• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pandangan Siswa terhadap Internalisasi Nilai Tauhidmelalui Materi Termokimia

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "Pandangan Siswa terhadap Internalisasi Nilai Tauhidmelalui Materi Termokimia"

Copied!
8
0
0

Teks penuh

(1)

Pandangan Siswa terhadap Internalisasi Nilai Tauhidmelalui

Materi Termokimia

Ayi Darmana

1

Anna Permanasari

2

Sofyan Sauri

3

Yayan Sunarya

4

1 Dosen UNIMED, mahasiswa program doktor Pendidikan IPA. 2,3,4 Dosen SPs UPI Bandung

email : ayidarmana2013@gmail.com

Abstrak : Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui efektifitas kegiatan sosialisasi internalisasi nilai tauhid dalam materi termokimia pada siswa SMA program percepatan Al-Azhar Medan Sumatra Utara. Efektifitas didasarkan pada pandangan positif siswa terhadap internalisasi nilai tauhid melalui materi termokimia (INTMMK). Penelitian melibatkan semua siswa semester 4 (27 orang) yang telah belajar materi termokimia. Setelah dilakukan sosialisasi siswa diminta untuk mengisi kuesioner untuk memperoleh gambaran tentang pandangannya terhadap INTMMK. Kuesioner terdiri dari 5 pernyataan dengan rubrik 5 skala, telah direview oleh 2 orang ahli. Hasil menunjukkan, skor rata-rata kelas adalah 19,8 (skor maksimum 25, atau 79,3 dalam skala 100) dengan skor terendah 15 dan skor tertingi 25. Sedangkan skor rata-rata untuk tiap pernyataan adalah 3,4; 3,7; 4,3; 4,4; dan 4,0 (skor maksimum 5), masing-masing berturut-turut untuk pernyataan 1 sampai

ke-4 yaitu ―nilai tauhid memberikan‖ : pemahaman agama melalui materi termokimia;

pemahaman yang lebih baik pada isi dan nilai-nilai agama yang terkandung dalam materi termokimia; pemahaman bahwa materi termokimia merupakan bagian dari tanda-tanda kekuasaan Allah; dorongan kesadaran untuk meningkatkan ibadah kepada Allah; dan pernyataan ke-5 tentang tingkat keperluan ―nilai tauhid dijelaskan dalam materi kimia‖. Dari 27 siswa ada 14 siswa 51,9 % yang memperoleh skor ≥ 2 , dan 13 siswa 48,2 % yang

memperoleh skor antara ≥ 15 dan < dari 2 . Walaupun korelasi antara pandangan siswa

terhadap INTMMK dengan kemampuan kognitif termokimia adalah rendah ( r = 0,2), namun temuan ini menunjukkan bahwa kegiatan sosialisasi internalisasi nilai tauhid telah memberikan kontribusi dalam pembentukan pandangan positif siswa terhadap INTMMK.

Kata kunci : Sosialisasi, internalisasi nilai tauhid, termokimia

PENDAHULUAN

Allah, Tuhan Yang Maha Esa telah menganugrahkan semua yang ada di dunia ini termasuk sumber daya alam yang

diperuntukan bagi manusia [1].

Pengembangan sumber daya alam sangat memerlukan sumber daya manusia yang memiliki kriteria kualitas otak dan hati nurani. Kualitas otak akan memastikan pengembangan sumber daya alam yang efektif, efesien dan bernilai guna yang tinggi, sedangkan kualitas hati nurani akan memastikan pengembangan sumber daya alam akan membawa kesejahtraan lahir dan bathin, material dan spiritual bagi semua

bangsa Indonesia bahkan bagi semua umat manusia.

Pemenuhan sumber daya manusia yang memiliki kriteria tersebut hanya dapat dicapai melalui pendidikan yang mengembangkan potensi otak dan hati nurani. Potensi otak akan menghasilkan sains dan teknologi sedangkan potensi hati nurani akan menghasilkan etika.

Pengembangan kedua-duanya akan

(2)

berbicara ―baik dan buruk‖, ―boleh dan tidak boleh‖.

