• Tidak ada hasil yang ditemukan

PEMBIAYAAN MUDHARABAH DI BMT SURYA MANDIRI PONOROGO

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "PEMBIAYAAN MUDHARABAH DI BMT SURYA MANDIRI PONOROGO"

Copied!
12
0
0

Teks penuh

(1)

PEMBIAYAAN MUDHARABAH DI BMT SURYA MANDIRI PONOROGO

Oleh: Anang Wahyu Eko Setianto

Abstrak

BMT “Surya Mandiri” apabila dalam memberika pembiayaan dalam operasionalnya mudharib telah mengalami kerugian yang menanggung adalah pihak pengelola (mudharib) walaupun itu bukan kesalahan si pengelola itu bukan kesalahan si pengelola, dan pihak BMT Syari’ah akan menanggung.

Sedangkan menurut istilah fiqih, apabila dalam transaksi tersebut mengalami kegagalan, sehingga karena itu terjadi kerugian yang sampai mengakibatkan sebagian atau seluruh modal yang ditanamkan oleh shahibulmaal habis maka yang menanggung kerugian keuangan hanya shahibul maal sendiri, sedangkan mudharib sama sekali tidak hurs menanggung krugian modal yang hilang. Dengan catatan mudharib dalam menjalankan usahanya sesuai dengan aturan yang telah mereka setujui , tidak menyalahgunakan modal yang dipercayakan kepadanya.

Dengan demikian pihak shohibul maal kehilangan sebagian atau seluruh modalnya, sedangkan mudharib tidak menerima renumerasi (imbalan) apapun untuk kerja dan usahanya(jerih payah). Dengan demikian baik posisishohibul maal maupun mudharib harus menghadapi resiko financial hanyalah shahibulmaal sendiri, tetapi menanggung resiko berupa waktu, pikiran atau jerih payah yang telah dicurahkannya selama mengelola proyek atau usaha tersebut, menurut ulama’ mazhab Hanafi, apabila dalam akad mudharabah dipersyaratkan, bahwa kerugian ditanggung bersama antara shahibulmaal dan mudharib, maka syarat seperti ini batal dan kerugian harus tetetp ditanggung sendiri oleh pemilik modal. Jadi tanggung jawab shahibulmaal terbatas hanya pada jumlah modal yang telah ditanamkannya.

Sedangkan menurut syafi’I Antonio, dalam bukunya Bank syari’ah bahwa pabila dalam perjanjian mudharabah mengalami kerugian, maka kerugian tersebut ditanggung oleh pemilik modal selama kerugian itu bukan akibat kelalaian pengelola. Seandainya kerugian itu diakibatkan karena kecurangan atau kelalaian si pengelola harus bertanggung jawab atas kerugian tersebut.

Dari penjelasan diatas, penulis dapat mengambil pengertian bahwa system tanggung jawab bila terjadi kerugian dalam mudharabahyang dipraktekan dalam fiqih.Dalam BMT Syari’ah bila terjadi kerugian mudharabah yang menanggugn adalah pihak pengelola (mudharib).Meskipun itu bukan kesalahan nasabah.Sedangkan denganprinsip fiqih yang menanggung kerugian tersebut adalah pemilik modal selama bukan karena kelalaian si pengelola, tetapi apabila karena kecurangan atau kelalaian si pengelola, maka ia bertanggugn jawab atas kerugian tersebut.

