Pertemuan ke 13
“KULIAH VAKSIN DAN
IMUNISASI”
“KEJADIAN IKUTAN PASCA IMUNISASI “ (KIPI)
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Imunisasi : upaya pencegahan penyakit yg paling efektif
& berdampak thd peningkatan kes masyarakat.
Cakupan imunisasi yg tggi, mk penggunaan vaksin jg
meningkat & sbg akibatnya kejadian yg berhub dg
imunisasi jg meningkat.
Penting diket apakah kejadian tsb bhub dg vaksin yg
KIPI
atau reaksi samping atau
adverse
events following immunization (AEFI)
adalah semua kejadian sakit yg terj setelah
menerima imunisasi.
Mengetahui hub ant imunisasi dg KIPI
diperlukan pencatatan & pelaporan semua
reaksi samping yg timbul stlh pemberian
imunisasi (surveilans KIPI).
Surveilans KIPI sgt membantu program
Himbauan WHO thd pemantauan KIPI
tertuang pd pertemuan WHO –SEARO th
1996 dg rekomendasi sbb:
Program Pengembangan Imunisasi
(PPI)
hrs memp perencanaan rinci & terarah shg
dpt mbrk tanggapan segera pd lap KIPI.
Setiap KIPI berat hrs dlkk analisis oleh tim
yg t d : para ahli epidemiologi & profesi (di
Indonesia oleh Komite Nasional Pengkajian
& Penanggulangan KIPI= KN PP KIPI), dan
temuan tsb hrs disebarluaskan melalui
Setiap KIPI berat hrs dlkk analisis oleh tim yg t d :
para ahli epidemiologi & profesi (di Indonesia oleh
Komite Nasional Pengkajian & Penanggulangan
KIPI= KN PP KIPI ), dan temuan tsb hrs
disebarluaskan melalui jalur Program
pengembangan Imunisasi (PPI) dan media masa.
PPI hrs sgr memberikan tanggapan scr cepat &
akurat kpd media masa perihal KIPI yg terjadi.
Pelaporan KIPI tt mis : Abses, BCG itis, hrs dipantau
demi perbaikan penyuntikan yg benar di kmd hari.
PPI hrs melengkapi petugas lap dg formulir
pelaporan kasus, definisi KIPI yg jelas & instruksi
yg rinci perihal jalur pelaporan.
PPI perlu mengkaji lap kasus KIPI dr pengalaman
dunia internasional shg dpt memperkirakan bsr
masalah KIPI yg dihadapi.
TUJUAN
1. Dapat menemukan kasus KIPI mel jalur lap
yg efektif dan Efisien.
2. Dapat mengetahui jenis dan pola kasus
KIPI dg cepat dan tepat.
3. Dapat menangani kasus KIPI scr
komprehensif.
4. Memberikan pengertian ttg KIPI dan
KEBIJAKAN
1.
Setiap kasus KIPI atau yg dilaporkan sbg
KIPI oleh petugas maupun oleh masy hrs
dilacak, dicatat dan ditanggapi.
2. Setiap kasus KIPI sdpt mungkin
diupayakan pengobatannya di fasilitas
pelayanan pemerintah.
3. Utk setiap kasus KIPI, masy berhak utk
mendptk penjelasan resmi atas hsl
penelitian resmi yg dilakukan pemerintah
dan penanggung jawab program.
DIFINISI KIPI
Adalah semua kejadian sakit &kematian yg terjadi
dalam masa 1 bulan setelah imunisasi
.
Pd kead ttt lama pengamatan KIPI dpt mencapai 42
hr (arthritis kronik pasca vaksinasi rubella), atau
bahkan sampai 6bln .
Kejadian yg bukan disbbk efek samping dpt terjadi krn
kesalahan tehnik pebuatan, pengadaan & distribusi serta
penyimpanan vaksin, kesalahan prosedur &tehnik
pelaksanaan imunisasi, semata- mata kejadian yg timbul
scr kebetulan.
