ASPEK TEKNIS PER SEKTOR VIII - 1 Bagian ini menjabarkan rencana pembangunan infrastruktur bidang Cipta Karya yang
mencakup empat sektor yaitu pengembangan permukiman, penataan bangunan dan lingkungan,
pengembangan air minum, serta pengembangan penyehatan lingkungan permukiman yang terdiri
dari air limbah, persampahan, dan drainase. Penjabaran perencanaan teknis untuk tiap-tiap
sektor dimulai dari pemetaan isu-isu strategis yang mempengaruhi, penjabaran kondisi eksisting
sebagai baseline awal perencanaan, serta permasalahan dan tantangan yang harus diantisipasi. Tahapan berikutnya adalah analisis kebutuhan dan pengkajian terhadap program-program
sektoral, dengan mempertimbangkan kriteria kesiapan pelaksanaan kegiatan. Kemudian
dilanjutkan dengan merumuskan usulan program dan kegiatan yang dibutuhkan.
8.1. Pengembangan Permukiman
Berdasarkan UU No. 1 Tahun 2011 tentang Perumahan dan KawasanPermukiman,
permukiman didefinisikan sebagai bagian dari lingkunganhunian yang terdiri atas lebih dari satu
satuan perumahan yangmempunyai prasarana, sarana, utilitas umum, serta
mempunyaipenunjang kegiatan fungsi lain di kawasan perkotaan atau perdesaan.
Kegiatan pengembangan permukiman terdiri dari pengembanganpermukiman kawasan
perkotaan dan kawasan perdesaan.Pengembangan permukiman kawasan perkotaan terdiri
daripengembangan kawasan permukiman baru dan peningkatan kualitaspermukiman kumuh,
sedangkan untuk pengembangan kawasanperdesaan terdiri dari pengembangan kawasan
permukiman perdesaan,kawasan pusat pertumbuhan, serta desa tertinggal.
8.1.1. Arahan Kebijakan dan Lingkup Kegiatan
Arahan kebijakan pengembangan permukiman mengacu pada amanatperaturan
perundangan, antara lain:
1. Undang-Undang No. 17 Tahun 2007 tentang RencanaPembangunan Jangka Panjang Nasional.
Arahan RPJMN Tahap 3 (2015-2019) menyatakan bahwapemenuhan kebutuhan
ASPEK TEKNIS PER SEKTOR VIII - 2 masyarakat terus meningkat,sehingga kondisi tersebut mendorong terwujudnya kota
tanpapermukiman kumuh pada awal tahapan RPJMN berikutnya.
2. Undang-Undang No. 1 Tahun 2011 tentang Perumahan danKawasan
Permukiman.
Pasal 4 mengamanatkan bahwa ruang lingkup penyelenggaraanperumahan dan
kawasan permukiman juga mencakuppenyelenggaraan perumahan (butir c),
penyelenggaraan kawasanpermukiman (butir d), pemeliharaan dan perbaikan (butir
e), sertapencegahan dan peningkatan kualitas terhadap perumahan kumuhdan
permukiman kumuh (butir f).
3. Undang-Undang No. 20 Tahun 2011 tentang Rumah Susun.
Pasal 15 mengamanatkan bahwa pembangunan rumah susunumum, rumah susun
khusus, dan rumah susun negara merupakantanggung jawab pemerintah.
4. Peraturan Presiden No. 15 Tahun 2010 tentang PercepatanPenanggulangan Kemiskinan.
Peraturan ini menetapkan salah satunya terkait denganpenanggulangan kemiskinan
yang diimplementasikan denganpenanggulangan kawasan kumuh.
5. Peraturan Menteri Pekerjaan Umum No. 14/PRT/M/2010tentang Standar Pelayanan Minimal Bidang Pekerjaan Umumdan Tata Ruang.
Peraturan ini menetapkan target berkurangnya luas permukimankumuh di kawasan
perkotaan sebesar 10% pada tahun 2014.
Mengacu pada Permen PU No. 08/PRT/M/2010 tentang Organisasi danTata Kerja
Kementerian Pekerjaan Umum maka DirektoratPengembangan Permukiman mempunyai tugas di
bidang perumusandan pelaksanaan kebijakan, pembinaan teknik dan pengawasan
teknik,sertastandardisasi teknis dibidang pengembangan permukiman.
Adapun fungsi Direktorat Pengembangan Permukiman adalah:
a. Penyusunan kebijakan teknis dan strategi pengembanganpermukiman di perkotaan
dan perdesaan;
b. Pembinaan teknik, pengawasan teknik dan fasilitasi pengembangankawasan
permukiman baru di perkotaan dan pengembangankawasan perdesaan potensial;
c. Pembinaan teknik, pengawasan teknik dan fasilitasi peningkatankualitas permukiman
kumuh termasuk peremajaan kawasan danpembangunan rumah susun sederhana;
d. Pembinaan teknik, pengawasan teknik dan fasilitasi peningkatankualitas permukiman
di kawasan tertinggal, terpencil, daerahperbatasan dan pulau-pulau kecil termasuk
penanggulanganbencana alam dan kerusuhan sosial;
e. Penyusunan norma, standar, prosedur dan kriteria, sertapembinaan kelembagaan dan
ASPEK TEKNIS PER SEKTOR VIII - 3 f. Pelaksanaan tata usaha Direktorat.
8.1.2. Isu Strategis, Kondisi Eksisting, Permasalahan, dan Tantangan a. Isu Strategis Pengembangan Permukiman
1) Isu Strategis Nasional yang berpengaruh terhadap pengembangan permukiman saat ini adalah:
Mengimplementasikan konsepsi pembangunan berkelanjutan sertamitigasi dan adaptasi terhadap perubahan iklim.
Percepatan pencapaian target MDGs 2020 yaitu penurunan proporsi rumah tangga kumuh perkotaan.
Perlunya dukungan terhadap pelaksanaan Program-Program Direktif Presiden yang tertuang dalam MP3EI dan MP3KI.
Percepatan pembangunan di wilayah timur Indonesia (Provinsi NTT, Provinsi Papua, dan Provinsi Papua Barat) untuk mengatasi kesenjangan.
Meminimalisir penyebab dan dampak bencana sekecil mungkin.
Meningkatnya urbanisasi yang berimplikasi terhadap proporsi penduduk perkotaan yang bertambah, tingginya kemiskinan penduduk perkotaan, dan bertambahnya
kawasan kumuh.
Belum optimalnya pemanfaatan Infrastruktur Permukiman yang sudah dibangun. Perlunya kerjasama lintas sektor untuk mendukung sinergitas dalam pengembangan
kawasan permukiman.
Belum optimalnya peran pemerintah daerah dalam mendukung pembangunan permukiman. Ditopang oleh belum optimalnyakapasitas kelembagaan dan kualitas
sumber daya manusia sertaperangkat organisasi penyelenggara dalam memenuhi
standarpelayanan minimal di bidang pembangunan perumahan danpermukiman.
2) Isu Strategis Kota Pasuruan yang berpengaruh terhadappengembangan permukiman saat ini adalah:
Tabel 8. 1 Tabel Isu-Isu Strategis Sektor Pengembangan Permukiman Kota Pasuruan
No Isu Strategis Keterangan
1
Infrastruktur pendukung sarana prasarana dasar perumahan belum optimal
Prasarana dasar perumahan belum memadai karena pengembangan permukiman tidak diikuti dengan pembangunan infrastruktur yang baik.
2 Adanya permukiman yang berdiri di atas daerah sempadan sungai
Kurangnya Pengawasan dari pemerintah dan rendahnya kesadaran masyarakat menjadi penyebab terbesar.
