• Tidak ada hasil yang ditemukan

REKONSTRUKSI POLA PIKIR HAKIM DALAM MEMUTUSKAN PERKARA KORUPSI BERBASIS HUKUM PROGRESIF

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "REKONSTRUKSI POLA PIKIR HAKIM DALAM MEMUTUSKAN PERKARA KORUPSI BERBASIS HUKUM PROGRESIF"

Copied!
11
0
0

Teks penuh

(1)

M. Syamsudin

Fakult as Hukum Universit as Islam Indonesia Yogj akart a E-mail: m. syamsudin@f h. uii. ac. id;

Abst r act

Thi s st udy ai ms t o r eveal and t hen r econst r uct t he mi ndset of j udges i n deci di ng cor r upt i on cases based Pr ogr essive Law. Academi c quest ion posed is whet her t he condi t i on of exi st i ng as t he mindset of j udges in deci di ng cases of cor r upt i on and how t o bui l d a new const r uct i on mi ndset of j udges based on t he pr i nci pl es of Pr ogr essive Law. Thi s r esear ch i s cl assi f ied i n t he t r adit i on of non-doct r i nal l egal r esear ch wit h sosiol egal appr oach. Dat a col l ect ed by i nt er view, obser vat ion and document st udy and t hen anal yzed f ol l owi ng t he int er act i ve model of Mat t ew B. Mi l es and A. Mi chael Haber man. The r esul t s of st udy i ndi cat e t he need f or new const r uct i on mi ndset of j udges based pr ogr essive l aw. Thi s i s based on t he empir i cal r eal i t y t hat t he j udge handl i ng t he case of cor r upt ion by many exper i enced det er ior at ion and f ai l ur e t o br i ng t he l aw i n a f ai r , usef ul and pr ot ect t he i nt er est s of societ y. The mi ndset of t he j udge who f i gur ed posi t ivi st i c needs t o be r eor gani zed under t he new pr ogr essive mi ndset i n deci di ng t he var ious l egal pr obl ems t hat emer ged r ecent ly t hat t he mor e compl ex and compl i cat ed, especi al l y i n deci di ng t he case of cor r upt ion. Judges at al l l evel s of educat ion and envi r onment al j ust i ce needs t o be impr oved f or t he j udge abl e t o r esol ve var i ous l egal issues pr oper l y, f ai r l y and wi sel y.

Key wor ds: r econst r uct i on, t he mi ndset of j udges, cor r upt ion cases, pr ogr essive l aw

Abst rak

St udi ini bert uj uan unt uk mengungkap dan kemudian merekonst ruksi pola pikir hakim dalam memut uskan perkara korupsi berbasis Hukum Progresif . Pert anyaan akademik yang diaj ukan adalah sepert i apakah kondisi exist ing pola pikir hakim dalam memut uskan perkara korupsi dan bagaimanakah membangun konst ruksi baru pola pikir hakim berdasarkan prinsip-prinsip Hukum Progresif . Penelit ian ini t ergolong dalam t radisi penelit ian hukum non-dokt rinal dengan pendekat an sosiolegal. Dat a dihimpun dengan wawancara, observasi dan st udi dokumen dan kemudian dianalisis mengikut i model int erakt if dari Mat t ew B. Miles dan A. Michael Haberman. Validasi dat a dilakukan dengan t riangulasi sumber dan met ode. Hasil pembahasan menunj ukkan perlunya konst ruksi baru pola pikir hakim berbasis hukum progresif . Hal ini didasarkan pada realit as empirik bahwa penanganan perkara korupsi oleh hakim banyak mengalami kemerosot an dan kegagalan unt uk menghadirkan hukum yang adil, bermanf aat dan melindungi kepent ingan masyarakat . Pola pikir hakim yang bercorak posit ivist ik perlu dit at a ulang berdasarkan pola pikir baru yang progresif dalam memut uskan berbagai problem hukum yang muncul akhir-akhir ini yang semakin kompleks dan rumit , t erut ama dalam memut uskan perkara korupsi. Pendidikan hakim di semua t ingkat an dan lingkungan pengadilan perlu dit ingkat kan agar hakim mampu memecahkan berbagai permasalahan hukum secara t epat , adil dan bij aksana. Muat an hukum progresif perlu dielaborasikan dalam pendidikan calon hakim dan isnt it usi pendidikan hukum pada umumnya

Kat a kunci: rekonst ruksi, pola pikir hakim, perkara korupsi, hukum progresif

Pendahluan

Art ikel ini merupakan bagian kedua dari penelit ian mul t i year s Hibah Bersaing Dikt i t a-

 Art ikel ini merupakan hasil penel it i an mul t i year s Hi bah Bersai ng yang di bi ayai ol eh DP2M Dikt i Kement r ian Pendi dikan Nasional RI, anggaran t ahun 2010.

(2)

hakim dalam menangani perkara korupsi, yait u pert ama pola pikir hakim yang bercorak posi-t ivisposi-t ik dan kedua pola pikir hakim yang ber-corak non-posit ivist ik. Pola pikir hakim dengan corak yang pert ama sangat menekankan pada ukuran-ukuran f ormal t eks at uran (at uran sen-t ris) dalam menggali kebenaran hukum, sedang-kan pola pikir dengan corak yang kedua meng-elaborasikan t eks at uran hukum dengan kont eks sosiolegal1 dalam menggali kebenaran hukum.2

Kecenderungan pola pikir hakim t ersebut t idak dapat dilepaskan dari sist em penge-t ahuan yang dimiliki hakim dan kemudian dari sist em penget ahuan yang dimilikinya it u me-nent ukan corak at au karakt er pemikirannya dalam memut uskan suat u perkara di pengadil-an. Dalam prakt ik t erdapat kecenderungan umum (mainst r eam) para hakim mengikut i pola berpikir l egal posi t i vi sm dan j arang sekali di-t emukan hakim yang mengikudi-t i cara berpikir non-posit ivist ik dalam memut uskan perkara. Corak berpikir posit ivist ik ini sebenarnya lahir dari paham hukum yang diikut i hakim selama ini yait u paham posit ivisme hukum. Paham posit ivisme hukum ini melahirkan pola pikir hakim yang bercorak posit ivist ik dalam me-mut uskan perkara.3

Pola pikir yang bercorak posit ivist ik dan yang non-posit ivist ik pada t at aran praksisnya melahirkan kecenderungan hakim yang berbeda dalam melakukan pemaknaan at au penaf siran hukum dalam memut uskan perkara korupsi.

1 Kont eks sosiol egal di sini dimaksudkan bahwa dal am

me-mahami hukum para pengkaj i t er sebut ber upaya mengait kan dengan f akt or-f akt or sosi al , budaya dan sebaginya yang bersif at int erdisipl iner. Baca Sul i st yo-wat i Ir iant o & Shi dart a (ed), 2009, Met ode Penel i t i an Hukum Konst el asi dan Ref l eksi. Jakar t a: Yayasan Obor Indonesi a. hl m. 173-175; Werner Menski, 2006. Compar at i ve Law i n a Gl obal Cont ext , The Legal Sys-t ems of Asi a and Af r i ca. Second Edit ion. New York: Cambri dge Univer si t y Press. hl m. 161-162.

