• Tidak ada hasil yang ditemukan

Tata Cara Shalat Nabi SAW Makalah ini di (1)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "Tata Cara Shalat Nabi SAW Makalah ini di (1)"

Copied!
20
0
0

Teks penuh

(1)

Tata Cara Shalat Nabi SAW

Makalah ini disusun dalam rangka memenuhi tugas kelompok Mata Kuliah Al-Islam dan Kemuhammadiyahan 3 Dosen Pengampu: H. Iyus Herdiana Saputra, M.S.I.

Disusun oleh: Kelompok 2

Kelas 3D

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN MATEMATIKA

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH PURWOREJO

2017

(2)

Q.S Az-Zukhruf : 35

Artinya : “ dan (Kami buatkan pula) perhiasan-perhiasan dari emas. Dan semua itu tidak lain hanyalah kesenangan kehiddupan dunia, sedangkan kehidupan akhirat sisi – sisi Tuhanmu disediakan bagi orang –orang yang bertakwa.”

“Dan sesungguhnya orang – orang yang berakal itu ialah orang yang bertakwa, walaupun dalam kehidupan dunia ini ia tergolong rendah dan hina.” (H.R. Al-Harits bin Usamah)

Anggota Kelompok 8 :

(3)

KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum Wr. Wb.

Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan petunjuk dan kemudahan kepada kami sehingga dapat menyelesaikan makalah yang berjudul “Tata Cara Sholat Nabi”.

Dalam penyusunan makalah ini tidak lepas dari bantuan dan petunjuk dari berbagai pihak, oleh karena itu dengan kerendahan hati kami ucapkan terimakasih kepada:

1. Bapak Iyus Wardana, M.Pd. selaku pembimbing mata kuliah Perkembangan Peserta Didik yang telah membimbing dengan penuh kecermatan dan ketelitian.

2. Kedua orang tua yang telah memberikan bimbingan dan do’a restunya. 3. Teman-teman kelas 3D yang selalu memotivasi dan memberikan saran. 4. Seluruh staf dan karyawan perpustakaan Universitas Muhammadiyah

Purworejo yang telah memberi fasilitas peminjaman buku sebagai sumber pustaka.

Segala daya telah kami curahkan untuk sempurnanya makalah ini. Namun penulis sadar, masih banyak kekurangan, oleh karena itu penulis mengharapkan kritik dan saran demi sempurnanya makalah ini. Semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi penulis khususnya, dan pemerhati pendidikan pada umumnya, serta merupakan sebuah pengabdian kita kepada Allah SWT.

Wassalamu’alaikum Wr.Wb.

(4)

Penulis

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL... i

MOTTO... ii

KATA PENGANTAR... iii

DAFTAR ISI... iv

BAB I PENDAHULUAN... 1

A. Latar Belakang Masalah... 1

B. Rumusan Masalah... 2

C. Tujuan Penulisan Makalah... 2

BAB II PEMBAHASAN MASALAH ... 3

A. Pengertian Perkembangan... 3

B. Perkembangan Intelektual... 3

BAB IV PENUTUP... 26

(5)

BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Ibadah merupakan suatu kewaajiban bagi umat manusia terhadap tuhannya dan dengan ibadah manusia akan mendapatkan ketenangan dan kebahagiaan di Dunia dan di Akhirat nanti. Bentuk dan jenis Ibadah sangat bermacam-macam, seperti shalat, puasa, haji, membaca Al-Qur’an, jihad dan lainnya.

Shalat merupakan salah satu kewajiban bagi kaum muslimin yang sudah baligh, berakal, dan harus dikerjakan bagi seorang mukmin dalam keadaan bagaimanapun.

Shalat merupakan rukun Islam yang kedua setelah syahadat. Islam didirikan atas lima sendi (tiang) salah satunya adalah shalat. Sehingga barang siapa yang mendirikan agama, dan barang siapa yang meninggalkan shalat, maka ia meruntuhkan agama(Islam).

Shalat yang wajib harus didirikan dalam sehari semalam sebanyak lima kali, berjumlah 17 raka’at. Shalat tersebut wajib dilaksanakan oleh muslim baligh tanpa terkecuali baik dalam keadaan sehat maupun sakit, dalam keadaan susah maupun senang, lapang ataupun sempit. Selain shalat wajib yang lima ada juga shalat sunah.

