KENTENTUAN WAKALAH DALAM LEMBAGA KEUANGAN
SYARIAH
Makalah Ini Disusun Guna Memenuhi Tugas Kelompok Mata Kuliah Fiqh Kontemporer Perbankan
Dosen pengampu: Imam Mustofa, M.S.I
Disusun oleh :
Nama : Engga Mardiana Syafa’ah
NPM : 141262010
Kelas C
PROGRAM STUDI S1 PERBANKAN SYARIAH JURUSAN SYARIAH DAN EKONOMI ISLAM
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN) METRO
KETENTUAN WAKALAH
DALAM LEMBAGA KEUANGAN SYARIAH
Pendahuluan
Dihalalkan bagi seseorang untuk mengangkat orang lain sebagai wakilnya. Dalam akad tersebut orang yang menjadi wakil dapat melakukan tindakan-tindakan yang diinginkan oleh pemberi kuasa. Terkadang si pemberi kuasa mendapat suatu halangan untuk melakukan suatu kegiatan sendiri sehingga dalam keadaan tersebut diperbolehkan untuk mengangkat orang lain sebagai wakilnya, dengan maksud agar kegiatannya tersebut berjalan lancar dengan bantuan dari wakil yang ia tunjuk.
Hal tersebut diatas ternyata juga sudah dilakukan Rasulullah SAW ketika mengangkat wakil-wakilnya dalam berbagai bidang termasuk dalam perdagangan, pernikahan, perang, dan sebagainya.
Perwakilan juga sudah menjadi hal yang lumrah dalam dunia modern, bahkan dalam pengangkatannya pun juga sudah modern yakni dengan cara tertulis tidak hanya secara lisan dalam kontrak yang sederhana. Tugas atau kekuasaan yang diberikan kepada wakil tersebut disebutkan secara rinci dalam pengangkatannya atau mungkin di sesuaikan dengan situasi permasalahannya.
Dalam perbankan syariah, proses pengangkatan wakil tersebut termasuk ke dalam prinsip “WAKALAH”. Wakalah atau wikalah merupakan isim masdar yang secara etimologis bermakna taukil, yaitu menyerahkan, mewakilkan, dan menjaga. Adapun makna secara terminologis yaitu mewakilkan yang dilakukan orang yang punya hak tasharruf kepada orang yang juga memiliki tasharruf tentang sesuatu yang boleh di wakilkan.1
Wakalah adalah penyerahan dari seseorang kepada orang lain untuk
mengerjakan sesuatu dimana perwakilan tersebut berlaku selama yang mewakilkan masih hidup.2
Hal kaitannya dengan wakalah menurut Kompilasi Hukum Ekonomi Syariah (KHES) Pasal 20 ayat 19 mendefinisikan wakalah sebagai “Pemberian kuasa kepada pihak lain untuk mengerjakan sesuatu”. Kuasa dalam konteks ini adalah kuasa untuk menjalankan kewajiban dan juga kuasa untuk menerima hak. Kuasa untuk menjalankan kewajiban misalnya seseorang mewakilkan kepada orang lain untuk membayar utang. Sementara kuasa untuk menerima hak seperti mewakilkan untuk menerima pembayaran utang.3
Akad wakalah pada hakikatnya adalah akad yang digunakan oleh seseorang apabila dia membutuhkan oarang lain atau mengerjakan sesuatu yang tidak dapat dilakukannya sendiri dan meminta orang lain untuk melaksanakannya.4
Dalam wakalah sebenarnya pemilik urusan (muwakkil) itu dapat secara sah untuk mengerjakan pekerjaannya sendiri. Namun, karena suatu hal urusan itu ia serahkan kepada orang lain yang dipandang mampu untuk menggantikannya. Oleh karena itu, jika seorang (muwakkil) ialah orang yang tidak ahli untuk mengerjakan urusannya itu seperti orang gila atau anak kecil maka tidak sah untuk mewakilkan kepada orang lain.5 Contoh wakalah,
seseorang mewakilkan kepada orang lain untuk bertindak sebagai wali nikah dalam pernikahan anak perempuannya. Contoh lain adalah seorang terdakwa mewakilkan urusannya kepada pengacara.
