Agama Dalam Kehidupan Manusia
Agama adalah sebuah koleksi terorganisir dari kepercayaan, sistem budaya, dan pandangan
dunia yang menghubungkan manusia dengan tatanan/perintah dari kehidupan.
Agama mempunyai peraturan yang mutlak berlaku bagi segenap manusia dan bangsa, dalam semua tempat dan waktu, yang dibuat oleh sang pencipta alam semesta sehingga peraturan
yang dibuat-Nya betul-betul adil. Secara terperinci agama memiliki peranan yang bisa dilihat dari: aspek keagamaan (religius), kejiwaan (psikologis), kemasyarakatan (sosiologis), hakikat
kemanusiaan (human nature), asal usulnya (antropologis) dan moral (ethics).
Namun apabila agama dipahami sebatas apa yang tertulis dalam teks kitab suci, maka yang muncul adalah pandangan keagamaan yang literalis, yang menolak sikap kritis terhadap teks
dan interpretasinya serta menegasikan perkembangan historis dan sosiologis. Sebaliknya, jika bahasa agama dipahami bukan sekedar sebagai explanative and descriptive language, tetapi
juga syarat dengan performatif dan expresif language, maka agama akan disikapi secara dinamis dan kontekstual sesuai dengan persoalan dan kenyataan yang ada dalam kehidupan manusia yang terus berkembang. Setiap agama memiliki watak transformatif, berusaha
menanamkan nilai baru dan mengganti nilai-nilai agama lama yang bertentangan dengan ajaran agama.
Dari aspek religius, agama menyadarkan manusia, siapa penciptanya. Faktor keimanan juga mempengaruhi karena iman adalah dasar agama. Secara antropologis, agama
memberitahukan kepada manusia tentang siapa, dari mana, dan mau ke mana manusia. Dari
segi sosiologis, agama berusaha mengubah berbagai bentuk kegelapan, kebodohan,
kemiskinan dan keterbelakangan. Agama juga menghubungkan masalah ritual ibadah dengan
masalah sosial. Secara psikologis, agama bisa menenteramkan, menenangkan, dan
dan norma yang baik dan buruk, dan mendorong manusia berperilaku baik (akhlaq mahmudah).
Dari segi pragmatisme, seseorang menganut suatu agama adalah disebabkan oleh fungsinya. Bagi kebanyakan orang, agama itu berfungsi untuk menjaga kebahagiaan hidup. Tetapi dari segi sains sosial, fungsi agama mempunyai dimensi yang lain seperti apa yang diuraikan di
bawah ini:
1. Memberi pandangan dunia kepada satu-satu budaya manusia.
Agama dikatakan memberi pandangan dunia kepada manusia karena ia senantiasa memberi penerangan kepada dunia (secara keseluruhan), dan juga kedudukan manusia di dalam dunia. Penerangan dalam masalah ini sebenarnya sulit dicapai melalui indra manusia, melainkan
sedikit penerangan daripada falsafah. Contohnya, agama Islam menerangkan kepada umatnya bahwa dunia adalah ciptaan Allah dan setiap manusia harus menaati Allah.
2. Menjawab berbagai pertanyaan yang tidak mampu dijawab oleh manusia.
Sebagian pertanyaan yang senantiasa ditanya oleh manusia merupakan pertanyaan yang tidak terjawab oleh akal manusia sendiri. Contohnya pertanyaan kehidupan setelah mati, tujuan
hidup, soal nasib dan sebagainya. Bagi kebanyakan manusia, pertanyaan-pertanyaan ini sangat menarik dan perlu untuk menjawabnya. Maka, agama itulah fungsinya untuk
menjawab soalan-soalan ini.
3. Memainkan fungsi peranan sosial.
Agama merupakan satu faktor dalam pembentukan kelompok manusia. Ini adalah karena
4. Memberi rasa emitraan kepada sesuatu kelompok manusia.
Kebanyakan agama di dunia ini menyarankan kepada kebaikan. Dalam ajaran agama sendiri
sebenarnya telah menggariskan kode etika yang wajib dilakukan oleh penganutnya. Maka ini dikatakan agama memainkan fungsi peranan sosial.