B. RUMUSAN MASALAH 1. Apakah pengertian Shalat?

2. Bagaimana tata cara Shalat Nabi SAW?

C. TUJUAN PENULISAN MAKALAH

1. Untuk mengetahui apa itu pengertian dari Shalat.

(6)

BAB II

PEMBAHASAN

A. Pengertian Shalat

Menurut bahasa, shalat berarti (do’a) atau rahmat. Shalat dalam arti doa bisa ditemukan dalam QS.At-Taubah/9:103. Sedangkan shalat dalam arti rahmat bisa ditemukan dalam QS.Al-Ahzab/33:43. Adapun pengertian shalat menurut istilah adalah:...

“Suatu ibadah yang terdiri dari ucapan dan perbuatan tertentu yang dibuka dengan takbir dan ditutup dengan salam.”

Di dalam islam, shalat mempunyai arti penting dan kedudukan yang sangat istimewa, antara lain:

1. Shalat merupakan ibadah yang pertama kali diwajibakan oleh Allah SWT yang perintahnya langsumg di terima oleh Rasulullah SAW pada malam Isra-Mi’raj (QS.Al-Asra’/17:1).

2. Sholat merupakan tiang agama. Nabi SAW bersabda:....

“Pokok perkara adalah islam, tiangnya adalah shalat dan puncaknya adalah jihad.”

3. Shalat merupakan amalan yang pertama kali dihisab pada hari kiamat. Nabi SAW bersabda:...

“Yang pertama kali dihisab (amalan) seorang hamba pada hari kiamat adalah shalat...”(HHR.Al-Tirmidzi, Al-Nasa’I, Ibn Majah, Ahmad dan Al-Thabrani.)

B. Tata Cara Shalat Nabi Muhammad saw.

(7)

Shalat yang benar telah banyak dibahas dalam berbagai macam buku baik buku fiqih maupun buku yang secara khusus membahas cara shalat.

Salah satu kewajiban seorang muslim adalah mendirikan shalat lima waktu (fardhu). Sholat fardhu merupakan salah satu dari rukun Islam yang lima, sehingga bagaimanapun keadaannya, seorang muslim tidak boleh meninggalkannya. Bahkan saat seorang muslim tidak bisa menggerakan tangan dan kakinya, selama dia masih sadar, shalat ini tetap tidak boleh ditinggalkan. Pada dasarnya semua shalat baik yang fardhu maupun sunnah itu memiliki tata-gerakan yang sama, kecuali pada shalat jenazah dan shalat gerhana.

Berikut ini adalah tata cara sholat Nabi Muhammad saw:

1. Niat di dalam hati secara ikhlas karena Allah semata (QS.Al-Bayyinah/98:5). Niat adalah perbuatan hati, bukan perbuatan mulut sehingga tidak perlu diucapkan. Apalagi tidak ada satu pun hadis yang menjelaskan tentang adanya tuntunan melafalkan niat ketika hendak memulai shalat. Niat secara bahasa berarti menyengaja (al-qasdhu: maksud) sehingga siapapun yang menyengaja suatu perbuatan maka sebenarnya ia telah mempunyai niat di dalam hatinya.

2. Berdiri sempurna menghadapp ke arah qiblat. Hal ini dipahami dari firman Allah SWT: ....

“Peliharalah segala shalat (mu), dan (peliharalah) shalat wustha (yakni shalat ‘Ashr). Berdirilah karena Allah (dalam shalatmu) dengan khusyu.”(QS.Al-Baqarah/2:238)

Demikian pula sabda Nabi saw ketika menjawab pertanyaan sahabat ‘Imran binHushain yang sedang sakit ambeyen (wasir): ....

“Shalatlah dengan berdiri. Jika engkau tidak mampu maka (shalatlah) dengan duduk, dan jika tetap tidak mampu maka dengan berbaring!” (HSR.Al-Bukhari, dari ‘Imran bin Hushain).

(8)

musafir di atas kendaraan, maka diperbolehkan duduk, bahkwan jika tidak

Takbir ini disyari’atkan dengna berdasarkan beberapa hadis, antara lain hadis riwayat Abu Hurairah bahwa Nabi saw bersabda:....