2 Hendi Suhendi, Fiqh Muamalah, (Jakarta: Rajawali Pers, 2013), h. 233
3 Imam Mustofa, Fiqh Muamalah Kontemporer, (Jakarta: Rajawali Pers, 2016), h. 206 4 Indah Nuhyatia, “Penerapan Aplikasi Akad Wakalah Pada Produk Jasa Bank Syariah”,
Economic: Jurnal Ekonomi dan Hukum Islam, Vol. 3, No.2(2013), h. 96
BAB II PEMBAHASAN
A. Ketentuan Wakalah
Dewan Syariah Nasional (DSN) menetapkan aturan tentang wakalah sebagaimana tercantum dalam fatwa Dewan Syariah Nasional nomor 10/DSN-MUI/IV/2000 tertanggal 13 April 2000 sebagai berikut:6
Pertama: Ketentuan tentang wakalah:
1. Pernyataan ijab dan qabul harus dinyatakan oleh para pihak untuk menunjukkan kehendak mereka dalam mengadakan kontrak (akad).
2. Wakalah dengan imbalan bersifat mengikat dan tidak boleh dibatalkan secara sepihak.
Kedua: Rukun dan Syarat wakalah:
1. Syarat-syarat muwakkil (yang mewakilkan)
a. Pemilik sah yang dapat bertindak terhadap sesuatu yang diwakilkan.
b. Orang mukallaf atau anak mumayyiz dalam batas-batas tertentu, yakni dalam hal-hal yang bermanfaat bginya seperti mewakilkan untuk menerima hibah, menerima sedekah, dan sebagainya.
2. Syarat-syarat wakil (yang mewakili)
a. Cakap hukum,
b. Dapat mengerjakan tugas yang diwakilkan kepadanya,
c. Wakil adalah orang yang diberi amanat.
3. Hal-hal yang diwakilkan
a. Diketahui dengan jelas oleh orang yang mewakili,
b. Tidak bertentangan dengan syariat Islam,
c. Dapat diwakilkan menurut syari’ah Islam.
Ketiga:
Jika salah satu pihak tidak menunaikan kewajibannya atau jika terjadi perselisihan antara para pihak, maka penyelesaiannya dilakukan melaui Badan Arbitrasi Syari’ah setelah tidak tercapai kesepakatan melalui musyawarah.
B. Ketentuan Wakalah Dalam Lembaga Keuangan Syariah
Wakalah dalam praktik di LKS biasanya terkait dengan akad lain yang dilakukan oleh nasabah. Misalnya dalam akad pembiayaan murabahah, pihak LKS mewakilkan kepada nasabah untuk mencari barang yang akan dibeli dengan pembiayaan tersebut. Begitu juga dalam akad salam, istishna, ijarah dan akad lainnya yang menuntut adanya perwakilan pihak LKS oleh nasabah.7
Contoh penggunaan akad wakalah dalam LKS, antara lain L/C (letter of credit) transfer, kliring, RTGS, inkaso, dan pembayaran gaji.8
1. Letter of Credit (L/C)
Letter of Credit (L/C) adalah suatu pembiayaan yang diberikan dalam
rangka memfasilitasi transaksi impor atau ekspor nasabah.9 L/C syariah dalam
pelaksanaannya dapat menggunakan akad-akad: Wakalah bil Ujrah, Qard,
7 Imam Mustofa, Fiqh Muamalah., h. 214
8 Ascarya, Akad & Produk Bank Syariah, (Jakarta: PT. Rajagrafindo Persada, 2008), h.
105
9 Adiwarman Karim, Bank Islam: Analisis Fiqh dan Keuangan, (Jakarta: Raja Grafindo,
Murabahah, Salam/Istishna’, Mudharabah, Musyarakah, dan Hawalah, ijarah.
Ketentuan wakalah dalam LKS juga disebutkan di dalam Fatwa Dewan Syariah Nasional Nomor: 34/DSN-MUI/IX/2002. Letter of Credit Import Syariah dan Letter of Credit Eksport Syariah
a. Letter of Credit Import Syariah
Akad untuk transaksi Letter of Credit Import Syariah ini menggunakan akad Wakalah bil Ujrah. Hal ini sesuai dengan Fatwa Dewan Syariah Nasional Nomor 34/DSN-MUI/IX/2002. 10 Akad Wakalah
Bil Ujrah memiliki definisi dimana nasabah memberikan kuasa kepada bank dengan imbalan pemberian ujrah atau fee.
