• Tidak ada hasil yang ditemukan

KANDUNGAN DAN SIFAT BAHAN PANGAN HEWANI

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "KANDUNGAN DAN SIFAT BAHAN PANGAN HEWANI"

Copied!
19
0
0

Teks penuh

(1)

KANDUNGAN DAN SIFAT BAHAN PANGAN HEWANI

5. PUTU AYU SUCITAWATI 1511205011 1) MERINGKAS JURNAL KEDUA

2) SEARCHING JURNAL

(2)

KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Kuasa atas segala limpahan Rahmat, Inayah, Taufik dan Hinayahnya sehingga kami dapat menyelesaikan penyusunan makalah ini dalam bentuk maupun isinya yang sangat sederhana. Semoga makalah ini dapat dipergunakan sebagai salah satu acuan, petunjuk maupun pedoman bagi pembaca dalam administrasi pendidikan dalam profesi keguruan.

Harapan kami semoga makalah ini membantu menambah pengetahuan dan pengalaman bagi para pembaca, sehingga kami dapat memperbaiki bentuk maupun isi makalah ini sehingga kedepannya dapat lebih baik.

Makalah ini kami akui masih banyak kekurangan karena pengalaman yang kami miliki sangat kurang. Oleh kerena itu kami harapkan kepada para pembaca untuk memberikan masukan-masukan yang bersifat membangun untuk kesempurnaan makalah ini.

Bukit Jimbaran, Oktober 2015 Penyusun

(3)
(4)

Bahan pangan merupakan semua jenis bahan yang dapat digunakan sebagai bahan makanan yang bersifat aman, memiliki palatabilitas dan menyehatkan bagi manusia. Namun, walaupun sifat dasar dari pangan itu baik, jika penanganannya kurang baik maka akan menyebabkan terjadinya suatu penyimpangan yang mungkin dapat membahayakan bagi yang mengkonsumsinya.

Diantara beberapa sumber bahan pangan, produk hewani merupakan salah satu bahan yang penting sekali. Produk pangan hewani umumnya berupa daging, susu, telur, dan ikan yang sangat kaya dengan protein. Protein ini juga mengandung asam amino esensial yang sangat sesuai dengan kebutuhan manusia.

Hasil turunan yang berasal dari produk hewani seperti gelatin, mineral, gliserol, lemak, emulsifier, dan lain sebagainya. Bahan-bahan ini diperoleh dengan suatu proses penanganan dan perlakuan khusus yang apabila kurang baik secara langsung akan menurunkan mutu bahkan mungkin menimbulkan bahaya bagi manusia.

Pada umumnya, bahan pangan akan mudah mengalami kerusakan, langkah-langkah penanganan dari awal sampai akhir akan sangat menentukan kondisi dari bahan pangan itu sendiri. Sama halnya dengan produk hewani, mulai dari penyembelihan untuk ternak dan unggas, pemisahan bulu, pencacahan karkas, penyimpanan dan proses pengolahan dan pasca pengolahan memerlukan perhatian khusus yang mempunyai resiko tersendiri baik dari quality mau pun safety. Produk hewani memiliki tambahan risiko, mengingat kandungan nutrisinya yang sangat kaya.

Banyak kasus yang telah terjadi akibat penanganan bahan pangan hewani yang kurang baik, seperti gangguan pencernan dan keracunan akibat daging basi yang dikonsumsi para karyawan pabrik. Ini tentu tidak bisa dibiarkan, perlu adanya pengetahuan khusus dalam penanganan bahan sehingga resiko bahaya dapat dicegah.

(5)

gorengnya ke pelosok dunia. Dan anehnya sebagian bangsa Indonesia latah menyantap Fried Chicken alias ayam goreng made in USA dari pada pesan ayam goreng Pak Kromo yang harganya cuma separuh saja. Rupanya kita tidak sadar bahwa dari setiap potong sayap ayam atau paha kita menyumbang orang yang sudah kaya di Amerika Serikat sana dan menambah hutang bangsa.