Persepsi awal & jg kalangan petugas kes biasanya
menganggap semua kelainan dan kejadian yg dihubungkan
dg imunisasi sbg reaksi alergi thd vaksin.
Akan ttp telaah lap KIPI oleh Vaccine Safety Comittee,
Institute of Medicine (IOM) USA menyatakan bhw sebag
bsr KIPI terjadi scr kebetulan saja (koinsidensi).
Kejadian yg memang akibat imunisasi tersering adalah
akibat kesalahan prosedur & tenik pelaksanaan
(
programmatic error).
EPIDEMILOGI KIPI
KIPI akan timbul setelah pemberian vaksin dlm
jumlah bsr.
Penelitian efikasi dan keamanan vaksin dihasilkan
mel fase uji klinis yg lazim yi: fase 1,2,3, dan 4.
Uji klinis fase 1 dilakukan pd binatang percobaan
sedangkan fase selanjutnya pd manusia.
Uji klinis fase 2 untuk mengetahui keamanan
vaksin (reactogenicity and savety), sedangkan pd
fase 3 selain keamanan juga dilakukan uji
efektivitas (imunogenisitas) vaksin.
Uji klinis 4 dg sample besar yg dikenal sbg post
MATURASI PROGRAM IMUNISASI
Telah terbukti pemberian imunisasi dpt menurunkan
angka kejadian suatu peny bahkan melenyapkan
penyakit.
Contoh
musnahnya peny cacar.
Pola
eradikasi cacar dpt diterapkan utk peny lain yg bbhy
yaitu peny yg dpt menimbulkan kematian &
kecacatan.
Pada saat insidens peny msh tinggi (jml kasus byk)
imunisasi blm dilakukan shg KIPI blm menjadi
masalah.
Imunisasi telah menjadi progr makin lama cakupan
makin meningkat yg berakibat penurunan insidens
peny. Meningkatnya kasus KIPI dpt menurunkan
kepercayaan masy thd program imunisasi.
Kepercayaan masy akan timbul kbl apabila
kasus dpt diselesaikan dg baik yi :
pelaporan & pencatatan yg baik,
penanganan kasus KIPI segera, &
pemberian ganti rugi yg memadai., cak
imunisasi yg tg akan tercapai kbl & diikuti
penurunan angka kejadian penyakit.
Keberhasilan imunisasi akan diikuti dg
pemakaian vaksin dlm dosis besar. Namun
pd perjalanan progr imunisasi akan
ETIOLOGI
Tidak semua kejadian KIPI dsbbk oleh imunisasi krn
sbag bsr ternyata tdk ada hubungannya dg imunisasi.
Krn itu utk mntk KIPI diperlukan ket :
1. Besar frekwensi kejadian KIPI pd pemberian vaksin
ttt.
2. Sifat kelainan tsb lokal atau sistemik.
3. Derajad sakit resipien, apakah memerlukan
perawatan, menderita cacat, atau mbbk kematian.
4. Apakah penyebab dpt dipastikan,diduga,atau tdk
terbukti.
5. Apakah dpt disimpulkan bahwa KIPI berhub dg
vaksin, kesalahan produksi, atau kesalahan
Komnas PP-KIPI
mengelompokkan etiologi
dlm 2
klasifikasi :
1. Klasifikasi Lapangan
menurut WHO Western Pasific
(1999) utk petugas kesehatan di lapangan
Memilah KIPI
dlm 5 kelompok
penyebab:
a.
Kesalahan program/tehnik pelaksanaan (programmatic
errors).
Sebag bsr kasus KIPI berhub dg masalah progr & tehnik pelaks imunisasi yg meliputi kesalahan program
penyimpanan, pengelolaan & tata laksana pemberian vaksin.
b.
Reaksi suntikan.
c. Induksi vaksin (reaksi vaksin ).
Pd umumnya sdh dpt diprediksi krn merup reaksi
simpang vaksin & scr klinis biasanya ringan.
Walaupun bs terjadi hebat spt reaksi anafilaksis
sistemik dg resiko kematian.
d. Faktor kebetulan (koinsiden).
