• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang - Pengaruh Stres Kerja Terhadap Kinerja Pegawai Pada Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Tengku Mansyur Kota Tanjungbalai

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang - Pengaruh Stres Kerja Terhadap Kinerja Pegawai Pada Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Tengku Mansyur Kota Tanjungbalai"

Copied!
33
0
0

Teks penuh

(1)

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

Sumber daya manusia memegang peranan yang sangat penting dalam

menjalankan aktivitas organisasi. Berhasil atau tidaknya organisasi dalam mencapai tujuan yang ditetapkan sebelumnya didukung oleh kemampuan sumber daya manusia yang berkualitas. Pegawai dalam suatu organisasi merupakan aset

terpenting dalam pencapaian tujuan organisasi, dimana pegawai mampu menghasilkan kinerja yang baik dapat memberikan kontribusi besar dalam

menjalankan aktivitas suatu organisasi dan juga pegawai merupakan perencana dan pengendali semua kegiatan organisasi.

SDM di dalam organisasi merupakan suatu yang sangat penting untuk menjalankan roda organisasi untuk mencapai tujuannya (Ivancevich, 2009:295). Sumber Daya Manusia yang berkualitas sangat dibutuhkan saat ini. Sumber Daya

Manusia (SDM) yang memiliki prestasi kerja dan produktivitas yang baik akan mendukung organisasi mencapai tujuannya.

Kinerja merupakan suatu potensi yang harus dimiliki oleh setiap

pegawai untuk melaksanakan setiap tugas dan tanggung jawab yang diberikan organisasi kepada pegawai. Menurut Mangkunegara (2005:67) kinerja adalah hasil

(2)

organisasi secara efektif dan efisien sehingga masalah yang terjadi pada organisasi

dapat teratasi dengan baik

Tuntutan akan kinerja pegawai yang tinggi memang sudah menjadi bagian dari semua organisasi. Kinerja merupakan aspek penting dalam upaya

pencapaiaan suatu tujuan. Pencapaian tujuan yang maksimal merupakan buah dari kinerja tim atau individu yang baik.

Fakta yang ada sekarang memperlihatkan bahwa belum semua

pegawai memiliki kinerja yang tinggi sesuai dengan harapan. Masih banyak terdapat pegawai yang memiliki kinerja yang rendah. Berdasarkan peringkat

indeks kinerja yang telah dilakukan World Investment Report (WIR) tahun 2003, indeks kinerja Indonesia menempati urutan ke 138 dari 140 negara. Peringkat ini dengan memperhatikan indikator tingkat kehadiran, kualitas pekerjaan

(profesionalisme dalam bekerja), dan kuantitas pekerjaan pegawai Indonesia yang masih tergolong rendah. (Hidayati, Purwanto, dan Yuwono, 2008:2)

Sebagai suatu profesi dalam bidang kesehatan, tenaga medis seperti dokter, pegawai, apoteker dan sebagainya harus memiliki pengetahuan atau keterampilan melalui pendidikan di bidang kesehatan begitu pula dengan

pegawai-pegawai non-medis lainnya sesuai dengan jenis profesinya. Pegawai-pegawai-pegawai rumah sakit harus memiliki profesionalisme yang tinggi, yang terdiri dari

kemampuan intelektual, teknikal dan interpersonal sehingga para pegawai mampu mempertahankan citra dan kinerja yang memenuhi standar profesi (Nursalam, 2002).

(3)

salah satunya adalah stres kerja. Stres pekerjaan dapat diartikan sebagai tekanan

yang dirasakan pegawai karena tugas-tugas pekerjaan tidak dapat mereka penuhi. Artinya, stres muncul saat para pegawai tidak mampu memenuhi apa yang menjadi tuntutan-tuntutan pekerjaan. Stress kerja yang dibiarkan begitu saja tanpa

penanganan yang serius dari pihak organisasi membuat para pegawai menjadi tertekan, tidak termotivasi, dan frustasi menyebabkan pegawai bekerja tidak optimal sehingga kinerjanya pun akan terganggu.

Stres menjadi masalah yang penting karena situasi itu dapat mempengaruhi pegawai sehingga perlu penanganan dalam upaya mencapai tujuan

organisasi. Stres yang tidak diatasi dengan baik biasanya berakibat pada ketidakmampuan seseorang berinteraksi secara positif dengan lingkungannya, baik dalam arti lingkungan pekerjaan maupun di luarnya. Stres kerja dengan kata lain

pada taraf tertentu akan mampu meningkatkan kinerja pegawai, namun bila dibiarkan berlarut dapat menurunkan tingkat kinerja pegawai. Jadi dengan

demikian, stres kerja tanpa adanya motivasi akan berdampak pada penurunan kinerja dan sebaliknya jika stres kerja disertai motivasi maka semangat kerja yang akan ditunjukkan pegawai sehingga dapat meningkatkan kinerja.

Di era industrialisasi sekarang ini, rumah sakit merupakan salah satu bentuk organisasi yang bergerak dibidang pelayanan kesehatan dimana salah satu

upaya yang dilakukan adalah mendukung rujukan dari pelayanan tingkat dasar, seperti puskesmas. Untuk itu, sebagai pusat rujukan dari pelayanan kesehatan

(4)

Rumah sakit sebagai salah satu subsistem pelayanan kesehatan

menyelenggarakan dua jenis pelayanan untuk masyarakat yaitu pelayanan kesehatan dan pelayanan administrasi. Pelayanan kesehatan mencakup pelayanan medis, rehabilitasi medis, dan pelayanan pegawaian. Pada masa sekarang ini

rumah sakit sedang berada dalam suasana global dan kompetitif, termasuk bersaing dengan pelayanan kesehatan alternatif lainnya seperti dukun dan tabib.

Sebagai sebuah lembaga kesehatan, rumah sakit diharapkan dapat

menujukkan eksistensinya dalam hal yang positif artinya mampu menunjukkan kinerja yang baik di mata masyarakat. Peningkatan kinerja pegawai secara

perorangan akan mendorong kinerja sumber daya manusia secara keseluruhan, yang direfleksikan dalam kenaikan produktivitas. Kinerja pegawai yang tinggi akan membuat mereka semakin loyal terhadap organisasi, semakin termotivasi

untuk bekerja, bekerja dengan merasa senang dan yang lebih penting kepuasan kerja yang tinggi akan memperbesar kemungkinan tercapainya produktivitas yang

tinggi pula.

