• Tidak ada hasil yang ditemukan

Makalah SUMBER DAN KARAKTERISTIK AJARAN

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "Makalah SUMBER DAN KARAKTERISTIK AJARAN"

Copied!
25
0
0

Teks penuh

(1)

SUMBER DAN KARAKTERISTIK AJARAN ISLAM

Makalah Ini Disusun Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Metodelogi Studi Islam

Dosen Pengampu : Husnul Khotimah, M.Pd.I

Disusun Oleh :

Faiz 932212016

Supriyanto 932212916

Siti Vernalias 932212716

Anggia Intan Y. 932210816

Risma Wira Darma 932212516

Erma Tsalasa Fitriani 932210616

PROGRAM STUDI TADRIS BAHASA INGGRIS JURUSAN TARBIYAH

SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM NEGERI (STAIN) KEDIRI

(2)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas selesainya makalah ini yang berjudul “SUMBER DAN KARAKTERISTIK AJARAN ISLAM”. Makalah ini telah kami susun dengan maksimal dan mendapatkan bantuan dari berbagai pihak sehingga dapat memperlancar pembuatan makalah ini. Untuk itu kami menyampaikan terima kasih kepada :

1. Orang tua kami yang telah memberikan fasilitasi untuk mengerjakan makalah ini.

2. selaku dosen pengampu yang telah memberikan tema dan revisi pada makalah ini.

3. Petugas perpustakaan yang telah menyediakan dan mengizinkan kami untuk mencari materi untuk makalah ini.

4. Teman-teman yang telah membantu memberi ide atau saran kepada kami selaku penyusun.

Harapan kami semoga makalah ini dapat menambah pengetahuan dan pengalaman bagi pembaca. Karena keterbatasan pengetahuan maupun pengalaman kami, kami yakin masih banyak kekurangan dalam makalah ini. Oleh karena itu kami mengharapkan kritik dan saran yang membangun dari pembaca demi kesempurnaan makalah ini.

Kediri, November 2016

(3)

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR...ii

DAFTAR IS...………...iii

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang ...4

1.2 Rumusan Masalah...4

1.3 Tujuan...4

BAB II ISI A.Sumber Ajaran Islam...5

B.Sifat Dasar Ajaran Islam...8

C.Normativitas dan Historisitas dalam Studi Islam...10

D.Moralitas Islam...16

E.Islam dan Wacana Pembaharuan Hukum Islam...18

BAB III PENUTUP Kesimpulan...23

DAFTAR PUSTAKA...25

(4)

BAB I

PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

Islam lahir sebagai Agama yang menyempurnakan agama-agama terdahulu yang sudah banyak dikotori oleh campur tangan pemeluknya sendiri. Islam mempunyai sumber ajaran utama yaitu al-Qur’an yang mutlak benarnya karena bersumber langsung dari Allah SWT, yang kedua yaitu Hadits sebagai sumber kedua setelah al-Qur’an. Di dalam Islam juga dikenal adanya Ra’yu atau akal pikiran (ijtihad) yang digunakan sebagai sumber pendukung untuk mendapatkan hukum bila di dalam al-Qur’an dan Hadits tidak ditemui. Islam juga mempunyai berbagai karakteristik yang sangat luwes dan toleran, sehingga Islam menjadi sangat menarik bagi pemeluknya. Islam juga memiliki moralitas yang tangguh dan kuat yang di dalamnya mencakup aspek-aspek dalam berbagai segi kehidupan. Di dalam Islam juga dikenal pembaharuan atau modernisitas yang semuanya itu adalah untuk mencapai kekuatan dan kemajuan Islam.

1.2 Rumusan Masalah

A. Darimana asal sumber ajaran Islam? B. Apa saja sifat dasar ajaran Islam?

C. Bagaimana normativitas dan historisitas dalam studi Islam? D. Bagaimana moralitas Islam dalam ajaran Islam?

E. Bagaimana Islam dan wacana pembaharuan hukum Islam? 1.3 Tujuan

(5)

BAB II ISI A. Sumber Ajaran Islam

Menurut Harun Nasution Islam merupakan agama yang ajaran-ajarannya diwahyukan Tuhan kepada masyarakat manusia melalui Nabi Muhammad SAW.1

Secara Istilah adalah mengacu kepada agama yang bersumber pada wahyu yang datang dari Allah SWT, bukan berasal dari manusia dan bukan pula berasal dari Nabi Muhammad SAW.2 Kemudian kalangan ulama’ sepakat bahwa sumber

ajaran Islam yang utama adalah Al-Qur’an dan Al-Sunnah, sedangkan penalaran atau akal pikiran sebagai alat untuk memahami Al-Qur’an dan Al-Sunnah. Ketentuan ini sesuai dengan agama Islam itu sendiri sebagai wahyu yang berasal dari Allah SWT.

1. Sumber Ajaran Islam Primer.

a. Al-Qur’an Menurut pendapat yang paling kuat, seperti yang dikemukakan oleh Subni Shalih, Al-Qur’an berarti bacaan. Ia merupakan kata turunan (mashdar) dari kata qara’a (fi’il madhi) dengan arti ism al-maf’ul, yaitu maqru’ yang dibaca (alqur’an terjemahannya, 1990: 15). Pegertian ini merujuk pada sifat Al-Qur’an yang difirmankan-Nya dalam Al-qur’an (Q.S. Alqiyamah [75]:7-18), dalam ayat tersebut Allah berfirman. Kemudian secara istilah secara lengkap dikemukakan oleh Abd. Al-Wahhab Al-Khallaf. Menurutnya Al-Qur’an adalah firman Allah yang diturunkan kepada hati Rasulullah, Muhammad bin Abdullah, melalui jibril dengan menggunakan bahasa Arab dan maknanya yang benar, agar ia menjadikan hujjah bagi Rasul, bahwa ia benar-benar Rosulullah, menjadi undang-undang bagi manusia, memberi petunjuk kepada mereka, dan menjadi sarana untuk melakukan pendekatan diri dan ibadah kepada Allah dengan membacanya. Ia terhimpun dalam mushaf, dimulai dari surat Fatihah dan diakhiri dengan surat

Al-1 Harun Nasution,Islam Ditinjau Dari Berbagai Aspeknya,jilid 1, (Jakarta: UI Press, 1979), hlm. 24.

