• Tidak ada hasil yang ditemukan

Akses Keadilan dalam masyarakat Yang Ber

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "Akses Keadilan dalam masyarakat Yang Ber"

Copied!
22
0
0

Teks penuh

(1)

Akses Keadilan Dalam Masyarakat Yang Beragam

(Studi Awal Pemenuhan Akses Keadilan dalam Issue Sumber Daya Alam Bagi Masyarakat yang Menganut Sistem Hukum yang Berbeda)1

Oleh Tandiono Bawor Purbaya2

ABSTRACT

Indonesia has had a national strategy on Access to Justice which became a part of the Medium Term of Development Plan, 2009-2014, including the Strategy on Access toLand and Natural Resources. But, the other side, conflict of land and natural resources is increasing, which related with people who have different social system. This paper will answer the question how should the state and the access to justice concept working in a diverse society and uses a different legal system, and the extent of access to justice strategy recommendations in the issue of land and natural resources has been implemented.

Kata kunci : Akses terhadap keadilan, Sumber Daya Alam, Pluralisme hukum

I. PENDAHULUAN

Indonesia adalah sebuah negara dengan 1,072 kelompok etnik, termasuk 11 kelompok etnik dengan jumlah melebihi satu juta orang3. Keadaan ini menyebabkan Indonesia termasuk

salah satu bangsa yang memiliki budaya yang paling beragam di dunia. Kebudayaan yang beragam ini berkonsekwensi terhadap beragamnya tatanan sosial yang ada di dalam masyarakat termasuk nilai, norma, dan hukum yang mengaturnya. Tatanan pengaturan tersebut tidak bisa tidak tentunya termasuk pengaturan sumber daya alamnya. Namun demikian kekayaan sumber daya alamnya seakan menjadi bencana bagi masyarakatnya. Konflik berbasiskan masalah penguasaan dan pengelolaan Sumber Daya Alam (SDA) masih menjadi masalah besar di Indonesia. Berbagai hasil pemantauan menunjukkan bahwa konflik SDA semakin meluas dengan kualitas pelanggaran hak yang intens dan meningkat.

1 Disampaikan dalam Simposium Nasional dan Workshop Sosio Legal, FH Universitas Brawijaya, 24 – 25 Juni 2013

2Pendamping Hukum Rakyat (PHR) Perkumpulan Huma/ Advokat Publik di Jaringan Pengacara Publik Indonesia/PILNET Indonesia.

(2)

Tingginya konflik dapat dilihat pada berbagai laporan baik yang dikeluarkan oleh kelompok masyarakat sipil maupun negara. Perkumpulan Huma mencatat konflik berlangsung di 98 kota/kabupaten di 22 provinsi. Yang memprihatinkan, luasan area konflik mencapai 2.043.287 hektar atau lebih dari 20 ribu km2. Luasan ini setara dengan separoh luas Provinsi Sumatera Barat4. Catatan Kontras di tahun 2011-2012 terdapat 57 kasus disektor

SDA yang kemudian meningkat secara drastis di tahun 2012 menjadi 151 kasus. Di sektor perkebunan, misalnya Sawit Watch melaporkan sampai dengan Desember 2011 terdapat 663 kasus konflik perkebunan kelapa sawit.5 Tingginya konflik SDA di bidang perkebunan

dibenarkan oleh Noer Fauzi yang mengutip data Ditjen Perkebunan, Kementrian Pertanian, bahwa sampai pada 2012 sebanyak 59 persen dari 1000 perusahaan kelapa sawit di 22 propinsi dan 143 kabupaten terlibat konflik dengan masyarakat.6 Demikianhalnya

denganWALHI yang mencatat hingga Desember 2012, konflik SDA dan perkebunan di Indonesia sudah mencapai 613 konflik yang tersebar di 29 provinsi Indonesia7. Dari

keseluruhan kasus tersebut, mengakibatkan 188 orang warga ditahan, 102 orang menjadi korban kekerasan dan 12 orang meninggal.The Indonesian Public Interest Lawyer Network (Pilnet) mencatat 106 petani di berbagai propinsi dikriminalkan (2010).8 Juga Kontras yang

melaporkan di tahun 2012 terjadi kekerasan dengan perincian sebagai pelaku kekerasan variatif yakni dari kepolisian sebesar 51 orang, TNI sebesar 13 orang, warga sebanyak 57 orang dan 2 orang tak dikenal serta pihak perusahaan 28 orang.

Terhadap tingginya konflik agraria dan SDA tersebut, Perkumpulan HuMA mengidentifikasikan terjadi karena perbenturan antar sistem hukum yaitu antara sistem hukum negara dan sistem hukum rakyat.9Negara, melalui kekuatan represifnya

4Widiyanto, Sri Maryanti, S. Rakhma Mary, Out Look Konflik Sumber Daya Alam di Indonesia, 2012, Pusat Data dan Informasi Perkumpulan Huma, Jakarta, 2013.

5 Andiko dan Norman Jiwa : Panduan Dasar bagi Aktifis dan Masyarakat : Memahami dan Memantau

Pelaksanaan Peraturan dan Hukum oleh Perusahaan Perkebunan Kelapa Sawit di Indonesia, Sawit Watch, Jakarta, 2012, halaman 3.

6Petani menuntut Reforma Agraria, Sinar Harapan, Senin 24 September 2012 hal 1. Konflik perkebunan kelapa sawit tersebar di Kalimantan Tengah (250 kasus), Sumatera Utara (101 kasus), Kalimantan Timur (78 kasus), Kalimantan Barat (77 kasus), dan Kalimantan Selatan (34 kasus).

7 Eksekutif Nasional Walhi, Enviroment Outlook 2013, Jakarta, 2013. WALHI menerima pengaduan dan

melakukan advokasi terhadap 149 kasus yang terdiri dari kasus perkebunan kelapa sawit (51 kasus), tambang (31 kasus), kehutanan (33 kasus), agrarian (14 kasus), dan pencemaran (15 kasus).

8Jejaring pengacara publik menyebut, UU Perkebunan dijadikan dasar pemidanaan ribuan petani;

http://nasional.vivanews.com/news/read/182474-petani-dipidana–uu-perkebunan-diujikan-ke-mk dalam

http://pilnetindonesia.wordpress.com.

(3)

mengutamakan penggunaan hukum negara, hal ini dapat dilihat dari tingginya tindak kekerasan dan pengkriminalan masyarakat dengan menggunakan sistem hukum negara. Pilihan ini berdampak semakin terlanggarnya hak-hak rakyat khususnya atas sumber-sumber penghidupan. Kondisi tersebut diatas, memperlihatkan bahwa akses keadilan terhadap tanah dan sumber daya alam belum dipenuhi.