Manajemen pada rumah sakit merupakan sebuah usaha yang padat karya, padat modal dan padat teknologi. Karena itu sumber daya manusia pada

rumah sakit dipacu untuk bekerja dengan maksimal, disamping memberikan pelayanan yang bernilai sosial dan etika, juga harus memperhitungkan dari segi

ekonomi, sehingga pegawai-pegawai pada rumah sakit rentan terhadap stres.

Pegawai rumah sakit baik pegawai medis maupun pegawai non-medis adalah Sumber daya manusia yang merupakan aset paling penting karena

(5)

karena itu, sumber daya manusia harus selalu diperhatikan, dijaga, dan

dikembangkan. Beberapa aspek yang berhubungan dengan beban kerja adalah jumlah pasien yang harus dirawatnya, kapasitas kerjanya sesuai dengan pendidikan yang di peroleh, shift yang di gunakan untuk mengerjakan tugasnya yang sesuai

dengan jam kerja yang berlangsung setiap hari, serta kelengkapan fasilitas yang dapat membantu pegawai menyelesaikan kerjanya dengan baik. Selain itu, pegawai-pegawai pada rumah sakit merupakan sumber daya manusia dari berbagai

disiplin ilmu yang berbeda seperti dokter, perawat, apoteker, farmasis, adiministrator, dan lain lain., hal ini memungkinkan terjadinya

pertentangan-pertentangan diantara para pegawai sehingga berpengaruh terhadap stres kerja mereka yang berujung pada penurunan kinerja mereka.

Demikian halnya dengan Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Tengku

Mansyur Kota Tanjungbalai. RSUD Tengku Mansyur Tanjungbalai merupakan sebuah rumah sakit milik pemerintah yang dikelola oleh Pemerintah Kota

Tanjungbalai. Rumah sakit ini memberikan pelayanan kesehatan didasarkan pada ketersediaan fasilitas dan sarana rumah sakit. Rumah sakit ini memiliki pegawai-pegawai yang tergolong kedalam tenaga medis dokter, tenaga paramedis

pegawaian, tenaga paramedis non pegawaian, dan tenaga non medis. Pegawai-pegawai pada rumah sakit ini merupakan tenaga ahli yang berkualitas dan

berdedikasi tinggi.

Pegawai-pegawai pada rumah sakit ini merasakan adanya stres kerja

(6)

menjadi pemicu stres kerja bagi mereka. Untuk jangka tertentu bebannya sangat

ringan dan saat-saat lain bebannya bisa berlebihan. Tabel 1.1

Rekapitulasi Kunjungan Pasien Rawat Jalan

No. BULAN Kunjungan

1. Agustus 4.037

2 September 5.548

3. Oktober 5.595

4. Nopember 5.080

5. Desember 5.069

Sumber: Medical Rekord RSUD Dr. Tengku Mansyur Kota Tanjungbalai

Rekapitulasi Kunjungan Pasien Rawat Inap

No. BULAN KUNJUNGAN

1. Agustus 505

2. September 562

3 Oktober 664

4. Nopember 684

5. Desember 647

Sumber: Medical Rekord RSUD Dr. Tengku Mansyur Kota Tanjungbalai

Tabel diatas merupakan rekapitulasi jumlah pasien yang berkunjung ke Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Dr. Tengku Mansyur Kota Tanjungbalai baik yang rawat jalan maupun rawat inap. Jumlah pasien yang masuk juga yang

(7)

memicu stres pada pegawai dan menurunkan kinerja mereka. kondisi pasien yang

selalu berubah dan jumlah rata-rata jam pegawaian yang dibutuhkan untuk melayani pasien secara langsung. Selain itu ditambah dengan banyaknya pasien yang masuk dan rawat inap dengan berbagai jenis penyakit yang memerlukan

tindakan medis yang cepat dan tepat menambah beban kerja pegawai yang pada akhirnya menurunkan gairah kerja mereka.

Selain itu,berdasarkan pengamatan yang dilakukan pada Rumah Sakit

Umum Daerah (RSUD) T.Mansyur Kota Tanjungbalai terdapat faktor-faktor lain yang dapat menimbulkan stres pada pegawai rumah sakit. Faktor-faktor itu antara

lain : hubungan yang kurang baik dengan penyelia, dokter, rekan perawat, pasien dan keluarga pasien, adanya pekerjaan rutin yang diulang-ulang, perpindahan ppegawai dari tempat lain, bahaya fisik dalam pekerjaan seperti ancaman

kesalahan penggunaan jarum suntik dan paparan sinar radiasi, pasien yang tidak sadarkan diri, bunyi yang terus menerus dari alat monitor maupun dari pasien yang

menjerit atau merintih, dan terlalu sering melihat/mencium bau kotoran dari pasien ataupun darah yang berceceran pada ruang pasien.

Berdasarkan uraian di atas, maka penulis tertarik untuk mengadakan penelitian dengan judul “Pengaruh Stres Kerja Terhadap Kinerja Pegawai

(8)

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang penelitian yang telah dikemukakan diatas,

maka yang menjadi permasalahan dalam penelitian ini adalah : Apakah ada Pengaruh Stress Kerja Terhadap Kinerja Pegawai pada Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) T. Mansyur Tanjungbalai ?

1.3 Tujuan Penelitian

Adapun yang menjadi tujuan penelitian ini adalah :

1. Untuk mengetahui stres kerja yang dialami oleh pegawai Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) T. Mansyur Kota Tanjungbalai.

2. Untuk mengetahui kinerja pegawai pada Rumah Sakit Umum Daerah

(RSUD) T. Mansyur Kota Tanjungbalai

3. Untuk mengetahui ada atau tidaknya pengaruh dari stress kerja terhadap

kinerja pegawai pada Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD)T. Mansyur Kota Tanjungbalai.

1.4 Manfaat Penelitian

Penelitian ini merupakan kajian untuk mengetahui bagaimana pengaruh stress kerja terhadap pegawai pada Rumah Sakit Umum Daerah T. Mansyur

Tanjungbalai. Penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat baik secara akademis maupun secara praktis. Berikut adalah manfaat dari penelitian ini :

1. Manfaat secara ilmiah.

Penelitian ini bermanfaat bagi peneliti dalam mengembangkan kemampuan untuk menulis karya ilmiah dan menambah pengetahuan ilmiah tentang

(9)

terhadap kinerja pegawai pada Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD)

T.Mansyur Kota Tanjungbalai

2. Manfaat secara Akademis

Sebagai suatu tahapan utnuk melatih dan mengembangkan kemampuan

berfikir dan menuangkannya dalam bentuk karya ilmiah dan sebagai syarat untuk menyelesaikan studi Srata-1 di Departemen Ilmu Administrasi Negara Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara.