(6)

Nas, disampaikan kepada kita secara mutawatir dari generasi ke generasi baik secara lisan maupun tulisan serta terjaga dari perubahan dan penggantian.3

b. Al-Hadis

Al-Hadis berkedudukan sebagai sumber ajaran Islam yang kedua setelah Al-qur’an. Selain didasarkan pada keterangan-keterangan ayat-ayat Alqur’an dan Hadis juga didasarkan kepada pendapat kesepakatan para sahabat. Yakni seluruh sahabat sepakat untuk menetapkan tentang wajib mengikuti hadis, baik pada masa Rasulullah masih hidup maupun setelah beliau wafat.

Dalam literatur hadis dijumpai beberapa istilah lain yang menunjukkan penyebutan al-hadits, seperti al-sunnah, al-khabar, dan al-atsar. Dalam arti terminologi, ketiga istilah tersebut kebanyakan ulama’ hadis adalah sama dengan terminologi al-hadits meskipun ulama’ lain ada yang membedakannya.

2. Ijtihad sebagai Sumber Ajaran Islam Sekunder a) Pengertian Ijtihad

Secara bahasa, ijtihad berasal dari kata jahada. Kata ini beserta seluruh variasinya menunjukkan pekerjaan yang dilakukan lebih dari biasa, sulit dilaksanakan atau yang tidak disenangi.4

Menurut Abu Zahra, secara istilah, arti ijtihad ialah:5

ﻝﺬﺒ hukum-hukum amaliyah yang diambil dari dalil-dalil yang rinci. Sebagian lagi menggunakan metode ma’quli (berdasarkan ra’yi dan akal).6 Secara

harfiah ra’yi berarti pendapat dan pertimbangan. Tetapi orang-orang arab telah mempergunakannya bagi pendapat dan keahlian yang dipertimbangkan dengan baik dalam menangani urusan yang dihadapi.7

b) Dasar-dasar Ijtihad

Adapun yang menjadi dasar hukum ijtihad ialah al-Qur’an dan al-Sunnah. Diantara ayat al-Qur’an yang menjadi dasar ijtihad adalah sebagai berikut:

ﺎًﻤﻴِﺼَخ َﻦﻴِﻨِئﺎَخْلِﻟ ْﻦُﻜَت َﻻَو ۚ ُ اا َكﺍَرَأ ﺎَﻤِﺑ ِسﺎاﻨﻟﺍ َﻦْﻴَﺑ َمُﻜْﺤَﺘِﻟ ّقَﺤْﻟﺎِﺑ َبﺎَﺘِﻜْﻟﺍ َكْﻴَﻟِإ ﺎَﻨْﻟَزْنَأ ﺎان

3 Abd. Al-Wahab Khallaf,Ilmu Ushul Fiqh(Jakarta: Al-Majelis ‘Ala Indonesia li al-Da’wah al-Islamiyah,1972), cet. IX, hlm. 23.

4 Drs. Atang Abd Hakim, M. A dan Dr. Jaih Mubarok,Op. Cit,hlm. 95 5 Ibid,hlm. 97

6 Ibid,hlm. 98

(7)

“sesungguhnya kami telah menurunkan kitab kepadamu dengan membawa kebenaran, supaya kamu mengadili antara manusia dengan apa yang telah Allah wahyukan kepadamu, dan janganlah kamu menjadi penantang (orang yang tidak bersalah), karena (membela) orang-orang yang khianat. (Q. S. al-Nisa : 105).

َكِﻟ َٰذ يِف انِإ ۚ ًﺔَﻤْحَرَو ًةاﺩَﻮَم ْمُﻜَﻨْﻴَﺑ َلَﻌَجَو ﺎَﻬْﻴَﻟِإ ﺍﻮُﻨُﻜْﺴَﺘِﻟ ﺎًجﺍَو ْزَأ ْمُﻜِﺴُﻔْنَأ ْﻦِم ْمُﻜَﻟ َقَلَخ ْنَأ ِﻪِتﺎَيآ ْﻦِمَو َنوُراﻜَﻔَﺘَي ٍﻡ ْﻮَقِﻟ ٍتﺎَي َل

…sesungguhnya yang pada demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda bagi kaum yang berfikir. (Q. S. al-Rum : 21)

c) Syarat-syarat Mujtahid :

1) Mukalaf, karena hanya mukalaf yang mungkin dapat melakukan penetapan hukum.

2) Mengetahui makna-makna lafad dan rahasianya

3) Mengetahui keadaan mukhathab yang merupakan sebab pertama terjadinya perintah atau larangan.

4) Mengetahui keadaan lafad apakah memiliki qarinah atau tidak. d) Macam-macam Mujtahid :

1) Mujtahid Mutlak yaitu orang-orang yang melakukan ijtihad langsung secara keseluruhan dari al-Qur’an dan hadits, dan seringkali mendirikan mazhab sendiri seperti halnya para sahabat dan para imam yang empat. 2) Mujtahid Mazhab yaitu para mujtahid yang mengikuti salah satu mazhab

dan tidak membentuk suatu mazhab tersendiri akan tetapi dalam beberapa hal mereka berijtihad mungkin berbeda pendapat dengan imamnya.

3) Mujtahid fil Masa’il yaitu orang-orang yang berijtihad hanyapada beberapa masalah saja, jadi tidak dalamarti keseluruhan, namun mereka tidak mengikuti satu mazhab.

(8)

e) Hukum Ijtihad :

1) Bagi seorang muslim yang memenuhi kriteria mujtahid yang dimintai fatwa hukum atas suatu peristiwa yang terjadi dan ia khawatir peristiwa itu akan hilang begitu saja tanpa kepastian hukumnya, atau ia sendiri mengalami peristiwa yang tidak jelas hukumnya dalam nas, maka hukum ijtihad menjadi wajib ’ain.

2) Bagi seorang muslim yang memenuhi kriteria mujtahid yang dimintai fatwa hukum atas suatu peristiwa yang terjadi, tetapi ia mengkhawatirkan peristiwa itu lenyap dan selain dia masih ada mujtahid lainnya, maka hukum ijtihad menjadi wajib kifayah.

3) Hukum berijtihad menjadi sunat jika dilakukan atas persoalan-persoalan yang tidak atau belum terjadi.

