• Tidak ada hasil yang ditemukan

SEJARAH PERKEMBANGAN PERJANJIAN EKSTRADI. docx

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "SEJARAH PERKEMBANGAN PERJANJIAN EKSTRADI. docx"

Copied!
9
0
0

Teks penuh

(1)

SEJARAH PERKEMBANGAN PERJANJIAN EKSTRADISI DALAM ISLAM

A. PENDAHULUAN

Islam dengan khazanah hukum yang bersumber pada al-Quran dan as-Sunnah merupakan lapangan pengkajian ilmu yang tidak ada batasnya. Islam sebagai agama ternyata mampu memasuki semua sudut kehidupan masyarakat, baik secara individu maupun kelompok, tata pemerintahan sampai pada hubungan-hubungan antar Negara. Hubungan antar Negara menjadi sangat penting di era globalisasi seperti sekarang ini, dimana tidak ada batas lagi bagi manusia untuk melakukan komunikasi maupun aktifitas dengan dunia luar. Perkembangan teknologi yang sangat canggih memudahkan manusia dalam melakukan hal apapun, tidak dipungkiri memanfaatkan kecanggihan tersebut untuk hal yang negatif.

Dalam era globalisasi masyarakat internasional seperti sekarang ini dengan didukung oleh kemajuan teknologi, khususnya teknologi informasi, telekomunikasi, dan transportasi, timbulnya kejahatan-kejahatan yang berdimensi internasional ini akan semakin meningkat baik secara kuantitatif maupun kualitatif. Untuk mengatasinya tidaklah cukup hanya dilakukan oleh negara secara sendiri-sendiri, tetapi dibutuhkan kerjasama yang terpadu baik secara bilateral nasmaupun multilateral.

Hukum Indonesia sejak kemerdekaan telah mengatur secara umum tentang perjanjian Internasional1, Perjanjian ekstradisi adalah

salah satu perjanjian internasional yang mampu untuk menanggulangi kejahatan transnasional.2 Ekstradisi adalah penyerahan oleh suatu 1 Perjanjian internasional adalah kata sepakat antara dua atau lebih subjek hukum

internasional (negara, tahta suci, kelompok pembebasan, organisasi internasional) mengenai suatu obyek tertentu yang dirumuskan secara tertulis dengan maksud untuk membentuk hubungan hukum atau melahirkan hak dan kewajiban yang diatur oleh hukum internasional. Sumber: I Wayan Parthiana, Perjanjian Internasional, bagian 1, cet. I, (Bandung: Mandar Maju, 2002), Hal. 11.

2 Istilah "transnasional" pertama kali diperkenalkan oleh Phillip C. Jessup,

(2)

negara kepada negara yang meminta penyerahan seseorang yang disangka atau dipidana karena melakukan suatu kejahatan di luar wilayah negara yang menyerahkan dan di dalam yurisdiksi wilayah negara yang meminta penyerahan tersebut, karena berwenang untuk mengadili dan memidananya.3

Istilah ekstradisi berasal dari bahasa latin , “extradere” atau menyerahkan. Secara etimologis, kalimatekstradisi berasal dari dua suku kata, yaitu “extra” dan “tradition”; Ekstradisi artinya suatu konsep hukum yang berlawanan dengan “tradisi” yang telah berabad-abad dipraktikkan antar bangsa-bangsa. Praktik “tradisi” tersebut adalah kewajiban setiap negara untuk menjadi “asylum” (pelindung) bagi siapa saja yang memohon perlindungan, dan tradisi untuk memelihara kehormatan (hospitality)sebagai negara (tuan rumah) atas mereka yang memohon perlindungan tersebut. praktik asylum yang mendahului ekstradisi menunjukkan bahwa ekstradisi merupakan kekecualian dari asylum. Selanjutnya beliau mengatakan bahwa arti atau makna lain dari ekstradisi adalah terdapat hubungan atau keterkaitan kepentingan antara dua negara yaitu negara yang meminta ekstradisi atau requesting state party dan negara yang dimintakan ekstradisi atau requested state party.4

Akhir-akhir ini masalah ekstradisi muncul lagi ke permukaan dan ramai dibicarakan di kalangan masyarakat luas, terutama karena semakin lama semakin banyaknya pelaku kejahatan yang melarikan diri dari suatu negara ke negara lain, atau kejahatan yang menimbulkan akibat pada lebih dari satu negara, ataupun yang pelakunya lebih dari satu orang dan berada terpencar di lebih dari satu negara. Dengan perkataan lain, pelaku dan kejahatannya itu menjadi urusan dari dua negara atau lebih. Kejahatan-kejahatan semacam inilah yang disebut dengan kejahatan yang berdimensi internasional, atau kejahatan transnasional, bahkan ada pula yang menyebut kejahatan internasional.