3. Secara Praktis

Hasil penelitian ini diharapkan menjadi masukan atau sumbangan

pemikiran bagi Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Dr. Tengku Mansyur Kota Tanjungbalai.

1.5 Kerangka Teori

Pada bagian ini penulis akan memaparkan beberapa teori atau konsep yang berkaitan dengan penelitian yang akan penulis lakukan sebagai konsep yang

menjadi landasan teoritis dalam sebuah penelitian. Dengan harapan karya penulisan ini memiliki landasan yang kuat untuk mengangkat permasalahan yang diangkat pada penelitian.

Singarimbun (1995:37) menyebutkan teori adalah serangkaian asumsi, konsep dan konstruksi, definisi dan proposisi untuk menerangkan suatu fenomena

(10)

1.5.1 Stres Keja

1.5.1.1 Pengertian Stres Kerja

Stress berarti suatu urutan hal-hal yang sangat berbeda bagi orang yang berbeda. Para usahawan memandang stress sebagai frustasi atau ketegangan

emosional. Stres adalah suatu tanggapan adaptif, dibatasi oleh perbedaan individual dan proses psikologis, yaitu suatu konsekuensi dari setiap kegiatan (lingkungan), situasi atau kejadian eksternal yang membebani tuntutan psikologis

atau fisik yang berlebihan terhadap seseorang. Menurut Selye, stres yang bersifat positif disebut eustress sedangkan stres yang yang berlebihan dan bersifat

merugikan disebut “distress”.

Dalam menjalankan pekerjaan seorang pekerja dapat mengalami stres kerja. Beban kerja yang berlebihan serta desakan waktu mengakibatkan pegawai

menjadi tertekan dan stres. Beberapa tekanan kerap kali berasal dari penyelia, sehingga kualitas penyelia yang jelek bisa mengakibatkan stres terhadap pegawai.

Penyelia yang otokratik, wewenang pekerjaan yang tidak jelas merupakan contoh lain dari sumber stres kerja yang dialami oleh pegawai.

Greenberg (2002) mendefinisikan stres kerja sebagai kombinasi antara

sumber-sumber stres pada pekerjaan, karakteristik individual, dan stresor di luar organisasi.

Munandar (2008) menyatakan bahwa stres yang dialami tenaga kerja sebagai hasil atau akibat lain dari proses bekerja, yang dapat berkembang menjadikan tenaga kerja sakit fisik dan mental, sehingga tidak dapat bekerja lagi

(11)

David dan Newstrom mendefinisikan stres kerja sebagai suatu kondisi

yang mempengaruhi emosi, proses pikiran, dan kondisi fisik seseorang.

Menurut Beehr dan Franz (dikutip Bambang Tarupolo, 2002:17), mendefinisikan stress kerja sebagai “suatu proses yang menyebabkan orang

merasa sakit, tidak nyaman atau tegang karena pekerjaan, tempat kerja atau situasi kerja yang tertentu”.

Sementara, Robbins mendefinisikan stres kerja sebagai kondisi yang

dinamis di mana seseorang dikonfrontasikan dengan kesempatan, hambatan, atau tuntutan yang berhubungan dengan apa yang diinginkannya dan untuk itu

keberhasilannya ternyata tidak pasti (2007:368).

Evan dan Johnson (2000) menyebutkan bahwa stres kerja merupakan satu faktor yang menentukan naik turunnya kinerja pegawai. Hal ini juga didukung

Luthans (2006) bahwa pemicu stres kerja tersebut berasal dari interaksi seseorang dengan pekerjaan dan lingkungan kerjanya yang tidak nyaman.

Berdasarkan beberapa pengertian yang diungkapkan diatas maka dapat ditarik sebuah kesimpulan bahwa stres kerja merupakan suatu kondisi dimana seorang pegawai mengalami gangguan psikologis maupun fisik dalam menghadapi

suatu permasalahan atau pekerjaan yang berakibat merusak kinerja pegawai. 1.5.1.2 Gejala Stres Di Tempat Kerja

Pengaruh stres kerja tidak selalu negatif atau dengan kata lain stres kerja juga dapat memberikan dampak yang menguntungkan bagi organisasi. Pada taraf stres tertentu stres diharapkan dapat memacu pegawai untuk dapat

(12)

Perubahan tersebut terjadi sebagai bentuk usaha mengatasi stres kerja yang

dialami. Robbins (2007:375-377) membagi tiga jenis konsekuensi yang ditimbulkan oleh stres kerja:

a. Gejala fisiologis

Stres menciptakan penyakit-penyakit dalam tubuh yang ditandai dengan peningkatan tekanan darah, sakit kepala, jantung berdebar, bahkan hingga sakit jantung.

b. Gejala psikologis

Gejala yang ditunjukkan adalah ketegangan, kecemasan, mudah marah,

kebosanan, suka menunda dan lain sebagainya. Keadaan stres seperti ini dapat memacu ketidakpuasan.

c. Gejala perilaku

Stres yang dikaitkan dengan perilaku dapat mencakup dalam perubahan dalam produktivitas, absensi, dan tingkat keluarnya pegawai. Dampak lain

yang ditimbulkan adalah perubahan dalam kebiasaan sehari-hari seperti makan, konsumsi alkohol, gangguan tidur dan lainnya.

Gejala stres ditempat kerja menurut Veithzal Rivai & Deddy Mulyadi

(2003:309) ada 7, yaitu; a. Kepuasan kerja rendah

b. Kinerja yang menurun

c. Semangat dan energy menjadi hilang d. Komunikasi tidak lancar

(13)

g. Bergulat pada tugas-tugas yang tidak produktif

Menurut Bambang Tarupolo, (2002:5). Gejala- gejala stres kerja dapat berupa letih dan lelah, kecewa, perasaan tidak berdaya, gangguan tidur, kegelisahan, ketegangan, kecemasan, cepat marah, kehilangan rasa percaya diri,

perasaan kesepian atau keterasingan, makan terlalu sedikit, mudah tersinggung, berdebardebar dan sulit berkonsentrasi.