Kejadian yg timbul scr kebetulan saja stlh imunisasi.
Indikator factor kebetulan ini ditandai dg
ditemukannya kejadian yg sama di saat bersamaan
pd kelomp populasi setempat dg karakteristik serupa
tetapi tdk mendapat imunisasi.
e. Penyebab tdk diketahui.
Bl kejadian/ masalah yg dilaporkan blm dpt
dikelompokkan kedlm salah satu penyebab, mk
2 .Klasifikasi kausalitas menurut Institute of Medicine
(IOM ) 1991 membuat telaah & publikasi ttg KIPI pertusis
& rubella yg serius krn byknya lap KIPI yg dihub vaksin
pertusis & DPT.
Klasifikasi kausalitas KIPI tsb terdiri 5 tingkatan :
a.
Tidak terdapat hub kausal.
b.
Bukti tdk cukup utk menerima atau menolak
hub kausal.
c.
Bukti memperkuat penolakan kausal.
d.
Bukti memperkuat penerimaan hub kausal .
GEJALA KLINIS KIPI
Gejala klinis dpt timbul scr cepat maupun lambat &
dpt dibagi menjadi gej : lokal, sistemik, reaksi susunan
syaraf pusat, serta reaksi lainnya.
Keamanan suatu vaksin dituntut lbh tinggi drpd obat.
Dsbbk krn pd umumnya produk farmasi diperuntukkan
org sakit sdk vaksin utk org sehat terutama bayi.
Mengingat tdk ada satupun jenis vaksin yg aman
tanpa efek samping bl seorg anak telah mdpt
imunisasi perlu di observasi bbrp saat, shg dipastikan
bahwa tdk terjadi KIPI (reaksi cepat).
Berapa lama observasi sebenarnya sulit ditentukan ttp
pd umumnya stlh pemberian setiap jenis imunisasi
Angka kejadian :
KIPI yg paling serius pd anak
adalah reaksi anafilaksis.
Angka kejadian anafilaktoid
diperkirakan 2 dlm 100.000 dosis
DPT, ttp yg benar2 reaksi
anafilaksis hanya 1-3 kasus di
antara 1 juta dosis.
Anak yg lb bsr dan org dewasa
lbh byk mglm sinkope, segera
atau lambat.
IMUNISASI PADA KELOMPOK RISIKO
Maka hrs diperhatikan apakah resipien tmsk dlm kelomp risiko.Yg dimaksud klomp risiko :
1. Anak yg mendpt reaksi simpang pd imunisasi terdahulu.
Ini hrs segera dilaporkan kd Komda PP-KIPI setempat & KN PP KIPI dg mgnk formulir pelaporan yg telah yersedia utk penanganan segera. 2. Bayi berat lahir rendah.
Hal2 yg perlu diperhatikan pd bayi kurang bln adalah :
a. Titer imunitas pasif mel transmisi maternal lebih rendah drpd bayi ckp bln.
b.Bl BB bayi sangat kcl ( < 1000 gram) imunisasi ditunda & diberikan setelah
bayi mencapai BB 2000 gram atau berumur 2 bln, imunisasi Hepatitis B diberikan pd umur 2 bln atau lebih kec. Bl ibu mengandung HbSAg.
c.Bl bayi msh dirawat setelah umur 2 bln, mk vaksin Polio yg dbrk suntikan IPV bl vaksin tersedia, shg tdk mbbk penyebaran virus polio melalui
3.Pasien imunokompromais.
Kead ini dpt terj sbg akibat penyakit dsr atau sbg akibat
pengobatan imunosupresan ( kemoterapi, kortikosteroid jangka
panjang). Jenis vaksin hidup merup kontra indikasi utk pasien
imunokompromais dpt dbrk IPV bl vaksin tersedia. Imunisasi
tetap dbrk pd pengobatan kortisteroid dosis kcl dan pberian
dlm wkt pendek.