2

M. Syamsudi n, Pemaknaan Haki m t ent ang Korupsi dan Impl ikasinya t erhadap Put usan: St udi Perspekt i f Hermeneut ika Hukum” , Jur nal Mi mbar Hukum FH UGM, Vol . 22. No. 4. Okt ober 2010. hl m. 510. Bandingkan dengan Al . Wisnubrot o, “ Upaya Mengembal ikan Keman-dir ian Haki m Mel al ui Pemahaman Real it as Sosi al nya” , Jurnal Hukum Pro Just i t i a, Tahun XX No. 1 Januar i 2003, hl m. 9-23.

3

M. Syamsudin, op. ci t. hl m. 511. Bandingkan dengan t u-l isan Faisau-l A. Rani , “ Haki m Sebagai “ Quasi Legi su-l at or” , Jur nal Hukum Pr o Jusi t i a, Tahun Ke 20 No. 2 Apr il 2002, hl m. 24-35.

Hasil penelit ian menemukan dua t ipe hakim dalam memaknai korupsi yait u ” t ipe hakim t ekst ual” dan ” t ipe hakim kont ekst ual” . Pe-maknaan t ekst ual yait u penaf siran sempit yang hanya mengacu pada t eks undang-undang yang berlaku, sedangkan pemaknaan kont ekst ual yai-t u penaf siran luas yang selain mengacu pada bunyi t eks hukum j uga mengait kan dan memperhat ikan f akt or-f akt or sosiolegal yang ada. Dalam prakt ik, pola pikir hakim dengan t ipologi pemaknaan t ekt ual masih mendominasi paradigma hakim dalam menaf sirkan ket ent uan perundang-undangan korupsi. Implikasinya ha-kim menj adi sulit at au dapat dikat akan gagal membukt ikan unsur-unsur t indak pidana korup-si, sehingga banyak melahirkan put usan bebas.4 Hasil penelit ian j uga mengungkapkan bahwa orient asi hakim dalam menj alankan hukum j uga sangat menent ukan keberhasilan hakim dalam memut uskan perkara korupsi di pengadilan. Ada t iga t ipologi orient asi hakim dalam menj alankan hukum yait u ada yang berorient asi mat erialis disebut t ipe hakim mat erialis, ada yang berorient asi pragmat is di sebut hakim pragmat is, dan ada yang ber-orient asi idealis disebut hakim idealis. Hakim mat erialis adalah hakim yang suka menj adikan kasus sebagai sumber komodit i unt uk men-dapat kan keunt ungan mat eri. Hakim pragmat is adalah hakim yang selalu mengikut i arah angin dan sit uasi yang mengunt ungkan dirinya baik secara mat eriil maupun immat eriil. Hakim idealis adalah hakim yang mempunyai idealisme unt uk mewuj udkan t uj uan hukum yait u ke-adilan dan selalu menolak pemberian apapun dari pihak-pihak yang berkepent ingan.

Dalam prakt ik t erekam pula bahwa akt i-vit as hakim dalam menangani suat u perkara,

4 M. Syamsudin, “ Kecenderungan Paradigma Ber pikir

(3)

banyak sekali godaannya t erut ama godaan yang bersif at mat erial.5 Dalam kont eks ini, pena-nganan suat u perkara dapat dimaknai sebagai sumber komodit i unt uk mendapat kan keunt ung-an secara mat erial. Singkat kat a, akt ivit as ha-kim dalam memut uskan perkara sangat rent an dengan prakt ik-prakt ik korupt if (baca: suap menyuap).6

Permasalahan

Berdasarkan hasil-hasil t emuan penelit ian sepert i yang t elah dipaparkan t ersebut , dimun-culkan pert anyaan akademik bagaimanakah membangun konst ruksi baru pola pikir hakim yang progresif dalam memut uskan perkara korupsi sehingga mampu mewuj udkan put usan yang adil, bermanf aat dan melindungi hak-hak dan kepent ingan masyarakat ?

Met ode Penelitian

Penelit ian ini t ergolong dalam t radisi penelit ian hukum nondokt rinal dengan pendekat -an sosiolegal. Subj ek penelit i-an adalah hakim yang didukung oleh inf orman dan nara sumber. Dat a dihimpun dengan met ode wawancara, observasi dan st udi dokumen. Dat a dianalisis mengikut i model int erakt if , yang t erdiri dari kegiat an pengumpulan dat a, reduksi dat a, pe-nyaj ian dat a, dan penarikan simpulan/ verif i-kasi. Unt uk menj amin validit as, obj ekt ivit as dan ket erandalan dat a dit empuh pemeriksaan t riangulasi. Dalam penelit ian ini digunakan t riangulasi sumber dan met ode. Triangulasi sumber dan met ode dilakukan dengan cara melakukan cek silang ant ara sumber dat a dan met ode yang sat u dengan dat a lainya, baik yang diperoleh lewat met ode wawancara, observasi, st udi dokument asi/ pust aka maupun cat at an lapangan.

Pembahasan

Uraian pembahasan ini pada int inya hen-dak menganalisis t ent ang pola pikir hakim di-dasarkan pada prinsip-prinsip hukum progresif . Tuj uan analisis diorient asikan unt uk

5

Wawancar a dengan kode AA. Haki m Agung RI. 6

Wawancar a dengan kode SS. Mant an hakim di PN Jogj akart a.

bangun konst ruksi baru sebagai hasil dari re-konst ruksi at as kondisi exist ing hasil penelit ian. Rekonst ruksi sendiri dimaknai sebagai proses membangun kembali at au mencipt akan kembali at au melakukan pengorganisasian kembali at as sesuat u.7 Sesuat u yang dimaksudkan adalah pola pikir hakim. Jadi, rekonst ruksi pola pikir hakim berbasis hukum progresif dimaksudkan proses membangun kembali pola pikir hakim dalam menangani suat u perkara (korupsi) yang didasarkan pada asumsi-asumsi, konsep-konsep dan prinsip-prinsip hukum progresif dalam rang-ka mewuj udrang-kan nilai-nilai hukum dalam me-mut uskan perkara.8 Nilai-nilai hukum it u t er-simpan dan j uga t ersimbolkan dalam j udul (irah-irah) di set iap put usan hakim yait u: ” DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA” .9

Pent ingnya suat u konst ruksi baru pola pikir hakim bert olak dari kondisi exist ing (hasil st udi) at as penanganan perkara (korupsi) oleh hakim di pengadilan saat ini banyak mengalami kemerosot an at au dapat dibilang kegagalan unt uk menghadirkan hukum yang adil, ber-manf aat dan melindungi kepent ingan masya-rakat (soci al j ust i ce). Pola pikir hakim yang bercorak posit ivist ik perlu dibangun kembali (dit at a ulang) berdasarkan pola pikir baru yang progresif dalam menyelesaikan problem hukum yang muncul akhir-akhir ini yang semakin

7 Baca Bryan A. Garner, 1999, Bl ack’ Law Di ct i onar y. Edisi

ke-7. ST. Paul Minn: West Group. hl m. 1278. Recon-st r uct i on i s t he act or pr ocess of r ebui l di ng, r ecr ea-t i ng, or r eor gani zi ng someea-t hi ng.