3 Tingkat pelayanan air bersih oleh PDAM yang belum optimal
ASPEK TEKNIS PER SEKTOR VIII - 4
No Isu Strategis Keterangan
4 Pengelolaan sampah belum dilaksanakan secara efektif dan efisien
Rendahnya kesadaran masyarakat menjadi penyebab terbesar belum optimalnya upaya pengelolaan sampah.
5 Menurunnya kondisi prasarana drainase Kesadaran masyarakat yang rendah,
b. Kondisi Eksisting Pengembangan Permukiman
Kondisi eksisting pengembangan permukiman hingga tahun 2012 padatingkat
nasional mencakup 180 dokumen RP2KP, 108 dokumen RTBLKSK, untuk di perkotaan
meliputi 500 kawasan kumuh di perkotaanyang tertangani, 385 unit RSH yang terbangun,
158 TB unit Rusunawaterbangun. Sedangkan di perdesaan adalah 416 kawasan
perdesaanpotensial yang terbangun infrastrukturnya, 29 kawasan rawan bencanadi
perdesaan yang terbangun infrastrukturnya, 108 kawasan perbatasandan pulau kecil di
perdesaan yang terbangun infrastrukturnya, 237 desadengan komoditas unggulan yang
tertangani infrastrukturnya, dan15.362 desa tertinggal yang tertangani infrastrukturnya.
Secara umum kondisi permukiman di Kota pasuruan terdiri dari keadaan sedang,
cukup dan buruk. Keadaan sedang dapat terlihat di permukiman kampung dan sebagian
permukiman nelayan serta permukiman yang dikelola oleh developer. Sedangkan keadaan permukiman cukup dan buruk dapat terlihat pada permukiman di sekitar rel kereta api,
sebagian permukiman kampung dan permukiman nelayan.Perumahan tersebar secara
intensif di sekitar kawasan pusat dan tersebar secara linear di sepanjang jalan-jalan arteri,
kolektor dan jalan lokal di Kota Pasuruan. Daerah perumahan di sekitar pelabuhan
didominasi oleh pemukiman nelayan dan kampung-kampung padat.
Permukiman-permukiman di Kota Pasuruan tumbuh dan berkembang di sekitar
daerah-daerah :
Jalan Hang Tuah dan sekitarnya (permukiman nelayan).
Antara jalan Irian Jaya, jalan Kalimantan, sungai Gembong, dan jalan raya (permukiman kampung).
Jalan Sukarno-Hatta, jalan Raden Patah, jalan Gajah Mada, dan jalan Hasanudin (permukiman kota dengan permukiman kampung bagian tengah).
Jalan Balai Kota, jalan Pahlawan, jalan Hayam Wuruk, jalan Sunan Ampel, dan jalan WR. Supratman (permukiman kota dengan permukiman kampung di bagian
tengah).
Sepanjang sungai Gembong, jalan Imam Bonjol, jalan Letjend. Suprapto, jalan Yos Sudarso dan jalan MT. Haryono (permukiman kota dengan permukiman kampung
ASPEK TEKNIS PER SEKTOR VIII - 5 Sepanjang jalan Urip Sumoharjo, jalan Gatot Subroto, jalan Slamet Riyadi, jalan
Panglima Sudirman, jalan Wahidin Sudiro Husodo, jalan Pattimura, jalan Patiunus,
jalan KH. Ahmad Dahlan, dan jalan-jalan lokal lainnya di seluruh Kota Pasuruan
(permukiman kota).
Sebagian besar bangunan di Kota Pasuruan berkondisi cukup baik, dimana
tembok/ dinding rumah terbuat dari pasangan bata dengan lantai dari semen/ tegel dan
beratap genteng. Meski demikian dijumpai pula beberapa bangunan yang memiliki kondisi
buruk.Perlu kiranya dilakukan upaya-upaya perbaikan kondisi rumah penduduk yang
tergolong buruk karena rumah merupakan salah satu kebutuhan dasar manusia selain
sandang dan pangan.Perbaikan yang perlu mendapat perhatian adalah terhadap sistem
sirkulasi dan ventilasi udara dan sinar matahari.
Kondisi lingkungan yang ada menunjukkan hanya sebagian wilayah Kota Pasuruan
yang memiliki kondisi baik, sedang wilayah lainnya tergolong memiliki kondisi lingkungan
yang sedang hingga buruk.Aspek yang diidentifikasi dan perlu mendapat perhatian dalam
penanganan kondisi lingkungan di Kota Pasuruan ini meliputi sistem pembuangan
sampah, pembuangan air sisa kegiatan rumah tangga dan kegiatan komersial serta
pembuangan air hujan.
Tipe lingkungan perumahan yang terdapat di Kota Pasuruan adalah sebagai berikut :
1. Tipe lingkungan perumahan campuran
Tipe lingkungan perumahan campuran adalah perumahan yang selain digunakan
sebagai rumah juga digunakan untuk kegiatan-kegiatan lain seperti :
Kegiatan perdagangan (peracangan).
Kegiatan jasa (penjahit, salon kecantikan/ potong rambut, dan lain-lain). Kegiatan industri rumah tangga dan lain-lainnya.
Bentuk perumahan ini jelas tak terencana, berkembang secara alami dan timbul
sebagai tantangan kegiatan ekonomi karena adanya potensi lokasi.Tipe lingkungan
perumahan ini biasa muncul di pusat perkotaan, bercampur dengan
bangunan-bangunan khususnya perdagangan yang memberikan tarikan kuat, sehingga mampu
merubah lingkungannya menjadi lingkungan perdagangan.
ASPEK TEKNIS PER SEKTOR VIII - 6 Di Kota Pasuruan yang mencerminkan tipe lingkungan ini hanya sebagian kecil dari
seluruh wilayah kota yang ada. Lingkungan macam ini dapat dijumpai di bagian pusat
kota yakni di sepanjang jalan utama Kota Pasuruan.
3. Tipe lingkungan perumahan semi urban
Perkembangan Kota Pasuruan berpengaruh ke daerah-daerah/ kawasan-kawasan
perumahan di sekitarnya (dalam wilayah fungsional kota). Namun karena secara
historis wilayah ini merupakan wilayah pertanian maka bentuk-bentuk lingkungan
perumahannya pun masih terpengaruh oleh arsitektur agraris yang dicirikan oleh
ruang-ruang terbuka, pendopo dengan halaman luas atau tanpa pagar permanen.
Lingkungan perumahan semi urban juga masih dapat dijumpai di daerah luar pusat
kota.
Tabel 8. 2 Peraturan Daerah/Peraturan Gubernur/Peraturan Walikota/Bupati/peraturan lainnya terkait Pengembangan Permukiman
No Perda/Pergub/Perwa/Perbub/Peraturan Lainnya Amanat Kebijakan Daerah
Jenis Produk Pengaturan No./Tahun Perihal
1 Perda No. 1 /
2012 RTRW
Tabel 8. 3 Data Kawasan Kumuh di Kota Pasuruan
No Lokasi Kawasan Kumuh Luas
Kawasan
Tabel 8. 4 Data Kondisi RUSUNAWA di Kota Pasuruan
ASPEK TEKNIS PER SEKTOR VIII - 7 c. Permasalahan dan Tantangan Pengembangan Permukiman
Permasalahan dan tantangan pengembangan permukiman pada tingkat nasional antara
lain:
Permasalahan pengembangan permukiman diantaranya:
1. Masih luasnya kawasan kumuh sebagai permukiman tidak layakhuni sehingga
dapat menyebabkan terjadinya degradasilingkungan, dan pelayanan infrastruktur
yang masih terbatas.
2. Masih terbatasnya prasarana sarana dasar pada daerah tertinggal,pulau kecil,
daerah terpencil, dan kawasan perbatasan.
