• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang - Pengaruh Komunikasi Interpersonal Petugas Kesehatan dan Karakteristik Ibu terhadap Kelengkapan Imunisasi Dasar di Wilayah Kerja Puskesmas Bandar Dolok Kabupaten Deli Serdang

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang - Pengaruh Komunikasi Interpersonal Petugas Kesehatan dan Karakteristik Ibu terhadap Kelengkapan Imunisasi Dasar di Wilayah Kerja Puskesmas Bandar Dolok Kabupaten Deli Serdang"

Copied!
12
0
0

Teks penuh

(1)

BAB 1 PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Pembangunan nasional bertujuan mendorong tercapainya kesejahteraan

keluarga sebagai unit terkecil dari kehidupan bangsa. Kemandirian keluarga dalam

bidang politik, ekonomi, sosial, budaya, ketahanan, dan keamanan keluarga akan

menentukan secara berantai kehidupan bangsa secara nasional. Semakin diterima

konsep pelayanan kesehatan modern, angka kesakitan dan kematian akan semakin

dikendalikan (Manuaba, 2007).

Di Indonesia Angka Kematian Bayi (AKB) masih tinggi diperkirakan 18 bayi

setiap jam dan Angka Kematian Balita (AKABA) diperkirakan 24 balita setiap jam.

Berdasarkan Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia (SDKI), AKB di Indonesia

yaitu 34 bayi per 1000 kelahiran. Bila dirincikan 157.000 bayi meninggal per tahun

atau 430 bayi per hari. Sedangkan AKABA yaitu 46 dari 1000 balita meninggal

setiap tahunnya. Bila dirincikan, kematian balita ini mencapai 206.580 balita per

tahun, dan 569 balita per hari (Departemen Kesehatan RI, 2007).

Dalam Millenium Development Goals (MDGs), Indonesia menargetkan pada

tahun 2015 AKB menurun menjadi 17 bayi per 1000 kelahiran. Sedangkan AKABA

ditargetkan menjadi 23 per 1000 balita. Dengan demikian maka perlu adanya

program kesehatan anak yang mampu menurunkan angka kesakitan dan kematian

(2)

lahir, asfiksia, tetanus dan infeks. Masalah tersebut dapat dicegah salah satunya

dengan imunisasi (Anonim, 2011).

Bayi dan anak-anak memiliki risiko yang lebih tinggi terserang penyakit

menular yang dapat menyebabkan kecacatan dan kematian seperti TBC, difteri,

pertusis, hepatitis B, polio dan campak. Untuk itu salah satu pencegahan yang terbaik

dan sangat vital agar kelompok berisiko ini terlindungi adalah melalui imunisasi.

Idealnya bayi harus mendapat imunisasi dasar lengkap terdiri dari BCG 1 kali, DPT 3

kali, Polio 4 kali, hepatitis B 4 kali dan campak 1 kali. Untuk melihat kelengkapan

imunisasi dasar bagi bayi, biasanya dilihat dari cakupan imunisasi campak karena

imuniasi campak merupakan imunisasi terakhir yang diberikan pada bayi.

Imunisasi merupakan salah satu upaya untuk meningkatkan kekebalan tubuh

dan pemberantasan penyakit menular (Ranuh, 2001). Pemberian imunisasi pada bayi

tidak hanya memberikan pencegahan terhadap anak tersebut, tetapi akan memberikan

dampak yang jauh lebih luas karena akan mencegah terjadinya penularan yang luas

dengan adanya peningkatan imunitas (daya tahan tubuh terhadap penyakit tertentu)

secara umum di masyarakat. Apabila terjadi wabah penyakit menular, maka hal ini

akan meningkatkan angka kematian bayi dan balita (Peter, 2002).

Imunisasi merupakan cara untuk meningkatkan kekebalan seseorang secara

aktif terhadap suatu penyakit dengan memasukkan vaksin ke dalam tubuh manusia.

Sehingga bila ia terpapar penyakit, tidak akan sampai sakit parah atau hanya sakit

(3)

kematian, cacat, bahkan menjadi sumber penularan penyakit, imunisasi dasar lengkap

diwajibkan bagi bayi usia 0 hingga 11 bulan.

