• Tidak ada hasil yang ditemukan

KREDIT MACET DALAM HUKUM PERBANKAN

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "KREDIT MACET DALAM HUKUM PERBANKAN"

Copied!
14
0
0

Teks penuh

(1)

KREDIT MACET DALAM HUKUM PERBANKAN

Kredit yang diberikan oleh bank mengandung resiko sehingga bank dituntut kemampuan dan efektivitasnya dalam mengelola resiko kredit dan meminimalkan potensi kerugian sehingga bank wajib memperhatikan asas perkreditan yang sehat:

1. Bank tidak diperkenankan memberikan kredit tanpa surat perjanjian tertulis.

2. Bank tidak diperkenankan memberi kredit pada usaha yang dari awal telah diperhitungkan kurang sehat dan akan membawa kerugian.

3. Bank tidak diperkenankan memberikan kredit untuk pembelian saham dan modal kerja dalam rangka kegiatan jual beli saham.

4. Memberikan kredit melampaui batas maksimum pemberian kredit (legal ending limit).

Bank dalam menyalurkan dana untuk kredit harus didasarkan pada adanya suatu jaminan. Yang dimaksud jaminan dalam pemberian kredit adalah keyakinan bank atas kesanggupan debitur untuk melunasi kredit sesuai dengan yang diperjanjikan.

KREDIT BERMASALAH adalah kondisi dimana debitur mengingkari janjinya membayar bunga dan atau kredit induk yang telah jatuh tempo, sehingga terjadi keterlambatan pembayaran atau sama sekali tidak ada pembayaran.

FAKTOR-FAKTOR PENYEBAB KREDIT BERMASALAH

I. FAKTOR INTERN BANK

 Rendahnya kemampuan bank dalam melakukan analisis permohonan kredit. Misal; kredit

diberikan tanpa pendapat atau saran dari komite kredit, taksasi nilai jaminan lenih tinggi dari nilai riil, kredit diberikan kepada perusahaan yang belum berpengalaman, daftar keuangan dan dokumen pendukung yang diserahkan kepada bank adalah hasil rekayasa, serta bank tidak memperhatikan laporan pihak ketiga yang kurang mendukung permohonan debitur.

 Lemahnya sistem informasi, pengawasan,dan administrasi kredit. Dapat dilihat dari

(2)

cash-flow, status kredit, bank tidak mengawasi penggunaan kredit, komunikasi antara bank dengan debitur kurang lancar, tidak ada rencana dan jadwal yang tegas mengenai pembayaran kembali, bank tidak meminta dan menerima neraca rugi/laba, bank gagal menerapkan sistem dan prosedur tertulis mereka, bank mengabaikan cerukan debitur, serta bank tidak berhasil meninjau kondisi fasilitas produksi debitur.

 Campur tangan berlebihan. Kredit diberikan atas usul dari pihak petugas bank yang

bersahabat dengan debitur, pimpinan puncak bank terlalu dominan dalam proses pengambilan keputusan kredit.

 Lemahnya pengikatan jaminan yang kurang sempurna. Kurang sempurna dalam hal ini

maksudnya seperti penambahan kredit tanpa jaminan yang cukup, tidak dapat merealisir jaminan kredit, serta bank tidak berhasil menguasai jaminan secepatnya ketika terdapat tanda kredit yang diberikan berkembang ke arah kredit bermasalah.

PENGGOLONGAN KREDIT BERMASALAH (Berdasarkan Pasal 10 Peraturan Bank Indonesia No. 7/2/PBI/2005 tentang Penilaian Kualitas Aktiva Bank Umum)

1. LANCAR

2. DALAM PERHATIAN KHUSUS

3. KURANG LANCAR

 Terdapat tunggakan angsuran pokok dan/atau bunga yang telah melampaui 90 hari  Sering terjadi cerukan

 Frekuensi mutasi rekening relative rendah

 Terjadi pelanggaran kontrak yang telah diperjanjikan selama 90 hari  Terdapat indikasi masalah keuangan yang dihadapi debitur

 Dokumentasi pinjaman yang lemah

4. DIRAGUKAN

 Terdapat tunggakan angsuran pokok dan/atau bunga yang telah melampaui 180 hari  Terjadi cerukan yang bersifat permanen

 Terjadi wanprestasi lebih dari 180 hari  Terjadi kapitalisasi bunga

 Dokumentasi hukum yang lemah baik untuk perjanjian kredit maupun pengikatan

(3)

5. MACET

 Terdapat tunggakan angsuran pokok dan/atau bunga lebih dari 270 hari  Kerugian operasional ditutup dengan pinjaman baru

 Dari segi hukum, maupun segi pasar, jaminan tidak dapat dicairkan pada nilai wajar.