1.5.1.3 Sumber-Sumber Stres Kerja (Penyebab Stres Kerja)

Keberadaan stres kerja yang dialami oleh pegawai tentu saja tak dapat dipisahkan dari sumber-sumber penyebab stres kerja tersebut. Robbins

menyatakan, sumber stres kerja yang dialami oleh seorang pegawai setidaknya ada 3 (Robbins, 2003). Sumber stres kerja tersebut adalah:

a. Konflik Kerja

Konflik kerja adalah ketidaksetujuan antara dua atau lebih anggota atau kelompok dalam organisasi yang timbul karena harus menggunakan sumber

daya secara bersama-sama atau menjalankan kegiatan bersama-sama, atau karena mempunyai status, tujuan, nilai-nilai dan persepsi yang berbeda. Konflik kerja juga merupakan kondisi yang dipersepsikan ada antara

pihak-pihak yang merasakan adanya ketidaksesuaian tujuan dan peluang untuk mencampuri usaha pencapaian tujuan pihak lainTuntutan peran.

b. Beban Kerja.

Beban kerja adalah keadaan dimana pegawai dihadapkan pada sejumlah pekerjaan dan tidak mempunyai cukup waktu untuk menyelesaikan

(14)

c. Waktu Kerja

Pegawai selalu dituntut untuk segera menyelesaikan tugas pekerja sesuai dengan yang telah ditentukan. Dalam melakukan pekerjaannya pegawai merasa dikejar oleh waktu untuk mencapai target kerja.

d. Sikap Pemimpin

Dalam setiap organisasi kedudukan pemimpin sangat penting, seorang pemimpin melalui pengaruhnya dapat memberikan dampak yang sangat

berarti terhadap aktifitas kerja pegawai. Dalam pekerjaan yang bersifat

stessfull, para pegawai bekerja lebih baik jika pimpinannya mengambil

tanggung jawab lebih besar dalam memberikan pengarahan.

Copper dan Davidson (Veithzal, 2003:313) membagi penyebab stress

dalam pekerjaan menjadi dua, yakni:

a. Group stressors, adalah penyebab stress yang berasal dari situasi maupun

keadaan di dalam organisasi, misalnya kurangnya kerjasama antara pegawai, konflik antara individu dalam suatu kelompok, maupun kurangnya dukungan social dari sesama pegawai di dalam organisasi.

b. Individual stressor, adalah penyebab stress yang berasal dari dalam diri individu, misalnya tipe kepribadian seseorang, control personal dan tingkat

kepasrahan seseorang, persepsi terhadap diri sendiri, tingkat ketabahan dalam menghadapi konflik peran serta ketidakjelasan peran.

(15)

Setiap orang memiliki batas toleransi terhadap situasi stres. Tingkat

stres yang dapat diatasi oleh seseorang sebelum perasaan stres terjadi disebut sebagai ambang stres. Pada orang tertentu akan mudah sekali merasa sedih atau kecewa karena masalah yang sepele namun sebaliknya, beberapa orang justru

bersikap dingin, cuek, tenang, dan santai. Hal ini disebabkan kepercayaan diri mereka atas kemampuan untuk mengatasi stres. Mereka hanya merasa sedikit stres sekalipun sumber stres mereka besar Seperti telah diungkapkan diatas, setiap orang

memiliki reaksi terhadap stres yang berbeda beda. Meyer Friedman dan Rosenman dalam Munandar (2008:400) membedakan dua tipe pegawai dalam menghadapi

stres kerja. Kedua tipe tersebut adalah: a. Tipe A

Pegawai tipe A digambarkan sebagai pegawai yang memiliki derajat dan

intensitas tinggi untuk ambisi, dorongan untuk pencapaian (achievement) dan pengakuan (recognition), kebersaingan (competitiveness) dan keagresifan.

Pegawai tipe A memiliki paksaan untuk bekerja lebih, selalu bergelut dengan batas waktu, dan sering menelantarkan aspek-aspek lain dari kehidupan seperti keluarga, kejaran sosial (social pursuits), kegiatan-kegiatan waktu luang dan rekreasi

b. Tipe B

Orang tipe B merupakan mereka yang lebih dapat bersikap santai dan tenang

(easygoing). Mereka menerima situasi yang ada dan bekerja dengan situasi tersebut dan bukan berkompetisi. Orangorang seperti ini bersikap santai sehubungan dengan tekanan waktu, sehingga mereka cenderung kurang

(16)

1.5.1.5 Dampak Stres Kerja

Menurut Gitosudarmo (2000 : 54) menjelaskan dampak stres kerja dapat menguntungkan atau merugikan karyawan. Dampak yang menguntungkan diharapkan akan memacu karyawan untuk dapat menyelesaikan pekerjaan dengan

bersemangat sebaik- baiknya, namun jika stres tidak mampu diatasi maka akan menimbulkan dampak yang merugikan karyawan. Dampak-dampak dari stres kerja meliputi :

a. Faktor fisik seperti meningkatnya tekanan darah, meningkatnya kolesterol, penyakit jantung koroner.

b. Faktor psikologi seperti ketidakpuasan kerja, murung, rendahnya kepercayaan, mudah marah.

c. Faktor organisasi seperti ketidakhadiran, kelambatan-kelambatan, rendahnya

prestasi kerja dan sabotase.

Menurut Rini (2002) dampak stres kerja akan berpengaruh pada organisasi

dan juga individu yang mengalaminya. Dampaknya sebagai berikut : a. Dampak Stres pada Organisasi :

1. Terjadinya kekacauan, hambatan baik dalam manajemen maupun

operasional kerja.

2. Mengganggu kenormalan aktivitas kerja.

3. Menurunkan tingkat produktivitas.

4. Menurunkan pemasukan dan keuntungan organisasi. Kerugian finansial yang dialami organisasi karena tidak imbangnya antara produktivitas

(17)

5. Banyak karyawan yang tidak masuk kerja dengan berbagai alasan, atau

pekerjaan tidak selesai pada waktunya atau karena kelambanan atau pun karena banyaknya kesalahan yang berulang.

b. Dampak stres kerja bagi individu adalah munculnya masalah-masalah yang

berhubungan dengan kesehatan, psikologis dan interaksi interpersonal seperti :

1. Kesehatan

Tubuh manusia pada dasarnya dilengkapi dengan sistem kekebalan untuk mencegah serangan penyakit. Istilah "kebal" ini dikemukakan oleh dua

orang peneliti yaitu Memmler dan Wood untuk menggambarkan kekuatan yang ada pada tubuh manusia dalam mencegah dan mengatasi pengaruh penyakit tertentu, dengan cara memproduksi antibodi.