Menurut Fadilah Supari, dalam sambutan pada Acara Nasional Imunisasi

Anak, tanggal 1 November 2007 mengatakan “Program Peningkatan Cakupan

Imunisasi sebagai salah satu program peningkatan kesehatan masyarakat dalam

rangka pencapaian visi masyarakat yang mandiri untuk hidup sehat, dimana salah

satu targetnya adalah untuk menurunkan angka kematian bayi”. Diperkirakan 1,7 juta

kematian pada anak atau 5% pada bayi di Indonesia adalah akibat penyakit

Tuberculosis (TBC), Diphteri, Pertusis, Campak, Tetanus, Polio, dan Hepatitis B.

Semua penyakit tersebut sebenarnya dapat diantisipasi dengan pelaksanaan imunisasi

(Anonim, 2011).

Angka kematian bayi dan balita yang tinggi di Indonesia menyebabkan

turunnya derajat kesehatan masyarakat. Masalah ini mencerminkan perlunya

keikutsertaan pemerintah di tingkat nasional untuk mendukung dan mempertahankan

pengawasan program imunisasi di Indonesia (Ranuh, 2001). Untuk terus menekan

angka kematian bayi dan balita, program imunisasi ini terus digalakkan Pemerintah

Indonesia. Namun, ternyata program ini masih mengalami hambatan, yaitu penolakan

dari orang tua. Penolakan orang tua dalam pemberian imunisasi ini dikarenakan

anggapan yang salah bahwa imunisasi dapat menyebabkan sakit pada anak seperti

deman, selain itu asal anaknya sudah pernah mendapatkan beberapa jenis imunisasi

(4)

mendapatkan imunisasi secara lengkap. Hal inilah yang berkembang di masyarakat

tentang imunisasi, selain itu karakteristik ibu (tingkat pengetahuan yang rendah,

pendidikan, pekerjaan dan kesadaran yang kurang terhadap imunisasi). Tingkat

pendidikan ibu mempengaruhi dasar sikap penolakan dari ibu. Pendidikan

mempengaruhi pengetahuan seseorang, semakin tinggi pendidikan akan semakin

tinggi kemampuan seseorang untuk menyerap informasi yang ada, hal ini berarti akan

semakin tinggi pula pengetahuannya (Notoadmodjo, 2003).

Imunisasi sudah dikenal luas oleh masyarakat sejalan dengan usaha

pemerintah untuk meningkatkan kesehatan masyarakat dan masyarakat sudah sadar

berbondong-bondong mendatangi posyandu atau klinik-klinik pelayanan kesehatan

untuk mendapatkan kelengkapan imunisasi dasar yang diperlukan.

Agar program imunisasi berhasil maka puskesmas juga memberikan

penyuluhan secara langsung dan tidak langsung. Kegiatan penyuluhan dilaksanakan

untuk meningkatkan kesadaran dan pengertian masyarakat tentang pentingnya

imunisasi. Dari penyuluhan tersebut diharapkan ada peningkatan partisipasi

masyarakat khususnya ibu yang memiliki bayi sehingga dapat memperluas dan

memperdalam pemahaman masyarakat tentang imunisasi. Sehingga dalam usaha

mencapai target imunisasi diharapkan mereka lebih termobilisasi untuk berperan serta

dalam praktik mengimunisasikan anaknya. Selain itu kelengkapan imunisasi dasar

tersebut tidak terlepas dari peranan komunikasi interpersonal kesehatan tentang

(5)

Dalam hal ini petugas kesehatan harus memberikan penjelasan macam-macam

imunisasi dasar dan jadwal pemberian imunisasi bagi setiap ibu yang memiliki bayi.

Informasi ini untuk membantu ibu dalam pelaksanaan imunisasi. Petugas kesehatan

akan memberikan pelayanan KIPTA (Komunikasi Interpersonal dan Konseling) agar

ibu semakin memahami dan mengetahui jenis-jenis imunisasi dasar.

Komunikasi dari tenaga kesehatan sangat efektif dan memegang peranan

penting dalam menyampaikan informasi yang penting tentang imunisasi dasar.

Pemberian informasi ini dilakukan melalui komunikasi interpersonal antara petugas

kesehatan dengan ibu (Susanti, 2011).