II. FAKTOR KETIDAKLAYAKAN DEBITUR

1. Debitur Perorangan

 Sumber: penghasilan

 Gangguan: kesehatan, kematian, perceraian.

2. Debitur Korporasi

 Salah urus/mismanagement, kurangnya pengetahuan dan pengalaman, dan adanya

penipuan.

III. FAKTOR EKSTERN

 Menurunnya kegiatan ekonomi  Tingginya suku bunga kredit

 Pemanfaatan iklim persaingan dunia perbankan yang tidak sehat oleh debitur yang tidak

bertanggungjawab.

 Musibah yang menimpa perusahaan debitur.

Sumber-sumber penyebab terjadinya kegagalan pengembalian kredit oleh nasabah atau penyebab terjadinya kredit bermasalah pada bank dapat dikemukakan sebagai berikut:

1. Self Dealing

Self dealing terjadi karena adanya interest tertentu dari pejabat pemberi kredit terhadap permohonan yang diajukan nasabah, berupa pemberian kredit yang tidak layak atas dasar yang kurang sehat terhadap nasabahnya dengan harapan mendapatkan kompensasi berupa pemberian imbalan dari nasabah.

(4)

Pendapatan yang diperoleh melalui kegiatan perkreditan merupakan sumber pendapatan utama sebagian besar bank sehingga ambisi ataupun nafsu yang berlebihan untuk memperoleh laba bank melalui penerimaan bunga kredit sering menimbulkan pertimbangan yang tidak sehat dalam pemberian kredit.

3. Compromise of Credit Principles

Pelanggaran prinsip-prinsip kredit oleh pimpinan bank yang menyetujui pemberian kredit yang mengandung risiko yang potensial menjadi kredit yang bermasalah.

4. Incomplete Credit Information

Terbatasnya informasi seperti data keuangan dan laporan usaha, disamping informasi lainnya seperti penggunaan kredit, perencanaan, ataupun keterangan mengenai sumber pelunasan kembali kredit.

5. Failure to Obtain or Enforce Liquidation Agreements

Sikap ragu-ragu dalam menentukan tindakan terhadap suatu kewajiban yang telah diperjanjikan, meskipun nasabah mampu dan wajib membayarnya, juga merupakan penyebab timbulnya kredit-kredit yang tidak sehat dan mengakibatkan kredit-kredit bermasalah bagi bank.

6. Complacency

Sikap memudahkan suatu masalah dalam proses kredit akan mengakibatkan terjadinya kegagalan atas pelunasan kembali kredit yang diberikan

7. Lack of Supervising

Karena kurangnya pengawasan yang efektif dan berkesinambungan setelah pemberian kredit, kondisi kredit berkembang menjadi kerugian karena nasabah tidak memenuhi kewajibannya dengan baik.

8. Technical Incompetence

(5)

pejabat kredit harus senantiasan meningkatkan pengetahuan dan kemampuan yang berkaitan dengan tugasnya dan jangan memberikan kredit kepada usaha atau sektor yang tidak dikenal dengan baik.

9. Poor Selection of Risks

 Risiko tersebut dapat dijelaskan dibawah ini:

 Pejabat kredit mampu mendeteksi kemampuan nasabah dalam membiayai usahanya,

selain yang diperoleh dari bank.

 Pejabat kredit harus mampu menghitung berapa kebutuhan nasabah yang sesungguhnya.  Pejabat kredit harus mampu menghitung nilai taksasi jaminan yang mengcover kredit

yang diberikan

 Pejabat kredit harus mampu memperhitungkan kemungkinan risiko yang dihadapi dengan

pemberian kredit dan mengetahui sumber pelunasan.

 Pejabat kredit harus mampu mendeteksi risiko pemberian kredit yang mungkin secara

kemampuan cukup baik, tetapi dari sisi moral kurang menguntungkan bagi bank.

 Pejabat kredit harus mampu mendeteksi kualitas jaminan yang akan menimbulkan

masalah di kemudian hari.

10. Overlending

Overlending adalah pemberian kredit yang besarnya melampaui batas kemampuan pelunasan kredit oleh nasabah.

11. Competition

Competition merupakan risiko persaingan yang kurang sehat antar bank yang memperebutkan nasabah yang berakibat pemberian kredit yang tidak sehat.

DAMPAK KREDIT BERMASALAH

1. Terhadap kelancaran operasi bank pemberi kredit dalam pandangan bank sentral:

 Aktiva produktif bank yang diragukan kolektibilitasnya (kewajiban PPAP=penyisihan

penghapusan aktiva produktif)

 Menurunnya profitabilitas ( ROA= Return On Asset)

 Mengurangi jumlah modal bank yang berakibat pada menurunnya persentase car dan

(6)

2. Terhadap industri perbankan

 Turunnya likuiditas, solvabilitas, dan kepercayaan masyarakat

Bank systemic risk

3. Terhadap kehidupan ekonomi dan moneter negara

 Peranan bank sebagai lembaga intermediasi tidak dapat berfungsi sehingga akan

memperkecil kesempatan peluang bisnis, proyek baru, lapangan kerja baru, dsb.

Secara operasional penanganan penyelamatan kredit bermasalah dapat ditempuh melalui beberapa cara diantaranya:

a. Penjadwalan Kembali ( rescheduling )

Perubahan syarat kredit yang menyangkut jadwal pembayaran dan atau jangka waktu termasuk masa tenggang, baik meliputi perubahan besarnya angsuran maupun tidak.

b. Persyaratan Kembali ( reconditioning )

Perubahan sebagian atau seluruh syarat-syarat kredit yang tidak terbatas pada perubahan jadwal pembayaran, jangka waktu dan atau persyaratan lainnya sepanjang tidak menyangkut perubahan maksimum saldo kredit dan konversi seluruh atau sebagian dari pinjaman menjadi penyertaan bank.

c. Penataan Kembali ( restructuring )

Perubahan syarat-syarat kredit berupa penambahan dana bank dan atau konversi seluruh atau sebagian tunggakan bunga menjadi pokok kredit baru dan atau konversi seluruh atau sebagian dari kredit menjadi penyertaan dalam perusahaan.

Penanganannya lebih banyak ditekankan melalui beberapa upaya yang lebih bersifat pemakaian kelembagaan hukum, diantaranya:

(7)

Mekanisme penanganan piutang negara oleh PUPN yaitu apabila utang negara tersebut telah diserahkan pengurusan kepadanya oleh pemerintah atau bank milik negara tersebut kemudian setelah dirundingkan oleh panitia dengan penanggung utang dan diperoleh kata sepakat tentang jumlah utang yang harus dibayar termasuk bunga uang, denda serta biaya yang bersangkutan dengan piutang ini oleh ketua panitia dan penanggung utang/penjamin utang dibuat surat pernyataan bersama yang memuat jumlah dan kewajiban penanggung utang untuk melunasinya. Pelaksanaannya dilakukan oleh ketua panitia.

b. Melalui badan peradilan

Dalam hal debitur tidak memenuhi kewajibannya, setiap kreditur dapat mengajukan gugatan untuk memperoleh keputusan pengadilan. Peradilan yang dapat menangani kredit bermasalah yaitu peradilan umum melalui gugatan perdata dan peradilan niaga melalui gugatan kepailitan.Apabila sudah ditetapkan keputusan pengadilan yang kemudian mempunyai kekuatan hukum untuk dilaksanakan atas dasar perintah dan dengan pimpinan ketua pengadilan negeri yang memeriksa gugatannya pada tingkat pertama, menurut ketentuan-ketentuan HIR pasal 195 dan selanjutnya. Atas perintah ketua pengadilan ketua pengadilan tersebut dilakukanlah penyitaan harta kekayaan debitur, untuk kemudian dilelang dengan perantara kantor lelang. Dari hasil pelelangan itu kreditur memperoleh pelunasan piutangnya.

c. Melalui arbitrase atau Badan Alternatif Penyelesaian Sengketa

Dilakukan melalui lembaga arbitrase, yaitu suatu badan yang dipilih oleh para pihak yang bersengketa untuk memberikan putusan mengenai sengketa tertentu. Para pihak dapat memilih arbiter yang menurut keyakinannya mempunyai pengetahuan, pengalaman, serta latar belakang yang cukup mengenai masalah yang disengketakan, jujur dan adil, para pihak dapat menentukan pilihan hukum untuk menyelesaikan masalahnya, serta proses dan tempat penyelenggaraan arbitrase, serta putusan arbitrase.

d. Melalui Badan Penyehatan Perbankan Nasional

(8)
(9)

KASUS KREDIT MACET ANTARA BANK UOB BUANA DENGAN CV DELIMA JAYA Perusahaan industri karoseri kendaraan bermotor itu dimohonkan pailit oleh PT Bank UOB Indonesia Tbk lantaran berutang sebesar Rp42,349 miliar. Majelis hakim Pengadilan Niaga Jakarta Pusat telah menggelar persidangan perkara No. 46/Pailit/2009/PN.NIAGA.JKT.PST itu Rabu (26/8/2009).