Secara formal Indonesia telah memiliki

dan menetapkan rumusan tujuan

pendidikan yang dapat mengembangkan kedua potensi tersebut. Tujuan tersebut selain merupakan cita-cita juga merupakan amanat UUD 1945. Dalam UUD 1945 pasal 31 ayat 3 dinyatakan bahwa pendidikan nasional bertujuan untuk meningkatkan keimanan

dan ketaqwaan kepada Tuhan Yang Maha Esa serta ahlak mulia dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa. Hal yang sama dalam UUSPN no 20 tahun 2003 pasal 3, pendidikan nasional bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berahlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggungjawab.

Berdasarkan uraian di atas, secara yuridis formal Negara Indonesia sudah memiliki tujuan pendidikan yang sangat baik, yang merupakan rumusan standar mengenai kualitas manusia Indonesia yang harus dikembangkan oleh setiap satuan pendidikan. Apabila dicermati lebih dalam, dari semua tujuan pendidikan, yang merupakan tujuan paling penting dan menaungi yang lainnya adalah iman dan taqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa. Hal ini dapat dipahami selain urutan penyebutannya dalam undang-undang lebih awal juga dapat dipastikan tanpa iman dan taqwa, pencapaian tujuan pendidikan yang lain tidak akan membawa kebaikan bagi umat manusia di dunia apalagi di akhirat. Bahkan ahlak mulia hanya akan terwujud jika ada iman dan taqwa kepada Tuhan yang Maha Esa.

Dalam undang-undang tersebut jelas bahwa dimensi yang hendak dicapai dari tujuan pendidikan nasional adalah dimensi lahir-batin, fisik-mental, material-spiritual, dunia-akhirat. Bahkan dimensi hati nurani lebih diutamakan dari dimensi otak. Hal ini

karena kemajuan sains dan teknologi yang tingi tetapi iman dan taqwanya rusak maka akibatnya jauh lebih buruk dari pada sebaliknya.

Di sisi lain Negara Indonesia telah menyelenggarakan pendidikan sejak berpuluh-puluh tahun setelah merdeka, namun demikian tingkat ketercapaian tujuan pendidikan nasional sebagaimana amanat undang-undang masih jauh dari

yang diharapkan baik dari sisi

pengembangan sumber daya manusia yang ahli, terampil dan cerdas terlebih lagi jika diukur dengan indikator pencapaian iman dan taqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa serta ahlak mulia. Bahkan tidak menutup kemungkinan makin banyak kasus-kasus dekadensi moral yang menunjukkan berbanding terbalik atau tidak ada korelasi antara pengembangan otak dengan hati

urani atau antara pengembangan

kemampuan kognitif dengan iman taqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa serta ahlak mulia. Bahkan ada kecenderungan, dekadensi moral lebih sering terjadi dikalangan orang yang berpendidikan.

Kenyataan ini menunjukkan telah terjadi ―mismatch‖ dalam dunia pendidikan di Indonesia. Telah terjadi ketidak sesuaian antara harapan dan kenyataan. Salah satu penyebabnya diduga diakibatkan oleh sumber masalah yang utama yaitu pemisahan agama dan sains. Hal ini memicu masalah masalah berikutnya, di antaranya : 1) Sikap apatis guru sains terhadap agama, sebagian guru tidak suka membicarakan sains dengan agama karena dianggap dua hal yang sangat berbeda, berlainan, di mana agama dimulai dengan ‖keyakinan‖ sedangkan sains dimulai dengan ―ketidakyakinan.‖ 2 Sebagian guru menganggap sains bebas nilai. 3) Pada umumnya pemikir, perencana, pelaksana kurikulum terutama para guru tidak mampu/tidak cukup mengerti bagaimana mempersiapkan dan mengajarkan materi sains berbasis nilai moral agama yang dapat

(3)

menjadi beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa. Hal ini dikarenakan mereka juga tidak pernah mendapatkan nya selama dipersekolahan. 4) Sangat terbatasnya referensi, baik berupa buku maupun ahli yang dapat dijadikan sebagai rujukan atau model dalam pembelajaran sains berbasis moral yang dapat

mengantarkan siswa memungkinkan

menjadi beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa.

