahal pendidikan budi pekerti

merupakan barang lama yang diselenggarakan sampai tahun

1970-an pada masa orde lama. Akhirnya dari penghilangan

pelajaran budi pekerti ini maka timbullah berbagai kasus yang

menggambarkan degredasi moral, seperti; korupsi, kolusi dan

nepotisme – KKN serta banyak kasus lainnya.

Pemerintah melalui Dikdasmen Jakarta, pada tahun 2000 telah

menerbitkan buku I dan II yang berisi Pendidikan Budi Pekerti dan

disusul tahun 2002 Pusat Kurikulum, Balitbang Depdiknas Jakarta

juga menerbitkan seri Pendidikan Budi Pekerti untuk tingkat SD

hingga SLTA yang termuat dalam salah satu seri Kurikulum

Berbasis Kompetensi. Penerbitan buku-buku tersebut tidak

disajikan dengan cara pembelajaran yang strategis untuk

mencapai tujuan pendidikan budi pekerti.

Guna mencapai tujuan stategis maka diperlukan strategi

pengajaran serta kiat yang perlu dilaksanakan pada waktu

penyelenggaraan pendidikan budi pekerti, yang disebut dengan

Strategi Bedah Nilai. Melalui strategi Bedah Nilai ini diharapkan

memudahkan para guru mengajarkan pendidikan budi pekerti di

kelas. Pendidikan budi pekerti akan lebih konkrit, bergerak dalam

ranah afektif, serta lebih dekat dengan kehidupan peserta didik.

Buku ini menyajikan evaluasi cara melakukan evaluasi pendidikan

budi pekerti.yang.lebih.komprehensif.

I. PENDAHULUAN

(8)

Setelah lama pendidikan budi pekerti telah dihilangkan dari ranah

pendidikan nasional maka dirasakan perlu kembali untuk

mewujudkan pengajaran budi pekerti. Usaha memasukkan

pendidikan budi pekerti dalam kurikulum pendidikan diawali

dengan rintisan pengintegrasian nilai-nilai budi pekerti dalam

seluruh mata pelajaran, terutama dalam mata pelajaran Agama,

PPKn, Bahasa Indonesia serta dilaksanakan melalui kegiatan

Bimbingan Konseling (Dirjen DIKDASMEN, Depdiknas 2004)

1.2.Pengertian pendidikan budi pekerti

Pengertian pendidikan budi pekerti

Budi pekerti berasal dari kata “budi” dan “pekerti”. Budi berarti

paduan akal dan perasaan untuk menimbang baik dan buruk.

Pekerti berarti perangai, tingkah laku, akhlak. Budi pekerti,

akhlak, moral dan etika memiliki makna etimologis yang sama,

yakni adat kebiasaan, perangai dan watak. Budi pekerti, akhlak,

moral dan etika merupakan suatu ilmu yang menerangkan

tentang baik dan buruk perbuatan manusia.

Pendidikan budi pekerti adalah pendidikan jiwa. Islam telah

menyimpulkan bahwa pendidikan budi pekerti atau akhlak

merupakan jiwa pendidikan Islam.

Bilamana dikaitkan dengan pendidikan, maka kita akan

menemukan pendidikan budi pekerti dalam dua bentuk, dalam

arti luas atau konseptual dan dalam artian sempit atau

operasional. Secara konseptual, pendidikan budi pekerti sebagai

konsep pendidikan yang harus dilaksanakan di berbagai

lingkungan, sementara secara operasional adalah pendidikan

budi pekerti sebagai sebuah mata pelajaran yang diajarkan di

sekolah.

Karena

pendidikan

budi pekerti sebagai konsepsional lebih

dipentingkan dalam kajian ilmiah, maka yang kita maksud

dengan pendidikan budi pekerti sekarang adalah pendidikan budi

pekerti dalam arti sempit atau secara operasional, yakni berupa

salah satu mata pelajaran yang diajarkan di sekolah.