Ttp imunisasi hrs ditunda pd anak dg pengobatan
kortikosteroid sistemik dosis 2 mg / kgBB/hr atau prednisone
20 mg /hr slm 14 hr. Imunisasi dpt diberikan stlh 1bln
pengobatan kortikosterid dihentikan atau 3bln stlh pemberian
kemoterai selesai.
4. Pd resipien yg mdptkan human immunoglobulin.
Imunisasi virus hidup dbrk stlh 3 bln pengobatan utk
menghindarkan hambatan pbtk respon imun.
5. Pasien HIV memp risiko lbh bsr utk mdptk infeksi. Walaupun
responnya thd imunisasi tdk optimal. Dpt dbrk dg
Pada umumnya tdk tdpt indikasi
kontra imunisasi utk individu sehat
kec utk kelomp risiko.
Pada tiap sediaan dpt petunjuk dr
produsen yg mencantumkan
indikasi kontra serta perhatian
khusus thd vaksin.
Petunjuk hrs dibaca oleh setiap
SURVEILANS KIPI
Membangun
Imunization savety
surveillance
(surveilans KIPI )
membutuhkan kerjasama yg saling
Surveilans KIPI yg efektif melibatkan:
Masyarakat/petugas kes di lap bertugas mlaporkan kasus yg
diduga menderita KIPI kpd petugas kes Pusk setempat.
Supervisor tk Pusk ( petugas kes/ Kepala Pusk) dan Kab /Kota
melengkapi lap kronologis kasus diduga KIPI.
Tim KIPI tingkat Kab / Kota menilai lap KIPI ddan
menginvestigasi KIPI
Komda PP KIPI-memeriksa informasi dr hsl telaah kasus KIPI di
tingkat Provinsi bertugas melakukan analisa KIPI scr teratur dan
mlkk umpan balik ke system dibawahnya.
Komnas PP KIPI-memeriksa informasi hsl telaah kasus KIPI dr
KOMDA PP KIPI mlkk analisa KIPI scr teratur,meninjau
keseluruhan pola dr lap dan pelacakann,membuat penilaian
kausalitas KIPI pd kasus yg belum dpt disimpulkan oleh Komda.
Komnas PP KIPI- terdi dr wakil dr Subdit Imunisasi,
BPOM ,Klinisi, Organisasi profesi (IDAI, POGI,PAPDI) pakar dlm
bidang mikrobiologi, virulogi, vaksin, farmakologi, ahli
Tujuan utama survailans KIPI utk mendeteksi dini, merespon
kasus KIPI dg cepat & tepat, mengurangi dampak neg
imunisasi utk kes individu & pd program imunisasi.
Hal ini merupakan indikator kualitas program.
Kegiatan surveilans KIPI meliputi :
Mendeteksi ,memperbaiki & mencegah kesalahan progam
imunisasi.
Mengidentifikasi peningkatan rasio KIPI yg tdk wajar pd
batch vaksin atau merek vaksin ttt.
Memastikan bahwa suatu kejadian yg diduga KIPI merup
koinsidens (suatu kebetulan )
Menimbulkan kepercayaan masy pd program imunisasi &
memberi respons yg tepat thd perhatian org tua/masy
ttg keamanan imunisasi di tengah kepedulian (masy &
professional) ttg adanya risiko imunisasi.
Memperkirakan angka kejadian KIPI ( rasio KIPI) pd suatu
Prosedur surveilans KIPI pd dsrnya terdiri :
A. Penemuan kasus
,
B. Pelacakan kasus
, dlm wkt 24 jam stlh lap kaus diterima.
C. Analisis kejadian
, Kepala Puskesmas atau Komda PP-KIPI
dpt menganalisa data hsl pelacakan utk menilai klasifikasi
KIPI dan dicoba utk mencari penyebab KIPI tsb.
D. Tindak lanjut kasus,
–
Pengobatan ,kalau berat segera rujuk sesuai tata laksana
medis.
–
Komunikasi.Mengakui ketidakpastian, investigasi
menyeluruh , dan tetap beri informasi ke masyarakat.