Bagaimana pembelajaran sains dapat berkontribusi pada pencapaian iman dan taqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa sementara pembelajaran sains ―steril‖ dari nilia-nilai agama. Cukup bagi kita bercermin kepada Negara yang sangat maju dalam sains dan teknologi yaitu Amerika, di mana keberhasilan dari sains dan teknologi tersebut hanya berkontribusi terhadap keberhasilan material. Hal ini berarti jika

negara Indonesia mengadopsi

pengembangan dan pembelajaran sains

sebagaimana Amerika maka hasil

maksimumnya tidak jauh dari keadaan mereka, yaitu hanya keberhasilan material.

Dengan demikian untuk meningkatkan kontribusi relatif pembelajaran sains terhadap pencapaian tujuan pendidikan nasional terutama dimensi iman dan taqwa terhadap Tuhan yang Maha Esa serta ahlak mulia maka menghadirkan aspek spiritual keagamaan dalam pembelajaran sains adalah suatu kemestian. Banyak kajian-kajian yang mengisyaratkan tentang pentingnya menghadirkan aspek spiritual keagamaan pada sains untuk memastikan sains akan memiliki kontribusi yang lebih besar terutama kepada kehidupan yang lebih bermakna, perdamaian, kesejahtraan dan kebahagiaan lahir dan bathin.

Menghadirkan aspek spiritual

keagamaan melalui penanaman nilai-nilai agama tidak akan mengurangi bobot ilmiah dari sains, bahkan akan memastikan tercapainya pemahaman yang lebih komprehensip terhadap hakikat sains itu sendiri. Sains dapat dipahami bukan saja

dari segi empiris tetapi juga dari segi metafisik, bukan saja dari segi rasio tetapi hati hurani. Pemahaman terhadap suatu

penomena bukan saja dipahami

berdasarkan teori-teori sains tetapi juga berdasarkan wahyu. Bukankah pada dasarnya sains merupakan produk pengembangan dari tanda-tanda kekuasaan Allah yang ada di alam (ayat kauliyah). Dengan demikian pasti kedua-duanya akan makin saling menguatkan. Bukankah menghadirkan aspek wahyu pada sains akan meningkatkan pemahaman terutama dari beberapa hal yang bersumber dari keterbatasan sains, akan memberikan spirit dan motivasi, mengarahkan mana yang boleh dan mana yang tidak, mana yang baik dan buruk. Demikian juga sebaliknya bukankah menghadirkan sains pada agama akan meningkatkan pemahaman terhadap agama itu sendiri, sekurang-kurangnya sains dalam batas tertentu berkontribusi untuk mengurangi tingkat dogmatis.

Permasalahannya sekarang bagaimana mengembangkan model yang tepat agar memasukkan nilai-nilai tauhid pada materi sains atau kimia dapat memberikan manfaat yang besar bagi tertanamnya keimanan dan ketaqwaan kepada Tuhan yang maha Esa. Kekeliruan dalam memasukkan nilai-nilai ini dapat berakibat sebaliknya, bukannya kebaikan tetapi keburukan yang dapat berupa pengkaburan konsep sains dan atau konsep agama itu sendiri. Secara teoritis ada beberapa kaidah dalam memasukkan atau mengintegrasikan nilai-nilai agama kepada materi sains, di antaranya ―tidak memaksakan‖, tidak Dalam penelitian ini telah dilakukan kegiatan sosialisasi internalisasi nilai-nilai tauhid dalam materi termokimia pada siswa SMA program percepatan Al-Azhar Medan Sumatra Utara. Untuk memperoleh informasi tentang efektifitasnya, diakhir sosialisasi siswa diminta untuk mengisi kuesioner

yang menggambarkan teantang

(4)

merupakan nilai yang paling utama dalam ajaran islam, selain itu tauhid yang berarti ―meng-Esakan llah‖ Tuhan Yang Maha Esa dipandang sesuai dengan tujuan pendidikan nasional maupun tujuan pembelajaran kimia. Sosialisasi ini sangat diperlukan, mengingat walaupun SMA Al Azhar menjalankan dua kurikulum yaitu Depag dan Diknas namun kedua-duanya baru dijalankan secara bersama-sama belum pada tahap integrasi atau ―two in one.