(2)

120 Pendahuluan

BMT merupakan salah satu model lembaga keuangan syari’ah yang paling sederhana yang saat ini banyak bermunculan di Indonesia. Secara istilah Baitul Mal Wat Tamwil berasal dari dua suku kata yaitu baitul mal dan baitul tamwil. Baitul mal berasal dari kata bait dan almaali, bait artinya : bangunan/rumah, dan al-mal berarti : harta benda/kekayaan. Jadi baitul mal secara harfiah berarti rumah harta benda/kekayaan, namun baitulmal biasa diartiakan sebagai suatu lembaga atau badan yang bertugas mengurusi kekayaan Negara terutama masalah keuangan, tentang pengelolaan, pemasukan dan pengeluaran.Sedangkan baitultamwil berarti rumah tempat penyimpanan harta milik pribadi yang dikelola oleh suatu lembaga.1

BMT dalam istilah perbankan syari’ah adalah suatu lembaga keuangan yang pernah dicontohkan oleh Rasulullah SAW, yang dalam operasionalnya berkaitan dengan penghimpunan maupun penyaluran dan serta mengelola dana-dana social seperti zakat, infaq, shodaqoh, hibah, kharaj, kafarah, jizyah dan lain-lain.2

Adapun salah satu BMT yang ada di Indonesia adalah BMT “Surya Mandiri” yang beroperasi di daerah Siwalan kecamatan Mlarak, kabupaten Ponorogo, Jawa Timur, yang berpayungkan hokum yakni undang-undang koperasi sebagaimana tercantum dalam keputusan menteri Negara Koperasi Usaha Kecil dan menengah RI nomor: 518/126/BH 405.481.2005.

Pembahasan

A. Landasan berdirinya BMT Surya Mndiri, Mlarak, Ponorogo

Legalitas suatu lembaga merupakan sebagai landasan operasional sebuah lembaga tersebut, begitu juga BMT Surya Mndiri, Mlarak, Ponorogo landasan berdirinya yaitu :

a. UU pokok perbankan No.7 tahun 1992

b. UU pokok perbankan No. 10 tahun 1998 tentang perbankan c. Surat al-Baqoroh ayat : 275

d. Fatwa Dewan Syari’ah Nasional No. 04/DSN-MUI/IV/2000, tanggal 01 April 2000.

1

Nursikin, LaporanPenelitian Lembaga Keuangan Bukan Bank, 2007

2

(3)

121 1. Visi, Misi dan tujuan BMT Surya Mandiri

Adapun visi,misi dan tujuan BMT “Surya Mndiri” sebagaimana tercantum dalam buku rapat Anggota Tahunan adalah sebagai berikut :

1. Visi dan Misi BMT “Surya Mndiri”

Terciptanya suatu lembaga keuangan syari’ah yang berkwalitas dan mandiri.

 Untuk menciptakan kesejahteraan anggota pada kususnya dan masyarakat pada umumnya.

 Menciptakan pembiayaan dan penyedian modal dengan prinsip syari’ah.

 Mengembangkan sikap hemat dan motivasi untuk mendorong kegiatan sesuai syari’ah.

 Menumbuhkan usaha-usaha produktif.

 Menumbuhkan sikap amanah dan tanggung jawab bagi para anggotanya.

 Menanggulangi praktek-praktek perkreditan yang menyengsarakan masyarakat. 2. Tujuan BMT “Surya Mandiri”

Pada dasarnya tujuan BMT “Surya Mandiri” adalah memberikan manfaat yang sebesar-besarnya bagi masyarakat kelas menengah kebawah. Adapun manfaat BMT antara lain :

 Meningkatkan kesejahteraan anggota dan nasabah.

 Mengembangkan sikap hidup hemat, ekonomis dan berpandangan ke depan

 Memberikan pelayanan modal bagi anggota atau nasabah.

 Melatih diri untuk berfikir dan bermusyawarah.

 Belajar dalam mengembangkan tanggung jawab.

 Menumbuhkan sikap dan kebiasaan menabing.

 Menumbuhkan kepercayaan pada anggota dan masyarakat.

