• Tidak ada hasil yang ditemukan

FIKIH MUAMALAH DEFINISI JUAL BELI

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "FIKIH MUAMALAH DEFINISI JUAL BELI"

Copied!
9
0
0

Teks penuh

(1)

FIQIH MU’AMALAH

DEFINISI DAN DASAR HUKUM JUAL BELI

Makalah ini disusun guna Memenuhi Tugas

Mata kuliah: Fiqih Mu’amalah

Dosen Pengampu :Imam Mustofa, S.H.I., M.SI.

Disusun oleh:

Ulfa Yunita Sari (1502100314)

Kelas C

PROGRAM STUDI PERBANKAN SYARIAH

JURUSAN SYARIAH DAN EKONOMI ISLAM

SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM (STAIN) JURAI SIWO METRO

(2)

A. PENDAHULUAN

Jual beli (bisnis) dimasyarakat merupakan kegiatan rutinitas yang dilakukan setiap waktu oleh semua manusia. Tetapi jual beli yang benar menurut hukum Islam belum tentu semua orang muslim

melaksanakannya. Bahkan ada pula yang tidak tahu sama sekali tentang ketentutan ketentuan yang di tetapkan oleh hukum Islam dalam hal jual beli (bisnis).

Di dalam al-Qur’an dan Hadist yangmerupakan sumber hukum Islam banyak memberikan contoh atau mengatur bisnis yang benar menurut Islam. Bukan hanya untuk penjual saja tetapi juga untuk pembeli. Sekarang ini lebih banyak penjual yang lebih mengutamakan keuntungan individu tanpa berpedoman pada ketentuan-ketentuan hukum Islam. Mereka cuma mencari keuntungan duniawi saja tanpa mengharapkan barokah kerja dari apa yang sudah dikerjakan.

Jual beli merupakan salah satu aktivitas bisnis yang sudah berlangsung cuku lama dalam masyarakat. Namun demikian, tidak ada catatan yang pasti kapan awal mulanya aktivitas bisnis secara formal. Ketentuan yang jelas ada dalam masyarakat adalah jual beli telah mengalami perkembangan dari pola tradisional sampai pada pola modern. Dahulu, masyarakat melakukan aktivitas jual beli dalam bentuk tukar menukar barang dengan barang lain. Misalnya, padi ditukar dengan jagung, atau ditukar dengan garam, bawang dan lain-lain. Di daerah-daerah suku terasing atau pedalaman, praktek akvititas bisnis seperti ini masih berlaku.

(3)

B. DEFINISI JUAL BELI

Menurut M. Ali Hasan sebagaimana dikutip oleh Syaifullah M.S.,

Berbagai Macam Transaksi Dalam Islam”, (Cet. Ke-11; Jakarta: PT

RajaGrafindo Persada, 2003), h.113. Jual beli dalam bahasa Arab berasal dari kata ( عیبلا ) yang artinya menjual, mengganti dan menukar (sesuatu dengan sesuatu yang lain). Kata ( عیبلا ) dalam bahasa arab terkadang digunakan untuk pengertian lawannya, yaitu kata : ءارشلا dengandemikian kata ( عیبلا ) berarti kata jual dan sekaligus berarti kata “beli”.1 Secara etimologis, jual beli berarti menukar harta dengan harta.2

Adapun secara terminologis, maka ia berarti transaksi penukaran selain dengan fasilitas dan kenikmatan. Sengaja diberi pengecualian “fasilitas” dan “kenikmatan”, agar tidak termasuk didalamnya penyewaan dan pernikahan.3 Secara terminologi terdapat beberapa definisi para ulama diantaranya oleh ulama Hanafiyah memberi pengertian dengan “saling menukarkan harta dengan harta melalui cara tertentu”, atau dengan makna tukar menukar sesuatu yang diingini dengan sepadan melalui cara tertentu yang bermanfaat. Ulama Hanafiyah menjelaskan bahwa makna khusus pada pengertian pertama tadi adalah ijab dan kabul, atau juga bisa melalui saling memberikan barang dan menetapkan harga antara pembeli dan penjual.4

Pengertian jual beli menurut bisnis syariah adalah tukar menukar barang antara dua orang atau lebih dengan dasar suka sama suka, untuk saling memiliki. Dengan jual beli, penjual berhak memiliki uang secara sah. Pihak pembeli berhak memiliki barang yang dia terima dari penjual. Kepemilikan masingmasing pihak dilindungi oleh hukum.5

1

M. Ali Hasan sebagaimana dikutip oleh Syaifullah M.S.,“Berbagai Macam Transaksi

Dalam Islam, dalam Jurnal Studi Islamika,Vol.11,No.2,Desember 2014: (371-387) h. 373 2

Abdullah Al-Mushlih, Fikih Ekonomi Keuangan Islam,(Jakarta: Darul Haq,2004) hal 87

3

Ibid, h. 88

4M. Ali Hasan sebagaimana dikutip oleh Syaifullah, ”

Berbagai Macam..., h.373 5

Siti Mujiatun.Jual Beli Dalam Perspektif Islam”, dalam Jurnal Riset Akuntasi Dan Bisnis

(4)

Menurut Wahbah al-Zuhaili sebagaimana dikutip oleh Syaifullah M.S.,”al-Fiqh al-Islām wa Adillatuh”, Jilid IV, (Beirut: Dāral-Fikr, 1989), h. 345. Sedangkan pada pengertian kedua menjelaskan bahwa harta yang diperjualbelikan itu harus bermanfaat bagi manusia, seperti menjual bangkai, minuman keras dan darah tidak dibenarkan.6

Sayid Sabiq mendefinisikan jual beli dengan arti saling menukar harta dengan harta atas dasar suka sama suka. Sementara Imam al-Nawāwī menjelaskan bahwa jual beli adalah saling menukar harta dengan harta dalam bentuk pemindahan milik. Defenisi ini tidak jauh berbeda dengan apa yang didefinisikan oleh Abū Qudāmah yaitu saling menukar harta dengan harta dalam bentuk pemindahan milik dan pemilikan.Sementara menurut Hasbi ash-Shiddieqy jual beli adalah akad yang terdiri atas penukaran harta dengan harta lain, maka terjadilah penukaran dengan milik tetap.7

Sedangkan menurut istilah yang dimaksud jual beli atau bisnis adalah:

a. Menukar barang dengan barang atau barang dengan uang denga jalan melepaskan hak milik dari yang satu kepada yang lain ataas dasar saling merelakan (Idris, 1986 :5).

b. Menurut Syekh Muhammad ibn Qâsim al-Ghazzi, “Menurut syara, pengertian jual beli yang paling tepat ialah memiliki sesuatu harta (uang) dengan mengganti sesuatu atas dasar izin syara, sekedar memiliki manfaatnya saja yang diperbolehkan syara untuk selamanya yang demikian itu harus dengan melalui pembayaran yang berupa uang” (al- Ghazzi, t.th:30).

c. Menurut Imam Taqiyuddin dalam kitab Kiffayatul al- Akhyar “Saling tukar harta, saling menerima, dapat dikelola (tasharruf) dengan ijab qobul, dengan cara yang sesuai dengan syara”. (Taqiyuddin, t.th:329).

d. Syeikh Zakaria al Anshari dalam kitabnya fath Al- Wahab

“Tukar-menukar benda lain dengan cara yang khusus (dibolehkan)”. (Zakariya, t.th:157).

6

Wahbah al-Zuhaili sebagaimana dikutip oleh Syaifullah,”al-Fiqh al-Islām...,h.373

7

(5)

e. Menurut Sayyid Sabiq dalam Kitabnya Fiqh Sunnah “Penukaran benda dengan benda lain dengan jalan saling atau memindahkan hak

milik dengan ada penggantinya dengan cara yang diperbolehkan”.

f. Ada sebagian ulama memberikan pemaknaan tentang jual beli (bisnis), diantaranya; ulamak Hanafiyah “ Jual beli adalah pertukaran harta dengan harta (benda) berdasarkan cara khusus (yang di bolehkan) syara’ yang disepakati”. Menurut Imam nawawi dalam al majmu’ mengatakan “Jual beli adalah pertukaran harta dengan harta untuk kepemilikan”. Menukar barang dengan barang atau barang dengan uang dengan jalan melepaskan hak milik atas dasar saling merelakan.8

Dari beberapa definisi diatas dapat dipahami bahwa jual beli ialah suatu perjanjian tukar menukar benda atau barang yang mempunyai nilai secara ridha di antara kedua belah pihak, yang satu menerima benda-benda dann pihak yang lain menerimanya sesuai dengan perjanjian atau ketentuan yang telah dibenarkan syara’ dan disepakati.

Inti dari beberapa pengertian tersebut mempunyai kesamaan dan mengandun hal-hal antara lain :

1) Jual beli dilakukan oleh 2 orang (2 sisi) yang saling melakukan tukar menukar.

2) Tukar menukar tersebut atas suatu barang atau sesuatu yang dihukumi seperti barang, yakni kemanfaatan dar kedua belah pihak.

3) Sesuatu yang tidak berupa barang/harta atau yang dihukumi sepertinya tidak sah untuk diperjualbelikan. 4) Tukar menukar tersebut hukumnya tetap berlaku, yakni

kedua belah pihak memiliki sesuatu yang diserahkan kepadanya dengan adanya ketetapan jual beli dengan kepemilikan abadi.9

8

Shobirin,”Jual Beli Dalam Pandangan Islam”, dalam Jurnal Jual Beli Dalam Pandangan Islam Bisnis, Vol. 3, No. 2, Desember 2015,(241-261), h. 241-242

9

(6)

C. DASAR HUKUM JUAL BELI

Hukum asal bai' adalah mubah, namun terkadang hukumnya bisa berubah menjadi wajib, haram, sunat dan makruh tergantung situasi dan kondis berdasarkan asas maslahat. 10

a. Dasar dalam Al-quran

Dasar hukum yang berasal dari Al-Quran antara lain adalah sebagai berikut:

“Dan Allah telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba”

(Al-Baqarah: 275)

“Tidak ada dosa bagimu untuk mencari karunia (rezeki hasil perniagaan) dari Tuhanmu”. (Al-Baqarah:198)

“Hai orang-orang yang beriman,janganlah kamu saling

mengharamkan harta sesamamu dengan jalan yang batil, kecuali

dengan jalan perniagaan yang berlaku dengan suka sama suka antara kamu”(an-Nisaa’:29)

“Dan persaksikanlah apabila kamu berjual beli,”(Al-Baqarah: 282)

b. Dasar dalam Al sunnah

Dasar hukum yang berasal dari Al-Sunnah antara lain adalah sebagai berikut:

1. Hadis Rasulullah Saw. Yang diriwayatkan Rifa’ah bin Rafi al Bazar dan Hakim:

“Rasulullah Saw. Bersabda ketika ditanya salah seorang sahabat mengenai pekerjaan yang paling baik: Rasulullah

ketika itu menjawab: pekerjaan yang dilakukan dengan tangan

10

(7)

seseorang sendiri dan setiap jual beli yang diberkati (jual beli yang jujur tanpa diiringi kecurangan)”.

2. Rasulullah Saw. Bersabda:

“Rasulullah Saw. bersabda: sesungguhnya jual beli itu harus atas dasar saling merelakan”

3. Hadis Rasulullah Saw yang diriwayatkan oleh Sufyan dari Abu Hamzah dari Hasan dari Abi S’aid:

“Dari Sufyan dari Abu Hamzah dari Hasan dari Abi S’aid dari Nabi Saw. Bersabda: pedagang yang jujur dan terpercaya itu

sejajar (tempatnya di surga) dengan para Nabi, shiddiqin dan syuhada.” 11

c. Dasar dalam Ijma’

Kaum muslimin telah sepakat dari dahulu sampai sekarang tentang kebolehan hukum jual beli. Oleh karena itu, hal ini merupakan bentuk ijma’ umat, karena tidak ada seorangpun yang menantangnya. 12

Sementara legitimasi dari ijma’ adalah ijma’ ulama dari berbagai kalangan mazhab telah bersepakat akan disyariatkannya dan dihalalkannya jual beli. Jual beli sebagai mu’amalah melalui sistem barter telah ada sejak zaman dahulu. Islam datang memberi legitimasi dam memberi batasan dan aturan agar dalam pelaksanaannya tidak terjadi kezaliman atau tindakan yang dapat merugikan salah satu pihak. Selain itu, dalam konteks Indonesia juga ada legitimasi dari Kompilasi Hukum Ekonomi Syariah (KHES) Pasal 56-115.13

Dari Su’aib ar Rumi r.a., bahwa Rasulullah bersabda: “Tiga perkara yang didalamnya terdapat keberkatan yaitu; jual beli secara tangguh, muqaradhah (nama lain dari mudharabah), dan

11

Imam Mustofa, Fiqih Mu’amalah Kontemporer,(Jakarta: PT RajaGrafindo Persada, 2016), hal 27

12

Enang Hidayat, Fiqih Jual Beli,(Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2015), hal 15 13

(8)

mencampur gandum dengan tepung untuk keperluan rumah, bukan untuk jual beli. (HR. Ibnu Majjah)

Dalam firman Allah dan hadis tersebuut jelas bahwa jual beli itu dihalalkan dan tidak perlu diragukan lagi asalkan transaksi jual beli yang dilakukan tidak ada unsur pemaksaan, sementara riba itu juga jelas diharamkan.14

Jual beli merupakan usaha yang baik untuk mencari rizki. Jual beli menurut bahasa artinya : memberikan sesuatu karena ada pemberian (imbalan yang tertentu). Menurut istilah artinya : pemberian harta karena menerima harta dengan penyerahan dan penerimaan (ijab qabul) dengan cara yang sesuai (baik), dan diterima kedua pihak.

Jual beli sah jika memenuhi rukunnya yakni : 1. Orang yang menjual

2. Orang yang membeli

3. Serah-terima (Ijab – Qabul)

4. Ada barangnya.

Jual beli dengan memenuhi rukun jual beli diatas memang dianggap sah, tapi bagaimana jual beli yang merugikan konsumennya dikarenakan pedagang (penjual) telah melakukan kecurangan terhadap barang yang dijualnya.15

14

Ismail, Perbankan Syariah,(Jakarta: Kencana, 2011), hal 136

15

(9)

DAFTAR PUSTAKA

Al Subaily Yusuf, ”Pengantar Fiqih Muamalat dan Aplikasinya Dalam Ekonomi Modern”, dalam jurnal materi Fiqh Perbankan Syariah

Al-Mushlih Abdullah, Fikih Ekonomi Keuangan Islam,(Jakarta: Darul Haq,2004)

Darmawati, “Perilaku Jual Beli Di Kalangan Pedagang Kaki Lima Dalam Perspektif Etika Bisnis Islam” dalam Jurnal Fenomena Vol. IV No. 2, 2012.

Hidayat Enang, Fiqih Jual Beli,(Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2015)

Ismail, Perbankan Syariah,(Jakarta: Kencana, 2011)

M. Ali Hasan sebagaimana dikutip oleh Syaifullah M.S.,“Berbagai Macam Transaksi Dalam Islam, dalam Jurnal Studi Islamika,Vol.11,No.2,Desember 2014

Mujiatun Siti.Jual Beli Dalam Perspektif Islam”, dalam Jurnal Jurnal Riset Akuntasi Dan Bisnis Vol 13 No . 2 September 2013

Mustofa Imam, Fiqih Mu’amalah Kontemporer,(Jakarta: PT RajaGrafindo Persada, 2016)

Nizarudin, Fiqih Muamalah,(Yogyakarta: Idea press,2013)

Referensi

Dokumen terkait

Dalam urusan jual beli orang harus mengetahui hukum jual beli agar dalam jual beli tersebut tidak ada yang dirugikan, baik dari pihak penjual maupun pihak pembeli, jual beli

Bisnis transaksi jual beli dengan sistem dropshipping memiliki beberapa keuntungan bagi dropshipper dibandingkan dengan sistem lainnya, yaitu: 6 1) Dropshipper mendapat

Jual beli oleh orang buta dikategorikan shahih menurut jumhur ulama. Jika barang yang dibelinya diterangkan sifat-sifatnya. Sedangkan menurut ulama Syafi’iyah, jual beli orang buta

Mata kuliah ini membahas fikih mumalah dengan pendekatan perbandingan mazhab fikih baik klasik maupun kontemporer, meliputi konsep harta, akad, hak milik, jual

Kegiatan bisnis dalam bentuk jual beli adalah sesuatu yang halal, tidak dilarang oleh agama Islam 4 Jual beli adalah suatu perjanjian tukar menukar benda (barang)

Transaksi jual beli pohon Santigi merupakan kebiasaan masyarakat di Desa Karang Dima Kebiasaan melakukan praktek jual beli pohon Santigi sudah dilakukan sejak dulu oleh masyarakat di

Hasil dari penelitian ini yaitu selisih harga yang ada di Indomaret Soreang dengan adanya selisih harga tersebut yaitu tidak sesuai dengan syarat jual beli karena akadnya fasid dan

Dan menurut pasal 20 ayat 2 kompilasi hukum ekonomi syariah, ba‟i adalah jual beli antara benda dan benda, atau pertukaran antara benda dengan uang.3 Menurut pengertian lain, yang