4) Hukum ijtihad menjadi haram dilakukan atas peristiwa-peristiwa yang sudah jelas hukumnya secara qathi’, baik dalam Qur’an maupun Al-Sunnah atau ijtihad atas peristiwa yang hukumnya telah ditetapkan secaraijmak. (Wahbah al-Zuhaili, 1978: 498-9 dan Muhaimin, dkk., 1994: 189)

B. Sifat Dasar Ajaran Islam

Ali Anwar Yusuf menyebutkan bahwa karakteristik ajaran Islam tersebut adalah sebagai berikut.8

1. Komprehensif

Walaupun umat Islam itu berbeda-beda bangsa dan berlainan suku, dalam menghadapi asas-asas yang umum, umat Islam bersatu padu untuk mengamalkan asas-asas tersebut.

2. Moderat

Islam memenuhi jalan tengah, jalan yang imbang, tidak berat ke kanan untuk mementingkan kejiwaan (rohani) dan tidak berat ke kiri untuk mementingkan kebendaan (jasmani).Inilah yang diistilahkan dengan teori

wasathaniyah, menyelaraskan antara kenyataan dan fakta dengan ideal dan cita-cita.

(9)

3. Dinamis

Ajaran Islam mempunyai kemampuan bergerak dan berkembang, mempunyai daya hidup, dapat membentuk diri sesuai dengan perkembangan dan kemajuan ajaran Islam terpencar dari sumber yang luar dan dalam, yaitu Islam yang memberikan sejumlah hukum positif yang dapat dipergunakan untuk segenap masa dan tempat.

4. Universal

Ajaran Islam tidak ditujukan kepada suatu kelompok atau suatu bangsa tertentu, melainkan sebagai rahmatan lil ‘alamin, sesuai dengan misi yang diemban oleh Rasulullah SAW. Ajaran Islam diturunkan untuk dijadikan pedoman hidup seluruh manusia untuk meraih kebahagiaan di dunia dan di akhirat. Dengan demikian, hukum Islam bersifat universal , untuk seluruh umat manusia di muka bumi dan dapat diberlakukan di setiap bangsa dan negara.

5. Elastis dan Fleksibel

Ajaran Islam berisi disiplin-disiplin yang dibebankan kepada setiap individu. Disiplin tersebut wajib ditunaikan dan orang yang melanggarnya akan berdosa. Meskipun jalurnya sudah jelas membentang, dalam keadaan tertentu terdapat kelonggaran (rukhsah). Kelonggaran-kelonggaran tersebut menunjukkan bahwa ajaran Islam bersifat elastis, luwes, dan manusiawi. Demikian pula, adanya qiyas, ijtihad, istihsan, dan mashlahih mursalah, merupakan salah satu jalan keluar dari kesempitan.

6. Tidak Memberatkan

Ajaran Islam tidak pernah membebani seseorang sampai melampaui kadar kemampuannya karena Islam mempunyai misi sebagai rahmat bagi manusia. Islam datang untuk membebaskan manusia dari segala sesuatu yang memberatkannya.

7. Graduasi (berangsur-angsur)

(10)

itu, Allah menurunkan ajaran Islam secara berangsur-angsur, agar manusia melaksanakannya dengan sebaik-baiknya.

8. Sesuai dengan fitrah manusia

Ajaran Islam sesuai dengan fitrah manusia, dalam arti sesuai dengan watak hakiki dan asli yang dimiliki oleh manusia. Dengan demikian, ajaran Islam yangs sesuai dengan fitrah manusia memberikan keterangan yang pasti tentang kepercayaan asli dan hakiki yang ada dalam manusia. Artinya, kondisi awal ciptaan manusia memiliki potensi untuk selalu mengetahui dan cenderung pada kebenaran, yang dalam Al-Qur’an disebut dengan hanif.

9. Argumentatif filosofis

Ajaran Islam merupakan ajaran yang argumentatif; tidak cukup dalam menetapkan persoalan-persoalan dengan mengandalkan doktrin lugas dan intruksi keras. Demikian pula, tidak cukup sekedar berdialog dengan hati dan perasaan serta mengandalkannya untuk menjadi dasar pedoman. Akan tetapi, harus dapat mengikuti dan menguasai segala persoalan dengan disertai alasan yang kuat dan argumentasi yang akurat.

C. Normativitas dan Historisitas dalam Studi Islam a. Pengertian Normativitas

Kata normatif berasal dari bahasa Inggris norm yang berarti norma ajaran, acuan, ketentuan tentang masalah yang baik dan buruk yang boleh dilakukan dan yang tidak boleh dilakukan.9 Pada aspek normativitas, studi Islam agaknya

masih banyak terbebeni oleh misi keagamaan yang bersifat memihak sehingga kadar muatan analisis, kritis, metodologis, historis, empiris terutama dalam menelaah teks-teks atau naskah keagamaan produk sejarah terdahulu kurang begitu ditonjolkan, kecuali dalam lingkungan peneliti tertentu yang masih sangat terbatas.

b. Pengertian Historisitas

(11)

Dalam kamus umum bahasa Indonesia, W.J.S. Poerwadaminta mengatakan sejarah adalah kejadian dan peristiwa yang benar-benar terjadi pada masa lampau atau peristiwa penting yang benar-benar terjadi.10 Definisi tersebut

terlihat menekankan kepada materi peristiwanya tanpa mengaitka dengan aspek lainnya. Sedangkan dalam pengartian yang lebih komprehensif suatu peristiwa sejarah perlu juga di lihat siapa yang melakukan peristiwa tersebut, dimana, kapan, dan mengapa peristiwa tersebut terjadi.

Dari pengertian demikian kita dapat mengatakan bahwa yang dimaksud dengan sejarah Islam adalah peristiwa atau kejadian yang sungguh-sungguh terjadi yang sluruhnya berkaitan dengan ajaran Islam diantara cakupannya itu ada yang berkaitan dengan sejarah proses pertumbuhan, perkembangan dan penyebarannya, tokoh-tokoh yang melakukan pengembangan dan penyebaran agama Islam tersebut, sejarah kemajuan dan kemunduran yang di capai umat Islam dalam berbagai bidang,seperti dalam bidang pengetauan agama dan umum, kebudayaan, arsitektur, politik, pemerintahan, peperangan, pendidikan, ekonomi dan lain sebagainya.

c. Ruang lingkup sejarah Islam

Dari segi periodesasinya dibagi menjadi periode klasik, periode pertengahan dan periode modern. Periode klasik (650-1250 M) dibagi lagi menjadi masa kemajuan Islam I (650-100 M) dan masa disintegrasi (1000-1250 M).11

Selanjutnya periode pertengahan yang berlangsung dari tahun 1250-1800 M dibagi menjadi dua masa, masa kemunduran I dan masa III kerajaan besar. masa kemunduran I sejak 1250-1500 M.Mas III kerajaan besar berlangsung Sejak 1500-1800 M.