8

Bandingkan dengan rumusan nil ai-nil ai hukum ol eh Radbruch yait u ni al i keadil an, kepast ian, dan kegunaan. Gust av Radbruch dal am The Legal Phi l osophi es of Lask, Radbr uch, and Dabi n. Cambr idge. Massachuset t s, Har -vard Univer sit y Pr ess. hl m. 107-108. Bandingkan dengan t ul isan Ri dwan, ” Memuncul kan Karakt er Hukum Progre-sif dari Asas-asas Umum Pemer int ahan yang Baik Sol usi Pencari an dan penemuan Keadil an Subst ant if ” , Jur nal Hukum Pr o Just i t i a, Vol . 27 No. 1 Apr il 2009, hl m. 67-80.

9 Judul (irah-ir ah) t er sebut harus di cant umkan di set iap

(4)

pleks dan rumit , t erut ama dalam memecahkan masalah korupsi.

Pola pikir hakim yang progresif diperlu-kan karena berdasardiperlu-kan hasil st udi dit emudiperlu-kan adanya kesulit an at au dapat dikat akan kegagal-an hakim dalam menkegagal-angkegagal-ani korupsi disebabkkegagal-an karena hakim masih mengikut i pola pikir yang bercorak posit ivist ik.10 Cara berpikir ini masih diikut i secara dominan oleh para hakim di pe-ngadilan. Dalam pandangan posit ivisme hukum, hukum dikonsepkan sebagai l awyer ’ s l aw, dalam art i hukum it u ident ik dengan undang-undang, proses hukum harus berj alan menurut prinsip ‘ at uran dan logika’ (r ul es and logi c), dan undang-undanglah yang dianggap paling mampu menert ibkan masyarakat . Pandangan ini melihat hukum sebagai suat u inst it usi pe-ngat uran yang linier, mekanik, dan dit erminis-t ik erminis-t eruerminis-t ama unerminis-t uk kepenerminis-t ingan prof esi hukum sendiri. Paham ini melihat hukum sebagai se-suat u yang rasional, logis, penuh kerapian dan ket erat uran. Tegasnya hukum adalah sebuah order yang dit erapkan kepada manusia dan karena manusia harus t unduk kepadanya.11

Paham ini menempat kan hukum t idak unt uk manusia melainkan manusia dipaksa menyesuaikan dengan f ormat undang-undang dan prosedur t eknis. Inst it usi hukum yang f or-malist ik, birokrat is, sent ralist ik dibangun unt uk melayani hukum yang demikian. Sudah barang t ent u keadaan ini hanya dapat diakses oleh mereka yang memiliki kelebihan ekonomi, po-lit ik, dan mampu akses unt uk mengikut i segala t at a cara/ prosedur yang dit et apkan.12

10

Paham ini l ahir dari basis f il saf at hukum moder n yang merupakan produk sosi al , ekonomi, dan kul t ur barat , khususnya Eropa, yang memil iki t ipe l i ber al , kapit a-l ist ik, dan individuaa-l i st ik. Menurut Rahar dj o cara ber-hukum dengan t i pe sepert i it u sudah di t anamkan kepa-da mahasi swa sej ak duduk di bangku kul i ah di f akul t as hukum di Indonesi a. Baca Sat j i pt o Rahardj o, 2009.

Hu-kum Pr ogr esi f sebuah Si nt esa HuHu-kum Indonesi a.

Jogj akart a: Gent a Publ i shing. hl m. 141. Lihat j uga Sa-t j i pSa-t o Rahar dj o, “ Hukum Progresif : Hukum Yang Mem-bebaskan” , Jur nal Hukum Pr ogr esi f , Vol . 1 No. 1, Apr il 2005.

11 Sat j i pt o Rahar dj o, “ Konst it usional dari Dua Sudut

Pan-dang” , Kompas, 7 Sept ember 1998, hl m. 4.

12 Esmi War assih, “ Hukum Progresif Jawaban Al t ernat i f

Menuj u Pembangunan Hukum Indonesia Menghadapi Maf ia Peradil an” , Makal ah di sampaikan pada Seminar Nasional Menembus Kebunt uan Legal Formal Menuj u Pembangunan Hukum dengan Pendekat an Hukum pro-gresif , FH Undip 19 Desember 2009. hl m. 3.

Paham posit ivisme hukum menj adikan at uran sebagai acuan dan sumber sat u-sat unya bagi hakim dalam mengadili korupsi. Hakim hanyalah diposisikan sebagai corong undang dan hanya boleh menerapkan undang-undang secara mekanis dan prosedural. At uran hukum dit empat kan sebagai pusat dan t uj uan dalam dirinya sendiri, t anpa memperhat ikan dimensi-dimensi lain di luar at uran. Kej uj uran dan kearif an dalam menj alankan hukum, j ust ru t erabaikan. Akibat nya, kepekaan, empat i, sert a dedikasi unt uk menghadirkan keadilan dan ke-benaran t ert inggal j auh di belakang. Keke-benaran dan keadilan hanya menj adi persoalan legal-f ormal belaka. Cara berpikir ini sangat meng-ut amakan nilai kepast ian hukum dibandingkan dengan nilai keadilan dan kegunaan. Cara ber-pikirnya lazimnya bersif at dedukt if dalam me-nemukan kebenaran hukum dengan meng-ut amakan logika f ormal (silogisme). 13

Karakt er t eknisit as t ersebut menggiring hukum pada posisi yang siap ” direkayasa” . Bagi orang yang menguasai hukum dan t eknik hukum yang t inggi, akan t et api rendah moralit asnya, akan dapat memanf aat kan hukum dengan se-baik-baiknya unt uk memenangkan kasus yang sedang dit anganinya. Bahkan j ika memiliki ke-cenderungan senang berkolaborasi dengan pi-hak yang melakukan kej ahat an, maka baginya hukum sewakt u-wakt u dapat diubah sebagai alat kej ahat an (l aw as a t ool of cr ime). Per-buat an j ahat dengan hukum sebagai alat nya merupakan kej ahat an yang sempurna, sulit dilacak, karena diselubungi hukum dan berada di dalam hukum.14

Kuat nya cara berpikir legal posit ivism di kalangan hakim Indonesia menj adi penyebab ut ama korupt or t erlepas dari j erat an hukum. Berbagai prakt ik korupsi dilakukan begit u mas-sif dan t elanj ang, t et api semua it u sulit dit in-dak, hal ini disebabkan karena aparat penegak hukum, t erut ama hakim hanya berpegang pada bunyi t eks perat uran hukum secara eksplisit

13 Baca “ Hukum it u Manusia, bukan Mesin” dal am Sat j i pt o

Rahardj o, 2007, “ Bi arkan Hukum Mengal ir Cat at an Kri t i s t ent ang Pergul at an Manusi a dan Hukum” , Jakar t a: Kom-pas. hl m. 91.

14

(5)

dan sempit sert a t idak berupaya mencari mak-na dalam memak-naf sirkan at uran hukum it u secara lebih luas at au progresif . Di sisi lain, pengalam-an selama ini menunj ukkpengalam-an bahwa pemberpengalam-an- pemberan-t asan korupsi pemberan-t idak j arang j uspemberan-t ru dihambapemberan-t apemberan-t au dikalahkan oleh penggunaan asas dan dokt rin t ert ent u yang masuk dalam ranah ilmu dan t eo-ri hukum. Dalam prakt ik apa yang dilakukan oleh aparat penegak hukum (polisi, j aksa, ad-vokat , hakim) sangat dit ent ukan oleh mi ndset

at au paradigma yang ada di kepala-kepala mereka. Paradigma menent ukan bagaimana mereka membaca dan memaknai hukum yang digunakan. Perat uran yang sama dapat dibaca secara berbeda oleh orang-orang dengan para-digma yang berbeda.15

Problem yang bersif at paradigmat is t er-sebut sungguh t idak mamadai j ika hanya di-selesaikan melalui proses hukum yang seder-hana dan biasa-biasa saj a. Oleh karena it u perlu dicarikan alt ernat if paradigma baru yang mampu menyelesaikan permasalahan t ersebut secara memadai. Dengan kat a lain diperlukan perubahan paradigma dari paradigma legal posit ivism ke paradigma progresif . Di sinilah relevansi paradigma Hukum Progresif dit awar-kan.