Akad Wakalah bil Ujrah memiliki beberapa ketentuan:
Importir yang memiliki dana cukup di bank sebesar harga pembelian barang impor maka importir dan bank dapat melakukan akad wakalah bil ujrah untuk pengurusan dokumen-dokumen transaksi impor, dan besarnya ujrah harus disepakati diawal dan dinyatakan dalam bentuk nominal, bukan dalam bentuk prosentase. Hal ini menunjukkan kejelasan upah atau keuntungan yang diperoleh bank melalui akad wakalah.
Apabila importir tidak memiliki dana cukup pada bank untuk pembayaran harga barang yang diimpor maka model akad yang dapat digunakan adalah bank dapat memberikan dana talangan kepada importir untuk pelunasan pembayaran barang impor (akad wakalah bil ujrah dan qardh), dan bank dapat bertindak sebagai shahibul mal yang menyerahkan modal kepada importir sebesar harga barang yang diimpor (akad wakalah bil ujrah dan mudharabah). Kemudian jika importir tidak mempunyai dana yang cukup pada bank untuk pembayaran harga barang impor dan pembayaran belum dilakukan maka hutang kepada eksportir 10 Dewan Syariah Nasional, Fatwa tentang Letter of Credit (L/C) Impor Syariah, No.34/
dialihkan oleh importir menjadi hutang kepada bank dengan meminta bank membayar kepada eksportir senilai barang yang diimpor (akad wakalah bil ujrah dan hawalah).11
b. Letter of Credit Eksport Syariah
Akad untuk transaksi Letter of Credit Eksport Syariah ini menggunakan akad Wakalah. Hal ini sesuai dengan Fatwa Dewan Syariah Nasional Nomor: 35/DSN-MUI/IX/2002.12
Ketentuan Letter of Credit Eksport Syariah:
1) Letter of Credit (L/C) Ekspor Syariah adalah surat pernyataan akan membayar kepada Eksportir yang diterbitkan oleh Bank untuk memfasilitasi perdagangan ekspor dengan pemenuhan persyaratan tertentu sesuai dengan prinsip syariah.
2) L/C Ekspor Syariah dalam pelaksanaannya menggunakan akad-akad: Wakalah bil Ujrah, Qardh, Mudharabah, Musyarakah dan Al-Bai'.
Pelaksanaan akad Wakalah bil Ujrah dilakukan dengan ketentuan:13
bank melakukan pengurusan dokumen-dokumen ekspor; bank melakukan penagihan kepada bank penerbit L/C selanjutnya dibayarkan kepada eksportir setelah dikurangi ujrah; serta besarnya ujrah harus disepakati diawal dan dinyatakan dalam bentuk nominal bukan dalam prosentase.
Akad Wakalah bil Ujrah dan Qardh dilakukan dengan ketentuan: bank melakukan pengurusan dokumen-dokumen ekspor; bank melakukan penagihan kepada bank penerbit L/C; bank memberikan dana talangan kepada nasabah eksportir sebesar harga barang ekspor; besarnya ujrah harus
11 www.bi.go.id diakses pada 2 Maret 2017
12 Dewan Syariah Nasional, Fatwa tentang Letter of Credit (L/C) Eksport Syariah,
No.35 /DSN-MUI/IX/2002, Majelis Ulama Indonesia
13 ---, Kodifikasi Produk Perbankan Syariah, (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada,
disepakati di awal dan dinyatakan dalam bentuk nominal bukan dalam bentuk prosentase; pembayaran ujrah dapat diambil dari dana talangan sesuai kesepakatan dalam akad; dan antara akad wakalah bin ujrah dan akad qardh tidak dibolehkan adanya keterkaitan (ta’alluq).
Akad wakalah bin ujrah dan mudharabah dengan ketentuan: bank memberikan kepada eksportir seluruh dana yang dibutuhkan dalam proses produksi barang ekspor yang dipesan oleh importir; bank melakukan pengurusan dokumen-dokumen ekspor; bank melakukan penagihan kepada bank penerbit L/C; pembayaran oleh bank penerbit L/C dapat dilakukan pada saat dokumen diterima (at sight) atau pada saat jatuh tempo (usance); pembayaran dari bank penerbit dapat digunakan untuk pembayaran ujrah, pengembalian dana mudharabah, dan pembayaran bagi hasil; serta besarnya ujrah harus disepakati di awal dan dinyatakan dalam bentuk nominal bukan dalam bentuk prosentase.
