• Tidak ada hasil yang ditemukan

MAKALAH HUKUM DAGANG ( 2 )

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "MAKALAH HUKUM DAGANG ( 2 )"

Copied!
24
0
0

Teks penuh

(1)

MAKALAH HUKUM DAGANG

Diajukan untuk memenuhi tugas Mata Kuliah

Aspek Hukum dalam Ekonomi

Dosen Pengampuh:

Dr. Rosdalina, S.Ag., M.Hum

Disusun Oleh :

Kelompok 6

Rahayu Ashari Kumaunang 15.4.1.074

Ratu Balgis Yusuf 15.4.1.021

Semester V Ekonomi Syariah A

Fakultas Ekonomi dan Bisnis Islam Institut Agama Islam Negeri ( IAIN ) Manado

(2)

PENDAHULUAN A. Latar Belakang

Bentuk perdagangan yang pertama kali berlangsung pada zaman dahulu sejak manusia hidup dalam alam primitif, adalah dagang tukar menukar. Apabila seseorang memiliki barang yang tidak ia perlukan maka ia akan menukar barang tersebut dengan barang lainnya yang diperlukannya, begitupun sebaliknya. Pada saat itu, yang bisa ditukar hanya barang dan barang saja (pertukaran in natura) seperti menukar padi dengan gandum. Dalam hal ini, pertukaran dibatasi, belum ada hubungan pertukaran yang tetap karena belum adanya sebuah pasar.

Dewasa ini, dagang dengan cara tukar menukar mengalami berbagai kesulitan, seperti nilai pertukaran yang harus sama antara barang yang dimiliki dan barang yang akan ditukar. Kesulitan yang terjadi diakibatkan oleh meningkatnya kebutuhan manusia. Oleh karena itu, untuk mengurangi tingkat kesulitan didirikannya hukum perdagangan agar dapat mengatur dan menata apabila terjadi pelanggaran dalam proses perdagangan. Hukum inilah yang akan menindak langsung apabila terjadi pelanggaran dan memberi sanksi yang sesuai dengan KUHD.

B. Rumusan Masalah

1. Apa yang dimaksud dengan hukum dagang?

2. Bagaimana hubungan antara hukum perdata dan hukum dagang? 3. Bagaimana sampai diberlakukan hukum dagang?

(3)

PEMBAHASAN

A. Pengertian Hukum Dagang

Hukum dagang adalah hukum yang mengatur tingkah laku manusia yang turut melakukan perdagangan untuk memperoleh keuntungan atau hukum yang mengatur hubungan hukum antara manusia dan badan-badan hukum satu sama lainnya dalam lapangan perdagangan.1

Pembagian hukum privat (sipil) ke dalam hukum perdata dan hukum dagang sebenarnya bukanlah pembagian yang asasi, tetapi pembagian sejarah dari hukum dagang. Bahwa pembagian tersebut bukanlah bersifat asasi, dapat kita lihat dalam ketentuan yang tercantum dalam Pasal 1 KUHD yang menyatakan: “Bahwa peraturan-peraturan KUHS dapat juga dijalankan dalam penyelesaian soal-soal yang disinggung dalam KUHD terkecuali dalam penyelesaian soal-soal yang semata-mata diadakan oleh KUHD itu”.2

Kitab Undang-Undang Hukum Dagang (KUHD)/Wetboel van Koophandel (WvK) tidak memberikan pengertian mengenai hukum dagang. Oleh karena itu, definisi hukum dagang sepenuhnya diserahkan pada pendapat atau doktrin dari para sarjana.3

Soekardono, mengatakan “hukum dagang adalah bagian dari hukum perdata pada umumnya, yakni yang mengatur masalah perjanjian dan perikatan-perikatan yang diatur dalam Buku II BW. Dengan kata lain, hukum dagang adalah himpunan peraturan-peraturaan yang mengatur hubungan

1 Suwardi, Hukum Dagang Suatu Pengantar, Yogyakarta: Deepublish, 2015, h.1

(4)

seseorang dengan orang lain dalam kegiatan perusahaan yang terutama terdapat dalam kodifikasi KUHD dan KUHPerdata”.4

Achmad Ichsan, mengatakan “hukum dagang adalah hukum yang mengatur soal-soal perdagangan yaitu soal-soal yang timbul karena tingkah laku manusia dalam perdagangan atau perniagaan”.5

