BAB II
KETENTUAN PIDANA ABORSI MENURUT KUHP DAN UU NO. 36 TAHUN 2009 TENTANG KESEHATAN
D. Alasan Penghapusan Pidana Dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP)
Alasan penghapus pidana dirumuskan dalam Buku Kesatu, yaitu terdapat dalam Bab III Buku Kesatu KUHPidana yang terdiri dari Pasal 44, Pasal 48 sampai dengan Pasal 51 (sedangkan Pasal 45 sampai dengan Pasal 47 KUHPidana telah dicabut berdasarkan Pasal 67 Undang-Undang No. 3 Tahun 1997 (Undang-Undang tentang Peradilan Anak).
1. Dalam Pasal 44 KUHPidana (pelaku yang sakit/ terganggu jiwanya)
Dalam Pasal 44 KUHPidana ini, pembentuk undang-undang membuat peraturan khusus bagi setiap pelaku yang tidak dapat mempertanggungjawabkan perbuatannya karan sakit jiwa atau kurang sempurna akalnya pada saat perbuatan itu dilakukan olehnya. Sakit jiwa atau kurang sempurna akal yang pada diri si pelaku memang sesuatu yang ada atau yang dialaminya sejak ia lahir ayt atau timbul kemudian (pada seseorang yang tadinya normal) pada saat ia melakukan perbuatan pidana tersebut.18
18
2. Dalam Pasal 48 KUHPidana (perbuatan yang dilakukan dalam keadaan terpaksa).
Pasal 48 KUHPidan ini merumuskan apa yang dimaksudkan dengan “paksaan tersebut. Akan tetapi menurut Memorie Van Toeliching, maka yang dimaksud dengan paksaan itu adalah een kracht, een drang, een dwang waaran men geen weerstand kan bieden” (suatu kekuatan, suatu dorongan, suatu paksaan yang tidak dapat dilawan, tidak dapat ditahan.19
3. Dalam Pasal 49 ayat (1) KUHPidana (perbuatan yang dilakukan untuk membela diri)
Dari bunyi pasal ini, maka penghapusan pidana dapat dijadikan alasan apabila memenuhi syarat-syarat sebagai berikut :
a. Perbuatan itu dilakukan karena untuk membela badan/tubuh, kehormatan atau harta benda sendiri ataupun orang lain.
b. Perbuatan itu dilakukan atas serangan yang melawan hukum yang terjadi pada saat itu juga. Dengan kata lain, perbuatan itu dilakukan setelah adanya serangan yang mengancam, bukan perbuatan yang ditujukan untuk mempersiapkan sebelum adanya atau terjadinya.
c. Perbuatan sebagai perlawanan yang dilakukan itu harus benar-benar terpaksa atau dalam keadaan darurat, tidak ada pilihan lain (perlawanan itu memang suatu keharusan) untuk menghindari dari serangan yang melawan hukum tersebut.
E. Alasan-alasan menghilangkan pidana pada tindak pidana aborsi
Adapun alasan-alasan untuk menghilangkan pidana atau hal-hal yang menghapuskan, mengurangi atau memberatkan pidana diatur dalam Bab III buku kesatu KUHP dan telah diuraikan pada bab terdahulu dari tulisan ini.
Sedangkan alasan-alasan / indikasi untuk melakukan aborsi dapat diperinci:20
1. Alasan-alasan medis
a. Untuk menyelamatkan si ibu b. Untuk menjaga kesehatan si ibu
c. Untuk mencegah gangguan yang berat dan tetap terhadap keselamatan si ibu
d. Untuk mencegah bahaya terhadap jiwa si ibu
e. Untuk mencegah kelahiran anak dengan cacat fisik atau mental yang berat. 2. Alasan-alasan sosial-ekonomi
a. Sudah mempunyai tiga anak atau lebih b. Sudah mempunyai lima anak atau lebih
c. Jika ibu memikul tanggung jawab bagi penghasilan keluarga atau anak d. Untuk mereka yang belum kawin si lelaki tidak mau bertanggung jawab
terhadap anak yang akan dilahirkan.