Komunikasi interpersonal merupakan komunikasi antara orang-orang secara

tatap muka, yang memungkinkan setiap pesertanya menangkap reaksi orang lain

secara langsung, baik secara verbal atau nonverbal.

adalah

perilaku seseorang, karena sifatnya yang dialogis berupa percakapan. Arus balik

bersifat langsung, komunikator mengetahui tanggapan komunikan ketika itu juga.

Pada saat komunikasi dilancarkan, komunikator mengetahui secara pasti apakah

komunikasinya positif atau negatif, berhasil atau tidaknya. Jika ia dapat memberikan

kesempatan pada komunikan untuk bertanya seluas-luasnya

Disini tenaga kesehatan yang memegang peran adalah bidan. Bidan

(6)

melakukannya secara profesional dan sesuai standar pelayanan komunikasi

interpersonal. Interaksi atau komunikasi interpersonal yang berkualitas antara klien

dan provider

Keberhasilan komunikasi interpersonal sangat ditentukan oleh kemahiran

tenaga kesehatan dalam memerankan tugasnya. Ketika menghadapi klien, seorang (tenaga medis) merupakan salah satu indikator yang sangat menentukan

bagi keberhasilan program imunisasi.

Komunikasi interpersonal oleh petugas kesehatan dengan ibu tentang

imunisasi dasar dapat diberikan kepada masyarakat secara kelompok ataupun

individu yang biasanya bersifat mempengaruhi masyarakat agar mau melaksanakan

apa yang disampaikan dan diharapkan oleh petugas yang memberi penyuluhan

melalui komunikasi (Setiadi, 2008).

Ibu yang mendapatkan komunikasi interpersonal dengan baik akan cenderung

meningkat pengetahuannya sehingga memengaruhi kelengkapan imunisasi anaknya.

Pada akhirnya hal itu juga akan meningkatkan kelengkapan imunisasi dasar bayi.

Untuk meraih keberhasilan tersebut, tentunya sangat diperlukan tenaga-tenaga

konselor yang profesional. Mereka bukan hanya harus mengerti seluk-beluk masalah

imunisasi, tetapi juga memiliki dedikasi tinggi pada tugasnya serta memiliki

kepribadian yang baik, sabar, penuh pengertian, dan menghargai klien (Siswanto,

2010). Dengan demikian, konseling akan benar-benar menghasilkan keputusan

terbaik seperti yang diinginkan oleh klien, bukan sekedar konsultasi yang

(7)

petugas kesehatan hendaknya melakukan komunikasi interpersonal secara terbuka

artinya k

Komunikasi interpersonal oleh petugas kesehatan dengan ibu merupakan

suatu pertukaran informasi, berbagi ide dan pengetahuan petugas kesehatan kepada

masyarakat. Hal ini berupa proses dua arah dimana informasi, pemikiran, ide,

perasaan atau opini disampaikan atau dibagikan melalui kata-kata, tindakan maupun

isyarat untuk mencapai pemahaman bersama. Komunikasi interpersonal yang baik

berarti bahwa para pihak terlibat secara aktif yaitu antara petugas kesehatan dan

masyarakat. Hal ini akan menolong mereka untuk mengalami cara baru mengerjakan

atau memikirkan sesuatu, dan hal ini kadang-kadang disebut pembelajaran

partisipatif. Semua aktifitas manusia melibatkan komunikasi, namun karena kita ita memperlihatkan keterbukaan dengan cara bereaksi secara spontan

terhadap orang lain, empati yaitu kemampuan seseorang untuk mengetahui apa yang

sedang dialami orang lain pada suatu saat tertentu dan merasakan bagi orang lain

atau merasa ikut bersedih, sikap mendukung (supportiveness) artinya kita

memperlihatkan sikap mendukung kepada orang lain, sikap positif (positiveness)

artinya kita mengkomunikasikan sikap positif dalam komunikasi interpersonal

dengan sedikitnya secara positif mendorong orang yang menjadi teman kita

berinteraksi dan kesetaraan equality) artinya harus ada pengakuan secara diam-diam

bahwa kedua pihak sama-sama bernilai dan berharga, dan bahwa masing-masing

(8)

sering menerimanya begitu saja, kita tidak selalu memikirkan bagaimana kita

berkomunikasi dengan yang lain dan apakah efektif atau tidak.

