Konferensi Nasional Teknik Sipil 11 Universitas Tarumanagara, 26-27 Oktober 2017
KAJIAN TRANSPORTASI UMUM PRA DAN PASCA PENGOPERASIAN
NEW YOGYAKARTA INTERNATIONAL AIRPORT (NYIA)
Ibnu Fauzi1 dan Okkie Putriani2
1Program Studi Magister Teknik Sipil Bidang Transportasi, Universitas Atma Jaya Yogyakarta Email: ibnu.fauzi.civil@gmail.com
2 Program Studi Magister Teknik Sipil Bidang Transportasi, Universitas Atma Jaya Yogyakarta Email: okkieandfriends@gmail.com
ABSTRAK
Interaksi guna lahan dan transportasi merupakan interaksi dinamis dan komplek dalam perencanaan pembangunan yang melibatkan infrastruktur dan masyarakat. New Yogyakarta International Airport (NYIA) dibangun dalam rangka pembangunan sarana transportasi yang memadai setelah pertimbangan Bandar Udara Adisutjipto sudah mengalami penurunan kualitas layanan. Konsep NYIA adalah Airport City dengan kapasitas rencana adalah 20 juta penumpang/tahun serta dapat menampung hingga 20 pesawat hal ini tentunya akan berdampak langsung dengan tarikan pergerakan yang cukup besar dan perlu sebuah perencanaan transportasi dan kebijakan dalam menangani permasalahan transportasi perkotaan baik dari sisi penyediaan (supply) maupun dari sisi kebutuhan (demand). Penelitian ini bersifat komparatif yang membandingkan data sekunder kondisi transportasi angkutan umum antara sebelum pengoperasian dan perencanaan saat NYIA beroperasi. Data sekunder diperoleh yang menunjang data primer diperoleh dari pihak PT. Angkasa Pura (Persero), BAPPEDA DIY, Dinas Perhubungan DIY dan Pemda Kulon Progo Serta DIY. Hasil analisis kondisi eksisting transportasi lokasi NYIA yang terletak di Kecamatan Temon Kabupaten Kulon Progro berjarak ± 5 km dari Kota Wates (Ibukota Kabupaten Kulon Progo) dan ± 40 km dari pusat Kota Yogyakarta, saat ini rute Yogyakarta-Wates maupun sebaliknya telah dilayani yaitu 2 moda angkutan umum yaitu bus AKDP dengan 44 armada aktif dan kereta api dengan 4 kali keberangkatan. Berdasarkan kondisi kewilayahan dan transportasi serta RTRW DIY direkomendsikan keterpaduan intramoda dan multimoda dalam jaringan prasarana dan pelayanan, baik dalam pembangunan, pembinaan maupun penyelenggaraannya di dalam penyusunan sistem transportasi akses New Yogyakarta International Airport (NYIA) guna menjawab kebutuhan transportasi demand yang efektif, efesien dan berkesalamatan.
Kata kunci: interaksi guna lahan, airport city, NYIA, multimoda
1. PENDAHULUAN
2. TINJAUANPUSTAKA
Moda Transportasi
Menurut Morlok (1991), pengertian transportasi adalah pergerakan orang dan barang dari satu lokasi ke lokasi lain. Transportasi dilakukan dengan menggunakan moda transportasi seperti udara, kereta api, jalan, air, kabel, pipa dan ruang. Dalam pembicaran secara umum transportasi sering diartikan dengan angkutan. Secara khusus dalam UU Nomor 22 Tahun 2009 Tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan pengertian Angkutan adalah perpindahan orang dan/atau barang dari satu tempat ke tempat lain dengan menggunakan kendaraan di ruang lalu lintas jalan. Sedangkan Moda Transportasi adalah jenis atau bentuk (angkutan) yang digunakan untuk memindahkan orang dan atau barang dari tempat asal ketempat lain (tujuan). Moda transportasi darat terdiri dari seluruh bentuk alat transportasi yang beroperasi di darat. Moda transportasi darat sering dianggap identik dengan moda transportasi jalan raya (Warpani, 1990).