20
3. Alasan-alasan kemanusiaan
Kehamilan disebabkan oleh
a. Perkosaan (persetubuhan yang dilakukan dengan kekerasan atau ancaman
kekerasan)
b. Perbuatan sumbang ( incest )
c. Persetubuhan dengan gadis masih dibawah umur.
Dari pasal-pasal KUHP Pasal 346,347,348,349 yang merupakan
keseluruhan pasal-pasal tentang buku pengguguran kandungan. Hanya
menekankan pada perempuan dan barang siapa yang sengaja melakukan
pelanggaran atau menyuruh orang lain untuk melakukan pengguguran pada
badannya harus dihukum apapun alasannya
Ditinjau dari sistimatikanya maka kejahatan aborsi ini harus ditinjau
kepada buah kandungan yang masih hidup. Dengan demikian untuk penuntutan
perkara ini jaksa harus membuktikan bahwa buah kandungan itu masih hidup pada
waktu dilakukan tindakan tersebut. Hal ini sulit untuk terlaksana pada pasal 346
dan 348 KUHP. Untuk memperluas pembuktian ini maka pasal 299 dapat
digunakan untuk menyeret para aborsi :
Pasal 299 KUHP berbunyi :
Ayat (1) : barang siapa dengan sengaja mengobati seorang wanita atau menyuruh supaya diobati,dengan diberitahukan atau ditimbulkan arapan bahwa karena pengobatan itu hamilnya dapat digugurkan, diancam dengan pidana penjara paling lama4 tahun atau pidana denda paling banyak empat puluh lima ribu Rupiah.
atau jika dia seorang tabib, bidan, atau juru obat, pidananya ditambah sepertiga.
Ayat (3) : jika yang bersalah melakukan kejahatan tersebut, dalam menjalankan pencaharian, maka dapat dicabut haknya untuk melakukan pencaharian itu. Jika pasal diatas dianalisis maka tidak perlu dibuktikan adanya kandungan yang masih hidup bahkan tidak perlu dibuktikan bahwa wanita itu benar sedang hamil. Pasal ini hanya memberikan harapan bahwa buah kandungannya akan gugur.
Berbagai hasil penelitian mempraktekan bahwa aborsi banyak dilakukan
oleh anak gadis (remaja/belum menikah) dengan penyebab yang bervariasi.
Terdapat kecenderungan cukup tinggi untuk melakukan aborsi yang disebabkan
perbuatan pemerkosaan karena janin yang dikandung tidak dikehendaki untuk
dilahirkan.
Apabila ditelusuri perilaku aborsi berkaitan erat dengan posisi wanita yang
cenderung sering menjadi korban dari perilaku kekerasan seksual. Pelecehan dan
pemerkosaan merupakan dorongan menyapa seorang wanita melakukan tindakan
aborsi. Aborsi jenis ini merupakan abortus criminalis. Kadang-kadang Hukum
Pidana Indonesia melarang hal ini selain itu Undang-undang No 23 Tahun 1992
tentang kesehatan juga melarang hal tersebut.
Disatu sisi pemerkosaan merupakan kejadian yang amat traumatis untuk
wanita yang menjadi korban. Jika pemerkosaan itu mengakibatkan kehamilan,
maka pengalaman traumatis akan bertambah besar. Permasalahan akan muncul
apakah pemerkosaan itu bisa dijadikan alasan agar wanita itu bisa melakukan
Apabila persoalan ini di jawab aborsi pada wanita yang hamil akibat
tindakan / perilaku pemerkosaan hanya dapat dilakukan bilamana terdapat indikasi
medis dan aborsi tanpa indikasi medis tetap dilarang. Padahal indikasi medis itu
berada pada ahli-ahli kedokteran, baik kandungan maupun kejiwaan. Pasal 15
Undang-undang No 23 Tahun 1992 menyebut :
4. Ayat (1) : dalam keadaan darurat sebagai upaya untuk menyelamatkan jiwa
ibu hamil dan atau janinnya, dapat dilakukan tindakan medis tertentu.