Fockema Andreae (Kamus Istilah Hukum Belanda-Indonesia), mengatakan hukum dagang atau Handelsrecht adalah keseluruhan dari aturan hukum mengenai perusahaan dalam lalu lintas perdagangan, sejauh mana diatur dalam KUHD dan beberapa undang-undang tambahan.6

Munir Fuady mengartikan Hukum Bisnis, “suatu perangkat kaidah hukum yang mengatur tentang tata cara pelaksanaan rusan kegiatan dagang, industri atau keuangan yang dihubungkan dengan produksi atau pertukaran barang atau jasa dihubungkan dengan produksi atau pertukaran barang atau jasa dengan menempatkan uang dalam risiko tertentu dengan usaha tertentu dengan optik adalah untuk mendapatkan keuntungan tertentu”.7

Dari pengertian para sarjana diatas, dapat dikemukakan secara sederhana rumusan hukum dagang, yakni serangkaian norma yang timbul khusus dalam dunia usaha atau egiatan perusahaan. Norma tersebut dapat bersumber pada aturan hukum yang sudah dikodifikasikan, yaitu KUHPer dan KUHD maupun diluar kodifikasi.8

B. Hubungan Hukum Perdata dan Hukum Dagang

4 Suwardi, Hukum Dagang Suatu Pengantar, h.6

5 Suwardi, Hukum Dagang Suatu Pengantar, h.6 6 Suwardi, Hukum Dagang Suatu Pengantar, h.6

(5)

Hubungan hukum perdata dengan hukum dagang dapat dikatakan saling berkaitan satu dengan yang lainnya sehingga tidak terdapat perbedaan secara prinsipil antara keduanya. Hal ini dapat dibuktikan di dalam Pasal 1 dan Pasal 15 KUHD.9

Sementara itu, dalam Pasal 1 KUHD disebutkan bahwa KUHPer seberapa jauh dari padanya dalam kitab ini tidak khusus diadakan penyimpangan-penyimpangan, berlaku juga terhadap hal-hal yang bersangkutan, oleh kitab ini, dan oleh hukum perdata. Kemudian didalam Pasal 15 KUHD disebutkan bahwa segala persoalan tersebut dalam bab ini dikuasai oleh persetujuan pihak-pihak yang bersangkutan, oleh kitab ini, dan oleh hukum perdata.10

Dengan demikian, berdasarkan Pasal 1 dan Pasal 15 KUHD dapat diketahui kedudukan KUHD terhadap KUHPer. Pengertiannya, KUHD merupakan hukum yang khusus (lex specialis), sedangkan KUHPer merupakan hukum yang bersifat umum (lex generalis), sehingga berlaku suatu asas lex specialis derogat legi generali, artinya hukum yang khusus dapat mengesampingkan hukum yang umum.11

Beberapa pendapat sarjana membicarakan hubungan KUHPer dan KUHD antara lain:

9 Elsi Kartika Sari, Advendi Simangunsong, Hukum dalam Ekonomi, Jakarta: PT Grasindo, 2017, h.41

10 Elsi Kartika Sari, Advendi Simangunsong, Hukum dalam Ekonomi, h.41

(6)

1. Van Kan beranggapan, bahwa hukum dagang adalah suatu tambahan hukum perdata yaitu suatu tambahan yang mengatur hal-hal yang khusus. KUHS memuat hukum perdata dalam arti sempit sedangkan KUHD memuat penambahan yang mengatur hal-hal khusus hukum perdata dalam arti sempit.12

2. Van Apeldoorn menganggap, hukum dagang suatu bagian istimewa dari lapangan hukum perikatan yang tidak dapat ditetapkan dalam Kitab III KUHS.13

3. Sukardono menyatakan bahwa Pasal 1 KUHD memelihara kesatuan antara hukum perdata umum dan hukum perdata dagang sekadar KUHD tidak khusus menyimpang dari KUHPer.14

4. Tirtaamijaya menyatakan bahwa hukum dagang adalah suatu hukum sipil yang istimewa.15

5. Soebekti, terdapatnya KUHD disamping KUHPer sekarang ini dianggap tidak pada tempatnya oleh karena itu sebenarnya hukum dagang tidak lain dari pada hukum perdata dan perkataan dagang bukan suatu pengertian ekonomi.16