METODE PENELITIAN

Penelitian ini merupakan kegiatan sosialisasi internalisasi nilai tauhid pada dengan menggunakan metode ceramah dan tanya jawab, masing-masing selama 60 menit. Materi sosialisasi meliputi : makna tauhid, tauhid dan kimia, internalisasi nilai-nilai tauhid dalam materi termokimia. Setelah kegiatan sosialisasi berakhir siswa

diminta mengisi kuesioner untuk

memperoleh gambaran tentang

pandangannya terhadap Internalisasi Nilai Tauhid melalui Materi Termokimia (INTMMK). Kuesioner terdiri dari 5 pernyataan dengan rubrik 5 skala, telah direview oleh 2 orang ahli.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Pandangan siswa terhadap internalisasi nilai tauhid melalui materi termokimia (INTMMK) merupakan gambaran dari tingkat internalisasi nilai tauhid yang terjadi pada dirinya. Dalam tabel 1 di bawah ini disajikan perolehan skor.

Berdasarkan tabel 1 di atas, perolehan skor rata-rata siswa (19,8) atau rata-rata tingkat INTMMK (79 %). Hasil ini cukup memuaskan, mengingat kegiatan ini baru

No Skor

(5)

dilakukan selama tiga kali pertemuan (3 x Tabel 1 Skor dan Berdasarkan Jumlah responden 60 menit). Perolehan rentang skor terendah 15 (60 %) sampai mencapai maksimum 25 (100 %), menunjukkan 100 % responden memiliki respon yang positif terhadap kegiatan sosialisasi, sehingga kegiatan ini dapat dianggap efektif walaupun masih dapat ditingkatkan ke tingkat yang lebih tinggi. Ada 14 siswa dari 27 siswa (51,9 %) yang memperoleh skor ≥ 2 dan 13 siswa dari 27 48,2 % yang memperoleh skor antara ≥ 15 dan < dari 20. Hal ini berarti siswa sebanyak 51,9 % memiliki tingkat INTMMT ≥ 8 %. Siswa yang terbiasa dengan dua kurikulum (Depag dan Diknas) sangat mudah untuk menerima dan memandang sangat positif

terhadap nilai tauhid yang

diinternalisasikan dalam materi

termokimia.

Adapun untuk masing-masing

pernyataan, diperoleh hasil sebagaimana disajikan dalam tabel 2 berikut ini :

Dari tabel 2 memberikan informasi bahwa skor rata-rata terendah 3,4 (tingkat INTMMK 68 %) untuk pernyataan no 1, dan tertinggi 4,4 (tingkat INTMMK 88 %) untuk pernyataan no 4. Dari pernyataan no 1 sampai no 4 skor rata-rata memiliki kecenderungan naik (dari 3,4 sampai 4,4 ) dan pada pernyataan no 5 turun kembali (4,0).

Berdasarkan hasil tersebut nampaknya pembahasan lebih bermanfaat jika lebih menekankan kepada kecenderungan/relatif pandangan siswa berdasarkan perolehan skor rata-rata tiap pernyataan dan bukan

membahas atau menjawab kenapa

―besarannya sejumlah tertentu‖, karena pada dasarnya skor semua pernyataan (1-5) sudah cukup ―memadai‖.

Untuk membahas kecenderungan ini maka akan dilihat terlebih dahulu untuk pernyataan 1– 4, hal ini karena pernyataan-pernyataan tersebut merupakan hirarki dari sisi tingkat urgensinya/pentingnya yang susuai dengan harapan. Hal ini berarti

pernyataan no 4 merupakan hal yang paling penting (inti). Kita berharap pernyataan no 4 ini memiliki tingkat internalisasi tertinggi dan hal ini ternyata sesuai dengan hasil yang diperoleh. Hasil ini mengindikasikan bahwa kegiatan sosialisasi yang dilakukan dalam waktu yang relatif singkat telah berhasil mendorong motivasi siswa untuk meningkatkan beribadah kepada Allah. Walaupun baru merupakan pengakuan siswa tetapi hal ini sudah cukup memberikan informasi bahwa kegiatan

sosialisasi yang pada dasarnya

menginternalisasikan nilai-nilai tauhid pada materi ajar termokimia telah berhasil memberikan kontribusi yang relatif lebih besar menuju pencapaian tujuan utama

pendidikan nasional dan tujuan

pembelajaran kimia SMA/MA yaitu iman dan taqwa serta mengagungkan kebesaran Tuhan Yang Maha Esa.