Sistem kekebalan tubuh manusia ini bekerja sama secara integral dengan sistem fisiologis lain, dan kesemuanya berfungsi untuk menjaga

keseimbangan tubuh, baik fisik maupun psikis yang cara kerjanya di atur oleh otak. Seluruh sistem tersebut sangat mungkin dipengaruhi oleh faktor psikososial seperti stres dan immunocompetence (derajat keaktifan dan keefektifan dari sistem

kekebalan tubuh). 2. Psikologis

Stres berkepanjangan akan menyebabkan ketegangan dan kekuatiran yang terus-menerus. Menurut istilah psikologi, stres berkepanjangan ini disebut stres kronis. Stres kronis sifatnya menggerogoti dan menghancurkan tubuh, pikiran

(18)

perkawinan yang tidak bahagia, atau masalah ketidakpuasan kerja. Akibatnya,

orang akan terus-menerus merasa tertekan dan kehilangan harapan. 3. Interaksi Interpersonal

Orang yang sedang stres akan lebih sensitif dibandingkan orang yang

tidak dalam kondisi stres. Oleh karena itulah, sering terjadi salah persepsi dalam membaca dan mengartikan suatu keadaan, pendapat atau penilaian, kritik, nasihat, bahkan perilaku orang lain. Obyek yang sama bisa diartikan dan dinilai secara

berbeda oleh orang yang sedang stres.

Selain itu, orang stres cenderung mengkaitkan segala sesuatu dengan

dirinya. Pada tingkat stres yang berat, orang bisa menjadi depresi, kehilangan rasa percaya diri dan harga diri. Akibatnya, individu tersebut akan lebih banyak menarik diri dari lingkungan, tidak lagi mengikuti kegiatan yang biasa dilakukan,

jarang berkumpul dengan sesamanya, lebih suka menyendiri, mudah tersinggung, mudah marah, mudah emosi.

Cox (dalam Andraeni, 2005;23) membagi empat jenis konsekuensi yang dapat ditimbulkan stress, yaitu:

1. Pengaruh psikologis, yang berupa kegelisahan, agresi, kelesuan,

kebosanan, depresi, kelelahan, kekecewaan, kehilangan kesabaran, harga diri yang rendah.

2. Pengaruh perilaku, yang berupa peningkatan konsumsi alkohol, tidak nafsu makan atau makan berlebihan, penyalahgunaan obat-obatan, menurunnya semangat untuk berolahraga yang berakibat timbulnya

(19)

3. Pengaruh kognitif, yaitu ketidakmampuan mengambil keputusan,

kurangnya konsentrasi, dan peka terhadap ancaman.

4. Pengaruh fisiologis, yaitu menyebabkan gangguan pada kesehatan fisik yang berupa penyakit yang sudah diderita sebelumnya, atau memicu

timbulnya penyakit tertentu. 1.5.1.6 Manajemen Stres Kerja

Stres kerja sampai pada titik tertentu merupakan faktor pemicu

peningkatan kinerja karyawan akan tetapi apabila sudah melewati titik tersebut, keberadaan stres kerja justru akan memicu terjadinya permasalahan yang tentu saja

akan berpengaruh terhadap kinerja atau performance. Oleh karena itu perlu dilakukan upaya-upaya penanggulangan terhadap stres kerja sehingga tidak berdampak pada kinerja karyawan. Tim Penulis modul FISIP-UT dalam artikel

yang ditulis oleh Carceres (Maret, 2009) mencoba memberikan upaya-upaya mengatasi stres kerja. Upaya tersebut meliputi:

a. Relaksasi dan Meditasi

Relaksasi (relaxation) dan meditasi merupakan suatu cara menetralisir ketegangan emosi maupun fisik. Teknik-teknik relaksasi yang dikembangkan

para ahli mempunyai tujuan mengurangi ketegangan melalui latihan-latihan mengendurkan otot-otot dan urat saraf.

Relaksasi dilakukan dengan bantuan perintah verbal yang diberikan oleh orang yang ahli atau terapis membantu individu untuk menegangkan dan mengendurkan kelompok-kelompok otot tertentu secara bergantian dan

(20)

Meditasi merupakan merupakan suatu cara menenangkan diri pada posisi

tertentu untuk dapat berkonsentrasi pada suatu hal tertentu. Beberapa cara yang termasuk meditasi adalah mendengarkan musik, bersembahyang atau menikmati alam yang indah. Selain itu cara lain yang banyak dikenal sebagai

bentuk meditasi adalah yoga. b. Pelatihan

Program pelatihan stres diberikan pada karyawan dengan tujuan agar

karyawan memiliki daya tahan terhadap stres dan memiliki kemampuan lebih baik untuk mengatasi stres. Dalam pelatihan stres karyawan

memperoleh pelatihan mempergunakan dan mengembangkan sumber-sumber energi yang ada dalam dirinya. Agar memperoleh hasil yang maksimal, maka pelatihan harus ditangani orang-orang yang ahli dalam

bidang pelatihan stres pada pekerjaan ini. c. Terapi

Terapi adalah treatmen baik yang bersifat fisik maupun psikis. Terapi yang bersifat psikis disebut psikoterapi. Terapi dapat juga berarti semua bantuan metodis atau sistematis, yang diberikan oleh orang yang ahli kepada orang

yang membutuhkan bantuan dalam situasi yang sulit. Jadi terapi mengandung pengertian adanya hubungan antara dua pihak, yaitu orang

yang ahli dalam bidang terapi dan orang yang membutuhkan Salah satu bentuk terapi yang sering digunakan untuk mengatasi stres adalah terapi perilaku atau ”behavior therapy”. Terapi perilaku adalah terapi yang

(21)

mengubah perilakunya yang lama ke arah perilaku baru yang lebih baik,

terutama kemampuan dalam menghadapi kondisi yang menyebabkan stres. Dalam bukunya yang berjudul Stress and the Manager Dr. Karl .... menyarankan hal-hal berikut untuk mengurangi stress dalam pekerjaan:

a. Membina hubungan yang bermanfaat, menyenangkan, dan kooperatif dengan kolega dan pegawai.

b. Membina hubungan yang efektif dan suportif dengan atasan.

