BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Fisiologi Ginjal
Ginjal terletak secara retroperitoneal pada bagian posterior dinding
abdominal pada setiap sisi kolumnar vertebra diantara T12-L3. Ginjal kanan
terletak lebih rendah sedikit berbanding ginjal kiri karena hati terletak di bagian
kanan. Arteri renal bercabang dari aorta abdominal. Arteri renal kanan lebih
panjang berbanding arteri renal kiri. Setiap arteri renal bercabang menjadi 5 arteri
segmental sehingga memasuki hilus. Dari sinus renal, arteri segmental bercabang
menjadi beberapa arteri lobar yang terdapat pada kolumnar renal. Arteri ini
bercabang lagi menjadi arkuata dan arteri interlobular. Arteriol aferen yang
bercabang daripada arteri interlobular akan membentuk glomerulus. Manakala
vena interlobular akan bergabung membentuk vena arkuate dan seterusnya
membentuk vena interlobar yang akan bergabung menjadi vena renal yang
membawa darah ke jantung via vena kava(Ganong, 2012).
Ginjal memainkan peranan penting dalam fungsi tubuh, tidak hanya
dengan menyaring darah dan mengeluarkan produk-produk sisa, namun juga
dengan menyeimbangkan tingkat-tingkat elektrolit dalam tubuh, mengontrol
tekanan darah, dan menstimulasi produksi dari sel darah merah(Ganong, 2012).
Ginjal mempunyai kemampuan untuk memonitor jumlah cairan tubuh,
konsentrasi dari elektrolit-elektrolit seperti sodium dan potassium, dan
keseimbangan asam-basa dari tubuh. Ginjal menyaring produk-produk sisa dari
metabolisme tubuh, seperti urea dari metabolisme protein dan asam urat dari
uraian DNA. Dua produk sisa dalam darah yang dapat diukur adalah Blood Urea
Nitrogen(BUN)danKreatinin (Cr)(Ganong, 2012).
Ketika darah mengalir ke ginjal, sensor-sensor dalam ginjal memutuskan
berapa banyak air dikeluarkan sebagai urin, bersama dengan konsentrasi apa dari
elektrolit-elektrolit. Contohnya, jika seseorang mengalami dehidrasi dari latihan
urin menjadi sangat terkonsentrasi. Ketika kecukupan air dalam tubuh, urin adalah
jauh lebih encer, dan urin menjadi bening. Sistem ini dikontrol oleh renin, suatu
hormon yang diproduksi dalam ginjal yang merupakan sebagian daripada sistem
regulasi cairan dan tekanan darah tubuh (Ganong, 2012).
2.2. Tekanan Darah 2.2.1. Definisi dan Klasifikasi
Tekanan darah adalah tekanan yang dihasilkan oleh darah terhadap
pembuluh darah. Tekanan darah dipengaruhi volume darah dan elastisitas
pembuluh darah. Peningkatan tekanan darah disebabkan peningkatan volume
darah atau elastisitas pembuluh darah. Sebaliknya, penurunan volume darah akan
menurunkan tekanan darah (Ronny, et al 2010). The seventh Report of the Joint
National Committe on Detection, Evaluation, and Treatment of High Blood
Pressure (JNC-VII) 2003 dan World Health Organization-International Society of
Hypertension (WHO-ISH) 1999 telah memperbaharui klasifikasi, definisi, serta
stratifikasi risiko untuk menentukan prognosis jangka panjang.
Tabel 2.1. Definisi dan Klasifikasi Tekanan Darah dari JNC-VII 2003 Kategori Sistolik (mmHg) Diastolik (mmHg)
Normal < 120 < 80
Prehipertensi 120-139 80-89
Hipertensi Derajat 1 140-159 90-99
Tabel 2.2 Definisi dan Klasifikasi Tekanan Darah dari WHO-ISH 1999 Kategori Sistolik (mmHg) Diastolik (mmHg)
Optimal < 120 < 80
Normal < 130 < 85
Normal-Tinggi 130-139 85-89
Hipertensi Derajat 1 (ringan) 140-159 90-99
Hipertensi Derajat 2 (sedang) 160-169 100-109
Hipertensi Derajat 3 (berat) ≥ 170 ≥ 110
2.2.2. Fisiologi Tekanan Darah
Curah jantung dapat berubah-ubah oleh perubahan pada kecepatan denyut
jantung atau isi sekuncup. Kecepatan jantung terutama dikontrol oleh persarafan
jantung, stimulasi simpatis meningkatkan kecepatan dan stimulasi parasimpatis
menurunkannya. Isi sekuncup sebagian juga ditentukan oleh input saraf, rangsang
simpatis menyebabkan serat otot miokardium berkontraksi lebih kuat untuk setiap
panjang sedangkan rangsang parasimpatis menimbulkan efek sebaliknya.