Dari keterangan di atas diharapkan BMT “Surya Mandiri” mampu melaksanakan apa yang menjadi latar belakang didirikannya sebuah lembaga keuagan mikro yang berlandaskan syari’ah, bukan smata-mata hanya mencari keuntungan (profitoriented) taoi juga keuntungan akherat (falahoriented)

2. System Akad Mudharabah di BMT “Surya Mandiri”

Dalam melakukan akad pimbiayaan ada beberapa persyaratan yang harus dipenuhi oleh pemohon pembiayaan. Adapun syarat-syarat tersebut adalah sebagai berikut :

(4)

122 c. foto copi surat nikah

d. foto copi kartu susunan keluarga/KSK

e. foto copi legalitas usaha (SIUP, NPWP, TDP, bagi jumlah oembiayaan tertentu) f. jaminan (SHM, BPKB, dan lain-lain)

Dari persyaratan-persyaratan tersebut oleh BMT syari’ah akan dijadikan sebagai jaminan, yang apabila nantinya nasabah tersebut tidak bisa mengembalikan pokok pinjaman beserta bagi hasilnya selama waktu yang telah disepakati bersama. Maka surat jaminan dan fisik jaminan bisa diambil oleh BMT “Surya Mandiri”.

Adapun tatacara atau langkah-langkah yang dilakukan dalam melaksanakan mudharabah di BMT “Surya Mandiri” adalah sebagai berikut : 1. Setelah pemohon memenuhi persyaratn, maka pihak BMT syari’ah memberikan

blangko tentang besarnya pinjaman jangka waktu angsuran, dan bagi hasilnya dan pihak BMT Syari’ah juga menanyakan untuk usaha apa pinjaman tersebut.

2. Setelah itu peminjam memilih jangka waktu angsuran serta besarnya angsuran serta besarnya pinjaman. Pihak BMT Syari’ah menanyakan apakah peminjam sudah setuju dengan besarnya bagi hasil yang tercantum di blangko tersebut. Apabila setuju maka tidak ada penawaran lagi, tetapi jika peminjam merasa keberatan peminjam bisa meakukan tawaran, setelah itu peminjam disuruh mengisi formulir permohonan pembiayaan kemudian peminjam diperbolehkan pulang dan diberi tahu bahwa pihak BMT Syari’ah akan mengadakan survey ke rumah peminjam.

3. Pada hari berikutnya pihak BMT syari’ah mengadakan survey kelapangan/rumah peminjam, survey ini digunakan untuk mengetahui keadaan peminjam apakah layak untuk diberi pinjman. Setelah survey apabila layak, peminjam diminta untuk datang ke kantor untuk menerima pinjaman.

4. Peminjam datang ke kantor beserta suami istri yang sudah menikah dan mengajak orang tuanya yang belum nikah, serta membawa jaminan (SHM, BPKB, dan lain-lain) yang asli. Setelah itu peminjam diberi blangko/fprmulir tentang akad mudharabah. Dalam blangko tersebut trcantum beberapa peraturan yang harus dipelajari oleh peminjam yaitu:

(5)

123

3. System Bagi Hasil Mudharabah di BMT “Surya Mandiri” Pembiayaan mudharabah untuk modal kerja atau investasi - Yaitu perjanjian usaha antara bank dengan pengusaha - Hasil usaha dibagi antara bank dengan pengusaha (nisbah)

- Bila terjadi resiko, bank kehilangan modal. Sedang nasabah kehilangan manageman dan tenaga filosofi investasi mudharabah.

Menyatukan pemilik modal (bank) dengan skill (keahlian) agar menghasilkan keuntungan. Bank (pemilik modal) menyediakan = 100%, nisbah (keuntungan) dibagi berdasrkan kesepakatan pada saat akan realisasi pembiayaan.

Skema Pembiayaan Mudharabah

Bagi hasil mudharabah terjadi karena adanya pembiayaan oleh pihak BMT Syari’ah kepada anggota/nasabah untuk menggunakan dana yang telah dikumpulkan oleh BMT Syari’ah dan pembiayaan tersebut dengan tujuan untuk mendapatkan keuntungan dan keuntungan tersebut dibagi menurut kesepakatan bersama pada saat akad dilakukan.