Sains Islam dikembangkan oleh kaum muslimin sejak abad Islam kedua, yang keadaannya sudah tentu merupakan salahsatu pencapaian besar dalam peradaban Islam.

Selama kurang lebih tujuh ratus tahun, sejak abad kedua hingga kesembilan masehi, paradaban Islam merupakan peradaban yang paling produktif di bandingkan dengan peradaban manapun di wilayah sains dan sains Islam

10 Harun Nasution,Islam di tinjau dari berbagai aspeknya, Jilid I (Jakarta: UI Press, 1979), hlm 56-75.

(12)

berada pada garda depan dalam berbagai kegiatan, mulai dari kedokteran, astronomi, matematika, fisika dan sebagainya yang di bangun atas arahan nilai-nilai Islami.

d. Pengelompokkan Islam Normatif dan Islam Historis

Ketika melakukan studi atau penelitian Islam, perlu lebih dahulu ada kejelasan islam mana yang diteliti; Islam pada level mana. Maka penyebutan Islam normati dan islam Historis adalah salahsatu dari penyebutan level tersebut. Istilah yang hamper sama dengan islam Normatif dan Islam Historis adalah Islam sebagai wahyu dan Islam sebagai produk sejarah.12 Sebagai

wahyu, Islam didefinisikan sebagaimana ditulis sebelumnya di atas, yakni:

Artinya:

Wahyu ilahi yang diwahyukan kepada nabi Muhammad SAW. Untuk kebahagiaan kehidupan dunia dan akhirat.

Sedangkan Islam Historis atau Islam sebagai produk sejarah adalah Islam yang dipahami dan islam yang dipraktekkan kaum muslim di seluruh penjuru dunia, mulai dari masa nabi Muhammad SAW sampai sekarang.

Pengelompokkan Islam normatif dan Islam historis menurut Nasr Hamid Abu Zaid mengelompokkan menjadi tiga wilayah (domain).13

1) Wilayah teks asli Islam (the original text of Islam), yaitu Al-qur’an dan sunnah nabi Muhammad yang otentik.

2) Pemikiran Islam merupakan ragam menafsirkan terhadap teks asli Islam (Al-qur’an dan sunnah nabi Muhammad SAW). Dapat pula disebut hasil ijtihad terhadap teks asli Islam,seperti tafsir dan fikih. Secara rasional ijtihad dibenarkan, sebab ketentuan yang terdapat di dalam al-Qur’an dan al-Sunnah itu tidak semua terinci, bahkan sebagian masih bersifat global yang membutuhkan penjabaran lebih lanjut. Di samping permasalahan kehidupan selalu berkembang terus, sedangkan secara tegas permasalahan yang timbul itu belum/tidak disinggung. Karena itulah diperbolehkan berijtihad, meski masih

12 Amin Syukur, Pengantar Studi Islam, cet. Ke-5 ( Semarang : CV. Bima Sejati, 2006), Hlm. 34.

(13)

harus tetap bersandar kepada kedua sumber utamanya dan sejauh dapat memenuhi persyaratan.14 Dalam kelompok ini dapat di temukan empat pokok

cabang : (1) hukum/fikih,(2) teologi,(3) filsafat, (4) tasawuf. Hasil ijtihad dalam bidang hukum muncul dalam bentuk : (1) fikih, (2) fatwa, (3) yurisprudensi (kumpulan putusan hakim), (4) kodikfikkasi/unifikasi, yang muncul dalam bentuk Undang-Undang dan komplikasi.

3) Praktek yang dilakukan kaum muslim. Praktek ini muncul dalam berbagai macam dan bentuk sesuai dengan latar belakang sosial (konteks).15 Contohnya :

praktek sholat muslim di Pakistan yang tidak meletakkan tangan di dada. Contohnya lainnya praktek duduk miring ketika tahiyat akhir bagi muslim Indonesia, sementara muslim di tempat/ negara lain tidak melakukannya. Sementara Abdullah Saeed menyebut tiga tingkatan pula, tetapi dengan formulasi yang berbeda sebagai berikut :

 Tingkatan pertama, adalah nilai pokok/dasar/asas, kepercayaan, ideal dan

institusi-institusi.

 Tingkatan kedua adalah penafsiran terhadap nilai dasar tersebut, agar

nilai-nilai dasar tersebut dapat dilaksanakan/dipraktekkan.

 Tingkatan ketiga manifestasi atau pratek berdasarkan pada nilai-nilai dasar

tersebut yang berbeda antara satu negara dengan negara lain, bahkan antara satu wilayah dengan wilayah lain. Perbedaan tejadi karena perbedaan penafsiran dan perbedaan konteks dan budaya.

Pada level teks, sebagaimana telah ditulis sebelumnya, Islam didefinisikan sebagai wahyu. Pada dataran ini, Islam identik dengan nash wahyu atau teks yang ada dalam al-Qur’an dan sunnah nabi Muhammad. Pada masa pewahyuannya memakan waktu kurang lebih 23 tahun.

Pada teks ini Islam adalah nash yang menurut hemat penulis, sesuai dengan pendapat sejumlah ilmuwan(ulama) dapat dikelompokkan menjadi dua, yakni :

1) Nash prinsip atau normatif-universal, dan 2) Nash praktis-temporal

14Qodri Azizi, Elektisisme Hukum Nasional : Kompetensi antara Hukum Islam dan Hukum

Umum (Yogyakarta : Gama Media Offset, 2002), hlm. 56-57.

(14)

Nash kelompok pertama, nash prinsip atau normatif-universal, merupakan prinsip-prinsip yang dalam aplikasinya sebagian telah diformatkan dalam bentuk nash praktis di masa pewahyuan ketika nabi masih hidup.

Adapun nash praktis-temporal, sebagian ilmuwan menyebutnya nash konstektual, adalah nash yang turun (diwahyukan) untuk menjawab secara langsung (respon) terhadap persoalan-persoalan yang dihadapi masyarakat muslim Arab ketika pewahyuan. Pada kelompok ini pula Islam dapat menjadi fenomena sosial atau Islam aplikatif atau Islam praktis.