3. Belum berkembangnya Kawasan Perdesaan Potensial.
Tantangan pengembangan permukiman diantaranya:
1. Percepatan peningkatan pelayanan kepada masyarakat
2. Pencapaian target/sasaran pembangunan dalam Rencana Strategis Ditjen Cipta
Karya sektor Pengembangan Permukiman.
3. Pencapaian target MDG’s 2015, termasuk didalamnya pencapaian Program
-Program Pro Rakyat (Direktif Presiden).
4. Perhatian pemerintah daerah terhadap pembangunan bidang Cipta Karya
khususnya kegiatan Pengembangan Permukiman yang masih rendah.
5. Memberikan pemahaman kepada pemerintah daerah bahwa pembangunan
infrastruktur permukiman yang saat ini sudah menjadi tugas pemerintah daerah
provinsi dan kabupaten/kota.
6. Penguatan Sinergi RP2KP/RTBL KSK dalam Penyusunan RPI2JM bidang Cipta
Karya pada Kabupaten/Kota.
Sebagaimana isu strategis, di masing-masing kabupaten/kota terdapatpermasalahan dan
tantangan pengembangan yang bersifat lokal danspesifik serta belum tentu djumpai di
kabupaten/kota lain. Penjabaranpermasalahan dan tantangan pengembangan permukiman yang
bersifatlokal perlu dijabarkan sebagai informasi awal dalam perencanaan.
Tujuannya adalah untuk mengidentifikasi permasalahan dan tantanganpengembangan
permukiman di Kabupaten/Kota yang bersangkutanserta merumuskan alternatif pemecahan dan
rekomendasi daripermasalahan dan tantangan pengembangan permukiman yang ada diwilayah
Kabupaten/Kota bersangkutan.
Untuk permasalahan dan tantangan pengembangan permukiman yang ada di Kota
ASPEK TEKNIS PER SEKTOR VIII - 8 Tabel 8. 5 Identifikasi Permasalahan dan Tantangan Pengembangan Permukiman Kota Pasuruan
No
Permasalahan Pengembangan
Permukiman
Tantangan Pengembangan Alternatif Solusi
1 Aspek Teknis
1) Belum adanya DED Penataan kawasan Permukiman Kumuh
Perlu adanya DED Penataan kawasan Permukiman Kumuh
2) prasarana dan sarana kerja belum maksimal yang masih arogan dan egois sehingga sulit untuk
Dana yang tidak terserap dikarenakan kegiatan tidak
4 Aspek Peran Serta Masyarakat / Swasta
3)Kondisi Masyarakat yang
Karakter masyarakat yang keras dan kolot memerlukan upaya sosialisasi yang sangat intensif saat ada program pembangunan
ASPEK TEKNIS PER SEKTOR VIII - 9 yang lebih bersih dan layak
huni yang tidak mau di pindahkan karena alasan tertentu
Perlu adanya pemindahan kawasan pemukiman tersebut ke daerah yang lebih
aman
8.1.3. Analisis Kebutuhan Pengembangan Permukiman
Analisis kebutuhan merupakan tahapan selanjutnya dari identifikasikondisi eksisting. Analisis
kebutuhan mengaitkan kondisi eksistingdengan target kebutuhan yang harus dicapai. Terdapat
arahankebijakan yang menjadi acuan penetapan target pembangunan bidangCipta Karya
khususnya sektor pengembangan permukiman baik ditingkat Pusat maupun di tingkat
kabupaten/kota. Di tingkat Pusat acuankebijakan meliputi RPJMN 2010-2014, MDGs 2015
(penguranganproporsi rumah tangga kumuh tahun 2020), Standar Pelayanan Minimal(SPM)
untuk pengurangan luasan kawasan kumuh tahun 2014 sebesar10%, arahan MP3EI dan MP3KI,
percepatan pembangunan Papua danPapua Barat, arahan Direktif Presiden untuk program
pro-rakyat, sertaRenstra Ditjen Cipta Karya 2010-2014. Sedangkan di tingkatkabupaten/kota meliputi
target RPJMD, RTRW Kabupaten/Kota,maupun Renstra SKPD. Acuan kebijakan tersebut
hendaknya menjadidasar pada tahapan analisis kebutuhanpengembangan permukiman.
Tabel 8. 6 Perkiraan Kebutuhan Program Pengembangan Permukiman di Kota Pasuruan Untuk 5 Tahun
8.1.4. Program-program Sektor Pengembangan Permukiman
Kegiatan pengembangan permukiman terdiri dari pengembanganpermukiman kawasan
perkotaan dan kawasan perdesaan.
ASPEK TEKNIS PER SEKTOR VIII - 10 1) pengembangan kawasan permukiman baru dalam bentukpembangunan Rusunawa serta
2) peningkatan kualitas permukiman kumuh dan RSH.
Sedangkan untuk pengembangan kawasan perdesaan terdiri dari:
1) pengembangan kawasan permukiman perdesaan untuk kawasanpotensial (Agropolitan
dan Minapolitan), rawan bencana, sertaperbatasan dan pulau kecil,
2) pengembangan kawasan pusat pertumbuhan dengan programPISEW (RISE),
3) desa tertinggal dengan program PPIP dan RIS PNPM.
Selain kegiatan fisik di atas program/kegiatan pengembanganpermukiman dapat berupa kegiatan
non-fisik seperti penyusunanRP2KP dan RTBL KSK ataupun review bilamana diperlukan.
Pengembangan Kawasan Permukiman Perkotaan
1. Infrastruktur kawasan permukiman kumuh
2. Infrastruktur permukiman RSH
3. Rusunawa beserta infrastruktur pendukungnya
Pengembangan Kawasan Permukiman Perdesaan
1. Infrastruktur kawasan permukiman perdesaan potensial
(Agropolitan/Minapolitan)
2. Infrastruktur kawasan permukiman rawan bencana
3. Infrastruktur kawasan permukiman perbatasan dan pulau kecil
4. Infrastruktur pendukung kegiatan ekonomi dan sosial (PISEW)
5. Infrastruktur perdesaan PPIP
ASPEK TEKNIS PER SEKTOR VIII - 11 Sumber: Dit. Pengembangan Permukiman, 2012
Gambar 8. 1 Alur Program Pengembangan Permukiman
Kriteria Kesiapan (Readiness Criteria)
Dalam pengembangan permukiman terdapat kriteria yang menentukan, yang terdiri dari
kriteria umum dan khusus, sebagai berikut.
1. Umum
Ada rencana kegiatan rinci yang diuraikan secara jelas.
Indikator kinerja sesuai dengan yang ditetapkan dalam Renstra. Kesiapan lahan (sudah tersedia).
Sudah tersedia DED.
Tersedia Dokumen Perencanaan Berbasis Kawasan (RP2KP, RTBL KSK, Masterplan Agropolitan & Minapolitan, dan KSK)
Tersedia Dana Daerah untuk Urusan Bersama (DDUB) dan dana daerah untuk pembiayaan komponen kegiatan sehingga sistem bisa berfungsi.
Ada unit pelaksana kegiatan.
ASPEK TEKNIS PER SEKTOR VIII - 12 2. Khusus
RUSUNAWA
Kesediaan Pemda utk penandatanganan MoA Dalam Rangka penanganan Kws. Kumuh
Kesanggupan Pemda menyediakan Sambungan Listrik, Air Minum, dan PSD lainnya Ada calon penghuni
RIS PNPM
Sudah ada kesepakatan dengan Menkokesra.
Desa di kecamatan yang tidak ditangani PNPM Inti lainnya.
Tingkat kemiskinan desa >25%.
Bupati menyanggupi mengikuti pedoman dan menyediakan BOP minimal 5% dari BLM.