6. Purwosutjipto, bahwa hukum dagang terletak dalam lapangan hukum perikatan, yang khusus timbul dari lapangan perusahaan.17

12 Farida Hasyim, Hukum Dagang, h.14 13 Farida Hasyim, Hukum Dagang, h.14

14 Suwardi, Hukum Dagang Suatu Pengantar, h.9 15 Farida Hasyim, Hukum Dagang, h.14

16 Suwardi, Hukum Dagang Suatu Pengantar, h.10

(7)

C. Berlakunya Hukum Dagang

Sebelum tahun 1938, Hukum Dagang hanya mengikat kepada para pedagang saja yang melakukan usaha dagang. Kemudian, sejak tahun 1938 pengertian perbuatan dagang menjadi lebih luas dan dirubah menjadi

perbuatan perusahaan yang mengandung arti menjadi lebih luas sehingga berlaku bagi setiap pengusaha (perusahaan).18

Sementara itu, tidak ada satu pun para sarjana memberikan pengertian tentang perusahaan, namun dapat dipahami dari beberapa pendapat, antara lain:

1. Menurut Hukum

Perusahaan adalah mereka yang melakukan sesuatu untuk mencari keuntungan dengan menggunakan banyak modal (dalam arti luas), tenaga kerja, dan dilakukan secara terus menerus, serta terang-terangan untuk memperoleh penghasilan dengan cara memperniagakan barang-barang atau mengadakan perjanjian perdagangan.

2. Menurut Mahkamah Agung

Perusahaan adalah sseseorang yang mempunyai perusahaan jika ia berhubungan dengan keuntungan keuangan dan secara teratur melakukan perbuatan-perbuatan yang bersangkut-paut dengan perniagaan dan perjanjian.

3. Menurut Molengraff

Perusahaan (dalam arti ekonomi) adalah keseluruhan perbuatan yang dilakukan secara terus menerus, bertindak ke luar untuk memperoleh penghasilan dengan cara memperdagangkan, menyeraahkan barang atau mengadakan perjanjian-perjanjian perniagaan.

(8)

4. Menurut Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1982

Perusahaan adalah setiap bentuk usaha yang menjalankan setiap jenis usaha yang bersifat tetap dan terus menerus, didirikan dan bekerja, serta berkedudukan dalam wilayah negara Republik Indonesia untuk tujuan memperoleh keuntungan dan/atau laba.19

Dengan demikian, ada beberapa pendapat yang dapat diambil kesimpulan bahwa seseorang baru dapat dikatakan menjalankan perusahaan jika telah memenuhi unsur-unsur, seperti berikut:

1. Terang-terangan

2. Teratur bertindak ke luar

3. Bertujuan untuk memperoleh keuntungan materi20

Dengan kata lain, perusahaan yang dijalankan oleh seorang pengusaha dengan mempunyai kedudukan dan kualitas tertentu, sedangkan yang dinamakan pengusaha adalah setiap orang atau badan hukum yang langsung bertanggung jawab dan mengambil risiko di dalam perusahaan dan juga mewakilinya secara sah. Oleh karena itu, suatu perusahaan yang dijalankan oleh pengusaha dapat berbentuk sebagai berikut:

1. Seorang diri saja

2. Dapat dibantu oleh para pembantu

3. Orang lain yang mengelola dengan pembantu-pembantu.21

D. Pengusaha dan Pembantu-Pembantunya

(9)

Pengusaha adalah orang yang menjalankan perusahaan perdagangan atau orang yang memberikan kuasa perusahaannya kepada orang lain. Apabila seseorang melakukan atau menyuruh melakukan suatu perusahaan disebut pengusaha. Ia dapat melakukan perusahaan itu sendirian.22

Menurut Abdulkadir Muhammad, pengusaha adalah orang yang menjalankan perusahaan atau menyuruh menjalankan perusahaan. Menjalankan perusahaan artinya mengelola sendiri perusahaannya, baik dilakukan sendiri maupun dengan bantuan pekerja. Ini umumnya terdapat pada perusahaan perseorangan. Apabila pengusaha menjalankan perusahaan dengan bantuan pekerja, dalam hal ini dia mempunyai dua fungsi yaitu sebagai pengusaha dan sebagai pemimpin perusahaan.23