Komunikasi interpersonal yang baik melibatkan pemahaman bagaimana

orang-orang berhubungan dengan yang lain, mendengarkan apa yang dikatakan dan

mengambil pelajaran dari hal tersebut. Komunikasi yang dilaksanakan oleh petugas

kesehatan akan memberikan pengaruh terhadap pengetahuan dalam kelengkapan

imunisasi dasar (Depkes RI, 2002).

Faktor-faktor yang berhubungan dengan kelengkapan imunisasi dasar

meliputi beberapa hal, menurut Suparyanto (2011), bahwa faktor yang berhubungan

dengan kelengkapan imunisasi bayi antara lain adalah pengetahuan ibu yang kurang

tentang imunisasi, motif dalam kelengkapan imunisasi, pengalaman yang pernah

dialami oleh ibu baik maupun cerita orang lain, ibu yang bekerja sehingga tidak

memiliki waktu untuk membawa anaknya ke posyandu, dukungan keluarga yang

mendukung atau pun yang tidak mendukung, fasilitas posyandu, lingkungan sekitar

ibu, sikap ibu tentang pemberian imunisasi, provider

Penelitian albertina (2008), di poliklinik beberapa RS di Jakarta bahwa

kelengkapan imunisasi dasar disebabkan karena ketidaktahuan akan jadwal imunisasi

(34,8%), ada alasan ketidaklengkapan lain yang banyak didapatkan ialah anak sakit

saat hendak diimunisasi (28,4%), pengetahuan dan anggapan orang tua yang salah (tenaga kesehatan) merupakan

salah satu indikator yang sangat menentukan bagi keberhasilan program imunisasi,

(9)

yaitu takut akan efek samping imunisasi (23,5%). Untuk itu, tenaga kesehatan

disarankan untuk memberikan penjelasan mengenai efek samping imunisasi yang

dapat terjadi, serta apa yang harus dilakukan orang tua jika terjadi efek samping.

Masyarakat juga perlu diberi penjelasan mengenai catch-up immunization sehingga

anak-anak yang sakit bisa tetap mendapatkan imunisasi.

Penelitian Ningrum (2008), bahwa analisis data tentang faktor-faktor yang

mempengaruhi kelengkapan imunisasi dasar pada bayi di Puskesmas Banyudono

Kabupaten Boyolali salah satunya pengetahuan ibu tentang imunisasi dasar. Hasil

penelitian tersebut menunjukkan bahwa semakin tinggi tingkat pengetahuan ibu ada

kecenderungan semakin lengkap imunisasinya, sehingga untuk meningkatkan

pengetahuan ibu tentang manfaat imunisasi dasar melalui penyuluhan-penyuluhan

dan penyebarluasan informasi tentang kelengkapan imunisasi dasar di masyarakat.

Berdasarkan data yang diperoleh peneliti dari Dinas Kesehatan Kabupaten

Deli Serdang Tahun 2011, cakupan desa UCI mengalami fruktuasi dalam 5 (lima)

tahun terakhir, yaitu pada tahun 2007 sebesar 86,35%, pada tahun 2008 sebesar

90,07%, pada tahun 2009 sebesar 89,85%, pada tahun 2010 sebesar 96,95,%, pada

tahun 2011 sebesar 82,99%, UCI adalah tercapainya imunisasi dasar secara lengkap

pada bayi.

Data yang diperoleh di Puskesmas Bandar Dolok cakupan desa UCI pada

tahun 2007 sebesar 62,50%, pada tahun 2008 sebesar 18,75%, pada tahun 2009

(10)

56,25%. Puskemas Bandar Dolok merupakan salah satu cakupan imunisasi dasar

yang terendah dan merupakan urutan ketiga terendah dari seluruh puskesmas yang

ada di Kabupaten Deli Serdang. Keadaan ini menunjukkan bahwa imunisasi dasar

pada bayi di wilayah kerja Puskesmas Bandar Dolok masih jauh dari target.

Berdasarkan hasil wawancara pada 10 orang ibu yang memiliki anak dengan

usia 12-15 bulan diperoleh sebesar 40% bayi mereka tidak lengkap imunisasi dasar.