Peran, Fungsi, dan Nilai Agama Dalam Kehidupan
Peran agama bagi individu :
1. Menjawab pertanyaan yang tak mampu dijawab oleh logika manusia 2. Memberi paradigma kepada manusia tentang Allah sebagai Tuhan 3. Membedakan antara yang hak dan yang batil
4. Fungsi kreatif, mendorong manusia untuk bekerja, beramal, dan kerja kreatif 5. Pedoman penyempurnaan akhlak
6. Fitrah manusia yang membutuhkan agama, adanya kekuatan adikodrati di luar kemampuan manusia
7. Membangun dan membimbing dalam pembentukan ilmu pengetahuan dan teknologi
Fungsi agama bagi individu :
1. Sebagai sistem nilai yang membuat norma-norma tertentu
2. Norma-norma tersebut menjadi kerangka acuan dalam bersikap dan bertingkah laku agar
sejalan degan keyakinan agama yang dianutnya
3. Agama memberikan kemantapan batin, rasa bahagia, rasa terlindungi, rasa sukses dan rasa
puas
4. Agama dapat mendorong individu melakukan sesuatu aktivitas, karena perbuatan yang dilatar
belakangi keyakinan agama dinilai memiliki unsur kesucian dan ketaatan
Peran agama bagi masyarakat:
1. Agama memiliki fungsi yang vital, yakni sebagai salah satu sumber hukum atau dijadikan sebagai norma.
3. Agama memberikan contoh yang konkret mengenai kisah-kisah kehidupan sosio-kultural manusia pada masa silam, yang dapat dijadikan contoh yang sangat baik bagi kehidupan
bermasyarakat di masa sekarang.
4. Kita dapat mengambil hikmah dari dalamnya. Meskipun tidak ada relevansinya dengan
kehidupan masyarakat zaman sekarang sekalipun, setidaknya itu dapat dijadikan pelajaran yang berharga, misalnya agar tidak terjadi tragedi yang sama di masa yang akan datang.
Fungsi agama bagi masyarakat :
1. Fungsi Edukatif; ajaran agama yang mereka anut memberikan ajaran-ajaran yang harus dipatuhi; ajaran agama berfungsi menyuruh dan melarang. Dan karena unsur suruhan dan
larangan ini telah membimbing pribadi penganutnya menjadi baik dan terbiasa dengan baik menurut ajaran agama masing-masing;
2. Fungsi Penyelamat; keselamatan yang diberikan mencakup dua alam, yakni dunia dan akhirat.
3. Fungsi Pendamaian; melalui tuntunan agama orang yang bersalah atau berdosa dapat mencapai kedamaian batin, misalnya dengan cara bertobat, pencucian atau penebusan dosa; 4. Fungsi Social Control; ajaran agama yang berfungsi sebagai norma dapat menjadi
pengawasan sosial secara individu maupun kelompok;
5. Fungsi Pemupuk Rasa Solidaritas; secara psikologis penganut agama yang sama akan merasa memiliki kesamaan dan satu kesatuan; hal ini akan membina rasa solidaritas yang bahkan
dapat mengalahkan rasa kebangsaan;
6. Fungsi Transformatif, ajaran agama dapat merubah seseorang/kelompok menjadi kehidupan baru sesuai dengan ajaran agama yang dianutnya;
7. Fungsi Kreatif; ajaran agama mendorong seseorang/kelompok untuk bekerja produktif bukan saja untuk kepentingan pribadi maupun orang lain, melakukan inovasi dan penemuan baru; 8. Fungsi Sublimatif; ajaran agama mengkusudkan segala usaha manusia, selama tidak
bertentangan dgn norma agama, bila dilakukan dengan tulis lillahi ta’ala maka termasuk
ibadahan
1. Nilai spiritual yang tetap menjaga agar masyarakat tetap konsisten dalam menjaga stabilitas lingkungan
2. Nilai kemanusiaan yang mengajarkan manusia agar dapat saling mengerti satu sama lain, dan dapat saling bertenggang rasa.