Dengan penjelasan di atas tadi dapat ditegaskan, syari’ah sebagai the original text mempunyai karakter mutlak dan absolut, tidak berubah-ubah. Sementara fiqh sebagai hasil pemahaman terhadap the original text mempunyai sifat nisbi/relatif/zanni, dapat berubah sesuai dengan perubahan konteks; konteks zaman; konteks sosial; konteks tempat dan konteks lain-lain.

Sementara dengan menggunakan teori Islam pada level teori dan Islam pada level praktek dapat dijelaskan demikian. Untuk menjelaskan posisi syari’at pada level praktek perlu dianalogkan dengan posisi nash, baik al-Qur’an maupun sunnah nabi Muhammad SAW. Dapat disebutkan bahwa pada prinsipnya nash tersebut merupakan respon terhadap masalah yang dihadapi masyarakat arab di masa pewahyuan. Kira-kira demikianlah posisi Islam yang kita formatkan sekarang untuk merespon persoalan yang kita hadapi kini dan di sini. Perbedaan antara nash dan format yang kita rumuskan adalah, bahwa nash diwahyukan pada nabi Muhammad, sementara format yang kita rumuskan sekarang adalah format yang dilandaskan pada nash tersebut. Hal ini harus kita lakukan, sebab persoalan selalu berkembang dan berjalan maju, sementara wahyu sudah berhenti dengan meninggalnya nabi Muhammad SAW.

e. Keterkaitan normativitas dan historisitas dalam studi keIslaman.

(15)

dan tidak dapat terlepas dari pengaruh cita rasa sejarah social dan politik. Pemikiran ini muncul dari adanya kesadaran bahwa teori-teori ilmu pengetahuan hanyalah merupakan produk, hasil karya manusia.

Dalam pengertian ini, penerapan filsafat ilmu pada diskusi akademik ilmu-ilmu keIslaman harus dilakukan, karna filsafat ilmu-ilmu saling berkaitan dengan sosiologi ilmu pengetahuan. Dua cabang ilmu pengetahuan ini jarang didiskusikan dan tidak pernah dimasukan dalam tradisi ilmu keIslaman yang ada. Padahal keduanya merupakan prasyarat dan wacana awal yang harus dimengerti bagi para ilmuan muslim yang ingin terhindar dari tuduhan pembela tipe studi Islam yang hanya bersifat pengulang-ngulangan, statis, disakralkan dan dogmatik.

Ketika pada akhirnya menghadapi masalah-masalah historisitas pengetahuan, patut disayangkan bila sarjana-sarjana muslim dan non muslim yang hendak mengembangkan wacana mereka dalam ilmu-ilmu keIslaman secara psikologi merasa terintimidasi dengan problem reduksionisme dan non reduksionisme. Dalam hal-hal tertentu, ada beban psikologis dan institusional yang terlibat dalam memperbesar dan memperluas domain, scope dan metodologi ilmu-ilmu keIslaman karena persoalan itu. Sejak awal mula Fazlur Rahman sendiri telah menempatkan Islam normative dalam kerangka kerjanya atau sebagai hard core dalam kerangka kerja Lakatos, yang harus dilindungi dengan sifat-sifatnya yang mendorong pada penemuan-penemuan dan penyelidikan-penyelidikan baru (positive heuristic). Hard core atau Islam normative sama dengan apa yang telah ditetapkan sebagai objek studi agama yang tepat dengan menggunakan pendekatan fenomenologis.

(16)

Dengan demikian, ilmu-ilmu keIslaman yang kritis, sebagaimana yang dinyatakan oleh Fazlur Rahman dan Mohammed Arkoun beserta kolega-kolega mereka yang memiliki keprihatinan yang sama, hanya dapat dibangun secara sistematik dengan menggunakan model gerakan tiga pendekatan secara sirkuler, dimana masing-masing dimensi dapat berinteraksi, berinterkomunikasi satu dengan lainnya. Masing-masing pendekatan berinteraksi dan dihubungkan dengan yang lainnya. Tidak ada satu pendekatan maupun disiplin yang dapat berdiri sendiri. Gerakan dinamis ini pada esensinya adalah hermeneutic.

D. Moralitas Islam

Moral, diambil dari bahasa Latin mos (jamak, mores) yang berarti kebiasaan, adat. Sementara moralitas secara lughowi juga berasal dari kata mos bahasa Latin (jamak, mores) yang berarti kebiasaan, adat istiadat. Kata ’bermoral’ mengacu pada bagaimana suatu masyarakat yang berbudaya berperilaku. Dan kata moralitas juga merupakan sifat latin moralis, mempunyai arti sama dengan moral hanya ada nada lebih abstrak. Kata moral dan moralitas memiliki arti yang sama, maka dalam pengertiannya lebih ditekankan pada penggunaan moralitas, karena sifatnya yang abstrak. Moralitas adalah sifat moral atau keseluruhan asas dan nilai yang berkenaan dengan baik dan buruk.16 Senada dengan pengertian tersebut, W.

Poespoprodjo mendefinisikan moralitas sebagai ”kualitas dalam perbuatan manusia yang menunjukkan bahwa perbuatan itu benar atau salah, baik atau buruk. Moralitas mencakup tentang baik buruknya perbuatan manusia.

Islam adalah agama yang diturunkan kepada Nabi Muhammad Saw sebagai nabi dan rasul terakhir untuk menjadi pedoman hidup seluruh manusia hingga akhir zaman. Pengertian Islam secara harfiyah artinya damai, selamat, tunduk, dan bersih. Kata Islam terbentuk dari tiga huruf, yaitu S (sin), L (lam), M (mim) yang bermakna dasar “selamat” (Salama)

Moralitas islam ditinjau dari berbagai bidang : 1. Dalam Bidang Ibadah

(17)

Secara harfiah ibadah berarti bakti manusia kepada Allah SWT, karena didorong dan dibangkitkan oleh akidah tauhid.17 Ibadah adalah sebagai upaya

mendekatkan diri kepada Allah SWT dengan mentaati segala perintahNya dan menjauhi semua laranganNya. Ibadah ada yang umum ada yang khusus. Yang umum ialah segala amalan yang diizinkan oleh Allah SWT, sedangkan yang khusus adalah yang telah ditetapkan oleh Allah SWT akan perincian-perinciannya, tingkat, dan cara-caranya yang tertentu.18