Pemerintah Indonesia dengan dukungan UNDP telah menghasilkan naskah Strategi Nasional Akses terhadap Keadilan (2009). Stranas ini diharapkan menjadi bagian dari upaya memperkuat peningkatan kesejahteraan rakyat dan untuk mencapai salah satu tujuan rencana pembangunan jangka panjang (RPJPN 2005-2025)yaitu “Indonesia Adil”. Untuk memenuhi akses keadilan tersebut, terdapat 8 (delapan) strategi yang ditawarkan,10 salah satunya adalah

Strategi Akses terhadap Tanah dan Sumber Daya Alam.Untuk melaksanakan kedelapan strategi tersebut, terdapat 4 (empat) prinsip kerja, yaitu: (1) Setiap komponen sama pentingnya;(2) Kerjasama sinergis antara pemerintah pusat dan daerah; (3) Keseimbangan antara sistem keadilan negara dan sistem keadilan alternatif; penyelenggara keadilan dan pencari keadilan; dan (4) Pengawasan, pemantauan dan transparansi. Dengan demikian, kedelapan strategi tersebut harus saling terintegrasi dan memiliki fungsi yang sama pentingnya. Misalkan, bidang bantuan hukum tidak dapat menegasikan keadilan di bidang sumberdaya alam, tenaga kerja, perempuan, anak maupun reformasi peradilan. Demikianhalnya keadilan bidang tanah dan sumberdaya alam harus terintegrasi dengan bidang bantuan hukum, reformasi pengadilan, tenaga kerja, perempuan dan anak. Serta seluruh bidang menggunakan pendekatan berbasis HAM, dan tidak dapat menegasikan hak-hak dasar yang telah diakui dalam berbagai peraturan maupun konvensi internasional.

II. PERMASALAHAN

(4)

Dengan Indonesia telah memiliki dokumen Strategi Nasional Akses terhadap Keadilan yang menjadi bagian dari Rencana Pembangunan Jangka Menengah 2009-2014, termasuk Strategi Akses terhadap Tanah dan Sumber Daya Alam, namun disisi lain konflik tanah dan SDA semakin meningkat, maka tulisan ini akan mencoba menjawab pertanyaan “Bagaimana seharusnya negara dan konsep akses keadilan ini bekerja didalam masyarakat yang beragam dan menggunakan sistem hukum yang berbeda, dan sejauh mana rekomendasi strategi akses keadilan di bidang tanah dan sumber daya alam telah diimplementasikan” ?

III. KONSEP AKSES KEADILAN

Akses terhadap keadilan sebuah issue yang nampaknya menjadi trend saat ini di Indonesia. Banyak jenis program dilahirkan untuk mendukung dan mendorong pelaksanaannya. Namun demikian, tidak ada definisi tetap tentang makna dari akses dari keadilan sendiri. Secara tradisional akses terhadap keadilan dimaknai sebagai “membukasistem formal danstrukturhukum untukkelompok yang kurang beruntungdalam masyarakat. Ini termasukmenghilangkan hambatanhukum dan keuangan, tetapi juga hambatansosial sepertibahasa, kurangnya pengetahuan tentanghak-hak hukumdan intimidasioleh hukumdan lembaga hukum”11. Cappelletti dan Garth (1978) sebagaimana di kutip oleh Shirin Sinar mengidentifikasi 3 (tiga) gelombang perubahan yang membuat hak untuk keadilan secara formal berjalan efektif yaitu:

Gelombang pertama, terdiri dari upaya untuk membuat bantuan dan nasehat hokum lebih tersedia untuk kaum miskin;

Gelombang kedua, adalah dipromosikannya tindakan-tindakan perwakilandan prosedur lain yang akan memungkinkan gugatan tunggal untuk menyelesaikan sejumlah besar klaim;

Gelombang ketiga, adalah ditujukan untuk melakukan pembaharuan secara meluas dalam system hokum termasuk alternatif penyelesaian sengketa, small claim court, dan perubahan prosedural lainnya.12

11Terjemahan bebas dari the term refers to opening up the formal systems and structures of the law to

disadvantaged groups in society. This includes removing legal and financial barriers, but also social barriers such as language, lack of knowledge of legal rights and intimidation by the law and legal institutionshttp://www.gaatw.org/atj/ download tanggal 13 Juni 2013.

(5)

Namun demikian selanjutnya Shirin Shinnar menyatakan bahwa akses terhadap keadilan tetap saja diidentifikasikan dengan bantuan hukum, tindakan perwakilan, alternatif penyelesaian sengketa, dan strategi lain dari reformasi pengadilan.13Walau dalam

kenyataannya akses terhadap keadilan ini tidak bisa hanya dimaknai sekedar hanya tentang pengadilan dan system peradilan. Sehingga kemudian berkembang definisi akses keadilan, yang lebih kontekstual, lebih kepada penyatuan kepentingan dari para pihak yang berperan dalam pemberian akses terhadap keadilan bagimasyarakat miskin dan berkembanganya hak-hak asasi manusia.

Konsep akses terhadap keadilan menurut Cappelletti sebagaimana dirujuk dalam Stranas pada intinya berfokus pada dua tujuan dasar dari keberadaan suatu sistem hukum yaitu: 1) sistem hukum seharusnya dapat diakses oleh semua orang dari berbagaikalangan; dan 2) sistem hukum seharusnya dapat menghasilkan ketentuan maupun keputusanyang adil bagi semua kalangan, baik secara individual maupun kelompok.14 Ide dasar yang hendak

diutamakan dalam konsep ini adalah untuk mencapai suatu keadilan sosial (social justice) bagi warga negara dari semua kalangan.

UNDP sendiri mendefinisikan akses keadilan sebagai:

“Kemampuan orang-orang untuk mencari dan memperoleh pemulihan hak melalui lembaga-lembagakeadilan formal dan nonformal sesuai dengan standar hak asasi manusia. Akses bagi masyarakat, khususnya bagi kelompok miskin terhadap mekanisme yang adil, efektif dan akuntabel untuk melindungi hak, menghindari penyalahgunaan kekuasaan dan penyelesaian konflik. Termasuk di dalamnya adalah kemampuan masyarakat untuk memperoleh dan mendapatkan penyelesaian melalui mekanisme formal dan nonformal dalam sistem hukum, serta kemampuan untuk memperoleh dan terlibat dalam proses pembuatan dan penerapan dan pelembagaan hukum” (UNDP, 2006).15

Dari definisi tersebut, akses keadilan ditujukan kepada masyarakat secara umum, namun menitikberatan kepada kelompok miskin sebagai bentuk affirmative action. Dan terdapat dua titik tekan yaitu bottom up dan top down, yaitu masyarakat harus memiliki kesadaran hukum, kesadaran akan hak-hak, kesadaran akan forum-forum sebagai media untuk mencari dan memperoleh pemulihan hak, serta kesadaran untuk menerapkan hak mereka. Sedangkan untuk top down, Negara berkewajiban untuk ‘menyadarkan’ masyarakat akan hak-hak mereka dan menyediakan effective remedybagi pemulihan hak-hak yang

13ibid.

14 Stranas, Halaman 5.

(6)

dilanggar, dengan menggunakan hak asasi manusia sebagai standar dan dasarnya.16Karena itu

akses keadilan, tidak sekedar meningkatkan aksesindividu kepengadilan, atau menjamin adanya penasehat hukum, melainkan bagaimana hukum seharusnya dapat diakses oleh semua orang dari berbagai kalangan; memberikan pemulihan bagi setiap pengaduan/keluhan dan pemulihan terhadap pelanggaran-pelanggaran berbasis hak asasi manusia.