Dalam system bagi hasil di BMT Syari’ah dilakukan dengan system tawar-menawar terhadap bagi hasil yang telah ditentukan di blanko. Besarnya bagi hasil ditentukan berdasarkan jumlah tertentu dan jumlah tersebut merupakan prosentase dari besarnya pinjaman. Jadi jika semakin besar pinjaman yang diajukan maka semakin besar bagi hasil yang diberikan kepada BMT surya mandiri.

4. System Pembiayaan dan Pelaksanaan Tanggung Jawab Kerugian a. System Pembiayaan Mudharabah

Pembiayaan adalah kegiatan memberikan sejumlah modal kepada orang lain untuk sebuah usaha. Dalam system pembiayaan mudharabah terdapat hal-hal yang perlu diperhatikan mengingat mudharabah merupakan

Keuntungan Dibagi : Bank +50%

Nasabah = 50 %

Bank moda 100% Nasabah

(6)

124

kerjasama yang modal berasal dari satu pihak dan pemodal itu sendiri yang akan menanggung kerugiannya. Hal-hal tersebut antara lain :

1) Pembiayaan direalisasikan hanya untuk usaha yang bersifat produktif atau prospektif. Para ulama’ melarang suat usaha yang bersufat spekulatif atau tidak pasti. Misalnya, membeli burung yang masih di angkasa atau membeli ikan dalam lautan.

2) Pembiayaan diberikan kepad mudharib yang telah diakui kredibilitasnya. Mudharabah merupakan kerjasama yang mengandalkan lepercayaan kedua pihak, terutama pihak mudharib. Mudharib mempuyai peluang besar untuk membohongi perolehan keuntungan yang didapatkannya dan mengetahui secara pasti factor yang menyebabkan kerugiannya. Jika penipuan terjadi shahib al-amal tidak akan mengetahui secara pasti. Hal ini mengakibatkan ketidak adilan. Oleh karena itu untuk menciptakan kejujuran dan keadilan, shahib al-mal dibolehkan secara fiqih untuk menetapakan criteria-kriteria tertentu.

3) Pembiayaan dapat dilakukan dengan disertai jaminan. Jaminan bagi para fuqaha memdapatkan tanggapan yang berbeda-beda. Kalangan syafi’iyah melarang keras adanya jaminan dengan alasan dapat merusak hakikat nilai luhur solidaritas mudharabah. Sedangkan kalangan hanafiah memandang jaminan sebagai suatu hal wajar. Karena jaminan ditetapkan dengan tujuan mudharib berhati-hati dalam mengelola modal.

4) Adapun pembiayaan mudharabah yang dilakukan oleh BMT “Surya MAndiri” Mlarak ada dua jeni, yaitu :

1) Pembiayaan mudharabah berjangka tiga bula keatas

(7)

125

sampai bulan dilunasi pinjaman tersebut. Misalnya bulan ke-3, peminjam sudah bisa melunasi pinjamannya, maka ia hanya membayar bagi hasilnya sampai bulan ke-3 tersebut.

2) Pembiyaan mudharabah berjangka waktu satu bulan

Yaitu system pembiayaan yang dilakukan dengan jangka waktu satu bulan, artinya peminjam harus mengembalikan pinjamannya dalam jangka waktu satu bulan.misalnya seorang meminjamuang sebesar Rp. 2.000.000,00 dengan system angsuran satu bulan. maka pada bulan kedua ia harus sudah melunasi pinjamannya. Dan mengenai besaran bagi hasilnya, pihak BMT menyerahkan sepenuhnya kepada pihak peminjam.

b. Pelaksanaan Tanggung Jawab Kerugian

Menurut M.N. shiddiqqi, kerugian merupakan bagian modal yang hilang. Karena kerugian akan dibagi kedalam bagian modal yang diinvestasikan dan akan ditanggung oleh pemilik modal tersebut. Ini menunjukan bahwa tidak seorangpun dan penyedia modal yang dapat menghindar dari tanggung jawab terhadap kerugian seluruh modalnya dan bagi pihak yang tidak menanamkan modalnya tidak bertanggung jawab terhadap kerugian modal.3

Pendapat tersebut secara teoritis tidak salah. Karena kerjasama mudharabah secara definitive memang demikian. Namun apakah setiap kerugian selalu ditanggung oleh sahib al-mal. Apakah tidak termasuk mudharabah jika kerugian ditanggung secara bersama-sama atau sepenuhnya ditanggung oleh mudharib. Pertanyaannya membawa pemikiran yang lebih jauh yang tertuju pada sejauh mana kerugian itu terjadi.

Barangkali yang dimaksud dengan pembebanan tangung jawab kerugian kepada sahib al-mal adalah ketika kerugian terjadi disebabkan oleh factor ketidak berdayaan mudharib, seperti : buruknya situasi ekonomi, bencana alam atau perampokan dan lain sebagainya. Keadaan ini barang kali yang dimaksudkan. Tetapi jika kerugian diakibatkan kecerobohan dan kelalaian mudharib maka untuk memberikan keadilan alam konteks ini, kerugian harus dibebankan kepada mudharib dengan menghitung sudah berapa modal yang diangsur (telah dibayarkan).

3

(8)

126

Dalam sebuah kerjasama ekonomi islam telah tegas menjelaskan bahwa kerjasama harus didasarkan pada unsur kebersamaan dan keadilan dengan memposisikan kedua pihak setara dalam hak dan kewajiban. Hal ini secara eksplisit disebutkan dalam al-Qur’an syrat al-Muthaffiffin (83) ayat 1-3

1. kecelakaan besarlah bagi orang-orang yang curang

2. (yaitu) orang-orang yang apabila menerima takaran dari orang lain mereka minta dipenuhi,

3. dan apabila mereka menakar atau menimbang untuk orang lain, mereka mengurangi.4

B. Pandangan Fiqih Terhadap Pembiayaan Mudharabah

Di dalam al-qur’an surat al-maidah ayat 1 allah berfirman :

Hai orang-orang yang beriman, penuhilah aqad-aqad itu. Dihalalkan bagimu binatang ternak, kecuali yang akan dibacakan kepadamu

Allah juga berfirman di dalam al-Qur’an surat an-Nisa’ ayat 29 :

Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu saling memakan harta sesamamu dengan jalan yang batil, kecuali dengan jalan perniagaan yang Berlaku dengan suka sama-suka di antara kamu. dan janganlah kamu membunuh dirimuSesungguhnya Allah adalah Maha Penyayang kepadamu.

C.Analisa fiqih terhadap pelaksanaan system bagi hasil mudharabah di BMT

“Surya MAndiri” Ponorogo

Sebagaimana diketahui bahwa konsp dasar mudharabah dalam islam adalah suatu kontrak kemitraan yang berlandaskan pada prinsip bagi hasil dengan system seseorang memberikan modalnya kepada orang lain untuk melakukan bisnis dengan keduanya (shahibul maal dengan mudharib) dan membagi keuntungan sesuai dengan kesepakatan bersama pada saat akan dilaksanakan, dan bila terjadi kerugian yang menanggung kerugian adalah shahibul maal.

Dalam prakteknya BMT Syari’ah menentukan jumlah pembagian keuntungan dalam jumlah yang tetap dipresentase jumlah modal yang diinvestasikan dengan memberikanhak tawar kepada nasabah nemun masih menetapkan standar minimal, artinya BMT “Surya MAndiri” tidak mau slaing dirugiakan dalam kadar keuntungan.