“Apabila kamu bangkit berdiri untuk shalat, maka sempurnakan dalam berwudlu, kemudian menghadap qiblat, lalu bertakbirlah, kemudian bacalah Al-Qur’an yang paling mudah yang ada padamu!” (Muttafaq ‘alayh)

Cara melakukan takbiratul-ihram yaitu:

a. Mengangkat kedua tangan sejajar dengan telinga dan bahu sekaligus, sambil bertakbir: Allahu Akbar. Dasarnya adalah hadis dari Abu Qilabah bahwa Malik bin al-Huwayrits ra:

“Apalagi bertakbir, beliau mengangkat kedua tangannya hingga keduanya sejajar dengan kedua telinganya.” (HSR. Muslim, al-Bayhaqi dan Ibn Hibban. Dalam redaksi yang lain riwayat Muslim, Abu Dawud, al-Nasai dan Ahmad, dari Wa’il menyebutkan :... “sejajar dengan kedua telinganya” atau .... : “hingga keduanya sejajar dengan kedua bahunya sedang kedua ibu jarinya sejajar dengan kedua telinganya lalu bertakbir.” (Abu Dawud, 2/385:622)

Ibn ‘Umar ra juga menceritakan bahwa Nabi saw: ...

(9)

Karena kedua cara ini sama-sama didasarkan pada hadis sahih, (kemudian), tapi ketika kata penggabungan: .. (dan) seperti: ... atau ... (saat/ketika) yang tidak mesti menunjukkan urutan, tapi bisa juga menunjukkan waktu bersamaan/sekaligus. Redaksi al-Bukhari dan Ibn ‘Umar yang lain bahwa ia melihat Nabi saw:...

“Beliau (Nabi saw) membuka takbir shalat dengan mengangkat kedua tangan saat bertakbir hingga kedua tangannya sejajar dengan kedua bahunya, dan bila bertakbir untuk ruku’ juga berbuat seperti itu, bila beliau berkat:”sami’a-llahu li man hamidah” beliau juga berbuat seperti itu dan berdoa: “robbana walakal-hamd”. Beliau tidak berbuat seperti itu (yakni tidak mengangkat kedua tangan) saat sujud dan tidak pula saat mengangkat kepalanya dari sujud.” (HR.Al-Bukhari I/258, no:705;al-Nasa’I 2/121:876

b. Meletakkan tangan kanan di atas punggung pergelangan dan lengan kiri, dan mengencangkan keduanya dia atas dada.

Menurut Wa’il bin Hujr ra bahwa:...

“Beliau (Nabi saw) meletakkan tangannya yang kanan di atas punggung telapak tangan kirinya, pergelangan dan lengan bawahnya.” (HSR.Abu Dawud, Ahmad, al-Bayhaqi, Ibn Khuzaymah, Ibn Hibban)

Hadis senada berasal dari Abu Hazim, dari Sahl bin Sa’ad ra. Bahwa:...

(10)

Dalam HR. Ibn Khuzaymah yang lain juga dari Wa’il ra. bahwa setelah takbiratul-ihram, posisi tangan kanan Nabi saw diletakkan di atas tangan kiri dalam keadaan memegang tangan kiri:...

“Ketika bertakkbir, beliau mengangkat kedua tangannya hingga sejajar dengan kedua telingannya kemudian beliau meletakkan tangan kanannya di atas tangan kirinya lalu memegangnya.” (HRR.Ibn Khuzaymah)

Hadis yang lain menyebutkan bahwa kedua tangan tersebut diletakkan dia atas dada. Hal ini diriwayatkan bahwa saat Nabi saw bangkit menuju mihrab untuk shalat:...

“Lalu beliau mengangkat kedua tangannya dengan bertakbir, kemudian meletakkan tangan kanannya dia atas tangan kirinya di atas dadanya.” (HHR.Al-Bayhaqi dan al-Thabrani)

Sekiranya hadis yang menuntunkan untuk meletakkan tangan kanan di atas pergelangan dan lengan tangan kiri dipraktekkan dengan benar maka letak kedua tangan pasti akan berada di atas pusar (yakni: di dada), bukan di bawah pusar apalagi hadisnya daif dan munkar.

c. Pandangan kea rah tempat sujud (HR.Al-Bayhaqi dan al-Hakim), tidak boleh menutup mata (Jawa: merem), tidak boleh menengadah ke atas (HR. Al-Bukhari dan Abu Dawud), dan tidak memalingkan pandangan (al-iltifat) ke kanan-kiri (HR. Al-Bukhari).

d. Kemudian membaca salah satu do’a iftitah berikut:...

“Ya Allah jauhkanlah antara diriku dengan kesalahanku sebagaimana Engkau jauhkan antara Timur dan Barat, Ya Allah bersihkanlah diriku dari segala kesalahan sebagaimana bersihnya kain putih dari kotoran, Ya Allah cucilah segala kesalahanku dengan air, salju dan embun.”(HSR.Jama’ah)

Atau membaca doa yang lebih panjang:

(11)

matiku adalah bagi Allah Tuhan sekalin alam, tidak ada sekutu bagiNya dan untuk itulah aku diperintahkan, dan saya termasuk orang yang berserah diri. Ya Allah Engkaulah Yang Maha Kuasa, Tidak ada tuhan selain Engkau, Engkaulah Tuhanku, dan sayalah hambaMu, aku telah berbuat aniaya terhadap diriku dan kuakui seruanMu, aku patuhi perintahMu, dan semua kebaikan berada di tanganMu, sedang semua kejahatan bukanlah dariMu. Aku dengan Engkau dan kembali kepadaMu, Engkaulah yang Maha Memberkati dan Maha Mulia, aku mohon ampun dan bertobat kepadaMu”. (HSR.Jamaah kecuali al-Bukhari, dari Ali bin bi Thalib)

4. Membaca Surat Al-Fatihah secara tartil (jelas dan perlahan) dengan sebelumnya ta’awwudz tanpa dikeraskan, lalu membaca basmalah (yakni “Bimillahir-rahmanir-rahim”).

Membaca al-Fatihah dalam shalat ini wajib berdasarkan hadis Nabi saw:.. “Tidak sah shalat bagi orang yang tidak membaca Fatihatul-Kitab”. (HSR.Al-Jama’ah kecuali Imam Malik, dari ‘Ubadah bin al-Shamit. Dalam HSR. Al-Jama’ah selain al-Bukhari, dari Abu Hurayrah ra disebutkan bahwa:

“Siapa yang shalat tanpa membaca Ummul-Qur’an,...: maka shalatnya kurang/bunting (diulang hingga 3x), tak sempurna.”)

(12)

mendapat 1 rakaat, hanya saja kurang sempurna karena ia melewatkan al-Fatihah bersama imam.

Para ulama berbeda pendapat dalam membaca basmallah saat membaca surat al-Fatihah dalam shalat jahr. Ada yang membacannya dengan keras (jahr), ada juga yang melirihkannya (sir), bahkan ada yang sama sekali tidak membacanya. Bagaimanapun juga basmallah sudah masuk dalam bagian al-Fatihah sehingga tetap harus dibaca. Hanya saja umumnya ulama berbeda pendapat, apakah dalam shalat jahar basmallah dibaca keras ataukah dibaca lirih. Yang jelas kedua cara ini ada dasar hadisnya.

Menurut riwayat Nu’aim al-Mujmir ra. bahwa:...

Aku pernah shalat di belakang Abu Hurayrah ra. maka beliau membaca Bismillahir-rahmanir-rahim, lalu membaca Ummul-Qur’an...., ia berkata: “Demi Dzat yang diriku ada dalam grnggamannNya, sungguh aku menyerupakan pada kalian shalat Rasulullah saw.” (HR.Al-Nasa’I, al-Bayhaqi, al-Daruquthni, Ibn Hibban dan Ibn Khuzaymah).

Hadis tersebut sering dijadikan sebagai dalil mengeraskan bcaan basmalah. Sedangkan dasar hadis melirihkan basmalah adalah hadis riwayat Anas bin Malik ra. bahwa:...

“Aku pernah shalat bersama Rasulullah saw, Abu Bakr, ‘Umar, dan ‘Utsman, aku tak mendengar satupun di antara mereka yang membaca Bismillahir-rahmanir-rahim.”(HSR,Muslim, al-Nasa’I, Ahmad).

Setelah membaca al-Fatihah langsung membaca Amin. Setelah itu, membaca surat atau kelompok ayat lain yang mudah dalam al-Qur’an tanpa mengeraskan basmalah (HR. Mualim dan Ahmad).

5. Ruku’. Angkat kedua tangan seperti takbiratul-ihram sambil bertakbir: Allahu Akbar menuju keposisi ruku’. Dasarnya adalah firman Allah SWT:

(13)

Yang perlu diperhatikan adalah bahwa posisi kedua tangan saat ruku’ ada pada kedua lutut dalam keadaan menggenggam, sehingga sudut ruku’ diperkirakan 90 derajat bujur sangkar.

“Sesungguhnya Rasulullah saw ruku’ lalu beliau letakkan kedua tangannya di atas lututnya seakan-akan menggenggamnya.” (HSR. Al-Tirmidzi 2/45:260; Abu Dawud 1/267:734; dan al-Darimi 1/341:1307) Ketika sedang ruku’ dituntunkan membaca do’a:...

“Maha Suci Engkau ya Allah: Tuhan kami dan dengan memuji kepada Engkau ya Allah ampunilah hamba.” (Muttafaq ‘alayh, dari ‘Aisyah). Atau ....: “Maha Suci Tuhanku Yang Maha Agung.” (HSR. Muslim, al-Tirmidzi, al-Nasa’I dan Ahmad, dari Hudzayfah ra.), tanpa hambatan wa bi hamdihi karena hadisnya lemah (HDR. Abu Dawud).

6. I’tidal setelah ruku’ yakni berdiri tegak (i’tidal) dengan sempurna dan tenang (thuma’ninah). Hal ini didasarkan pada hadis Nabi saw yang mengajarkan:...

“Kemudian ruku’lah hingga tenang, kemudian angkatlah (kepalamu) hingga tegak berdiri kemudian sujudlah...” (Muttafaq ‘alayh, dari Abu Hurayrah ra)

Saat i’tidal, dituntunkan untuk mengucapkan:...

“Maha Mendengar Allah pada siapa saja yang memuji-Nya. Ya Tuhan kami, bagi-Mulah segala pujian” (Muttafaq ‘alayh, dari Ibn ‘Umar ra.) sambil mengangkat kedua tangan (Muttafaq ‘alayh).

Bila berjama’ah, maka setelah imam mengucapkan:.... , maka ma’mun cukup membaca:..., atau:... , atau boleh juga:... , (Muttafaq ‘alayh, dari Anas bin Malik dan Abu Hurayrah ra.), atau membaca bacaan yang lebih panjang:...

(14)

Posisi tangan setelah i’tidal adalah tegak lurus dan tidak sedekap di dada, karena tidak ada hadis maqbul yang menjelaskan adanya tuntunan sedekap setelah i’tidal kecuali hanya penafsiran terhadap hadis. Hadis yang dimaksud antara lain diceritakan oleh Abu Humayd al-Sa’idiy bahwa Nabi saw:...

“Apabila mengangkat kepalanya, beliau tegak lurus hingga setiap tulang kembali ke tempatnya.”

7. Sujud. Bertakbirlah tanpa mengangkat tangan menuju gerakan sujud dengan meletakkan kedua lutut lebih dahulu lalu kedua tangan, kemudian letakkan wajah (dahi dan hisung). Mendahulukan kedua lutut dari kedua tangan saat sujud didasarkan pada hadis dari Wa’il bahwa ia melihat Nabi saw...

“Apabila beliau sujud, beliau meletakkan kedua lututnya sebelum kedua tangannya, dan apabila bangkit, beliau mengangkat kedua tanganyya sebelum kedua lututnya.” (HHR. Al-Tarmidzi, Al-Nasai, Abu Dawud) Sellain cara hadis di atas, ada riwayat lain dari Abu Hurayrah ra. yang justru menuntunkan untuk meletakkan kedua tangan lebih dahulu sebelum kedua lutut. ....

Apabila salah seorang kalian sujud, maka janganlah mendekam seperti mendekamnya onta, hendaklah meletakkan tangan terlebih dahulu sebelum kedua lutut. (HR. Abu Dawud, al-Nasai, Ahmad dan al-Darimi) Posisi saat sujud adalah dengan menempelkan 7 tulang di tanah, sebagaimana dilaporkan oleh Ibn ‘Abbas ra bahwa:....

“Aku diperintahkan (oleh Nabi saw) untuk sujud di atas 7 tulang, yaitu: dahi sambil tangannya menunjuk pada hidungnya, kedua tangan, kedua kaki dan ujung kedua kaki, dan kami dilarang menyibakkan kain dan rambut.” (HR. Al-Bukhari, Muslim)

(15)

al-Thabrani) dan dihadapkan kearah qiblat (HR. Al-Bayhaqi). Nabi saw juga menuntunkan agar mengangkat kedua siku dari lantai (HR. Muslim, Ahmad) dan merenggangkan keduanya dari ketiak dan lambungnya (Muttafaq ‘alayh), dan juga merenggangkan kedua pahanya, tapi tidak menempelkan perutnya pada kedua pahanya (HR. Abu Daud & al-Bayhaqi). Nabi saw menuntunkan supaya mengangkat pantat (HR. Ahmad), namun tidak boleh berlebih-lebihan dengan memanjangkan sujud hingga perutnya mendekati lantai (jakhkha) (HR. Ibn Khuzaymah, Ibn Mundzir).

Untuk cara sujud perempuan sama dengan sujudnya laki-laki, karena hadis yang menyuruh perempuan untuk merapatkan tangannya ke lambungnya, hadisnya daif karena terputus sanadnya (mursal).

Adapun doa yang biasa dibaca oleh Nabi saw saat sujud dan ruku’ adalah:...

“Maha Suci Engkau ya Allah Tuhan kami, dan dengan pujian kepada-Mu ya Allah ampunilah hamba.” (Muttafaq ‘alayh)

Atau doa: ... :”Maha Suci Tuhanku Yang Maha Tinggi.” (HSR. Muslim, Tirmidzi, Nasa’I, Abu Daud, dan Ahmad) boleh dibaca 3 kali, tapi tanpa wa bi hamdihi karena hadisnya lemah.

Lalu sujudlah untuk kedua kalinya dengan bertakbir dan membaca do’a sujud seperti sebelumnya.

Ketika bangkit dari sujud kedua pada rakaat ganjil dan akan berdiri pada rakaat genap, disunahkan untuk duduk istirahat sejenak dengan cara iftirasy kemudian baru berdiri (HR. al-Jama’ah kecuali Muslim) dengan menekankan kedua telapak tangan (tanpa dikepalkkan) di tanah lalu meletakkan keduanya pada kedua paha untuk berdiri dan langsung sedekap, tanpa mengangkat tangan. Selanjutnya kerjakanlah raka’at kedua ini, seperti raka’at yang pertama, hanya saja tidak membaca doa iftitah. 8. Duduk. Setelah sujud kedua, maka dituntunkan untuk duduk. Jika dalam

(16)

dengan jari kaki kanan menghadap qiblat. Namun jika sudah dalam posisi duduk tasyahud akhir maka poosisi duduknya tawarruk yakni pangkal paha atas (pantat) yang kiri duduk bertumpu pada lantai sedangkan posisi kaki kanan sama dengan tahiyat awal. Hal ini didasarkan pada pernyataan Abu Humayd al-Sa’idi ra kepada para sahabat, “Saya lebih hapal dari kalian tentang shalat Rasulullah saw:....

... dan apabila duduk pada rakaat kedua, beliau duduk atas kaki kirinya dan menengakkan (telapak kaki) kanannya, dan apabila duduk pada rakaat yang terakhir, beliau memajukkan kaki kirinya dan duduk bertumpu pada pantatnya.” (HSR. Al-Bukhari, Abu Daud, dll.)

Pada saat tasyahhud, bacalah tahiyyat dengan posisi jari-jari tangan kiri terjulur di atas lutut, sedangkan jari-jari tangan kanan dalam posisi mengepal kecuali telunjuk yang menunjuk untuk berdoa. Ada hadis yang berasal dari Wa’il yang mengatkan bahwa telunjuk digerak-gerakkan, yaitu :...

“Kemudian beliau mengangkat telunjuknya lalu aku melihat beliau menggerak-gerakkannya untuk berdoa dengannya.” (HR.Al-Nasa’I, Ahmad, dari Wa’il bin Hujr ra). tetapi hadis yang lebih kuat yaitu dari ‘Abdullah bin al Zubayr bahwa Nabi saw tidak menggerak-gerakkan telunjuk saat berdoa berbunyi: ... : ”Beliau menunjuk dengan telunjuknya bila berdoa, dan tidak menggerak-gerakkannya” (HSR. Al-Nasa’I, Abu Dawud, dari ‘Abdullah bin al-Zubayr).

Dari beberapa keteraangan di atas dapat disimpulkan bahwa setelah duduk dengan tenang, Nabi saw menggerakkan telunjuknya untuk menunjuk 1 kali di awal duduk saat mulai membaca tasyahud: al-tahiyyatu..., namun tidak menggerak-gerakkannya secara keseluruhan (thuma’ninah).

Adapun bacaan tahiyyat atau tasyahhud antara lain :...

(17)

Saya bersaksi tidak ada Tuhan selain Allah, dan saya bersaksi bahwa Muhammad adalah Utusan Allah.” (HSR. Jama’ah, kecuali Al-Bukhari, dari Ibn ‘Abbas ra.)

Setelah tahiyyat, langsung bershalawat (berdoa) untuk Nabi saw:...

“Ya Allah, berilah shalawat kepada Muhammad dan keluarganya, sebagaimana Engkau telah memberikan shalawat kepada Ibrahim dan keluarganya. Dan berikanlah berkah pada Muhammad dan kelluarganya sebagaimana Engkau telah memberkahi Ibrahim dan kelluarganya. Sesungguhnya Engkaulah yang Maha Terpuji lagi Maha Mulia.” (HR. Jama’ah, dari Ka’ab bin Ujrah.

Mengenai penambahan kata sayyidina Muhammad dalam shalawat shalat, tidak satupun hadis menuntunkannya sehingga tidak disunahkkan menggunakannya meskipun maksud penghormatan. Tetapi di luar bacaan shalat, boleh saja menyebutkan sayyidina Muhammad sebagai ekspresi cinta dan penghormatan Nabi saw.

Setelah shalawat, berdo’alah dengan memilih doa yang pendek sekehendak hati. Salah satu doa yang bisa dijadikan sebagai akhir doa tasyahhud awwal adalah doa yang diajarkan Nab saw kepada Abu Bakar al-Shiddiq ketika ia minta diajarkan sebuah doa dalam shalat. Kata Nabi saw, “Ucapkanlah:...

Ya Allah, sesungguhnya hamba telah mendzalimi diri sendiri dengan kedzaliman yang banyak, dan tidak ada yang dapat mengampuni dosa kecuali Engkau. Maka ampunilah dosa hamba dengan ampunan dari sisi-Mu, dan kasihilah hamba. Sesungguhnya Engkaulah Yang Maha Pengampun lagi Maha Pengasih.” (HR.Al-Bukhari, Muslim, dll.)

(18)

“Ya Allah, aku berlindung kepadaMu dari siksa neraka jahannam, dari siksa kubur, dari kejahatan fitnah kehidupan dan kematian, dan dari fitnah Dajjal.” (HR.Muslim, Abu Daud, Ibn Majah, dan Ahmad, dari Abu Hurairah)

9. Salam. Setelah berdoa dalam tasyahhud akhir, kemudian salamlah dengn berpalinag ke kanan hingga terlihat pipimu dari belakang dengan mebaca:...

“As-salamu ‘alaykum wa rahmatullah” Lalu berpaling ke kiri juga membaca:... “ As-salamu ‘alaykum wa rahmatullah”

(19)
(20)

DAFTAR PUSTAKA

Referensi

Dokumen terkait

LKjIP Pengadilan Agama Jakarta Barat merupakan suatu system manajemen yang berorientasi pada hasil capaian kinerja dalam satu tahun anggaran yang dikaitkan dengan

Topik mata kuliah ini adalah tentang manusia sebagai makhluk sosial dan budaya, kebudayaan dan peradaban, gerakan dan perubahan sosial, urbanisme, manusia sebagai

Pelatihan pada jaringan saraf dilakukan dengan menggunakan 75 daun Cissus discolor, 75 daun Piper crocatum, dan 75 daun Zamio zamioculcas.. Untuk pengujian 20 daun

Pada tahun 2011, rasio pajak daerah dan retribusi daerah per PDrB Provinsi Papua Barat memiliki nilai lebih rendah dibandingkan dengan rasio secara nasional.. Kondisi

biaya satuan makan standar Rumah Sakit secara berkala, melakukan perhitungan biaya satuan makan aktual berdasarkan jenis diet, menjadikan pembiayaan di Instalasi Dapur menjadi

autonomy, dan functional autonomy dengan dimensi sikap kematangan karir. Terdapat hubungan yang signifikan dan positif antara emotional autonomy dengan dimensi

mahasiswa, sedangkan pada penelitian terdahulu tidak ada yang membahas tentang perbedaan kecerdasan adversitas ditinjau dari tipe kepibadian ekstrovert dan introvert

Kewajiban peternak plasma adalah melaksanakan budidaya ayam broiler sesuai dengan tatalaksana pemeliharaan yang dianjurkan pihak inti mulai dari pemeliharaan DOC