5. Ayat (2) : tindakan medis tertentu sebagaimana dimaksud dalam ayat (1)
hanya dapat dilakukan :
a. Berdasarkan indikasi medis yang mengharuskan diambilnya tindakan
tersebut
b. Oleh tenaga kesehatan yang mempunyai keahlian dan wewenang untuk itu
dan dilakukan sesuai dengan tanggung jawab profesi serta berdasarkan
pertimbangan tim ahli.
c. Dengan persetujuan ibu hamil yang bersangkutan atau suami atau
keluarganya.
d. Pada saran kesehatan tertentu.
e. Ayat (3) : Ketentuan lebih lanjut mengenai tindaka dimaksud dalam ayat
(1) dan ayat (2) ditetapkan dengan peraturan pemerintah.
Dalam pangaturan KUHP semua perbuatan atau tindakan aborsi dilarang
tanpa kecuali. Sedangkan dalam Undang-undang No 23 Tahun 1992 dinyatakan
bahwa untuk alasan medis aborsi tersebut diperkenankan. Apabila aborsi
digolongkan dengan alasan medis atau dengan indikasi medis tidak sama dengan indikasi kesehatan.
Telah dikatakan bahwa pemerkosaan merupakan kejadian yang amat traumatis apalagi akibat dari perbuatan itu di wanita menjadi hamil. Kedaan traumatis ini dapat merupakan alasan indikasi medis maupun kesehatan untuk melakukan aborsi.
Dengan demikian maka aborsi terhadap wanita yang hamil akibat perkosaan dapat menghilangkan pidana bagi pelakunya dengan alasan medis atau kesehatan.
Pasal 299 KUHP berbunyi :
Ayat (1) : barang siapa dengan sengaja mengobati seorang wanita atau menyuruh supaya diobati,dengan diberitahukan atau ditimbulkan arapan bahwa karena pengobatan itu hamilnya dapat digugurkan, diancam dengan pidana penjara paling lama4 tahun atau pidana denda paling banyak empat puluh lima ribu Rupiah.
Ayat (2) : jika yang bersalah berbuat demikian untuk mencari keuntungan, atau menjadikan perbuatan terssebut sebagai pencaharian atau kebiasaan, atau jika dia seorang tabib, bidan, atau juru obat, pidananya ditambah sepertiga.
Ayat (3) : jika yang bersalah melakukan kejahatan tersebut, dalam menjalankan pencaharian, maka dapat dicabut haknya untuk melakukan
pencaharian itu
Jika pasal diatas dianalisis maka tidak perlu dibuktikan adanya kandungan yang masih hidup bahkan tidak perlu dibuktikan bahwa wanita itu benar sedang hamil. Pasal ini hanya memberikan harapan bahwa buah kandungannya akan gugur.
perbuatan pemerkosaan karena janin yang dikandung tidak dikehendaki untuk
dilahirkan. Apabila ditelusuri perilaku aborsi berkaitan erat dengan posisi wanita
yang cenderung sering menjadi korban dari perilaku kekerasan seksual. Pelecehan
dan pemerkosaan merupakan dorongan menyapa seorang wanita melakukan
tindakan aborsi. Aborsi jenis ini merupakan abortus criminalis. Kadang-kadang
Hukum Pidana Indonesia melarang hal ini selain itu Undang-undang No 23 Tahun
1992 tentang kesehatan juga melarang hal tersebut.
Disatu sisi pemerkosaan merupakan kejadian yang amat traumatis untuk
wanita yang menjadi korban. Jika pemerkosaan itu mengakibatkan kehamilan,
maka pengalaman traumatis akan bertambah besar. Permasalahan akan muncul
apakah pemerkosaan itu bisa dijadikan alasan agar wanita itu bisa melakukan
aborsi, dan apakah pemerkosaan bisa dijadikan alasan medis atau terapentik ?
Apabila persoalan ini di jawab aborsi pada wanita yang hamil akibat tindakan /
perilaku pemerkosaan hanya dapat dilakukan bilamana terdapat indikasi medis
dan aborsi tanpa indikasi medis tetap dilarang. Padahal indikasi medis itu berada
pada ahli-ahli kedokteran, baik kandungan maupun kejiwaan. Pasal 15
Undang-undang No 23 Tahun 1992 menyebut:
Ayat (1) : dalam keadaan darurat sebagai upaya untuk menyelamatkan jiwa ibu hamil dan atau janinnya, dapat dilakukan tindakan medis tertentu.