Pergerakan
Menurut Bourne (1971), menyatakan bahwa pola guna lahan di daerah perkotaan mempunyai hubungan yang erat dengan pola pergerakan penduduk. Setiap bidang tanah yang digunakan untuk kegiatan tertentu akan menunjukkan potensinya sebagai pembangkit atau penarik pergerakan. Dapat disimpulkan bahwa pola guna lahan akan mempengaruhi pola pergerakan dan jarak. Semakin rumit pola perkembangan kota maka akan semakin besar beban yang dimiliki kota tersebut, hal ini mengakibatkan sistem kota menjadi tidak efisien karena pola guna lahan dan pergerakan tidak terkendali serta jarak tempuh antar lokasi kegiatan tidak terukur.
Pengaruh Guna Lahan Terhadap Pergerakan
Sistem transportasi perkotaan terdiri dari berbagai aktivitas yang berlangsung di atas sebidang tanah dengan tata guna lahan yang berbeda. Untuk memenuhi kebutuhannya manusia melakukan perjalanan diantara dua tata guna lahan tersebut dengan menggunakan sistem jaringan transportasi. Hal ini menimbulkan pergerakan arus manusia, kendaraan dan barang yang mengakibatkan berbagai macam interaksi. Hampir semua interaksi memerlukan perjalanan dan oleh sebab itu menghasilkan pergerakan arus lalu lintas (Tamin, 2000).
Karakteristik dan intensitas penggunaan lahan akan mempengaruhi karakteristik pergerakan penduduk. Pembentuk pergerakan ini dibedakan atas pembangkit pergerakan dan penarik pergerakan. Perubahan guna lahan akan berpengaruh pada peningkatan bangkitan perjalanan yang akhirnya akan menimbulkan peningkatan kebutuhan prasarana dan sarana transportasi. Sedangkan besarnya tarikan pergerakan ditentukan oleh tujuan atau maksud perjalanan (Black, 1981).
Besaran dan Distribusi Pergerakan
Besaran perjalanan bergantung pada kegiatan kota, sedang penyebab perjalanan adalah adanya keinginan manusia untuk memenuhi kebutuhannya yang tidak diperoleh di tempat asalnya. Bangkitan dan tarikan perjalanan bervariasi untuk setiap tipe tata guna lahan. Semakin tinggi tingkat penggunaan lahan akan semakin tinggi pergerakan yang dihasilkan(Tamin,2000).
Sebaran pergerakan ini menunjukkan ke mana dan dari mana arus lalu lintas bergerak dalam suatu wilayah. Pola sebaran arus lalu lintas antara zona asal ke zona tujuan adalah hasil dari dua hal yang terjadi secara bersamaan, yaitu lokasi dan intensitas tata guna lahan yang akan menghasilkan arus lalu lintas dan pemisah ruang, serta interaksi antara dua buah tata guna lahan yang akan mengkasilkan pergerakan manusia dan/atau barang (Tamin, 2000).
Semakin tinggi intensitas suatu tata guna lahan, akan semakin tinggi pula tingkat kemampuannya dalam menarik lalu lintas, namun apabila jarak yang harus ditempuh semakin besar maka daya tarik suatu tata guna lahan akan berkurang. Siatem transportasi hanya dapat mengurangi hambatan pergerakan dalam ruang, tetapi tidak dapat mengurangi jarak. Oleh karena itu, jumlah pergerakan lalu lintas antara dua buah tata guna lahan bergantung dari intensitas kedua tata guna lahan dan pemisahan ruang (jarak, waktu, dan biaya) antara kedua zonanya. Sehingga arus lalu lintas antara dua buah tata guna lahan mempunyai korelasi positif dengan intensitas guna lahan dan korelasi negatif dengan jarak (Tamin, 2000).