Bahan makanan yang berasal dari hewan antara lain :

1. Susu, umumnya susu sapi perah yang sengaja dipelihara. Hasil sampingannya adalah keju yang gurih menemani roti untuk sarapan pagi. Sarapan roti dan segelas susu adalah gaya hidup kaum gedongan di kota-kota besar. Padahal bahan baku roti adalah gandum dan kita tidak menanam gandum?

2. Susu segar disajikan dalam bentuk cair, atau dikalengkan / diawetkan dan ada yang beru pa bubuk. Produk susu sekarang sangat bervariasi,mulai dari susu bayi sesuai umur (un tuk umur 1,2,3 tahun dan 4,5,6 tahun) sampai untuk orang berumur diatas 50 tahun. Bahkan produk susu dibuat untuk penderita diabetes melitus, mencegah keropos tulang dan ada yang bebas kolesterol.

3. Daging, berasal dari unggas (ayam, burung dara, bebek), dari mamalia (sapi,kerbau, kambing,babi) dan berasal dari ikan (ikan air tawar atau ikan air asin). Berbagai makanan terhidang dari daging dapat menambah nafsu makan seseorang. Sate ayam, sate kambing dan jenis-jenis sate lainnya selalu menjadi incaran penggemar kuliner. Daging yang disa yat tipis dan digoreng hingga kering renyah ( Jawa : empal) nikmat bila ditemani sambal terasi yang bahan bakunya udang laut.

4. Telur. Telur ayam adalah makanan sehari-hari yang mudah di dapat dimana saja karena hampir seluruh daerah mengembangkan peternakan ayam petelur. Telur memang mengandung gizi tinggi yang memacu pertumbuhan balita dan mengisi otak si anak sehingga tumbuh optimal. Memberi makan telur kepada balita adalah investasi masa depan karena kecerdasan otaknya mampu mengikuti perkembangan nalarnya.

(6)

Disamping telur ayam, bebek juga menyumbang telurnya untuk dibuat telur asin, burung puyuh memberikan telurnya untuk di buat sate telur burung puyuh. Di kawasan pantai, telur penyu menjadi perburuan karena harganya mahal dan berkashiat tinggi. Kegiatan mengumpulkan telur penyu berakibat terancam punahnya mahluk lucu yang mengilhami film kartun anak-anak. Bagaimana mau berkembang kalau telurnya disantap orang ? Harusnya manusia menciptakan penyu leghorn, agar dapat bertelur terus seperti ayam.

Selain dari tumbuhan, sumber gizi/nutrisi yang dibutuhkan manusia adalah berasal dari hewan. Nutrisi yang berasal dari tumbuhan disebut nabati sedangkan yang berasal dari hewan disebut hewani. Namun, tidak semua hewan bisa dijadikan sebagai sumber makanan yang bisa dimanfaatkan sebagai bahan pangan oleh manusia, hanya hewan tertentu yang biasanya dikonsumsi seperti ayam, sapi, kambing, ikan dan lain-lain. Hewan-hewan tersebut dikembangbiakkan dan juga diternakkan untuk memenuhi kebutuhan pangan manusia. Tidak semua bagian pada hewan bisa dikonsumsi. Manusia hanya mengkonsumsi daging, telur dan juga susu dari hewan ternak.

Hewan yang bisa dikonsumsi manusia antara lain :

a. Berasal dari unggas , yaitu ayam, bebek, burung dara, entok, ayam puyuh dan lain-lain.

b. Berasal dari hewan menyusui/mamalia, yaitu kerbau ,sapi, kambing, domba, dan kuda.

