• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Tanaman jarak duri (Ricinus communis L.) termasuk dalam famili

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Tanaman jarak duri (Ricinus communis L.) termasuk dalam famili"

Copied!
12
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tanaman Jarak Duri

Tanaman jarak duri (Ricinus communis L.) termasuk dalam famili Euphorbiaceae, merupakan tanaman tahunan yang hidup di daerah tropik maupun sub tropik, dan dapat tumbuh pada ketinggian 0-800 m di atas permukaan laut. Tanaman jarak duri telah lama dikenal di Indonesia, tanaman ini berkembang sangat cepat, tidak bergantung pada musim, serta dapat memperbanyak diri dengan cepat melalui biji-bijinya yang tanggal dan tersebar dengan sendirinya (Ketaren, 1986).

Tanaman jarak duri memiliki banyak sebutan di masyarakat Indonesia, antara lain jarak kaliki (Sunda), jarak atau kepyar (Jawa), kaleke (Madura), gloah atau nawaih nawas (Aceh Gayo), lulang (Karo), dan dulang (Tapanuli) (Prihandana dan Hendroko, 2006).

Biji jarak terdiri dari 75% kernel (daging biji) dan 25% kulit dengan komposisi 54% minyak, 13% karbohidrat, 12,5% serat, 2,5% abu dan 18% protein (Ketaren, 1986).

2.2 Lemak dan Minyak

Lemak dan minyak adalah triester dari gliserol dan disebut trigliserida. Perbedaan lemak dan minyak adalah pada temperatur kamar lemak berwujud padat sedangkan minyak berwujud cair, karena minyak mengandung persentase asam lemak tak jenuh yang lebih tinggi dibandingkan lemak. Umumnya, lemak berasal dari sumber hewani dan minyak dari sumber nabati. Asam lemak ialah

(2)

asam yang diperoleh dari penyabunan lemak dan minyak (Fessenden dan Fessenden, 1984; Hart, 2003).

2.3 Minyak Kastor

Minyak kastor diperoleh dari biji tanaman jarak duri duri. Minyak kastor mempunyai kandungan asam lemak dengan komposisi 89,5% asam risinoleat, 4,2% asam linoleat, 3% asam oleat, 1 % asam stearat,1% asam palmitat, 0,7% asam dihidroksi stearat, 0,3% asam eikasanoat dan 0,3% asam linolenat. Asam risinoleat merupakan penyusun utama minyak kastor. Asam risinoleat adalah (Naughton, 1973).

Minyak kastor dapat dibedakan dengan trigliserida lain karena memiliki kekentalan dan kelarutan dalam pelarut organik yang polar seperti alkohol yang relatif tinggi. Kandungan tokoferol relatif kecil (0,05%), serta kandungan asam lemak esensial yang sangat rendah menyebabkan minyak kastor tidak digunakan sebagai bahan pangan. Kulit biji jarak duri mengandung risin yang merupakan protein yang bersifat racun (Ketaren, 1986).

Orang Mesir kuno sudah menggunakan minyak kastor untuk minyak lampu sejak lebih dari 4000 tahun lalu. Pada masa sekarang, minyak kastor dapat diproses menjadi minyak pelumas dan minyak rem. Minyak kastor dan turunannya banyak digunakan dalam pembuatan obat-obatan, industri sabun, parfum dan kosmetik lain. Juga digunakan dalam pembutan lilin dan cat, pembuatan tinta printer dan transparansi, plastik, dan surfaktan (Widodo dan Sumarsih, 2006).

(3)

2.4 Metode untuk Medapatkan Minyak

Ada beberapa cara untuk mendapatkan minyak atau lemak dari bahan yang diduga mengandung minyak atau lemak, antara lain:

2.4.1 Rendering

Rendering adalah cara mendapatkan minyak atau lemak dari bahan yang diduga mengandung minyak atau lemak dengan kadar air yang tinggi. Pada rendering dilakukan pemanasan dengan tujuan untuk menggumpalkan protein pada dinding sel bahan dan untuk memecahkan dinding sel tersebut sehingga mudah ditembus oleh minyak atau bahan yang terkandung di dalamnya (Ketaren, 1986).

2.4.1.1 Dry Rendering

Dry rendering adalah cara renderingtanpa penambahan air selama proses berlangsung. Bahan yang diduga mengandung minyak atau lemak dimasukkan ke dalam ketel tanpa penambahan air, dipanaskan (pada temperatur 105-110oC) dan diaduk. Ampas bahan yang telah diambil minyaknya akan mengendap dan pengambilan minyak dilakukan dari bagian atas ketel (Ketaren, 1986).