Pernyataan no 1 merupakan pandangan siswa yang menunjukkan pemahaman atau keyakinannya bahwa melalui kegiatan sosialisasi tersebut dirinya memahami nilai-nilai agama. Siswa meyakini melalui materi termokimia dapat memahami nilai agama. Jika pemahaman siswa berdasarkan pengakuannya ini akan diverifikasi maka harus diukur kemampuannya dalam menjelaskan kaitan antar konsep-konsep termokimia berdasarkan ayat al-quran yang bersesuaian, mengungkapkan hikmah berdasarkan sudut pandang islam. Jadi pernyataan no 1 merupakan pengakuan siswa/klaim tentang pemahaman materi termokimia berdasarkan sudut pandang islam terutama sudut pandang tauhid.

(6)

sehingga siswa belum dapat mencapainya dalam batas waktu yang telah ditentukan.

Dalam pengetahuan umum hirarki akan menunjukkan urutan prasyarat, hal ini berarti tingkat pengetahuan atau pemahaman konsep yang baru akan ditentukan oleh pemahaman konsep sebelumnya atau dengan kata lain ketidak mampuan dalam memahami suatu konsep akan membawa akibat ketidak mampuan pada konsep berikutnya. Namun demikian tidaklah berarti hirarki itu harus ditunjukkan dengan perolehan nilai hasil pengukuran yang makin rendah ataupun makin tinggi.

Dalam kasus penelitian ini pemahaman terhadap pernyataan no 1 hingga pernyataan no 4 ternyata mengalami kenaikan. Informasi ini sangat mendukung berdasarkan 2 alasan. Pertama, alasan bahwa pernyataan no 1 sampai pernyataan no 4 merupakan hirarki sehingga pemahaman untuk pernyataan no 1 yang sudah cukup baik akan berpengaruh terhadap pemahaman pernyataan no 2, 3 dan 4 yang makin baik. Kedua, alasan bahwa temuan data ini sesuai dengan hirarki dari segi tujuan, di mana tujuan utama kegiatan ini adalah agar dengan internalisasi nilai tauhid tersebut timbul motivasi siswa untuk menjadi manusia yang beriman dan bertaqwa dengan diwujudkan dalam bentuk ―meningkatkan beribahdah kepada Tuhan Yang Maha Esa‖.

Tujuan utama pembelajaran melalui sosialisasi ini adalah agar siswa memiliki

motivasi yang kuat untuk

beribadah/mengabdi kepada Allah Tuhan Yang maha Esa. Pernyataan no 1 sampai no 3 seyogyanya merupakan pentahapan untuk menunjukkan hal yang positif pada pernyataan no 4. Jadi harapan kita pandangan siswa harus sangat positif pada pernyataan no 4. Bahkan tidak perlu dibandingkan dengan pandangan pada pernyataan sebelumnya dalam hal skor (pernyataan no 1,2 dan 3). Boleh jadi

pandangan pada pernyataan no 1, 2 dan 3 lebih positif atau justru kurang positif dari pandangan siswa yang terungkap dari pernyataan 4. Kedua keadaan ini menjadi tetap absah. Pada prinsipnya pernyataan no 4 harus positif karena pernyataan no 4 ini

merupakan pernyataan utama dari

pernyataan yang lain (no 1,2, dan 3 bahkan no 5). Hal ini dapat diilustrasikan, siswa memiliki pemahaman yang rendah, sedang dan tinggi terhadap nilai-nilai islam yang ada pada materi termokimia, namun semangat untuk beribadahnya kuat maka hal itu dianggap sudah sampai pada tujuan.

Adapun secara kuantitatif, kurang tingginya perolehan skor untuk pernyataan no 1, diduga karena beberapa keterbatasan. Keterbatasan tersebut dapat bersumber dari berbagai hal, di antaranya dari proses penyajiannya yang mungkin terlalu singkat sehingga siswa hanya memahami secara global dan belum memahami secara detil. Demikian juga dari faktor materi yang merupakan hal yang baru, karena baru mereka tertarik walaupun belum memahami hakikat sebenarnya. Selain itu dapat juga karena pengaruh penyaji, yang belum begitu mengenal secara tepat tentang karakteristik dan pemahaman awal siswanya.