Secara sederhana, konsep tahapan implementasi akses terhadap keadilan dalam kerangka interaksi antarfaktor dapat digambarkan dalam skema sebagai berikut:17

Secara singkat, cakupan kerangka konseptual yang disarikan dari berbagai temuan dan tulisan para ahli di bidang akses terhadap keadilan serta dokumen resmi organisasi internasional dapat dijelaskan sebagai berikut:

1. Kerangka hukum normative, yang mendukung akses terhadap keadilan. Kerangka

hukum normative merujuk pada terbentuknya payung hukum yang merumuskan hak dan kewajiban, merefleksikankebiasaan dan menerima perilaku sosial. Hal ini mencakup hukum negara dan hukum yang hidupdalam masyarakat yang meliputi dengan tiga elemen, yaitu: (i) substansi peraturan; (ii) prosespenyusunan dan

16 Pendekatan hak asasi manusia sendiri berguna untuk : (i) Fokus padapenyebab langsungdari masalah-masalahyang menghambatakses; (ii) Mengidentifikasi"pemegang klaim" atau penerima manfaat–yaitu yang palingrentan(antara lain orang miskin di pedesaan, perempuan dananak-anak, dissabilitis, minoritasetnis); (iii) Mengidentifikasi"pengemban kewajiban"-yang bertanggung jawabuntuk menanganiisu-isu/masalah (lembaga, kelompok, tokoh masyarakat, dll), dan (iv) Menilai danmenganalisiskesenjangankapasitasklaim-pemegang untuk dapatmengklaimhak-hakmereka dan pengemban tugas untuk dapatmemenuhi kewajibandan menggunakananalisis untukmemfokuskan strategipengembangan kapasitas. UNDP, Access to Justice, Practise Note, UNDP, 2004, halaman 6.

(7)

mekanisme perubahan; dan (iii) pelaku dan lembaga yang terlibat dalam proses dan substans;

2. Kesadaran hukum, menyangkut peraturan, hak, kewajiban dan cara mengakses

berbagai alternative penyelesaian masalah;

3. Akses kepada lembaga,di mana kelompok miskin dapat menerjemahkan kesadaran

hukum dalamupaya nyata. Ketika perbaikan peraturan pro-kelompok miskin mulai terbentuk, serta kesadaran hukum mulaimeningkat, pada saat itulah lembaga penegakan hukum formal atau nonformal, harus sudah dapatdiakses;

4. Administrasi hukum yang efektif,baik melalui lembaga formal maupun nonformal.

Elemen lainyang penting dalam strategi akses hukum dan keadilan adalah kinerja lembaga hukum formal.Masyarakat seharusnya percaya bahwa kinerja lembaga hukum adalah efisien, netral danprofesional. Lembaga hukum harus menerapan peraturan prosedur yang konsisten dan setara bagiberbagai status sosial masyarakat. Hal ini penting tidak hanya untuk menjamin kepuasan atashasil akhir proses hukum untuk setiap kasus, tetapi juga untuk meningkatkan epercayaan public terhadap lembaga penegak hukum;

5. Pemulihan hak yang memuaskan,yang mensyaratkan imparsialitas, tepat waktu,

konsistensinorma, bebas korupsi dan intervensi politik, serta kesesuaian dengan norma dan standar hak asasimanusia nasional dan internasional;

6. Permasalahan mengenai kelompok miskin dan terpinggirkan merupakan permasalahan yangterdapat pada bagian akses terhadap keadilan yang lain;

7. Monitoring dan pengawasan, yang akan mendukung transparansi dan akuntabilitas

pada keenam bidang di atas.

IV. STRATEGI AKSES KEADILAN TERHADAP TANAH DAN SUMBERDAYA ALAM

(8)

sipil dengan meminjam tiga gelombang Cappelletti di atas sudah dilakukan sejak lama18.

Sementara sebagai sebuah kebijakan dengan nama akses terhadap keadilan dimulai pada tahun 2004, ketika Pemerintah Indonesia diwakili oleh Direktorat Hukum dan HAM Bappenas serta UNDP memprakarsai penelitian meluas terhadap akses keadilan bagi masyarakat miskin dan terpinggirkan di 5 (lima) propinsi19. Selanjutnya,

menghasilkanDokumen Strategi Nasional (Stranas) Akses terhadap Keadilan sebagai bagian dari Rencana Pembangunan Jangka Menengah 2010-2014.

Akses keadilan dalam konteks Indonesia diartikan sebagai:

“...keadaan dan proses di mana negara menjamin terpenuhinya hak-hak dasar berdasarkan UUD 1945 dan prinsip- prinsip universal hak asasi manusia, dan menjamin akses bagi setiap warga negara (claim holder) agar dapat memiliki kemampuan untuk mengetahui, memahami, menyadari dan menggunakan hak-hak dasar tersebut melalui lembaga-lembaga formal maupun nonformal, didukung oleh mekanisme keluhan publik (public complaint mechanism) yang baik dan responsif, agar dapat memperoleh manfaat yang optimal dan memperbaiki kualitas kehidupannya sendiri”.20

Definisi tersebut di atas, mengadopsi definisi yang dikembangkan oleh UNDP. Dalam definisiini, pemberian akses terhadap keadilan juga merupakan bentuk hak asasi manusia yang harus terpenuhi oleh negara. Keseluruhan hak dan kewajiban yangdigariskan dalam UUD 1945 merupakan kesatuan upaya untuk mencapai tujuan berdirinya negara yaitu mencapai keadilan sosial bagi seluruh masyarakat Indonesia, yang juga menjadi tujuan konsepsi akses terhadap keadilan.

Untuk keadilan bidang agraria dan sumber daya alam, strategi ini tidak dapat dilepaskan dari kompleks dan rumitnya permasalahan bidang ini yang memberikan sumbangan besar terhadap ketimpangan/kemiskinan struktural di Indonesia. Noer Fauzi Rachman memetakan penyebab dari konflik SDA diantaranyaadalah pemberian ijin /hak/konsesi oleh pejabat publik (Menteri Kehutanan, Menteri ESDM, Kepala BPN,

18 Tentang ini bisa di baca dalam Ward Berenschotdkk (ed) Akses terhadap Keadilan, Perjuangan Masyarakat

Miskin dan Kurang Beruntungu Untuk Menuntut Hak di Indonesia, Huma dkk, Jakarta, 2011; khususnya tulisan Ward Berenschot dan Adriaan Bedner, Akses terhadap Keadilan: Sebuah Pengantar tentang Perjuangan Indonesia Menjadikan Hukum Bekerja Bagi Semua Orang, dan Gatot (ed),BantuanHukum, Akses Masyarakat marjinal terhadap Keadilan, Tinjauan Sejarah, Konsep, Kebijakan, Penerapan, dan Perbandingan di Berbagai Negara,LBH Jakarta, Jakarta, 2007

195 (lima) provinsi di Indonesia yaitu, Kalimantan Barat, Maluku, Maluku Utara, Sulawesi Tengah dan Sulawesi

Tenggara, sebagai wilayah pilot. Penetapan wilayah tersebut didasari pada pertimbangan masyarakat pada lima provinsi tersebut merupakan kelompok yang paling terkena dampak akibat konflik yang terjadi baik secara horisontal maupun vertikal. Dampak yang dialami tersebut antara lain berupa sangat minimalnya akses untuk memperoleh berbagai pelayanan publik yang selayaknya diperoleh sebagai warga negara Indonesia. Kondisi ini dirasakan sebagai suatu bentuk ketidakadilan yang dilakukan oleh negara.