PPIP
Hasil pembahasan dengan Komisi V - DPR RI
Usulan bupati, terutama kabupaten tertinggal yang belum ditangani program Cipta Karya lainnya
Kabupaten reguler/sebelumnya dengan kinerja baik Tingkat kemiskinan desa >25%
PISEW
Berbasis pengembangan wilayah
Pembangunan infrastruktur dasar perdesaan yang mendukung (i) transportasi, (ii) produksi pertanian, (iii) pemasaran pertanian, (iv) air bersih dan sanitasi, (v) pendidikan, serta (vi) kesehatan
Mendukung komoditas unggulan kawasan
Selain kriteria kesiapan seperti di atas terdapat beberapa kriteria yang harus diperhatikan
dalam pengusulan kegiatan pengembangan permukiman seperti untuk penanganan kawasan
kumuh di perkotaan. Mengacu pada UU No. 1/2011 tentang Perumahan dan Kawasan
Permukiman, permukiman kumuh memiliki ciri (1) ketidakteraturan dan kepadatan bangunan
yang tinggi, (2) ketidaklengkapan prasarana, sarana, dan utilitas umum, (3) penurunan kualitas
rumah, perumahan, dan permukiman, serta prasarana, sarana dan utilitas umum, serta (4)
pembangunan rumah, perumahan, dan permukiman yang tidak sesuai dengan rencana tata ruang
wilayah. Lebih lanjut kriteria tersebut diturunkan ke dalam kriteria yang selama ini diacu oleh
Ditjen. Cipta Karya meliputi sebagai berikut:
1. Vitalitas Non Ekonomi
a. Kesesuaian pemanfaatan ruang kawasan dalam Rencana Tata Ruang Wilayah Kota
ASPEK TEKNIS PER SEKTOR VIII - 13 b. Fisik bangunan perumahan permukiman dalam kawasan kumuh memiliki indikasi
terhadap penanganan kawasan permukiman kumuh dalam hal kelayakan suatu
hunian berdasarkan intensitas bangunan yang terdapat didalamnya.
c. Kondisi Kependudukan dalam kawasan permukiman kumuh yang dinilai, mempunyai
indikasi terhadap penanganan kawasan permukiman kumuh berdasarkan kerapatan
dan kepadatan penduduk.
2. Vitalitas Ekonomi Kawasan
a. Tingkat kepentingan kawasan dalam letak kedudukannya pada wilayah kota, apakah
apakah kawasan itu strategis atau kurang strategis.
b. Fungsi kawasan dalam peruntukan ruang kota, dimana keterkaitan dengan faktor
ekonomi memberikan ketertarikan pada investor untuk dapat menangani kawasan
kumuh yang ada. Kawasan yang termasuk dalam kelompok ini adalah pusat-pusat
aktivitas bisnis dan perdagangan seperti pasar, terminal/stasiun, pertokoan, atau
fungsi lainnya.
c. Jarak jangkau kawasan terhadap tempat mata pencaharian penduduk kawasan
permukiman kumuh.
3. Status Kepemilikan Tanah
a. tatus pemilikan lahan kawasan perumahan permukiman.
b. Status sertifikat tanah yang ada.
4. Keadaan Prasarana dan Sarana: Kondisi Jalan, Drainase, Air bersih, dan Air limbah. 5. Komitmen Pemerintah Kabupaten/Kota
a. Keinginan pemerintah untuk penyelenggaraan penanganan kawasan kumuh dengan
indikasi penyediaan dana dan mekanisme kelembagaan penanganannya.
b. Ketersediaan perangkat dalam penanganan, seperti halnya rencana penanganan
(grand scenario) kawasan, rencana induk (master plan) kawasan dan lainnya.
8.1.5. Usulan Program dan Kegiatan
Ditinjau dari kondisi sistem permukiman dan infrastruktur serta permasalahan yang
terjadi di Kota Pasuruan, maka diusulkan program-program sebagai berikut :
1. Pembangunan jalan (Terutama Jalan Lingkungan) dan jembatan, program ini
dimaksudkan untuk mendukung sarana dan prasarana dalam pengembangan wilayah
kota terutama areal permukiman baru serta untuk meningkatkan aksesibilitas Kota
Pasuruan dengan pembangunan Jalan Lingkar Utara (JLU).
2. Peningkatan drainase dan trotoar jalan, program ini dimaksudkan untuk mendukung serta
memperbaiki sarana dan prasarana lingkungan perumahan yang sudah ada terutama
ASPEK TEKNIS PER SEKTOR VIII - 14 3. Pembangunan Rusunawa, program ini dimaksudkan untuk mengakomidasi kebutuhan
rumah terutama bagi penduduk yang tinggal di kawasan kumuh dan tidak layak huni.
8.2. Penataan Bangunan dan Lingkungan
8.2.1 Arahan Kebijakan dan Lingkup Kegiatan PBL
Penataan bangunan dan lingkungan adalah serangkaian kegiatan yangdiperlukan sebagai
bagian dari upaya pengendalian pemanfaatanruang, terutama untuk mewujudkan lingkungan
binaan, baik diperkotaan maupun di perdesaan, khususnya wujud fisik bangunangedung dan
lingkungannya.
Kebijakan penataan bangunan dan lingkungan mengacu pada Undang-undang
dan peraturan antara lain:
1) UU No.1 tahun 2011 tentang Perumahan dan KawasanPermukiman
UU No. 1 tahun 2011 tentang Perumahan dan Kawasan Permukimanmemberikan amanat
bahwa penyelenggaraan penyelenggaraanperumahan dan kawasan permukiman adalah
kegiatan perencanaan,pembangunan, pemanfaatan, dan pengendalian, termasuk di
dalamnyapengembangan kelembagaan, pendanaan dan sistem pembiayaan,serta peran
masyarakat yang terkoordinasi dan terpadu.Pada UU No. 1 tahun 2011 juga diamanatkan
pembangunan kavelingtanah yang telah dipersiapkan harus sesuai dengan persyaratan
dalampenggunaan, penguasaan, pemilikan yang tercantum pada rencanarinci tata ruang dan
Rencana Tata Bangunan dan Lingkungan (RTBL).
a. UU No. 28 tahun 2002 tentang Bangunan Gedung
UU No. 28 tahun 2002 memberikan amanat bangunan gedung harusdiselenggarakan secara
tertib hukum dan diwujudkan sesuai denganfungsinya, serta dipenuhinya persyaratan
administratif dan teknisbangunan gedung.
Persyaratan administratif yang harus dipenuhi adalah:
a. Status hak atas tanah, dan/atau izin pemanfaatan dari pemeganghak atas tanah;
b. Status kepemilikan bangunan gedung; dan
c. Izin mendirikan bangunan gedung.
Persyaratan teknis bangunan gedung melingkupi persyaratan tata bangunan dan persyaratan
keandalan bangunan. Persyaratan tata bangunan ditentukan pada RTBL yang ditetapkan oleh
Pemda, mencakup peruntukan dan intensitas bangunan gedung, arsitekturbangunan gedung,
dan pengendalian dampak lingkungan.Sedangkan, persyaratan keandalan bangunan gedung
mencakup keselamatan, kesehatan, keamanan, dan kemudahan. UU No. 28 tahun 2002 juga
ASPEK TEKNIS PER SEKTOR VIII - 15 pembangunan, pemanfaatan, pelestarian danpembongkaran, juga diperlukan peran
masyarakat dan pembinaan oleh pemerintah.
2) PP 36/2005 tentang Peraturan Pelaksanaan UU No. 28 Tahun2002 tentang Bangunan Gedung
Secara lebih rinci UU No. 28 tahun 2002 dijelaskan dalam PP No. 36Tahun 2005 tentang
peraturan pelaksana dari UU No. 28/2002. PP inimembahas ketentuan fungsi bangunan
gedung, persyaratan bangunangedung, penyelenggaraan bangunan gedung, peran
masyarakat, danpembinaan dalam penyelenggaraan bangunan gedung. Dalamperaturan ini
ditekankan pentingnya bagi pemerintah daerah untukmenyusun Rencana Tata Bangunan dan
Lingkungan (RTBL) sebagaiacuan rancang bangun serta alat pengendalian
pengembanganbangunan gedung dan lingkungan.