Dalam hal ini, Wignyosoebrot o menya-rankan agar paradigma kerj a hakim di negeri-negeri berkembang yang berkult ur maj emuk sepert i Indonesia sudah wakt unya berubah dan diubah. Hakim bukan lagi sebat as bereksist ensi sebagai mulut yang membunyikan kalimat -ka-limat undang-undang (l e j uge est uni quenment l a bouche qui pr ononce l e mot s de l oi s). Hakim j uga bukan pirant i yang dirancang unt uk ber-logika dan bekerj a secara mekanik, melainkan manusia seut uhnya yang punya kepekaan pada ihwal kemanusiaan dan kepedulian sosial. Kalaupun hakim it u harus membaca bunyi kat a-kat a yang t ert era secara t ekst ual di buku un-dang-undang, diapun harus pula belaj ar dan pandai membuat int erpret asi yang t idak harf iah (konot at if ), agar mampu mengungkap norma-norma sosial yang secara kont ekst ual melat ari

15

Sat j i pt o Rahardj o, 2009. Hukum Pr ogr esi f sebuah Si nt

e-sa Hukum Indonesi a. Jogj akart a: Gent a Publ ishing, hl m.

137-138.

set iap preskripsi undang-undang. Hakim mo-dern yang t erdidik unt uk melayani kebut uhan hukum masyarakat yang berkult ur maj emuk, bukanlah kepanj angan t angan badan legislat if . Hakim yang bert ugas di daerah-daerah amat diharapkan dapat memainkan peran sebagai agen yang mampu mengant ar hukum undang-undang yang diproduksi di pusat dit ransf ormasi ke dalam suat u ekspresi kearif an dan keadilan yang bisa dit erima oleh warga masyarakat set empat .16

Hukum progresif mencoba membogkar cara-cara berhukum yang t elah mengakar t er-sebut dengan kat a kunci hukum unt uk manusia bukan sebaliknya manusia dipaksa-paksa unt uk t unduk pada hukum. Hukum progresif adalah hukum yang membebaskan, hukum yang mem-bahagiakan, hukum yang memuat moral ke-manusiaan, dan hukum yang merupakan sebuah proses yang t idak pernah f inal. Hukum progresif bukan sekedar menerapkan at uran dan hanya unt uk memenuhi prosedur melainkan hukum yang harus dilihat sebagai persoalan manusia secara ut uh. Hukum progresif adalah hukum yang diperlukan unt uk manusia baik dalam aksi-int eraksi dengan sesama manusia, maupun manusia dengan alam semest a yait u lingkungan sosial dan alam sekit arnya. Hukum progresif adalah hukum yang pada hakikat nya mengat ur perilaku manusia melalui norma-norma hukum yang dicipt akan yang lebih mengut amakan adilan dan kebahagiaan yang hakiki bagi ke-hidupan.17

Agenda perubahan paradigma meliput i perubahan asumsi dasar at au asumsi f ilosof is-t eoreis-t is yang dij adikan sumber nilai, kerangka pikir, orient asi dasar, asas, t olak ukur, para-met er, sert a arah dan t uj uan dari suat u

16 Soet andyo Wignyosoebrot o, 2010, ” Mempersoal kan

Ke-adil an dal am Amar Put usan Haki m” dal am Waj ah Haki m dal am Put usan, St udi at as Put usan Haki m Ber di mensi Hak Asasi Manusi a. Yogyakart a: PUSHAM UII. hl m. 141142. Lihat j uga Niken Savit r i, “ Tugas Hakim dan Penaf -siran At as KUHP” , Jur nal Hukum Pr o Jut i t i a, Vol . 25 No. 4 Okt ober 2007, hl m. 339-350.

17 Sat j i pt o Rahardj o, op. ci t. Lihat j uga Suadamar a

(6)

kembangan, perubahan dan proses dalam bi-dang t ert ent u, t ermasuk dalam pembangunan, gerakan ref ormasi maupun dalam proses pen-didikan. Dengan demikian, paradigma menem-pat i posisi dan f ungsi yang st rat egis dalam set iap proses kegiat an, t ermasuk kegiat an penegakan hukum. Suat u perencanaan, proses pelaksanaan, dan hasil-hasilnya dapat diukur dengan paradigma t ert ent u yang diyakini kebenarannya.18

Paradigma di sini dimaksudkan sebagai pola at au kerangka berpikir hakim dalam me-nangani perkara.19 Kerangka berpikir t ersebut didasarkan pada penalaran hakim dalam meng-konst ruksi put usan at as suat u kasus konkrit . Penalaran hukum merupakan kegiat an berpikir problemat is t ersist emat isasi dari subj ek hukum (manusia, hakim t ambahan penulis) sebagai makhluk individu dan sosial di dalam lingkungan kebudayaanya. Disebut problemat is karena pe-nalaran hukum merupakan pepe-nalaran prakt is sebagai konsekuensi dari karakt er keilmuan hukum sendiri (sebagai ilmu prakt is) yang diabdikan unt uk mencari put usan bagi penyele-saian kasus-kasus konkrit . Disebut t ersist ema-t isasi karena argumenema-t asi dan puema-t usaan yang dihasilkan harus dit empat kan dalam kerangka hukum sebagai sist em (t at anan).20

Dalam kegit an penalaran hukum it u t er-kait dengan subj ek dan obj ek penalaran yang mengandung 3 (t iga) dimensi, yakni ont ologis, aksiologis dan epist emologis. Per t ama, dimensi

18 Sugit o dkk, 2002, Pendi di kan Pancasi l a. Semar ang: UPT

MKU UNNES, hl m. 178. Bandingkan dengan Dodo SDW, ” Asas Negara Hukum Menurut Paham Pancasil a” , Jur nal Keadi l an, Vol . 2 No. 1, Tahun 2002, hl m. 34-40. 19 Makna par adigma mel iput i : model dal am t eor i il mu

penget ahuan, ker angka ber pikir, daf t ar semua bent uk-an dari sebuah kat a yuk-ang memperl ihat kuk-an konj ungsi duk-an dekl inasi kat a t er sebut . Baca Erl yn Indart i, 2010, Di s-kr esi dan Par adi gma Sebuah Tel aah Fi l saf at Hukum, Pi dat o Pengukuhan Jabat an Guru Besar dal am Fl saf at Hukum pada FH Undi p. hl m. 13-14. Lihat j uga Indart i , Erl yn. “ Legal Const ruct i vi sm: Par adigma Baru Pendi -dikan Dal am Rangka Pembangunan Masyarakat Madani” , dal am Maj al ah Il mi ah Masal ah-Masal ah Hukum, Vol . XXX, No. 3, Jul i – Sept ember 2001, hl m. 139-154 dan Suparl an, Parsudi, “ Par adigma Nat ural ist ik dal am Penel i t i an Pendidikan: Pendekat an Kual it at if dan Penggunaannya”, Maj al ah Ant r opol ogi Indonesi a No. 53, Vol . 21 – 1997, di t erbit ka ol eh FISIP UI Jakart a. 20