(9)

Gubernur dan Bupati) yang memasukkan tanah/wilayah kelola/SDA kepunyaan kelompok rakyat ke dalam konsesi badan-badan usaha raksasa dalam bidang produksi, ekstraksi, maupun konservasi; daneksklusi sekelompok rakyat pedesaan dari tanah/wilayah kelola/SDA yang dimasukkan ke dalam konsesi badan usaha raksasa tersebut.Berdasarkan sebab-sebab tersebut, selanjutnya Noer Fauzi Rachman menguraikan akar masalah konflik sebagai berikut:

a. Tidak adanya kebijakan untuk menyediakan kepastian penguasaan (tenurial security) bagi akses atas tanah-tanah/SDA/Wilayah kelola masyarakat, termasuk pada akses yang berada dalam kawasan hutan negara.

b. Dominasi dan ekspansi badan-badan usaha raksasa dalam industri ekstraktif, produksi perkebunan dan kehutanan, serta konservasi

c. Instrumentasi badan-badan pemerintahan sebagai “lembaga pengadaan tanah” melalui rejim-rejim pemberian hak/ijin/lisensi atas tanah dan sumber daya alam

d. UUPA 1960 yang pada mulanya ditempatkan sebagai UU Payung, pada prakteknya disempitkan hanya mengurus wilayah non-hutan (sekitar 30% wilayah RI), dan prinsip-prinsip nya diabaikan. Peraturan perundang-undangan mengenai pertanahan/kehutanan/PSDA lainnya tumpang tindih dan bertentangan antara satu dengan yang lain.

e. Hukum-hukum adat yang berlaku di kalangan rakyat diabaikan atau ditiadakan keberlakuannya oleh perundang-undangan agraria, kehutanan, dan pertambangan f. Sektoralisme kelembagaan, sistem, mekanisme, dan administrasi yang mengatur

pertanahan/kehutanan/SDA lainnya semakin menjadi-jadi

g. Semakin menajamnya ketimpangan penguasaan, pemilikan, penggunaan, dan peruntukan tanah/hutan/sda lainnya.21

Naskah strategi Nasional Akses Terhadap keadilan menyadari keruwetan yang dihadapi di bidang agraria dan sumberdaya alam. Ia mengidentifikasikan masalah sesuai dengan konsep keadilan sosial, yang pada intinya tidak jauh berbeda dengan analisa yang dilakukan Noer Fauzi diatas. Yaitu sebagai berikut:

Tabel : Identifikasi Masalah Bidang Tanah dan Sumber Daya Alam22

Kerangka Normatif

(1) Konsep hak menguasai Negara banyak disalahtafsirkan. (2) Tumpang-tindihnya peraturan perundang-undangan

(3) Tumpang tindih dan terabaikannya prinsip kehati-hatian pada perizinan

(4) Kepemilikan modal asing dan dampaknya bagi kesejahteraan 21Noer fauzi Rahman; Rantai Penjelas Konflik-Konflik Agraria yang Kronis, Sistemik, dan Meluas, BHUMI No 37 Tahun 12, April 2013 halaman 3 -5.

(10)

rakyat

(5) Penataan ruang yang tidak terintegrasi dan jaminan ketersediaan ruang bagi masyarakat.

(6) Belum ada arah kebijakan yang menyeluruh, terpadu dan dipatuhi tentang pengelolaan tanah dan sumber daya alam (7) Kekaburan konstruksi hukum atas hak-hak masyarakat adat (8) Belum ada re-definisi objek reforma agraria.

(9) Belum adanya lembaga dan mekanisme khusus penyelesaian konflik tanah dan sumber daya alam perundang-undangan/instrumen hukum internasional sebagai landasan klaim penguasaan, pemanfaatan,pelestarian tanah dan sumber daya alam.

(2) Lemahnya organisasi rakyat dan institusi lokal sebagai media peningkatankesadaran dan tindakan kolektif memperjuangkan hak-hak atas tanah dan sumberdaya alam dan menjalankan tata kelola berbasis komunitas yang baik dan adil.

(3) Lebih kuatnya pemahaman aparat pemerintah/penegak hukum terhadap elemenelemennegara hukum formal dibanding elemen keadilan substantive

(4) Inkonsistensi kemauan politik dan kebijakan pemerintah (5) Korupsi yang menguras sumber daya alam.

(6) Sempitnya Pendidikan hukum tanah dan sumber daya alam.

Akses terhadap Forum yang Sesuai

Forum penyelesaian konflik tanah dan sumber daya alam yang ada belum mampu menyelesaikan konflik secara cepat, mudah dan permanen.

Penanganan yang Efektif

bentuk pengambilan hak atas tanah dan sumber daya alam perlu didahului dengan penilaian yang utuh tentang kerugian ekonomi dan sosial budaya yang mungkinterjadi pada jangka panjang pada

masyarakat yang Penyelesaian yang

Memuaskan Degradasi lingkungan dan ketimpangan penguasaan tanah dan sumber daya alam Permasalahan

1. belum jelas atau masih lemahnya rumusan norma-norma pengakuan, perlindungan dan pemulihan hak-hak masyarakat miskin, masyarakat adat dan kelompok terpinggirkan lainnya pada tanah dan sumber daya alam;

2. minimnya kebijakan penataan ruang yang memberikan alokasi yang memadai bagi masyarakat miskin dan masyarakat adat untuk memanfaatkan tanah dan sumber daya alam;

3. sulitnya kelompok miskin, masyarakat adat, perempuan, dan sebagainya memperoleh keadilan pada penyelesaian konflik secara formal,semi formal dan nonformal.

(11)

Dan untuk mengatasi permasalahan-permasalahan tersebut, Akses Keadilan terhadap Tanah dan Sumberdaya Alam, menawarkan strategi-strategi sebagai berikut :

Pertama, Pengembangan kerangka hukum dan kebijakan yang integratif dan holistik serta berbasis pada keadilan sosial dan lingkungan, dan perbaikan proses penyusunan peraturan perundang-undangan yang membuka ruang partisipasi lebih luas bagi kelompok masyarakat miskin, adat dan pengguna tanah serta sumber daya alam lainnya;

Kedua, Harmonisasi penataan ruang dan perijinan pada tingkat pusat dan daerah untuk memastikan adanya ruang bagi masyarakat miskin dan adat untuk memperoleh hak serta akses untuk mendapatkan manfaat dari tanah dan sumber daya alam

Ketiga, Menciptakan mekanisme penyelesaian konflik tanah dan sumber daya alam yang mampu melindungi hak-hak masyarakat miskin dan terpinggirkan, termasuk transformasi konflik menjadi kemiraan antara para pemangku kepentingan;

Keempat, Pelaksanaan reforma agraria secara menyeluruh dan terkordinasi Kelima, Pengakuan dan perlindungan hak masyarakat adat dan kelompok masyrakat miskin dan terpinggirkan lain atas tanah dan sumberdaya alam Keenam, Perbaikan kualitas pelayanan publik dan pengaduan.23

Selanjutnya dari strategi tersebut dirumuskan strategi-strategi khusus yang lebih operasional, yaitu:

Tabel : Strategi Akses Keadilan Bidang Agraria dan Sumber Daya Alam

Strategi Umum Strategi Khusus

Penciptaan mekanisme pengkajian ulang terhadap peraturan perundang-undangan terkait tanah dan sumber daya alam yang bertentangan dengan UUD 1945 dan TAP MPR IX/MPR/2001

Harmonisasi substansi peraturan perundang-undangan dan kebijakan formal di tingkat pusat dan daerah mengenai tanah dan sumber daya alam

Harmonisasi penataan ruang dan perizinan

Harmonisasi kebijakan penataan ruang di daerah, pulau/kepulauan, kawasan-kawasan strategis dan penataan ruang nasional agar memberikan keadilan pada lingkungan melalui penerapan pendekatan bio/eko-region dan keadilan soasial.