3) Permen PU No. 06/PRT/M/2007 tentang Pedoman UmumRencana Tata Bangunan dan
Lingkungan
Sebagai panduan bagi semua pihak dalam penyusunan danpelaksanaan dokumen RTBL,
maka telah ditetapkan Permen PU No.06/PRT/M/2007 tentang Pedoman Umum Rencana
Tata Bangunan danLingkungan. Dalam peraturan tersebut, dijelaskan bahwa RTBL
disusunpada skala kawasan baik di perkotaan maupun perdesaan yang meliputikawasan
baru berkembang cepat, kawasan terbangun, kawasandilestarikan, kawasan rawan bencana,
serta kawasan gabungan darijenis-jenis kawasan tersebut. Dokumen RTBL yang disusun
kemudianditetapkan melalui peraturan Walikota/Bupati.
4) Permen PU No.14 /PRT/M/2010 tentang Standar PelayananMinimal bidang Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang
Permen PU No: 14 /PRT/M/2010 tentang Standar Pelayanan Minimalbidang Pekerjaan
Umum dan Penataan Ruang mengamanatkan jenisdan mutu pelayanan dasar Bidang
Pekerjaan Umum dan PenataanRuang yang merupakan urusan wajib daerah yang berhak
diperolehsetiap warga secara minimal. Pada Permen tersebut dilampirkanindikator
pencapaian SPM pada setiap Direktorat Jenderal di lingkunganKementerian PU beserta
sektor-sektornya.
Lingkup Tugas dan Fungsi Direktorat PBL
Sebagaimana dinyatakan pada Permen PU No.8 tahun 2010 tentangOrganisasi dan Tata
Kerja Kementerian PU, pada Pasal 608 dinyatakanbahwa Direktorat Penataan Bangunan dan
Lingkungan mempunyaitugas melaksanakan sebagian tugas pokok Direktorat Jenderal
CiptaKarya di bidang perumusan dan pelaksanakan kebijakan, penyusunanproduk pengaturan,
pembinaan dan pengawasan serta fasilitasi dibidang penataan bangunan dan lingkungan
ASPEK TEKNIS PER SEKTOR VIII - 16 Kemudian selanjutnya pada Pasal 609 disebutkan bahwa DirektoratPenataan Bangunan
dan Lingkungan menyelenggarakan fungsi:
a. Penyusunan kebijakan teknis dan strategi penyelenggaraanpenataan bangunan dan
lingkungan termasuk gedung dan rumahnegara;
b. Pembinaan teknik, pengawasan teknik, fasilitasi serta pembinaanpengelolaan bangunan
gedung dan rumah negara termasukfasilitasi bangunan gedung istana kepresidenan;
c. Pembinaan teknik, pengawasan teknik dan fasilitaspenyelenggaraan penataan bangunan
dan lingkungan danpengembangan keswadayaan masyarakat dalam penataanlingkungan;
d. Pembinaan teknik, pengawasan teknik dan fasilitasi revitalisasikawasan dan bangunan
bersejarah/tradisional, ruang terbuka hijau,serta penanggulangan bencana alam dan
kerusuhan sosial;
e. Penyusunan norma, standar, prosedur dan kriteria, sertapembinaan kelembagaan
penyelenggaraan penataan bangunandan lingkungan; dan
f. Pelaksanaan tata usaha Direktorat.
Lingkup tugas dan fungsi tersebut dilaksanakan sesuai dengan kegiatanpada sektor PBL,
yaitukegiatan penataan lingkungan permukiman,kegiatan penyelenggaraan bangunan gedung dan
rumah negara dankegiatan pemberdayaan komunitas dalam penanggulangan kemiskinanseperti
ditunjukkan pada Gambar 8.2.
ASPEK TEKNIS PER SEKTOR VIII - 17 Lingkup kegiatan untuk dapat mewujudkan lingkungan binaan yang baik sehingga terjadi
peningkatan kualitas permukiman dan lingkunganmeliputi:
a. Kegiatan penataan lingkungan permukiman
Penyusunan Rencana Tata Bangunan dan Lingkungan (RTBL); Bantuan Teknis pengelolaan Ruang Terbuka Hijau (RTH);
Pembangunan Prasarana dan Sarana peningkatan lingkunganpemukiman kumuh dan nelayan;
Pembangunan prasarana dan sarana penataan lingkunganpemukiman tradisional. b. Kegiatan pembinaan teknis bangunan dan gedung
Diseminasi peraturan dan perundangan tentang penataanbangunan dan lingkungan; Peningkatan dan pemantapan kelembagaan bangunan dangedung;
Pengembangan sistem informasi bangunan gedung danarsitektur; Pelatihan teknis.
c. Kegiatan pemberdayaan masyarakat di perkotaan
Bantuan teknis penanggulangan kemiskinan di perkotaan; Paket dan Replikasi.
8.2.2. Isu Strategis, Kondisi Eksisting, Permasalahan, danTantangan A. Isu Strategis
Untuk dapat merumuskan isu strategis Bidang PBL, maka dapat dilihat dari Agenda Nasional
dan Agenda Internasional yang mempengaruhi sektor PBL. Untuk Agenda Nasional, salah satunya
adalah Program PNPM Mandiri, yaitu Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat Mandiri,
sebagai wujud kerangka kebijakan yang menjadi dasar acuan pelaksanaan program-program
penanggulangan kemiskinan berbasis pemberdayaan masyarakat. Agenda nasional lainnya adalah
pemenuhan Standar Pelayanan Minimal (SPM) bidang Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang,
khususnya untuk sektor PBL yang mengamanatkan terlayaninya masyarakat dalam pengurusan
IMB di kabupaten/kota dan tersedianya pedoman Harga Standar Bangunan Gedung Negara
(HSBGN) di kabupaten/kota.
a. Isu Strategis Nasional
Isu strategis tingkat nasional untuk bidang PBL dapat dirumuskan adalah sebagai berikut:
1) Penataan Lingkungan Permukiman
a. Pengendalian pemanfaatan ruang melalui RTBL;
b. PBL mengatasi tingginya frekuensi kejadian kebakaran di perkotaan;
c. Pemenuhan kebutuhan ruang terbuka publik dan ruang terbuka hijau (RTH) di
ASPEK TEKNIS PER SEKTOR VIII - 18 d. Revitalisasi dan pelestarian lingkungan permukiman tradisional dan bangunan
bersejarah berpotensi wisata untuk menunjang tumbuh kembangnya ekonomi lokal;
e. Peningkatan kualitas lingkungan dalam rangka pemenuhan Standar Pelayanan
Minimal;
f. Pelibatan pemerintah daerah dan swasta serta masyarakat dalam
g. penataan bangunan dan lingkungan.
2) Penyelenggaraan Bangunan Gedung dan Rumah Negara
a. Tertib pembangunan dan keandalan bangunan gedung(keselamatan, kesehatan,
kenyamanan dan kemudahan);
b. Pengendalian penyelenggaraan bangunan gedung dengan perda bangunan gedung di
kab/kota;
c. Tantangan untuk mewujudkan bangunan gedung yang fungsional, tertib, andal dan
mengacu pada isu lingkungan/berkelanjutan;
d. Tertib dalam penyelenggaraan dan pengelolaan aset gedung dan rumah negara;
e. Peningkatan kualitas pelayanan publik dalam pengelolaangedung dan rumah Negara.