Kekuatan kontraksi otot jantung bergantung pada preload dan afterload-nya.
Preload adalah derajat peregangan miokardium sebelum miokardium berkontraksi
dan afterload adalah resistensi yang dihadapi darah sewaktu dikeluarkan (Ganong,
2012).
Tekanan di dalam aorta dan dalam arteri brankialis dan arteri besar lain
pada orang dewasa muda meningkatkan mencapai nilai puncak (tekanan sistolik)
kira-kira 120mmHg selama tiap siklus jantung dan turun ke nilai minimal
(tekanan diastolik) sekitar 70 mmHg. Tekanan ini didapat pada posisi duduk
istirahat atau berbaring. Cukup kelihatan lebih rendah pada malam hari dan pada
perempuan lebih rendah dibanding dengan laki-laki. Secara umum, peningkatan
curah jantung meningkatkan tekanan sistolik, sedangkan peningkatan tahanan
2.2.3. Patofisiologi Hipertensi
Kaplanmenggambarkan beberapa faktor yang berperan dalam
pengendalian tekanan darah yang mempengaruhi rumus dasar :
Tekanan Darah = Curah Jantung x Tahanan Perifer (Yogiantoro,
2006).Mekanisme patofisiologi yang berhubungan dengan peningkatan hipertensi
esensial antara lain :
Tabel 2.3. Patofisiologi Hipertensi dari (Gray, et al 2005) 1. Curah jantung dan tahanan
perifer
Keseimbangan curah jantung dan
tahanan perifer sangat berpengaruh
terhadap kenormalan tekanan darah.
Pada sebagian besar kasus hipertensi
esensial curah jantung biasanya normal
tetapi tahanan perifernya meningkat.
Tekanan darah ditentukan oleh
konsentrasi sel otot halus yang terdapat
pada arteriol kecil. Peningkatan
konsentrasi sel otot halus akan
berpengaruh pada peningkatan
konsentrasi kalsium intraseluler.
Peningkatan konsentrasi otot halus ini
semakin lama akan mengakibatkan
penebalan pembuluh darah arteriol yang
mungkin dimediasi oleh angiotensin
yang menjadi awal meningkatnya
tahanan perifer yang irreversible (Gray,
et al 2005).
2. Sistem Renin-Angiotensin Ginjal mengontrol tekanan darah
melalui pengaturan volume cairan
Renin-Angiotensin merupakan sistem
endokrin yang penting dalam
pengontrolan tekanan darah. Renin
disekresi oleh juxtaglomerulus
aparantus ginjal sebagai respon
glomerulus underperfusion atau
penurunan asupan garam, ataupun
respon dari sistem saraf simpatetik
(Gray, et al 2005).
3. Sistem Saraf Otonom Sirkulasi sistem saraf simpatetik dapat
menyebabkan vasokonstriksi dan
dilatasi arteriol. Sistem saraf otonom ini
mempunyai peran yang penting dalam
pempertahankan tekanan darah.
Hipertensi dapat terjadi karena interaksi
antara sistem saraf otonom dan sistem
renin-angiotensin bersama-sama dengan
faktor lain termasuk natrium, volume
sirkulasi, dan beberapa hormon (Gray,
et al 2005).
4. Substansi vasoaktif Banyak sistem vasoaktif yang
mempengaruhi transpor natrium dalam
mempertahankan tekanan darah dalam
keadaan normal. Bradikinin merupakan
vasodilator yang potensial, begitu juga
endothelin. Endothelin dapat
meningkatkan sensitifitas garam pada
tekanan darah serta mengaktifkan
sistem renin-angiotensin lokal. Arterial
yang diproduksi di atrium jantung
dalam merespon peningkatan volum
darah. Hal ini dapat meningkatkan
ekskresi garam dan air dari ginjal yang
akhirnya dapat meningkatkan retensi
cairan dan hipertensi (Gray, et al 2005).