UOB Indonesia juga menyasar Wiyanta selaku termohon II pailit. Wiyanta merupakan pengurus sekaligus perjamin pribadi utang CV Delima Jaya. Hal itu tertuang dalam akta jaminan pribadi No. 44. Akta jaminan menentukan Wiyanta membayar utang CV Delima Jaya seketika dan sekaligus kepada UOB Indonesia tanpa syarat.

Hubungan hukum UOB Indonesia dan CV Delima Jaya dimulai ketika penandatanganan akta perjanjian kredit dan pemberian jaminan No. 41 pada 31 Oktober 2007. Akta itu kemudian diamandemen pada 19 September 2008 dan dibuat di bawah tangan. Untuk menjamin pelunasan utang, para termohon memberikan jaminan berupa empat sertifikat hak tanggungan, dua sertifikat jaminan fidusia dan jaminan pribadi atas nama Wiyanta. Dalam gugatan tak disebut berapa jumlah kredit yang diberikan.

Dalam perjalanannya, kredit CV Delima Jaya mulai macet pada 6 Januari 2009. UOB Indonesia lalu memberitahukan seluruh fasilitas kredit CV Delima Jaya berakhir pada 30 Juni 2009. CV Delima Jaya wajib melunasi utangnya 15 hari setelah 30 Juni 2009. Pengakhiran kredit sepihak itu ditentukan dalam perjanjian kredit, dimana UOB Indonesia berhak membatalkan tanpa syarat fasilitas kredit CV Delima Jaya bila pembayaran kredit tak lancar.

Hingga lewat jatuh tempo pada 15 Juli 2009, CV Delima Jaya tak jua melunasi utangnya. Pada 22 Juli 2009, UOB Indonesia kembali mengirimkan surat permintaan pelunasan utang sebesar Rp41,871 miliar. Paling lambat harus dibayar pada 30 Juli 2009. Namun hingga permohonan pailit diajukan, CV Delima Jaya masih menunggak utang pada UOB Indonesia. Hingga 3 Agustus 2009, utang CV Delima Jaya diperhitungkan sebesar Rp42,349 miliar.

(10)

terbukti. Yakni, adanya utang yang jatuh tempo dan dapat ditagih, serta terdapat dua kreditur atau lebih.

(11)

ANALISIS

Untuk menyelesaikan kredit bermasalah itu dapat ditempuh dua cara yaitu penyelamatan kredit dan penyelesaian kredit. Yang dimaksud dengan penyelamatan kredit adalah suatu langkah penyelesaian kredit bermasalah melalui perundingan kembali antara bank sebagai kreditor dan nasabah peminjam sebagai debitor, sedangkan penyelesaian kredit lainnya adalah langkah penyelesaian kredit bermasalah melalui lembaga hukum. Yang dimaksud dengan lembaga hukum dalam hal ini adalah Panitia Urusan Piutang Negara (PUPN) dan Direktorat Jendral Piutang dan Lelang Negara (DJPLN), melalui Badan Peradilan, dan melalui Arbitrase atau Badan Alternatif Penyelesaian sengketa. Mengenai penyelamatan kredit bermasalah dapat dilakukan dengan berpedoman kepada Surat Edaran Bank Indonesia No. 26/4/BPPP tanggal 29 Mei 1993 yang pada prinsipnya mengatur penyelamatan kredit bermasalah sebelum diselesaikan melalui lembaga hukum adalah melalui alternatif penanganan secara penjadwalan kembali (rescheduling), persyaratan kembali (reconditioning), dan penataan kembali (restructuring). Dalam surat edaran tersebut yang dimaksud dengan penyelamatan kredit bermasalah melalui rescheduling, reconditioning, dan restructuring adalah sebagai berikut:

Melalui rescheduling (penjadwalan kembali), yaitu suatu upaya hukum untuk melakukan perubahan terhadap beberapa syarat perjanjian kredit yang berkenaan dengan jadwal pembayaran kembali/ jangka waktu kredit termasuk tenggang (grace priod), termasuk perubahan jumlah angsuran. Bila perlu dengan penambahan kredit.

Melalui reconditioning (persyaratan kembali), yaitu melakukan perubahan atas sebagian atau seluruh persyaratan perjanjian, yang tidak terbatas hanya kepada perubahan jadwal angsuran, atau jangka waktu kredit saja. Tetapi perubahan kredit tersebut tanpa memberikan tambahan kredit atau tanpa melakukan konversi atas seluruh atau sebagian dari kredit menjadi equity perusahaan.

(12)

Sedangkan mengenai penyelesaian kredit bermasalah dapat dikatakan merupakan langkah terakhir yang dapat dilakukan setelah langkah-langkah penyelamatan sebagaimana diatur dalam Surat Edaran Bank Indonesia No. 26/4/BPPP yang berupa restrukturisasi tidak efektif lagi. Dikatakan sebagai langkah terakhir karena penyelesaian kredit bermasalah melalui lembaga hukum memang memerlukan waktu yang relatif lama, dan bila melalui badan peradilan maka kepastian hukumnya baru ada setelah putusan pengadilan itu memperoleh kekuatan hukum tetap.

Mengingat penyelesaian melalui badan peradilan itu membutuhkan waktu yang relatif lama, maka penyelesaian kredit bermasalah itu dapat pula melalui lembaga-lembaga lain yang kompeten dalam membantu menyelesaikan kredit bermasalah. Kehadiran lembaga-lembaga lain itu dimaksudkan dapat mewakili kepentingan kreditor dan debitor dalam menangani kredit macet.

Sarana hukum yang dapat dipergunakan untuk mempercepat penyelesaiaan masalah kredit macet perbankan yaitu menurut pasal 1178 ayat (2) KUH Perdata Kreditur pemegang Hipotik pertama (sekarang dikenal dengan Pemegang Hak Tanggungan sesuai dengan Undang-Undang No.4 Tahun 1996 Tentang Hak Tanggungan) dapat diberi kuasa untuk menjual barang agunan dimuka umum untuk melunasi hutang pokok atau bunga yang tidak dibayar oleh debitur sebagaimana mestinya. Dengan demikian pelaksanaannya tidak memerlukan fiat/persetujuan Ketuan Pengadilan Negeri atau proses penyitaan serta tidak memerlukan adanya grosse akte. Namun pelaksanaan pasal dimaksud harus dilakukan dengan memperhatikan pasal 1211 KUH Perdata yaitu melalui Kantor Lelang Negara sekarang Kantor Pelayanan Kekayaan Negara dan Lelang (KPKNL).

(13)
(14)

KESIMPULAN

Penanganan kredit bermasalah sebelum diselesaikan secara yudisial dilakukan melalui penjadwalan (rescheduling), persyaratan (reconditioning), dan penataan kembali (restru cturing). Penanganan dapat melalui salah satu cara ataupun gabungan dari ketiga cara tersebut. Setelah ditempuh dengan cara tersebut dan tetap tidak ada kemajuan penanganan, selanjutnya diselesaikan secara yudisial melalui jalur pengadilan, pengadilan Niaga, melalui PUPN, dan melalui Lembaga Paksa Badan

Sarana hukum yang dapat dipergunakan untuk mempercepat penyelesaiaan masalah kredit macet perbankan melalui pelaksanaan pasal 1178 ayat (2) KUH Perdata Kreditur Pemegang Hak Tanggungan Pertama dapat diberi kuasa untuk menjual barang agunan dimuka umum untuk melunasi hutang pokok atau bunga yang tidak dibayar oleh debitur sebagaimana mestinya, dan dengan cara pemegang grosse akte dapat mengajukan permohonan kepada Ketua Pengadilan Negeri setempat selain itu perlu dibentuk undang undang khusus tentang penanggulangan kredit macet baik dari segi hukum substantif, pengawasan preventif ataupun segi prosedural atau segi represif lainnya.

Referensi

Dokumen terkait

Karena tujuannya memperbaiki atau mengubah sifat dan karakteristik tertentu dari beton atau mortar yang akan dihasilkan, maka kecenderungan perubahan komposisi

kurikulum dilihat dari kompetensi matematis yang dikembangkan Menjelaskan bagian- bagian kurikulum matematika khususnya yang potensial menimbulkan masalah dalam

[r]

Penggabungan turbin overshot dengan turbin savonius tipe L mampu mengkonversi energi air dan angin secara bersamaan sehingga menghasilkan output tegangan yang

Pendekatan yang digunakan adalah penelitian kuantitatif dengan analisis regresi data panel fixed- effect model (FEM). Hasil uji-t dalam penelitian ini menunjukkan

Lebih lanjut berdasarkan hasil wawancara dengan AG yang juga merupakan salah satu subjek dalam penelitian ini tanggal 13 September 2014 mengatakan pacar subjek

Simpulan dari penelitian ini adalah bahwa penyimpanan entres jati pada media pelepah pisang ambon selama enam hari akan mampu mempertahankan persentase keberhasilan okulasi

Berdasarkan identifikasi Coccinellidae predator pada ekosistem perkebunan ditemukan sebanyak 7 spesies Coccinellidae predator yang terdiri atas 91 individu dengan kondisi daerah