Shidart a, 2006, ” Fil osof i Penal aran Hukum Haki m Kons-t iKons-t usi dal am Masa Transi si KonsKons-t iKons-t usional iKons-t as” . Jur nal Hukum Jent er a, Edisi 11-t ahun III, Januari-Maret 2006. hl m. 6.

ont ologis yakni t erkait dengan hakikat hukum yang dit et apkan, apakah hukum dimaknai se-bagai asas keadilan dan kebenaran, at au hukum sebagai norma hukum posit if dalam sist em perundang-undangan, at au hukum sebagai peri-laku sosial dalam skala makro dan mikro, dan set erusnya. Kedua dimensi aksiologis, yakni t u-j uan yang ingin dicapai oleh hukum, yait u apakah keadilan, kepast ian hukum, dan keman-f aat an (ger echt i gkei t , r echt ssi cher hei t , und zweckmaai gkeit) at au ket iga-t iganya. Ket i ga, dimensi epist emologis yait u t ent ang met ode at au pendekat an yang digunakan si subj ek da-lam berhubungan dengan obj ek t elaahnya. Da-lam kont eks epist emologi ini, penalaran hukum t idak hanya menggunakan rasio sebagai sat u-sat unya modalit as yang dipakai si subj ek dalam mendekat i obj ek. Ada modalit as lain di luar rasio, sepert i indera dan int uisi. Kenyat aannya bahwa para subj ek it u t idak sepenuhnya mah-luk rasional, t api j uga makhmah-luk et is dan poli-t is.21

Berpikir rasional dalam penalaran hukum memang sangat diperlukan, t et api j elas bukan

sat u-sat unya modalit as penalaran hukum.

Hampir seluruh kasus yang dihadapi hakim berst rukt ur sangat kompleks, sehingga akhirnya penalaran hukum j uga harus bersinggungan de-ngan mor al r easoni ng. Ini merupakan keunikan penalaran hukum. Jika penalaran hukum hanya dibat asi pada akt ivit as rasional sepert i dikenal dalam ilmu-ilmu past i, maka konsekuensinya adalah f ungsi ut ama hakim t idak lain sekedar sebagai penerap hukum (l aw enf or cer), menaf i-kan yang lain sebagai pencipt a hukum (l aw cr eat or ; l aw maker). Fenomena ini sangat kuat t erasa dalam t at a hukum Indonesia yang berada dalam keluarga sist em civil law. Dapat dit ebak bahwa f ungsi hakim yang diposisikan sepert i it u akan mudah mengarah pada menguat nya cara berpikir ala aliran legal posit ivism, dan ekst rim-nya legisme.22

Agenda Hukum Progresif menawarkan pa-radigma baru dalam cara berhukum yang se-lama ini didominasi oleh paham hukum yang legal posit ivism. Lahirnya hukum progresif di

21 Ibi d. 22

(7)

lat arbelakangi oleh ket idakpuasaan kinerj a pe-negakan hukum dalam set t ing Indonesia akhir abad ke-20, berupa keprihat inan at as kualit as penegakan hukum di Indonesia. Dalam kont eks Indonesia, pent ingnya hukum progresif didasar-kan pada pengalaman ant ara lain gagalnya hu-kum membawa korupt or ke penj ara oleh pene-gak hukum (hakim). Kegagalan it u disebabkan oleh sif at submisif t erhadap kelengkapan hu-kum yang ada, sepert i prosedur, dokt rin dan asas. Akibat nya hukum j ust ru menj adi saf e heaven bagi para korupt or. Dilihat dari sudut hukum Progresif , maka cara-cara dan prakt ek berhukum sepert i it u sudah t ergolong kont ra-progresif .23

Hukum progresif menawarkan bent uk pe-mikiran dan penegakan hukum yang t idak sub-misif (t unduk sepenuhnya) t erhadap sist em yang ada, t et api lebih af irmat if . Af irmat if art i-nya memerlukan keberanian unt uk melakukan pembebasan dari prakt ik konvensional dan menegaskan penggunaan cara yang lain. Lang-kah af irmat if t ersebut akan menimbulkan t e-robosan-t erobosan at au sering disebut r ul e-br eaking. Hukum progresif mengaj ukan mak-sim, ” hukum unt uk manusia at au rakyat dan bukan sebaliknya” . Ini dapat diperluas menj adi asas dan dokt rin unt uk rakyat bukan sebalik-nya. Dengan paradigma ini, maka apabila rak-yat menghadapi at au didera oleh suat u per-soalan, maka bukan rakyat yang disalahkan, melainkan harus dicari j alan keluarnya at as hu-kum yang ada, t ermasuk meninj au asas, dok-t rin, subdok-t ansi, serdok-t a prosedur yang berlaku.24

Penat aan ulang yang dit awarkan hukum progresif t ent unya membut uhkan sebuah model at au kerangka kerj a yang dapat memandu un-t uk menj alankan hukum progresif un-t ersebuun-t . Tanpa panduan at au model yang j elas yang berf ungsi sebagai pl at f or m sulit kekuat an

23 Sat j i pt o Rahar dj o. “ Hukum Progresif sebagai Dasar

Pembangunan Il mu Hukum Indonesia” . Dal am Buku:

Menggagas Hukum Pr ogr essi f Indonesi a, Penyunt i ng:

Ahmad Gunaw an dan Muammar Ramadhan, Yogyakart a: Pust aka Pel aj ar, hl m. 2-3.

24 Sat j i pt o Rahar dj o, 2009. op. ci t . hl m. 141-142. Lihat

dan bandingkan dengan Theresia Anit a Chr ist i ani , ” St udi Hukum Berdasarkan Perkembangan Par adigma Pemikir an Hukum Menuj ur Met ode Hol i st ik” , Jur nal Hukum Pr o Just i t i a, Vol . 26 No. 4 Okt ober 2008, hl m. 347-358.

kum progresif disat ukan dalam sat u komit men. Tanpa kesat uan komit men, langkah pembaruan yang t erarah sulit diwuj udkan, bahkan t idak must ahil, inisiat if individual seorang pelaku hukum dapat menj adi liar dan sewenang-we-nang. L. Tanya mengaj ukan t iga pert imbangan pemikiran, per t ama, bahwa hukum progresif berusaha menolak keadaan st at us quo, mana-kala keadaan t ersebut menimbulkan dekadensi, suasana korup, dan semangat merugikan kepen-t ingan rakyakepen-t ; kedua, dalam hukum progresif melekat semangat perlawanan dan pemberon-t akan unpemberon-t uk mengakhiri kelumpuhan hukum melalui aksi kreat if dan inovat if para pelaku (akt or) hukum; dan ket i ga, hukum progresif membut uhkan kehadiran sebuah exemplar at au cont oh/ model, yang akan dapat menyat ukan kekuat an-kekuat an hukum progresif pada suat u plat f orm aksi. Exemplar it u menyediakan t iga perangkat lunak yang dibut uhkan sebuah gerak-an, yakni per t ama, landasan ideologis yang mendasari gerakan yang diperj uangkan; kedua, masalah yang dianggap relevan dan pent ing unt uk diperj uangkan dan dikerj akan; dan ke-t i ga, Met ode at au prosedur yang t epat dan ef ekt if unt uk menyelesaikan masalah dimaksud. Kej elasan t iga hal t ersebut , per-t eori, akan me-rekat kan kekuat an-kekuat an pot ensial hukum progresif dalam sat u agenda dan garis per-j uangan. Dengan begit u harapan bersat unya ke-kuat an hukum progresif sepert i diserukan Ra-hardj o lebih mudah t erwuj ud.25