http://maulanabdulaziz.blogspot.co.id/2012/12/peran-agama-dalam-kehidupan-manusia.html
http://sumber-ilmu-islam.blogspot.com/2014/06/peranan-agama-dalam-kehidupan-manusia.html
Motivation of Religius life
Psikologi membahas motivasi beragama atau penyebab yang mendorong maupun menarik
manusia menganut suatu agama berdasarkan dinamika psikologis serta peranan fungsi kejiwaan dalam perilaku keagamaan. Pembahasan mengenai agama sebagai salah satu metode psikoterapi, tidak akan terlepas dari kehidupan motivasi beragama. Psikologi sebagai
sains tidak mampu menganalisis penyebab yang paling mendasar dari tingkah laku
keagamaan, karena analisis psikologis itu terbatas pada fakta empiris. Teori-teori phisiologis,
instink, konflik, frustasi baik disebabkan faktor biologis, psikologis, sosial, kematian maupun frustasi moral atau teori psikologi lainnya mengenai penyebab perilaku keagamaan hanya mampu menerangkan motivasi beragama secara fungsional. Artinya teori-teori tersebut
menerangkan perilaku keagamaan berdasarkan peranan dan kegunaan agama bagi kehidupan praktis manusia yaitu:
1. Sebagai efek, akibat atau kelanjutan proses kimiawi dan faali tubuh 2. Penyaluran suatu instink
3. Pelarian untuk mengatasi konflik
4. Jawaban atau pemenuhan kebutuhan yang tidak terpuaskan karena adanya frustasi yang dialami manusia pada berbagai bidang kehidupannya. Manusia bertingkah laku keagamaan
Setiap teori mengenai motivasi perilaku keagamaan yang tidak melibatkan filsafat hidup dan kehidupan rohaniah, akan selalu memiliki kelemahan-kelemahan yang dapat dibuktikan
dalam kehidupan sehari-hari. Tingkah laku manusia tidak terlepas dari filsafat dan
kerohanian. Kita harus menganalisis manusia sebagai suatu kesatuan psikosomatis, sebagai kesatuan jasmani rohani atau jiwa raga dan mencari motivasi perilaku keagamaan secara
lebih mendalam dan lebih mendasar daripada sekedar berlandaskan fakta empiris belaka.
Penyebab itu harus dicari bukan hanya berdasarkan fakta empiris objektif saja, akan tetapi
harus mencakup pula perilaku keagamaan yang subjetif dan rohaniah. Pada umumnya penyebab perilaku keagamaan manusia merupakan campuran antara berbagai faktor, baik faktor lingkungan, biologis, psikologis rohaniah, unsur fungsional, unsul asli, fitrah ataupun
karunia Tuhan. Studi yang mampu membahas empiris, non empiris dan rohaniah adalah agama.
Agama berpengaruh sebagai motivasi dalam mendorong individu untuk melakukan suatu aktivitas, karena perbuatan yang dilakukan dengan latar belakang keyakinan agama dinilai mempunyai kesucian, serta ketaatan. Keterkaitan ini akan memberi pengaruh diri seseorang
untuk berbuat sesuatu. sedangkan agama sebagi nilai etik karena dalam melakukan sesuatu tindakan seseorang akan terikat kepada ketentuan antara mana yang boleh dan mana yang
tidak boleh menurut ajaran yang dianutnya. Sebaliknya agama juga sebagi pemberi harapan bagi pelakunya. Seseorang yang melaksanakan perintah agama umumnya karena adanya suatu harapan terhadap pengampunan atau kasih sayang dari suatu haraoan terhadap
pengampunan atau kasih sayang dari sesuatu yang ghaib. Sebab-sebab manusia beragama dibagi menjadi 2:
Sebab empiris adalah sebab dari luar dari manusia. Yang dari luar manusia itu masuk kedalam diri manusia berupa pengalaman (empiri). Pengalaman itu bermacam-macam yang menjadi
sebab orang beragama. Pengalaman tersebut berasal dari lingkungan sosial maupun fisik. Pengalaman itu meliputi pengalaman indrawi, intelektual, emosional, paranormal.
Motivasi mendorong seseorang untuk berkreasi, berbuat kebajikan maupun berkorban.
Sedangkan nilai etik mendorong seseorang untuk berlaku jujur, menepati janji menjaga amanat dan sebagainya. Sedangkan harapan mendorong seseorang
untuk bersikap ikhlas, menrima cobaan yang berat ataupun berdo’a. Sikap seperti itu akan lebih terasa secara mendalam jika bersumber dari keyakinan terhadap agama.
http://nursuchief.blogspot.co.id/2015/08/pengalaman-dan-motivasi-beragama.html
Types of Religion
Sejauh ini para ilmuwan sosial mengkategorikan tipek-tipe agama di dunia ini kedalam
beberapa bagian besar berdasarkan perspektif tertentu, yakni :
1. Berdasarkan tipe revelasi/pewahyuan :
a. Agama Revelasi : agama-agama yang di asumsikan sebagai hasil revelasi/wahyu tuhan yakni agama Yahudi, agama Kristiani dan agama Islam.
b. Agama Non Revelasi : agama-agama yang di asumsikan bukan revelasi namun bersumberkan tradisi-budaya misalnya agama Buddha, Shinto, Taoisme dan Konghucu.