Aerotropolis
Kasarda dan Lindsay (2011) menyebutnya Aerotropolis sebagai bentuk penjelmaan internet dalam bentuk fisik, menekankan pengembangan bisnis global tidak lagi semata-mata lokasi, lokasi, dan lokasi, tetapi sudah berubah menjadi aksesibilitas, aksesibilitas dan aksesibiltas, seperti ungkapan mereka berdua sebagai berikut: The Aerotropolis is the urban incarnation of this physical internet; the primacy of air transport makes airports and their hinterlands the places to see how it function–and to observe the consequences. (Kasarda dan Lindsay, 2011) The three rules of real estate have changed from location, location,location to accesibility, accesibility, accesibility. (Kasarda dan Lindsay, 2011)
memanfaatkan akses global mengubah Jet Age menjadi Net Age dari abad jet menjadi abad jejaring (Kasarda dan Lindsay, 2011).
3. METODOLOGIPENELITIAN
Penelitian ini adalah penelitian yang bersifat komparatif yang membandingkan data sekunder kondisi transportasi angkutan umum antara sebelum pengoperasian dan perencanaan saat New Yogyakarta International Airport (NYIA) beroperasi. Data sekunder diperoleh yang menunjang data primer diperoleh dari pihak PT. Angkasa Pura (Persero), BAPPEDA DIY, Dinas Perhubungan DIY dan Pemda Kulon Progo Serta DIY. Secara garis besar prosedur penelitian yang dilakukan disajikan dalam Gambar 1.
Gambar 1. Diagram Alur Penelitian
4. ANALISISDANPEMBAHASAN
Kondisi Adisutjipto International Airport
Bandar Udara Adisutjipto merupakan bandara kelas I B di bawah otoritas PT. Angkasa Pura I (Persero) dengan runway sepanjang 2.200 m x 45 m. Terminal eksisting Bandar Udara Adisutjipto pada awalnya dirancang untuk menampung kapasitas penumpang maksimal 1,5 juta pax/tahun, namun pada perkembangannya jumlah penumpang jauh melebihi kapasitas rencana sesuai dengan data PT. Angkasa Pura I (Persero) yang disajikan pada Tabel 1. berikut ini
Tabel 1. Kapasitas Bandara Angkasa Pura I 2015
Sumber : PT. Angkasa Pura I (Persero)
sehingga dibutuhkan lahan yang lebih luas atas pertimbangan kapasitas pesawat dan penumpang pada bandara udara eksisting serta memeperhitungkan pertumbuhan lalu lintas pesawat udara serta penumpang di tahun mendatang hal tersebutlah yang menjadi beberapa faktor yang melatarbelakangi perlunya pembangunan bandar udara baru.
Kondisi Eksisting Akses Transportasi NYIA
Lokasi New Yogyakarta International Airport terletak di Kecamatan Temon Kabupaten Kulon Progro yang berjarak ± 5 km dari Kota Wates (Ibukota Kabupaten Kulon Progo) dan ± 40 km dari pusat Kota Yogyakarta. Kota Wates menjadikota terdekat dengan NYIA yang merupakan pusat kegiatan ekonomi di Kulon Progo. Saat ini angkutan umum yang melayani rute Yogyakarta - Wates maupun sebaliknya hanya ada 2 (dua) moda yaitu bus dan kereta api. Untuk jumlah armada yang melayani rute Yogyakarta - Wates berjumlah 44 armada aktif, hal ini disampaikan pada Tabel.3 berikut
Tabel 3. Rekapitulasi Bus Aktif Rute Yogyakarta - Wates 2016
Dan berikut adalah data kereta api lokal yang melayani relasi stasiun Lempuyangan (Yogyakarta) - Stasiun Wates yang diperoleh dari DAOP 6 Yogyakarata PT. Kereta Api Indonesia (Persero)
Tabel 4. Kereta Api Relasi Yogyakarta - Wates
Konsep Airport City NYIA
Transportasi memiliki pengaruh besar pada perancangan daerah dan kota. Transport Oriented Development (TOD) harus memastikan sistem transportasi saling menguntungkan kota dan wilayah. Berinvestasi dalam koneksi dan aktivitas yang terkonsentrasi pada tempat mudah diakses dengan memberikan keuntungan besar baik bagi ekonomi lokal maupun kualitas hidup masyarakat.