Di ant ara sekian model yang ada, Int er es-senj ur ispr udenz merupakan sat u model yang nampak lebih sesuai dengan semangat hukum progresif . Searah dengan hukum progresif alir-an ini mengalir-anut prinsip melayalir-ani kepent ingalir-an dan memenuhi kebut uhan manusia merupakan t uj uan ut ama dari hukum. Upaya mencapai t u-j uan t ersebut t idak bisa hanya dengan meng-andalkan penerapan at uran hukum secara hi-t am-puhi-t ih.26

25 Bernard L. Tanya, 2005, Hukum, Pol i t i k dan KKN.

Surabaya: Sr ikandi . hl m. 39. Baca pul a Sat j ipt o Rahar -dj o, “ Ber sat ul ah Hukum Progresi f ” , Kompas, 6 Sept ember 2004. Lihat pul a Yohanes Suhar din, “ Paradigma Rul e Breaking dal am Penegakan Hukum yang Berkeadil an” , Jur nal Hukum Pr o Just i t i a, Vol . 26 No. 3 Jul i 2008, hl m. 282-291.

(8)

Kepent ingan-kepent ingan manusia sangat beragam, dan biasanya unik menurut ruang dan wakt u. Oleh karena it u aparat penegak hukum dit unt ut unt uk sedapat mungkin mengambil po-sisi seakan-akan ia mengalami sendiri kasus yang sedang dit angani. Inilah yang oleh Arist o-t eles disebuo-t apiekei a. Dengan cara ini keadilan bisa dit emukan, sebab harus diakui bahwa ke-adilan t idak bisa secara langsung dit emukan lewat proses logis-f ormal. Keadilan j ust ru di-peroleh lewat int uisi.27

Aliran yang muncul di Jerman sekit ar dekade awal Abad ke-20 it u, mengandalkan pe-meriksaan yang cermat dan serius at as kepen-t ingan-kepenkepen-t ingan yang diperkepen-t aruhkan dalam suat u kasus konkrit , berikut kont eksnya yang relevan. Kemudian dengan menimbang dan me-nyelami bobot dari kepent ingan-kepent ingan yang dipert aruhkan it u, diambilah keput usan yang mendukung kepent ingan yang lebih ut a-ma. Int er essenj ur ispr udenz t egas-t egas meno-lak pert imbangan yuridis yang legalist ik yang dilakukan secara pasang-j arak (di si nt er es-t edness), det ached dan in-abst r act o. Aliran ini t idak memulai pemeriksaan dari bangunan perat uran secara hit am put ih, melainkan dari kasus khusus di luar narasi t ekst ual at uran it u sendiri. Cara ini merupakan siasat unt uk menut up ket erbat asan at uran dan t eks-t eks hukum yang mungkin t idak mengat ur secara eksplisit mengenai suat u persoalan. Di sini dipegang t eguh prinsip ” keadilan t idak bisa dikorbankan hanya lant aran ket erbat asan nor-ma dan t eks-t eks hukum yang ada” . Karena it u argumen-argumen legal dicari sesudah keadilan dit emukan unt uk membingkai secara yuridis-f ormal keput usan yang diyakini adil t ersebut . 28

Dari uraian di at as dapat dit emukan t u-j uan dan semangat yang sama ant ara hukum progresif dengan i nt er essenj ur i spr udenz, se-t idak-se-t idaknya dalam lima hal, yaise-t u per t ama, semangat menempat kan kepent ingan dan ke-but uhan manusia/ rakyat sebagai t uj uan ut ama dari hukum; kedua, kehendak menyelenggara-kan hukum secara kreat if ; ket i ga, pent ingnya kepekaan, empat i, sert a dedikasi dalam

27 Ibi d. 28

Ibi d.

nyelenggaraan/ penegakan hukum; keempat,

kearif an manusia (aparat penegak hukum) men-j adi kat a kunci pencapaian keadilan; dan ke-l i ma, t idak ant i perat uran, akan t et api ber-usaha t erus-menerus memberi makna baru dalam ruang dan wakt u yang t epat .29

Selain memerlukan exemplar baru, hu-kum progresif j uga membut uhkan pelaku-pe-laku hukum yang arif dan kreat if unt uk meng-garapnya karena kunci perubahan t erlet ak pada penaf siran kont ekst ual t erhadap hukum. Hukum progresif sepert i j uga Int er ssenj ur i spr udenz, t idak sekali-kali menaf ikan perat uran yang ada sebagaimana dianj urkan aliran f r ei r echt l ehr e. Meski begit u hukum progresif t idak sepert i legisme yang memat ok perat uran sebagai harga mat i. Hukum progresif j uga t idak sepert i ana-l yt i caana-l j ur i spr udence yang hanya berkut at pada proses logis-f ormal. Hukum progresif merangkul baik perat uran maupun kenyat aan/ kebut uhan sosial sebagai dua hal yang harus dipert im-bangkan dalam t iap keput usan.30

Memadukan perat uran dan kenyat aan se-cara adil bukanlah pekerj aan yang mudah. Sua-t u kenyaSua-t aan yang biasanya bersif aSua-t spesif ik, t idak selalu bias dipasang secara t epat dalam bingkai suat u at uran yang biasanya sangat umum. Lagi pula kenyat aan yang t ersodor, acapkali bukanlah kenyat aan hit am-put ih. Ti-dak j arang dalam dunia riil , harus menghadapi kenyat aan dan keadaan di mana pert imbangan-pert imbangan benar-salah berdasarkan at uran hukum t idak selalu menolong. Kenyat aan at au keadaan di mana keput usan harus diambil de-ngan amat memperhit ungkan kont eks yang ada. Begit u kompleknya kenyat aan sehingga hampir must ahil memperoleh keput usan yang adil ha-nya dengan mengandalkan pert imbangan lega-list ik semat a.

Oleh karena it u, kehadiran pelaku hukum yang arif dan kreat if , mut lak perlu unt uk me-mandu penaf siran yang luas dan kreat if t er-hadap at uran-at uran yang demikian it u. Se-orang pelaku hukum progresif berusaha mencari dan menemukan keadilan dalam bat as dan di t engah ket erbat asan kaidah-kaidah hukum yang

29 Ibi d. 30

(9)

ada. It u pula sebabnya, kecerdikan dan ke-arif an pelaku hukum menyelami roh sebuah perat uran, sert a kemampuan menent ukan se-cara t epat keut amaan suat u kepent ingan/ ke-but uhan sosial yang harus dilayani oleh hukum, merupakan kekuat an kinci dari hukum pro-gresif .