Untuk pernyataan No 2, dimaksudkan untuk mengungkapkan ―apakah siswa merasa lebih memahami termokimia, bukan saja dari sudut ilmiah tetapi juga dari sudut pandang agama, bukan saja dari aspek logika tetapi dari hati nurani, bukan saja memahami tentang energi dan fungsinya tetapi juga memahami siapa yang

menciptakan energi, apa pesan

(7)

Dari tabel 2 di atas, pernyataan no 2 ini mendapatkan skor rata-rata 3,7 atau tingkat INTMMK sebesar 74 %. Perolehan ini lebih baik dari pernyataan no 1. Dilihat dari tingkat kekomplekannya, perolehan skor untuk pernyataan No 2 seharusnya lebih rendah dari skor pernyataan no 1, namun kenyataannya bahkan lebih besar. Pandangan siswa yang lebih positif pada pernyataan no 2 diduga lebih diakibatkan karena siswa lebih melihat dari aspek bahwa internalisasi nilai tauhid pada materi termokimia telah memberi kesan kepada para siswa, di mana para siswa merasa telah memperoleh pemahamanan secara umum mengenai nilai-nilai agama selain

memahami termokimianya. Berbeda

dengan pernyataan no 1 siswa merasa harus memahami keseluruhannya secara rinci.

Untuk pernyataan no 3, diperoleh skor yang lebih tinggi dari skor pernyataan no 1 dan 2. Pernyataan no 3 ini benar-benar ingin mengungkapkan pandangan siswa yang berupa sikap bukan pemahaman sebagaimana pernyataan no 1 dan 2. Pemahaman yang cukup baik dari pernyataan no1 dan meningkat di pernyataan no 2 akan menghantarkan pada pandangan yang lebih positif pada pernyataan no 3, yaitu kesadaran bahwa termokimia merupakan bagian dari tanda-tanda kekuasaan Allah. Kesadaran ini yang diharapkan memicu kekaguman kepada Allah sebagai Tuhan Yang Maha Esa yang telah menciptakan sumber energi yang dipelajari dalam termokimia dan bukan kekaguman kepada energi ataupun kepada alam. Diharapkan akan timbul kesadaran untuk bersyukur dan meningkatkan

kesadaran serta motivasi untuk

meningkatkan ibadah yang mencerminkan iman dan taqwanya.

Pernyataan no 4 sebagaimana yang telah kita bahas di atas, pernyataan ini secara hirarki benar-benar merupakan pernyataan dengan hirarki tertinggi. Hasil penelitian menunjukkan diperoleh skor tertinggi. Oleh karena itu sangat sesuai dengan

harapan. Dalam pernyataan no 4 siswa mengungkapkan pandangannya bahwa mereka sangat ingin lebih taat, ingin meningkatkan ibadah (berhasrat menjadi orang yang bertaqwa). Walaupun siswa berpandangan bahwa dirinya hanya memahami secara garis besar tentang sebagaimana yang diajukan dalam pernyataan no 1 namun pemahaman tersebut sudah cukup membangkitkan semangat yang tinggi untuk meningkatkan ibadah kepada Tuhan Yang Maha Esa (88 %).

Adapun untuk pernyataan no 5

dimaksudkan untuk mengungkapkan

apakah siswa memandang perlu bahwa nilai-nilai tauhid di internalisasikan dalam materi kimia secara keseluruhan. Pernyataan no 5 ini tidak dapat dikatakan hirarki, karena boleh jadi bagi siswa yang merasa ―kurang perlu‖ mungkin bukan tidak memiliki sikap positif tapi lebih mempertimbangkan tergantung materi atau kontennya, walaupun pada umumnya para

siswa memandang perlu sehingga

perolehan skornya tinggi (4,0). Perolehan skor yang tinggi ini memberikan informasi bahwa para siswa sangat tertarik dengan kegiatan sosialisasi dan merasa perlu untuk dilanjutkan pada materi-materi kimia yang lainnya.