Ayat (2) : tindakan medis tertentu sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) hanya dapat dilakukan :
a. Berdasarkan indikasi medis yang mengharuskan diambilnya
b. Oleh tenaga kesehatan yang mempunyai keahlian dan wewenang
untuk itu dan dilakukan sesuai dengan tanggung jawab profesi
serta berdasarkan pertimbangan tim ahli.
c. Dengan persetujuan ibu hamil yang bersangkutan atau suami atau
keluarganya.
d. Pada saran kesehatan tertentu.
Ayat (3) : Ketentuan lebih lanjut mengenai tindaka dimaksud dalam ayat (1) dan
ayat (2) ditetapkan dengan peraturan pemerintah.
Dalam pangaturan KUHP semua perbuatan atau tindakan aborsi dilarang
tanpa kecuali. Sedangkan dalam Undang-undang No 23 Tahun 1992 dinyatakan
bahwa untuk alasan medis aborsi tersebut diperkenankan. Apabila aborsi
dilakukan terhadap wanita hamil karena pemerkosaan dapat dimasukan atau
digolongkan dengan alasan medis atau dengan indikasi medis tidak sama dengan
indikasi kesehatan.
Telah dikatakan bahwa pemerkosaan merupakan kejadian yang amat
traumatis apalagi akibat dari perbuatan itu di wanita menjadi hamil. Kedaan
traumatis ini dapat merupakan alasan indikasi medis maupun kesehatan untuk
melakukan aborsi.
Dengan demikian maka aborsi terhadap wanita yang hamil akibat
perkosaan dapat menghilangkan pidana bagi pelakunya dengan alasan medis atau
F. Faktor-faktor Yang Menjadi Pembenaran Dalam Melakukan Aborsi
Dari sudut pandang moralitas, aborsi dan kematian ibu keduanya
dipermasalahkan karena sama-sama mengancam kelangsungan hidup janin dan
ibu. Namun perlu didudukkan dalam proporsinya masing-masing, manakah
pilihan yang lebih bermanfaat dan membawa kebaikan (mashlahat) dalam
menyelesaikan masalah ini.21 Diperbolehkannya aborsi jika benar-benar dalam
keadaan darurat, dengan syarat kedaruratannya itu pasti, bukan sekedar
persangkaan atau dugaan, sesuai dengan kaidah hukum Islam bahwa sesuatu yang
yang diperbolehkan karena darurat itu harus diukur dengan kadar daruratnya.22
1. Aborsi berdasarkan pertimbangan medis
Aborsi berdasarkan pertimbangan medis maksudnya adalah aborsi yang
dilakukan oleh karena adanya tanda atau keadaan yang menunjukkan atau
menggambarkan pelangsungan kehamilan akan menyebabkan kerusakan serius
pada kesehatan ibu yang tidak bisa dipulihkan atau bahkan bisa menyebabkan
kematian ibu.23
Aborsi ini misalnya bila kehamilan itu diteruskan dapat membahayakan
keselamatan (nyawa) ibu yang bersangkutan. Atas pertimbangan medis maka
janin yang dikandung dapat digugurkan. Atau bila mengindap suatu penyakit,
misalnya mengalami gangguan jiwa atau jantung.24 Alasan yang membenarkan
melakukan aborsi adalah demi menyelematkan jiwa si ibu, bila jiwanya terancam
disebabkan oleh kandungan. Alasan ini dikenal dengan sebutan alasan medis
artinya alasan yang berdasarkan ilmu kedokteran. Alasan medis ini dibenarkan
dalam syariat Islam dengan catatan bahwa aborsi tersebut dilakukan dalam
keadaan darurat yang mengancam si ibu secara berkepanjangan.25 Aborsi
dibolehkan jika dilakukan pada tahap penciptaan janin atau setelah peniupan roh,
jika dokter yang terpercaya menetapkan bahwa keberadaan janin dalam perut ibu
akan mengakibatkan kematian ibu dan janinnya sekaligus. Dalam kondisi seperti
ini dokter diperbolehkan melakukan aborsi dan mengupayakan penyelamatan