Oleh karena it u prakt ik hukum progresif lebih mengandalkan kebij aksanaan para pelaku hukum, yait u hakim, polisi, j aksa, dan advokat dalam memaknai hukum kini dan di sini. Hakim, polisi, j aksa dan advokat lah yang progresif lah yang sebenarnya menj adi uj ung t ombak per-j uangan hukum progresif . Unt uk mewuper-j udkan hukum mereka harus bert indak sebagai a cr e-at i ve l awyer. Dari merekalah diharapkan lahir keput usan yang berkualit as ’ yurisprudensial’ (keput usan bermut u yang layak menj adi ruj u-kan) unt uk memandu perubahan hukum secara progresif . Tanpa panduan it u hukum progresif akan sulit t erwuj ud. Di t engah kebanyakan orang (t ermasuk aparat penegak hukum) dikua-sai sikap pragmat is-naif , bisa saj a kebebasan yang diberikan hukum progresif it u disalahguna-kan unt uk menabrak hukum it u sendiri demi sebuah kemungkaran.

Agenda paradigma Hukum progresif j uga t idak dapat melepaskan diri dari ” pabrik j u-rist ” . Lembaga pendidikan hukum sebagai pen-cet ak ahli hukum menj adi inst it usi yang st ra-t egis dalam sosialisasi Hukum Progresif . Agenda yang cukup mendesak di ranah pendidikan t ing-gi hukum adalah dengan melakukan ref ormasi kurikulum di bidang hukum. Sebagaimana disebut kan di muka bahwa agenda paradigma ut ama hukum progresif adalah menempat kan manusia sebagai sent ralit as ut ama dari seluruh perbincangan t ent ang hukum. Filosof i dan para-digma hukum progresif adalah ” hukum unt uk manusia” . Dengan bingkai pemahaman yang de-mikian maka sesungguhnya kurikulum pendidik-an t inggi hukum niscaya memperbincpendidik-angkpendidik-an manusia dan kemanusiaan sebagai wacana awal dalam hukum. Jadi urut anya, manusia dulu

baru kemudian disusul dengan hukum dengan segala at ribut dan permasalahnnya.31

Di sit u bukan berart i set elah menunt as-kan pembicaraan manusia kemudian dit ut up unt uk pindah ke pembicaraan t ent ang hukum. Tidak demikian. Perbincangan t ent ang hukum unt uk t ahap berikut nya t idak akan menut up pint u bagi isu manusia dan kemusiaan. Hukum progresif t idak membuat bat as sepert i it u. Masalah manusia dan kemanusiaan akan t erus mengalir memasuki hukum. Maka menj adilah bahwa hukum it u bukan unt uk dirinya sendiri, melainkan unt uk mengabdi dan melest arikan manusia dengan segala perbincangan t ent ang kebenaran dan keadilan di dalamnya. Dengan kurikulum yang demikian maka akan menawar-kan lulusan yang siap unt uk menegakmenawar-kan mar-t abamar-t manusia, menolong yang susah, ber-semangat menyanyangi dan memberi garansi alumniya t idak akan pernah berkolaborasi de-ngan pelaku kej ahat an unt uk merekayasa hu-kum unt uk alat kej ahat an.32

Pada saat f akt or manusia dan kemanu-siaan menj adi pusat perbincangan hukum pro-gresif , maka f akt or et ika dan moralit as dengan sendirinya akan ikut t erseret masuk di dalam-nya. Oleh karena it u hukum progresif t idak bisa lepas dari membicarakan keadilan, kebenaran, dan kemanusiaan. Jadi dengan t egas hukum progresif menolak pendapat yang memisahkan hukum dari f akt or kemanusiaan dan moralit as. Di sinilah f akt or pencerahan yang dilakukan oleh hukum progresif .

Bert olak dari pembahasan yang t elah di-uraikan di at as, dapat diperoleh skema t ent ang proses rekonst ruksi pola pikir hakim berbasis hukum progresif sebagai nampak pada bagan di bawah ini.

Penut up Simpulan

Konst ruksi baru pola pikir hakim berbasis hukum progresif sangat dibut uhkan hakim da-lam proses memut uskan perkara korupsi. Hal ini

31

Sat j i pt o Rahardj o, ” Kemanusiaan, Hukum dan Tekno-krasi ” , Makal ah pada Program Dokt or Il mu Hukum Undip 2005.

(10)

didasarkan pada pengalaman empirik pena-nganan kasus-kasus korupsi oleh hakim di pe-ngadilan banyak mengalami kemerosot an dan kegagalan unt uk menghadirkan hukum yang adil, bermanf aat dan melindungi kepent ingan masyarakat . Pola pikir hakim yang bercorak po-sit ivist ik perlu dit at a ulang berdasarkan pola pikir baru yang progresif dalam menyelesaikan problem hukum yang muncul akhir-akhir ini yang semakin kompleks dan rumit , t erut ama dalam memecahkan masalah korupsi.

Saran

Pendidikan hakim di semua t ingkat an dan lingkungan pengadilan perlu dit ingkat kan agar hakim mampu memecahkan berbagai per-masalahan hukum secara t epat , adil dan bij ak-sana. Muat an hukum progresif perlu dielabo-rasikan dalam pendidikan calon hakim agar prinsip-prinsip hukum progresif t ersosialisasikan sej ak awal kepada para calon hakim. Di sisi lain inst it usi pendidikan hukum t erut ama f akult as hukum, harus memasukkan mat eri dan muat an hukum progresif dalam kurikulum pendidikan- nya, sehingga nilai-nilai hukum progresif dapat t ersosialisasi sej ak dini t erhadap mahasiswa.

Daft ar Pust aka

Ananda, Suadamara. “ Hukum dan Moralit as” ,

Jur nal Hukum Pr o Just i t ia. Vol. 24 No. 3 Juli 2006. Bandung: FH Unpar;

Christ iani, Theresia Anit a. ” St udi Hukum Ber-dasarkan Perkembangan Paradigma Pemi-kiran Hukum Menuj ur Met ode Holist ik” .

Jur nal Hukum Pr o Just i t ia. Vol. 26 No. 4 Okt ober 2008. Bandung: FH Unpar;

Garner, Bryan A. 1999. Bl ack’ Law Di ct ionar y. Edisi ke-7. ST. Paul Minn: West Group; Gunawan, Ahmad dan Muammar Ramadhan

(ed). Menggagas Hukum Pr ogr essi f Indo-nesi a. Yogyakart a: Pust aka Pelaj ar;

Heuken, Adolf . ” Teladan Hakim yang Bij aksana, Tegas, dan Memperhat ikan Sit uasi” .

Jur nal Keadi l an, Vol. 2 No. 1, Tahun 2002;

Indart i, Erlyn. “ Legal Const ruct ivism: Para-digma Baru Pendidikan Dalam Rangka Pembangunan Masyarakat Madani” . Maj a-l ah Ia-l mi ah Masaa-l ah-Masaa-l ah Hukum. Vol. XXX, No. 3. Juli – Sept ember 2001; ---. 2010. Di skr esi dan Par adigma Sebuah

Tel aah Fi l saf at Hukum, Pidat o Pengu-kuhan Jabat an Guru Besar dalam Flsaf at Hukum pada FH Undip. Semarang: Undip;

Sesudah

H U K U M

P R 0 G R E S I F

Mel ahirkan Tipol ogi Haki m

Progresi f

 Cenderung berpikir posit i vi st ik

 Cenderung memaknai hukum secara sempit (t ekst ual ),

 Ada yang beror ient asi mat er ial (mat eri al i s dan pragmat is) dan sedikit yang ideal i s

Konst ruksi Exi st ing Pol a Pikir Haki m

Konst ruski Bar u Pol a Pikir Haki m

 Berpikir hukum non-posi t ivist ik

 Memaknai hukum secara l uas (kont ekst ual )

 Orient asi unt uk

mewuj udkan hukum yang adil (i deal is)

Ref l eksi Fil osof is

Mel ahirkan Tipol ogi Haki m

Konvensional

Sebel um

(11)

Iriant o, Sulist yowat i & Shidart a (ed). 2009.