Pendidikan budi pekerti secara operasional diartikan sebagai

upaya untuk membekali peserta didik melalui kegiatan

bimbingan, pengajaran dan latihan selama pertumbuhan dan

perkembangan dirinya sebagai bekal bagi masa depannya, agar

memiliki hati nurani yang bersih, berperangai baik, serta menjaga

kesusilaan dalam melaksanakan kewajiban terhadap Tuhan dan

terhadap sesama makhluk sehingga terbentuk pribadi seutuhnya

yang tercermin pada perilaku berupa; ucapan, perbuatan, sikap,

pikiran, perasaan, kerja dan hasil karya berdasarkan nilai-nilai

agama serta norma dan moral luhur bangsa

(9)

Tujuan pendidikan budi pekerti meliputi:

1. Mendorong kebiasan dan perilaku peserta didik yang terpuji

dan sejalan dengan nilai-nilai universal dan tradisi budaya bangsa

yang religious

2. Menanamkan jiwa kepemimpinan dan tanggung jawab peserta

didik sebagai penerus bangsa

3. Memupuk ketegaran dan kepekaan mental peserta didik

terhadap situasi dan kondisi lingkungan yang negatif, sehingga

tidak terjerumus ke dalam perilaku yang menyimpang, baik

secara individual maupun social

4. Meningkatkan kemampuan untuk menjauhi atau menolak

sifat-sifat tercela yang dapat merusak diri sendiri, orang lain dan

lingkungan.

Sedangkan fungsi pendidikan budi pekerti bagi peserta didik

meliputi:

1. Pencegahan ; Yaitu untuk mencegah perilaku negatif yang

tidak sesuai dengan ajaran agama dan budaya bangsa.

2. Penyaluran, yaitu untuk membantu peserta didik yang

memiliki bakat tertentu agar dapat berkembang dan

bermanfaat secara optimal sesuai dengan budaya bangsa.

3. Penyaring (filter), yaitu untuk menyaring budaya-budaya

bangsa sendiri dan budaya bangsa-bangsa lain, yang tidak

sesuai dengan nilai budi pekerti

4. Pembersih, yaitu membersihkan diri dari penyakit hati

seperti sombong, egois, iri, dengki, dan ria, sehingga

terhindar dari penyakit hati itu dan mereka tumbuh dan

berkembang sesuai ajaran agama dan budaya bangsa.

A. Perbaikan, yaitu memperbaiki kesalahan, kekurangan

dan kelemahan peserta didik dalam perilaku sehari-hari.

B.

Pengembangan, yaitu untuk meningkatkan perilaku

yang baik bagi peserta didik yang telah tertanam dalam

lingkungan keluarga dan masyarakat, sehingga mereka

dapat mengembangkan kecerdasan spritual, emosional,

dan intelektualnya secara optimal

1.4 Pendekatan Penanaman Nilai

Dalam rangka meningkatkan keberhasilan pendidikan budi

(10)

1. Pendekatan Penanaman Nilai

Pendekatan ini mengusahakan agar peserta didik mengenal dan

menerima nilai sebagai milik mereka dan bertanggung jawab

atas keputusan yang diambil melalui tahapan : (1) mengenal

pilihan (2) menilai pilihan, (3) menentukan pendirian, dan (4)

menerapkan nilai sesuai dengan keyakinan diri. Cara yang dapat

digunakan pada pendekatan ini antara lain: keteladanan,

penguatan positif dan negatif, simulasi dan bermain peran.

2. Pendekatan Perkembangan Moral Kognitif

Pendekatan ini menekankan pada berbagai tingkatan dari

pemikiran moral. Guru dapat mengarahkan peserta didik dalam

menerapkan proses pemikiran moral melalui diskusi masalah

moral sehingga peserta didik dapat membuat keputusan tentang

pendapat moralnya. Mereka akan menggambarkan tingkat yang

lebih tinggi dalam pemikiran moral, yaitu (1) takut hukuman, (2)

melayani kehendak sendiri, (3) menuruti peranan yang

diharapkan, (4) menuruti dan mentaati otoritas, (5) berbuat untuk

kebaikan orang banyak, (6) bertindak sesuai dengan prinsip etika

yang universal

Cara yang dapat digunakan dalam penerapan budi pekerti

dengan pendekatan ini antara lain melakukan diskusi kelompok

dengan topik dilema moral, baik yang faktual maupun yang

abstrak (hipoteka)

3. Pendekatan Analisis

Pendekatan ini menekankan agar peserta didik dapat

menggunakan kemampuan berfikir logis dan ilmiah dalam

menganalisis masalah sosial yang berhubungan dengan nilai

tertentu. Selain itu, peserta didik dalam menggunakan proses

berfikir rasional dan analitik dapat menghubung-hubungkan dan

merumuskan konsep tentang nilai mereka sendiri. Cara yang

dapat digunakan dalam pendekatan ini antara lain, diskusi

terarah yang menuntut argumentasi, penegasan bukti,

penegasan prinsip, analisis terhadap kasus, debat dan penelitian.