kehidupan jiwa ibu. Menyelamatkan kehidupan adalah sesuatu yang sangat
dianjurkan dalam Islam, aborsi dalam kondisi seperti ini termasuk upaya
pengobatan, sebagaimana Nabi menganjurkan berobat. Bagi dokter yang
melaksanakan pengguguran ini hanya diperbolehkan jika setelah melalui
pemeriksaan yang cermat dan tidak gegabah, dengan tinjauan dari berbagai aspek
yang terkait.26
Pengguguran kandungan berdasarkan pertimbangan medik telah
mendapatkan pengaturan di dalam Pasal 75 ayat 2 (a) Undang-undang nomor 36
tahun 2009 tentang kesehatan :
Pasal 75 ayat 2 (a) Larangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat
dikecualikan berdasarkan : indikasi kedaruratan medis yang dideteksi sejak usia
dini kehamilan, baik yang mengancam nyawa ibu dan/atau janin, yang menderita
penyakit genetik berat dan/atau cacat bawaan, maupun yang tidak dapat diperbaiki
sehingga menyulitkan bayi tersebut hidup di luar kandungan. Penafsiran terhadap
25
Hasballah Thaib, 21 Masalah Aktual Dalam Pandangan Fiqih Islam, Fakultas Tarbiyah Universitas Dharmawangsa, Medan, 1995, hal. 82.
26
Pasal 75 ayat 2 (a), aborsi hanya dapat dilakukan dalam keadaan darurat, yakni
keadaaan jiwa ibu hamil terancam kematian, kalau proses kehamilan.101
Mengenai indikasi medis dan menyelamatkan jiwa ibu, sering kali menjadi bahan
perdebatan, sebab undang-undang hanya menyebutkan kondisi yang benar-benar
mengharuskan diambil tindakan pengguguran kandungan.27 Sa’id Ramadhan
al-Buthi menyatakan, seluruh ulama sepakat mengharamkan aborsi sesudah usia
kandungan 120 hari kecuali dalam kasus yang ada alas an mendesak seperti
ancaman terhadap nyawa si ibu, merugikan anak yang sedang menyusui, atau
diduga anak yang akan lahir cacat. Hal ini dipengaruhi oleh adanya tiga hak :28
1) Hak janin
Sebelum 40 hari, kehamilan masih suatu tetes benih hidup yang tanpa
bentuk atau nyawa. Adapun setelah pembentukan, setelah penyawaan, maka
aborsi dilarang.
2) Hak orang tua
Mereka mempunyai hak untuk melanjutkan atau mengakhirinya dalam 40
hari atas persetujuan bersama. Namun apabila aborsi itu akan membahayakan ibu
maka tidak diperbolehkan.
3) Hak masyarakat
Ini berhubungan dengan konsekuensi umum dari aborsi. Apabila hal itu
menjadi kelaziman (melampauin batas), masyarakat mempunyai hak untuk turun
tangan. Demikianlah wacana hukum di kalangan ulama klasik. Sedangkan
menurut ulama Indonesia antara lain menurut fatwa Majelis Ulama Indonesia
27
Nomor 4 Tahun 2005 tentang aborsi dinyatakan bahwa pengguguran kandungan
dengan cara apa pun dilarang ajaran Islam, karena perbuatan itu merupakan
pembunuhan yang dilarang oleh syariat Islam, kecuali untuk menyelamatkan jiwa
si ibu.29
2. Aborsi janin yang cacat
Cacat bawaan merupakan kelainan dalam pertumbuhan bayi yang timbul
sejak kehidupan. Cacat bawaan ini dapat berbentuk satu kelainan saja atau dapat
pula merupakan gabungan dari beberapa kelainan. Sebab langsung dari cacat
bawaan sering kali sukar diketahui. Cacat bawaan yang disebabkan oleh faktor
genetic adalah oleh karena kelainan kromosom. Faktor lingkungan dapat berupa
factor obat, umur ibu, radiasi, kekurangan gizi, dan lain-lain.30
Kemajuan ilmu kedokteran telah mampu mendeteksi kemungkinan ada
dan tidaknya cacat pada janin sebelum berusia 4 bulan sebelum mencapai masa
ditiupkannya ruh.31Deteksi ini diakukan dengan pemeriksaan laboratorium darah.