c. Negosiasikan batas waktu yang realistik dalam melaksanakan proyek-proyek penting dengan atasan. Bersiap-siap untuk mengajukan batas waktu

anda sendiri, dari pada hal itu ditetapkan orang lain. d. Sisihkan waktu setiap hari untuk beristirahat dan santai. e. Berolahraga untuk tetap menyegarkan badan dan siap siaga.

f. Adakan survey kebisingan dalam kantor anda dan cari pemecahan untuk mengurangi suara-suara yang tidak perlu.

g. Kurangi jumlah hal-hal sepele dari perhatian anda. Delegasikan tugas-tugas rutin kepada orang lain apabila dimungkinkan.

h. Batasi pernyataan. Usahakan untuk menjadwalkan periode tertentu “tanpa

tersela”

i. Jangan berusaha menunda-nunda menanggulangi masalah yang tidak anda

senangi seperti menyuluh pegawai yang menghadapi masalah. (Dessler, 1997)

Keith Davis &. John W. Newstrom, (dalam Mangkunegara,

(22)

Pendekatan ini dilakukan melalui aktivitas yang bertujuan memberikan

kepuasan sosial kepada karyawan. Misalnya: bermain game, dan bercanda. 2. Pendekatan Melalui Meditasi.

Pendekatan ini perlu dilakukan karyawan dengan cara berkonsentrasi ke

alam pikiran, menendorkan kerja otot, dan menenangkan emosi meditasi ini dapat dilakukan selama dua periode waktu yang masing- masing 15-20 menit. Meditasi bisa dilakukan di ruangan khusus.

3. Pendekatan melalui biofeedback.

Pendekatan ini dilakukan melalui bimbingan medis. Melalui bimbingan

dokter, psikiater, dan psikolog, sehingga diharapkan karyawan dapat menghilangkan stress yang dialaminya.

4. Pendekatan kesehatan pribadi

Pendekatan ini merupakan pendekatan preventif sebelum terjadinya stres. Dalam hal ini karyawan secara periode waktu yang kontiniu memeriksa

kesehatan, melakukan relaksasi otot, pengaturan gizi, dan olahraga secara teratur.

1.5.2 Kinerja

Kinerja pada dasarnya adalah apa yang dilakukan dan apa yang tidak dilakukan karyawan. Kinerja karyawan adalah yang mempengaruhi seberapa banyak mereka memberi kontribusi pada organisasi.Perbaikan kinerja baik untuk

(23)

1.5.2.1 Pengertian Kinerja Pegawai

Hasibuan (2006 :94) mendefenisikan Kinerja adalah suatu hasil kerja yang dicapai seseorang dalam melaksanakan tugas-tugas yang dibebankan kepadanya yang didasarkan atas kecakapan, pengalaman, kesungguhan serta

waktu.

Menurut Sedarmayanti (2004:174) bahwa Kinerja merupakan memenuhi atau menjalankan kewajiban suatu nazar, hasil para pekerja, proses

organisasi, terbukti secara konkrit, menyempurnakan tanggung jawab, dapat diukur, dapat dibandingkan dengan standar yang sudah ditentukan.

Prawiro Suntoro (dalam Tika, 2006: 121) mengemukakan bahwa kinerja adalah hasil kerja yang dapat dicapai seseorang atau sekelompok orang dalam suatu organisasi dalam rangka mencapai tujuan organisasi dalam periode

waktu tertentu.

Menurut Wirawan (2009) kinerja adalah keluaran yang dihasilkan oleh

fungsi-fungsi atau indikator-indikator suatu pekerjaan atau suatu profesi dalam waktu tertentu.

Dalam Mangkunegara (2005) beberapa ahli mendefinisikan kinerja

pegawai sebagai berikut :

1. Kusriyanto menyatakan kinerja pegawai adalah perbandingan hasil yang

dicapai dengan peran serta tenaga kerja persatuan waktu (biasanya perjam)

(24)

3. Mangkunegara menyatakan kinerja pegawai itu adalah hasil kerja secara

kualitas dan kuantitas yang dicapai oleh seorang pegawai dalam melaksanakan tugasnya sesuai dengan tanggungjawab yang diberikan kepadanya.

Dari pendapat para ahli di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa kinerja

pegawai adalah prestasi kerja atau hasil kerja yang dicapai oleh pegawai dalam melaksanakan tugas kerjanya sesuai dengan tanggunngjawab yang diberikan kepadanya dalam rangka mencapai tujuan organisasi.

1.5.2.2 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kinerja

T. Hani Handoko (2008) menyebutkan bahwa kinerja karyawan baik

atau tidak tergantung pada motivasi, kepuasan kerja, tingkat stres, kondisi fisik pekerjaan, sistem kompensasi, desain pekerjaan, aspek-aspek ekonomis dan teknis serta keperilakuan lainnya.

Keith Davis dalam Mangkunegara (2011:67- 68) , mengemukakan faktor yang mempengaruhi kinerja dirumuskan sebagai berikut:

Human Performance = Ability + Motivation Motivation = Attitude + Situation

Ability = Knowledge + skill

Mangkunegara (2011:67-68) faktor yang mempengaruhi pencapaian kinerja adalah faktor kemampuan (ability) dan faktor motivasi (motivasion) yang

mengemukakan bahwa motivasi terbentuk dari sikap seseorang pegawai dalam menghadapi situasi kerja.Sikap mental yang mendorong diri pegawai untuk berusaha mencapai prestasi kerja secara maksimal yang siap secara psikofik (siap

(25)

a. Faktor Kemampuan (Ability)

Secara psikologis, kemampuan (ability) terdiri dari kemampuan potensi (IQ) dan kemampuan reality (knowledge + skill). Pimpinan dan pegawai harus memiliki pendidikan yang memadai untuk jabatannya dan terampil dalam

mengerjakan pekerjaan sehari-hari, maka akan lebih mudah mencapai kinerja maksimal.

b. Faktor Motivasi (Motivation)

Motivasi diartikan sebagai suatu sikap yang yang dimiliki pegawai terhadap situasi kerja dilingkungan organisasinya. Mereka akan menunjukan nilai

positif atau negatif terhadap situasi kerjanya, dan semua itu bisa memperlihatkan bagaimana tinggi rendahnya motivasi yang dimiliki pegawai.

Motivasi terbentuk dari sikap seorang karyawan dalam menghadapi

situasi kerja. Motivasi merupakan kondisi yang menggerakkan diri karyawan yang terarah untuk mencapai tujuan organisasi.