Ibadah yang akan kita bahas saat ini ialah ibadah yang khusus. Dalam Islam diterangkan bahwa dalam beribadah dilarang yang namanya "kreatifitas", sebab mengkreasi atau membentuk suatu ibadah dalam agama Islam dinilai sebagai bid'ah yang dikutuk Nabi sebagai kesesatan. Bilangan shalat lima waktu beserta tata cara mengerjakannya atau pun ketentuan ibadah haji dan tata cara mengerjakannya misalkan adalah ibadah yang sudah ditetapkan oleh Allah ketentuan-ketentuan dan segalanya, maka sebagai manusia atau penganutnya tidak boleh ikut campur bahkan mengubahnya. Ketentuan ajaran Islam yang begitulah yang membuat akal tidak boleh ikut campur tangan, bahkan hak dan otoritas Tuhan sepenuhnya. Hal yang demikianlah yang membuat atau membentuk manusia atau penganut berserah diri, patuh dan tunduk guna mendapatkan kedamaian dan keselamatan. Dan itulah yang membawa seorang hamba menjadi hamba yang sholeh, mempunyai jiwa yang tenang, rendah hati, menyandarkan diri kepada amal sholeh dan ibadah, dan tidak kepada nasab keturunan, semuanya itu adalah gejala kedamaian dan keamanan sebagai pengalaman dari ibadah.19 Sedangkan ibadah yang berarti umum akan dibahas di

selanjutnya, karena lebih mengarah kemu'amalah sebagai sesama makhluk hidup.

2. Dalam Bidang Pendidikan

Sejalan dengan bidang ilmu pengetahuan dan kebudayaan, Islam juga memiliki ajaran yang khas dalam pendidikan. Islam memandang bahwa pendidikan adalah hak bagi setiap orang, laki-laki maupun perempuan, dan berlangsung sepanjang hayat. Seperti yang terkutip di hadist Rasul. "Menuntut

17QS. Adz-Dzariyat:56

(18)

ilmu itu adalah wajib bagi orang Islam laki-laki dan perempuan. Tuntutlah ilmu mulai dari buaian hingga keliang lahat".

Di dalam Islam banyak diketahui metode-metode pembelajaran seperti: ceramah, tanya jawab, diskusi, demontrasi, penugasan, teladan, pembiasaan, kary awisata, cerita, hukuman, nasihat, dan sebagainya.

3. Dalam Bidang Sosial

Ajaran Islam dalam bidang social adalah yang paling menonnjol karena seluruh bidang ajaran Islam adalah untuk kesejahteraan manusia. Islam menjunjung tinggi tolong menolong, saling menasehati tentang hak dan kesabaran, kesetiakawanan, kerukunan antar tetangga, tenggang rasa dan kebersamaan. Menurut penelitian yang dilakukan Jalaluddin Rahmat, Islam ternyata agama yang menekankan urusan muamalah lebih besar daripada urusan ibadah.20 Islam ternyata banyak memperhatikan aspek kehidupan sosial

dari aspek kehidupan ritual. Islam adalah agama yang menjadikan seluruh bumi ini masjid, tempat mengabdi pada Allah SWT. Muamalah jauh lebih luas dari pada ibadah (dalam arti khusus).

Dalam hadistnya, Rasulullah SAW mengingatkan imam supaya memperpendek shalatnya bila di tengah jamaah ada yang sakit, orang lemah, orang tua, atau orang yang mempunyai keperluan. Istri Rasulullah SAW Siti Aisyah, mengisahkan: Rasulullah SAW shalat di rumah dan pintu terkunci. Lalu aku datang (dalam riwayat lain aku minta dibukakan pintu), maka Rasulullah SAW berjalan membuka pintu, kemudian kembali ke tempat shalatnya. Hadist ini diriwayatkan oleh lima orang perawi, kecuali Ibnu Majah. Lalu Islam sangat menilai bahwa ibadah berjamaah atau bersama-bersama dengan orang lain lebih tinggi dari pada yang dilakukan secara perorangan, dengan perbandingan 27 derajat. Dari sini kita mengetahui betapa Islam dan ajarannya menjunjung tinggi nilai-nilai sosial.

E. Islam dan wacana pembaharuan hukum Islam

Pembaharuan hukum Islam terdiri dari dua kata, yaitu: “pembaharuan” yang berarti modernisasi, atau suatu upaya yang dilakukan untuk mengadakan atau menciptakan suatu yang baru, dan “hukum Islam”, yakni kumpulan atau koleksi

(19)

daya upaya para fukaha dalam bentuk hasil pemikiran untuk menerapkan syariat berdasarkan kebutuhan masyarakat, dalam hal ini hukum Islam sama dengan fiqh, bukan syariat.

Pembaharuan yang dimaksud disini adalah pembaharuan yang kata padanannya dalam bahasa Arab ialah tajdid, bukan bid’ah, ibda’ atau ibtida’. Sebab, meskipun kata-kata ini juga mengandung makna kebaruan, pembaharuan ataupun pembuatan hal baru, konotasinya negatif karena secara semantik mengandung arti pembuatan hal baru dalam agama. Secara kebahasaan sebetulnya kata-kata bid’ah dan tasyrifnya mempunyai arti kreativitas atau daya cipta. Maka dalam al Quran pun Tuhan disebutkan sebagai al-Badi’, Maha Kreatif atau Maha berdaya cipta (QS. 2:59 dan 6:101). Dan jika Nabi SAW bersabda agar kita berbudi dengan mencontoh budi Tuhan, maka kreativitas atau daya cipta adalah hal yang sangat terpuji. Namun sudah dikatakan, tentu saja yang terpuji itu bukanlah kreativitas atau daya cipta dalam hal agama itu sendiri, seperti kreativitas dan daya cipta dalam masalah ibadah murni. Maka sama sekali tidak dapat dibenarkan, misalnya, menambah jumlah rakaat dalam shalat atau memasukkan sesuatu yang sebenarnya hanya budaya belaka menjadi bagian dari agama murni. Maka kreativitas atau daya cipta dalam hal keagamaan murni (bukan dalam hal budaya keagamaan) sama dengan tindakan mengambil wewenang Allah SWT dan Rasul-Nya, yang menurut sabda Nabi SAW adalah sesat.