Akad musyarakah dapat dilakukan dengan ketentuan: bank memberikan kepada eksportir sebagian dana yang dibutuhkan dalam proses produksi barang ekspor yang dipesan oleh importir; bank melakukan pengurusan dokumen-dokumen ekspor; bank melakukan penagihan kepada bank penerbit L/C; pembayaran oleh bank penerbit L/C dapat dilakukan pada saat dokumen diterima atau pada saat jatuh tempo; pembayaran dari bank penerbit L/C dapat digunakan untuk pengembalian dana musyarakah dan pembayaran bagi hasil.
Adapun pelaksanaan akad al-bai’ dan wakalah dilakukan dengan ketentuan: bank membeli barang dari eksportir; bank menjual barang kepada importir yang diwakili eksportir; bank membayar kepada eksportir setelah pengiriman barang kepada importir; dan pembayaran oleh bank L/C dapat dilakukan pada saat dokumen diterima atau pada saat jatuh tempo.
Dewan Syariah Nasional (DSN) menetapkan aturan tentang akad wakalah bil ujrah pada asuransi dan reasuransi syariah sebagaimana tercantum dalam Fatwa Dewan Syariah Nasional no. 52/DSN-MUI/III/ sebagai berikut:14
Pertama: Ketentuan Umum:
Dalam Fatwa ini, yang dimaksud dengan:
1. Asuransi adalah asuransi jiwa, asuransi kerugian dan reasuransi syariah;
2. Peserta adalah peserta asuransi (pemegang polis) atau perusahaan asuransi dalam reasuransi syari'ah.
Kedua: Ketentuan Hukum
1. Wakalah bil Ujrah boleh dilakukan antara perusahaan asuransi dengan peserta.
2. Wakalah bil Ujrah adalah pemberian kuasa dari peserta kepada perusahaan asuransi untuk mengelola dana peserta dengan imbalan pemberian ujrah (fee).
3. Wakalah bil Ujrah dapat diterapkan pada produk asuransi yang mengandung unsur tabungan (saving) maupun unsur tabarru' (non-saving).
Ketiga: Ketentuan Akad
1. Akad yang digunakan adalah akad Wakalah bil Ujrah.
2. Objek Wakalah bil Ujrah meliputi antara lain:
a. kegiatan administrasi
b. pengelolaan dana
c. pembayaran klaim
14 Dewan Syariah Nasional, Fatwa tentang Akad Wakalah Bil Ujrah Pada Asuransi Dan
d. underwriting
e. pengelolaan portofolio risiko
f. pemasaran
g. investasi
3. Dalam akad Wakalah bil Ujrah, harus disebutkan sekurang-kurangnya:
a. hak dan kewajiban peserta dan perusahaan asuransi;
b. besaran, cara dan waktu pemotongan ujrah fee atas premi;
c. syarat-syarat lain yang disepakati, sesuai dengan jenis asuransi yang diakadkan
Keempat: Kedudukan dan Ketentuan Para Pihak dalam Akad Wakalah bil Ujrah
1. Dalam akad ini, perusahaan bertindak sebagai wakil (yang mendapat kuasa) untuk mengelola dana.
2. Peserta (pemegang polis) sebagai individu, dalam produk saving dan tabarru', bertindak sebagai muwakkil (pemberi kuasa) untuk mengelola dana.
3. Peserta sebagai suatu badan/kelompok, dalam akun tabarru' bertindak sebagai muwakkil (pemberi kuasa) untuk mengelola dana.
4. Wakil tidak boleh mewakilkan kepada pihak lain atas kuasa yang diterimanya, kecuali atas izin muwakkil (pemberi kuasa).
6. Perusahaan asuransi sebagai wakil tidak berhak memperoleh bagian dari hasil investasi, karena akad yang digunakan adalah akad Wakalah.
Kelima: Investasi
1. Perusahaan asuransi selaku pemegang amanah wajib menginvestasikan dana yang terkumpul dan investasi wajib dilakukan sesuai dengan syariah.
2. Dalam pengelolaan dana investasi, baik tabarru' maupun saving, dapat digunakan akad Wakalah bil Ujrah dengan mengikuti ketentuan seperti di atas, akad Mudharabah dengan mengikuti ketentuan fatwa Mudharabah
Keenam: Ketentuan Penutup
1. Jika salah satu pihak tidak menunaikan kewajibannya atau jika terjadi perselisihan di antara para pihak, maka penyelesaiannya dilakukan melalui Badan Arbitrase Syari'ah setelah tidak tercapai kesepakatan melalui musyawarah.