4

(9)

127

System tawar menawar ini dilakukan permasalahan adlah apakah mudharib terpaksa/keberatan terhadap jumlah keuntungan yang ditetapakan dan apakah penerapan tersebut menjamin tidak adnyayang saling dirugikan antara kedua belah pihak, mengingat usaha yang dilakukan senantiasa berubah-ubahkeberuntungannya dari fasilitas pembiayaan mudharabah. Jika yang terjadi dari keuntungan yang diberikan BPR Syari’ah tidak mendatangkan kerugian bagi kedua belah pihak dan tidak menetapkannya pada saat keuntungannya minimum atau dalam keadaan rugi maka dalam hal ini dapat dibenarkan oleh islam. Firman Allah dalam surat an-Nisa’ ayat 29:

Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu saling memakan harta

sesamamu dengan jalan yang batil, kecuali dengan jalan perniagaan yang Berlaku dengan suka sama-suka di antara kamu. dan janganlah kamu membunuh dirimu. Sesungguhnya Allah adalah Maha Penyayang kepadamu.5

Di sisi lain dalam fiqih pembagian keuntungan (bagi hasil) tidak boleh dihitung berdasarkan prosentase dari jumlah modal yang diinvestasikan, melainkan hanya keuntungan saja setelah dipotong besarnya modal.6 Caranya adalah dengan menghitung dulu perkiraan pendapatan yang akan diperoleh oleh nasabah dari proyek yang bersangkutan, misalnya dari modal Rp. 2.000.000,00 diperoleh pendapatan Rp. 5.000.000,00 perbulan, dari pendapatan ini harus disisihkan dahulu untuk tabungan pengembalian modal, misalnya Rp. 2.000.000,00 dan selebihnya dibagi antara bank dengan nasabah dengan kesepakatan di muka.7

Dan selain itu pembagian keuntungan untuk masing masing pihak tidak ditentukan dalam jumlah nominal, misalnya satu juta, dua juta dan seterusnya. Karena jika ditentukan dengan nilai nominal berarti shahibul maal telah mematok untung tertentu dari sebuah usaha yang belum jelas untung dan ruginya, ini akan membawa pada perbuatan riba.8

Demikian juga seperti yang ditetapkan oleh imam Hanafiayah, ayafi’iyah, Hanabillah dan malikiyah, bahwa pembagian keuntungan yang diterian oleh shahibul maal dan mudharib harus jelas atau diketahui secara umum atau dalam benuk prosentase, misalnya setengah, sepertiga dan lainnya dari jumlah keuntungan. Dan

5

Depag RI, Al-Qur’an 6

Muhammad, Ekonomi mikro dalam prespektif Islam,(Yogyakarta;BPRe,2004)

7Muhammad Syafi’I Antonio, Bank Syari’ah Dari Teori Ke Praktek,

(Jakarta; Gema Insani Press,2001), 172 8

(10)

128

jika keuntungan dalam bentuk jumlah tertentu, maka rusaklah mudharabah itu (tidak sah).9

Jadi menurut analisa penulis, bahwa system bagi hasil yang dilakukan di BMT “Surya MAndiri” ponorogo bila ditinjau dari segi fiqih islam tidak sesuai, karena dalam fiqih islam bagi hasil itu dihitung dalam bentuk prosentase darikeuntungan suatu usaha yang dilakukan dan tidak ditentukan berdasarkan prosentase dari jumlah yang diinvestasikan. Dan selain itu pembagian keuntungan berbentuk serikat/umum, misal : setengah, sepertiga, atau misalnya dari jumlah keuntungan, tidak ditentukan dalam jumlah nominal, misal satu juta, dua juta dan seterusnya, karena belum jelas untung dan ruginya suatu usaha yang dilakukan oleh mudharib. Sedangkan di BMT “Surya MAndiri” Ponorogo bagi hasil ditentukan berdasarkan prosentase dari besarnya pinjaman atau modal yang diinvestasikan, jika semakin besar jumlah yang diajukan maka semakin besar pula bagi hasil yang diberikan kepada BMT Syari;ah.

D. Pandangan Fiqih Terhadap System Tanggung Jawab Bila Terjadi Kerugian Mudharabah di BMT “Surya MAndiri” Ponorogo

Dalam prakteknya BMT “Surya MAndiri” salah satunya menggunakan system mudhrabah yaitu bentuk kerjasama antar pemilik modal (shahibul maal) dengan pengelola (mudharib) dengan keuntungan dibagi menurut kesepakatan dalam kontrak.Dalam suatu oembiayaanmudharabah ini tidak selamanya mendapatkan keuntungannya, melainkan juga mengalami kerugian. Dalam usaha mengembangkan modal, yang semua itu tergantung dari si pengelola dalam menjalankan usahanya, dia dapat melakukan dengan baik atau tidak.