c. Dan juga bebearapa jenis ikan. Dillihat dari segi pemanfaatkannya:

a. Hewan yang diambil susunya , yaitu sapi,kambing, kuda, kerbau,unta dan domba. Susu dapat diolah menjadi beberapa produk yaitu keju,es krim dan yougurt, keduanya adalah hasil dari fermentasi susu sapi. Selain itu olahan fermentasi dari susu kerbau disebut dangke , yaitu makanan khas dari Sulawesi Selatan. Dan juga susu kuda Sumbawa dan susu kambing etawa yang terkenal mempunyai banyak manfaat bagi kesehatan. Susu memiliki banyak manfaat untuk pertumbuhan tulang dan gigi pada anak-anak dan juga mencegah terjadinya osteoporosis.

b. Hewan yang diambil dagingnya, yaitu sapi,kambing, kerbau,domba,unggas, dan ikan. Daging memenuhi Protein, Selenium, Vitamin B Kompleks, Zat seng, Zat besi, Omega 3,dan Vitamin D.

(7)

saja. Telur ayam merupakan yang paling umum dikonsumsi dan sangat bernutrisi tinggi. Telur ayam banyak mengandung berbagai jenis protein berkualitas tinggi termasuk mengandung semua jenis asam amino esensial bagi kebutuhan manusia. Juga mengandung berbagai vitamin dan mineral, termasuk vitamin A, riboflacin, asam folat, vitamin B6, vitamin B12, choline, besi, kalsium, fosfor dan potasium. Telur ayam juga merupakan makanan termurah sumber protein yang lengkap. Satu butir telur ayam berukuran besar mengandung sekitar 7 gram protein.

(8)
(9)

Pendahuluan

Hasil penelitian tentang analisa profil dan karakteristik beberapa lemak hewani sebagai studi pendahuluan dalam rangka pengembangan metode analisa kehalalan pangan. Sampling dilakukan pada lemak ayam, lemak sapi yang diperoleh dari pasar tradisional dan lemak babi dari Rumah Pemotongan Hewan di daerah Jakarta Timur. Masing-masing sampel diekstrak dengan pemanasan langsung dan selanjutnya dianalisa sifat fisikokimianya meliputi bobot jenis, indeks bias, titik leleh, bilangan asam, bilangan iod dan bilangan penyabunan. Analisa lebih lanjut dilakukan dengan metode FTIR (Fourier Transform Infra red) dan GCMS (Gas

Chromatography Mass Spectromtery) untuk mengidentifikasi spesifitas masing-masing lemak

berdasarkan pola serapan gugus fungsi dan komposisi asam lemaknya. Hasil analisa sifat fisikokimia menunjukkan bahwa tidak terdapat perbedaan yang cukup signifikan kecuali untuk titik leleh, bilangan iod dan bilangan penyabunannya. Hasil analisa FTIR menunjukkan adanya perbedaan pola serapan yang khas pada daerah 3010, 1110-1095 dan 975-965 cm-1 yang

merepresentasikan tingkat perbedaan komposisi asam lemak pada masing-masing sampel. Hal ini diperkuat dengan hasil analisa GCMS dengan adanya perbedaan kandungan SFA (saturated

fatty acid), MUFA (monounsaturated fatty acid) dan PUFA (polyunsaturated fatty acid) pada

ketiga sampel.

Kehalalan pangan merupakan isu yang sering menjadi polemik di masyarakat yang disebabkan karena kurangnya perhatian dan pengawasan pemerintah kepada para produsen dalam bidang pengolahan dan pengadaan bahan pangan. Sejauh ini, Pemerintah Indonesia melalui SK bersama (LPPOM MUI, Depag dan BPOM Depkes) telah mencanangkan Sistem Jaminan Halal yang diwujudkan dalam 103 bentuk Sertifikasi Halal bagi setiap produsen produk pangan. Namun demikian sistem ini dalam kenyataannya masih menemukan berbagai kendala, salah satunya adalah ketiadaan metode yang benar-benar efektif untuk menganalisa substansi produk pangan untuk menjamin kehalalan produk pangan tersebut (Apriyantono, 2001). Salah satu metodenya untuk menganalisa kehalalan produk pangan yang mengandung lemak hewani khususnya lemak babi adalah dengan melihat komposisi asam lemaknya dengan mengubah asam lemak tersebut menjadi derivat esternya yang selanjutnya dapat dianalisa dengan alat GCMS (Gas