Deteksi tersebut dapat juga dilakukan dengan pemeriksaan air ketuban pada
kehamilan 20 minggu, dan pemeriksaan USG32
Jika cacat itu bersifat genetik yang menular keturunan, maka ia masih bisa
dicegah dengan cara menghentikan kehamilan untuk sementara waktu. Apabila
terdapat cacat pada janin sebelum ditiup ruh, para hanafiyah dan syafi’iyah telah
menjelaskan pada fase tersebut. Yaitu, boleh melakukan aborsi dan tidak berdosa.
Melakukan tindakan aborsi karena ada sebab atau bahkan tanpa sebab yang jelas,
tetap boleh karena sebuah janin yang belum bernyawa menurut mereka tidak bisa
disebut sebagai jiwa manusia yang haram dibunuh. Contoh dari uzdur adalah
apabila tidak bisa menghentikan kehamilan, sementara itu di antara suami-istri
atau salah satunya memiliki penyakit keturunan yang dapat menular. Maka dalam
situasi darurat seperti ini, aborsi diperbolehkan sebelum usia janin mencapai 120
hari. Adapun janin yang memiliki cacat yang masih bisa diobati secara medis,
atau penyakit yang bisa cepat ditangani atau penyakit yang masih memungkinkan
janin dapat hidup normal, maka hal seperti ini bukan tergolong cacat yang darurat
yang memperbolehkan aborsi.33
Dalam kasus demikian, dalam menentukan hukum menggugurkannya,
ulama dihadapkan dengan berbagai kemungkinan :34
b. Terdapat kemungkinan janin lahir dengan membawa penyakit yang diturunkan
secara genetik
c. Dicurigai adanya cacat bawaan lahir
d. Suatu diagnosis kandung kemih terhadap janin menunjukkan adanya kelainan
parah yang tidak sesuai dengan kehidupan.
Para ilmuwan fikih telah membagi kecacatan pada janin menjadi dua
bagian :35
1) Kecacatan yang terjadi sebelum ditiupkannya ruh Maksudnya, pada janin
tersebut telah terdeteksi adanya cacat bawaan sebelum ditupkannya ruh.
Mayoritas Ulama kontemporer membolehkan aborsi janin tersebut pada fase
33
Adil Yusuf Al-Izazy, Op. Cit., hal. 109. 34
Zuhroni, dkk, Op. Cit., hal. 168. 35
http://kaahil.wordpress.com/2011/06/11/bolehkah-ini. Aborsi adalah bahaya. Akan tetapi keluarnya janin dalam keadaan cacat
akan membahaykan dirinya dan kedua orang tuanya.
2) Cacat bawaan yang terdeteksi setelah ditiupkannya ruh Pada kasus ini aborsi
tidak boleh dilakukan. Sebagaimana telah disebutkan dalil-dalil yang
menunjukkan diharamkannya membunuh jiwa. Karena janin tersebut setelah
ditiupkan padanya ruh menjadi jiwa yang terjaga tidak boleh dibunuh dan
dilanggar kehormatannya. Akan tetapi mayoritas Ulama ini membolehkan
dilakukannya aborsi terhadap janin setelah ditiupkannya ruh apabila
keberadaannya terbukti membahayakan sang ibu. Atas dasar ini,apabila sang
janin mengalami cacat bawaan atau sakit yang dapat membahayakan sang ibu,
berupa kematian yang terbukti atas dasar berkenaan dengan silang pendapat
antara Ulama kontemporer dan Ulama terdahulu tentang hukum aborsi. Ulama
terdahulu berpendapat tidak diperbolehkan dilakukannya aborsi sedangkan
ulama kontemporer berpendapat, jika terbukti sang janin akan mengakibatkan
kematian sang ibu,maka boleh dilakukan aborsi.