Met ode Penel i t i an Hukum Konst el asi dan Ref l eksi. Jakart a: Yayasan Obor Indone-sia;

Koesnoe, Moh. “ Apa Art inya Yuridis it u? Kaj ian Ukuran dan Persoalannya Dewasa ini” .

Var i a Per adi l an. No. 118 Edisi Juli 1995. Jakart a: IKAHI;

Menski, Werner. 2006. Compar at i ve Law in a Gl obal Cont ext , The Legal Syst ems of Asi a and Af r i ca. Second Edit ion. New York: Cambridge Universit y Press;

Nit ibaskara, Tb. Ronny R. “ Hukum sebagai Alat Kej ahat an” . Kompas. 16 Okt ober 2000; Rahardj o, Sat j ipt o. “ Konst it usional dari Dua

Sudut Pandang” . Kompas. 7 Sept ember 1998;

---. “ Bersat ulah Hukum Progresif ” . Kompas, 6 Sept ember 2004;

---. “ Hukum Progresif : Hukum Yang Mem-bebaskan” . Jur nal Hukum Pr ogr esif Vol. 1 No. 1. April 2005;

---. ” Kemanusiaan, Hukum dan Teknokra-si” . Makalah pada Program Dokt or Ilmu Hukum Undip 2005. Semarang: Undip; ---. 2007. “ Biarkan Hukum Mengalir Cat at an

Krit is t ent ang Pergulat an Manusia dan Hukum” . Jakart a: Kompas;

---. 2009. Hukum Pr ogr esif sebuah Si nt esa Hukum Indonesi a. Yogyakart a: Gent a Publishing;

---. 2009. Hukum Pr ogr esif sebuah Si nt esa Hukum Indonesi a. Yogyakart a: Gent a Publishing;

Rani, Faisal A. “ Hakim Sebagai “ Quasi Legis-lat or” . Jur nal Hukum Pr o Jusit i a. Tahun Ke 20 No. 2. April 2002;

Ridwan. ” Memunculkan Karakt er Hukum

Progresif dari Asas-asas Umum Pemerin-t ahan yang Baik Solusi Pencarian dan pe-nemuan Keadilan Subst ant if ” . Jur nal Hu-kum Pr o Just i t i a. Vol. 27 No. 1. April 2009. Bandung: FH Unpar;

Savit ri, Niken. “ Tugas Hakim dan Penaf siran At as KUHP” . Jur nal Hukum Pr o Jut i t ia. Vol. 25 No. 4 Okt ober 2007. Bandung: FH Unpar;

SDW, Dodo. ” Asas Negara Hukum Menurut Paham Pancasila” . Jur nal Keadi l an. Vol.

2 No. 1. Tahun 2002;

Shidart a. 2006. ” Filosof i Penalaran Hukum Ha-kim Konst it usi dalam Masa Transisi Kons-t iKons-t usionaliKons-t as” . Jur nal Hukum Jent er a, E-disi 11-t ahun III, Januari-Maret 2006;

Sugit o dkk. 2002. Pendi di kan Pancasi l a. Sema-rang: UPT MKU UNNES;

Suhardin, Yohanes. “ Paradigma Rule Breaking dalam Penegakan Hukum yang Berkeadil-an” . Jur nal Hukum Pr o Just i t i a. Vol. 26 No. 3 Juli 2008. Bandung: FH Unpar; Suparlan, Parsudi. “ Paradigma Nat uralist ik

da-lam Penelit ian Pendidikan: Pendekat an Kualit at if dan Penggunaannya”. Maj al ah Ant r opol ogi Indonesi a. Vol. 21 No. 53. Tahun 1997. Jakart a: FISIP UI;

Syamsudin, M. “ Kecenderungan Paradigma Ber-pikir Hakim dalam Memut uskan Korupsi” ,

Jur nal Medi a Hukum. Vol. 15 No. 2. Des 2008Yogyakart a: FH UMY;

---. “ Pemaknaan Hakim t ent ang Korupsi dan Implikasinya t erhadap Put usan: St udi Perspekt if Hermeneut ika Hukum” . Jur nal Mi mbar Hukum. Vol. 22 No. 4. Okt ober 2010. Yogyakart a: FH UGM;

Tanya, Bernard L. 2005. Hukum, Pol i t i k dan KKN. Surabaya: Srikandi;

Warassih, Esmi. “ Hukum Pr ogr esi f Jawaban Al t er nat i f Menuj u Pembangunan Hukum Indonesi a Menghadapi Maf i a Per adi l an” .

Makalah disampaikan pada Seminar

Nasional Menembus Kebunt uan Legal Formal Menuj u Pembangunan Hukum dengan Pendekat an Hukum progresif

pada t anggal 19 Desember 2009.

Semarang: FH Undip;

Wignyosoebrot o, Soet andyo. 2010. ” Memperso-alkan Keadilan dalam Amar Put usan Ha-kim dalam Waj ah HaHa-kim dalam Put usan, St udi at as Put usan Hakim Berdimensi Hak Asasi Manusia. Yogyakart a: PUSHAM UII;

Winat a, Frans H. “ Pencapaian Supremasi Hu-kum yang Beret ika dan Bermoral” . Jur nal Hukum Pr o Just it i a. Tahun XX No. 1 Ja-nuari 2003. Bandung: FH Unpar;

Referensi

Dokumen terkait

Kebutuhan pelaporan keuangan atas laporan keuangan dan faktor pendidikan responden, diidentifikasikan terdapat tiga tabulasi silang yang dinyatakan signifikan yaitu

Berdasar hasil uji coba dengan pengguna dan pemilik kuliner, maka dapat disimpulkan bahwa sistem pendukung pengambilan keputusan ini dapat memasarkan kuliner dengan baik

Jadi, yang dimaksud dengan judul “Peran Pimpinan Sekolah Dalam Mengembangkan Budaya Organisasi di SMK Roudlotul Mubtadiin Balekambang Kecamatan Nalumsari Kabupaten

Hasil penelitian menunjukkan bahwa kombinasi waktu dan jenis pelarut terbaik untuk menghasilkan kadar pektin yang banyak, baik untuk pisang ambon maupun pisang kepok adalah

Memanfaatkan kegiatan apersepsi, inti, dan penutup pembelajaran untuk meningkatkan kecakapan literasi baca-tulis, numerasi, literasi digital, literasi finansial, literasi

FlJ LlEfu FIqL Eijlig

Dari analisis data juga dapat diketahui bahwa hasil belajar siswa dari tes awal yang dilakukan masih rendah, maka dilakukan pembelajaran melalui variasi pembelajaran pada

Dengan adanya integrasi antara Grid Engine Portal sebagai antarmuka dari aplikasi Bio-Cluster Grid dan Sun Grid Engine sebagai pusat dari pengaturan sumber daya