Pembiayaan yang diberikan oleh BMT “Surya MAndiri” ditujukan untuk semua sector ekonomi yang memungkan untuk dibiayai seperti pertania, industry rumah tangga, perdagangan dan jasa. Dengan demikian seorang mudharib telah mengemban amanah yang diberikan olah BMT Syari’ah, dalam hal ni mudharib harus berhati-hati dalam menjalankan atau mengoperasikan modal yang telah diberikannya agar tidak mengalami kerugian. Apabila mudharib telah mengalami kerugian dalam operasionalnya, baik itu bukan kesalahan/ketledoran si pengelola, maka hal ini yang menanggng kerugian ia tetap wajib mengembalikkan atau menganur pokok pinjaman berikut bagi hasilnya kepada BMT “Surya MAndiri”. Akan tetapi kalau nasabah

9

(11)

129

sudah benar-benar tidak bisa mngembalikan tanggungan tersebut maka untuk menyelesaikan tanggungan tersebut BMT Syari’ah akan menutupnya dengan uang cadangan penutup piutang. Bahkan jika terjadi keterambatan pembayaran angsuran lebih dari 5 hari kena biaya tambahan sebesar Rp 10.000,-

Jadi, dalam prakteknya di BMT “Surya Mandiri” apabila dalam memberika pembiayaan dalam operasionalnya mudharib telah mengalami kerugian yang menanggung adalah pihak pengelola (mudharib) walaupun itu bukan kesalahan si pengelola itu bukan kesalahan si pengelola, dan pihak BMT Syari’ah akan menanggung.

Sedangkan menurut istilah fiqih, apabila dalam transaksi tersebut mengalami kegagalan, sehingga karena itu terjadi kerugian yang sampai mengakibatkan sebagian atau seluruh modal yang ditanamkan oleh shahibulmaal habis maka yang menanggung kerugian keuangan hanya shahibul maal sendiri, sedangkan mudharib sama sekali tidak hurs menanggung krugian modal yang hilang.10 Dengan catatan mudharib dalam menjalankan usahanya sesuai dengan aturan yang telah mereka setujui , tidak menyalahgunakan modal yang dipercayakan kepadanya.11

Dengan demikian pihak shohibul maal kehilangan sebagian atau seluruh modalnya, sedangkan mudharib tidak menerima renumerasi (imbalan) apapun untuk kerja dan usahanya(jerih payah). Dengan demikian baik posisishohibul maal maupun mudharib harus menghadapi resiko financial hanyalah shahibulmaal sendiri, tetapi menanggung resiko berupa waktu, pikiran atau jerih payah yang telah dicurahkannya selama mengelola proyek atau usaha tersebut, menurut ulama’ mazhab Hanafi, apabila dalam akad mudharabah dipersyaratkan, bahwa kerugian ditanggung bersama antara shahibulmaal dan mudharib, maka syarat seperti ini batal dan kerugian harus tetetp ditanggung sendiri oleh pemilik modal. Jadi tanggung jawab shahibulmaal terbatas hanya pada jumlah modal yang telah ditanamkannya.12

Sedangkan menurut syafi’I Antonio, dalam bukunya Bank syari’ah bahwa pabila dalam perjanjian mudharabah mengalami kerugian, maka kerugian tersebut ditanggung oleh pemilik modal selama kerugian itu bukan akibat kelalaian pengelola.