Hindari membuat pernyataan yg terlalu dini ttg penyebab
dr kejadian sblm pelacakan lengkap.
–
Perbaikan mutu pelayanan. Mengupayakan
pelatihan.Setelah didapatkan kesimpulan penyebab dr hsl
investigasi kasus KIPI mk dlkk tindak lanjut perbaikan.
E. Pelaporan dan evaluasi.
1. Pelaporan
Identitas : Nama anak, tgl dan tahun lahir ( umur), jenis kelamin ,nama org tua dan alamat hrs ditulis jelas.
Jenis vaksin yg diberikan,dosis, nomer batch, siapa yg memberikan.Vaksin sisa disimpan dan diperlakukan seperti vaksin yg masih utuh (perhatikan cold chain )
Nama dokter yg bertanggung jawab.
Adakah KIPI pd imunisasi terdahulu.
Gejala klinis yg timbul dan atau diagnosis (bila ada) bl tdk terdeteksi dlm kolom laporan tertulis.Pengobatan yg dbrk & perjalanan peny (sebuh, dirawat, atau meninggal). Sertakan hsl laboratorium yg pernah dilakukan. Jg peny yg
menyertainya.
Waktu pemberian imunisasi (tgl,jam).
Saat timbulnya gej KIPI shg diketahui, berapa lama interval wkt antara pemberian imunisasi dg terjadinya KIPI.
Apakah ada gej sisa, setelah dirawat dan sembuh.
Bgmn cara menyelesaikan masalah KIPI (kronologi).
Adakah tuntutan keluarga.
Jumlah kasus KIPI akan meningkat sejalan dg peningkatan pemakaian vaksin.Dalam menganalisa hub antara KIPI dg batch vaksin tertentu, pastikan angka
pembanding / denominator yg digunakan akurat, hsl analisa selalu ratio dan bukan jumlah laporan yg dievaluasi.
2. Hambatan untuk melapor.
Petugas kes di daerah mungkin tdk melapk KIPI krn alasan2
:
– Tdk mempertimbangkan bwh kejadian berhub dg imunisasi.
– Tdk menget ttg system pelaporan dan prosesnya.
– Penundaan, kurangnya perhatian atau waktu, tdk mampu
menemukan formulir laporan.
– Takut bahwa lap akan membawa seseorg pd konsekuen hukuman
perorangan.
– Merasa bersalah telah mbbk bahaya krn merasa btg jwb tgd
kejadian tsb.
– Segan utk mlap KIPI krn merasa tdk yakin dg diagnose yg dibuat.
Hambatan ini dpt diatasi dg:
– Meningkatkan kepedulian thd pentingnya pelaporan,mel system
pelap yg tlah ada shg membuat pelaporan menjadi mudah,terutama pd situasi yg tdk pasti.
– Menekankan bahwa investigasi adalah utk menemukan masalah pd
system shg segera dpt diatasi dan tdk utk menyalahkan individu2.
EVALUASI
Evaluasi dlkk oleh Komda PP KIPI setelah
menerima laporan.
Pada kasus ringan tata laksana dpt
diselesaikan Puskesmas dan Komda PP
KIPI hanya perlu dbrk laporan.
Kasus berat yg msh dirawat, sembuh dan
ada gej sisa atau kasus meninggal dlkk
evaluasi ketat dan apabila diperlukan
Komnas PP KIPI segera dilibatkan.
Evaluasi akhir & kesimpulan disampaikan
kepada kepala Puskesmas utk perbaikan
program yg akan datang.
TATA LAKSANA KASUS KIPI
Persiapan 1.Tempat
Untuk pelaksanaan imunisasi anak sekolah perlu disediakan ruangan khusus utk penanggulangan KIPI di tiap sekolah, mis ruang UKS atau ruang lain yg dilengkapi tempat berbaring.
2.Alat dan Obat.
Alat dan obat perlu dipersiapkan termasuk pengukur tekana darah / tensimeter, perlengkapan infuse dan alat suntik steril serta
keamananpemberian suntikan perlu diperhatikan.
3. Rujukan. Tentukan sarana dan jalur komunikasi fasilitas kes yg
melayani imunisasi ke tempat rujukan. Dipersiapkan juga rujukan ke rumah sakit bila diperlukan.
4.Penerima vaksin (resepien). Secara umum perhatikan:
• Infeksi akut, bila ditemukan gej demam yg mungkin dsbbk oleh infeksi akut sebaiknya imunisasi ditunda dulu.
• Pendekatan scr psikologis dlkk dg mbrk penerangan yg jelas kpd org tua ttg imunisasi dan manfaatnya bagi perlindungan anak dimasa mendatang..Jg penjelasan ttg terjadi reaksi KIPI ,dan jg segera
5. Mengenal gejala klinis KIPI.
Yg dpt dibagi gejala lokal & sistemik serta reaksi lainnya yg dpt
timbul cepat atau lambat.
Pd umumnya makin cpt terjadi KIPI makin berat gejalanya.
6.Prosedur pelayanan.
Pelaksanaan setiap prosedur pelayanan scr benar akan
membantu mengurangi risiko KIPI.Pemahaman dsr ttg
KIPI,terutama saat terjadinya KIPI dan jenis vaksin yg dbrk akan
sangat membantu penatalaksanaanya kasus KIPI.
7.
Pelaksana.
Pelaksana imunisasi adalah tenaga kes yg telah terlatih dan
ditunjuk oleh kepala Puskesmas.
Evaluasi medis…….??????
Petugas pelaksana perlu mengetahui ttg gejala klinis KIPI yg
bervariasi dlm rentang wkt yg berbeda-beda sesuai pengalaman
emperik yg sdh dibakukan atau dikodekan oleh Institute Of
Medicine.
PENYELESAIAN MASALAH KIPI.
A.MEDIKOLEGAL.
1. Dasar hukum dan sifat hukum.
Imunisasi merup tindakan medik dlm aspek preventif dan proteksi spesifik yg
ditujukan kpd org (anak) sehat, bukan thd anak sakit Dg dmk imunisasi ditujukan kpd Klien atau konsumen dan bukan pasien.
Bahkan dlm kead ttt, sebagaimana risiko tindakan medik lainnya-KIPI yg bersifat cacat,darurat atau fatal kedudujan pasien tsb berubah menjadi korban ( ketika dipersoalkan status hk nya yg berpotensi adanya gugatan hukum).
KIPI mencakup side –effect dan atau adverse effect serta after event tindakan
medik berupa imunisasi.
Difinisi dan klasifikasi serta pemastian adanya KIPI di sisi lain jg sbg penerapan azas praduga tdk bersalah thd dokter dan tenaga kes pelaku imunisasi apbl terjadi kejadian tsb shg dokter tetap tenang bekerja sesuai profesinya tanpa dibayangi fobia risiko gugatan hukum.
Berbeda dg program imunisasi masal yg dilaksanakan pemerintah (vaksin dlm rangka program) beranah hukum publik ( hukum administrasi
Negara) ,Imunisasi perorangan oleh dokter swasta (mgnk vaksin non –Program) memiliki ranah hukum perdata( walaupun bs pula memasuki ranah hk pidana) & hk disiplin profesi.
Dalam program imunisasi masal tdt unsure kewajiban pemerintah yg mbrk
2. Analisis Hukum
•
Ditinjau dr sisi
subyek hukum
, imunisasi swasta dlkk oleh :
a) Dokter praktek swasta yg berijin praktek sah. b) Dokter pengganti.
c) Perawat atau tenaga kes yg bekerja di tempat praktek dokter tsb sbg penyuntik vaksin ke klien/ pasien.
Bila terjadi gugatan/ pengaduan hukum kasus KIPI akibat
programmatic error yg dsbbk oleh suntikan perawat aatau
dokter pengganti, scr tanggung renteng perdata (vicarious
liability) dokter praktek swasta tsb dpt (ikut) digugat, kec hal
itu benar2 akibat kesalahan bersumber kompetensi mereka.
Ditinjau dr kekuasaan hukum aatau kewengannya tdpt tata
letak hukum sbb:
d) Terhadap org : imunisasi diajukan terhadap: klien/ pasien, baik bayi, anak maupun dws sbg adressat/ penerima imunisasi.
e) Terhadap ruang : mel tempat praktek dokter swasta atau rumah sakit swasta atau sarana kes lainnya.
d) Terhadap benda : dg vaksin yg telah diakui scr
sah, efektif dan efisien.
Hrs dbedakan hak ini dg 2 hal;
1. Vaksin utk peny yg pemberantasannya
dprogramkan
Pemerintah (program) mk pemerintah ikut sbg
salah satu Pihak yg bertanggung jwb.
2. Vaksin utk peny yg pencegahannya blm
menjadi program
Pemerintah (non program) mk scr product
liability, perusahaan vaksin/ perusahaan alat kes
terkait, tmsk distributor resminya ikut
menanggung risiko KIPI tmsk
santunan ganti ruginya.
3.Hubungan hukum.
Terdapat 3 jenis hub hukum sbb
:
a.Dokter – klien.
Hal2 yg diperlukan pd fase persiapan tsb ialah :
1.Ketelitian / hati2 :
a. Administrasi berupa jadwal imunisasi,prosedur tetap
pemberian imunisasi ( SOP), standar pelay imunisasi &
standar dokumen ( rekam medik pasien) , kesiapan /
kompetensi & kewenangan (ijin) dokter/ perawat.
b. Medis tehnis berupa baku mutu & prosedur
penyimpanan vaksin (cold chain, lemari es) dan alat kes
nya.(sterilitas dll), sarana penanganan dan perujukan
KIPI “ berat –akut – bisa fatal “ spt sarana penanganan
syok anafilaktik.
2.Informed- consent.
Informed- consent
dari org tua atau pengampunya
mutlak
diperlukan mengingat bayi / anak sekolah blm dianggap sbg
pribadi hukum mandiri ( blm dws ).
Setelah proses pemberian informasi (tmsk penjelasan bahwa
imunisasi adalah hak anak sesuai dg deklarasi World Health
Assembly), dibuka kemungkinan penolakan bagi org tua ttt.
Penolakan ini hrs tertulis disertai alasannya2 nya.
Namun hrs disertai pernyataan kewajiban kesediaan si org tua
agar anaknya di imunisasi serupa pd kesempatan atau tempat
lainnya.
3.Indikasi medik utk imunisasi.
Indikasi medik imunisasi vaksin PPI adalah jelas program
pemerintah bagi sasaran bayi / anak terkait yg sehat &
memenuhi syarat.
Rekam medis atau berkas lap anak yg berkontraindikasi
imunisasi penting bagi alasan pembenar atau pembela dokter
yg menolak imunisasi ketika hrs dihadapkan pd permintaan org
tua thd imunisasi anaknya atau pihak perusahaan swasta ttt
thd karyawannya.
Sebaliknya tdk adanya indikasi medik imunisasi akan
mberatkan aduan bagi dokter thd gugatan perdata, atau
bahkan pidana bl terjadi kelalaian berat scr hukum.
b. Dokter- pasien.
Bila KIPI muncul, klien berubah status mebjadi pasien.Tata laksana komprehensif KIPI dpt dikelompokkan :
1. KIPI dini atau ringan.
Dlm kondisi tdk gawat / darurat ditempuh proses informed- consent ulang ke
org tua dlm rangka pengobatan ( anak) penderita KIPI , baik di tempat praktek yg sama.
2. KIPI lanjut atau berat.
Bl disertai kondisi gawat /darurat tdk diperlukan informed-consent, lgs saja
dlkk tindakan medis life saving, baik ditempat praktek semula ataupun
dikirim ke RS rujukan. Bila tdk gawat lg atau kondisi sdh stsabil, mengikuti prosedur KIPI ringan.
KONDISI KIPI adalah :
Kelainan psikologik khas yg memerlukan kompetensi khusus utk
menegakkannya, yg dlm konteks imunisasi swasta diagnosis awalnya hrs dlkk oleh dokter trb sendiri.Aturan hk kedokteran yg umum berlaku disini. Permasalahan hk umumnya adalah difinisi KIPI, keterlambatan diagnosis/
penanganan atau salah penanganan KIPI. Rekam medis menjadi penting utk kepastian hk dan perlindungan hk dokter atau pasiennya.
c. Dokter-- korban
Tatalaksana hampir sama dg butir b, namun namun
telebih dulu diperlukan penanganan segera utk
member “ ventilasi “ bagi keluarga korban,
berkoordinasi dg teman sejawat atau organisasi
profesi setempat dlm rangka obyektivitas atau
bahkan pembelaan bl terjadi praduga tdk bersalah
dr pihak keluarga korban.
4.Peran organisasi profesi dlm KIPI.
Peran organisasi IDI/IDAI sangat penting utk
megatasinya :
a.Sbg Pembina keilmuan : Khususnya dlm pembutan
SOP, standar pelay dna masukan lainnya ditinjau dr
profesi msg2 sbgmn peran Satgas imunisasi IDAI slm
ini.
b. Sebagai pakar bsm pemerintah dan produsen
vaksin, dlm membuat rujukan suatu dokumen
c. Sebagai sumber pakar dlm lembaga spt KOMNAS/
KOMDA KIPI yg bertugas memverifikasi dan mem
fasilitasi KIPI,.
d. Sbg sumber pakar dlm penyelesaian sengketa medik
kasus KIPI ant dokter- kel korban. Baik mel MKEK IDI
(Majelis yg meneliti kesalahan etik dokter) atau Makersi,
BP2A(ttg yg membela kepentingan anggota IDI )
maupun negosiator, mediator, konsiliator dan arbiter pd
proses penyelesaian sengketa non pengadilan , mel jalur
Badan Penyelesaian Sengketa Kosumen atau lembaga
lain yg berhak.
e. Sbg lembaga yg mengkoordinir pemungutan dan atau
pengelolaan asuransi profesi, khususnya bagi dokter
praktek swasta,yg mungkin berguna bagi kasus KIPI di
tempat praktek swasta oleh dokter.
f. Dlm skala makro, sesuai dg substansi hukum
administrasi Negara, IDI bisa berfungsi sbg lembaga
independen thd tindakan pengontrol pemerintah spt :
pemprakarsa diadilinya scr pidana thd perbuatan
memperkaya diri sendiri dan kesalahan prosedural
pejabat ttg menyalah gunakan kewenangannya di bid
imunisasi.
KOMPENSASI
Vaksin modern umumnya lebih efektif & dpt ditoleransi dg baik oleh
anak, ttp sll diingat bahwa sebetulnya tidak ada vaksin yg benar2 aman.
Semakin bsr suatu program imunisasi utk mencegah dan mengontrol peny mk akan semakin bsr pula perhatian thd kejadian ikutan yg
dihubungkan dg imunisasi tsb.
Mengingat masalah KIPI msh akan terjadi, mk di berbagai Negara maju
telah dlkk pemberian kompensasi bagi pasien dg membuat daftar kejadian yg termasuk kategori dpt dbrk kompensasi atau tidak.
Utk selanjutnya mungkin perlu diperlukan pula utk membuat semacam
badan khusus bagi upaya kompensasi kasus KIPI berat di Indonesia.
Untuk itu, berdsrk data KIPI yg ada dpt dibuat daftar gejala pd
penerima imunisasi yg layak mendpt kompensasi. Saat ini santunan utk kasus KIPI dbrk bdsrk pertimbangan kebijaksanaan daerah
setempat dan utk kasus ttt bantuan dr KN PP-KIPI.
Selama belum diperoleh kesimpulan dr data lokal maka daftar dr
National Childhood Vaccine Injury Act, USA (1986) dapat menjadi acuan sementara.