3) Pemberdayaan Komunitas dalam Penanggulangan Kemiskinan
a. Jumlah masyarakat miskin pada tahun 2012 sebesar 29,13 juta orang atau sekitar
11,96% dari total penduduk Indonesia;
b. Realisasi DDUB tidak sesuai dengan komitmen awal termasuk sharing in-cash sesuai
MOU PAKET;
c. Keberlanjutan dan sinergi program bersama pemerintah daerah dalam
penanggulangan kemiskinan.
b. Isu Strategis Kota Pasuruan
Isu strategis Kota Pasuruan untuk bidang PBL dapat dirumuskan adalah sebagai berikut:
Tabel 8.13 Isu Strategis sektor PBL di Kota Pasuruan
No. Kegiatan Sektor PBL Isu Strategis sektor PBL di Kota Pasuruan
1 Penataan Lingkungan Permukiman
a. Peningkatan dan Pengembangan Pengelolaan maupun Penyediaan RTH di Kota Pasuruan baik itu RTH Taman, RTH jalur hijau jalan, RTH Sempadan Sungai, RTH Sempadan Rel dan RTH sempadan pantai
b. Penyedian RTH baik berupa taman, RTH jalur hijau jalan, sempadan rel dan pantai
2 Penyelenggaraan Bangunan Gedung dan Rumah Negara
ASPEK TEKNIS PER SEKTOR VIII - 19 No. Kegiatan Sektor PBL Isu Strategis sektor PBL di Kota Pasuruan
Klenteng, Gedung-gedung Kuno sepanjang jalan balaikota, Jl. Hasanudin, Jl. Soekarno Hatta serta kompleks makam untung suropati b. Konservasi, restorasi dan preservasi
3 Pemberdayaan Komunitas dalam Penanggulangan Kemiskinan
a. Pembentukan Sekretariat TKPK di Kota Pasuruan
b. Pemberdayaan KSM dan BKM dengan lewat PNPM
B. Kondisi Eksisting
Tabel 8. 7 Peraturan Daerah/Peraturan Walikota/Peraturan Bupati terkait Penataan Bangunan dan Lingkungan
No
Perda/Peraturan Gubernur/Peraturan Walikota/Peraturan
Bupati/Peraturan lainnya Amanat
Jenis Produk Pengaturan Nomor & Tahun Tentang
(1) (2) (3) (4) (6)
1 Peraturan Daerah No. 22 Tahun
2012
Bangunan gedung
2 Peraturan Daerah No. 24 Tahun
2012
Pelesarian
cagar budaya
3 Peraturan Daerah No. 4 tahun 2013
Retribusi pengendalian menara
telekomunikasi
4 Peraturan Walikota No. 47 / 2014
ASPEK TEKNIS PER SEKTOR VIII - 20 Tabel 8. 8 Penataan Lingkungan Permukiman= RTBL / RTH
Kawasan Tradisional/Bersejarah RTH Pemenuhan SPM Penanganan
Kebakaran
Kompleks makam mbha slagah
Makam KH abdul hamid kompleks
pemakaman masjid agung al anwar
Pecinan dan Klenteng Tjoe Tik Kiong di Jalan Lombok, Jalan Belitung dan
jalan Hassanudin
RTH Publik Lain-lain 4.935.653
m2 (13,98%) Kec.D
Kawasan gereja dengan tetenger
yang terdiri dari Gereja St. Antonius Padova dan Gereja Bethel; serta gedung-gedung kuno yang terletak di sepanjang Jalan Balaikota
ASPEK TEKNIS PER SEKTOR VIII - 21
C. Permasalahan dan Tantangan
Dalam kegiatan penataan bangunan dan lingkungan terdapat beberapa permasalahan dan
tantangan yang dihadapi, antara lain:
Penataan Lingkungan Permukiman:
Masih kurang diperhatikannya kebutuhan sarana sistem proteksi kebakaran;
Belum siapnya landasan hukum dan landasan operasional berupa RTBL untuk lebih melibatkan pemerintah daerah dan swasta dalam penyiapan infrastruktur guna
pengembangan lingkungan permukiman;
Menurunnya fungsi kawasan dan terjadi degradasi kawasan kegiatan ekonomi utama kota, kawasan tradisional bersejarah serta heritage;
Masih rendahnya dukungan pemda dalam pembangunan lingkungan permukiman yang diindikasikan dengan masih kecilnya alokasi anggaran daerah untuk
peningkatan kualitas lingkungan dalam rangka pemenuhan SPM.
Penyelenggaraan Bangunan Gedung dan Rumah Negara:
Masih adanya kelembagaan bangunan gedung yang belum berfungsi efektif dan efisien dalam pengelolaan Bangunan Gedungdan Rumah Negara;
Masih kurangnya perda bangunan gedung untuk kota metropolitan, besar, sedang, kecil di seluruh Indonesia;
Meningkatnya kebutuhan NSPM terutama yang berkaitan dengan pengelolaan dan penyelenggaraan bangunan gedung (keselamatan, kesehatan, kenyamanan dan
kemudahan);
Kurang ditegakkannya aturan keselamatan, keamanan dan kenyamanan Bangunan Gedung termasuk pada daerah-daerahrawan bencana;
Prasarana dan sarana hidran kebakaran banyak yang tidak berfungsi dan kurang mendapat perhatian;
Lemahnya pengaturan penyelenggaraan Bangunan Gedung didaerah serta rendahnya kualitas pelayanan publik dan perijinan;
Banyaknya Bangunan Gedung Negara yang belum memenuhi persyaratan keselamatan, keamanan dan kenyamanan;
Penyelenggaraan Bangunan Gedung dan Rumah Negara kurang tertib dan efisien; Masih banyaknya aset negara yang tidak teradministrasikan dengan baik.
Penyelenggaraan Sistem Terpadu Ruang Terbuka Hijau:
ASPEK TEKNIS PER SEKTOR VIII - 22 Kapasitas Kelembagaan Daerah:
Masih terbatasnya kesadaran aparatur dan SDM pelaksana dalam pembinaan penyelenggaraan bangunan gedung termasuk pengawasan;
Masih adanya tuntutan reformasi peraturan perundang-undangan dan peningkatan pelaksanaan otonomi dan desentralisasi;
Masih perlunya peningkatan dan pemantapan kelembagaan bangunan gedung di daerah dalam fasilitasi penyediaan perangkat pengaturan.
Tabel 8. 9 Identifikasi Permasalahan dan Tantangan Penataan Bangunan dan Lingkungan
No. Aspek PBL Permasalahan yang dihadapi
Tantangan Pengembangan
Alternatif Solusi
I Kegiatan Penataan Lingkungan Permukiman
1. Aspek Teknis
ASPEK TEKNIS PER SEKTOR VIII - 23 No. Aspek PBL Permasalahan yang
dihadapi
III Kegiatan Pemberdayaan Komunitas dalam Penanggulangan Kemiskinan
1 Aspek Teknis 1
8.2.3. Analisis Kebutuhan Penataan Bangunan dan Lingkungan
Analisis kebutuhan Program dan Kegiatan untuk sektor PBL oleh Kab/Kota, hendaknya
mengacu pada Lingkup Tugas DJCK untuk sector PBL yang dinyatakan pada Permen PU No. 8
ASPEK TEKNIS PER SEKTOR VIII - 24 Pada Permen PU No.8 tahun 2010, dijabarkan kegiatan dari DirektoratPBL meliputi:
a. Kegiatan Penataan Lingkungan Permukiman
Dengan kegiatan yang terkait adalah penyusunan Rencana TataBangunan dan
Lingkungan (RTBL), Rencana Induk Sistem ProteksiKebakaran (RISPK), pembangunan
prasarana dan sarana lingkungan permukiman tradisional dan bersejarah, pemenuhan
Standar Pelayanan Minimal (SPM), dan pemenuhan Ruang Terbuka Hijau (RTH) di
perkotaan.
