• Tidak ada hasil yang ditemukan

Faktor Iklim dan Kejadian Demam Berdarah

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "Faktor Iklim dan Kejadian Demam Berdarah"

Copied!
8
0
0

Teks penuh

(1)

Faktor Iklim dan Kejadian Demam Berdarah Dengue di Indonesia: Suatu Kajian Literatur

Climate Factors and Incidence of Dengue Hemorrhagic Fever in Indonesia: A Literature Review.

Achmad Rizki Azhari

Jurusan Kesehatan Lingkungan Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Diponegoro Jalan Prof. H. Soedarto, SH, Tembalang, Kota Semarang

(Email: achmadrizki321@gmail.com/085237428263)

ABSTRAK

Penyakit Demam Berdarah Dengue masih merupakan masalah utama kesehatan masyarakat di Indonesia. pada tahun 2013 di Indonesia, jumlah penderita DBD yang dilaporkan sebanyak 112.511 kasus dengan jumlah kematian 871 orang (Incidence Rate/Angka kesakitan= 45,85 per 100.000 penduduk dan CFR/angka kematian= 0,77%). Terjadi peningkatan jumlah kasus pada tahun 2013 dibandingkan tahun 2012 yang sebesar 90.245 kasus dengan IR 37,27. Lingkungan merupakan salah satu faktor penentu terjadinya penyakit. Dalam beberapa dekade terakhir, telah terjadi perubahan iklim secara bermakna. Perubahan iklim dapat berpengaruh terhadap pola penyakit infeksi dan akan meningkatkan risiko penularan. Studi literatur ini bertujuan untuk mengidentifikasi faktor-faktor iklim yang berhubungan terhadap kejadian DBD. Pencarian literatur tentang iklim dan DBD di Indonesia menggunakan database Google. Parameter yang menjadi kata kunci adalah “Curah Hujan”, “Kecepatan Angin, “Kelembapan”, “Suhu Udara”, dan “Kejadian DBD”. Artikel yang didapat dari kata kunci ini adalah 11 artikel dan yang relevan dengan penelitian tentang iklim dan DBD sebanyak 8 artikel. Hasil kajian ini menunjukkan bahwa terdapat hubungan curah hujan, kecepatan angin, kelembaban, dan suhu udara dengan kejadian penyakit DBD. Diperlukan kerjasama antara Badan Meteorolgi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) dengan Dinas Kesehatan dengan tujuan untuk mencegah, memprediksi dan menangani secara tepat Kejadian Luar Biasa DBD di Indonesia.

Kata Kunci: Curah Hujan, Kecepatan Angin, Kelembapan, Suhu Udara, DBD

ABSTRACT

Dengue Fever is still a major public health problem in Indonesia. In 2013 the number of dengue patients reported as many as 112 511 cases with 871 deaths of people (Incidence Rate / morbidity = 45.85 per 100,000 population and CFR / mortality = 0.77%) in Indonesia. An increasing number of cases in 2013 than in 2012, which amounted to 90 245 cases with IR 37.27. Environment is one of the determining factors of the disease. In recent decades, there has been a climate change significantly. Climate change can affect the pattern of infectious diseases and will increase the risk of transmission. This literature study aimed to identify factors related to climate incidence of dengue. Search the literature on climate and dengue fever in Indonesia using Google database. Parameters that a keyword is "Rainfall", "Wind Speed," humidity "," Air Conditioning ", and" Genesis DBD ". Articles obtained from this keyword is 11 articles and relevant to research on climate and dengue fever as much as 8 article. Results of this study indicate that there is a relationship of rainfall, wind speed, humidity and air temperature with the incidence of DHF. The necessary cooperation between the Agency Meteorolgi, Climatology and Geophysics (BMKG) with the Department of Health with the aim to prevent, predict and deal appropriately Extraordinary Events DHF in Indonesia.