2.4.1.2 Wet Rendering

Wet rendering adalah cara rendering dengan penambahan air selama proses berlangsung. Bahan yang akan diekstraksi ditempatkan pada ketel yang dilengkapi dengan alat pengaduk, kemudian ditambahkan air, dipanaskan pelahan-lahan sampai suhu 50oC sambil diaduk (Ketaren, 1986).

2.4.2 Pengepresan Mekanis (Mechanical Expression)

Pengepresan mekanis merupakan suatu cara mendapatkan minyak atau lemak dari bahan yang diduga mengandung minyak atau lemak, terutama untuk

(4)

bahan berupa biji-bijian. Cara ini dilakukan untuk minyak dari bahan yang berkadar minyak tinggi (30%-70%). Pemanasan sebelum pengepresan bertujuan untuk memudahkan proses pengepresan dengan mengurangi kekentalan minyak dan menggumpalkan protein (Ketaren, 1986).

2.4.2.1 Pengepresan Hidraulik (Hydraulic Pressing)

Besarnya tekanan dan lama pengepresan akan mempengaruhi jumlah minyak yang dihasilkan. Umumnya, jumlah minyak yang diperoleh pada pengepresan hidraulik mencapai 80% dari kadar minyak yang terdapat pada daging biji (Ketaren, 1986).

2.4.2.2 Pengepresan Berulir (Expeller Pressing)

Biji dipres dengan pengepresan berulir yang berjalan secara kontinu. Biji dapat dimasukkan ke dalam alat pengepres secara kontinu sehingga jumlah bahan yang dapat dipres dan minyak yang dihasilkan lebih banyak (Ketaren, 1986; Widodo dan Sumarsih, 2006).

2.4.3 Ekstraksi dengan Pelarut (Slvent Extraction)

Prinsip dari proses ini adalah ekstraksi dengan melarutkan minyak atau lemak dalam pelarut minyak atau lemak. Pada cara ini diperoleh kadar minyak yang lebih tinggi, namun sebagian fraksi yang bukan minyak juga akan ikut terekstraksi (Ketaren, 1986).

2.5 Ester Asam Lemak

Ester adalah suatu senyawa yang mengandung gugus –COOR, R dapat berupa alkil maupun aril. Ester dapat dibentuk dengan reaksi langsung antara suatu asam karboksilat dengan suatu alkohol yang disebut reaksi esterifikasi (Fessenden dan Fessenden, 1984).

(5)

Transesterifikasi adalah pembentukan ester dengan mereaksikan: ester asam lemak dengan asam lemak yang disebut asidolisis; ester asam lemak dengan alkohol atau gliserol yang disebut alkoholisis atau gliserolisis; ester dengan ester atau pertukaran ester yang disebut sebagai interesterifikasi (Davideck, et al. 1990).

Transesterifikasi trigliserida terdiri dari tiga tahap reaksi dan bersifat reversibel, secara berturut trigliserida diubah menjadi digliserida, monogliserida dan akhirnya menjadi gliserol dan membebaskan satu molekul ester di setiap langkahnya. Pada prinsipnya, proses transesterifikasi adalah memisahkan gliserol dari minyak dan mereaksikan asam lemak bebasnya dengan alkohol (biasanya metanol) menjadi metil ester asam lemak (MEAL) atau dikenal dengan biodisel. Dalam reaksi alkoholisis, alkohol bereaksi dengan ester dan menghasilkan ester baru. Reaksi ini merupakan reaksi dapat balik yang pada suhu kamar tanpa bantuan katalisator akan berlangsung sangat lambat (Meher, 2004).

Reaksi transesterifikasi trigliserida dengan metanol adalah sebagai berikut:

trigliserida metanol ester gliserol Gambar 1. Reaksi transesterifikasi

(6)

2.6 Metil Ester Sulfonat

Surfaktan dapat disintesis dari minyak nabati melalui senyawa antara metil ester asam lemak (fatty acid) dan alkohol lemak (fatty alcohol). Salah satu proses untuk menghasilkan surfaktan adalah proses sulfonasi untuk menghasilkan metil ester sulfonat (MES). Proses sulfonasi terjadi dengan mereaksikan pereaksi yang mengandung sulfat atau sulfit dengan minyak, asam lemak, ester, dan alkohol lemak. Disebut sulfonasi karena proses ini melibatkan penambahan gugus sulfon pada senyawa organik (Nightingale, 1987; Schwuger and Lewandowski, 1995).