RTBL (Rencana Tata Bangunan dan Lingkungan)
RTBL berdasarkan Permen PU No. 6 Tahun 2007 tentang Pedoman Umum
Rencana Tata Bangunan dan Lingkungan didefinisikan sebagai panduan rancang
bangun suatu lingkungan/kawasan yang dimaksudkan untuk mengendalikan
pemanfaatan ruang, penataan bangunan dan lingkungan, serta memuat materi pokok
ketentuan program bangunan dan lingkungan, rencana umum dan panduan
rancangan, rencana investasi, ketentuan pengendalian rencana, dan pedoman
pengendalian pelaksanaan pengembangan lingkungan/kawasan. Materi pokok dalam
Rencana Tata Bangunan dan Lingkungan meliputi:
Program Bangunan dan Lingkungan; Rencana Umum dan Panduan Rancangan; Rencana Investasi;
Ketentuan Pengendalian Rencana; Pedoman Pengendalian Pelaksanaan.
RISPK atau Rencana Induk Sistem Proteksi Kebakaran
RISPK atau Rencana Induk Sistem Proteksi Kebakaran seperti yang
dinyatakan dalam Permen PU No. 26 tahun 2008 tentang Persyaratan Teknis Sistem
Proteksi Kebakaran pada Bangunan Gedung dan Lingkungan, bahwa Sistem Proteksi
Kebakaran pada Bangunan Gedung dan Lingkungan adalah sistem yang terdiri atas
peralatan, kelengkapan dan sarana, baik yang terpasang maupun terbangun pada
bangunan yang digunakan baik untuk tujuan sistem proteksi aktif, sistem proteksi
pasif maupun cara-cara pengelolaan dalam rangka melindungi bangunan dan
lingkungannya terhadap bahaya kebakaran.
Penyelenggaraan sistem proteksi kebakaran pada bangunan gedung dan
lingkungan meliputi proses perencanaan teknis dan pelaksanaan konstruksi, serta
kegiatan pemanfaatan, pelestarian dan pembongkaran sistem proteksi kebakaran
pada bangunan gedung dan lingkungannya. RISPK terdiri dari Rencana Sistem
Pencegahan Kebakaran dan Rencana Sistem Penanggulangan Kebakaran di
ASPEK TEKNIS PER SEKTOR VIII - 25 pencegahan kebakaran yang terdiri dari kegiatan inspeksi terhadap ancaman bahaya
kebakaran pada kota, lingkungan bangunan dan bangunan gedung, serta kegiatan
edukasi pencegahan kebakaran kepada masyarakat dan kegiatan penegakan Norma,
Standar, Pedoman dan Manual (NSPM). RISPK juga memuat rencana tentang
penanggulangan kebakaran yang terdiri dari rencana kegiatan pemadaman
kebakaran serta penyelamatan jiwa dan harta benda.
Penataan Lingkungan Permukiman Tradisional/Bersejarah
Pendekatan yang dilakukan dalam melaksanakan Penataan Lingkungan
Permukiman Tradisional adalah:
1. Koordinasi dan sinkronisasi dengan Pemerintah Daerah;
2. Pendekatan Tridaya sebagai upaya pemberdayaan terhadap aspek manusia,
lingkungan dan kegiatan ekonomi masyarakat setempat;
3. Azas "berkelanjutan" sebagai salah satu pertimbangan penting untuk menjamin
kelangsungan kegiatan;
4. Rembug warga dalam upaya menggali sebanyak mungkin aspirasi masyarakat,
selain itu juga melakukan pelatihan keterampilan teknis dalam upaya
pemberdayaan masyarakat.
Standar Pelayanan Minimal (SPM)
Analisa kebutuhan Program dan Kegiatan juga mengacu pada Permen PU
No.14 tahun 2010 tentang Standar Pelayanan Minimal Bidang Pekerjaan Umum dan
Penataan Ruang. Khusus untuk sektor PBL, SPM juga terkait dengan SPM Penataan
Ruang dikarenakan kegiatan penataan lingkungan permukiman yang salah satunya
melakukan pengelolaan kebutuhan Ruang Terbuka Hijau (RTH) di perkotaan. Standar
SPM terkait dengan sektor PBL sebagaimana terlihat pada tabel 8.19, yang dapat
dijadikan acuan bagi Kabupaten/Kota untuk menyusun kebutuhan akan sektor
Penataan Bangunan dan Lingkungan.
Tabel 8. 10 SPM Sektor Penataan Bangunan dan Lingkungan
ASPEK TEKNIS PER SEKTOR VIII - 26
b. Kegiatan Penyelenggaraan Bangunan Gedung dan Rumah Negara Kegiatan penyelenggaraan Bangunan Gedung dan Rumah Negara meliputi:
1. Menguraikan kondisi bangunan gedung negara yang belum memenuhi persyaratan
keandalan yang mencakup (keselamatan, keamanan, kenyamanan dan kemudahan);
2. Menguraikan kondisi Penyelenggaraan Bangunan Gedung dan Rumah Negara;
3. Menguraikan aset negara dari segi administrasi pemeliharaan.
Untuk dapat melakukan pendataan terhadap kondisi bangunan gedung dan rumah
negara perlu dilakukan pelatihan teknis terhadap tenaga pendata HSBGN, sehingga perlu
dilakukan pendataan kegiatan pembinaan teknis penataan bangunan gedung.
c. Kegiatan Pemberdayaan Komunitas dalam Penanggulangan Kemiskinan
Program yang mencakup pemberdayaan komunitas dalam penanggulangan
kemiskinan adalah PNPM Mandiri, yang dilaksanakan dalam bentuk kegiatan P2KP
(Program Penanggulangan Kemiskinan di Perkotaan). P2KP merupakan program
pemerintah yang secara substansi berupaya menanggulangi kemiskinan melalui
pemberdayaaan masyarakat dan pelaku pembangunan lokal lainnya, termasuk
Pemerintah Daerah dan kelompok peduli setempat.
Tabel 8. 11 Kebutuhan sektor Penataan Bangunan dan Lingkungan
No Uraian Satuan
I Kegiatan Penataan Lingkungan Permukiman
ASPEK TEKNIS PER SEKTOR VIII - 27
II Kegiatan Penyelenggaraan Bangunan Gedung dan Rumah Negara
1. Bangunan Fungsi
Gedung Negara laporan
7. lainnya
III. Kegiatan Pemberdayaan Komunitas dalam Penanggulangan Kemiskinan 1. P2KP
2. lainnya
8.2.4. Program-Program dan Kriteria Kesiapan Sektor Penataan Bangunan dan Lingkungan
Program-Program Penataan Bangunan dan Lingkungan, terdiri dari:
a. Kegiatan Penataan Lingkungan Permukiman;
b. Kegiatan Penyelenggaraan Bangunan Gedung dan Rumah Negara;
c. Kegiatan Pemberdayaan Komunitas dalam Penanggulangan Kemiskinan.
Untuk penyelenggaraan program-program pada sektor Penataan Bangunan dan
Lingkungan (PBL) maka dibutuhkan Kriteria Kesiapan (Readiness Criteria) yang mencakup antara lain rencana kegiatan rinci, indikator kinerja, komitmen Pemda dalam mendukung pelaksanaan
kegiatan melalui penyiapan dana pendamping, pengadaan lahan jika diperlukan, serta
pembentukan kelembagaan yang akan menangani pelaksanaan proyek serta mengelola aset
proyek setelah infrastruktur dibangun.