Menurut Mathis & Jacson (2002) menyatakan bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi kinerja pegawai yaitu bakat, pendidikan, pelatihan, lingkungan dan fasilitas, iklim kerja, gaji, bonus, interseleksi, motivasi, dan

kemampuan hubungan industrial, teknologi manajemen, kesempatan berprestasi, dan keberadaan pekerjaan yang mereka lakukan.

(26)

a. Faktor personal (Individu), meliputi : Pengetahuan, kemampuan,

kepercayaan diri, motivasi dan komitmen yang dimiliki oleh setiap individu.

b. Faktor kepemimpinan, meliputi : kualitas dalam memberikan dorongan,

semangat, arahan, dan dukungan yang diberikan pimpinan atau team leader.

c. Faktor team, meliputi : kualitas dukungan dan semangat yang diberikan

oleh rekan satu tim, kepercayaan terhadap sesama anggota tim, keserataan dan kekompakan anggota tim.

d. Faktor sistem, meliputi : sistem kerja, fasilitas kerja, atau infrastruktur yang diberikan organisasi, proses organisasi dan kultur kerja dalam organisasi.

1.5.2.3 Indikator Kinerja

Menurut T.R. Michel dalam Rizky (2001:15) indikator kinerja meliputi :

a. Kualitas pelayanan (Quality of work),

yaitu kualitas pekerjaan yang dihasilkan dapat memuaskan bagi penggunanya atau tidak, sehingga hal ini dijadikan sebagai standar kerja.

b. Komunikasi (Communication),

yaitu kemampuan pegawai dalam berkomunikasi dengan baik kepada

konsumen.

c. Kecepatan (Promptness),

yaitu kecepatan bekerja yang diukur oleh tingkat waktu, sehingga pegawai

(27)

d. Kemampuan (Capability),

yaitu kemampuan dalam melakukan pekerjaan semaksimal mungkin. e. Inisiatif (Intiative),

yaitu setiap pegawai mampu menyelesaikan masalah pekerjaannya sendiri

agar tidak terjadi kemandulan dalam pekerjaan.

Menurut Dharma (2003:355) mengatakan hampir semua cara pengukuran kinerja mempertimbangkan hal-hal sebagai berikut:

a. Kuantitas, yaitu jumlah yang harus diselesaikan atau dicapai. Pengukuran kuantitatif melibatkan perhitungan keluaran dari proses atau pelaksanaan

kegiatan. Ini berkaitan dengan jumlah keluaran yang dihasilkan.

b. Kualitas, yaitu mutu yang harus dihasilkan (baik tidaknya). Pengukuran kualitatif keluaran mencerminkan pengukuran ”tingkat kepuasan”, yaitu

seberapa baik penyelesaiannya. Ini berkaitan dengan bentuk keluaran.

c. Ketepatan waktu, yaitu sesuai tidaknya dengan waktu yang direncanakan.

Pengukuran ketepatan waktu merupakan jenis khusus dari pengukuran kuantitatif yang menentukan ketepatan waktu penyelesaian suatu kegiatan.

1.5.2.4 Tujuan dan Sasaran Kinerja

Tujuan Evaluasi kinerja adalah untuk memperbaikidan meningkatkan

kinerja organisasi melalui peningkatan kinerja SDM organisasi, dalam penilaian kinerja tidak hanya semata-mata menilai hasil fisik tetapi pelaksanaanpekerjan secara keseluruhan yang menyangkut berbagaibidang seperti kemampuan,

(28)

tugasnya semua layak untuk dinilai.Tujuan penilaian kinerja karyawan menurut

Veithzal (2011:552), Pada dasarnya meliputi: a. Meningkatkan etos kerja.

b. Meningkatkan motivasi kerja.

c. Untuk mengetahui tingkat kinerja karyawan selama ini. d. Untuk mendorong pertanggungjawaban dari karyawan.

e. Pemberian imbalan yang serasi, misalnya untuk pemberian kenaikan gaji

berkala, gaji pokok, kenaikangaji istimewa dan insentif uang. f. Untuk pembeda antar karyawan yang satu denganyang lainnya.

g. Pengembangan SDM yang masih dapat dibedakan lagi ke dalam Penugasan kembali, seperti diadakannya mutasiatau transfer, rotasi organisasi, kenaikan jabatan, pelatihan.

h. Sebagai alat untuk membantu dan mendorong karyawan untuk mengambil inisiatif dalam rangka memperbaiki kinerja.

i. Mengidentifikasi dan menghilangkan hambatan-hambatan agar kinerja menjadi baik.

j. Untuk mendorong pertanggung jawaban dari karyawan.

k. Sebagai alat untuk memperoleh umpan balik dari karyawan untuk memperbaiki desain pekerjaan, lingkungan kerja, dan rencana karier

selanjutnya.

l. Pemutusan hubungan kerja, pemberian sanksi ataupun hadiah.

m. Memperkuat hubungan antara karyawan dengan supervisor melalui diskusi

tentang kemajuan kerja mereka.

(29)

1.5.3 Pengaruh Stres Kerja Terhadap Kinerja Pegawai

Stress merupakan hal yang melekat pada kehidupan manusia dalam bentuk tertentu seperti stres kerja yang dialami dalam kehidupan pekerjaan seseorang dan lingkungan kerja seseorang. Stres kerja terjadi dalam proses

interaksi antara seorang karyawan dengan pekerjaannya, karena dampak stres di tempat kerja dapat mempengaruhi kehidupan, kesehatan dan kinerja seseorang.

Stres kerja dapat membantu atau fungsional, tetapi juga dapat berperan

salah (disfunctional) atau merusak prestasi kerja (Handoko, 2008). Apabila tidak ada stres dalam pekerjaan, para pegawai tidak akan merasa tertantang dengan

akibat bahwa kinerja akan menjadi rendah. Sebaliknya, dengan adanya stres pegawai merasa perlu mengerahkan seluruh kemampuan untuk berprestasi tinggi dan dengan demikian dapat menyelesaikan tugas dengan baik. Secara sederhana

hal ini berarti bahwa stres kerja mempunyai potensi untuk mendorong atau mengganggu pelaksanaan kerja, tergantung seberapa besar tingkat stres kerja yang

(30)

Gambar 1.1

Pengaruh Stres Terhadap Kinerja

Sumber: Sthephen P. Robbins

Logika yang mendasari U terbalik adalah bahwa stres pekerjaan pada tingkat rendah sampai pada tingkat sedang merangsang tubuh dan mengakibatkan kemampuan untuk berkreasi. Pada saat itu (pada tingkat rendah-sedang) individu

sering melakukan tugasnya dengan lebih baik dan lebih cepat. Tetapi bila stres itu lebih banyak akan menyebabkan kinerja menjadi rendah dan menurun.