(2)

Pendahuluan

Demam berdarah dengue

adalah penyakit menular yang

disebabkan oleh virus dengue dan

ditularkan melalui gigitan nyamuk

Aedes aegypti. Penyakit ini adalah

penyakit demam akut yang

disebabkan oleh 4 serotipe virus

dengue, dan ditandai dengan empat

gejala klinis utama yaitu demam

yang tinggi, manifestasi perdarahan,

hepatomegali, dan tanda-tanda

kegagalan sirkulasi sampai

timbulnya renjatan (sindrom renjatan

dengue) sebagai akibat dari

kebocoran plasma yang dapat

menyebabkan kematian (Depkes RI,

2010).

Demam Berdarah Dengue

(DBD) dapat menimbulkan dampak

sosial maupun ekonomi. Kerugian

sosial yang terjadi antara lain karena

menimbulkan kepanikan dalam

keluarga, kematian anggota keluarga

dan berkurangnya usia harapan

hidup. Dampak ekonomi langsung

yang dirasakan pada penderita DBD

adalah biaya pengobatan, sedangkan

yang tidak langsung adalah

kehilangan waktu kerja, waktu

sekolah dan biaya lain yang

dikeluarkan selain untuk pengobatan

seperti transportasi dan akomodasi

selama perawatan penderita (Dinkes

Kota Semarang, 2014).

Penyakit DBD dapat muncul

sepanjang tahun dan dapat

menyerang seluruh kelompok umur.

Penyakit ini berkaitan dengan

kondisi lingkungan dan perilaku

masyarakat. Berdasarkan data Profil

Kesehatan Indonesia Tahun 2013,

pada tahun 2013 di Indonesia,

jumlah penderita DBD yang

dilaporkan sebanyak 112.511 kasus

dengan jumlah kematian 871 orang

(Incidence Rate/Angka kesakitan=

45,85 per 100.000 penduduk dan

CFR/angka kematian= 0,77%).

Terjadi peningkatan jumlah kasus

pada tahun 2013 dibandingkan tahun

2012 yang sebesar 90.245 kasus

dengan IR 37,27 (Kemenkes RI,

2014).

Banyak faktor yang

berkontribusi terhadap kejadian

penyakit. Blum (1974) menyatakan

bahwa lingkungan merupakan salah

satu faktor penentu terjadinya

penyakit. Berbagai studi telah

dilakukan untuk mengkaji

keterkaitan antara faktor-faktor

lingkungan dengan kejadian

(3)

terakhir, telah terjadi perubahan

iklim secara bermakna. Perubahan

tersebut akan berpengaruh pula

terhadap kemungkinan terjadinya

penyakit.

Sehingga studi literatur ini

bertujuan untuk mengidentifikasi

faktor-faktor iklim yang berpengaruh

terhadap kejadian Demam Berdarah

Dengue (DBD).

Bahan dan Metode

Pencarian literatur mengenai

penelitian tentang iklim (curah hujan,

kecepatan angin, kelembapan, dan

suhu udara) dan penyakit DBD,

menggunakan Google dengan

memakai Bahasa Indonesia. Artikel

yang diambil merupakan penelitan/

original research pada 10 tahun

terakhir. Parameter yang menjadi kata kunci adalah “Curah Hujan”, “Kecepatan Angin, “Kelembapan”, “Suhu Udara”, dan “Kejadian DBD”. Artikel yang didapat dari kata kunci ini adalah sebanyak 11 artikel

dan yang relevan dengan penelitian

tentang iklim dan DBD sebanyak 8

artikel.

Hasil dan Pembahasan

Lingkungan memegang

peranan yang sangat penting dalam

menyebabkan penyakit-penyakit

menular. Lingkungan sangat

berpengaruh terhadap distribusi

kasus demam berdarah dengue.

Secara umum lingkungan dibedakan

menjadi 3 yaitu: lingkungan fisik,

lingkungan biologi, dan lingkungan

social (M. N. Bustan, 2006).

Lingkungan fisik adalah

lingkungan sekeliling manusia yang

terdiri dari benda-benda yang tidak

hidup (non living things) dan

kekuatan-kekuatan fisik lainnya.

Dalam hal ini lingkungan fisik dapat

menjadi enviromental reservoir dan

ikut berperan menentukan pola

populasi nyamuk (Inge Sutanto,

2008).