10

Sjadeini, Perbankan, 27 11

Abdullah Saeed, Bank Islam Dan Buga, (Yogyakarta; Pustaka Pelajar, 2004),99 12

(12)

130

Seandainya kerugian itu diakibatkan karena kecurangan atau kelalaian si pengelola harus bertanggung jawab atas kerugian tersebut.13

Penutup

Dari penjelasan diatas, penulis dapat mengambil pengertian bahwa system tanggung jawab bila terjadi kerugian dalam mudharabahyang dipraktekan dalam fiqih.Dalam BMT Syari’ah bila terjadi kerugian mudharabah yang menanggugn adalah pihak pengelola (mudharib).Meskipun itu bukan kesalahan nasabah.Sedangkan denganprinsip fiqih yang menanggung kerugian tersebut adalah pemilik modal selama bukan karena kelalaian si pengelola, tetapi apabila karena kecurangan atau kelalaian si pengelola, maka ia bertanggugn jawab atas kerugian tersebut.

Jadi menurut penulis system tanggung jawab bila terjadi kerugian dalam mudharabah yang dipraktekan di BMT “Surya Mandiri” bila ditinjau dari fiqh islam tidak sesuai, karena di kerugian tersebut yang menanggung adalah si pengelola (mudharib), sedang dalam fiqih islam bila terjadi kerugian dalam mudharabah yang menanggung adalah pihak pemilik modal (shahibulmaal) selama itu bukan karena kesalahan atau ketledoran si pengelola. Dan pengelola akan menanggung kerugian tersebut kalau kerugian itu dikarenakan kesalahan atau keteledoran si pengelola itu sendiri.

Daftar Pustaka

M.N. Siddiqi.1996. Kemitraan Usaha dan Bagi Hasil, Yogyakarta: BT Darma Bhaakti Prima Yasa

Yayasan Penyelenggara Penerjemah al-Qur’an Depag RI, Al-Qur’an.

Muhammad, 2004.Ekonomi mikro dalam prespektif Islam,Yogyakarta;BPRe

Syafi’I Antonio. Muhammad.2001 Bank Syari’ah Dari Teori Ke Praktek, Jakarta; Gema Insani Press,

Al-Jaziri .Abdurrahman.1994, Fiqh Empat Mazdhab, jild IV, Ter Moh Zuhri, Semarang: CV. Asy-Syifa’

Saeed. Abdullah, 2004 Bank Islam Dan Buga, Yogyakarta; Pustaka Pelajar

13

Referensi

Dokumen terkait

Faktor-faktor yang mempengaruhi terjadinya pembiayaan bermasalah di BMT Surya Dana Makmur adalah: faktor intern dari BMT dalam menganalisis pembiayaan, karakter yang tidak baik

1) Dalam pembiayaan mudharabah ini BMT Surya Parama Arta sebagai pemilik dana membiayai 100% kebutuhan usaha yang dilakukan pengelola sesuai kesepakatan dan

Hal ini kurang sesuai dengan fatwa karena sebagai pemilik modal membiayai 100% kebutuhan suatu proyek (usaha).. 2) Dalam menentukan Jangka waktu usaha BMT UMS

06/per/M.KUKM/I/2007 tentang petunjuk teknis program pembiayaan produktif koperasi dan usaha mikro pola syariah bahwa pembiayaan adalah kegiatan penyediaan dana untuk

Melalui hasil analisis pembiayaan yang dilakukan oleh pihak BMT, maka dapat diketahui apakah usaha dari calon anggota tersebut layak ( feasible ) atau tidak. Layak di

Skripsi yang berjudul “Peran Pembiayaan Produktif BMT Mandiri Sejahtera Bagi Peningkatan Kesejahteraan Anggota Perspektif Maqashid Syariah”, ini ditulis untuk

Jenis produk penyaluran dana yang ditawarkan adalah produk pembiayaan produktif dengan akad Murabahah. Penyaluran dana atau pembiayaan produktif atau Pembiayaan

a) Kspps BMT Mandiri Sejahtera perlu membuat produk pembiayaan mudharabah yang mana dari produk tersebut bisa dimanfaatkan oleh kalangan pengusaha mikro. Tidak