2. Berdasarkan tipe misionaris/sifat pewartaannya : a. Agama Misionaris : Buddha, Islam, Kristiani
b. Agama Non Misionaris : Hindu, Zoroasta dan Yahudi 3. Berdasarkan geografis dan ras :
a. Semitik : Islam, Kristiani dan Yahudi b. Arya : Hindu, Zoroastra dan Jainisme
c. Mongolia : Konghucu, Shintoisme dan Taoisme
d. Agama Buddha merupakan sintesis atau kombinasi antara arya dan Mongolia.
Pembagaian ini hanyalah perspektif untuk menunjukkan karakteristik atau cirri khas saja dari
semua agama manusia sebetulnya mengarahkan diri atau mengorientasikan tujuan hidupnya kepada substansi tertinggi, yakni Tuhan Yang Maha Esa sebagai Causa Prima.
Substansi Agama
Agama bisa dilihat melalui 2 pendekatan yaitu fungsional dan substantif. Secara substantif kita bertanya, “Apa yang diyakini atau dipercaya oleh individu dan umat dari agamanya?”
Kita membuat definisi fungsional jika kita bertanya” Apa peran agama dalam kehidupan personal dan masyarakat?”
Mendefinisikan agama secara substantif memang sangat gampang. Dengan mudah, kita dapat membedakan kegiatan keagamaan dan bukan kegiatan keagamaan. Memakai busana, mandi, bernyanyi, menari, berbicara bisa kita sebut kegiatan agama jika dihubungkan dengan doktrin
atau kepercayaan agama, lalu apa inti kepercayaan agama? Tuhan, yang transenden, yang sakral, yang suci, yang diluar (The Beyond). Singkatnya, apa saja yang dihubungkan dengan
Tuhan atau dengan yang sakral itulah yang kita sebut sebagai agama. Walaupun definisi substantif sangat sederhana tetapi cakupannya terlalu luas.
Definisi substatntif menghubungkan agama dengan Tuhan atau konsep-konsep sejenis,
sedangkan definisi fungsional menghubungkan agama dengan upaya manusia menjawab masalah-masalah kehidupan, masalah eksistensial. Batson, Schonrade, dan ventis
(Rachmat,2005:35) mendefinisikan agama secara fungsional “ Agama adalah apa saja yang kita lakukan sebagai individu dalam usaha kita mengatasi masalah-masalah yang kita hadapi karena kita sadar bahwa kita, dan yang lain seperti kita, hidup dan bakal mati”
Memang tidak setiap saat pertanyaan itu datang kepada kita. Tidak setiap waktu kita
seperti itu hanyalah pemikiran orang orang barat. Itupan setelah mereka terpenuhi kebutuhan dasarnya.
Batson, Schoenrade, dan Ventis memberikan beberapa bukti dan laporan sebagai berikut (Rachmat,2005:38)
“Ada juga bukti bahwa orang menghubungkan pertanyaan seperti ini dengan agama. Dalam
sebuah survei yang mengambil 2.500 orang mahasiswa dan orang dewasa Amerika, Braden (1947) menemukan bahwa alasan yang paling sering disebut untuk mengikuti agama adalah
bahwa “ Agama memberi makna pada kehidupan ”. Dalam sebuah survei besar tingkat nasional di Inggris, ditemukan bahwa kematian adalah kata yang menimbulkan asosiasi keagamaan. Begitu pula Newman dan Pargament (1990) menemukan dalam sampel
mahasiswa S1 bahwa masalah yang paling sering dihubungkan dengan agama adalah kematian, sakit, atau kecelakaan anggota keluarga.”
Leuba, tokoh psikologi agama klasik, menulis “ Agama tidak hanya berurusan dengan objek-objek yang bernilai paling tinggi, atau paling akhir, bagi individu atau masyarakat, tetapi juga dengan pemeliharaan atau pengembangan hidup dalam segala urusan, besar atau kecil.”