5. Hiperkoagulasi Pasien dengan hipertensi
memperlihatkan ketidaknormalan dari
dinding pembuluh darah (disfungsi
endotelium atau kerusakan sel
endotelium), ketidaknormalan faktor
homeostasis, platelet, dan fibrinolisis.
Diduga hipertensi dapat menyebabkan
protombotik dan hiperkoagulasi yang
semakin lama akan semakin parah dan
merusak organ target. Beberapa
keadaan dapat dicegah dengan
pemberian obat anti-hipertensi (Gray, et
al 2005).
6. Disfungsi Diastolik Hipertropi ventrikel kiri menyebabkan
ventrikel tidak dapat beristirahat ketika
terjadi tekanan diastolik. Hal ini untuk
memenuhi peningkatan kebutuhan input
ventrikel, terutama pada saat olahraga
terjadi peningkatan tekanan atrium kiri
melebihi normal, dan penurunan
tekanan ventrikel (Gray, et al 2005).
Mekanisme terjadinya hipertensi adalah melalui terbentuknya angiotensin
II dari angiotensin I oleh angiotensin I-converting enzyme (ACE). ACE
mengandung angiotensinogen yang diproduksi hati, yang oleh hormon renin
(diproduksi oleh ginjal) akan diubah menjadi angiotensin I (dekapeptida yang
tidak aktif). Oleh ACE yang terdapat di paru-paru, angiotensin I diubah menjadi
angiotensin II (oktapeptida yang sangat aktif). Angiotensin II berpotensi besar
meningkatkan tekanan darah karena bersifat sebagai vasokonstriksi melalui dua
jalur, yaitu(Gray, et al 2005) :
a. Meningkatkan sekresi hormon antidiuretik (ADH) dan rasa haus.
ADH diproduksi di hipotalamus (kelenjar pituitari) dan bekerja pada
ginjal untuk mengatur osmolalitas dan volume urin.Dengan
meningkatnya ADH, sangat sedikit urin yang diekskresikan ke luar
tubuh (antidiuresis) sehingga urin menjadi pekat dan tinggi
osmolalitasnya. Untuk mengencerkan, volume cairan ekstraseluler
akan ditingkatkan dengan cara menarik cairan dari bagian
instraseluler. Akibatnya volume darah meningkat sehingga
meningkatkan tekanan darah (Gray, et al 2005).
b. Menstimulasi sekresi aldosteron dari korteks adrenal.Aldosteron
merupakanhormon steroid yang berperan pentingpada ginjal. Untuk
mengatur volume cairan ekstraseluler, aldosteron akan
mengurangi ekskresi NaCl (garam) dengan cara mereabsorpsinya dari
tubulus ginjal. Naiknya konsentrasi NaCl akan diencerkan kembali
dengan cara meningkatkan volume cairan ekstraseluler yang pada
gilirannya akan meningkatkan volume dan tekanan darah (Gray, et al
2005)
2.2.4. Target Tekanan Darah
Menurut Joint National Commission (JNC) 7, rekomendasi target tekanan
darah yang harus dicapai adalah < 140/90 mmHg dan target tekanan darah untuk
pasien penyakit ginjal kronik dan diabetes adalah ≤ 130/80 mmHg. American
Heart Association (AHA)merekomendasikan target tekanan darah yang harus
dicapai, yaitu 140/90 mmHg, 130/80 mmHg untuk pasien dengan penyakit ginjal
mmHg untuk pasien dengan gagal jantung. Sedangkan menurut National Kidney
Foundation (NKF), target tekanan darah yang harus dicapai adalah 130/80 mmHg
untuk pasien dengan penyakit ginjal kronik dan diabetes, dan < 125/75 mmHg
untuk pasien dengan > 1 g proteinuria (Cohen dan Townsend, 2008).
2.3. Pemeriksaan Fungsi Ginjal
Beberapa uji faal ginjal yang sering diperiksa adalah pemeriksaan kadar
kreatinin, kadar uream atau BUN(Blood Urea Nitrogen), dan klirens kreatinin.