Pola U terbalik ini juga menggambarkan reaksi terhadap stres sepanjang waktu dan terhadap intensitas stres, artinya stres tingkat sedang justru dapat berpengaruh negatif pada kinerja jangka panjang karena intensitas stres yang

berkelanjutan dapat meruntuhkan individu dan melemahkan sumber daya engerginya.

(31)

bergaul), bekerja asal-asalan, sering bolos, dan yang tadinya rapi menjadi

acak-acakan karena stres mengganggu pelaksanaan pekerjaan. 1.6 Hipotesa

Hipotesa adalah pernyataan sementara yang menghubungkan dua

variabel atau lebih. Kesimpulan yang tarafnya rendah karena masih membutuhkan pengujian secara empirik (Sugiono 2004:70), maka penulis merumuskan hipotesis sebagai berikut :

1. Hipotesa Alternatif (Ha), yaitu ada pengaruh yang positif antara stress kerja terhadap kinerja pegawai

2. Hipotesa Nol (Ho), tidak ada pengaruh yang positif antara stress kerja terhadap kinerja.

1.7 Defenisi Konsep

Menurut Singarimbun (1995: 37) konsep adalah istilah atau definisi yang digunakan untuk menggambarkan secara abstrak kejadian, keadaan,

kelompok atau individu yang menjadi pusat ilmu sosial. Adapun yang menjadi definisi konsep dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Stres kerja yaitu suatu kondisi dimana seorang pegawai mengalami

gangguan psikologis maupun fisik dalam menghadapi suatu permasalahan atau pekerjaan yang berakibat merusak kinerja pegawai.

2. Kinerja pegawai adalah prestasi kerja atau hasil kerja yang dicapai oleh pegawai dalam melaksanakan tugas kerjanya sesuai dengan tanggunngjawab yang diberikan kepadanya dalam rangka mencapai tujuan

(32)

1.8 Defenisi Oprasional

Defenisi operasional adalah unsur- unsur yang memberitahukan bagaimana mengukur suatu variabel sehingga dengan pengukuran tersebut dapat

diketahui indikator- indikator apa saja untuk mendukung analisa dari variabel tersebut (Singarimbun, 1995).

Definisi operasional dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Variabel Bebas (X), yaitu Stress kerja dapat diukur dengan menggunakan indikator sebagai berikut :

a. Konflik Kerja

Konflik kerja adalah ketidaksetujuan antara dua atau lebih anggota atau kelompok dalam organisasi yang timbul karena harus menggunakan sumber

daya secara bersama-sama atau menjalankan kegiatan bersama-sama, atau karena mempunyai status, tujuan, nilai-nilai dan persepsi yang berbeda.

Konflik kerja juga merupakan kondisi yang dipersepsikan ada antara pihak-pihak yang merasakan adanya ketidaksesuaian tujuan dan peluang untuk mencampuri usaha pencapaian tujuan pihak lainTuntutan peran.

b. Beban Kerja.

Beban kerja adalah keadaan dimana pegawai dihadapkan pada sejumlah

pekerjaan dan tidak mempunyai cukup waktu untuk menyelesaikan pekerjaannya. Pegawai juga merasa tidak memiliki kemampuan untuk menyelesaikan pekerjaan tersebut karena standar pekerjaan terlalu tinggi.

(33)

Pegawai selalu dituntut untuk segera menyelesaikan tugas pekerja sesuai

dengan yang telah ditentukan. Dalam melakukan pekerjaannya pegawai merasa dikejar oleh waktu untuk mencapai target kerja.

d. Sikap Pemimpin

Dalam setiap organisasi kedudukan pemimpin sangat penting, seorang pemimpin melalui pengaruhnya dapat memberikan dampak yang sangat berarti terhadap aktifitas kerja pegawai. Dalam pekerjaan yang bersifat

stessfull, para pegawai bekerja lebih baik jika pimpinannya mengambil tanggung jawab lebih besar dalam memberikan pengarahan.

2. Variabel Terikat (Y), yaitu Kinerja Pegawai dapat diukur dengan menggunakan indikator sebagai berikut :

a. Kuantitas, yaitu jumlah yang harus diselesaikan atau dicapai. Pengukuran

kuantitatif melibatkan perhitungan keluaran dari proses atau pelaksanaan kegiatan. Ini berkaitan dengan jumlah keluaran yang dihasilkan.

b. Kualitas, yaitu mutu yang harus dihasilkan (baik tidaknya). Pengukuran kualitatif keluaran mencerminkan pengukuran ”tingkat kepuasan”, yaitu seberapa baik penyelesaiannya. Ini berkaitan dengan bentuk keluaran.

c. Ketepatan waktu, yaitu sesuai tidaknya dengan waktu yang direncanakan. Pengukuran ketepatan waktu merupakan jenis khusus dari pengukuran

Gambar

Tabel diatas merupakan rekapitulasi jumlah pasien yang berkunjung ke
Gambar 1.1 Pengaruh Stres Terhadap Kinerja

Referensi

Dokumen terkait

untuk mengetahui apakah metode spektrofotometri visibel untuk penetapan kadar amoksisilin menggunakan pereaksi asetilaseton dan formalin memenuhi parameter validasi metode

That is, the covariance matrix is not calculated or used in the analysis.. Ustwise deletion based on all variables in

usia kerja, dengan kata lain TPAK Kota Pontianak pada tahun 2013 adalah sebesar

Berdasarkan hasil perolehan dan pengolahan data dapat disimpulkan bahwa “Penerapan model pembelajaran ARIAS (Assurance, Relevance, Interest, Assessment, Satisfaction) dapat

Terlebih lagi, kasus AKP di Turki dapat menjadi contoh untuk melihat pergulatan antara Islam dan demokrasi dimana di satu sisi, kelompok Islam berhasil memperoleh

MES yang dihasilkan pada proses sulfonasi masih mengandung produk- produk samping yang dapat mengurangi kinerja surfaktan sehingga memerlukan proses pemurnian. Menurut Satsuki,

Waste transportation adalah jenis pemborosan yang terjadi karena transportasi yang berlebihan sepanjang proses value stream. Berdasarkan Tabel I.4 diketahui

Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk