• Tidak ada hasil yang ditemukan

GAMBARAN PROGRAM SANITASI TOTAL BERBASIS (1)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "GAMBARAN PROGRAM SANITASI TOTAL BERBASIS (1)"

Copied!
59
0
0

Teks penuh

(1)

ii

Dengan ini menerangkan bahwa Laporan Kegiatan Magang Mahasiswa Fakultas Ilmu-ilmu Kesehatan Jurusan Kesehatan Masyarakat Universitas Jenderal Soedirman dengan judul GAMBARAN PROGRAM SANITASI TOTAL BERBASIS MASYARAKAT DI DINAS KESEHATAN KOTA SEMARANG TAHUN 2016, yang disusun oleh:

Nama : Yesinta Bella Savitri NIM : G1B013087

telah disetujui dan disahkan pada tanggal Januari 2017.

Purwokerto, Januari 2017

Pembimbing lapangan Pembimbing Akademik Magang

(Yuli Kurniasih P. SKM. M.KES.) (Agnes Fitria W,S.KM,M.Sc) NIP. 19740718 200212 2006 NIP. 19830702 201012 2 003

Mengetahui,

Ketua Jurusan Kesehatan Masyarakat FIKES UNSOED

(2)

iii

1. Bagi Dinas Kesehatan Kabupaten Semarang ... 6

2. Bagi Jurusan Kesehatan Masyarakat ... 7

3. Bagi Mahasiswa ... 7

BAB II. Tinjauan Pustaka A. Konsep Program Sanitasi Total Berbasis Masyarakat 8

1. Pengertian Program ... 8

2. Pengertian Kesehatan ... 9

3. Pengertian Kesehatan Lingkungan ... 9

4. Pengertian Sanitasi Lingkungan ... 10

B. Program STBM 12

1. Pengertian dan Tujuan STBM 12

(3)

iv

1. Pengertian ODF 28

2. Karakteristik Desa ODF 29

3. Verifikasi Desa ODF 30

BAB III. Metode Pelaksanaan Kegiatan

A. Jadwal Kegiatan 31

B. Lokasi Kegiatan ... 31 C. Waktu Kegiatan ... 32

BAB IV. Hasil dan Pembahasan 33

A. Hasil ... 33 B. Pembahasan ... 40

BAB V. Penutup 47

(4)

v

DAFTAR TABEL

(5)

vi

(6)

vii

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1. Verifikasi Kelurahan STBM Kota Semarang

Lampiran 2. Dokumentasi

Lampiran 3. Identitas Peserta PKL

Lampiran 4. Daftar Kegiatan Harian Peserta PK

Lampiran 5. Lembar Konsultasi dan Bimbingan Laporan PKL (PL)

(7)

1

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Pembangunan kesehatan merupakan upaya yang dilaksanakan oleh semua komponen bangsa. Pembangunan kesehatan bertujuan untuk meningkatkan kesadaran, kemauan dan kemampuan untuk hidup sehat bagi setiap orang. Dampak yang diharapkan terjadi peningkatan derajat kesehatan masyarakat yang setinggi-tingginya (Sistem Kesehatan Nasional tahun 2009). Pelaksanaan pembangunan kesehatan harus dilakukan secara berkesinambungan agar dapat meningkatkan status kesehatan masyarakat. Upaya untuk meningkatkan derajat kesehatan yang setinggi-tingginya yang tersirat dalam UU RI No. 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan. Pada awalnya hanya menitikberatkan pada upaya kuratif kemudian secara berangsur-angsur berkembang ke arah keterpaduan upaya kesehatan untuk seluruh masyarakat dengan mengikutsertakan masyarakat secara luas yang mencakup upaya promotif, preventif, kuratif dan rehabilitatif yang bersifat terpadu dan berkesinambungan.

(8)

2

dan munculnya penyakit pada balita, turunnya daya saing maupun citra kota hingga menurunnya perekonomian ditingkat daerah. Ada banyak upaya atau program kesehatan untuk masyarakat yang dibuat oleh pemerintah, salah satunya dalam sektor sanitasi adalah program Sanitasi Total Berbasis Masyarakat (STBM).

(9)

Menurut Chandra (2007), Buang air besar sembarangan dapat mengakibatkan kontaminasi pada air, tanah, udara, makanan, dan perkembangbiakan lalat. Sesuai dengan model ekologi, ketika lingkungan buruk akan menyebabkan penyakit. Penyakit yang dapat terjadi akibat kontaminasi tersebut antara lain tifoid, paratiroid, disentri, diare, kolera, penyakit cacing, hepatitis viral, dan beberapa penyakit infeksi gastrointestinal lain, serta infeksi parasit lain. Upaya untuk memutus terjadinya penularan penyakit dapat dilaksanakan dengan memperbaiki sanitasi lingkungan. Tersedianya jamban merupakan usaha untuk memperbaiki sanitasi dasar dan dapat memutus rantai penularan penyakit (Suparmin, 2002)

Jamban merupakan tempat yang aman dan nyaman untuk digunakan sebagai tempat buang air besar. Jamban sehat adalah fasilitas pembuangan tinja yang mencegah kontaminasi ke badan air, kontak antara manusia dan tinja, bau yang tidak sedap, membuat tinja tidak dapat dihinggapi serangga, serta binatang lainnya, dan konstruksi dudukannya dibuat dengan baik, aman, dan mudah dibersihkan (WSP-EAP, 2009).

(10)

4

tidak adanya kotoran di lingkungan mereka, serta mereka mampu menjaga kebersihan jamban (Permenkes No.3 Tahun 2014). Sesuai Keputusan Menteri Kesehatan nomor 852/Menkes/SK/IX/2008 Tentang Strategi Nasional Sanitasi Total Berbasis Masyarakat bahwa indikator outcome dari program STBM yaitu menurunnya kejadian penyakit diare dan penyakit berbasis lingkungan lainnya yang berkaitan dengan sanitasi dan perilaku, maka pada pilar pertama ini lebih menekankan pada 4 penurunan penyakit diare, karena penyakit diare merupakan penyakit umum yang tidak hanya diderita oleh orang dewasa namun juga balita

Menurut catatan Buku Saku Sanitasi Kota Semarang pada tahun 2013 tercatat persentase penduduk yang memanfaatkan jamban yaitu sebesar 76,11% sedangkan tahun 2014 yaitu 76%, diketahui bahwa persentase tersebut mengalami penurunan. Sedangkan untuk indikator cakupan pemanfaatan air bersih pada juga mengalami penurunan dari 78,55 pada tahun 2013 menjadi 77% di tahun 2014. Penurunan tersebut harus di atasi agar derajat kesehatan terus meningkat, jika tidak maka angka kesakitan dan angka kematian di kota Semarang dapat meningkat setiap tahunnya. Dinas Kesehatan merupakan suatu instansi yang mempunyai tugas melaksanakan sebagaian urusan rumah tangga daerah dalam bidang kesehatan untuk menunjang tercapainya usaha kesejahteraan masyarakat di bidang kesehatan dan melaksanakan tugas pembantuan sesuai dengan bidang tugasnya.

(11)

Jenderal Soedirman yang mempunyai visi menghasilkan lulusan yang menguasai ilmu pengetahuan dan keterampilan di bidang kesehatan, serta mampu bersaing dalam pasar kerja global guna mewujudkan masyarakat yang berperilaku hidup sehat. Sehubungan dengan pencapaian visi tersebut, maka salah satu program yang dilaksanakan adalah Praktik Kerja Lapangan (PKL). PKL atau magang merupakan program intrakulikuler dalam bentuk kegiatan belajar di lapangan yang merupakan wahana bagi mahasiswa untuk menambah pengetahuan, keterampilan, pengalaman serta sebagai pembelajaran mengenal dunia kerja. Kegiatan magang di Dinas Kesehatan Kota Semarang ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana gambaran pelaksanaan program STBM di Dinas Kesehtan Kota Semarang serta ingin menambah pengalaman dan kemampuan mahasiswa dalam mengaplikasikan ilmu yang diperoleh selama perkuliahan. Berdasarkan latar belakang tersebut, pada kegiatan magang ini mahasiswa tertarik untuk mempelajari tentang berlangsungnya kegiatan STBM dalam bidang kesehatan lingkungan dengan mengambil judul “Gambaran program Sanitasi Total Berbasis Masyarakat di Dinas Kesehatan Kota Semarang tahun 2016 ”.

B. Rumusan Masalah

(12)

6

C. Tujuan

1. Tujuan Umum

Mahasiswa mampu melaksanakan latihan kerja di Dinas Kesehatan Kota Semarang khususnya di Bidang Kesehatan Lingkungan untuk mengetahui gambaran umum berjalannya program STBM (Sanitasi Total Berbasis Masyarakat) tahun 2016 yang dilakukan oleh Bidang Kesehatan Lingkungan di Dinas Kesehatan Kota Semarang.

2. Tujuan Khusus

Tujuan khusus kegiatan magang ini adalah:

a. Mengetahui bagaimana akses sanitasi layak Kota Semarang tahun 2016.

b. Mengetahui bagaimana program STBM Kota Semarang di Dinas Kesehatan Kota Semarang Tahun 2016.

c. Mengetahui capaian desa yang sudah masuk kriteria ODF tahun 2016.

D. Manfaat

1. Bagi Dinas Kesehatan Kota Semarang

a. Institusi memperoleh bantuan pemikiran, tenaga, serta dapat memanfaatkan tenaga magang sesuai dengan kebutuhan di unit kerjanya.

(13)

c. Menciptakan sarana kerja sama antara institusi tempat magang dan perserta magang dalam rangka meningkatkan pengetahuan khususnya dalam program STBM.

2. Bagi Jurusan Kesehatan Masyarakat

a. Menjalin kerja sama dengan Bidang Kesehatan Lingkungan Dinas Kesehatan Kota Semarang sehingga dapat mendukung pelaksanaan Tri Dharma Perguruan Tinggi.

b. Memperoleh informasi tentang kondisi nyata di dunia kerja yang berguna bagi penembangan ilmu pengetahuan dan teknologi. c. Memperoleh umpan balik dari institusi tempat magang dalam

rangka pengembangan kurikulum agar lebih sesuai dengan kebutuhan di lapangan.

3. Bagi Mahasiswa

a. Mendapatkan pengalaman nyata terkait dengan aplikasi ilmu kesehatan masyarakat khususnya bidang kesehatan lingkungan. b. Memperoleh pemahaman dan keterampilan di bidang Kesehatan

Lingkungan Dinas Kesehatan Kota Semarang.

c. Mendapatkan pengetahuan, pengalaman, dan pembelanjaran mengenai penerapan STBM dalam program kegiatan Dinas Kesehatan Kota Semarang.

(14)

8 BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Konsep Program Kesehatan 1. Pengertian program

Program dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia mengandung

pengertian “rancangan mengenai asas-asas serta usaha-usaha (dalam

ketatanegaraan, perekonomian, dan sebagainya) yang akan dijalankan”.

Sedangkan Arikunto dan Jabar (2004) mendefinisikan program sebagai

suatu unit atau kesatuan kegiatan yang merupakan realisasi atau

implementasi dari suatu kebijakan, berlangsung dalam proses yang

berkesinambungan, dan terjadi dalam suatu organisasi yang melibatkan

sekelompok orang. Pendapat berikutnya masih menurut Arikunto dan

Jabar (2004) bahwa “program terdiri dari komponen-komponen yang

saling berkaitan dan saling menunjang dalam rangka mencapai suatu

tujuan”. Di dalam Arikunto dan Jabar (2004) ada tiga pengertian penting

dan perlu ditekankan dalam menentukan program, yaitu:

a. Realisasi atau implementasi suatu kebijakan

b. Terjadi dalam waktu relatif lama, bukan kegiatan tunggal tetapi jamak

dan berkesinambungan

(15)

2. Pengertian Kesehatan

Pengertian Kesehatan menurut Organisasi Kesehatan Dunia atau

World Health Organization (WHO) tahun 1948 menyebutkan bahwa

pengertian kesehatan adalah sebagai “suatu keadaan fisik, mental, dan

sosial kesejahteraan dan bukan hanya ketiadaan penyakit atau kelemahan”.

Menurut Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 36 Tahun 2009

Tentang Kesehatan (Kemenkes, 2009), kesehatan adalah keadaan sehat,

baik secara fisik, mental, spritual maupun sosial yang memungkinkan

setiap orang untuk hidup produktif secara sosial dan ekonomis.Menurut

WHO, kesehatan ibu adalah kesehatan perempuan selama kehamilan,

persalinan dan pasca melahirkan.

Menurut Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 36 Tahun 2009

Tentang Kesehatan (Kemenkes, 2009), kesehatan adalah setiap kegiatan

dan/atau serangkaian kegiatan yang dilakukan secara terpadu, terintegrasi

dan berkesinambungan untuk memelihara dan meningkatkan derajat

kesehatan masyarakat dalam bentuk pencegahan penyakit, peningkatan

kesehatan, pengobatan penyakit, dan pemulihan kesehatan oleh

pemerintah dan/atau masyarakat.

3. Pengertian Kesehatan Lingkungan

Kesehatan lingkungan merupakan bagian dari dasar-dasar kesehatan

masyarakat modern yang meliputi terhadap semua aspek manusia dalam

hubungannya dengan lingkungan, dengan tujuan untuk meningkatkan dan

(16)

setinggi-10

tingginya dengan jalan memodifisir tidak hanya faktor sosial dan lingkungan

fisik semata-mata, tetapi juga terhadap semua sifat-sifat dan

kelakkan-kelakuan lingkungan yang dapat membawa pengaruh terhadap ketenangan,

kesehatan dan keselamatan organisme umat manusia (Mulia, 2005). Menurut

World Health Organization (WHO), kesehatan lingkungan adalah suatu

keseimbangan ekologi yang harus ada antara manusia dan lingkungan agar

dapat menjamin keadaan sehat dari manusia. Menurut Himpunan Ahli

Kesehatan Lingkungan Indonesia (HAKLI) kesehatan lingkungan adalah

suatu kondisi lingkungan yang mampu menopang keseimbangan ekologi yang

dinamis antara manusia dan lingkungannya untuk mendukung tercapainya

kualitas hidup manusia yang sehat dan bahagia.

4. Pengertian Sanitasi Lingkungan

a. Higiene

Hygiene adalah suatu ilmu kesehatan yang mencakup seluruh faktor

yang membantu atau mendorong adanya kehidupan yang sehat baik

perorangan maupun melalui masyarakat (Mukono, 2006). Sedangkan

menurut Azwar (2000). Hygiene adalah usaha kesehatan masyarakat yang

mempelajari pengaruh kondisi lingkungan terhadap kesehatan manusia,

upaya mencegah timbulnya penyakit karena pengaruh kondisi lingkungan

sedemikian rupa sehingga terjamin pemeliharaan kesehatan.

b. Sanitasi

Sanitasi adalah upaya kesehatan dengan cara memelihara dan

(17)

air bersih untuk keperluan mencuci tangan, menyediakan tempat sampah

agar tidak dibuang sembarangan (Depkes RI, 2004). Sanitasi sering juga

disebut dengan sanitasi lingkungan dan kesehatan lingkungan, sebagai

suatu usaha pengendalian semua faktor yang ada pada lingkungan fisik

manusia yang diperkirakan dapat menimbulkan hal-hal yang mengganggu

perkembangan fisik, kesehatannya ataupun kelangsungan hidupnya

(Adisasmito, 2006).

Menurut UU RI No. 36 Tahun 2009 Tentang Kesehatan menyebutkan

bahwa kesehatan lingkungan meliputi penyehatan air, dan udara,

penanganan limbah padat, limbah cair, limbah gas, radiasi, dan

kebisingan, pengendalian faktor penyakit, dan penyehatan atau

pengamanan lainnya. Melihat luasnya ruang lingkup kesehatan

lingkungan, sangatlah diperlukan adanya multi disiplin kerja agar

kegiatannya dapat berjalan dengan baik. Misalnya diperlukan tenaga ahli

di bidang air bersih, ahli kimia, ahli biologi, ahli teknik dan sebagainya

(Mukono, 2006).

Hygiene dan sanitasi lingkungan adalah pengawasan lingkungan fisik,

biologis, sosial dan ekonomi yang mempengaruhi kesehatan manusia,

dimana lingkungan yang berguna ditingkatkan dan diperbanyak

sedangkan yang merugikan diperbaiki atau dihilangkan (Entjang, 2000).

Kesehatan masyarakat adalah ilmu dan seni mencegah penyakit,

memperpanjang hidup, dan meningkatkan kesehatan melalui usaha-usaha

(18)

12

pemberantasan penyakit menular, pendidikan kesehatan dan sebagainya

(Notoatmodjo, 2007).

Hygiene dan sanitasi tidak dapat dipisahkan satu dengan yang lain

karena erat kaitannya dalam kehidupan sehari-hari untuk mendukung

perilaku hidup sehat dan bersih. Misalnya hygiene sudah baik karena

petugas mau mencuci tangan dengan bersih memakai sabun sebelum dan

sesudah menangani pasien, tetapi jika keadaan sanitasi lingkungan buruk

misalnya karena tidak tersedianya air bersih yang cukup maka mencuci

tangan tidak dapat dilakukan dengan baik dan sempurna.

B. Program STBM

1. Pengertian dan Tujuan STBM

Sanitasi Total Berbasis Masyarakat yang selanjutnya disebut STBM

merupakan pendekatan dan paradigma baru pembangunan sanitasi di

Indonesia yang mengedepankan pemberdayaan masyarakat dan perubahan

perilaku. STBM ditetapkan sebagai kebijakan nasional berdasarkan

Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 852/MENKES/

SK/IX/2008 untuk mempercepat pencapaian MDGs tujuan 7C, yaitu

mengurangi hingga setengah penduduk yang tidak memiliki akses terhadap

air bersih dan sanitasi pada tahun 2015. Tahun 2014, Kepmenkes ini diganti

dengan Peraturan Menteri Kesehatan No.3 Tahun 2014 tentang STBM.

Adapun tujuan penyelenggaraan STBM adalah untuk mewujudkan perilaku

masyarakat yang higienis dan saniter secara mandiri dalam rangka

(19)

Diharapkan pada tahun 2025, Indonesia bisa mencapai sanitasi total untuk

seluruh masyarakat, sebagaimana tercantum dalam Rencana Pembangunan

Jangka Panjang Nasional (RPJPN) Indonesia.

Menurut Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor

852/Menkes/SK/IX/2008 STBM, singkatan dari Sanitasi Total Berbasis

Masyarakat, merupakan pendekatan untuk mengubah perilaku higiene dan

sanitasi melalui pemberdayaan masyarakat dengan metode pemicuan.

Metode pemicuan dalam STBM tersebut dilakukan dengan menggunakan

metode CLTS (Irwantoro, 2012). Pendekatan STBM diadopsi dari hasil uji

coba Community Led Total Sanitation (CTS) yang telah sukses dilakukan di

beberapa lokasi proyek air minum dan sanitasi di Indonesia, khususnya

dalam mendorong kesadaran masyarakat untuk mengubah perilaku buang

air besar sembarangan (BABS) menjadi buang air besar di jamban yang

higienis dan layak. Perubahan perilaku BAB merupakan pintu masuk

perubahan perilaku santasi secara menyeluruh. Atas dasar pengalaman

keberhasilan CLTS, pemerintah menyempurnakan pendekatan CLTS

dengan aspek sanitasi lain yang saling berkaitan yang ditetapkan sebagai 5

pilar STBM, yaitu (1) Stop Buang Air Besar Sembarangan (SBS), (2) Cuci

Tangan Pakai Sabun (CTPS), (3) Pengelolaan Air Minum dan Makanan

Rumah Tangga (PAMM-RT), (4) Pengamanan Sampah Rumah Tangga

(PS-RT), dan (5) Pengamanan Limbah Cair Rumah Tangga (PLC-RT)

(20)

14

Dimana menurut Kar (2008), CLTS merupakan suatu pendekatan

terintegrasi yang digunakan untuk mencapai keberhasilan dan mendukung

status ODF. Dimana pihak luar yang memberikan fasilitasi, tidak

memberikan pendidikan kepada anggota masyarakat selama proses

pemicuan tersebut berlangsung. Melainkan melakukan kegiatan fasilitasi

dengan proses menyemangati dan memberdayakan masyarakat setempat.

2. Lima Pilar STBM

Pelaksanaan Sanitasi Total Berbasis Masyarakat (STBM) dengan lima

pilar akan mempermudah upaya meningkatkan akses sanitasi masyarakat

yang lebih baik serta mengubah dan mempertahankan keberlanjutan budaya

hidup bersih dan sehat. Pelaksanaan STBM dalam jangka panjang dapat

menurunkan angka kesakitan dan kematian yang diakibatkan oleh sanitasi

yang kurang baik, dan dapat mendorong tewujudnya masyarakat sehat yang

mandiri dan berkeadilan (Kemenkes RI, 2014).

a. Stop Buang Air Besar Sembarangan (SBS)

Suatu kondisi ketika setiap individu dalam komunitas tidak buang air

besar sembarangan. Perilaku SBS diikuti dengan pemanfaatan sarana

sanitasi yang saniter berupa jamban sehat. Saniter merupakan kondisi

fasilitas sanitasi yang memenuhi standar dan persyaratan kesehatan

yaitu:

1) Tidak mengakibatkan terjadinya penyebaran langsung bahan-bahan

yang berbahaya bagi manusia akibat pembuangan kotoran manusia;

(21)

2) Dapat mencegah vektor pembawa untuk menyebar penyakit pada

pemakai dan lingkungan sekitarnya ( Kemenkes RI, 2014).

Jamban sehat efektif untuk memutus mata rantai penularan penyakit.

Jamban sehat harus dibangun, dimiliki dan digunakan oleh keluarga

dengan penempatan (di dalam rumah atau di luar rumah) yang mudah

dijangkau oleh penghuni rumah (Kemenkes RI, 2014).

Standar dan persyaratan kesehatan bangunan jamban terdiri dari :

1) Bangunan atas jamban (dinding dan atau atap)

Bangunan atas jamban harus berfungsi untuk melindungi pemakai

dari gangguan cuaca dan gangguan lainnya.

2) Bangunan tengah jamban

Terdapat 2 (dua) bagian bangunan tengah jamban, yaitu:

a) Lubang tempat pembuangan kotoran (tinja dan urine) yang

saniter dilengkapi oleh konstruksi leher angsa. Pada konstruksi

sederhana (semi saniter), lubang dapat dibuat tanpa konstruksi

leher angsa, tetapi harus diberi tutup.

b) Lantai Jamban terbuat dari bahan kedap air, tidak licin dan

mempunyai saluran untuk pembuangan air bekas ke Sistem

Pembuangan Air Limbah (SPAL).

3) Bangunan Bawah

Merupakan bangunan penampungan, pengolah dan pengurai

(22)

16

atau kontaminasi dari tinja melalui vektor pembawa penyakit, baik

secara langsung maupun tidak langsung.

Terdapat 2 (dua) macam bentuk bangunan bawah jamban, yaitu:

a) Tangki septik, adalah suatu bak kedap air yang berfungsi

sebagai penampungan limbah kotoran manusia (tinja dan

urine). Bagian padat dari kotoran manusia akan tertinggal

dalam tangki septik, sedangkan bagian cairnya akan keluar dari

tangki septik dan diresapkan melalui bidang atau sumur

resapan. Jika tidak memungkinkan dibuat resapan maka dibuat

suatu filter untuk mengelola cairan tersebut.

b) Cubluk, merupakan lubang galian yang akan menampung

limbah padat dan cair dari jamban yang masuk setiap harinya

dan akan meresapkan cairan limbah tersebut ke dalam tanah

dengan tidak mencemari air tanah, sedangkan bagian padat dari

limbah tersebut akan diuraikan secara biologis. Bentuk cubluk

dapat dibuat bundar atau segiempat, dindingnya harus aman

dari longsoran, jika diperlukan dinding cubluk diperkuat

dengan pasangan bata, batu kali, buis beton, anyaman bambu,

penguat kayu dan sebagainya (Kemenkes RI, 2014).

b. Cuci Tangan Pakai Sabun (CTPS)

CTPS merupakan perilaku cuci tangan dengan menggunakan sabun dan

air bersih yang mengalir.

(23)

a) Basahi kedua tangan dengan air bersih yang mengalir.

b) Gosokkan sabun pada kedua telapak tangan sampai berbusa lalu

gosok kedua punggung tangan, jari jemari, kedua jempol, sampai

semua permukaan kena busa sabun.

c) Bersihkan ujung-ujung jari dan sela-sela di bawah kuku.

d) Bilas dengan air bersih sambil menggosok-gosok kedua tangan

sampai sisa sabun hilang.

e) Keringkan kedua tangan dengan memakai kain, handuk bersih

atau kertas tisu atau mengibas-ibaskan kedua tangan sampai

kering.

2) Waktu penting perlunya CTPS, antara lain:

a) Sebelum makan

b) Sebelum mengolah dan menghidangkan makanan

c) Sebelum menyusui

d) Sebelum memberi makan bayi atau balita

e) Sesudah buang air besar arau kecil

f) Sesudah memegang hewan atau unggas

3) Kriteria Utama Sarana Cuci Tangan Pakai Sabun

a) Air bersih yang dapat dialirkan

b) Sabun

c) Penampungan atau saluran air limbah yang aman (Kemenkes RI,

(24)

18

c. Pengelolaan Air Minum dan Makanan Rumah Tangga (PAMM-RT)

PAMM-RT merupakan suatu proses pengolahan, penyimpanan dan

pemanfaatan air minum dan pengelolaan makanan yang aman di rumah

tangga ( Kemenkes RI, 2014).

Tahapan kegiatan dalam PAMM-RT, yaitu:

1) Pengelolaan Air Minum Rumah Tangga

a) Pengolahan air baku

Apabila air baku keruh perlu dilakukan pengolahan awal:

(1) Pengendapan dengan gravitasi alami

(2) Penyaringan dengan kain

(3) Pengendapan dengan bahan kimia atau tawas

b) Pengolahan air untuk minum

Pengolahan air minum di rumah tangga dilakukan untuk

mendapatkan air dengan kualitas air minum. Air untuk minum

harus diolah terlebih dahulu untuk menghilangkan kuman dan

penyakit melalui:

(1) Filtrasi (penyaringan), contoh: biosand filter, keramik filter

dan sebagainya.

(2) Klorinasi, contoh: klorin cair, klorin tablet dan sebagainya.

(3) Koagulasi dan flokulasi (penggumpalan), contoh : bubuk

koagulan

(25)

c) Wadah Penyimpanan Air Minum

Setelah pengolahan air, tahapan selanjutnya menyimpan air

minum dengan aman untuk keperluan sehari-hari, dengan cara:

(1) Wadah bertutup, berleher sempit, dan lebih baik dilengkapi

dengan kran.

(2) Air minum sebaiknya disimpan diwadah pengolahannya.

(3) Air yang sudah diolah sebaiknya disimpan dalam tempat yang

bersih dan selalu tertutup.

(4) Minum air dengan menggunakan gelas yang bersih dan kering

atau tidak minum air langsung mengenai mulut/wadah kran.

(5) Letakkan wadah penyimpanan air minum di tempat yang

bersih dan sulit terjangkau oleh binatang.

(6) Wadah air minum dicuci setelah tiga hari atau saat air habis,

gunakan air yang sudah diolah sebagai air bilasan terakhir.

d) Hal penting dalam PAMM-RT

(1) Cucilah tangan sebelum menangani air minum dan mengolah

makanan siap santap.

(2) Mengolah air minum secukupnya sesuai dengan kebutuhan

rumah tangga.

(3) Gunakan air yang sudah diolah untuk mencuci sayur dan buah

siap santap serta untuk mengolah makan siap santap.

(4) Tidak mencelupkan tangan ke dalam air yang sudah diolah

(26)

20

(5) Secara periodik meminta petugas kesehatan untuk melakukan

pemeriksaan air guna pengujian laboratorium.

d. Pengelolaan Makanan Rumah Tangga

Makanan harus dikelola dengan baik dan benar agar tidak

menyebabkan gangguan kesehatan dan bermanfaat bagi tubuh. Cara

pengelolaan makanan yang baik yaitu dengan menerapkan prinsip

higiene dan sanitasi makanan. Pengelolaan makanan di rumah tangga,

walaupun dalam jumlah kecil atau skala rumah tangga juga harus

menerapkan prinsip higiene sanitasi makanan.

Prinsip higiene sanitasi makanan:

1) Pemilihan bahan makanan

Pemilihan bahan makanan harus memperhatikan mutu dan

kualitas serta memenuhi persyaratan yaitu untuk bahan makanan

tidak dikemas harus dalam keadaan segar, tidak busuk, tidak rusak

atau berjamur, tidak mengandung bahan kimia berbahaya dan beracun

serta berasal dari sumber yang resmi atau jelas. Untuk bahan

makanan dalam kemasan atau hasil pabrikan, mempunyai label dan

merek, komposisi jelas, terdaftar dan tidak kadaluwarsa.

2) Penyimpanan bahan makanan

Menyimpan bahan makanan baik bahan makanan tidak

dikemas maupun dalam kemasan harus memperhatikan tempat

penyimpanan, cara penyimpanan, waktu atau lama penyimpanan dan

(27)

terhindar dari kemungkinan terjadinya kontaminasi oleh bakteri,

serangga, tikus dan hewan lainnya serta bahan kimia berbahaya dan

beracun. Bahan makanan yang disimpan lebih dulu atau masa

kadaluwarsanya lebih awal dimanfaatkan terlebih dahulu.

3) Pengolahan makanan

Empat aspek higiene sanitasi makanan sangat mempengaruhi

proses pengolahan makanan, oleh karena itu harus memenuhi

persyaratan, yaitu :

a) Tempat pengolahan makanan atau dapur harus memenuhi

persyaratan teknis higiene sanitasi untuk mencegah risiko

pencemaran terhadap makanan serta dapat mencegah masuknya

serangga, binatang pengerat, vektor dan hewan lainnya.

b) Peralatan yang digunakan harus tara pangan (food grade) yaitu

aman dan tidak berbahaya bagi kesehatan (lapisan permukaan

peralatan tidak larut dalam suasana asam atau basa dan tidak

mengeluarkan bahan berbahaya dan beracun) serta peralatan

harus utuh, tidak cacat, tidak retak dan mudah dibersihkan.

c) Bahan makanan memenuhi persyaratan dan diolah sesuai urutan

prioritas Perlakukan makanan hasil olahan sesuai persyaratan

higiene dan sanitasi makanan, bebas cemaran fisik, kimia dan

(28)

22

d) Penjamah makanan dan pengolah makanan berbadan sehat, tidak

menderita penyakit menular dan berperilaku hidup bersih dan

sehat

4) Penyimpanan makanan matang

Penyimpanan makanan yang telah matang harus

memperhatikan suhu, pewadahan, tempat penyimpanan dan lama

penyimpanan. Penyimpanan pada suhu yang tepat baik suhu dingin,

sangat dingin, beku maupun suhu hangat serta lama penyimpanan

sangat mempengaruhi kondisi dan cita rasa makanan matang.

5) Pengangkutan makanan

Dalam pengangkutan baik bahan makanan maupun makanan

matang harus memperhatikan beberapa hal yaitu alat angkut yang

digunakan, teknik atau cara pengangkutan, lama pengangkutan dan

petugas pengangkut. Hal ini untuk menghindari risiko terjadinya

pencemaran baik fisik, kimia maupun bakteriologis.

6) Penyajian makanan

Makanan dinyatakan layak santap apabila telah dilakukan uji

organoleptik atau uji biologis atau uji laboratorium, hal ini dilakukan

bila ada kecurigaan terhadap makanan tersebut. Adapun yang

dimaksud dengan:

a) Uji organoleptik yaitu memeriksa makanan dengan cara meneliti

dan menggunakan 5 (lima) indera manusia yaitu dengan melihat

(29)

mendengar (bunyi), menjilat (rasa). Apabila secara organoleptik

baik maka makanan dinyatakan layak santap.

b) Uji biologis yaitu dengan memakan makanan secara sempurna

dan apabila dalam waktu 2 (dua) jam tidak terjadi tanda-tanda

kesakitan, makanan tersebut dinyatakan aman.

c) Uji laboratorium dilakukan untuk mengetahui tingkat cemaran

makanan baik kimia maupun mikroba. Untuk pemeriksaan ini

diperlukan sampel makanan yang diambil mengikuti standar atau

prosedur yang benar dan hasilnya dibandingkan dengan standar

yang telah baku.

Beberapa hal yang harus diperhatikan pada penyajian makanan

yaitu tempat penyajian, waktu penyajian, cara penyajian dan prinsip

penyajian. Lamanya waktu tunggu makanan mulai dari selesai proses

pengolahan dan menjadi makanan matang sampai dengan disajikan

dan dikonsumsi tidak boleh lebih dari 4 (empat) jam dan harus segera

dihangatkan kembali terutama makanan yang mengandung protein

tinggi, kecuali makanan yang disajikan tetap dalam keadaan suhu

hangat. Hal ini untuk menghindari tumbuh dan berkembangbiaknya

bakteri pada makanan yang dapat menyebabkan gangguan pada

kesehatan (Kemenkes RI, 2014).

e. Pengamanan Sampah Rumah Tangga

Tujuan Pengamanan Sampah Rumah Tangga adalah untuk

(30)

24

menangani sampah. Pengamanan sampah yang aman adalah

pengumpulan, pengangkutan, pemrosesan, pendaur-ulangan atau

pembuangan dari material sampah dengan cara yang tidak

membahayakan kesehatan masyarakat dan lingkungan (Kemenkes RI,

2014).

Prinsip-prinsip dalam Pengamanan sampah:

1) Reduce yaitu mengurangi sampah dengan mengurangi pemakaian

barang atau benda yang tidak terlalu dibutuhkan. Contoh:

a) Mengurangi pemakaian kantong plastik.

b) Mengatur dan merencanakan pembelian kebutuhan rumah tangga

secara rutin misalnya sekali sebulan atau sekali seminggu.

c) Mengutamakan membeli produk berwadah sehingga bisa diisi

ulang.

d) Memperbaiki barang-barang yang rusak (jika masih bisa

diperbaiki).

e) Membeli produk atau barang yang tahan lama.

2) Reuse yaitu memanfaatkan barang yang sudah tidak terpakai tanpa

mengubah bentuk. Contoh:

a) Sampah rumah tangga yang bisa dimanfaatkan seperti koran

bekas, kardus bekas, kaleng susu, wadah sabun lulur dan

sebagainya. Barang-barang tersebut dapat dimanfaatkan sebaik

mungkin misalnya diolah menjadi tempat untuk menyimpan

(31)

b) Memanfaatkan lembaran yang kosong pada kertas yang sudah

digunakan, memanfaatkan buku cetakan bekas untuk

perpustakaan mini di rumah dan untuk umum.

c) Menggunakan kembali kantong belanja untuk belanja

berikutnya.

3) Recycle yaitu mendaur ulang kembali barang lama menjadi barang

baru. Contoh:

a) Sampah organik bisa dimanfaatkan sebagai pupuk dengan cara

pembuatan kompos atau dengan pembuatan lubang biopori.

b) Sampah anorganik bisa di daur ulang menjadi sesuatu yang bisa

digunakan kembali, contohnya mendaur ulang kertas yang tidak

digunakan menjadi kertas kembali, botol plastik bisa menjadi

tempat alat tulis, bungkus plastik detergen atau susu bisa

dijadikan tas, dompet dan sebagainya.

c) Sampah yang sudah dipilah dapat disetorkan ke bank sampah

terdekat.

Kegiatan Pengamanan Sampah Rumah Tangga dapat dilakukan

dengan:

1) Sampah tidak boleh ada dalam rumah dan harus dibuang setiap hari

2) Pemilahan dalam bentuk pengelompokan dan pemisahan sampah

sesuai dengan jenis, jumlah dan atau sifat sampah.

3) Pemilahan sampah dilakukan terhadap 2 (dua) jenis sampah, yaitu

(32)

26

sampahyang berbeda untuk setiap jenis sampah tersebut. Tempat

sampah harus tertutup rapat.

4) Pengumpulan sampah dilakukan melalui pengambilan dan

pemindahan sampah dari rumah tangga ke tempat penampungan

sementara atau tempat pengolahan sampah terpadu.