Curah hujan yaitu jumlah air

hujan yang turun pada suatu daerah

dalam waktu tertentu (Hartono,

2007). Hasil pengamatan Yulia Iriani

(2012) didukung oleh uji statistik

melalui uji korelasi Spearman

dengan koofisien korelasi 0,353 serta

p= 0,000, mengatakan bahwa curah

hujan memiliki berkorelasi dengan

jumlah kasus DBD, korelasi paling

kuat terjadi pada bulan puncak curah

(4)

Wirayoga (2013) juga berkata

demikian. Hasil pengujiannya pada

variabel curah hujan menunjukkan

koefisien korelasi sebesar 0,403 dan

p= 0,001 yang berarti curah hujan

memiliki kekuatan hubungan sedang

dan jumlah kejadian demam

berdarah dengue akan meningkat bila

curah hujan meningkat.

Curah hujan merupakan faktor

penentu tersedianya tempat

perindukan bagi nyamuk vektor.

Hujan dengan intensitas yang cukup

akan menimbulkan genangan air di

tempat-tempat penampung air sekitar

rumah maupun di

cekungan-cekungan yang merupakan tempat

telur nyamuk menetas hingga

menjadi pupa sebelum menjadi

nyamuk dewasa yang dapat terbang.

Curah hujan yang besar

menyebabkan genangan air ini

melimpah sehingga larva atau pupa

nyamuk tersebar ke tempat-tempat

lain yang sesuai atau tidak sesuai

untuk menyelesaikan siklus kejadian

timbulnya atau menularnya penyakit

(Wirayoga, 2013).

Angin adalah massa udara

yang bergerak dari suatu tempat ke

tempat lain. Ada tiga hal penting

yang menyangkut sifat angin yaitu:

kekuatan angin, arah angin,

kecepatan angin (Hartono, 2007).

Hasil penelitian Liana Sari

(2011) didapatkan bahwa terdapat

hubungan kecepatan angin dengan

kejadian penyakit DBD (p=0,001).

Angin dapat berpengaruh pada

penerbangan dan penyebaran

nyamuk. Bila kecepatan angin 11-14

m/detik atau 25-31 mil/jam, akan

menghambat penerbangan nyamuk.

Kecepatan angin pada saat matahari

terbit dan tenggelam yang

merupakan saat terbang nyamuk ke

dalam atau luar rumah, adalah salah

satu faktor yang ikut menentukan

jumlah kontak antara manusia dan

nyamuk. Jarak terbang nyamuk

(flight range) dapat diperpendek atau

diperpanjang tergantung arah angina

(Cahyati, 2006).

Perubahan global dan lokal

dalam pola angin memiliki tiga efek

pada penularan penyakit, yaitu

mempengaruhi kemampuan

penyebaran dan perilaku vektor

penyakit, mengubah proses hidrologi

seperti penguapan yang

mempengaruhi kelimpahan vektor

dan kerentanan manusia yang

(5)

ekstrim seperti badai dan siklon

tropis (Parham, 2011).

Di udara terdapat uap air

yang berasal dari penguapan

samudra (sumber yang utama).

Sumber lainnya berasal dari danau,

sungai, tumbuhan, dan sebagainya.

Makin tinggi suhu udara, makin

banyak uap air yang dapat

dikandungnya. Hal ini berarti makin

lembablah udara tersebut. (Hartono,

2007)

Hasil penelitian Pohan (2014)

dengan analisis Regresi Linier

Sederhana didapatkan bahwa

terdapat hubungan postif bermakna

antara kelembaban udara dan

kejadian Demam Berdarah Dengue

(r = +0,427 dan p = 0,000).

Penelitian tesebut sejalan dengan

hasil penelitian Wirayoga (2013),

yaitu terdapat hubungan bermakna

sedang dengan arah positif antara

kelembaban dengan kejadian DBD

(r= 0,533, p= 0,001).

Kelembaban udara

menentukan daya hidup nyamuk,

yaitu menentukan daya tahan trachea

yang merupakan alat pernafasan

nyamuk. Sistem pernafasan nyamuk

menggunakan pipa udara (trackea)

dengan lubang-lubang pada dinding

tubuh nyamuk (spiracle). Adanya

spiracle yang terbuka lebar tanpa ada

mekanisme pengaturannya. Pada saat

kelembaban rendah menyebabkan

penguapan air dari dalam tubuh

sehingga menyebabkan keringnya

cairan dalam tubuh. Salah satu

musuh nyamuk adalah penguapan

(Cahyati, 2006).