Hukum Islam itu hidup dan berkembang dalam pergumulan sejarah dan sosial secara responsif, adaptif dan dinamis. Karakteristik ini memungkinkannya melakukan reformasi atau pembaharuan. Jika pembaruan itu dibawa ke dalam konteks hukum Islam, maka yang dimaksud “pembaruan hukum Islam” adalah “upaya untuk memberikan jawaban-jawaban ajaran Islam di bidang hukum terhadap kemajuan modern”. Berikut cara kita melakukan pembaharuan hukum Islam:

a. Pemahaman baru terhadap Kitabullah

(20)

dalam konteks dan jiwanya.pemahaman melalui konteks berarti mengetahui asbab an-nusul. Sedangkan pemahaman melalui jiwanya berarti memperhatikan makna atau substansi ayat tersebut.

b. Pemahaman baru terhadap Sunnah

Dilakukan dengan cara mengklasifikasikan sunnah, mana yang dilakkan Rasulullah dalam rangka Tasyri’ Al-Ahkam (penetapan hukum) dan mana pula yang dilakukannya selaku manusia biasa sebagai sifat basyariyyah (kemanusiaan). Sunnah baru dapat dijadikan pegangan wajib apabila dilakukan dalam rangkaTasyri’ Al- Ahkam. Sedangkan yang dilakukannya sebagai manusia biasa tidak wajib diikuti, seperti kesukaaan Rosulullah SAW kepada makanan yang manis, pakaian yang berwarna hijau dan sebagainnya. Disamping itu sebagaimana aal-Qur’an, Sunnah juga harus dipahami dari segi jiwa dan semangat atau substansi yang terkandung didalamnya.

c. Pendekatan ta’aqquli (rasional)

Ulama’ terdahulu memahami rukun Islam dilakukan dengan Taabbudi yaitu menerima apa adanya tanpa komentar, sehingga kwalitas illat hukum dan tinjauan filosofisnya banyakk tidak terungkap. Oleh karena itu pendekatan ta’aquli harus ditekankan dalam rangka pembaharuan hukum Islam (ta’abadi dan ta’aqquli). Dengan pendekatan ini illat hukum hikmahat-tashih dapat dicerna umat Islam terutama dalam masalah kemasyarakatan.

d. Penekanan zawajir dan jawabir dalam pidana

(21)

dengan demikian hukum pidana tidak terikat pada apa yang tertera dalam nash.

e. Masalah ijma”

Pemahaman yang terlalu luas atas ijmak dan keterikatan kepada ijamak harus dirubah dengan menerima ijmak sarih,yang terjadi dikalangan sahabat (ijmak sahabat) saja,sebagai mana yang dikemukakan oleh asy-syafi’i.kemungkinan terjadinya ijmak sahabat sangat sulit,sedangkanijmak sukuti (ijmak diam) masih diperselisihkan. Disamping itu,ijmak yang dipedomi haruslah mempunyai sandaran qat’i yang pada hakikatnya kekuatan hukumnya bukan kepada ijmak itu sendiri,tetapi pada dali yang menjadi sandaranya. Sedangkan ijmak yang mempunyai sandaran dalil zanni sangat sulit terjadi.

f. Masalik al-‘illat (cara penetapan ilat)

Kaidah-kaidah yang dirumuskan untuk mendeteksi ilat hukum yang biasanya dibicarakan dalam kaitan dengan kias. Dalam kaidah pokok dikatakan bahwa “hukum beredar sesuai dengan ilatnya”. Ini fitempuh dengan merumuskan kaidah dan mencari serta menguji alit yang benar-benar baru. g. Masalih mursalah

Dimana ada kemaslahatan disana ada hukum Allah SWT adalah ungkapan popular dikalangan ulama. Dalam hal ini masalih mursalah dijadikan dalil hukum dan berdasarkan ini,dapat ditetapkan hukum bagi banyak masalah baru yang tidak disinggung oleh al-qur’an dan sunah.

h. Sadd az-zari’ah

Sadd az-zari’ah berarti sarana yang membawa ke hal yang haram. Pada dasarnya sarana itu hukumnya mubah,akan tetapi karena dapat membawa kepada yang maksiat atau haram,maka sarana itu diharamkan. Dalam rangka pembaharuan hukum Islam sarana ini digalakkan.

i. Irtijab akhalf ad-dararain

(22)

dengan berdasarkan kaidah tersebut,karena serangan musuh dapat menggangu eksistensi agama Islam.

j. Keputusan waliyy al-amr

Atau disebut juga ulil amri yaitu semua pemerintah atau penguasa,mulai dari tingkat yang rendah sampai yang paling tinggi. Segala peraturan Undang-Undangan wajib ditaati selama tidak bertentangan dengan agama. Hukum yang tidak dilarang dan tidak diperintahakn hukumnya mubah. Contohnya,pemerintah atas dasar masalih mursalah menetapkan bahwa penjualan hasil pertanian harus melalui koperasi dengan tujuan agar petani terhindar dari tipu muslihat lintah darat.

k. Memfiqhkan hukum qat’i

Kebenaran qat’i bersifat absolut. Sedangkan kebenaran fiqh relative.menurut para fukaha, tidak ada ijtihad terhadap nas qat’i (nas yang tidak dapat diganggu gugat). Tetapi kalau demikian halnya,maka hukum Islam menjadi kaku. Sedangkan kita perpegang pada moto: al-Islam salih li kulli zaman wa makan dan tagayyur ahkam bi tagayyur amkinah wa al-zaman.untk menghadapi masalah ini qat’i diklasifikasikan menjadi:Qat’I fi jami’ al-ahwal dan Qot’i fi ba’d al-ahwal. Pada qot’I fi al-ahwal tidak berlaku ijtihad,sedangkan pada qot’I fi ba’d al-ahwal ijtihad dapat diberlakukan.tidak semua hukum qat’I dari segi penerapanya (tatbiq) berlaku pada semua zaman21.

BAB III

(23)

PENUTUP Kesimpulan

Sumber ajaran Islam yang utama berasal dari Al-Quran dan Al-Sunnah. Sumber ajaran Islam primer berupa Al-Quran dan hadist. Al-Quran adalah firman Allah yang diturunkan kepada hati Rasulullah, Muhammad bin Abdullah, melalui jibril dengan menggunakan bahasa Arab dan maknanya yang benar, agar ia menjadikan hujjah bagi Rasul, bahwa ia benar-benar Rosulullah, menjadi undang-undang bagi manusia, memberi petunjuk kepada mereka, dan menjadi sarana untuk melakukan pendekatan diri dan ibadah kepada Allah dengan membacanya. Ijtihad sebagai sumber ajaran Islam sekunder.