Pengusaha adalah seseorang yang melakukan atau menyuruh melakukan perusahaan sendirian, misalnya pengusaha-pengusaha perseorangan yang setip hari menjajakan makanan dan minuman dengan berjalan kaki atau yang lainnya. Dia melakukan perusahaannya sendiri, tanpa pembantu itulah pengusaha perseorangan. Bisa juga dia menyuruh oraang lain membantunya dalam melakukan perusahaan, tetapi ada juga kemungkinan bahwa dia menyuruh orang lain melakukan perusahaannya, jadi dia tidak turut serta melakukan perusahaan, dengan alasan kurang ahli, sedangkan dia mempunyai cukup modal untuk melakukan perusahaan yang bersangkutan. Definisi tersebut dapat disimpulkan:

a. Dia dapat melakukan perusahaannya sendiri, tanpa pembantu.

22 Farida Hasyim, Hukum Dagang, h.128

23 Abdulkadir Muhammad, Hukum Dagang dan Surat-Surat Berharga, Bandung: PT

(10)

b. Dia dapat melakukan perusahaannya dengan pembantu-pembantunya.

c. Dia dapat menyuruh orang lain untuk melakukan perusahaannya, sedangkan dia tidak turut serta melakukan perusahaannya.24

Orang-orang lain yang disuruh oleh pengusaha untuk melakukan perusahaannya adalah pemegang-pemegang kuasa, yang menjadikan perusahaan atas nama pengusaha si pemberi kuasa.25

Pengusaha yang melakukan perusahaannya dengan dibantu oleh orang lain, sehingga turut serta, dia mempunyai dua kedudukan yaitu: sebagai pengusaha dan sebagai pemimpin perusahaan. Sedangkan pengusaha yang menyuruh orang lain untuk melakukan perusahaan dan dia tidak ikut serta, maka keududukannya hanya sebagai pengusaha, sedangkan yang menjadi pemimpin perusahaan adalah orang lain yang mendapat kuasa.26

Di dalam menjalankan kegiatan suatu perusahaan yang dipimpin oleh seorang pengusaha tidak mungkin melakukan usahanya seorang diri, apalagi jika perusahaan tersebut dalam skala besar. Oleh karena itu, diperlukan bantuan orang atau pihak lain untuk membantu melakukan kegiatan-kegiatan usaha tersebut.27

Sementara itu, pembantu-pembantu dalam perusahaan dapat dibagi menjadi dua fungsi, yakni pembantu di dalam perusahaan dan pembantu di luar perusahaan.

24 Suwardi, Hukum Dagang Suatu Pengantar, h.15 25 Suwardi, Hukum Dagang Suatu Pengantar, h.16 26 Suwardi, Hukum Dagang Suatu Pengantar, h.16

(11)

1. Pembantu di Dalam Perusahaan

Pembantu di dalam perusahaan adalah mempunyai hubungan yang bersifat sub ordinasi, yaitu hubungan atas dan bawah sehingga berlaku suatu perjanjian pemburuhan, misalnya pemimpin perusahaan, pemegang prokurasi, pimpinan filial, pedagang keliling, dan pegawai perusahaan.

2. Pembantu di Luar Perusahaan

Pembantu di luar perusahaan adalah mempunyai hubungan yang bersifat koordinasi, yaitu hubungan yang sejajar sehingga berlaku suatu perjanjian pemberian kuasa antara pemberi kuasa dan penerima kuasa yang akan memperoleh upah, seperti yang diatur dalam Pasal 1792 KUHPer, misalnya seperti pengacara, notaries, agen perusahaan, dan komisioner.28

Dengan demikian, hubungan hukum yang terjadi di antara mereka yang termasuk dalam perantara dalam perusahaan dapat bersifat:

a. Hubungan perburuhan, sesuai Pasal 1601 a KUHPer b. Hubungan pemberian kuasa, sesuai Pasal 1792 KUHPer

c. Hubungan hukum pelayanan berkala, sesuai Pasal 1601 KUHPer29

E. Pengusaha dan Kewajibannya

Pengusaha adalah setiap orang yang menjalankan perusahaan. Menurut undang-undang, ada dua macam kewajiban yang harus dilakukan (dipenuhi) oleh pengusaha, yaitu:

1. Membuat pembukuan (Dokumen Perusahaan).

(12)

Di dalam Pasal 6 KUHD menjelaskan makna pembukuan, yakni mewajibkan setiap orang yang menjalankan perusahaan supaya membuat catatan atau pembukuan mengenai kekayaan dan semua hal yang berkaitan perusahaan, sehingga dari catatan tersebut dapat diketahui hak dan kewajiban para pihak.30