4. Pendekatan Klarifikasi Nilai

Pendekatan ini bertujuan untuk menumbuhkan kesadaran dan

mengembangkan kemampuan peserta didik untuk

mengidentifikasi nilai-nilai mereka sendiri dan nilai orang lain.

Selain itu pendekatan ini juga membantu peserta didik untuk

mampu mengkomunikasikan secara jujur dan terbuka tentang

nilai-nilai mereka sendiri kepada orang lain dan membantu

(11)

dan emosional menilai perasaan, nilai, dan tingkah laku mereka

sendiri.

5. Pendekatan Pembelajaran Berbuat

Pendekatan ini bertujuan untuk mengembangkan kemampuan

peserta didik seperti pada pendekatan analisis dan klarifikasi

nilai. Selain itu, pendekatan ini dimaksudkan untuk

mengembangkan kemampuan peserta didik dalam melakukan

kegiatan sosial serta menolong peserta didik untuk melihat diri

sendiri sebagai makhluk yang senantiasa berinteraksi dalam

kehidupan masyarakat.

Cara yang dapat digunakan dalam pendekatan ini, selain

cara-cara pada pendekatan analisis dan klarifikasi nilai, adalah metode

proyek/ kegiatan sekolah, hubungan antar pribadi, praktek hidup

bermasyarakat dan berorganisasi.

1.5.Prinsip Pendukung

1. Cara mempertahankan sikap yg baik

2. Beberapa cara yang dapat dilakukan guru untuk

mempertahankan sikap dan perilaku peserta didik yang

sudah baik adalah sbb:

3. Menciptakan suasana belajar yang aman, tenang dan

menyenangkan bagi peserta didik dengan membina

hubungan baik antara guru dengan peserta didik,

berkomunikasi terbuka, sehingga tidak ada perasaan

tertekan dan takut kepada guru.

Memberikan hadiah atau penghargaan,Hadiah atau penghargaan

dapat berupa:

1. Pujian berupa kata-kata atau kalimat yang diucapkan guru

setelah melihat sikap / perilaku peserta didik yang baik,

seperti kata bagus. Contohnya “pekerjaanmu hari ini bagus”.

Ucapan “selamat”.

2. Pujian dalam bentuk mimik atau gerakan anggota badan

yang memberikan kesan kepada peserta didik, misalnya

anggukkan kepala, memberi acungan jempol, senyum dan

lain-lain

3. Benda sederhana seperti permen, pensil, buku, atau lainnya

yang bermanfaat

2. Cara mencegah sikap dan perbuatan yang tidak baik.

Beberapa cara yang dapat dilakukan guru untuk mencegah

perbuatan peserta didik yang tidak baik, antara lain;

(12)

b. Menanamkan rasa berani mengakui kesalahan sendiri dan

meminta maaf serta tidak mengulanginya

c. Memberikan sanksi kepada yang melanggar aturan sekolah

d. Memberikan pengertian mengenai nilai-nilai budi pekerti

melalui cerita-cerita

e…Menghidari respon penguatan negative

f. Memperdengarkan nilai-nilai budi pekerti kepada peserta didik

setiap saat atau memasang slogan-slogan di tempat–tempat

terbuka seperti “Bersih itu sehat”, “Kebersihan cermin

kepribadian”, “sudah rapikah saya”.

1.7 Rambu-rambu Penerapan

Dalam penerapan pendidikan budi pekerti, guru perlu

memperhatikan rambu-rambu sebagai berikut;

1. Penerapan budi pekerti tidak hanya pada ranah kognitif saja,

melainkan harus berdampak positif terhadap sikap dan

perilaku peserta didik dalam kehidupan sehari-hari.

2. Rumuskan tujuan yang mengacu kepada penerapan perilaku

dasar yang telah ditetapkan secara rinci dan jelas.