Ali Anwar Yusuf menyebutkan bahwa karakteristik ajaran Islam meliputi : komprehensif, moderat, dinamis, universal, elastis dan fleksibel, tidak memberatkan, graduasi (berangsur-angsur), sesuai dengan fitrah manusia, dan argumentatif filosofis.

Sejarah Islam adalah peristiwa atau kejadian yang sungguh-sungguh terjadi yang sluruhnya berkaitan dengan ajaran Islam diantara cakupannya itu ada yang berkaitan dengan sejarah proses pertumbuhan, perkembangan dan penyebarannya, tokoh-tokoh yang melakukan pengembangan dan penyebaran agama Islam tersebut, sejarah kemajuan dan kemunduran yang di capai umat Islam dalam berbagai bidang,seperti dalam bidang pengetauan agama dan umum, kebudayaan, arsitektur, politik, pemerintahan, peperangan, pendidikan, ekonomi dan lain sebagainya.

Moralitas adalah sifat moral atau keseluruhan asas dan nilai yang berkenaan dengan baik dan buruk. Islam adalah agama yang diturunkan kepada Nabi Muhammad Saw sebagai nabi dan rasul terakhir untuk menjadi pedoman hidup seluruh manusia hingga akhir zaman. Moralitas islam ditinjau dari berbagai bidang, meliputi :

a. Dalam bidang ibadah, ibadah yang sudah ditetapkan oleh Allah ketentuan-ketentuan dan segalanya, maka sebagai manusia atau penganutnya tidak boleh ikut campur bahkan mengubahnya.

(24)

c. Dalam bidang sosial, Islam menjunjung tinggi tolong menolong, saling menasehati tentang hak dan kesabaran, kesetiakawanan, kerukunan antar tetangga, tenggang rasa dan kebersamaan.

Jika pembaruan itu dibawa ke dalam konteks hukum Islam, maka yang dimaksud “pembaruan hukum Islam” adalah “upaya untuk memberikan jawaban-jawaban ajaran Islam di bidang hukum terhadap kemajuan modern”. Cara kita melakukan pembaharuan hukum Islam : pemahaman baru terhadap Kitabullah, pemahaman baru terhadap sunnah, pendekatan ta’aqquli (rasional), pemahaman baru terhadap sunnah, masalah ijma”, masalik al-‘illat, masalih mursalah, sadd az-zari’ah, irtijab akhalf ad-dararain, keputusan waliyy al-amr, dan memfiqhkan hukum qat’i.

(25)

al-Khallaf, Abd. Al-Wahab. 1972. Ilmu Ushul al-Fiqh. Jakarta: Al-Majelis ‘Ala al-Indonesia li al-Da’wah al-Islamiyah.

Ahmad, Hasan. 1984. Pintu Ijtihad Sebelum Tutup. Bandung: Pustaka. Nasution,Harun. Islam Ditinjau Dari Berbagai Aspeknya. Jilid 1

Nata, Abuddin. 1998. Metodologi Studi Islam. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada. Ibid.

Syukur, Amin. 2006. Pengantar Studi Islam. Semarang : CV. Bima Sejati. Anwar, Rosihun. Pengantar Studi Islam.

As, Asmaran. 1992. Pengantar Studi Akhlak. Jakarta : Rajawali Press. QS. Adz-Dzariyat:56

Hakim, Atang Abd. dan Mubarok, Jaih. Op. Cit

Razak, Nasruddin. 1977. Dienul Islam. Bandung: al-ma'arif.

Zaid, Nasr Abu. 1997. Islam and Europe in Past and present. eds. Wassenaar : NIAS.

Ali, Mohammad Daud. 2004. Pengantar Ilmu Hukum Dan Tata Hukum Islam Di Indonesia. Jakarta : PT. Raja Grafindo persada.

Poerwadaminta. 1991. Kamus Umum Bahasa Indonesia . cet. XII. Jakarta ; Balai Pustaka.

Nasution, khoiruddin. 2009. Pengantar Studi Isla . , cet. Ke 1. Yogyakarta : ACADEMIA + TAZZAFA.

Azizi, Qodri. 2002. Elektisisme Hukum Nasional : Kompetensi antara Hukum Islam dan Hukum Umum. Yogyakarta : Gama Media Offset.

Abdullah, M. Amin. 2010. Islam Studies di Pergurut sudah ditiuan Tinggi. Yogyakarta: Pustaka Belajar.

Amin, Ahmad. 1967. Fajar Islam. Cirebon.

Referensi

Dokumen terkait

Ajaran Islam mengarahkan umat manusia agar mengambil pelajaran dari segala kejadian dan peristiwa yang berada disekitar kita. Dengan demikian, setiap diri manusia akan

Sejarah adalah Ilmu pengetahuan yang mempelajari segala peristiwa atau kejadian masa lampau dalam kehidupan manusia. Hal penting yang perlu diketahui bahwa masa lampau adalah meliputi

Kita boleh mengetahui tarikh sebenar peristiwa- peristiwa penting dalam sejarah Islam dengan menyusuri kisah hidup baginda SAW dalam kitab-kitab sirah yang muktabar.. Ulasan

Menurut pengertian yang paling umum, kata history berarti ‘masa lampau umat manusia”. Geschichte adalah sesuatu yang telah terjadi. Peristiwa dan kejadian

Y esus Kristus mati dan dikuburkan. Kristus yang muncul dalam sejarah merupakan peristiwa yang sungguh-sungguh terjadi. Iman Kristen didirikan berdasarkan peristiwa yang

Dalam hal ini kita menggunakan istilah “peristiwa”, namun dalam pengertian ideal lain “pokok - peristiwa” adalah suatu kejadian fisis yang tidak memiliki perluasan ruang

Beranjak dari pengertian islam itu sendiri, islam juga memiliki beberapa sumber ajaran, diantaranya adalah hadits, banyak ayat Al-Quran yang memberikan pengertian bahwa hadits

dengan adanya sejarah kita akan mengerti dan mengetahui kejadian-kejadian dimasa lalu yang terjadi disaat kita belum dilahirkan, dengan demikian kemajuan kemajuan yang dicapai