Sementara itu, mengenai dokumen perusahaan didalam KUHD menggunakan istilah pembukuan, sedangkan dalam Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1997 menggunakan istilah dokumen perusahaan, yaitu merupakan data, catatan, dan atau keterangan yang dibuat dan atau diterma oleh perusahaan dalam langkah pelaksanaan kegiatannya, baik tertulis diatas kertas maupun sarana lain, terekam dalam bentuk cara apapun, dan dapat dilihat, dibaca, dan didengar.31

Selain itu, didalam Pasal 2 Undang-Undang Nomor 9 Tahun 1997 yang dikatakan dokumen perusahaan adalah terdiri dari:

a. Dokumen Keuangan

Dokumen keuangan terdiri dari catatan (neraca tahunan, perhitungan laba rugi tahunan, rekening, jurnal transaksi harian), bukti pembukuan dan data administrasi keuangan yang merupakan bukti adanya hak dan kewajiban serta kegiatan usaha suatu perusahaan.

b. Dokumen Lainnya

(13)

Dokumen lainnya terdiri dari data atau setiap tulisan yang berisi keterangan yang mempunyai nilai guna bagi perusahaan, meskipun tidak terkait langsung dengan dokumen keuangan.32

Sifat pembukuan yang dibuat oleh seorang pengusaha adalah rahasia, artinya meskipun tujuan diadakannya pembukuan agar pihak ketiga mengetahui hak-hak dan kewajibannya, namun tidak berarti secara otomatis setiap orang diperbolehkan memeriksa atau mengetahui pembukuan pengusaha.33

Dalam kaitannya dengan tersebut diatas, yakni pembukuan sebagai kekuatan pembuktian, berdasarkan Pasal 12 KUHD menentukan bahwa tiada seorangpun dapat dipaksa akan memperlihatkan buku-bukunya. Akan tetapi, kerahasiaan pembukuan yang dimaksud oleh Pasal 12 KUHD tersebut tidak mutlak, artinya bisa dilakukan terobosan dengan beberapa cara, misalnya:

a. Representation, artinya melihat pembukuan pengusaha dengan perantara hakim, sebagaimana yang disebut dalam Pasal 8 KUHD.

b. Communication, artinya pihak-pihak yang disebutkan dapat melihat pembukuan pengusaha secara langsung tanpa perantara hakim, hal ini disebabkan yang bersangkutan mempunyai hubungan kepentingan langsung dengan perusahaan, yakni:

1) Para ahli waris

2) Para pendiri perseroan/persero

(14)

3) Kreditur dalam kepailitan

4) Buruh yang upahnya ditentukan pada maju mundurnya perusahaan34

Sebagaimana telah ditentukan oleh Undang-Undang bahwa pembukuan wajib dibuat oleh seorang pengusaha, tentunya bagi pengusaha yang tidak menjalankan kewajibannya atau lalai dapat dikenakan sanksi sebagaimana disebutkan dalam Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1997 dan Pasal 396, 397, 231 (1) (2) KUHP.35

2. Wajib Daftar Perusahaan

Dengan adanya Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1982 tentang wajib daftar perusahaan maka setiap orang atau badan yang menjalankan perusahaan, menurut hukum wajib untuk melakukan pendaftaran tentang segala sesuatu yang berkaitan dengan usahanya sejak tanggal 1 Juni 1985. Yang dimaksud daftar perusahaan adalah daftar catatan resmi yang diadakan menurut atau berddasarkan ketentuan undang-undang ini atau peraturan-peraturan pelaksanaannya, memuat hal-hal yang wajib didaftarkan oleh setiap perusahaan, dan disahkan oleh pejabat yang berwenang dari kantor pendaftaran perusahaan.36

Dengan demikian, daftar perusahaan merupakan daftar informasi umum yang harus didaftarkan pada Departemen Perdagangan dan Perindustrian/Kanwil serta Departemen Perdagangan dan Perindustrian Tingkat II.37

(15)

Daftar perusahaan bertujuan mencatat bahan-bahan keterangan yang dibuat secara benar dari suatu perusahaan dan merupakan sumber informasi resmi untuk semua pihak yang berkepentingan mengenai identitas, data, serta keterangan lainnya tentang perusahaan yang tercantum dalam daftar perusahaan dalam rangka menjamin kepastian perusahaan. Perusahaan-perusahaan yang wajib daftar dalam daftar perusahaan adalah berbentuk badan hukum, persekutuan, perseorangan, dan perusahaan-perusahaan baru yang sesuai dengan perkembangan perekonomian, sedangkan perusahaan yang ditolak pendaftarannya karena dianggap belum melakukan wajib daftar, tetapi tidak mengurangi kesempatan dalam usaha atau kegiatan selama tenggang waktu kewajiban pendaftaran sejak penolakan pendaftaran.38

Kemudian, setiap perubahan dan penghapusan wajib dilaporkan pada kantor tempat pendaftaran perusahaan oleh pemilik atau pengurus yang bersangkutan dengan menyebutkan alasan perubahan dan penghapusan dalam waktu 3 bulan setelah terjadi perubahan atau penghapusan.39

Selain itu, berdasarkan Pasal 25 Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1982, daftar perusahaan hapus jika terjadi:

a. Perusahaan yang berssangkutan menghentikan segla kegiatan usahanya b. Perusahaan yang bersangkutan berhenti pada waktu akta pendiriaannya

kadaluwarsa

(16)

c. Perusahaan yang brsangkutan dihentikan segala kegiatan usahanya berdasarkan suatu putusan pengadilan negeri yang telah memperoleh kekuatan hukum yang tetap.40

F. Bentuk-Bentuk Badan Usaha

Bentuk-bentuk perusahaan secara garis besar dapat diklasifikasikan dan dilihat dari jumlah pemiliknya dan dilihat dari status hukumnya.

1. Bentuk-bentuk perusahaan jika dilihat dari jumlah pemiliknya:

a. Perusahaan perseorangan, yaitu suatu perusahan yang dimiliki oleh perseorangan atau seorang pengusaha.

b. Perusahaan persekutuan, yaitu suatu perusahaan yang dimiliki oleh beberapa orang pengusaha yang bekerja sama dalam suatu persekutuan.

2. Bentuk-bentuk perusahaan jika dilihat dari status hukumnya:

a. Perusahaan berbadan hukum, yaitu sebuah subjek hukum yang mempunyai kepentingan sendiri terpisah dari kepentingan pribadi anggotanya, punya tujuan yang terpisah pula dari tujuan pribadi para anggotanya, dan tanggung jawab pemegang saham terbatas kepada nilai saham yang diambilnya.

b. Perusahaan bukan badan hukum, yaitu harta pribadi para sekutu juga akan terpakai untuk memenuhi kewajiban perusahaan tersebut, biasanya berbentuk perorangan maupun persekutuan.41

(17)

Sementara itu, dalam masyaarakat dikenal dua macam perusahaan, yakni:

1. Perusahaan swasta, yaitu perusahaan yang seluruh modalnya dimiliki oleh swasta dan tidak ada campur tangan pemerintah. Perusahaan ini terbagi dalam tiga perusahaan, yakni:

a. Perusahaan swasta nasional b. Perusahaan swasta asing

c. Perusahaan patungan/campuran (join venture)

2. Perusahaan negara, yaitu perusahaan yang seluruh atau sebagian modalnya dimiliki oleh negara. Pada umumnya perusahaan negara disebut dengan badan usaha milik negara (BUMN), terdiri dari tiga bentuk, yakni: a. Perusahaan jawatan (Perjan)

b. Perusahaan umum (Perum) c. Perusahaan perseroan (Persero)42

Selain itu, berdasarkan pembagian bentuk perusahaan dapat digolongkan menjadi dua jenis, yakni perusahaan perseorangan dan perusahaan persekutuan bukan berbadan hukum.