Berdirinya sebuah bandar udara menjadi jenis khusus TOD. Transportasi udara terus berkembang di seluruh dunia dan bisnis berkembang pesat, berkat pengaruh bandara terhadap perdagangan, logistik, industri dan pariwisata. Pemerintah memanfaatkan tren baru ini dengan merencanakan infrastruktur baru dan zona bisnis NYIA (New Yogyakarta International Airport) yang berlokasi di Kulon Progo, Daerah Istimewa Yogyakarta berkonsep Airport City.
Mengutip dari Humasnyia, NYIA dibangun dengan konsep Airport City yaitu pembangunan bandara yang terintegrasi dengan kota mandiri yang dilengkapi dengan berbagai fasilitas yang diperlukan oleh komunitas dan pengguna jasa bandara, sehingga secara sistematik terbangun sinergi dan simbiose ,utualisyis antara bandara dengan kota mandiri pendukung bandara, radius Airport City mencakup wilayah seluas 5 KM persegi dari bandara yang dirancang bangunanya dipersiapkan sedimikian rupa agar tercapai sinergi dengan bandara serta perkembangan kotanya akan lebih terkendali
Sumber : PT. Angkasa Pura I (Persero)
Gambar 2. Diagram Distrik New Yogyakarta International Airport
Kasarda (2008) menyebutkan evolusi “bandara kota” menjadi “kota bandara” didorong oleh apa yang dia sebut sebagai airport city drivers. Dia menyatakan Kota Bandara telah berevolusi dengan bentuk spasial yang berbeda didasarkan pada lahan yang tersedia dan prasarana transportasi darat, namun hampir semua muncul sebagai tanggapan terhadap empat pendorong pembangunan yang menjadi pertimbangan utama. Keempat airport city driver tersebut menury Kasarda adalah:
1. Bandara-bandara perlu menciptakan sumber daya dari kegiatan yang tidak berkaitan dengan penerbangan, untuk bersaing dan juga memberikan pelayanan yang lebih baik dari fungsi bandara.
2. Usaha sector komersial untuk mendapatkan lahan yang aksesibel 3. Bandara mampu meningkatkan penumpang dan barang
4. Pelayanan bandara sebagai katalis dan magnet untuk pembangunan kegiatan bisnis.
Tiga pendekatan yang dapat diterapkan untuk Aerotropolis, pertama yaitu transportasi multimoda yang mendukung aktivitas bandara dan menghubungkan pusat aktivitas. Kedua peningkatan daya saing daerah melalui peningkatan sektor industri, perdagangan dan jasa dalam mendukung aktivitas perpindahan barang. Ketiga integrasi regional, konsep pengembangan aerotropolis menggunakan konsep integrasi-zoning melalui susunan pusat pertumbuhan yang tersebar.
Prediksi Bangkitan / Tarikan NYIA
Tabel 5. Perkiraan Permintan Jasa Angkutan Udara
Sumber : Keputusan Menteri Perhubungan Nomor : KP.1164 Tahun 2013
Perencanaan Transportasi NYIA
Dengan prediksi permintaan jasa angkutan udara mencapai 20 juta pax/tahun maka pemerintah DIY membuat Rancangan Sistem Jaringan Jalan: akses penghubung Bandara - KSPN Borobudur (Sentolo - Dekso - Klangon), Pembangunan Jaringan Jalan Lintas Selatan (JJLS), Akses Jalan Nasional Menuju Bandara sesuai Integrasi Pembangunan NYIA dalam dokumen perencanaan RPJMD DIY 2017 - 2020 dan dokumen RTRW DIY dan Kabupaten Kulon Progo. Termasuk pembangunan rel kereta api dan revitalisasi stasiun PT. Kereta Api Indonesia (Persero). Rencana Tata Ruang Kabupaten Kulon Progo Perda 1/2012, Sistem jaringan transportasi dalam pasal 10, 11, dan 18 terdiri atas: jaringan transportasi darat, perkeretaapian, dan udara berada di Kecamatan Temon, Kecamatan Wates, Kecamatan Panjatan, dan Kecamatan Galur dan Konsep transportasi darat yang diusulkan Organda DIY meliputi taksi, bus airport, angkutan lintas, dan angkutan khusus dalam bandara. Keempat transportasi ini diharapkan mampu menjadi pelengkap bandara dari travel glamour, flash-packer, maupun backpacker, serta masyarakat sekitar. Rancangan sistem jaringan jalan oleh pemerintah DIY dijabarkan pada Gambar 3 berikut
Sumber : BAPPEDA DIY & PT. Angkasa Pura I (Persero)
Gambar 3. Rencanan Sistem Jaringan Jalan Akses NYIA
TAHAP I TAHAP II TAHAP III (2016 – 2021) (2021 – 2031) (2031 – 2041) I
1 Domestik 9,132,000 12,251,600 16,475,200
2 Internasional 868,000 1,748,400 3,524,800
Total 10,000,000 14,000,000 20,000,000
II
1 Domestik 67,200 87,000 112,100
2 Internasional 5,460 10,350 19,730
Total 72,660 97,350 131,830
III
1 Domestik 3,222 3,842 5,006
2 Internasional 632 910 1,345
Total 3,547 4,332 6,010
IV
1 Domestik 21 26 32
2 Internasional 4 5 7
Total 25 31 39
JAM S IBUK PES AWAT (per - jam)
NO URAIAN
PENUMPANG (per - tahun)
PERGERAKAN PES AWAT (per - tahun)
Perhitungan biaya tarif pada angkutan umum pra dan pasca NYIA dipaparkan melalui Tabel 6 dengan komparasi moda angkutan antara Bandara Adisutjipto dengan NYIA yaitu tiga moda transportasi Bus Damri, Kereta Api Bandara, dan Taksi. Dalam perhitungan ini dapat diprediksi biaya tarif dengan perbandingan travel time. Bus Damri menjadi alternatif pilihan dengan biaya terendah yakni Rp 50.000,00, dan kereta api menjadi pilihan dengan waktu tersingkat dengan 27 menit.
Tabel 6 . Komparasi Moda Angkutan Bandara Yogyakarta
Sumber : PT. Angkasa Pura I (Persero), Setiawan (2017) diolah
Indikator Perencanaan Transportasi
Keterbatasan pengembangan dan kendala teknis maupun operasional di Bandara Adisutjipto, mempertahankan pertumbuhan demand dan keselamatan, kondisi overload ketidakmampuan dikembangkan dalam menampung penumpang. Pengembangan kawasan pendukung keberadaaan bandara baru New Yogyakarta International Airport (NYIA). Dukungan konektivitas utama sebagai backbone aksesbilitas antara bandara, destinasi wisata maupun bandara kota Yogyakarta sebagai Pelayanan Kawasan Nasional (PKN) di Daerah Istimewa Yogyakarta. Perlu sebuah parameter yang menjadi indikator kinerja di dalam sebuah sistem transportasi guna mendukung peningkatkan pelayanan penumpang angkutan udara dan pelayanan PKN.
Menurut Morlok (1978) indikator kinerja adalah besaran kuantitatif yang menggambarkan kondisi objektif dari sistem yang ditinjau dari suatu aspek tertentu. Suatu sistem transportasi pada dasarnya dapat dipilah menjadi beberapa komponen prasarana/sarana transportasi, sistem operasi, pola dan intensitas pergerakan, pola dan distribusi aktifitas dan organisasi dan kelembagaan sesuai Tabel 7. Satu komponen akan terkait dengan komponen lainnya secara langsung. Interaksi tersebut pada gilirannya akan menghsilkan kondisi tertentu dari sistem secara keseluruhan. Di lain pihak, masing-masing komponen dapat ditinjau kondisinya secara individual. Dengan pendekatan ini kita dapat merumuskan indikator kinerja ditinjau dari dua tinjauan, yaituindikator kinerja yang menggambarkan kondisi objektif dari sistem transportasi secara keseluruhan dan indikator kinerja yang menggambarkan kondisi objektif dari masing-masing komponen.
Indikator kinerja dari kondisi sistem transportasi secara keseluruhan pada dasarnya menggambarkan interaksi yang terjadi antar komponen sistem secara efektif dan efisien. Sedangkan indikator kinerja dari masing-masing komponen sistem transportasi pada dasarnya harus dapat menggambarkan masing-masing komponen. Dan berikut adalah indikator yang direkomendasikan.
Tabel 7. Parameter Indikator Kinerja Komponen Sistem Transportasi Moda
Bus Damri Kereta Api Bandara Taksi
Prasarana dan
Kecepatan tempuh Kapasitas Jarak-tempuh Produksi industri Jumlahperusahaan
transportasi Kecepatan
pelayanan Jam operasi Waktu-tempuh Produksi pertanian Jumlah pegawai
Jam operasi Tarif Volume Konsumsi Jumlah peraturan
Panjang Kapasitas operasi Frekuensi Jumlah populasi Jumlah lembaga
terkait
Lebar Kecepatan operasi Luas wilayah Jumlah perundangan
Konsep Multimoda NYIA
Sistem pelayanan transportasi yang efektif dan efisien merupakan sasaran Sistem Transportasi Nasional (Sistranas) yang diukur dengan beberapa indikator, yaitu selamat, aksesibilitas tinggi, terpadu, kapasitas mencukupi, teratur, lancar dan cepat, mudah dicapai, tepat waktu, nyaman, tarif terjangkau, tertib, aman, rendah polusi, beban publik rendah dan utilitas tinggi.
Dari beberapa indikator tersebut, terpadu merupakan indikator kunci dalam penyelenggaraan transportasi multimoda, dalam arti terwujudnya keterpaduan intramoda dan multimoda dalam jaringan prasarana dan pelayanan, baik dalam pembangunan, pembinaan maupun penyelenggaraannya. Hal tersebut pula yang menjadi rekomendasi di dalam penyusunan sistem transportasi akses New Yogyakarta International Airport (NYIA). Dan berikut adalah dua contoh Intermodal/Multimodal koneksi untuk penumpang maskapai penerbangan
Gambar 4. Two Example of Intermodal/Multimodal Connections for an Airline Passenger
Sesuai dengan studi yang dilakukan oleh tim dari European Commission (2004) transportasi antarmoda penumpang didefinisikan sebagai: “Passenger intermodality is a policy and planning principle that aims to provide a passenger using different modes of transport in a combined trip chain with a seamless journey”.
Menurut Buchari (2008) konsep angkutan umum multimoda harus memenuhi 6 kriteria komponen:
1. Connecting Modes sebagai moda penghubung sebelum dan sesudah moda utama yang sedang digunakan. Moda sebelum atau ”access mode” merupakan moda yang digunakan dari rumah ke tempat perhentian angkutan umum (halte/ stasiun/ terminal) bisa dengan jalan kaki, bersepeda, naik mobil atau motor, dan menggunakan taksi. Sedangkan moda sesudah atau ”egress mode” adalah moda yang digunakan dari tempat perhentian (halte/ stasiun/ terminal) ke tempat tujuan.
2. Main Modes, biasanya digunakan dalam perjalanan paling panjang dan paling lama dari moda lainnya. Sudah banyak penelitian dan pengembangan moda utama ini, tentang pengembangan alat angkutan umum, sinkronisasi jadwal antara moda satu dengan lainnya. Salah satu yang disoroti dalam hal ini adalah sistem pembayaran. Sampai saat ini diyakini, pembayaran dengan kartu cerdas (smart card) paling efektif untuk memendekkan waktu perjalanan.
3. Multimodal Network. Hal yang paling mendasar dari komponen multimoda adalah tersedianya jaringan yang terpadu antara moda-moda (multimodal network). Karakteristik utama dari jaringan multimoda adalah memiliki jaringan yang tersambung antarjenis (moda) dan mengenal adanya perbedaan level atau jenjang dari jaringan. Jaringan level tertinggi untuk moda kecepatan tinggi dan akses terbatas, sedangkan tingkatan yang terendah adalah untuk moda jarak pendek, memiliki akses ke jaringan yang lebih tinggi, berkecepatan rendah, dan kepadatan jaringan yang lebih tinggi.
4. Transfer Point. Komponen ini sangat penting untuk menarik penumpang angkutan pribadi yang dapat berintegrasi dengan angkutan umum. Fasilitas parkir yang cukup untuk menampung kebutuhan akan dapat menarik penumpang angkutan pribadi untuk meninggalkan mobil pribadinya dan selanjutnya menyambung dengan angkutan umum. Terlebih lagi jika ongkos parkir di pusat kota dibuat mahal.
5. Intermodal Transfer Point. Fasilitas ini sangat penting karena merupakan titik sambung antara dua jenis moda dari dua jenis jaringan yang berbeda. Contohnya antara jaringan sungai dan jaringan jalan, atau kereta api. 6. Peraturan. Peraturan sebagai alat pengontrol kinerja angkutan umum juga sebaiknya berubah ke arah
multimodality. Peraturan tentang moda utama, moda pengumpan, moda sebelum dan sesudah, ketersambungan dengan moda lain melalui Transfer Point dan Intermodal Transfer Point belum ada.
Tabel 8. Examples of Multimodal Integration
Transportation Network NYIA terdiri dari Stasiun Wojo, Terminal A, Stasiun Kendungdang, Pelabuhan & Industri Perikanan Adikarlo serta Bandar Udara itu sendiri seperti disajikan pada Gambar 5.
Gambar 5. Transportation Network New Yogyakarta International Airport
Pemadu moda diharapkan dapat melayani masyarakat sekitar untuk bisa berada di Bandara. Angkutan internal lingkungan dalam bandara seperti angkutan milik maskapai dan terakhir akan ada angkutan antar kota antar propinsi (AKAP).
Metro; bus; light rail; trams; taxis
iBus; Web and mobile
information system Oyster smart card
Paris STIF Metro; tram; bus IMAGE project (real
time traffic information) Navigo pass
Singapore Land Transport
Authority (LTA)
Metro (MRT); bus; light rail; taxis
Metro; bus; light rail; trams; taxis
express bus MTA Bus Time MetroCard
1. Saat ini angkutan umum yang melayani rute Yogyakarta - Wates maupun sebaliknya hanya ada 2 (dua) moda yaitu bus dan kereta api. Untuk jumlah armada yang melayani rute Yogyakarta - Wates berjumlah 44 armada aktif. NYIA dibangun dengan konsep Airport City mencakup wilayah seluas 5 KM persegi dari bandara, pada pengoperasian tahap III (2031-2041) diperkirakan akan mampu menopang hingga 20 juta penumpang pertahun dan pada jam sibuk mampu melayani hingga 39 pesawat perjam. Dengan pergerakan 20 juta pax/tahun atau hampir mendekati 55 ribu/hari.
2. Pemerintah DIY membuat Rancangan Sistem Jaringan Jalan: akses penghubung Bandara - KSPN Borobudur (Sentolo - Dekso - Klangon), Pembangunan Jaringan Jalan Lintas Selatan (JJLS), Akses Jalan Nasional Menuju Bandara sesuai Integrasi Pembangunan NYIA dalam dokumen perencanaan RPJMD DIY 2017 - 2020 dan dokumen RTRW DIY dan Kabupaten Kulon Progo. Termasuk pembangunan rel kereta api dan revitalisasi stasiun PT. Kereta Api Indonesia (Persero).
3. Perhitungan biaya tarif pada angkutan umum pra dan pasca NYIA dipaparkan dengan komparasi moda angkutan antara Bandara Adisutjipto dengan NYIA yaitu tiga moda transportasi Bus Damri, Kereta Api Bandara, dan Taksi. Dalam perhitungan ini dapat diprediksi biaya tarif dengan perbandingan travel time. Bus Damri menjadi alternatif pilihan dengan biaya terendah yakni Rp 50.000,00, dan kereta api menjadi pilihan dengan waktu tersingkat dengan 27 menit.
4. Berdasarkan hasil analisis diperlukannya sebuah parameter yang menjadi indikator kinerja di dalam sebuah sistem transportasi guna mendukung peningkatkan pelayanan penumpang angkutan udara dan pelayanan PKN yang ditinjau dari dua tinjauan, yaitu indikator kinerja yang menggambarkan kondisi objektif dari sistem transportasi secara keseluruhan dan indikator kinerja yang menggambarkan kondisi objektif dari masing-masing komponen.
5. Sistem pelayanan transportasi yang efektif dan efisien merupakan sasaran Sistem Transportasi Nasional (Sistranas) yang diukur dengan beberapa indikator salah satunya, keterpaduan yang merupakan indikator kunci dalam penyelenggaraan transportasi multimoda, dalam arti terwujudnya keterpaduan intramoda dan multimoda dalam jaringan prasarana dan pelayanan, baik dalam pembangunan, pembinaan maupun penyelenggaraannya. Hal tersebut pula yang menjadi rekomendasi di dalam penyusunan sistem transportasi akses New Yogyakarta International Airport (NYIA).
Saran
Penelitian ini merupakan kajian awal dari perencanaan sistem transportasi New Yogyakarta International Airport (NYIA) sehingga diperlukannya penelitian lebih lanjut dan mendalam berkaitan dengan faktor terkait.
DAFTARPUSTAKA
Black, J.A., (1981). Urban Transport Planning: Theory and Practise. London: Cromm Helm. Bourne, Larry. S (ed). (1971). Internal Stucture of The City. New York : Oxford University Press.
Buchari, E. (2008). “Angkutan Umum Multimoda, Alternatif Perencanaan Transportasi Yang Sustainable”. Jurnal ...Transportasi FSTPT, Volume 8 Edisi Khusus No 3.
European Commission (2004). “Toward Passenger Intermodality in The EU”. Dortmund.
Kasarda, Appold (2014) . Planning competitive aerotropolis. West Yorkshire: Emerald Group Publishing.
Kasarda, Appold (2008). The Piedmont Triad Aerotropolis Plan: From Guidelines to Implementation. North …….Carolina : Kenan Institute of Private Enterprise.
Kasarda, John (2008). The Evolution of Airport Cities and the Aerotropolis. London: Insight Media. Morlok. (1978). Introduction To Transportation Engineering And Planning, US:McGraw-Hill College.
Setiawan D. (2011). “Analisis Pemilihan Moda Transportasi Dengan Mempertimbangkan Ability To Pay (Atp) Dan …….Willingness To Pay (Wtp) Penumpang Menuju New Yogyakarta International Airport “. Tesis. Pascasarjana …….Universitas Gadjah Mada.