Pada kelembaban nisbi 27%

umur nyamuk betina 101 hari dan

umur nyamuk jantan 35 hari,

kelembaban nisbi 55% umur nyamuk

betina 88 hari dan nyamuk jantan 50

hari. Pada kelembaban nisbi kurang

dari 60% umur nyamuk akan

menjadi pendek, tidak dapat menjadi

vektor, karena tidak cukup waktu

untuk perpindahan virus dari

lambung ke kelenjar ludah. Oleh

karena itu, kelembaban udara lebih

dari 60% membuat umur nyamuk

Aedes aegypti menjadi panjang serta

potensial untuk perkembangbiakkan

nyamuk Aedes aegypti (Nirwana,

2012).

Suhu udara adalah keadaan

panas atau dinginnya udara. Adapun

faktor-faktor yang dapat

mempengaruhi tinggi rendahnya

suhu udara suatu daerah yaitu: lama

(6)

sinar matahari, relief permukaan

bumi, banyak sedikitnya awan,

perbedaan letak lintang (Hartono,

2007).

Hasil penelitian Pohan (2014)

dengan analisis Regresi Linier

Sederhana didapatkan bahwa

terdapat hubungan negatif bermakna

dengan kekuatan sedang antara suhu

udara dan kejadian Demam Berdarah

Dengue (r = -0,366 dan p = 0,000).

Penelitian tesebut sejalan dengan

hasil penelitian Wirayoga (2013),

yaitu terdapat hubungan bermakna

sedang dengan arah negatif antara

suhu udara dengan kejadian DBD (r=

-0,439, p= 0,001). Penelitian ini juga

sejalan dengan penelitian Febriyetti

(2010) yang hasilnya terdapat

hubungan yang bermakna antara

suhu udara dengan kasus DBD.

Nyamuk dapat bertahan pada

suhu udara rendah, tetapi

metabolismenya menurun atau

bahkan berhenti bila suhunya turun

dibawah suhu krisis. Pada suhu yang

lebih tinggi 350C juga mengalami

perubahan dalam arti lebih lambat

proses-proses fisiologis, rata-rata

suhu optimum untuk pertumbuhan

nyamuk adalah 250C 300C.

Pertumbuhan nyamuk akan berhenti

sama sekali bila suhu kurang 100C

atau lebih dari 400C (Cahyati, 2006).

Naiknya suhu udara akibat

perubahan iklim menyebabkan masa

inkubasi nyamuk semakin pendek.

Dampaknya, nyamuk akan

berkembangbiak lebih cepat.

Meningkatnya populasi vektor

nyamuk akan meningkatkan peluang

agent-agent penyakit dengan vektor

nyamuk (seperti demam berdarah,

malaria, filariasis, Chikungunya)

untuk menginfeksi manusia

(Wirayoga, 2013)

Kesimpulan dan Saran

Berdasarkan kajian literatur

yang telah dilakukan, maka dapat

disimpulkan bahwa curah hujan,

kecepatan angin, kelembapan, dan

suhu udara berpengaruh terhadap

kejadian penyakit Demam Berdarah

Dengue.

Oleh karena faktor curah

hujan, temperatur dan kelembaban

berpengaruh terhadap tingkat

kejadian penyakit Demam Berdarah

Dengue, maka program

pemberantasan penyakit tersebut

yang diharapkan adalah adanya

pemantauan terhadap faktor iklim

(7)

kegiatan tersebut dapat dilakukan

dengan adanya kerjasama yang baik

antara Dinas Kesehatan dqn BMKG,

sehingga KLB penyakit dapat

diprediksi ,dicegah, dan ditangani

secara tepat.

Daftar Pustaka

Bustan, M. N. . 2006. Pengantar

Epidemiologi. Jakarta: PT Rineka

Cipta.

Cahyati, Widya H. , 2006. Dinamika

Aedes Aegypti sebagai Vektor

Penyakit Kesmas, Volume II, No.