1. Perusahaan Perseorangan

Perusahaan perseorangan yaitu perusahaan swasta yang didirikan dan dimiliki oleh pengusaha perorangan yang bukan berbadan hukum, dapat berbentuk perusahaan dagang, jasa, dan industri.43

(18)

Secara resmi, tidak ada perusahaan perseorangan, tetapi dalam praktik di masyarakat telah ada suatu bentu perusahaan perorangan yang diterima oleh masyarakat, yaitu perusahaan dagang. Untuk mendirikan perusahaan dagang secara resmi dapat mengajukan permohonan dengan surat izin usaha (SIU) kepada kantor wilayah perdagangan dan mengajukan surat izin tempat usaha (SITU) kepada pemerintah daerah setempat.44

2. Perusahaan Persekutuan Bukan Badan Hukum

Perusahaan persekutuan bukan badan hukum yaitu perusahaan swasta yang didirikan dan dimiliki oleh beberapa pengusaha secara bekerja sama dalam bentuk persekutuan perdata.45

a. Persekutuan Perdata (Maatsxhap)

Persekutuan perdata adalah suatu perjanjian antara dua orang atau lebih untuk berusaha bersama-sama mencari keuntungan yang akan dicapai dengan jalan kedua pihak menyetorkan kekayaan untuk usaha bersama. Dasar hukum untuk dalam pembentukan persekutuan perdata diatur dalam Pasal 1618 – Pasal 1652 KUHPer.46

Sementara itu, persekutuan telah berakhir karena: 1) Lewatnya jangka waktu pendirian persekutuan

2) Musnahnya barang atau telah diselesaikannya perbuatan pokok yang menjadi tujuan persekutuan

(19)

3) Atas kehendak semata-mata dari beberapa atau seorang sekutu 4) Jika salah seorang sekutu meninggal, ditaruh dibawah pengampuan

atau pailit.47

b. Persekutuan Firma (Vennootshaf Onder Eene Firma)

Persekutuan firma diatur dalam Pasal 15, 16 sampai 35 KUHD. Dalam Pasal 16 KUHD perseroan firma adalah tiap-tiap perseroan yang didirikan untuk menjalankan suatu perusahaan dibawah nama bersama, yakni angota-anggotanya langsung dan sendiri-sendiri bertanggung jawab sepenuhnya terhadap orang-orang ketiga.48

Sementara itu, firma mempunyai arti nama yang digunakan untuk berdagang secara bersama-sama. Namun suatu firma adakalanya diambil dari nama seorang yang turut menjadi persekutuan itu sendiri, tetapi dapat juga diambil dari nama orang yang bukan dari persekutuan. Dengan demikian, tanggung jawab pada persekutuan firma, yakni tiap-tiap anggota perseroan secara tanggung-menanggung, artinya bertanggung jawab untuk seluruhnya atas segala perikatan dan persekutuan firma.49

Perlu diketahui, persekutuan firma bukan merupakan perusahaan berbentuk badan hukum sehingga pihak ketiga tidak berhubungan dengan persekutuan firma sebagai satu kesatuan, melainkan dengan setiap anggota secara sendiri-sendiri. Menurut Pasal

(20)

17 KUHD, tiap-tiap sekutu dapat bertindak dengan pihak diluar persekutuan, asalkan tindakan tersebut berkaitan dengan persekutuan.50 c. Persekutuan Komanditer (Commanditaire Vennootschap)

Persekutuan komanditer diatur dalam Pasal 15, 19 sampai 21 KUHD. Di dalam Pasal 19 KUHD disebutkan bahwa persekutuan komanditer adalah suatu persekutuan untuk menjalankan suatu perusahaan yang dibentuk antara satu orang atau beberapa orang persekutuan yang secara tanggung-menanggung bertanggung jawab untuk seluruhnya pada satu pihak dan atau lebih sebagai pelepas uang pada pihak lain yang merupakan satu sekutu komanditer yang bertanggung jawab atas sebatas sampai pada sejumlah uang yang dimasukannya.51

Dalm persekutuan komanditer terdapat sekutu komplementer dan sekutu komanditer. Sekutu komplementer adalah sekutu yang menyerahkan pemasukkan, selain itu juga ikut mengurusi persekutuan komanditer. Sedangkan sekutu komanditer adalah sekutu yang hanya menyerahkan pemasukkan pada persekutuan komanditer daan tidak ikut serta mengurusi persekutuan komanditer.52

Persekutuan komanditer dibagi menjadi tiga, yakni:

1) Persekutuan komanditer diam-diam, yaitu persekutuan komanditer yang belum menyatakan dirinya dengan terng-terangan kepada pihak ketiga sebagai persekutuan komanditer.

(21)

2) Persekutuan komanditer terang-terangan, yaitu persekutuan komanditer yang telah menyatakan diri sebagai persekutuan komanditer pada pihak ketiga.

3) Persekutuan komanditer dengan saham, yaitu persekutuan komanditer terang-terangan yang modalnya terdiri dari sahm-saham.53

3. Perusahaan Persekutuan Berbadan Hukum

Perusahaan persekutuan berbadan hukum adalah perusahaan yang didirikan dan dimiliki oleh pengusaha swasta, dapat berbentuk perseroan terbatas, koperasi, dan yayasan.54

(22)

PENUTUP A. Kesimpulan

1. Hukum dagang adalah hukum yang mengatur tingkah laku manusia yang turut melakukan perdagangan untuk memperoleh keuntungan atau hukum yang mengatur hubungan hukum antara manusia dan badan-badan hukum satu sama lainnya dalam lapangan perdagangan.

2. Berdasarkan Pasal 1 dan Pasal 15 KUHD dapat diketahui kedudukan KUHD terhadap KUHPer. Pengertiannya, KUHD merupakan hukum yang khusus (lex specialis), sedangkan KUHPer merupakan hukum yang bersifat umum (lex generalis), sehingga berlaku suatu asas lex specialis derogat legi generali, artinya hukum yang khusus dapat mengesampingkan hukum yang umum.

3. Sebelum tahun 1938, Hukum Dagang hanya mengikat kepada para pedagang saja yang melakukan usaha dagang. Kemudian, sejak tahun 1938 pengertian perbuatan dagang menjadi lebih luas dan dirubah menjadi

perbuatan perusahaan yang mengandung arti menjadi lebih luas sehingga berlaku bagi setiap pengusaha (perusahaan).

(23)

5. Pengusaha adalah setiap orang yang menjalankan perusahaan. Menurut undang-undang, ada dua macam kewajiban yang harus dilakukan (dipenuhi) oleh pengusaha, yaitu membuat dokumen dan wajib daftar perusahaan.

6. Bentuk-bentuk perusahaan secara garis besar dapat diklasifikasikan dan dilihat dari jumlah pemiliknya, yaitu perusahaan perseorangan dan persekutuan. Sedangkan jika dilihat dari status hukumnya, yaitu perusahaan berbadan hukum dan bukan berbadan hukum.

DAFTAR PUSTAKA

(24)

Muhammad, Abdulkadir, (2013), Hukum Dagang dan Surat-Surat Berharga, PT Citra Aditya Bakti, Bandung.

Purwosutjipto, (1999), Pengertian Pokok Hukum Dagang, Djambatan, Jakarta.

Sari, Elsi Kartika, dan Simanunsong, Advendi, (2017), Hukum dalam Ekonomi, PT Grasindo, Jakarta.

Referensi

Dokumen terkait

Definisi yang lebih luas lagi dari pada definisi pasal 246 KUHD adalah definisi pasal 1 angka(1) Undang-undang Nomor 2 Tahun 1992 Tentang Usaha Perasuransian menyatakan bahwa

Perjanjian dengan ketetapan waktu diatur dalam Pasal 1268 sampai dengan Pasal 1271 KUHPerdata. Yang disebutkan dengan perjanjian dengan ketetapan waktu adalah suatu

Kitab Undang – Undang Hukum Dagang disebutkan dalam Pasal 246 KUHD menyebutkan bahwa asuransi atau pertanggungan adalah perjanjian, dimana penanggung mengikatkan diri terhadap

Mengenai pendirian Perseroan Terbatas dapat dilihat kembali ke masa lalu pada saat masih berlakunya peraturan lama mengenai Perseroan Terbatas yaitu KUHD, buku ke Satu Bab III bagian

Sedangkan Pasal 5 KUHD (lama) hanya menambahkan kegiatan- kegiatan yang termasuk perbuatan perniagaan khususnya perbuatan-perbuatan perniagaan di laut, seperti

Fada pasal 178 sub 4: KUHD disyaratkan adanya pene- tapan tempat pembayaran harus dilakukan* Dalam hal tidak disebufckan tempat pembayaran, berlakulah ketentuan pasal 1*79

Sementara itu, disebutkan dalam KUHD pasal 246 bahwa: "Asuransi atau pertanggungan adalah perjanjian di mana perusahaan asuransi mengikatkan dirinya kepada tertanggung, dengan menerima

BAB II PEMBAHASAN 2.1 Perseroan Firma Pengertian CV / Persekutuan Komanditer adalah suatu bentuk badan usaha persekutuan yang didirikan oleh dua orang atau lebih dimana beberapa