Ketentuan yang mengatur hubungan-hubungan antar negara dalam Fiqh Siyasah, dikenal dengan istilah Siyaasah dauliyahyang

3 Pasal 1 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 1979

Tentang Ekstradisi

4 M. Cherif Bassiouni, International Extradition and World Order,

(3)

bermakna daulat, kerajaan, kekuasaan, wewenang.5 Siyaasah dauliyahjuga bermakna sebagai kekuasaan kepala negara untuk mengatur negara dalam hal hubungan internasional, masalah territorial, nasionalitas, ekstradisi, tahanan, pengasingan tawanan politik, dan pengusiran warga negara asing.6

Perjanjian ekstradisi termasuk dalam kajian Fiqih Dualy ‘Am

atau Siyasah Kharijiyah As Syar ‘iyyah yang titik berat pembicaraannya ialah sekitar hubungan antara negara dan orang-orang yang tercakup dalam hukum internasional. Hubungan ini melahirkan dua aturan hukum yaitu hukum publik internasional dan hukum perdata internasional. Hukum public internasional mengatur hubungan antara negara-negara Daar as-Salamdengan negaralain yakni Daar al-Kuffaratau antara Negara Daar as-Salamdengan warga negara dari negara lain, yang bukan termasuk dalam lapangan hukum perdata Internasional.7

Perjanjian ekstradisi antar negara yang dikenal dalam Islam, tujuannya hampir sama dengan perjanjian ekstradisi secara umum, yakni untuk menghukum pelaku tindak kejahatan yang melarikan diri keluar negeri dan bekerjasama dalam memberantas tindak kejahatan yang terjadi di masyarakat. Hal ini yang juga menjadi dasar adanya perjanjian ekstradisi dalam Siya>sah Dauliyah.8 Berarti peranan

Fiqih Siyasah dalam hal ini adalah mengatur bagaimana hubungan antar negara. Hubungan dalam hal ini berarti hubungan internasional, maksudnya adalah hubungan antara suatu negara dengan negara lainnya. Hubungan antar negara bagaimanapun tidak dapat dihindari dalam kehidupan pergaulan dunia.

Pertanyaan tentang apakah hukum Islam itu dapat diterapkan atas semua penduduk negeri yang berada di lingkungan yurisdiksi hukum daar as-Salam atau hanya atas orang Islam, atau hanya atas sebagian saja dari mereka dan tidak atas yang lain, maka apabila hanya dapat diterapkan atas perbuatan tindak pidana (jarimah) yang terjadi dalam yurisdiksi hukum darus Salam, apakah hukum Islam itu

5 Abdul Wahab, Khallaf, Politik Hukum Islam, (Yogyakarta: Tiara

Wacana, 2005), 71.

6 Abdul Wahab, Khallaf, Politik Hukum Islam, (Yogyakarta: Tiara

Wacana, 2005), 72.

7 Abdul Hamid A. AbuSulayman, Towards an Islamic Theory of

International Relations: New Directions for Methodology and Thought, (Grove St. Herndon: International Insititute of Islamic Thought, 1993), 128-129

(4)

dapat diterapkan atas semua penduduk negeri daar as-Salam ia melakukan perbuatan tindak pidana dalam lingkungan yurisdiksi hukum daar al-Kuffar. Pada asasnya hukum Islam berlaku bagi segenap penduduk negeri yang berada dalam lingkungan yurisdiksi hukum daar as-Salam meskipun bentuk dan corak pemerintahannya berlainan. Prinsip hukum Islam berlaku atas semua penduduk tanpa melihat kepadaadanya perbedaan-perbedaan agama, bahasa dan kebangsaan, maka dari itu yang bermukim dalam yurisdiksi hukum

daar as-Salam berkewajiban untuk melaksanakan hukum Islam, atas segala perbuatan pidana (jarimah), baik yang dilakukan di daar as-Salam, atau di daar al-Kuffar atas siapa saja yang melakukannya dan dimana saja.9

Ekstradisi dalam Islam disebut juga taslim al-Mujrimiin yaitu suatu poses penyerahan seseorang tertuduh atau terhukum/terpidana pelarian yang dilakukan oleh suatu negara tempat berlindung atau tujuan pelariannya kepada negara lain yang memohon pengembaliannya untuk kepentingan pelaksanaan hukum pidana yang berlaku.10 Pertimbangan utama bahwa pelarian pelaku kejahatan atau

buronan tersebut dapat diadili di tempat terjadinya tindak pidana disertai alat bukti yang akurat.

Prosedur dalam penyerahan penjahat disebutkan dalam teori

fiqh siyaasah dauliyah atau ekstradisi Islam, bahwa setiap negara

daar as-Salam dipandang sebagai wakil yang mutlak bagi daar as-Salam lainnya untuk menegakan hukum Islam. Negara-negara Islam dapat saling menyerahkan para pelanggar hukum yang kemudian lari ke daar as-Salam lainnya. Ketentuan ini berlaku bagi seorang

9 Benny Hasan, Perjanjian Ekstradisi Dalam Perspektif Fiqh Siyasah,

Fakultas Syari’ah, UIN Sunan Kalijaga, Yogyakarta, 2004.

10 Ivan Anthony Shearer, Extradition in International Law, (Manchester:

(5)

muslim zimmiy 11 maupun musta’min12dan berlaku selama pelaku

belum diadili di pengadilan Islam di negara ia berasal.13

Daar as-Salam adalah negara yang di dalamnya berlaku hukum Islam sebagai hukum perundang-undangan atau negara yang berpenduduk beragama Islam dan dapat menegakkan hukum Islam sebagai hukum perundang-undangan atau hukum positif.14 Pengertian daar al-Kuffar adalah negara yang tidak berada di bawah kekuatan umat Islam, atau negara yang tidak dapat atau tidak tampak berlakunya ketentuan-ketentuan hukum Islam, baik terhadap penduduknya yang beragama Islam maupun yang beragama lain. Bisa dikatakan negara yang tidak memberlakukan hukum Islam sebagai dasar hukum negaranya meskipun sebagian besar penduduknya beragama Islam, di sanalah letak salah satu peranan

siyaasah dauliyah dalam hubungan internasional antar kedua negara tersebut, yakni mengatur tentang prosedur penyerahan penjahat antara negara daar as-Salam dan daar al-Kuffar.15

Alasan Islam memperbolehkan adanya ekstradisi karena hukum Islam mengedepankan seorang penjahat ke hadapan hakim di tempat ia melakukan tindak kejahatannya dipandang lebih baik

11Zimmiy atau dalam pandangan al-Ghazali (w. 505 H) ahl

al-dzimmat adalah setiap ahli kitab yang telah baligh, berakal, laki-laki, mampu berperang dan membayar jizyat. Sumber: Abu Hamid al-Ghazali, Al-Wafiz fi Fiqh Al-Imam al-Syifi’I, Jilid 2, (Mesir: Muhammad Mustafa, 1318 H), 198. Unsur penting untuk menentukan status seorang zimmiy adalah non muslim, baligh, berakal, bukan budak, lakil-laki, tinggal di daar as-Salamdan mampu membayar jizyah kepada pemerintah Islam. Sumber: Muhammad Yusuf Humaidi, Perjanjian Ektradisi Perspektif Hukum Islam, (Disertasi, Program Pascasarjana UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, 2005), 146.

12 Musta’min dalam istilah fiqh adalah orang yang memasuki wilayah lain

dengan mendapatjaminan keamanan dari pemerintah setempat, baik muslim maupun harbiyun. Menurut al-Dasuki (w. 1320 H), antara musta’min dan mu’ahid mempuyai pengengertian yang saama. Mu’ahid adalah orang non muslim yang memasuki wilayah dar as-Salam dengan memperoleh jaminan dari pemerintah islam untuk tujuan tertentu karena ada perjanjian antar pemerintah untuk saling menjaga keamanan. Sumber: Syams al-Din Muhammad ibn ‘Irfah al-Dasuqi, Hasyiyat al-Dasuqi ‘ala Syarh al-Kabir, (Mesir: al-Azhariyat, 1345 H), 201.

13Amin Widodo, Fiqh Siyasah dalam Hubungan Internasional, (Yogyakarta: Tiara

Wacana, 1994), 31.

14 Muhammad Iqbal, Fiqih Siyasah, (Jakarta: Yofa Mulia Offset, 2007),

221.

15 Muhammad Iqbal, Fiqih Siyasah, (Jakarta: Yofa Mulia Offset, 2007),

(6)

daripada membawanya ke hadapan hakim bukan di tempat penjahat itu melakukan kejahatannya.16 Hal ini dinilai dapat lebih menjamin

terwujudnya proses pelaksanaan peradilan yang lancar dan baik dalam mencari keterangan yang diperlukan, selain itu hakim juga dapat menyaksikan sendiri bukti-bukti terjadinya kejahatan itu dan dapat mengamati situasi dan kondisi untuk dapat memberi bantuan untuk merekonstruksi tindak kejahatan tersebut. Berdasarkan pertimbangan tersebut maka dalam menyelesaikan hukuman atas pelaku tindak kejahatan hendaknya diserahkan kepada negara yang memiliki yurisdiksi atau kekuasaan atas pelakunya dan tempat terjadinya tindak kejahatan itu (locus delicti).17

Prosedur penyerahan penjahat selain ketentuan di atas menurut teori siyaasah dauliyah adalah tidak dibenarkan bagi penguasa negara daar as-Salamuntuk menyerahkan rakyatnya baik muslim atau zimmiyuntuk diperiksakan perkaranya di daar al-Kuffar

atas kejahatan yang dilakukannya, Penguasa daar as-Salam demikian pula tidak diperbolehkan menyerahkan rakyatnya yang bersembunyi di negara daar as-Salam lain kepada penguasa daar al-Kuffaruntuk diperiksakan perkaranya. Islam juga tidak membenarkan bagi penguasa negara daar as-Salam untuk menyerahkan muslim yang berstatus warga negara daar al-Kuffar sekalipun yang diminta oleh penguasa daaral-Kuffar. Penyerahan tidak boleh terjadi selama tidak ada perjanjian antara penguasa daar as-Salamd engan penguasa daar al-Kuffar yang sesuai dengan ketentuan hukum Internasional mengenai penyerahan warga negara masing-masing. Penyerahan harus dilakukan jika perjanjian telah terjadi antara kedua negara tersebut, terkecuali adanya syarat-syarat yang dianggap batal dan menyalahi perjanjian.18

B. PERMASALAHAN

- Bagaimanakah sejarah awal munculnya ekstradisi dalam islam?

- Bagaimanakah prinsip-prinsip ekstradisi dalam islam?

16Amin Widodo, Fiqh Siyasah dalam Hubungan Internasional

(Yogyakarta: Tiara Wacana, 1994), 31

17 Amin Widodo, Fiqh Siyasah dalam Hubungan Internasional

(Yogyakarta: Tiara Wacana, 1994), 33.

18 Amin Widodo, Fiqh Siyasah dalam Hubungan Internasional

(7)

C. PEMBAHASAN

1. Sejarah Perjanjian Ekstradisi Dalam Islam

2. Prinsip-prinsip ekstradisi dalam Islam

Prinsip-prinsip umum dalam Perjanjian Ekstradisi pada intinya telah sesuai secara substanisal dengan apa yang terdapat dalam prinsipprinsip umum yang terdapat dalam Fiqih Siyasah yaitu ingin melindungi harkat dan martabat manusia, prinsip-prinsip yang dari prinsip-prinsip umum dari Fiqih Siyasah itu diantaranya adalah :

1. Tauhid, konsep dasar dan ideologi Islam berasal dari konsep Tauhid. Tauhid adalah visualisasi hidup manusia, dimana ini menyangkut hubungan langsung antara Sang Pencipta dan ciptaan-Nya, dimana hidup seperti test dari keungulan dan nilai.

2. Keadilan (Adl), kejujuran dan keadilan diperintahkan dalam semua persetujuan, walaupun dengan musuh sekalipun. Sejak konsep keadilan menjadi asas dasar di dalam Islam, Islam memberikan tanggung jawab dan komitmen untuk kejujuran dan keadilan di dalam semua hubungan luar.19

3. Perdamaian, Saling Bantu dan Kerjasama, dimana

ini adalah syarat minimum untuk Muslim di dalam hubungan internasional.

4. Jihad (self-exertion), untuk manusia sebagai penjaga atau wakil Allah SWT di bumi, dengan sukarela menggunakan usaha sepenuhnya untuk membawa perilaku mereka yang dipandu Al-Qur’an dan Sunnah untuk umat manusia.

19 Abdul Hamid A. AbuSulayman, Towards an Islamic

(8)

5. Menghormati dan memenuhi Komitmen, asas ini adalah perluasan dari asas Tauhid, rasa tanggung jawab manusia dan keutuhan dan persamaan manusia membutuhkan pendirian kewajiban moral Muslim, baik individu maupun semuanya untuk memenuhi baik komitmen perorangan, nasioal, dan

internasional.20

Prinsip-prinsip umum yang disebutkan diatas, pada intinya banyak kesesuaian dengan prinsip-prinsip umum yang dimiliki oleh Fiqih Siyasah, seperti halnya pada asas keadilan yang dimiliki pada Fiqih Siyasah ada kesesuaian dengan asas Non bis in idem, yaitu bahwa seseorang tidak boleh diadili untuk kedua kalinya atas kejahatan yang sama. Dengan melihat asas-asas yang ada, dapat dikatakan bahwa antara prinsip-prinsip yang ada antara Fiqih Siyasah dengan prinsip-prinsip umum sebenarnya sesuai dan mengandung hal yang sama apa yang dimaksudkan dalam pembuatan perjanjian ekstradisi.

Secara substansial prinsip tersebut mengandung hal yang sama yaitu untuk melindungi harkat dan martabat manusia dalam melakukan hubungan internasional apalgi dalam melakukan perjanjian ekstradisi. Hukum Islam melangkah lebih jauh. Ia menyerukan agar seluruh umat manusia yang berlainan asal kebangsaan, warna kulit, dan agamanya, menegakkan persaudaraan kemanusiaan secara menyeluruh, sehingga humanism benar benar terwujud dalam alam kehidupan. Sesuai dengan firman Allah dalam Al-Qur’an:

Artinya:

“ Wahai manusia! Sungguh kami telah ciptakan kamu dari seorang lelaki dan seorang perempuan, kemudian Kami jadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku agar kamu saling mengenal. Sungguh, yang paling mulia di antara kamu di sisi Allah ialah orang

(9)

Referensi

Dokumen terkait

Kesadaran akan tugas serta tanggung jawab pegawai sangat diperlukan sehingga akan meningkatkan kinerja karena dalam sebuah organisasi merupakan suatu sistem yang mana satu

penghambat pertumbuhan populasi gulma eceng gondok, maka penelitian untuk mengetahui biologi kumbang tersebut setelah pelepasan di lapangan perlu dilakukan. Berdasarkan

Mengingat peran penting yang dimiliki oleh laboratorium sebagai sarana pembelajaran, maka dipandang perlu untuk dilakukan penelitian berkenaan keefektifan

Tujuan utama penelitian ini adalah mengetahui hubungan linieritas antara Produk Maillard dengan Kadar Protein Terlarut, Warna dan Derajad Ketengikan serta karakter tepung

Pajak merupakan sumber keuangan terbesar karena dipungut dari warga negara yang terdaftar sebagai wajib pajak serta semua warga negara yang merupakan wajib pajak

Continous Continous Umumnya semua objek gambar

Data in 2014-2015, based on Indonesia Population Projection 2010-2035. Data Cited From Statistical Yearbook

Penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan konsentrasi terbaik dari arang aktif yang diaktifasi dengan H 3 PO 4 dalam perbaikan sifat fisiko- kimia dan