Chromatography MassSpectrofotometry) (Janusz C., 2003). Analisa lainnya adalah melihat pola

(10)

Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan oleh Irwandi Jaswir (2003), Metode FTIR sangat berpotensi sebagai alat pendeteksi lemak babi yang cepat dengan hasil yang konsisten karena metode FTIR dapat memberikan hasil analisa asam lemak dari babi yang bercampur dengan lemak-lemak binatang lainnya secara konsisten, bahkan dengan kandungan yang sangat rendah (Irwandi J., 2003). Eksplorasi metode ini memungkinkan untuk dikembangkan dilihat dari efisiensi dan kesedehanaan prosesnya dikarenakan tidak memerlukan preparasi sampel yang rumit sehingga bisa langsung dianalisa untuk menghasilkan spectrum. (Irwandi J., 2003). Namun demikian metode FTIR juga memiliki keterbatasan yaitu tidak dapat mengidentifikasi jenis dan kandungan masing-masing komponen asam lemak dari suatu sampel secara pasti. Untuk itu diperlukan hasil analisa GCMS terutama untuk menentukan komposisi asam lemak manakah yang paling dominan dari suatu sampel. Sebagai studi pendahuluan, telah dilakukan analisa profil asam lemak dari jaringan lemak ayam, sapi dan babi dengan melihat pola spektumnya melalui analisa FTIR dan GCMS terutama untuk menentukan perbedaan komposisi asam lemak pada masing-masing sampel. Untuk menunjang hasil analisa juga dilakukan penentuan sifat fisikokimia pada masing-masing sampel.

Alat dan Bahan

Bahan yang digunakan meliputi lemak ayam dan lemak sapi yang diperoleh dari pasarlokal, dan lemak babi yang diambil dari RPH Cakung Jakarta Timur. Larutan BF3 (Boron trifluorida) dalam metanol digunakan untuk esterifikasi asam lemak. Larutan, n-heksan (p.a)sebagai pelarut untuk ekstraksi lemak/minyak(Merck). Na2SO4 anhidrus untuk memurnikanlemak.

Peralatan yang digunakan terdiri dariGas Chromatoghrapy Mass Spectrofotometry(GCMS) QP-2010 Shimadzu Japan dengan Kolom RTx1-MS, Restech 30 m x 0.25 mm ID, 0.25 μm,

Polymethyl xiloxane. Sepektrofotometer Fourier Transform Infra Red (FTIR) Spectrum One

Perkin Elmer, USA,Refractometer Abbe untuk penentuan indeksbias.

Ekstraksi Lemak Padat (Metode Oven)

2 gram sampel jaringan lemak dicuci, diiris kecil-kecil dan dimasukkan ke dalam becker glass. Selanjutnya sampel dimasukkan ke dalam dry oven yang sudah diatur suhunya (75oC), dibiarkan

(11)

pereaksi nheksan. Lemak yang sudah dimurnikan disaring dalam kertas saring yang sudah ditambahkan natrium sulfat (Na2SO4) untuk mengikat air yang masih ada pada lapisan lemak.

Hasil ekstraksi ditimbang dan ditentukan persen randemennya.

Pengujian Sifat Fisikokimia

Pengujian sifat fisikokimia dilakukan terhadap masing-masing sampel lemak hewani yang meliputi :bobot jenis, indeks bias, titik leleh, bilangan iodin dan bilangan penyabunan (AOAC, 2000). Hasil analisa dibandingkan satu sama lain dan diuji lebih lanjut tingkat perbedaaannya dengan uji keragaman (T test).

Analisa pola spektrum lemak hewani dengan FTIR

Sampel lemak yang telah disaring dan dimurnikan diteteskan pada salah satu permukaan sel KBr. Diantara kedua sel KBr diberi pembatas berupa politetrafluoroetilen (PTFE) untuk menghasilkan ketebalan lapisan lemak 0.1 mm. Sel bagian lainnya ditangkupkan hingga terbentuk lapisan tipis lemak. Scaning dilakukan dengan kisaran panjang gelombang 4000 cm-1 sampai 650 cm– 1 dengan resolusi 4 cm-1. Hasil scaning direkam dan dianalisa lebih lanjut.

Esterifikasi asam lemak

2 gram sampel lemak yang telah diekstrak dimasukkan ke dalam tabung reaksi dan direaksikan dengan BF3 dalam metanol. Dikocok dan dipanaskan selama + 15 menit. Didiamkan sampai terbentuk 2 lapisan. Lapisan atas dipisahkan dengan sentrifugasi dan dipurifikasi lebih lanjut dengan menambahkan Na2SO4 untuk menghilangkan kadar airnya. Hasil esterifikasi selanjutnya dimasukkan ke dalam vial untuk dianalisa dengan alat GCMS.

Analisa komposisi asam lemak dengan GCMS

1 L sampel lemak yang telah diesterifikasi diinjeksikan ke dalam kolom GC dengan menggunakan metode autosampler. Pemisahan dilakukan dalam kolom RTx 1-MS Restech, 30

m x 0.25 mm ID, 0.25 μm, dengan fase diam Poly dimethyl xiloxan, suhu injector 280oC, suhu

(12)

(David F, Sandra P., 2005). Detektor MS yang digunakan adalah Electron Multifier Detector

(EMD) 70 MeV. Hasil analisa berupa spektrum massa dibandingkan dengan library WILLEY147 & NIST47 yang terdapat pada software GCMS postrunanalysis.

3. HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil ekstraksi lemak

Dari ketiga sampel jaringan lemak yang diekstraksi (ayam, sapi dan babi) dengan bobot cuplikan yang relatif sama diperoleh kadar lemak yang berbeda seperti terlihat pada table 1.

Tabel 1. Kadar lemak masing-masing sampel

Tabel ini menunjukkan sampel daging ayam relatif lebih tinggi dibandingkan dengan lemak sapi dan lemak babi. Perbedaan ini kemungkinan disebabkan karena kandungan lemak yang relative berbeda dan jenis cuplikan juga tidak sama.

Perbedaan sifat fisikokimia

Hasil pengujian sifat fisikokimia pada masing-masing sampel tidak menunjukan perbedaan yang cukup signifikan kecuali untuk parameter titik leleh, bilangan iodin dan bilangan penyabunannya, sebagaimana terlihat pada tabel 2.

(13)

Berdasarkan tabel 2 di atas, perbedaan titik leleh disebabkan oleh komposisi asam lemak pada masing-masing sampel. Banyaknya asam lemak jenuh dan berantai panjang akan berpengaruh bagi peningkatan titik leleh lemak secara keseluruhan (J.M. de Man, 1999). Hal ini juga berlaku pada perbedaan nilai bilangan iod dan bilangan penyabunan, dimana komposisi asam lemak tidak jenuh pada setiap sampel akan berkontribusi pada peningkatan harga bilangan iodnya, sedangkan perbedaan komposisi asam lemak (rantai pendek, sedang dan panjang) akan sangat berpengaruh terhadap harga bilangan penyabunannya (Paquot C., 1999). Dengan demikian berdasarkan hasil pengujian sifat fisikokimia untuk setiap sampel, terlihat bahwa terdapat perbedaan komposisi asam lemak dan perbandingan asam lemak jenuh/tidak jenuh pada setiap sampel.

Profil lemak hewani hasil analisa FTIR

Analisa spektroskopi FTIR didasarkan pada karakteristik gugus fungsi yang terdapat pada ketiga sampel lemak. Data spektra FTIR diperoleh dari hasil scaning sampel lemak murni dengan alat

FTIR Spectrum One Perkin Elmer pada daerah IR dengan frekuensi 4000 – 600 cm-1 dan resolusi

4 cm-1 (Gambar 1 dan 2). Berdasarkan data tersebut, terlihat bahwa spektra FTIR dari sampel

lemak secara umum menunjukan perbedaan yang menonjol pada serapan C-H streching di daerah bilangan gelombang 3050-2800, serapan gugus karbonil (O=C-H) dari aldehid pada daerah 1746-1744, dan pola serapan daerah sidik jari, 1000-900 cm-1 (Gambar 1). Perbedaan yang cukup signifikan terlihat pada penyerapan spektra di daerah 3010-3000, 1120-1095 dan 968-966 cm-1. Untuk sampel lemak babi, pola serapan yang muncul pada daerah 3010 cm-1

menunjukkan puncak yang relatif tinggi jika dibandingkan dengan sampel lemak lainnya (ayam dan sapi).

(14)

untuk lemak babi pada daerah ini merepresentasikan streching vibration dari ikatan rangkap C=C

cis. Hal ini sejalan dengan hasil penelitian Irwandi, 2003 dimana untuk sampel lemak babi,

kandungan asam lemak tidak jenuh ganda (polyunsaturated fatty acids) atau PUFA seperti asam linoleat dan asam linolenat jauh lebih besar daripada asam lemak jenuh tunggal (mono

unsaturated fatty acids) atau MUFA. Selanjutnya pada daerah frekuensi 1120-1095 cm-1, sampel

lemak babi menunjukkan adanya overlaping dari dua peak dengan absorbasni maksimum pada bilangan gelombang 1118 dan 1098 cm-1. pola spektrum yang dihasilkan untuk sampel lemak

sapi dan lemak ayam tidak menunjukan adanya overlaping kecuali untuk lemak ayam dengan pola yang hampir mirip dengan lemak babi. Hal ini memungkinkan adanya perbedaan profil asam lemak pada ketiga sampel tersebut. Hal ini diperkuat oleh penelitian Irwandi, 2003 yang menyatakan bahwa overlaping pada dua daerah bilangan gelombang tersebut menunjukkan adanya perbedaan kandungan asam lemak jenuh dan asam lemak tidak jenuh dari masing-masing sampel. Titik perbedaan ketiga dari pola spektrum masing-masing sampel muncul pada daerah bilangan gelombang 966-967 cm-1 yang menunjukan keberadaan asam lemak tidak jenuh trans

(15)

Komposisi asam lemak hasil analisa GCMS

Analisa GCMS dilakukan untuk mengetahui komposisi masing-masing asam lemak dari ketiga sampel (ayam, sapi dan babi) dilihat dari presentasi asam lemak jenuh dan tidak jenuhnya. Analisa dilakukan terhadap ketiga sampel lemak hewani yang telah diesterifikasi sebelumnya dan dikaraktersiasi lebih lanjut dengan menggunakan instrument GCMS QP2010 dengan kolom RTx 1MS Restech 30 m x 0.25 mm ID, 0.25 μm, dengan fase diam Poly dimethyl xiloxane dan suhu injektor 210, suhu detektor 230 serta laju alir 1 mL/menit (David F., 2005).

Berdasarkan

kromatogram ketiga sampel lemak hewani (gambar 3, 4 dan 5), diperoleh kandungan asam lemak jenuh dan tidak jenuh dengan komposisi yang relative berbeda untuk ketiga sampel sebagaimana tercantum dalam tabel 3.

(16)

Dari ketiga sampel yang dianalisa terlihat bahwa kandungan asam lemak rantai pendek C8 – C12 untuk semua sampel hampir tidak terdeteksi kecuali pada sampel lemak babi dengan presentasi yang relatif rendah. Berbeda dengan asam lemak jenuh rantai panjang (C16:0, C18:0 dan C20:0), pada lemak sapi kandungannya jauh lebih besar dibandingkan dengan lemak babi dan lemak ayam, sedangkan untuk asam lemak tidak jenuh tunggal (MUFA) dan asam lemak tidak jenuh ganda (PUFA) pada masing-masing sampel cukup bervariasi. Yang paling menonjol adalah kandungan asam linoleat (C18:2) untuk sampel lemak sapi jauh lebih rendah dibandingkan lemak ayam dan lemak babi, bahkan untuk asam arakidonat (C20:4) pada sampel lemak sapi tidak terdeteksi. Untuk asam lemak jenuh C17:0 dan C20:0 pada lemak ayam tidak terdeteksi sedangkan pada sampel lemak sapi dan babi keduanya mengandung asam lemak tersebut walaupun dengan presentasi yang relatif rendah.

(17)

(21%), sedangkan komposisi asam lemak tidak jenuh tunggal (MUFA) untuk lemak ayam dan lemak babi relatif lebih besar dibandingkan dengan lemak sapi. Perbedaan yang cukup signifikan teletak pada kandungan asam lemak jenuh ganda (PUFA) dimana untuk lemak babi (25%) jauh lebih besar daripada lemak ayam (18%) dan lemak sapi (1.2%). Walaupun demikian, untuk mengidentifikasi perbedaan dan spesifitas lemak hewani secara lebih kuantitatif perlu dilakukan pengujian sampel melalui beberapa perlakuan khusus, misalnya dengan variasi waktu dan suhu pemanasan serta proses pencampuran lemak babi dengan lemak hewani lainnya dalam upaya pengembangan metode analisa kehalalan pangan yang diragukan kehalalannya khususnya olahan hasil proses pemanansan (heating procces) atau pencampuran (adulteration).

Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan :

1. Adanya perbedaan puncak serapan pada daerah bilangan gelombang 3010 cm-1 serta

overlaping puncak serapan pada daerah frekuensi 1120-1095 cm-1 dan adanya serapan

pada daerah 975-965 cm-1 yang merepresentasikan perbedaan komposisi dan jenis asam

lemak pada masing-masing sampel berdasarkan metode FTIR.

(18)
(19)

Gambar

Tabel 2. Sifat fisikokimia hasil pengamatan
Tabel 3. Komposisi asam lemak pada masing-masing sampel

Referensi

Dokumen terkait

Mata kuliah ini memberikan kemampuan menjelaskan Konsep Dasar Rangkaian Listrik, Analisis Dan Teorema Rangkaian, Rangkaian Orde Satu, Rangkaian Arus bolak-balik,

Penelitian di atas sangat jauh berbeda dengan penelitian yang akan saya teliti, letak perbedaannya yaitu penelitian ini akan meneliti komunikasi dai Nahdlatul Ulama Padang

LANGKAH 2 : Setelah mengklik Report Wizard maka akan muncul kotak dan kita memilih yang telah dilingkari seperti gambar di bawah apabila ingin memindahkan semua field yang

Dari tabel juga diketahui bahwa tidak ada hubungan tingkat pengetahuan tentang kesehatan reproduksi remaja rendah dengan sikap terhadap seks pra nikah, selain itu

Dalam kitab-kitab fiqh standart kaum Aswaja, semua pendapat mereka akan dianggap sebagai pendapat pribadi, misal ”berdasar pendapat ulama mazhab syafi’i”, atau ”berdasar

Tiga konsep inti dari metode STL adalah “hadiah tim” (team reward), “akuntabilitas individu” (indivudual accountability), dan “peluang bersama untuk berhasil”

Dari hasil penelitian ini penulis menyarankan: (1) pemerintah hendaknya ikut berperan dalam menjaga stabilitas harga dan ketersediaan pakan ternak babi, (2) peternak babi

Berdasarkan temuan yang diperoleh peneliti bahwa perkembangan sosial siswa SD IT Ar Risalaha Kartasura mulai berkembang sesuai usianya hal ini dipaparkan beberapa guru