Pencapaian tujuan penerapan akan lebih mudah dilaksanakan

guru karena perilaku dasar tersebut diterjemahkan dalam

indikator-indikator sebagai ukuran perilaku dasar budi pekerti

3. Penerapan nilai-nilai budi pekerti dikembangkan sesuai

dengan kondisi dan perkembangan masyarakat dan

fakta-fakta yang dihadapi peserta didik.

4. Untuk keberhasilan pendidikan budi pekerti ini semua pihak

(guru, orang tua, kepala sekolah, tenaga administrasi) harus

berperan aktif mengembangkan nilai-nilai budi pekerti

sehingga nilai-nilai budi pekerti itu menjadi budaya pada

sekolah ybs.

5. Orang tua sebagai pemberi suri teladan, bekerja sama

dengan sekolah untuk membimbing peserta didik dan

konsisten dalam menjalankan pendidikan budi pekerti di

rumah

6. Sekolah menciptakan suasana yang kondusif bagi

terlaksananya penerapan pendidikan budi pekerti dan

seluruh unsur sekolah memberi teladan

1.8 Nilai Pendidikan Budi Pekerti

(13)

1. Menyakini adanya TYME & mentaati ajaranNya Yaitu sikap

dan perilaku yang mencerminkan keyakinan dan kepercayaan

terhadap Tuhan YME

2. Mentaati ajaran agama Yaitu sikap dan perilaku yang

mencerminkan kepatuhan, tidak ingkar, dan taat

menjalankan perintah dan menghindari larangan agama

3. Memiliki dan mengembangkan sikap toleransi Yaitu sikap

dan perilaku yang mencerminkan toleransi dan penghargaan

terhadap pendapat, gagasan, tingkah laku orang lain, baik

yang sepandapat maupun yang tidak sependapat dengan

dirinya.

4. Menumbuhkan kejujuran Yaitu sikap dan perilaku untuk

bertindak dengan sesungguhnya dan apa adanya, tidak

sombong, tidak dibuat-buat, tidak ditambah atau tidak

dikurangi, dan tidak menyembunyikan informasi.

5. Tumbuhnya disiplin diri Yaitu sikap dan perilaku sebagai

cerminan dari ketaatan kepatuhan, ketertiban, kesetiaan,

ketelitian, dan keteraturan perilaku seseorang terhadap

norma dan aturan yang berlaku

6. Memiliki rasa malu Yaitu sikap dan perilaku yang

menunjukan tidak enak hati, hina, rendah karena berbuat

sesuatu yang tidak sesuai dengan hati nurani, norma dan

aturan

7. Memiliki rasa tanggungjawab Yaitu sikap dan perilaku

seseorang untuk melaksanakan tugas dan kewajibannya

yang seharusnya ia lakukan terhadap diri sendiri, masyarakat

lingkungan (alam sosial) negara dan Tuhan YME

8. Memiliki rasa keterbukaan Yaitu sikap dan perilaku

seseorang yang mencerminkan adanya keterusterangan

terhadap apa yang dipikirkan, diinginkan, diketahui dan

kesediaaan menerima saran serta kritik orang lain

9. Mampu mengendalikan diri Yaitu kemampuan seseorang

untuk dapat mengatur dirinya sendiri berkenaan dengan

kemampuan, nafsu, ambisi, keinginan, dalam memenuhi rasa

kepuasan dan kebutuhan hidupnya.

10.

Mampu berfikir positif Adalah sikap & perilaku

seseorang untuk dapat berfikir jernih, tidak buruk sangka,

mendahulukan sisi positif dari suatu masalah.

11.

Mengembangkan potensi diri Yaitu sikap dan perilaku

seseorang untuk dapat membuat keputusan sesuai dengan

kemampuannya, mengenal bakat, minat, dan prestasi serta

sadar akan keunikan dirinya sehingga dapat mewujudkan

potensi dirinya sebenarnya.

(14)

tanggung jawab dan pengorbanan terhadap orang yang

dicintai dan dikasihi.

13.

Memiliki kebersamaan dan gotong royong Yaitu sikap

dan perilaku seseorang yang mencer-minkan adanya

kesadaran dan kemauan untuk bersama-sama, saling

membantu, dan saling memberi tanpa pamrih

14.

Memiliki rasa kesetiakawanan Yaitu sikap dan perilaku

seseorang yang mencer- minkan kepedulian kepada orang

orang lain, keteguh- an hati, rasa setia kawan, dan rasa cinta

terrhadap orang lain dalam kelompok

15.