Perbaikan sistem dan pelaksanaan perizinan di bidang pertanahan dan sumber daya alam,yang menghormati

Pembentukan dan penguatan mekanisme penyelesaian konflik melalui mediasi di tingkat lokal yang memenuhi rasa keadilan bagi semua pihak

(12)

Pembentukan lembaga dan mekanisme khusus untuk penyelesaian konflik tanah dan sumber daya alam, terutama konflik-konflik yang telah berlangsung lama Percepatan pembentukan landasan hukum yang operasional untuk mendukung pelaksanaan reforma agraria secara menyeluruh.

Penyusunan strategi koordinasi dan pelaksanaan reforma agraria secara menyeluruh termasuk mengintegrasikan program reforma agraria dengan strategi pembangunan pedesaan

Pengakuan dan perlindungan hak masyarakat adat dan kelompok terpinggirkan

Ratifikasi instrumen hukum internasional yang relevan bagi pemenuhan akses keadilan terhadap tanah dan sumber daya alam, seperti halnya Konvensi ILO 169

Perumusan konstruksi hukum yang tepat, jelas dan selaras tentang hak masyarakat adat secara komunal dan individual pada tanah dan sumber daya alam.

Partisipasi masyarakat miskin,

adat dan kelompok

terpinggirkan lain dalam kebijakan pengelolaan tanah dan sumber daya alam serta pemberdayaan hukum

Peningkatan akses informasi terhadap peraturan perundang-undangan, instrumen hak asasi manusia internasional, perencanaan pembangunan dan perizinan di bidang pertanahan dan sumber daya alam.

Peningkatan kesadaran hak bagi masyarakat adat, masyarakat miskin, perempuan dan masyarakat pengguna sumber daya alam lainnya

Peningkatan kapasitas aparat pemerintah, penegak hukum

dan akademisi untuk

menerapkan/mengembangkan prinsip-prinsip keadilan substantif melalui pendekatan sosio-legal

Peningkatan kapasitas aparat penegak hukum dan pemerintah untuk penggunaan pendekatan sosio-legal Peningkatan kontribusi peradilan dalam memberikan akses terhadap keadilan melalui penemuan-penemuan hukum

Peningkatan pengawasan publik terhadap putusan-putusan pengadilan pada kasus-kasus tanah/ sumber daya alam.

Reorientasi pengajaran hukum agaria, lingkungan dan adat di fakultas-fakultas hukum.

Pemulihan hak masyarakat miskin, adat dan kelompok di setiap instansi pemerintah terkait yang mudah diakses serta adanya mekanisme pengaduan yang mudah, murah dan cepat.

(13)

Memperbanyak pembentukan perwakilan ombudsman atau lembaga-lembaga penanganan pengaduan pelayanan publik di daerah serta meningkatkan kinerja ombudsman/lembaga penanganan pengaduan yang ada sehingga mampu mengurangi tindakan-tindakan maladministrasi dan mendorong peningkatkan mutu pelayanan publik di bidang pertanahan dan sumber daya alam.

Menciptakan sistem pemantauan pengaduan oleh publik Membentuk sistem administrasi pertanahan terpadu di seluruh wilayah Indonesia

Dari pilihan-pilihan strategi tersebut diatas, jika keseluruhan strategi dilakukan integratif, dan konsisten, maka diharapkan tujuan keadilan untuk agraria dan sumberdaya alam, dengan ditopang oleh akses keadilan dibidanglainnya akan mencapai kemajuan.

V. IMPLEMENTASI AKSES KEADILAN DI BIDANG AGRARIA DAN SUMBER DAYA ALAM

Untuk melakukan kajian terhadap implementasi dokumen ATJ secara detail di perlukan waktu untuk menelaah satu persatu point-point strategi khusus dan pelaksanaanya di lapangan. Stranas Akses Keadilan dicanangkan diimplementasikan pada 2010 – 2014, maka diharapkan dalam rentang waktu tersebut, telah terdapat kemajuan yang signifikan dalam pencapaian akses keadilan dibidang agraria dan sumber daya alam. Namun dalam kurun waktu tersebut, melalui kompilasi data dari berbagai sumber, kita mendapati hal-hal sebagai berikut:

1. Jumlah konflik agraria dan sumber daya alam yang meningkat sebagaimana diawal tulisan mendapatkan perhatian khusus karena berlanjut pada konflik berdarah, seperti kasus Sungai Sodong, di Sumatera Selatan dan Mesuji di Lampung (2011)24, kasus Bima

(14)

Membara,Nusa tenggara Barat (2011) 25 dan kasus PTPN VII Cinta Manis (2012-2013)26

di Sumatera Selatan.

2. Semakin tidak seimbangnya penguasaan lahan oleh pengusaha dibandingkan rakyat. Dalam catatan Serikat Petani indonesia yang dikutip oleh Heri Purwanto, penguasaan lahan oleh perkebunan sawit swasta meningkat dari 3,3 juta hektar pada tahun 2006, menjadi 3,8 juta hektar pada tahun 201027. 74 juta (88%) hektar kawasan hutan belum

ditata batas. terdapat sekitar 19,000 desa yang penduduknya setiap hari rawan mengalami kriminalisasi, penggusuran dan pengusiran paksa dengan dalih kawasan hutan. Menurut data Kementrian Kehutanan, luas HTI hingga kini mencapai 9,39 juta hektar dan dikelola oleh 262 unit perusahaan dengan izin hingga 100 tahun. Bandingkan dengan izin hutan tanaman rakyat (HTR) yang sampai sekarang hanya seluas 631.628 hektar. Sementara, luas HPH di Indonesia 214,9 juta hektar dari 303 perusahaan HPH28. Di Pulau

Kalimantan, dari luasan 53.070.000 hektar,sekitar 78.41 % atau setara dengan41.619.303 hektar, sudah terpakai, baik untuk perkebunan, pertambangan batubara dan ijin usaha pemanfaatan hasil hutan dan kayu (IUPHHK).Luas lahan yang sudah terkapling ini sesuai dengan jumlah luasan ijin yang diberikan pemerintah, tidak termasuk didalamnya wilayah-wilayah yang diusahakan secara ilegal 29. Demikianhalnya di Sulawesi Utara,

dari luas wilayah1.527.216 hektarsekitar 33 % atau setara dengan 517.825,38 hektar merupakan wilayah sektor pertambangan30

3. Tetap lahirnya kebijakan-kebijakan yang tidak berpihak pada kelestarian lingkungan dan keberadaan masyarakat.Seperti Master Plan Percepatan dan Perluasan Pembangunan

25Kasus dikenal dengan kasus Bima Membara, yang berawal dari ketidakmauan Bupati Bima untuk mencabut SK Bupati Bima No. 188 Tahun 2010 yang memberikan ijin pertambangan kepada PT Sumber Mineral Nusantara.http://www.jatam.org/q-and-a-kasus/48-q-and-a-kasus-sape-bima; http://www.fimadani.com/inilah-kronologi-kasus-kerusuhan-bima-membara/.