Surfaktan digunakan dalam jumlah besar pada berbagai produk kebutuhan rumah tangga, kosmetik dan farmasi, detergen dan produk-produk pembersih lainnya. Biasanya setelah digunakan, prduk yang mengandung surfaktan tersebut dibuang sebagai limbah yang pada akhirnya akan dibebaskan ke permukaan air. Bidegradasi dan mekanisme penguraian lain sangat diperlukan untuk mengurangi jumlah dan konsentrasi surfaktan yang mencapai lingkungan. Salah satu alternatif untuk mengurangi kerusakan lingkungan akibat penggunaan surfaktan adalah memperluas peggunaan surfaktan alami. Metil ester sulfonat merupakan turunan ester asam lemak yang dibuat secara sintesis adalah surfaktan alami (Brown, 1995).

Metil ester sulfonat (MES) merupakan surfaktan anionik yang dibuat melalui proses sulfonasi dengan menggunakan bahan baku dari minyak nabati. Keunggulan MES dibandingkan dengan surfaktan yang dibuat dari minyak bumi (petroleum) adalah sifatnya dapat diperbarui, lebih ramah lingkungan karena mudah didegradasi oleh bakteri, memiliki ketahanan terhadap kesadahan dan

(7)

temperatur tinggi, dan memiliki pembusaan yang rendah (Satsuki, 1994; Schwuger and Lewandowski, 1995).

Proses sulfonasi dapat dilakukan dengan mereaksikan asam sulfat, sulfit, NaHSO3, atau gas SO3 dengan ester asam lemak. Pereaksi kimia yang banyak

digunakan adalah gas SO3 yang sangat reaktif dan bereaksi cepat dengan beberapa

senyawa organik (Schwuger and Lewandowski, 1995). Reaksi sulfonasi dengan gas SO3 terjadi sebagai berikut:

metil ester metil ester sulfonat Gambar 2. Reaksi sulfonasi

MES yang dihasilkan pada proses sulfonasi masih mengandung produk-produk samping yang dapat mengurangi kinerja surfaktan sehingga memerlukan proses pemurnian. Menurut Satsuki, 1994; Schwuger and Lewandowski, 1995), proses produksi MES dilakukan dengan mereaksikan metil ester dan gas SO3

dalam failing film reactor pada suhu 80-90oC. Proses sulfonasi ini akan menghasilkan produk berwarna gelap, sehingga dibutuhkan proses pemurnian meliputi pemucatan dan netralisasi. Untuk mengurangi warna gelap tersebut, pada tahap pemucatan ditambahkan larutan H2O2 atau larutan metanol, yang

dilanjutkan dengan proses netralisasi dengan menambahkan larutan alkali (KOH atau NaOH), setelah melewati tahap netralisasi, produk dikeringkan sehingga produk akhir yang dihasilkan berbentuk pasta, serbuk, atau granula.

(8)

Foster (1996) menyatakan bahwa untuk mendapatkan produk yang unggul dari reaksi sulfonasi, rasio mol reaktan merupakan faktor utama yang harus dikendalikan. Faktor lainnya adalah suhu reaksi, konsentrasi reaktan (gas SO3),

pH netralisasi, lama penetralan, dan suhu selama penetralan. 2.7 Sabun dan Detergen

Sabun adalah garam dari asam lemak berantai panjang, biasanya merupakan garam natrium, contohnya natrium stearat. Suatu molekul sabun mengandung suatu rantai hidrokarbon yang bersifat hidrofobik dan mengandung suatu ujung ion yang bersifat hidrofilik, sehingga sabun adalah surfaktan yang mampu mengemulsi kotoran berminyak. Kekurangan dari sabun ialah membentuk garam yang tidak larut dengan Ca2+, Mg2+ dan ion-ion lain yang terdapat dalam air sadah (Fessenden dan Fessenden, 1984).

Detergen meupakan garam sulfat atau sulfonat dari asam lemak lemak berantai panjang, contohnya natrium lauril sulfat. Sama seperti sabun, detergen adalah surfaktan, dengan rantai hidrokarbon yang bersifat hidrofobik dan ujung ion sulfat atau sulfonat yang bersifat hidrofilik. Adanya gugus sulfat atau sulfonat menyebabkan detergen dapat digunakan dalam air sadah karena detergen membentuk garam yang dapat larut dalam air sadah (Fessenden dan Fessenden, 1984).