1, Juli 2006, Hlm. 40-50.

Departemen Kesehatan Republik

Indonesia. 2010. Penemuan dan

Tatalaksana Penderita Demam

Berdarah Dengue. Jakarta:

Dirjen P L.

Dinas Kesehatan Kota Semarang. 2014. “Pemkot Libatkan Kodim 0733 Bs/Smg Perangi Jentik (Semarang Anti Jentik)”.

http://dinkes-kotasemarang.go.id/?p=berita_m

od&j=lihat&id=115. Diakses

pada 19 November 2015.

Hartono. 2007. Geografi: Jelajah

Ilmu dan Alam Semesta.

Bandung: Citra Praya.

Iriani, Yulia. 2012. Hubungan antara

Curah Hujan dan Peningkatan

Kasus Demam Berdarah Dengue

Anak di Kota Palembang. Sari

Pediatri, Vol. 13, No. 6, April

2012.

Kementerian Kesehatan RI. 2014.

Profil Kesehatan Indonesia

Tahun 2013. Jakarta:

Kementerian Kesehatan RI.

Nirwana, Topan; Ardini

Raksanagara; dan Irvan Afriandi.

2012. Pengaruh Curah Hujan,

Temperatur Dan Kelembaban

Terhadap Kejadian Penyakit

Dbd, Ispa Dan Diare: Suatu

Kajian Literatur.

http://pustaka.unpad.ac.id/wp-content/uploads/2013/02/pustaka

_unpad_pengaruh_curah_hujan_t

emperatur_dan_kelembaban.pdf.

Diakses pada 18 November 2015.

Parham, Paul E. . 2011.

Understanding and Modelling

the Impact of Climate Change on

Infectious Diseases–Progress

and Future Challenges. ISBN

978-953-307-411-5. DOI:

10.5772/23139.

Pohan, Zoelkarnain. 2014.

(8)

Demam Berdarah Dengue (Dbd)

Di Kota Palembang Tahun

2003-2013. [Skripsi]. Palembang:

Universitas Sriwijaya.

Sari, Liana. 2011. Hubungan

Faktor-Faktor Iklim dengan Kejadian

Penyakit DBD (Demam

Berdarah Dengue) di Kabupaten

Cilacap Tahun 1998-2010.

[Tesis]. Semarang: Universitas

Diponegoro.

Sutanto, Inge. DKK. 2008.

Parasitologi Kedokteran, Jakarta:

Balai Penerbit FKUI.

Wirayoga, Mustazahid Agfadi. 2013.

Hubungan Kejadian Demam

Berdarah Dengue Dengan Iklim

Di Kota Semarang Tahun

2006-2011. UJPH 2 (4) (2013). ISSN

Referensi

Dokumen terkait

Penelitian ini dilakukan di STIKES ‘Aisyiyah Yogyakarta yang bertujuan untuk mengetahui hubungan persepsi mutu dengan kepuasan pembelajaran laboratorium kebidanan mahasiswa

Besar kecilnya persoalan yang dihadapi tergantung dari pandangan dan cara mereka menyelesaikan persoalan tersebut, tidak sedikit dari pasangan suami istri merasa bahwa

Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 24 Tahun 1997 Tentang Pendaftaran Tanah Pasal 39 ayat 1 huruf f dan g, Pejabat yang berwenang dapat menolak membuatkan

1) Terdapat pengaruh antara motivasi terhadap kinerja karyawan dengan presentase sebesar 13,1%, sedangkan sisanya sebesar 86,9% dipengaruhi oleh variabel lain yang

[r]

 Ekonomi Sumatera Barat triwulan IV-2016 bila dibandingkan triwulan IV-2015 ( y-on-y ) tumbuh sebesar 4,86 persen melambat bila dibandingkan periode yang sama

Subbagian Tata Usaha sebagaimana dimaksud dalam Pasal 75. huruf b mempunyai tugas melakukan

 Nilai ITK di Sumatera Barat pada triwulan I - 2017 diperkirakan sebesar 101,38 artinya kondisi ekonomi akan mengalami peningkatan dengan tingkat optimisme konsumen menurun