(Purnomo,2011).
2.3.1. Klirens Kreatinin
Pemeriksaan klirens kreatinin hampir mendekati LFG. Lebih kurang 80%
nilai klirens kreatinin adalah hasil dari filtrasi glomerulus dan 20% merupakan
nilai sekresi kreatini oleh tubulus ginjal.Untuk memeriksa klirens kreatinin hal
yang pertama dilakukan ialah pengukuran kreatinin serum, usia, berat badan, dan
jenis kelamin pasien.Dengan menggunakan Cockroft dan Gault formula dapat
menghitung klirens kreatinin (Bemmel, et al 2006).
2.3.2. Inulin Klirens
Fungsi ginjal dapat ditentukan dengan cara ginjal mengeliminasi suatu
bahan kimia dari plasma.Nilai yang mengeliminasi itu disebut sebagai renal
clearance.Pemeriksaan untuk menilai renal clearance.Semua bahan yang terdapat
secara alamiah di plasma, bahkan zat sisa, sedikit banyak mengalami reabsorbsi
atau sekresi (Sherwood, 2009).
Namun, inulin adalah suatu karbohidrat asing tidak berbahaya yang
dihasilkan dari bawang merah dan bawang putih, mengalami filtrasi bebas dan
tidak direabsorbsi atau disekresi.Inulin dapat disuntikkan dan klirens plasmanya
filtrasi glomerulus dibersihkan dari inulin, volume plasma yan dibersihkan dari
inulin per menit sama dengan volume plasma yang difiltrasi per menit (LFG)
(Sherwood,2009).
Walaupun penentuan klirens plasma inulin akurat dan langsung, cara ini
kurang nyaman karena inulin harus terus menerus diinfuskan selama waktu
penentuan agar konsentrasi plasmanya dipertahankan konstan.Karena itu, klirens
plasma suatu bahan endogen, kreatinin sering digunakan untuk membuat
perkiraan kasar mengenai LFG.Kreatinin, suatu produk akhir metabolisme otot,
diproduksi dengan kecepatan yang relatif konstan.Bahan ini difiltrasi secara bebas
dan tidak direabsorpsi, tetapi sedikit disekresi.Dengan demikian, klirens kreatinin
bukan merupakan pencerminan yan akurat dari LFG, tetapi memberi perkiraan
yang mendekati dan lebih mudah ditentukan dari klirens inulin (Sherwood,2009).
2.3.3. Asam Para-Aminohipurat
Seperti klirens inulin yang dapat digunakan untuk menentukan LFG,
klirens plasma untuk senyawa asing lain, yaitu anion organik asam
para-aminohipurat (PAH), dapat digunakan untuk mengukur aliran plasma ginjal.
Seperti inulin, PAH difiltrasi secara bebas dan tidak direabsorbsi. Namun zat ini
berbeda dalam hal, yaitu bahwa semua PAH di plasma yang lolos dari filtrasi akan
disekresi dari kapiler peritubulus. Dengan demikian, PAH disingkirkan dari
seluruh plasma yang mengalir melalui ginjal baik dari plasma yang difiltrasi dan
kemudian direabsorpsi tanpa disertai PAH, maupun dari plasma yang tidak
difiltrasi yang terus mengalir ke kapiler peritubulus dan kehilangan PAH melalui
proses sekresi aktif.Karena semua plasma yang mengalir ke ginjal dibersihkan
dari PAH, klirens plasma untuk PAH dapat dipakai untuk mengira kecepatan
2.3.4. Laju Filtrasi Glomerulus
Laju filtrasi glomerulus (LFG) adalah penunjuk umum bagi kelainan
ginjal. Dengan bertambah parahnya kerusakan ginjal, LFG akan menurun. Nilai
normal LFG adalah 100-140 mL/min bagi pria dan 85-115 mL/min bagi
wanita.Dan ia menurun dengan bertambahnya usia. LFG ditentukan dengan
menentukan jumlah bahan buangan dalam urin 24 jam atau dengan menggunakan
indikator khusus yang dimasukkan secara intravena (Pranay dan Stoppler, 2010).