5) Sampah yang telah dikumpulkan di tempat penampungan sementara

atau tempat pengolahan sampah terpadu diangkut ke tempat

pemrosesan akhir (Kemenkes RI, 2014).

f. Pengamanan Limbah Cair Rumah Tangga

Proses pengamanan limbah cair yang aman pada tingkat rumah

tangga untuk menghindari terjadinya genangan air limbah yang

berpotensi menimbulkan penyakit berbasis lingkungan. Untuk

menyalurkan limbah cair rumah tangga diperlukan sarana berupa sumur

resapan dan saluran pembuangan air limbah rumah tangga. Limbah cair

rumah tangga yang berupa tinja dan urine disalurkan ke tangki septik

yang dilengkapi dengan sumur resapan. Limbah cair rumah tangga yang

berupa air bekas yang dihasilkan dari buangan dapur, kamar mandi dan

sarana cuci tangan disalurkan ke saluran pembuangan air limbah

(Kemenkes RI, 2014).

Prinsip Pengamanan Limbah Cair Rumah Tangga adalah:

1) Air limbah kamar mandi dan dapur tidak boleh tercampur dengan air

dari jamban

(33)

3) Tidak boleh menimbulkan bau

4) Tidak boleh ada genangan yang menyebabkan lantai licin dan rawan

kecelakaan

5) Terhubung dengan saluran limbah umum, got atau sumur resapan.

(Kemenkes RI, 2014).

3. Metode STBM

Dalam pelaksanaannya, STBM tidak menggunakan metode

penyuluhan seperti yang biasa dilakukan oleh program kesehatan lainnya.

STBM menggunakan pemicuan yang menggunakan metode participatory

rural appraisal (PRA) dan berprinsip pada pendekatan CLTS (Kar, 2008).

Dengan menggunakan metode PRA, masyarakat dapat menganalisa perilaku

higiene dan profil sanitasinya masing-masing. Misalnya saja dalam

pemicuan pilar satu (berhenti buang air besar sembarangan) masyarakat

dapat menganalisa sampai pada luasnya buang air besar di tempat terbuka

dan penyebaran kontaminasi dari kotoran ke mulut yang memperburuk

keadaan setiap orang. Untuk memfasilitasi masyarakat dalam menganalisa

perilaku higiene dan profil sanitasinya, ada beberapa instrumen yang

biasanya diterapkan dalam pendekatan CLTS.

Instrumen tersebut antara lain jalan kaki transect, pemetaan tempat

BABS, dan perhitungan jumlah kotoran manusia. Jalan kaki transect

merupakan kegiatan berkeliling di wilayah desa bersama dengan anggota

masyarakat untuk mengetahui jamban sehat yang telah dimiliki masyarakat

(34)

28

berasal dari luar komunitas yang melihat tempat BABS (bahkan kotoran

yang berceceran) akan menimbulkan perasaan malu dalam diri masyarakat.

Kemudian pemetaan tempat BABS dilakukan dengan menggambarkan

kondisi wilayah tempat tinggal oleh seluruh warga dalam satu komunitas

dan digambarkan juga tempat-tempat terbuka yang biasanya digunakan

sebagai tempat buang air besar. Dengan pemetaan tersebut, perhatian para

warga akan tertuju pada jarak yang harus ditempuh untuk mencari tempat

buang air, segi keamanan, dan alur kotoran yang telah mereka buang dapat

mencapai badan air terdekat dan mengontaminasi badan air tersebut. Lalu

yang terakhir, perhitungan jumlah kotoran manusia bertujuan untuk

membantu fasilitator dalam mengilustrasikan besarnya masalah sanitasi

yang dihadapi yang akan berpengaruh pada timbulnya penyakit.

Maka dengan pendekatan CLTS tersebut dapat timbul perasaan jijik

dan malu di antara masyarakat. Dan secara kolektif mereka akan menyadari

dampak buruk dari buang air besar di tempat terbuka sehingga dengan

kesadaran ini mereka akan tergerak untuk memprakarsai tindakan lokal

secara kolektif untuk memperbaiki keadaan sanitasi di dalam komunitasnya

sendiri (Kar, 2008).

C. Definisi ODF 1. Pengertian ODF

Open Defecation Free (ODF) adalah kondisi ketika setiap individu

dalam komunitas tidak buang air besar sembarangan, Pembuangan tinja

(35)

berbasis lingkungan, sehingga untuk memutuskan rantai penularan ini harus

dilakukan rekayasa pada akses ini. Agar usaha tersebut berhasil, akses

masyarakat pada jamban (sehat) harus mencapai 100% pada seluruh

komunitas. Sedangkan Desa/Kelurahan ODF (Open Defecation Free) adalah

Desa/kelurahan yang 100% masyarakatnya telah buang air besar di jamban

sehat, yaitu mencapai perubahan perilaku kolektif terkait Pilar 1 dari 5 pilar

Sanitasi Total Berbasis Masyarakat.

2. Karakteristik Desa ODF (Open Defication Free)

Satu komunitas/masyarakat dikatakan telah ODF jika :

a. Semua masyarakat telah BAB hanya di jamban dan membuang

tinja/kotoran bayi hanya ke jamban.

b. Tidak terlihat tinja manusia di lingkungan sekitar.

c. Tidak ada bau tidak sedap akibat pembuangan tinja/kotoran manusia.

d. Ada peningkatan kualitas jamban yang ada supaya semua menuju

jamban sehat.

e. Ada mekanisme monitoring peningkatan kualitas jamban.

f. Ada penerapan sanksi, peraturan atau upaya lain oleh masyarakat untuk

mencegah kejadian BAB di sembarang tempat.

g. Ada mekanisme monitoring umum yang dibuat masyarakat untuk

mencapai 100% KK mempunyai jamban sehat.

h. Di sekolah yang terdapat di komunitas tersebut, telah tersedia sarana

jamban dan tempat cuci tangan (dengan sabun) yang dapat digunakan

(36)

30

i. Analisa kekuatan kelembagaan di Kabupaten menjadi sangat penting untuk menciptakan kelembagaan dan mekanisme pelaksanaan kegiatan yang efektif dan efisien sehingga tujuan masyarakat ODF dapat tercapai

3. Verifikasi ODF

Verifikasi ODF merupakan proses memastikan status ODF suatu

komunitas masyarakat yang menyatakan bahwa secara kolektif mereka telah

bebas dari perilaku buang air besar sembarangan. Adapun batasan bahwa

suatu komunitas masyarakat telah dapat dikatakan ODF apabila:

a. Semua masyarakat telah BAB hanya di jamban yang sehat dan

membuang tinja/kotoran bayi hanya ke jamban yang sehat

(termasuk di sekolah).

b. Tidak terlihat tinja manusia di lingkungan sekitar.

c. Ada penerapan sanksi, peraturan atau upaya lain oleh masyarakat untuk

mencegah kejadian BAB di sembarang tempat.

d. Ada mekanisme monitoring yang dibuat masyarakat untuk mencapai

100 persen KK mempunyai jamban sehat.

e. Ada upaya atau strategi yang jelas dan tertulis untuk dapat mencapai

(37)

31

A. Rencana Kegiatan

Kegiatan magang yang dilaksanakan selama 1 bulan

Tabel 3.1 Kegiatan Pelaksanaan Magang

No Kegiatan (minggu ke-)Januari 2017

1 2 3 4 5

1 Orientasi Tempat Kerja, meliputi: a. Mengetahui struktur organisasi,

tugas, dan fungsi serta wewenang Dinas Kesehatan Kota Semarang 2 Mengikuti dan ikut membantu kegiatan di

Dinas Kesehatan Kota Semarang 3 Mengetahui gambaran berjalanya

program STBM, target program yang dicapai, rencana program STBM pada tahun 2016 di Dinas Kesehatan Kota Semarang

4 Melakukan pengumpulan data primer maupun sekunder terkait program STBM a. Data primer yang diperoleh dengan

wawancara pada pelaksanaan kegiatan.

b. Data sekunder berupa data-data yang diperlukan untuk laporan kegiatan magang, meliputi: Profil Kesehatan RI 2016, Profi Kesehatan Kota Semarang tahun 2016, Data STBM Indonesia, data jumlah

Lokasi : Dinas Kesehatan Kota Semarang

Alamat : Jl. Pandanaran No. 79 Semarang 50241

(38)

32

Unit : Kesehatan Lingkungan

C.Waktu Kegiatan

(39)

33

A. Hasil

1. Analisis Situasi Umum Institusi Magang

Magang mahasiswa periode 2017 bertempat di Kesehatan Lingkungan

Dinas Kesehatan Kota Semarang. Analisis situasi umum institusi magang

yakni :

a. Dinas Kesehatan Kota Semarang

Dinas Kesehatan Kota Semarang memiliki kedudukan, visi, misi, tugas

pokok dan fungsi, serta struktur organisasi sebagai berikut:

1) Kedudukan

a) Dinas Kesehatan dipimpin oleh seorang kepala dinas yang

berkedudukan dibawah dan bertanggung jawab kepada Walikota

Kepala Daerah melalui Sekretaris Daerah

b) Kepala Dinas Kesehatan diangkat dan diberhentikan oleh Walikota

dengan peraturan dan perundang-undangan yang berlaku.