2.8 Surfaktan

Surfaktan atau zat aktif permukaan adalah molekul dan ion yang diadsorpsi pada antarmuka. Surfaktan disebut juga amfifil, dimana molekul atau ion tersebut mempunyai afinitas tertentu, baik terhadap pelarut polar maupun non polar, bisa hidrofilik, lipofilik atau berada tepat diantara kedua ekstrem. Dalam

(9)

satu molekulnya, surfaktan memiliki dua gugus yang berbeda polaritasnya yaitu gugus polar dan non polar. Gugus polar memperlihatkan afinitas (daya ikat) yang kuat dengan pelarut polar contohnya air, sehingga sering disebut gugus hidrofilik. Gugus non polar biasa disebut hidrofobik atau lipofilik yang berasal dari bahasa Yunani phobos (takut) dan lipos (lipid) (Martin, dkk. 1993).

Gugus hidrofil antara lain adalah gugus hidroksil (-OH), gugus karbksilat (-COOH), gugus sulfat (-SO2-OH), gugus sulfonat (-SO2-OH), gugus amino

(-NH2), atau gugus amino tersubstitusi: -NHR1, -NR1R2. Gugus lipofil

Berdasarkan muatan gugus hidrofilnya, surfaktan dibagi atas surfaktan anionik, surfaktan kationik, surfaktan nonionik dan surfaktan amfoterik. Surfaktan anionik memiliki gugus hidrofil yang bermuatan negatif dalam bagian aktif permukaan, seperti gugus karboksilat (RCOO-M+), sulfonat (RSO3-M+) atau

posfat (ROPO3-M+). Surfaktan kationik memiliki gugus hidrofil yang bermuatan

positif pada bagian aktif permukaan, contoh ammonium halida kwarterner (R4N+X-). Surfaktan nonionik adalah surfaktan yang tidak bermuatan atau tidak

terjadi ionisasi molekul. Surfaktan amfoterik adalah surfaktan yang mengandung gugus anionik dan kationik, dimana muatannya bergantung kepada pH, pada pH tinggi dapat menunjukkan sifat anionik dan pada pH rendah dapat menunjukkan sifat kationik (Rieger, 1985).

Tegangan permukaan turun dengan tajam apabila konsentrasi zat aktif permukaan dinaikkan sampai mencapai suatu harga yang tetap. Sifat-sifat larutan yang mengandung zat aktif permukaan berubah dengan tajam pada suatu kisaran knsentrasi yang sempit. Konsentrasi ini yang disebut konsentrasi misel kritis. Zat aktif permukaan tidak mempunyai efek lebih lanjut pada tegangan permukaan

(10)

pada konsentrasi di atas knsentrasi misel kritis, tetapi bergabung (50-150 molekul surfaktan) membentuk agregat berukuran koloid yang disebut misel dimana rantai hidrokarbonnya mengelompok dengan ujung-ujung ionnya menghadap ke air (Martin, dkk. 1993).

a b

Gambar 3. Molekul surfaktan membentuk misel (a. Gugus hidrofilik dan hidrofobik surfaktan; b. Agregat surfaktan atau misel)

Karena adanya rantai hidrokarbon, molekul surfaktan secara keseluruhan tidaklah benar-benar larut dalam air, namun teremulsi dalam air karena membentuk misel.

2.8.1 Tegangan Permukaan

Tegangan permukaan adalah gaya per satuan panjang yang harus diberikan sejajar pada permukaan untuk mengimbangi tarikan ke dalam, dengan satuan dyne/cm dalam system cgs (Martin, 1993).

Pengukuran tegangan permukaan dapat dilakukan dengan beberapa metode, tetapi yang sering digunakan adalah metode kenaikan kapiler dan Du Nouy. Prinsip dari tensimeter Du Nouy adalah bahwa gaya yang diperlukan untuk melepaskan suatu cincin platina-iridium yang dicelupkan pada permukaan atau

(11)

antarmuka. Gaya yang diperlukan untuk melepaskan cincin dengan cara ini diberikan oleh suatu kawat spiral dan dicatat dalam satuan dyne pada suatu penunjuk yang dikalibrasi (Martin, dkk. 1993).

2.8.2 Keseimbangan Hidrofilik Lipofilik

Sifat aktivitas permukaan terutama tergantung dari perbandinganhidrofilik dan lipofilik dari surfaktan. Perbandingan ini harus dalam batas tertentu supaya zat tersebut dapat bekerja sebagai surfaktan. Besarnya bagian hidrofilik dan lipofilik menentukan potensi surfaktan. Semakin tinggi nilai HLB suatu zat, semakin hidrofilik zat tersebut. Jika bagian hidrofilik terlalu dominant maka zat tersebut tidak akan melekat ada permukaan tetapi akan melarut dalam air. Jika bagian lipofilik terlalu dominant maka zat tersebut akan melarut sempurna dalam minyak dan tidak lagi berfungsi sebagai surfaktan (Martin, dkk. 1993).