Saling menghormati Yaitu sikap dan perilaku untuk

menghargai dalam hubungan antar individu dan kelompok

berdasarkan norma dan tatacara yang berlaku.

16.

Memiliki tata krama dan sopan santun Yaitu sikap dan

perilaku sopan santun dalam bertindak dan bertutur kata

terhadap orang tanpa menyinggung, menyakiti serta

menghargai tata cara yang berlaku sesuai dengan norma

budaya dan adat istiadat.

17.

Mengembangkan etos kerja /belajar Yaitu sikap dan

perilaku sebagai pencerminan dari semangat, kecintaan,

kedisiplinan, kepatuhan /loyalitas, dan penerimaan terhadap

kemajuan hasil kerja /belajar

18.

Memiliki rasa menghargai diri sendiri Yaitu sikap dan

perilaku yang mencerminkan penghargaan seseorang

terhadap dirinya sendiri, dengan memahami kelebihan dan

kekurangan dirinyaNilai budi pekerti diatas merupakan nilai

minimal budi pekerti yang ditetapkan secara nasional. Untuk

menentukan muatan kurikulum pendidikan budi pekerti,

pemerintah daerah atau dinas setempat memungkinkan

untuk mengembangkannya sesuai dengan kebutuhan serta

situasi dan kondisi setempat, termasuk untuk tingkat sekolah

dasar.

III. MATERI DAN KUNCI KEGIATAN

Dalam penerapan strategi bedah nilai, guru pendidikan budi

pekerti hendaknya mamahami pendekatan yang digunakan serta

nilai-nilai dan materi pelajaran yang mesti terkomunikasiakan

dalam kegiatan belajar di kelas.

Untuk membantu guru dalam melaksanakan strategi bedah nilai

ini, maka di bawah ini disajikan pendekatan dan kata-kata kunci

dari topik sebagaimana yang disajikan dalam buku teks.

No Topik/ Materi Ceritera/Kasus Pendekatan

(15)

3. Menghormati diri & Orang Lain Memilih rumah kost

Penanaman Nilai

4. BaikSangka Dipanggil Konselor Klarifikasi Nilai

5. Kebersamaan Gotong royong menyiapkan taman Penanaman

Nilai

6. Patriotisme Kuis Siapa dia Klarifikasi Nilai

7. Tanggung Jawab Peserta didik Ibnu Kambing dan Orang gila

Penanaman Nilai

8. Kejujuran Sepeda Santai Penanaman Nilai

9. Iman dan Taqwa Lalat Cerdas Penanaman Nilai

10.

Disiplin Belajar Kelompok Sore Hari Pendk. Analisis

11.

Percaya Diri Ujian Tanpa Pengawas Klarifikasi Nilai

12.

Ramah dan Santun Kecipratan Pendk.Berbuat

13.

Kasih Sayang Ivo Eva dan Kucing Klarifikasi Nilai

14.

Tenggang Rasa Memilih Rumah Kost Klarifikasi Nilai

Hemat Uang Kaget Pendk.Berbuat

15.

Cermat Pesta Berdarah Pendk.Berbuat

16.

Keterbukaan Rapat Desa Pendk. Analisis

17.

Prospektif Ayah Siapa Pendk. Analisis

18.

Rasa Malu Acara Perpisahan Spetakuler Klarifikasi Nilai

19.

Empati Camping Keluar Kota Pend Analisis

20.

Bijaksana Utusan Lomba Baca Puisi Pendk Analisis

21.

Rasa keterikatan Perahu Penyelamatan Penanaman Nilai

pada pendekatan ini antara lain: keteladanan, penguatan

positif dan negatif, simulasi dan bermain peran.

22.

IV. KESIMPULAN

Penerapan pendidikan budi pekerti secara sistematis dan

sistemik, nilai-nilai budi pekerti dapat diintegrasikan dalam

materi pembelajaran, sesuai dengan mata pelajaran Pendidikan

Agama Islam, PPKn,Bahasa dan Sastra Indonesia.