2) Visi

Terwujudnya Pelayanan Kesehatan Masyarakat Kota Semarang Yang

terbaik se-Jawa Tengah Tahun 2021

3) Misi

a) Meningkatkan pelayanan kesehatan dengan sumber daya manusia

(40)

34

b) Meningkatkan upaya pencegahan penyakit dan promosi kesehatan

c) Mengembangkan kemitraan dan menggerakkan masyarakat untuk

hidup sehat

d) Mengebangkan keunggulan teknologi informasi

4) Tugas Pokok dan Fungsi

a) Perumusan kebijakan teknis pelaksanaan dan pengendalian

dibidang kesehatan

b) Pembinaan umum dibidang kesehatan meliputi pendekatan

peningkatan (pomotif), pencegahan (preventif), pengobatan

(kuratif), pemulihan (rehabilitatif) dan berdasarkan kebijaksanaan

yang ditetapkan Gubernur Jawa Tengah.

c) Pembinaan operasional, pengurusan tata usaha termasuk

pemberian rekomendasi dan perijinan sesuai dengan kebijaksanaan

yang ditetapkan oleh Walikota.

d) Pembinaan pengendalian teknis dibidang upaya pelayanan

kesehatan dasar dan upaya kesehatan rujukan berdasarkan

kebijaksanaan teknis ayang ditetapkan oleh menteri kesehatan.

e) Penetapan angka kredit bagi petugas kesehatan.

f) Pelaksanaan tugas lain yang diberikan Walikota sesuai dengan

(41)

5) Struktur Organisasi

Ka Sub Bag Umum & Kepegawaian

Ka Sub Bag Keuangan Struktur Organisasi

Gambar 4.1 Struktur Organisasi

Kepala Dinas : dr. Widoyono, MPH

Sekretaris : dr. Sarwoko, MMR

Ka Bidang Kesehatan Masyarakat : Ir. Purwati Susantini, M. Kes

Ka Bidang SDK : drg. Yuli Normawati

Ka Bidang P2P : dr. Mada Gautama, M. Kes

Ka Bidang Pelayanan Kesehatan : dr. Lilik Faridah

Ka Sub Bag Umum & Kepegawaian : Sutjiati Indah, SH,SE

Ka Sub Bag Keuangan : Kusmayadi, SE, M. Kes

: dr. Widoyono, MPH

: dr. Sarwoko, MMR

: Ir. Purwati Susantini, M. Kes

: drg. Yuli Normawati

: dr. Mada Gautama, M. Kes

: Sutjiati Indah, SH,SE

(42)

36

Ka Sub Bag Perencanaan & Evaluasi : Sri Sumarni, SKM, M.Kes

Ka Seksi Kesehatan Ibu & Anak : Harmoko, S. Kep, M.H

Ka Seksi Gizi : Dien Hasanah, SKM

Ka Seksi Kesling & Promkes : Yuli Kurniasih P, SKM, M. Kes

Ka Seksi SDMK : Drs. Budi Mulyono, M. Kes

Ka Seksi Kefarmasian &Pembekal- : drg. Rajendra Mada S an Kesehatan

Ka Seksi Informasi & Pengendalian : dr. Sri Maharsi Sarana Kesehatan

Ka Seksi Pengendalian Penyakit TVZ : Ahmad Suwardi, SKM, MPH

Ka Seksi Pengendalian Penyakit TMS : dr. Sidah Ayu O

Ka Seksi P2ML : Maryati, SKM, M. Kes

Ka Seksi Jaminan Kesehatan & Ke- : Endang S, SKM, M. Kes mitraan

Ka Seksi Pelayanan Kesehatan Rujukan :dr. Kurnia Rizqa Akbar

Ka Seksi Pelayanan Kesehatan Primer : dr. Fina Lutfiya R & Tradisional

2. Hasil Kegiatan

Jumlah penduduk Kota Semarang mencapai 1,57 juta jiwa pada tahun

2015. Angka ini terus meningkat dan pada tahun 2016 telah mencapai

1.776.618 jiwa. Secara umum jumlah penduduk perempuan lebih banyak

dibandingkan jumlah penduduk laki-laki. Pada tahun 2015, untuk setiap 100

penduduk perempuan terdapat 99 penduduk laki-laki. Sampai dengan tahun

(43)

perubahan, terbagi menjadi 16 kecamatan dan 177 kelurahan. Enam belas

kecamatan tersebut meliputi kecamatan Semarang Tengah, Semarang Utara,

Semarang Timur, Semarang Selatan, Semarang Barat, Gayamsari, Candisari,

Gajah Mungkur, Genuk, Pedurungan, Tembalang, Banyumanik, Gunungpati,

Mijen, Ngaliyan, dan Tugu. Dari 16 kecamatan yang ada, kecamatan Mijen

luas terbesar (57,55 km2) dan Kecamatan Gunungpati (54,11 km2), dimana

sebagian besar wilayahnya berupa persawahan dan perkebunan. Sedangkan

kecamatan dengan luas terkecil adalah Semarang Selatan (5,93 km2) dan

kecamatan Semarang Tengah (6,14 km2) (Profil Kesehatan Kota Semarang,

2016).

Lingkungan merupakan salah satu variabel yang perlu mendapat

perhatian khusus dalam menilai kondisi kesehatan masyarakat. Bersama

dengan faktor perilaku, pelayanan kesehatan dan genetik, lingkungan

mempengaruhi derajat kesehatan masyarakat. Menurut Permenkes nomor 3

tahun 2014 tentang Sanitasi Total Berbasis Masyarakat, Sanitasi Total

Berbasis Masyarakat yang selanjutnya disingkat STBM adalah pendekatan

untuk mengubah perilaku higienis dan saniter melalui pemberdayaan

masyarakat dengan cara pemicuan. Pilar Sanitasi Total Berbasis Masyarakat

yang selanjutnya disebut pilar STBM adalah perilaku higienis dan saniter

yang digunakan sebagai acuan dalam penyelenggaraan Sanitasi Total Berbasis

Masyarakat. Sanitasi Total Berbasis Masyarakat ini merupakan kondisi

dimana masyarakat atau komunitas tidak buang air besar sembarangan,

(44)

38

mengelola sampah dengan benar serta mengelola limbah cair rumah tangga

dengan aman.

Berdasarkan Profil Keesehatan Kota Semarang tahun 2016 mengenai

program STBM menyangkut pilar pertama yaitu Stop BABS, jumlah

persentase capaian program Stop BABS yaitu sebesar 61,49% meliputi 107

desa/kelurahan dari total keseluruhan 177 kelurahan.

Berdasarkan data yang diperoleh dari STBM Indonesia, kemajuan

jamban sehat di Provinsi Jawa Tengah yaitu 81,54% dengan baseline atau data

sanitasi dasar sebesar 69,24%. Selain itu untuk data cakupan STBM pada

tahun 2016 yaitu sebesar 98,35% sedangkan pada tahun 2015 sebesar 97,92%.

Indikator yang digunakan dalam data ini yaitu meliputi data dasar jamban

sehat permanen, jamban sehat semi permanen, sharing atau numpang, OD

atau BABS (Buang Air Besar Sembarangan). Sedangkan untuk desa yang

dinyatakan sebagai Desa STBM yaitu sejumlah 114 desa/kelurahan dengan

presentase 58,16% pada tahun 2016.

Data jumlah penduduk dengan akses sanitasi layak berdasarkan Profil

Kesehatan Kota Semarang yaitu sebanyak 780,331 penduduk dengan

presentase sebesar 65,1% pada tahun 2016. Sedangkan untuk program

kegiatan pemicuan sendiri selama tahun 2016 Kota Semarang telah

melaksanakan kegiatan pemicuan di 10 kelurahan, diantaranya yaitu

kelurahan Banyumanik, Ngesrep, Pedalangan, Srondol Kulon, Srondol Wetan,

Tinjomoyo, Pedurungan Tengah, Penggaron Kidul, Tlogomulyo dan

(45)

ODF (Open Defication Free) merupakan pengertian dimana suatu

daerah atau desa dinyatakan sudah bebas dari buang air besar sembarangan.

Dalam verifikasi kelurahan STBM kota Semarang Tahun 2016, jumlah

kelurahan yang telah dinyatakan ODF (Open Defication Free) pada tahun

2016 yaitu sebanyak 21 kelurahan. Desa yang dinyatakan sudah ODF

merupakan desa yang sudah dilakukan verifikasi sesuai dengan kriteria kelima

pilar STBM.

Berdasarkan data verifikasi kelurahan STBM pada tahun 2016,

diketahui bahwa tidak semua kelurahan yang sudah diverifikasi memenuhi

semua kriteria pilar STBM. Berdasarkan cheklist verifikasi, terdapat beberapa

KK yang masih memiliki skor 0 pada salah satu pilar STBM. Berdasarkan 21

data kelurahan ODF, kriteria yang memiliki skor 0 paling banyak yaitu pada

pilar 4 dan 5. Dimana kriteria pilar 4 yaitu mengenai “Sampah padat rumah

tangga tidak dibuang berserakan di halaman rumah, Ada perlakuan dengan

aman terhadap sampah yang akan dibuang”. Sedangakan kriteria pilar 5 yaitu

“Tidak terlihat genangan air di sekitar rumah karena limbah cair domestic,

Limbah cair sudah diolah sebelum dibuang.”

Penilaian dalam verifikasi kelurahan STBM dibagi menjadi 2, yaitu

Skor 0 untuk keadaan yang tidak memenuhi kriteria, sedangkan skor 1 untuk

(46)

40

B. Pembahasan

Sanitasi Total Berbasis Masyarakat (STBM) merupakan program nasional

yang dibuat oleh Kementrian Kesehatan Republik Indonesia dengan tujuan untuk

memperbaiki sanitasi dasar masyarakat yang meliputi: setiap individu dan

komunitas mempunyai akses terhadap sarana sanitasi dasar sehingga dapat

mewujudkan komunitas yang bebas dari buang air di sembarang tempat (ODF);

setiap rumah tangga telah menerapkan pengelolaan air minum dan makanan yang

aman di rumah tangga; setiap rumah tangga dan sarana pelayanan umum dalam

suatu komunitas tersedia fasilitas cuci sehingga semua orang mencuci tangan

dengan benar; dan setiap rumah tangga mengelola limbahnya dengan benar.

Tujuannya adalah terciptanya lingkungan yang bersih dan terbebasnya

masyarakat dari penyakit yang disebabkan oleh lingkungan.

Lingkungan yang bersih dan sehat merupakan penunjang kesehatan bagi

masyarakat. Untuk itulah pemerintah membuat kebijakan berupa program Sanitasi

Total Berbasis Masyarakat (STBM) yang bertujuan untuk memicu masyarakat

agar mencapai kondisi sanitasi total dengan mengubah perilaku hygiene dan

sanitasi melalui pemberdayaan masyarakat.

Sasaran dari program STBM ini adalah semua masyarakat yang ada

dilingkungan tertentu. Sedangkan prioritas utama dari program STBM ini adalah

pada daerah yang jauh dari pusat kota terutama daerah yang mempunyai topografi

yang sangat memungkinkan untuk melakukan tindakan tidak higienis atau tidak

(47)

Kualitas SDM juga menjadi pengaruh terhadap kurangnya kepedulian

masyarakat terhadap pola hidup bersih dan sehat. Program STBM ini memiliki

prinsip bahwa Pemerintah tidak memberikan subsidi atau bantuan terhadap

masyarakat. Program ini dilaksanakan dengan menggunakan metode pemicuan

agar masyarakat dapat merubah perilaku higienis dan peningkatan akses sanitasi

mereka sendiri. Agar program STBM dapat terselenggara sesuai dengan tujuan

yang telah dirumuskan, dibutuhkan adanya sosialisasi kepada masyarakat

mengenai tujuan dari program STBM tersebut.

Pemberian sosialisasi kepada masyarakat bertujuan mengajak masyarakat

untuk berpartisipasi secara aktif dalam program STBM serta memberikan

gambaran bahwa masyarakat merupakan sasaran dan penentu keberhasilan

program yang sedang dijalakan. Pelaksanaan di tingkat daerah merupakan tugas

dari pihak penyelenggara program yang langsung mengkoordinasi pelaksanaan

program sehingga tujuan dari program tersebut bisa dikomunikasikan dengan baik

terhadap target atau sasaran.

Sosialisasi merupakan tahap awal dari pelaksanaan program STBM agar

tujuan program yang telah ditetapkan dapat disampaikan kepada sasaran

utamanya yaitu masyarakat. Pelaksanaan sosialisasi kepada masyarakat menjadi

tantangan tersendiri bagi pihak yang ditunjuk karena inilah penentu apakah

program tersebut tersampaikan dengan baik atau tidak.

Dari hasil evaluasi pelaksanaan program STBM di Kota Semarang pada

Tahun 2016, dilihat dari hasil pencapaian yang didapat memang belum sesuai

(48)

42

memiliki akses terhadap sanitasi layak dari target MDGs yaitu sebesar 76,8%

untuk daerah perkotaan. Hal ini bisa disebabkan oleh faktor lingkungan yang

kurang mendukung, hal ini sejalan dengan penelitian Teguh Priatno yang

mengemukakan bahwa “Variabel lingkungan adalah variabel yang paling

dominan berpengaruh terhadap keberhasilan program STBM di Kota

Tasikmalaya.

Sedangkan untuk akses air minum layak mencapai 79,84% dari target MDGs

perkotaan yaitu sebesar 75,29%. (Profil Dinas Kesehatan Kota Semarang, 2016).

Angka tersebut sudah sesuai dengan target yang diharapkan. Akses air minum

layak sangat penting dan menjadi hal yang mendasar dalam sanitasi karena

dengan sanitasi yang tidak baik akan menyebabkan berbagai macam penyakit

yang dapat menyerang tubuh. Menurut penelitian Khadijah (2014), Penyakit tular

air yaitu diare dan tifoid dapat terjadi pada saat terbatasnya akses air bersih,

kualitas fisik air yang kurang dan perilaku tidak higienis. Akses air bersih

meliputi jarak dan waktu tempuh ke sumber air dan kemudahan mendapat air.

Perilaku tidak higienis seperti cuci tangan sebelum makan, sebelum menyiapkan

makanan, setelah BAB, dan penggunaan jamban juga menjadi faktor penyebab

penyakit.

Kontaminasi feses terhadap tanah dan air merupakan hal yang umum di

daerah perkotaan, hal ini diakibatkan oleh kepadatan penduduk yang berlebihan,

toilet yang kurang sehat dan pembuangan limbah mentah ke tempat terbuka tanpa

diolah. Sebagian besar rumah tangga di perkotaan yang menggunakan pompa,

(49)

air ini dengan jarak 10 meter dari septik tank atau pembuangan toilet. Jumlah

penduduk yang sudah memiliki akses air di tahun 2016 yaitu 79,84%.

Dengan dilaksanakannya program STBM ini masyarakat diharapkan sadar

terhadap kesehatannya sesuai dengan tujuan program STBM. Pencapaian ini

menjadi dampak dari pelaksanaan program STBM. Terdapat beberapa indikator

yang menjadi ukuran keberhasilan program STBM tersebut. Dengan

menggunakan evaluasi/penilaian single program before-after akan menjadi alat

ukur pelaksanaan program STBM sesuai indikator penilaian masyarakat Open

Defecation Free (ODF) yang ada dalam indikator penilaian masyarakat ODF oleh

Dinas Kesehatan Kota Semarang. Berikut adalah indikator-indikator STBM pilar

pertama yaitu stop buang air besar sembarangan (Stop BABS):

1. Semua masyarakat telah BAB hanya di jamban sehat dan membuang kotoran

bayi hanya ke jamban sehat. Indikator pertama ini berfokus pada perubahan

perilaku sanitasi dasar masyarakat yaitu tentang perubahan perilaku buang air

besar sembarangan hanya di jamban sehat. Jamban sehat merupakan jamban

yang memliki dinding penutup (ruangan), bangunan jamban kuat, ada air, ada

penutup sehingga alur kontaminasi kotoran manusia terhadap makanandapat

diputus.

2. Tidak terlihat kotoran manusia di lingkungan sekitar. Lingkungan di sekitar

pemukiman warga sudah tidak terlihat lagi kotoran manusia ataupun bau dari

kotoran manusia yang memungkinkan menimbulkan penyakit terhadap

masyarakat di daerah tersebut. Pelaksanaan program sanitasi total berbasis

(50)

44

kebersihan lingkungan mereka, salah satunya adalah agar tidak mencemari

lingkungan mereka sendiri seperti tidak buang air besar sembarangan atau

buang air besar tidak pada jamban sehat sehingga dapat menimbulkan

penyakit dan menimbulkan bau yang sangat mengganggu bagi masyarakat

sekitar.

3. Ada penerapan sanksi atau aturan oleh masyarakat untuk mencegah kegiatan

BAB sembarang tempat Terdapat peraturan atau terdapat penerapan sanksi

bagi masyarakat untuk mencegah adanya kegiatan buang air besar

sembarangan yang dapat mencemari lingkungan sekitar.

4. Ada mekanisme monitoring yang dibuat masyarakat mencapai 100% rumah

tangga mempunyai dan menggunakan jamban sehat Pengawasan atau

monitoring dibutuhkan untuk memantau proses jalannya program. Hasil dari

monitoring ini nantinya akan digunakan sebagai penilaian pencapaian

pelaksanaan dari program tersebut. Monitoring dibutuhkan dalam program

Sanitasi Total Berbasis Masyarakat (STBM) untuk mengontrol masyarakat

dalam melaksanakan program STBM sehingga dapat diketahui apakah

program ini sudah berjalan dengan baik atau belum, serta untuk mengetahui

apakah program tersebut berjalan sesuai dengan tujuan yang telah ditetapkan

sebelumnya. Dalam program STBM ini masyarakat mampu memantau dan

mengawasi proses pelaksanaan untuk menunjang pelaksanaan program STBM

ini berjalan dengan baik.

5. Ada upaya atau strategi yang jelas untuk dapat mencapai sanitasi total Agar

(51)

sebelumnya, maka suatu strategi menjadi sangat penting. Dengan adanya

strategi pelaksanaan yang baik, proses pelaksanaan akan menjadi terstruktur

dan berjalan sesuai harapan. Strategi juga merupakan bagian dari perencanaan

sebelum program tersebut dilaksanakan. Dalam hal ini, sebuah strategi harus

mempertimbangkan faktor-faktor hambatan maupun dukungan yang

mempengaruhi proses pelaksanaan cepat dan tepat.

Dalam verifikasi Desa ODF (Open Defication Free) di Kota Semarang

terdapat 21 desa/kelurahan yang telah dinyatakan sebagai Desa ODF. Semua desa

tersebut telah dikatakan sebagai desa ODF dengan penilaian yang sesuai dengan

kriteria indikator-indikator 5 pilar STBM yang telah ditentukan. Setiap Kelurahan

diambil 20 sampel rumah/KK untuk di lakukan penilaian. Penilaian tersebut

meliputi pilar pertama sampai dengan pilar ke 5 STBM. Berdasarkan hasil

kuesioner verifikasi kelurahan STBM di Kota Semarang, diketahui masih terdapat

beberapa kriteria yang belum memenuhi persyaratan. Diantaranya yaitu pada pilar

ke 4 dan ke 5. Pilar ke 4 yaitu meliputi “Sampah padat rumah tangga tidak

dibuang berserakan di halaman rumah; Ada perlakuan dengan aman terhadap

sampah yang akan dibuang.” dan kriteria pilar ke 5 yaitu “Tidak terlihat genangan

ar di sekitar rumah karena limbah cair domestic; Limbah cair sudah diolah

sebelum dibuang.” Menurut penelitian Abdul (2016), terdapat perbedaan perilaku

masyarakat di Kelurahan Tande Timur dan Desa Adolang Dhua terhadap STBM,

hal inilah yang mempengaruhi pembentukan desa ODF. Dalam keberhasilan

(52)

46

Sehingga petugas kesehatan harus meningkatkan kemampuan dan keterampilan

(53)

43 BAB V PENUTUP

Kesimpulan

Berdasarkan analisis data yang telah diuraikan dalam pembahasan, maka

disimpulkan beberapa hal antara lain :

1. Keberhasilan program STBM dalam akses sanitasi layak kota semarang belum

sesuai dengan target yang telah ditetapkan yaitu baru mencapai 65,1%

masyarakat yang memiliki akses terhadap sanitasi layak.

2. Keberhasilann program STBM di kota Semarang desa yang dinyatakan sebagai

Desa STBM yaitu sejumlah 114 desa/kelurahan dengan presentase 58,16%

pada tahun 2016.

3. Berdasarkan data yang didapat diketahui capaian desa ODF kota Semarang

tahun 2016 yaitu 21 Kelurahan.

Saran

1. Bagi Dinas Kesehatan Kota Semarang

Dinas kesehatan kota Semarang diharapkan segera melakukan pemantauan

dan monitoring ke desa ODF secara rutin serta pembentukan tim khusus untuk

melakukan verifikasi ulang di desa yang telah di tetapkan sebagai ODF.

2. Bagi Jurusan Kesehatan Masyarakat

Sebaiknya jadwal kegiatan magang diberikan di pertengahan tahun agar lebih

banyak kegiatan yang dapat dilaksanakan di instansi.

(54)

44

a. Sebaiknya mahasiswa lebih mempelajari hasil magang yang telah

dilakukan karena bisa dijadikan sebagai bahan untuk topik skripsi.

b. Sebaiknya mahasiswa bisa benar-benar membandingkan ilmu-ilmu atau

teori yang telah dipelajari di perkuliahan dengan keadaan di lapangan atau

(55)

49

Abdul, G. 2016. Perilaku Masyarakat Terhadap Sanitasi Total Berbasis Masyarakat

Di Kabupaten Majene. Jurnal Kesehatan MANARANG. Vol 2(2). ISSN:

2443-3861/ISSN: 2528-5602

Arikunto et al., 2004. Evaluasi Program Pendidikan, Pedoman Teoritis bagi Praktisi

Pendidikan. Bumi Aksara. Jakarta.

Azwar, Azrul. 2000. Pengantar Kesehatan Lingkungan. PT. Rineka Cipta. Jakarta.

Chandra, Budiman. 2007. Pengantar Kesehatan Lingkungan. EGC. Jakarta.

Depkes RI. 2009. Sistem Kesehatan Nasional. Jakarta

_________. 2011. Buku Pedoman Pemberantasan Penyakit Diare. Ditjen PP & PL. Jakarta

Dinas Kesehatan Kabupeten Semarang. 2016. Profil Dinas Kesehatan Kabupaten

Semarang Tahun 2016. Semarang : Dinas Kesehatan Semarang.

Dinkes Jateng. Buku Saku Kesehatan Tahun 2013. Semarang; Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Tengah. 2014.

Entjang, I. 2000. Ilmu Kesehatan Masyarakat. Citra Aditya Bakti. Bandung.

Jovanni Enralin dan Rissalwan Habdy Lubis. 2013. Akses Air Bersih dan Sanitasi Layak Pada Masyarakat Permukiman Kumuh Perkotaan Studi Kasus Pada

Warga Rw 3 Kelurahan Jembatan Besi, Jakarta Barat. Jurnal

Kar, K dan Chamber, R. 2008. Buku Pegangan Sanitasi Total yang Dipimpin

Masyarakat. Plan International. Jakarta

Kemenkes RI. Kurikulum dan Modul Pelatihan Sanitasi Total Berbasis Masyarakat (STBM). Jakarta: Kementerian Kesehatan RI; 2014.

___________. Pedoman Pelaksanaan STBM. Jakarta: Sekretariat STBM Nasional; 2011.

___________. Permenkes Nomor 3 Tahun 2014. In: RI DK, editor. Jakarta: Kementerian Kesehatan RI; 2014.

___________. Road Map Percepatan Program STBM 2013-2015: Kementerian Kesehatan RI; 2013.

(56)

50

Khadijah, A. 2014. Pengaruh Akses Air Minum Terhadap Kejadian Penyakit Tular

Air (Diare dan Demam Tifoid). Jurnal. Vol 17 (2)107-114

Mukono, H.J. 2006. Prinsip Dasar Kesehatan Lingkungan. Airlangga University

Press. Surabaya.

Mulia, Ricky.M. 2005. Pengantar Kesehatan Lingkungan Edisi pertama. Penerbit

Graha Ilmu. Yogyakarta.

Notoatmodjo, S. 2007. Promosi Kesehatan dan ilmu Perilaku. Rineka Cipta. Jakarta.

Prehatin, T. 2013. Gambaran Sanitasi Dasar Pengelolaan Limbah Rumah Tangga di

Kecamatan Kaliwates Kabupaten Jember. Jurnal IKESMA Volume 9 Nomor 2

Teguh Priatno. 2014. Faktor-Faktor yang Berpengaruh Terhadap Keberhasilan

Program Sanitasi Total Berbasis Masyarakat (STBM) di Kota Tasikmalaya.

Jurnal Kesehatan Komunitas Indonesia. Vol. 10. No. 2.

Suparmin dan Soeparman, 2002. Pembuangan Tinja dan Limbah Cair. Penerbit Buku

Kedokteran EGC. Jakarta.

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 11 Tahun 2009 Tentang Kesejahteraan Sosial

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 36 tahun 2009 Tentang Kesehatan WSP-EAP. 2009. Information On Improved Latrine Options. Jakarta: World Bak

(57)

DOKUMENTASI

Gambar 1. Sampel Pemeriksaan Alat Masak

(58)

52

Gambar 3. Pemeriksaan Pekerja Katering

(59)

Gambar 5. Rapat Sanitarian dan Pengenalan Alat

Gambar

Tabel 3.1 Kegiatan Pelaksanaan Magang
Gambar 4.1 Struktur Organisasi
Gambar 1. Sampel Pemeriksaan Alat Masak
Gambar 3. Pemeriksaan Pekerja Katering
+2

Referensi

Dokumen terkait

Pendaftaran Ulang dilaksanakan di Hotel Inna Garuda Yogyakarta, pada tanggal 31 Mei 2013, mulai pukul 07.00 WIB dengan.. menunjukkan bukti

Seperti ditunjukkan pada contoh di Gambar 11, lightshelves pada jendela yang menghadap utara dan selatan dapat memblokir sinar matahari langsung dan memantulkan cahaya alami ke

Pada tahap ini, hasil olahan data akan dianalisa untuk mencari faktor penyebab terjadinya kecacatan pada produk baja yang dihasilkan dengan diagram pareto (Gambar

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui dan mendeskripsikan; 1) Fenomena yang terjadi pada kesenian karawitan Karyo Adi Laras di Gancahan 8 Godean Sleman Yogyakarta; 2) Minat

Globalisasi yang terjadi di segala bidang termasuk pendidikan dan teknologi semestinya dapat ditanggapi secara positif oleh lembaga-lembaga pendidikan seperti halnya perguruan

Beranjak dari adanya persoalan dalam kinerja organisasi publik, termasuk yang dihadapi Kantor Pelayanan Terpadu dan Perijinan Kabupaten Grobogan, mendorong penulis untuk

Aktiva lancar adalah uang tunai atau aktiva lain yang dapat dicairkan menjadi uang tunai, dijual atau dipakaihabis, selama satu periode operasi normal dari

Manusia mendapatkan derajat kemuliah dengan akhlak yang tinggi pada Allah SWT,., dimana seseorang mendasarkan keyakinannya bahwa segala gerak dan langkahnya berada dalam