Davies telah menghitung nilai Keseimbangan Hidrofilik dan Lipofilik (KHL) untuk zat aktif permukaan dengan memecah berbagai molekul surfaktan ke dalam gugus-gugus penyusunnya, yang masing-masing diberi suatu angka gugus. Penjumlahan dari angka-angka gugus untuk suatu surfaktan tertentu memungkinkan perhitungan nilai HLB nya menurut persamaan:

HLB = ∑(angka -angka gugus hidrofilik) + ∑(angka -angka gugus lipfilik) + 7 (Martin, dkk. 1993).

2.9 Spektroskopi Inframerah

Spektrofotometri inframerah banyak digunakan dalam identifikasi analisa kimia organik untuk menentukan gugus fungsi suatu senyawa. Frekuensi inframerah biasanya dinyatakan dalam satuan bilangan gelombang (wavenumber),

(12)

pengukuran radiasi inframerah yang umumnya digunakan untuk menyelidiki senyawa-senyawa organik adalah 700-4000 cm-1, dimana pada daerah 1500-4000 cm-1 merupakan daerah gugus fungsi, dan pada daerah 700-1500 cm-1 adalah daerah sidik jari (fingerprint region) yang memberikan spektrum yang khas untuk setiap senyawa (Hart, dkk. 2003; Silverstein, 1986).

Spektrum inframerah suatu senyawa dapat dengan mudah diperoleh dalam beberapa menit. Sedikit sampel senyawa diletakkan dalam instrumen dengan sumber radiasi inframerah. Spektrofotometer secara otomatis membaca sejumlah radiasi yang menembus sampel dengan kisaran frekuensi tertentu dan merekam pada kertas berapa persen radiasi yang ditransmisikan. Radiasi yang diserap oleh molekul muncul sebagai pita pada spektrum (Hart, dkk. 2003).

Metode Spektroskopi inframerah ini dapat digunakan untuk mengidentifikasi suatu senyawa yang belum diketahui, karena spektrum yang dihasilkan spesifik untuk senyawa tersebut. Metode ini banyak digunakan karena cepat dan relatif murah, dapat digunakan untuk mengidentifikasi gugus fungsional dan jenis ikatan yag ada dalam molekul, selain itu inframerah yang dihasilkan oleh suatu senyawa adalah khas karena dapat menyajikan sebuah fingerprint (sidik jari) untuk senyawa tersebut (Silverstein, 1986).

Gambar

Gambar  3.  Molekul surfaktan membentuk misel  (a.  Gugus hidrofilik dan  hidrofobik surfaktan; b

Referensi

Dokumen terkait

dipelajari dengn begitu mereka akan dengan mudah untuk menyimpannya di dalam otak, dengan menggunakan cara-cara seperti layaknya suatu permainan yaitu dengan mencocokkan

Sesuai dengan kriteria diterima atau ditolaknya hipotesis maka dalam hal ini dapat disimpulkan bahwa menerima hipotesis yang diajukan terbukti atau dengan kata lain variabel

Berdasarkan konteks diatas, dapat dilihat perumusan penelitian yang akan diteliti adalah Budget Forecast Error pada Provinsi Jawa Tengah yang menunjukkan periode jabatan,

1. Pengujian panjang butir, yakni mendeteksi panjang butir beras berdasarkan analisa panjang antar koordinat piksel sudut tepi citra. Setiap titik pada tepi citra digunakan

Respon Pertumbuhan Bibit Stek Lada (Piper nisrum L.) Terhadap Pemberian Air Kelapa dan Berbagai Jenis CMA.. Perawatan Jambu Air Citra di

Penentuan aktivitas enzimdan berat molekul protein kasar dari bakteri asal pantai papuma jember dilakukan dengan cara analisis zimografi.Analisis zimografi merupakan

Dari sinilah penata mencoba kesehariannya membuat gamelan untuk dijadikan alat musik, seperti mendengar suara palu, suara bumbung dengan bilah, suara gergaji, suara kikir

Apabila nilai yang ditawarkan suatu perusahaan relatif lebih tinggi dari pesaing akan mempengaruhi tingkat loyalitas konsumen, semakin tinggi persepsi nilai yang dirasakan