26Kasus PTPN VII cinta manis versus masyarakat; dalam kasus ini Anggar (12) tahun tewas ditembak oleh brimob, dan di awal tahun ini tiga orang pendamping masyarakat (Anwar Sadat – eksekutif Daerah Walhi Sumsel, Dhedhek Chaniago, dan Kamaludin dihukum 7 tahun penjara ketika mendampingi perjuangan petani) 27Heri Purwanto; Serikat Petani Indonesia Dalam Perjuangan Pembaruan Agraria 2008 – 20011, tesis , Fakultas ilmu sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, Departemen Ilmu Politik , program pasca Sarjana Ilmu Politik 2012, halaman 5.

28 M Edy Bisri Mustofa; Mengurai Akar Konflik Agraria ; 9 Februari 2012,

http://gagasanhukum.wordpress.com/2012/02/09/mengurai-akar-konflik-agraria/.

2978.41 % luas lahan di Kalimantan sudah terkapling;http://suaraborneo.com 25 April 2013, diunduh 19 Juni

2013.

30Sektor pertambangan menguasai 517.825,38 hektar (33 persen lebih) luas wilayah Sulawesi Utara (Sulut)

sekitar 1.527.216 hektar. diunduh 19 Juni 2013

(15)

Indonesia (MP3EI)31, Merauke Integrated Food and Energi Estate (MIFEE)32,Peraturan Presiden No. 40 tahun 2013 tentang Pembangunan Jalan dalam Rangka Percepatan Pembangunan Provinsi Papua dan Papua Barat (P4B),33dan Peraturan Pemerintah Nomor

24 Tahun 2010 tentang Penggunaan Kawasan Hutan.34

4. Tidak adanya penegakan hukum dan tindakan pembiaran terhadap pelanggaran-pelanggaran yang dilakukan oleh perusahaan. Lembaga Gemawan35melaporkan

bentuk-bentuk pelanggaran yang dilakukan perusahaan dalam melakukan pengelolaan sumberdaya alam, diantaranya yaitu : Perusahan sudah beroperasi, walau baru mendapatkan ijin pencanangan lahan/ijin lokasi; Tidak mempunyai Analis Mengenai Dampak Lingkungan (Amdal) dan tidak memiliki Ijin Pemanfaatan Kayu (IPK) untuk izin di kawasan hutan, melakukan Land Clearing dengan cara membakar; atau hanya dengan surat ijin dan rekomendasi kepala desa, perusahan sudah dapat melakukan aktivitas land clearing di lahan pertanian dan perkebunan karet rakyat. Bentuk-bentuk pelanggaran tersebut didapati misalnya dalam salah satu laporan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) tertanggal 23 Februari 2009, yang merekomendasikan Menteri Kehutanan agar para Bupati, menghentikan operasional perkebunan sawit di kawasan hutan untuk menghindari kerugian negara dan atau kerusakan lingkungan yang lebih besar,36namun perusahaan sampai saat ini masih beroperasional walaupun tidak memiliki

31kajian tentang ini bacaNoer fauzi Rahman hal 8 – 9.

32

Kajian tentang ini baca R. yando Zakaria, Emilianus Ola Kleden, YL Frangky; MIFEE tak terjangkau angan Malind; Yayasan Pusaka 2011.

33Kontroversi Perpres No. 40 tahun 2013: Ada TNI dalam Memperlancar Bisnis di Tanah Papua;

http://pusaka.or.id/2013/06/kontroversi-perpres-no-40-tahun-2013-ada-tni-dalam-memperlancar-bisnis-di-tanah-papua.html.

34Mohamad Anshor, Pertambangan dan Kehutanan, Dua Sektor Dengan Berbagai Kepentingan

dan Permasalahannya; / http://anshor83.wordpress.com/2013/04/02/pertambangan-dan-kehutanan-dua-sektor-dengan-berbagai-kepentingan-dan-permasalahannya/ diunduh 19 /6/2013 dalam tulisan ini disebutkan Sejak dilakukan pertambangan di kawasan hutan lindung, kini luas hutan lindung tinggal 23 persen.

35Lembaga Gemawan Kalimanta Barat, Perkebunan Sawit dan Konflik Agraria di kalimantan barat , disampaikan dalam Southeast Asia Consultation on Landgrabbing and Palm Oil Plantations; Civil Society and Academic Rensponse in Southeast Asia” di Medan, 5th-10th November 2012.

(16)

persyaratan formal untuk melakukan ekplorasi dan eksploitasi SDA. Sebaliknya, kepala desa dan sekretaris desa yang memperjuangkan hak-hak masyarakat adat harus mendekam di penjara, dengan tuduhan menghambat investasi.37

5. Pelanggaran Hak Azazi Manusia. Perkumpulan Huma mencatat tingginya pelanggaran Hak Azazi manusia di sektor sumber daya alam, yang sering terjadi adalah pelanggaran hak ekonomi, sosial-budaya, akan tetapi meliputi pula pelanggaran hak sipil-politik dalam berbagai bentuk seperti penembakan, sweeping, penangkapan, penganiayaan, dan perusakan properti, sebagaimana namp[ak. Di bawah ini tabel jenis-jenis pelanggaran HAM yang dilaporkan oleh perkumpulan Huma.38

Diagram Pelanggaran HAM di Sektor SDA 2006-2012

Laporan lain tentang pelanggaran HAM khususnya di perkebunan sawit adalah terjadinya perbudakan seperti dilaporkan oleh Sawit Watch 39yang mengungkapkan praktek-praktek

perbudakan di sebuah perkebunan sawit, demikianhalnya dengan pelanggaran hak anak40 dan

hak perempuan.

37Yance Arizona; Sebuah Cermin dari Biru Maju:Anotasi Putusan Perkara No. 423/Pid.B/2011/PN.Spt dan

Putusan Perkara No. 52/PID/2012/PT.PR atas nama Mulyani Handoyo Bin Supeno, Diskusi Publik diselenggarakan oleh Public Interest Lawyer Networ (PILNET), Wisma PGI, Cikini – Jakarta, Kamis, 18 Oktober 2012.

38Widiyanto dkk, ibid halaman 15.

39Baca Sawit Watch : Terungkapnya Perbudakan diKalimantan Timur; booklet; tanpa tahun

40Salah satu nya baca : Siti Aminah, Konflik di Perkebunan Sawit Dalam Perspektif Hak Anak;makalah belum

(17)

Kondisi yang tidak semakin membaik ini menimbulkan kegelisahan di banyak pihak dan mendesak negara untuk segera bertindak salah satunya adalah yang dilakukan oleh Forum Indonesia untuk Keadilan Agraria (FIKA),41yang merupakan gabungan pengajar,

peneliti dan pemerhati studi agraria di Indonesia, mengirim surat kepada presiden Susilo Bambang Yudhoyono yang berisi 9 (sembilan) point permasalahan dan 7 (tujuh) rekomendasi yang pada intinya meminta Presiden RI untuk menyelesaikan konflik agraria dan sumber daya alam secara tuntas.