Untuk menumbuhkan nilai budi pekerti dalam diri siswa

penyampaiannya harus suasana kondusif dalam kehidupan

sehari-hari di sekolah. Guru dan staf tata usaha di sekolah harus

mampu menjadi teladan insan berbudi pekerti luhur. Sekolah

menjadi laboratorium budi pekerti. Tanggung jawab siapa

pendidikan budi pekerti? Sekolah, orangtua, masyarakat dan

pemerintahan. Itulah sebabnya, siswa, orangtua, guru,

administratur, tokoh masyarakat, dan anggota masyarakat

secara proporsional mempunyai peran, tugas, dan tanggung

jawab dalam mengembangkan dan pelaksanaan pendidikan budi

pekerti.

Mengingat pendidikan budi pekerti baru dilaksanakan tahun

(16)

pendidikan.

Guru harus memperoleh pengentahuan tentang apa budi

pekerti dan bagaimana metode berikut sistem penilaiannya?

Setidaknya acuan itu untuk menyamakan persepsi dalam

mengelola pendidikan budi pekerti.

Teori belajar sosial berdasarkan empirisme John Locke dan

behaviorism John Watson serta BF Skiner. Teori ini menganggap

sosok manusia, “Ibarat kertas kosong di mana masyaratkat

menuliskan pengalamananya”. Masyarakat atau lingkungannya

sangat multidimenional keluarga di dalamnya. Selain itu, ras,

institusi, suku, adat istiadat ikut mengukirnya. Baik atau buruk

ditentukan norma yang ada di lingkungan mayarakat tersebut.

Sekolah dianggap sebagai mikrokosmos mayarakat, yang

berperan sebagai otoritas moral. Teori psikoanalisis dikemukakan

Sigmund Freud berdasarkan atas pandangan sosok manusia

dikuasai dorongan irasional yang harus dikontrol. Freud

melibatkan tiga bagian, yaitu “ide” yang menunjukkan dorongan

hewani, liar, “ego” menggambarkan prinsip dan kerja realita

untuk mengukur tindakan. “Superego” menunjukkan elemen

terakhir untuk berkembang yang berfungsi sebagai agen kontrol

serta menjaga seseorang dari tindakan salah, buruk atau moral,

kemudian mengajarkan apa yang salah dan benar. Orangtua

sangat dominan membentuk superego anak menjadi amat baik.

Sekolah dalam hal ini berperan pada sekunder.

Atas dasar teori para ahli di atas, tentu budi pekerti yang akan

diterapkan di Indonesia mengacu sesuai dengan budaya bangsa.

Keluarga amat penting dalam pembentukan budi pekerti.

Selanjutnya, sekolah memberikan wawasan secara benar dan

langsung mengevaluasi pada tingkat mana budi pekerti anak

asuhnya. Nilai lebih baik bersifat kualitatif yaitu baik, cukup,

maupun kurang. Untuk menilai budi pekerti kurang harus

berhati-hati. Hal ini disebabkan karena perilaku manusia cenderung

Referensi

Dokumen terkait

Pada tugas akhir ini penulis mendapatkan hasil dari dua pengujian yaitu uji komunikasi antara robot dengan visualisasi dan uji ketepatan koordinat robot sepak bola beroda

(1) Pencerahan dan pengujian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 20 ayat (1) huruf a angka 3 merupakan kegiatan pemberian pencerahan dan pelaksanaan pengujian

LAPISAN FONDASI BAWAH Merupakan bagian perkerasan untuk menyebarkan beban roda ke tanah dasar untuk mengurangi tebal lapisan di atasnya krn material utk lapisan ini lebih

Untuk diagnosis Gangguan Cemas Menyeluruh (DSM-IV halaman 435, 300.02) ditegakkan bila terdapat kecemasan kronis yang lebih berat (berlangsung lebih dari 6 bulan;

Dari hasil penelitian dilapangan bahwa dengan adanya manajemen syariah yang ditawarkan Perusahaan Perumahan Sharinata City kepada konsumen/custemer merupakan daya tarik

digunakan oleh masyarakat tutur Jawa dalam bertutur dengan sesama masyarakat tutur Jawa. Dalam masyarakat tutur Jawa di daerah Jatibening , terdapat dua ragam bahasa

English as an International Language (EIL) context in Indonesia, case study and. narrative inquiry are chosen as methods used in

Maka dari itu, bantuan luar negeri yang diberikan China kepada Fiji pastilah memiliki peran penting terhadap pengembangan ekonomi dan social di negara tersebut.. Bantuan luar negeri