(8)

atau pemahaman agama yang tidak mendalam tetapi memiliki semangat yang sangat tinggi.

Rendahnya korelasi ini juga

mengindikasikan bahwa sosialisasi nilai-nilai tauhid ini sangat berhasil dalam memotivasi siswa terutama dari kelompok siswa yang berkemampuan rendah dalam termokimia sehingga para siswa memiliki pandangan yang sangat positif terhadap INTMMK , tidak terbedakan antara siswa yang memiliki kemampuan kognitif rendah maupun tinggi.

KESIMPULAN DAN SARAN

Kegiatan sosialisasi internalisasi nilai tauhid melalui materi termokimia sangat efektif berdasarkan hasil pandangan siswa terhadap internalisasi nilai tauhid melalui materi kimia yang positif dengan tingkat internalisasi rata-rata 79 %. Selain itu, kegiatan ini jug dapat memotivasi kelompok siswa yang memiliki kemampuan kognitif termokimia rendah sehingga tidak terbedakan dengan kelompok siswa yang memiliki kemampuan kognitif tinggi dalam hal memberikan kontribusi terhadap perolehan rata-rata tigkat internalisasi nilai tauhid yang tinggi.

Sosialisasi nilai tauhid disarankan dapat dilakukan dalam waktu bersamaan dengan penanaman konsep kimianya. Internalisasi nilai tauhid hendaknya dilakukan secara terus menerus dalam keseluruhan konsep

kimia, baik melalui integrasi konsep kimia dan tauhid maupun sebagai pengantar yang berfungsi sebagai spirit atau motivasi maupun sebagai penutup yang berfungsi untuk memberi arahan dan nasehat.

DAFTAR PUSTAKA

Departemen Agama.(1989). Al-Quran dan terjemahannya, QS 2:29. Jakarta : Departemen Agama RI

Blanch, A. (2007). Integrating Religion and Spirituality in Mental Health: The Promise and the Challenge. Psychiatric Rehabilitation Journal, 30(4), 251-260.

Reich, H. K. (2012). How coudl we get to a more peaceful and sustainable human World society ? The role of Science and Religion. Zygon : Journal of Religion & Science, 47 (2), 308-321

Darmana, A. (2012). Internalisasi Nilai Tauhid dalam Pembelajaran Sains.Media pendidikan : Jurnal pendidikan Islam, 27 (1), 66- 84

Darmana, . 2 13 . ―Internalisasi Nilai-Nilai Agama Islam Dalam Pembelajaran Kimia di SMA Plus Al Azhar Medan Sumatra Utara ―. Makalah pada Seminar nasional IPA IV UNNES, Semarang.

Depdiknas. (2010). Pengembangan

Referensi

Dokumen terkait

Pendapat lain yang mendukung tentang pengaruh panas terhadap penurunan kadar aloin adalah yang dikemukakan oleh Ramachandra and Rao (2008) yang menyatakan bahwa

Kepala sekolah mempunyai pengaruh dalam memajukan pendidikan di sekolah masing-masing dengan memberikan motivasi kepada guru untuk lebih bersemangat dalam

Hal yang sama dikemukakan oleh Gessel (Monks, dkk., 2001), bahwa masa usia sebelas tahun lebih tegang dibandingkan dengan usia enam belas tahunan, dimana pada

Apendisitis akut pada dasarnya adalah obstruksi lumen yang selanjutnya akan diikuti oleh proses infeksi dari apendiks.. Penyebab obstruksi dapat

Dengan menggunakan alat flow table (meja leleh) dapat dicari banyaknya air yang digunakan untuk menghasilkan (meja leleh) dapat dicari banyaknya air yang digunakan untuk

Peran Komite Audit adalah untuk mendukung kinerja Dewan Komisaris dalam melaksanakan fungsi pengawasan atas pengelolaan Perusahaan sesuai dengan ketentuan yang  berlaku dari

Pada ayat-ayat tersebut, setiap menyatakan karunia tertentu selalu didahului dengan kata “Roh memberikan karunia untuk...” terkadang juga menggunakan kata ganti

atas, maka jumlah sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah 17 bank.. Adapun bank yang menjadi sampel dalam penelitian ini dapat dilihat