3. Aborsi akibat pemerkosaan
Perkosaan adalah perbuatan yang sangat biadab, bukan saja dari segi
perbuatannya, tapi dari juga menimbulkan beban psikologis kepada korban yang
sulit disembuhkan, apalagi kalau sampai berakibat kehamilan pada perempuan
yang diperkosa.36Tidak bisa diragukan, perkosaan merupakan kejadian yang amat
traumatis untuk perempuan yang menjadi korban. Banyak korban perkosaan
membutuhkan waktu lama untuk mengatasi pengalaman traumatis ini, dan
36
mungkin ada juga yang tidak pernah lagi dalam keadaan normal seperti
sebelumnya. Jika perkosaan itu ternyata mengakibatkan kehamilan, pengalaman
traumatis itu bertambah besar lagi.37 Teori feminis mendefinisikan perkosaan
adalah sebagai tindakan dan institusi sosial yang melanggengkan dominasi
patriarkhis dan yang didasarkan pada kekerasan bukan sekedar kejahatan
kekerasan.38
Dalam kasus semacam ini indikasi medis dapat dipertimbangkan, karena
aborsi diperlukan untuk menjamin kesehatan jiwa si korban.39Wanita yang
diperkosa tidak menanggung sama sekali terhadap apa saja yang terjadi pada diri
mereka, selama mereka telah berusaha menolak dan melawannya, sedangkan
dalam mereka dalam keadaan terancam keselamatan jiwanya dengan kekerasan.
Mengenai kehamilan akibat perkosaan pada dasarnya makhluk baru ini harus
dihormati, oleh karena itu pengguguran kandungan disini pada dasarnya terlarang.
Namun perlu dipertimbangkan oleh suatu tim yang terdiri dari ahlisyara’, dokter
dan cendikiawan lainnya, jika ada permintaan untuk menggugurkannya.40
Aborsi sebagai akibat pemerkosaan telah diatur dalam Undang-undang
Nomor 36 Tahun 2009 tentang kesehatan :
1. Pasal 75 ayat 2
(a) indikasi kedaruratan medis yang dideteksi sejak usia dini kehamilan, baik
yang mengancam nyawa ibu dan/atau janin, yang menderita penyakit genetic
37
K. Bertens, Op. Cit., hal. 47. 38
Maggie Humm, Ensiklopedia Feminisme, Fajar Pustaka Baru, Yogyakarta, 2002, hal. 388.
39
berat dan/atau cacat bawaan, maupun yang tidak dapat diperbaiki sehingga
menyulitkan bayi tersebut hidup di luar kandungan; atau
(b) kehamilan akibat perkosaan yang dapat menyebabkan trauma psikologis bagi
korban perkosaan.
2. Pasal 75 ayat 3
Tindakan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) hanya dapat dilakukan
setelah melalui konseling dan/atau penasehatan pra tindakan dan diakhiri dengan
konseling pasca tindakan yang dilakukan oleh konselor yang kompeten dan
berwenang.
3. Pasal 75 ayat 4
Ketentuan lebih lanjut mengenai indikasi kedaruratan medis dan
perkosaan, sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan ayat (3) diatur dengan
Peraturan Pemerintah.
4. Pasal 76
(a) sebelum kehamilan berumur 6 (enam) minggu dihitung dari hari pertama haid
terakhir, kecuali dalam hal kedaruratan medis;
(b) oleh tenaga kesehatan yang memiliki keterampilan dan kewenangan yang
memiliki sertifikat yang ditetapkan oleh menteri;
(c) dengan persetujuan ibu hamil yang bersangkutan;
(d) dengan izin suami, kecuali korban perkosaan; dan
(e) penyedia layanan kesehatan yang memenuhi syarat yang ditetapkan oleh
Adapun mengenai hukum aborsi akibat perkosaan terdapat perbedaan
pendapat di kalangan ulama fikih. Sebelum menerangkan hukumnya, perlu
dipertimbangkan beberapa hal yang berkaitan dengan terjadinya perkosaan. Para
ulama memberikan tuntutan umum, jika terjadi perkosaan, maka pemerkosanya
harus dihukum berat. Tetapi bagi pihak korban, masalahnya sangat rumit dan
tidak mudah menyelesaikannya.41 Maka aborsi akibat perkosaan yang
mengakibatkan stress berat, kalau tidak digugurkan akan menjadikannya
mengalami sakit jiwa atau gila sebagai dampak psikologis tindak perkosaan, maka
hukumnya dibolehkan.42
41