Hal ini dipengaruhi oleh kurangnya komunikasi interpersonal dari provider (bidan)

mengkomunikasikan tentang pentingnya imunisasi dasar pada bayi dan jadwal

pemberian imunisasi. Selain itu dipengaruhi oleh karakterik ibu yaitu pengetahuan

yang kurang dari ibu tentang imunisasi, tingkat pendidikan yang beraneka ragam,

pekerjaan dan persepsi yang salah pada ibu tentang imunisasi dan jadwal pemberian

imunisasi.

Berdasarkan survei pendahuluan yang dilakukan oleh peneliti di wilayah kerja

Puskesmas Bandar Dolok, kurangnya kelengkapan imunisasi dasar pada bayi terkait

dengan karakteristik ibu (umur, pendidikan, pekerjaan, pengetahuan dan sikap) yang

beraneka ragam dan faktor komunikasi interpersonal petugas kesehatan (keterbukaan,

empati, sikap mendukung, sikap positif dan kesetaraan) yang kurang terhadap ibu

yang memiliki bayi tentang jenis dan jadwal imunisasi dasar.

Berdasarkan uraian di atas, penulis tertarik untuk meneliti pengaruh

komunikasi interpersonal petugas kesehatan dan karakteristik ibu terhadap

(11)

1.2. Permasalahan

Komunikasi interpersonal dalam pemberian informasi yang detail tidak

diberikan oleh petugas kesehatan dan rendahnya cakupan kelengkapan imunisasi

dasar di Puskesmas Bandar Dolok Kabupaten Deli Serdang, sehingga ingin diteliti

bagaimana pengaruh komunikasi interpersonal petugas kesehatan (bidan) dan

karakteristik ibu terhadap kelengkapan imunisasi dasar di Puskesmas Bandar Dolok

Kabupaten Deli Serdang?

1.3. Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini adalah untuk menganalisis komunikasi interpersonal

petugas kesehatan dan karakteristik ibu terhadap kelengkapan imunisasi dasar di

Puskesmas Bandar Dolok Kabupaten Deli Serdang.

1.4. Hipotesis

Ada pengaruh komunikasi interpersonal petugas kesehatan dan karakteristik

ibu terhadap kelengkapan imunisasi dasar di Puskesmas Bandar Dolok Kabupaten

Deli Serdang.

1.5. Manfaat Penelitian

1. Bagi Dinas Kesehatan Pemerintah Kabupaten Deli Serdang dan khususnya

Puskesmas Bandar Dolok sebagai informasi upaya meningkatkan program

(12)

2. Bagi tenaga kesehatan agar meningkatkan komunikasi interpersonal tentang

kelengkapan imunisasi dasar.

3. Bagi masyarakat sebagai upaya meningkatkan dalam memutuskan pelaksanaan

Referensi

Dokumen terkait

Judui Tesis : Analisis Gerakan Coupled Heaving-Pitching Kapal Purse Seine Terhadap Gelombang Reguler Head Seas. Komisi Pembimbing. Dr. Ketua Program

[r]

Bahan yang digunakan adalah kedelai kuning varietas Anjasmoro didapat dari Balitkabi yang dikecambahkan, gula pasir, dan maltodekstrin. Untuk analisis kadar proksimat meliputi..

(1) Sketsa. Sketsa adalah gambar yang sederhana, atau draft kasar yang melukiskan bagian-bagian pokok dari bentuk objek tanpa detail. Sketsa bisa dibuat diatas

Group 2 deals with issues and approaches related to industrial symbiosis establishment such as performance indicators, modeling and evaluation as well as barriers and success

Guru membuat kesepakatan dengan peserta didik terkait kegiatan yang akan dilakukan (termasuk di dalamnya tentang pembagian kelompok kerja peserta didik)..

namun mempunyai arti yang sangat penting dalam sistem tata kelola perusahaan maupun dalam aspek manajerial dan investasi dalam suatu organisasi baik organisasi laba

Pemerintah pusat dapat memberikan biaya pribadi bagi Guru di daerah khusus dan guru yang mengikuti program Keahlian Ganda. Selain pembiayaan pelaksanaan Program PPG, pemerintah