Laju Filtrasi Glomerulus(LFG) merupakan pengukuran yang baik untuk
menilai kapasitas filtrasi dari ginjal.LFG yang rendah atau menurun adalah indeks
dari Chronic Kidney Disease (CKD).Perhitungan yang paling sering dipakai untuk
mengestimasi LFG pada orang dewasa adalah persamaan Cockcroft-Goult
yangdikembangkan untuk mengestimasi creatinine clearance tapi telah banyak
diuji akan kemampuannya dalam mengukur LFG. Walaupun persamaan yang
berdasarkan serum creatinine (Cockcroft-Goult) adalah metode yang baik dari
segi keefektifan dan harga, ketepatannya terbatas (Kidney Disease Outcome
Quality Initiative, KDOQI2000).
Berikut adalah klasifikasi CKD menurut National Kidney Foundation
Kidney Disease Outcome Quality Initiative (NKF KDOQI) 2000.
Tabel 2.4 Derajat Keparahan CKD menurut NKF-KDOQI
Stadium Deskripsi LFG
(ml/mnt/1.73 m²) I Kerusakan ginjal dengan LFGnormal atau
meningkat
≥90
II Kerusakan ginjal dengan penurunanLFG ringan 60-89
III Kerusakan ginjal dengan penurunanLFG sedang 30-59
IV Kerusakan ginjal dengan penurunanLFG berat 15-29
2.4. Hubungan Tekanan Darah Dengan Faal Ginjal
Peningkatan tekanan darah menyebabkan kerusakan arteri dan ginjal
dikelilingi oleh arteri.Ginjal disuplai dengan pembuluh darah yang padat dan
volume aliran darah yang tinggi. Apabila tekanan darah yang tinggi tidak
dikontrol akan menyebabkan arteri sekitar ginjal menjadi sempit,lemah, dan keras.
Arteri yang rusak ini tidak dapat menghantar darah yang secukupnya ke jaringan
ginjal. Arteri ginjal yang rusak tidak akan menyaring darah. Ginjal memiliki
nefron yang memfiltrasi darah.Setiap nefron suplai darah melalui kapiler, dimana
pembuluh darah yang terkecil.Apabila arteri rusak, nefron tidak menerima
oksigen dan nutrisi yang diperlukannya. Dan ginjal juga hilang kemampuan untuk
memfiltrasi darah dan meregulasi cairan,hormon, asam, dan, garam dalam tubuh.
Ginjal yang rusak gagal mengatur tekanan darah.Kerusakan ginjal dan
peningkatan tekanan darah yang tidak terkontrol menyebabkan spiral
negatif.Karena makin banyak arteri tersumbat dan tidak berfungsi, akhirnya
terjadi gagal ginjal. Proses ini dapat terjadi selama beberapa tahun, tetapi dapat
dicegah (Kidney Damage and High Blood Pressure (KDHBP)(AHA)2012).
Hampir 1 juta unit nefron ada pada setiap ginjal yang menyumbang
kepada jumlah akhir laju filtrasi glomerulus (LFG). Apabila terjadi kerusakan
pada ginjal, ginjal menjadi tidak dapat mempertahankan laju filtrasi glomerulus
(LFG) terjadi destruksi nefron dimana progresif dan menahun, ginjal mempunyai
upaya untuk terus mempertahankan LFG menerusi hiperfiltrasi dan mekanisme
kompensasi kerja yaitu hipertrofi pada nefron yang masih berfungsi. Keupayaan
ginjal ini dapat meneruskan fungsi normal ginjal untuk mensekresi bahan buangan
seperti urea dan kreatinin sehinggan bahan tersebut meningkat dalam plasma
darahnya hanya setelah LFG menurun pada tahap 50% dari waktu yang
normal.Kadar kreatinin plasma akan mengganda pada penurunan LFG 50%.
Walaupun kadar normalnya adalah 0,6 mg/dL menjadi 1,2 mg/dL, ia menujukkan
penurunan fungsi nefron menurun sebanyak 50%.Hiperfiltrasi danhipertrofi
merupakan penyebab utama terjadi gagal ginjal.Karena peningkatan tekanan intra
glomerulus merusakkan pembuluh darah yang akhirnya terjadi glomerulosklerosis