VI. AKSES KEADILAN DALAM MASYARAKAT BERAGAM

UNDP dan stranas memberikan ruang untuk penyelesaian kasus secara informal, dengan harapan forum penyelesaian yang beragam dapat memenuhi rasa keadilan dan menyelesaikan konflik secara menyeluruh. Dari definisi yang UNDP berikan batasan terhadap mekanisme penyelesaian cukup jelas yaitu selaras dengan nilai-nilai hak Azazi manusia. Di dalam Stranas ini juga memberikan pokok-pokok yang menjadi usulan strategi nasional yaitu:

1. Perubahan paradigma pembangunan hukum dan peranan pendidikan hukum di Indonesia;

2. Pengakuan dan dukungan terhadap kegiatan bantuan hukum dan pembangunan paralegal diIndonesia;

3. Perbaikan legislasi dan politik anggaran yang mendukung Akses terhadap Keadilan; 4. Formulasi dan penerapan Standar Pelayanan Minimum dalam pelayanan publik; 5. Penguatan mekanisme pengaduan dan penyelesaian/pemulihan bagi masyarakat yang

dirugikan dalam kerangka pelayanan publik;

6. Penguatan dan pemberdayaan sistem keadilan berbasis komunitas.42

Dua hal di atas seharusnya bisa menjadi pengharapan bagi kelompok-kelompok komunitas dan masyarakat yang dalam kenyataanya beragam , selain juga meskipun terikat kepada hukum negara namun juga masih menggunakan sistem hukumnya seperti adat dan agama. Tugas negara seharusnya hanyalah menjaga batasan supaya mekanisme-mekanisme pemenuhan akses terhadap keadilan selaras dengan nilai-nilai hak Azazi manusia. Untuk

41Surat Terbuka Kepada Presiden Susilo Bambang yudhoyono Forum Indonesia untuk Keadilan Agraria kepada Presiden Republik Indonesiauntuk Penyelesaian KonflikAgraria; tertanggal Jakarta 7 Februari 2013, dan

ditandatangani oleh 153 pegiat, pengajar, dan peneliti dari seluruh

Indonesiahttp://keadilanagraria.wordpress.com/petisi/.

(18)

masyarakat adat, hal ini juga diperkuat oleh Mahkamah konstitusi dengan putusannya. Putusan Mahkamah konstitusi Nomor 31/PUU-V/2007, Mahkamah Konstitusi telah memberikan penafsiran terhadap Pasal 18B ayat (2) UUD 1945 juncto Pasal 41 ayat (1) huruf b UU MK berkenaan dengan ada-tidaknya kedudukan hukum (legal standing) kesatuan masyarakat hukum adat dalam upaya melindungi hak-hak konstitusionalnya yaitu43 :

2. Suatu kesatuan masyarakat hukum adat beserta hak-hak tradisionalnya dipandang sesuai dengan perkembangan masyarakat apabila kesatuan masyarakat hukum adat tersebut: a….b. satunya menyatakan Substansi hak-hak tradisional tersebut diakui dan dihormati oleh warga kesatuan masyarakat yang bersangkutan maupun masyarakat yang lebih luas, serta tidak bertentangan dengan hak-hak asasi manusia.

Sayangnya, apa yang kemudian di capai di dokumen berdasarkan uraian di atas tidak diimplementasikan. Bahkan, dalam rencana aksi yang terlampir dalam dokumen, nampak kerangka kerja yang disiapkan lebih banyak kerangka kerja di dalam hukum negara.

VII. PENUTUP

Harus diakui bahwa baik di dalam maupun di luar konteks dokumen Strategi Akses Terhadap keadilan , Saat ini dalam banyak pihak sedang melakukan kerja bersama untuk mencapai keadilan Sumber daya agraria.Misalnya Di bidang legislasi saat ini sedang dibahas RUU Pertanahan, RUU pengakuan dan perlindungan Masyarakat adat; pengaturan tentang keberadaan peradilan adat kembali diwacanakan baik oleh lembaga donor maupun negara khususnya BPHN. Mekanisme dan kelembagaan penyelesaian konflik kehutanan sedang berjalan baik di Departemen Kehutanan maupun Dewan Kehutanan Nasional. Di bidang Yudisial, putusan-putusan mahkamah Konstitusi memberikan kegembiraan dan harapan baru44, Sistem kamar di mahkamah Agung RI45; penggunaan satu peta dalam program One

43 M. Akil Mochtar; PERLINDUNGAN HAK KONSTITUSIONALMASYARAKAT HUKUM ADAT; Makalah disampaikan dalam Rapat Pimpinan Nasional Majelis Adat Dayak Nasional Tahun 2011 pada tanggal 26 Mei 2011 di Palangkaraya, Kalimantan Tengah.

44Misalnya putusan PUTUSAN Mahkamah Konstitusi Nomor 35/PUU-X/2012 terhadap Judicial Review UU 41 1999 khususnya tentang keberadaan hutan adat yang bukan merupakan negara; PUTUSAN Mahkamah

Konstitusi Nomor 55/PUU-X/2010 terhadap Judicial Review UU 18 1999 tentang perkebunan yang menjadikan pasal-pasal pengkriminalan di dalam UU Perkebunan menjadi tidak mengikat.

(19)

Map Policy dari badan geo Spasial Indonesia yang didorong untuk mengakomodasi peta-peta partispatif milik masyarakat adat. Di tingkatan pasar juga terjadi proses-proses kemajuan, ketika mekanisme pasar seperti RSPO 46 mendorong pentaatan terhadap standart-standar

terbaik untuk produksi yang berkelanjutan ; di sektor keamanan proses-proses dialog antara kelompok masyarakat sipil dengan Mabes Polri sedang berproses47. Namun demikian apa

yang dilakukan belum cukup untuk menghentikan atau minimal menghambat proses kerusakan yang terjadi di dalam masyarakat maupun sumber daya agraria.

Dibutuhkan sebuah kemauan politik yang sangat kuat dari pemerintah untuk menjalankan apa yang direkomendasikan oleh dokumen Strategi nasional terhadap keadilan ini, termasuk dengan memberikan ruang bagi keberagaman yang ada di indonesia, sehingga mimpi akan Indonesia yang berkeadilan tidak hanya menjadi milik para pembuat dokumen ini saja, namun milik seluruh rakyat Indonesia.

DAFTAR PUSTAKA

Abdul RachmanSaleh “Memajukan Akses Keadilan melalui bantuan Hukum, dalamGatot (ed) BantuanHukum, Akses Masyarakat marjinal terhadap Keadilan, Tinjauan

Sejarah, Konsep, Kebijakan, Penerapan, dan Perbandingan di Berbagai Negara,

LBH Jakarta, Jakarta, 2007.

Andiko dan Norman Jiwa : Panduan Dasar bagi Aktifis dan Masyarakat : Memahami dan Memantau Pelaksanaan Peraturan dan Hukum oleh Perusahaan Perkebunan

Kelapa Sawit di Indonesia, Sawit Watch, Jakarta, 2012.

46 RSPO atau Roundtable On Sustainable Palm Oil adalah ; bacaan tentang ini bisa dibaca dalam Panduan Dasar Memahami dan memantau Penerapan Prinsip dan kriteria RSPO; Sawit Watch, Bogor 2011

(20)

Badan Pemeriksa Keuangan; Laporan Hasil Pemeriksaan Semester II Tahun Anggaran (TA) 2008 atas Manajemen Hutan Yang Terkait dengan Kegiatan Inventarisasi Hutan, Pengukuhan Kawasan Hutan, Mitigasi Perubahan Iklim, Perijinan Pemanfaatan Hutan dan Penggunaan Kawasan Hutan, Penebangan Hutan dan Pelaporannya, Pengelolaan PNBP, Serta Pengamanan dan Perlindungan Kawasan Hutan Pada Departemen Kehutanan Termasuk Unit Pelaksana Teknis (UPT), Dinas Kehutanan Propinsi dan Kabupaten/Kota, dan Perusahaan-Perusahaan Terkait Kehutanan Serta Instansi Terkait Lainnya di Propinsi Kalimantan Tengah

Auditorat Utama Keuangan Negara IV; Nomor : 36/LHP/XVII/02/2009 Tanggal : 23

Februari 2009.

Departemen Mitigasi Resiko Sosial dan lingkungan Sawit Watch; Panduan Dasar

Memahami dan memantau Penerapan Prinsip dan kriteria RSPO; Sawit Watch,

Bogor 2011.

Eksekutif Nasional Walhi, Enviroment Outlook 2013, Jakarta, 2013.

Heri Purwanto; Serikat Petani Indonesia Dalam Perjuangan Pembaruan Agraria 2008 – 20011, tesis , Fakultas ilmu sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, Departemen Ilmu Politik , program pasca Sarjana Ilmu Politik 2012.

http://nasional.vivanews.com/news/read/182474-petani-dipidana–uu-perkebunan-diujikan-ke-mk dalam http://pilnetindonesia.wordpress.com

http://pusaka.or.id/2013/06/kontroversi-perpres-no-40-tahun-2013-ada-tni-dalam-memperlancar-bisnis-di-tanah-papua.html

http://regional.kompas.com/read/2013/05/27/22255196/twitter.com

http://suaraborneo.com 25 April 2013,

http://web.worldbank.org,

http://www.fimadani.com/inilah-kronologi-kasus-kerusuhan-bima-membara/

http://www.gaatw.org/atj/

http://www.jatam.org/q-and-a-kasus/48-q-and-a-kasus-sape-bima;

Kelompok Kerja Akses terhadap Keadilan Kementerian Negara Perencanaan Pembangunan Nasional/ Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (BAPPENAS); Strategi

nasional Akses terhadap keadilan; Bapenas, jakarta, 2009.

Laporan TGPF Kasus Mesuji 2012, tidak dipublikasikan, Jakarta, 2012

Lembaga Gemawan Kalimantan Barat, Perkebunan Sawit dan Konflik Agraria di

kalimantan barat , disampaikan dalam Southeast Asia Consultation on Landgrabbing

(21)

M. Edy Bisri Mustofa; Mengurai Akar Konflik Agraria ; 9 Februari 2012;

http://gagasanhukum.wordpress.com/2012/02/09/mengurai-akar-konflik-agraria/

M. Akil Mochtar; PERLINDUNGAN HAK KONSTITUSIONALMASYARAKAT HUKUM ADAT; Makalah disampaikan dalam Rapat Pimpinan Nasional Majelis Adat Dayak Nasional Tahun 2011 pada tanggal 26 Mei 2011 di Palangkaraya, Kalimantan Tengah.

Mohamad Anshor, Pertambangan dan Kehutanan, Dua Sektor Dengan Berbagai Kepentingan dan Permasalahannya;

/http://anshor83.wordpress.com/2013/04/02/pertambangan-dan-kehutanan-dua-sektor-dengan-berbagai-kepentingan-dan-permasalahannya/

Noer fauzi Rahman; Rantai Penjelas Konflik-Konflik Agraria yang Kronis, Sistemik, dan

Meluas, BHUMI No 37 Tahun 12, April 2013.

Organisasi Perburuhan Internasional,Hak-hak Masyarakat Adat yang Berlaku; Pedoman

untuk Konvensi ILO 169,Kata Pengantar, Jakarta, 2010.

Petani menuntut Reforma Agraria, Sinar Harapan, Senin 24 September 2012.

PUTUSAN Mahkamah Konstitusi Nomor 35/PUU-X/2012 terhadap Judicial Review UU 41 1999.

PUTUSAN Mahkamah Konstitusi Nomor 55/PUU-X/2010 terhadap Judicial Review UU 18 199.

R. Yando Zakaria, Emilianus Ola Kleden, YL Frangky; MIFEE tak terjangkau angan

Malind; Yayasan Pusaka 2011.

Sawit Watch : Terungkapnya Perbudakan di Kalimantan Timur; booklet; tanpa tahun.

Siti Aminah, Konflik di Perkebunan Sawit Dalam Perspektif Hak Anak;makalah belum diterbitkan, Jakarta, 2012.

SK KMA Nomor 142/KMA/SK/IX/2011 tanggal 19 September 2011 tentang Pedoman Penerapan Sistem Kamar di Mahkamah Agung.

Strategi Akses terhadap Keadilan.Ringkasan Eksekutif , Mei 2009.

Surat Terbuka Kepada Presiden Susilo Bambang yudhoyono Forum Indonesia untuk Keadilan Agraria kepada Presiden Republik Indonesiauntuk Penyelesaian KonflikAgraria; tertanggal Jakarta 7 Februari 2013, dan ditandatangani oleh 153 pegiat, pengajar, dan peneliti dari seluruh Indonesia http://keadilanagraria.wordpress.com/petisi/.

UNDP (n.d.), ‘Access to Justice Practitioner Guide’, 2005. Hal 6.

UNDP, Access to Justice, Practise Note, UNDP, 2004, halaman 6.

(22)

2011; khususnya tulisan Ward Berenschot dan Adriaan Bedner, Akses terhadap Keadilan: Sebuah Pengantar tentang Perjuangan Indonesia Menjadikan Hukum Bekerja Bagi Semua Orang.

Widiyanto, Sri Maryanti, S. Rakhma Mary, Out Look Konflik Sumber Daya Alam di Indonesia, 2012, Pusat Data dan Informasi Perkumpulan Huma, Jakarta, 2013. Yance Arizona; Sebuah Cermin dari Biru Maju:Anotasi Putusan Perkara No.

Referensi

Dokumen terkait

Evaluasi kondisi terkini terhadap habitat yang tersisa yaitu bukit Sologi suatu area hutan yang terletak di tenggara Semenanjung Santigi telah dilakukan dari tanggal 22 hingga 30

Habermas untuk meningkatkan kesadaran sejarah siswa kelas XI IPS SMA Bina Bangsa Palembang dalam pelaksanaannya ditemukan kendala-kendala yang dihadapi oleh guru

Berdasarkan hasil analisis hasil skor angket, proses konseling serta observasi yang dilakukan peneliti, terdapat pengaruh terhadap kesehatan mental warga binaan

Skripsi ini sangat berkaitan dengan penelitian yang akan dikaji oleh peneliti yaitu dalam perumusan masalah peneliti merumuskan bagaimana pengalaman spiritual haji

Оно што се намеће као приједлог мјера за рад са пацијентима обољелим од типа 2 дијабетеса, на примарном нивоу здравствене заштите, односи се

Dalam perkara ini, orang yang bernama Sukiran bin Suwito (alm) telah diajukan sebagai terdakwa, sesuai dengan fakta hukum yang terungkap dalam persidangan yang

Analisa berdasarkan hasil morfometrik dan meristik menunjukkan bahwa tiga jenis ikan sapu-sapu asal sungai Ciliwung yang telah diidentifikasi merupakan satu

Hasil pemeriksaan kepadatan campuran dengan perlakuan STOA disajikan pada Tabel 4. Dari Tabel 4 juga terlihat bahwa pada kondisi 0.0% kadar Roadcel-50 terdapat fenomena