Kriteria Kesiapan untuk sektor Penataan Bangunan dan Lingkungan adalah:
Fasilitasi RanPerda Bangunan Gedung Kriteria Khusus:
ASPEK TEKNIS PER SEKTOR VIII - 28 Bangunan Gedung;
• Komitmen Pemda untuk menindaklanjuti hasil fasilitasi Ranperda BG
Penyusunan Rencana Penataan Lingkungan Permukiman Berbasis Komunitas
Kriteria Khusus Fasilitasi Penyusunan Rencana Penataan Lingkungan Permukiman Berbasis Komunitas:
• Kawasan di perkotaan yang memiliki lokasi PNPM-Mandiri Perkotaan;
• Pembulatan penanganan infrastruktur di lokasi-lokasi yang sudah ada PJM Pronangkis-nya;
• Bagian dari rencana pembangunan wilayah/kota;
• Ada rencana pengembangan dan investasi Pemda, swasta, dan masyarakat; • Kesiapan pengelolaan oleh stakeholder setempat.
Penyusunan Rencana Tata Bangunan Dan Lingkungan (RTBL)
Kriteria Lokasi :
• Sesuai dengan kriteria dalam Permen PU No.6 Tahun 2006; • Kawasan terbangun yang memerlukan penataan;
• Kawasan yang dilestarikan/heritage; • Kawasan rawan bencana;
• Kawasan gabungan atau campuran (fungsi hunian, fungsi usaha, fungsi sosial/ budaya dan/atau keagamaan serta fungsi khusus, kawasan sentra niaga (central business
district);
• Kawasan strategis menurut RTRW Kab/Kota;
• Komitmen Pemda dalam rencana pengembangan dan investasi Pemerintah daerah, swasta, masyarakat yang terintegrasi dengan rencana tata ruang dan/atau
pengembangan wilayahnya;
• Kesiapan pengelolaan oleh stakeholder setempat; • Pekerjaan dilaksanakan oleh Pemerintah Pusat.
Penyusunan Rencana Tindak Revitalisasi Kawasan, Ruang Terbuka Hijau (RTH) dan Permukiman Tradisional/Bersejarah
Rencana Tindak berisikan program bangunan dan lingkungan termasuk elemen kawasan,
program/rencana investasi, arahan pengendalian rencana dan pelaksanaan serta
DAED/DED.
Kriteria Umum:
ASPEK TEKNIS PER SEKTOR VIII - 29 • Turunan dari Tata Ruang atau masuk dlm skenario pengembangan wilayah (jika luas
perencanaan < 5 Ha);
• Komitmen pemda dalam rencana pengembangan dan investasi Pemerintah daerah, swasta, masyarakat yang terintegrasi dengan Rencana Tata Ruang dan/atau
pengembangan wilayahnya;
• Kesiapan pengelolaan oleh stakeholder setempat.
Kriteria Khusus Fasilitasi Penyusunan Rencana Tindak Penataan dan Revitalisasi Kawasan:
• Kawasan diperkotaan yang memiliki potensi dan nilai strategis; • Terjadi penurunan fungsi, ekonomi dan/atau penurunan kualitas; • Bagian dari rencana pengembangan wilayah/kota;
• Ada rencana pengembangan dan investasi pemda, swasta, dan masyarakat;
• Kesiapan pengelolaan oleh stakeholder setempat. Kriteria Khusus Fasilitasi Penyusunan Rencana Tindak Ruang Terbuka Hijau:
• Ruang publik tempat terjadi interaksi langsung antara manusia dengan taman (RTH Publik);
Kriteria Khusus Fasilitasi Penyusunan Rencana Tindak Ruang Terbuka Hijau:
• Ruang publik tempat terjadi interaksi langsung antara manusia dengan taman (RTH Publik);
• Area memanjang/jalur dan/atau mengelompok, yang penggunaannya bersifat terbuka, tempat tumbuh tanaman baik alamiah maupun ditanam (UU No. 26/2007 tentang Tata
ruang);
• Dalam rangka membantu Pemda mewujudkan RTH publik minimal 20% dari luas wilayah kota;
• Ada rencana pengembangan dan investasi Pemda, swasta, masyarakat; • Kesiapan pengelolaan oleh stakeholder setempat.
Kriteria Khusus Fasilitasi Penyusunan Rencana Tindak Permukiman Tradisional Bersejarah:
• Lokasi terjangkau dan dikenal oleh masyarakat setempat (kota/kabupaten);
• Memiliki nilai ketradisionalan dengan ciri arsitektur bangunan yang khas dan estetis; • Kondisi sarana dan prasarana dasar yang tidak memadai;
• Ada rencana pengembangan dan investasi Pemda, swasta, dan masyarakat; • Kesiapan pengelolaan oleh stakeholder setempat.
ASPEK TEKNIS PER SEKTOR VIII - 30 • Kota/Kabupaten dengan jumlah penduduk > 500.000 orang;
• Tingginya intensitas kebakaran per tahun dengan potensi resiko tinggi
• Kawasan perkotaan nasional PKN, PKW, PKSN, sesuai PP No.26/2008 ttg Tata Ruang; • Ada rencana pengembangan dan investasi Pemda, swasta, dan masyarakat;
• Kesiapan pengelolaan oleh stakeholder setempat.
Kriteria dukungan PSD Untuk Revitalisasi Kawasan, RTH Dan Permukiman Tradisional/Ged Bersejarah:
• Mempunyai dokumen Rencana Tindak PRK/RTH/Permukiman Tradisional-Bersejarah; • Prioritas pembangunan berdasarkan program investasinya;
• Ada DDUB;
• Dukungan Pemerintah Pusat maksimum selama 3 tahun anggaran;
• Khusus dukungan Sarana dan Prasarana untuk permukiman tradisional, diutamakan pada fasilitas umum/sosial, ruang-ruang publik yang menjadi prioritas masyarakat
yang menyentuh unsur tradisionalnya;
• Ada rencana pengembangan dan investasi Pemda, swasta, dan masyarakat; • Kesiapan pengelolaan oleh stakeholder setempat.
Kriteria dukungan Prasarana dan Sarana Sistem Proteksi Kebakaran:
• Memiliki dokumen RISPK yang telah disahkan oleh Kepala Daerah (minimal SK/peraturan bupati/walikota);
• Memiliki Perda BG (minimal Raperda BG dalam tahap pembahasan dengan DPRD); • Memiliki DED untuk komponen fisik yang akan dibangun;
• Ada lahan yg disediakan Pemda;
• Ada rencana pengembangan dan investasi Pemda, swasta, dan masyarakat; • Kesiapan pengelolaan oleh stakeholder setempat.
Kriteria Dukungan Aksesibilitas Pada Bangunan Gedung Dan Lingkungan: • Bangunan gedung negara/kantor pemerintahan;
• Bangunan gedung pelayanan umum (puskesmas, hotel, tempat peribadatan, terminal, stasiun, bandara);
• Ruang publik atau ruang terbuka tempat bertemunya aktifitas sosial masyarakat (taman, alun-alun);
• Kesiapan pengelolaan oleh stakeholder setempat.
8.3 Sistem Penyediaan Air Minum (SPAM) 8.3.1 Arahan Kebijakan dan Lingkup Kegiatan
Penyelenggaraan pengembangan SPAM adalah kegiatan merencanakan, melaksanakan
ASPEK TEKNIS PER SEKTOR VIII - 31 fisik (teknik ) dan non fisik penyediaan air minum. Penyelenggara pengembangan
SPAM adalah badan usaha milik negara (BUMN)/ badan usaha milik daerah (BUMD),
koperasi, badan usaha swasta, dan/atau kelompok masyarakat yang melakukan
penyelenggaraan pengembangan sistem penyediaan air minum. Penyelenggaraan SPAM dapat
melibatkan peran serta masyarakat dalam pengelolaan SPAM berupa pemeliharaan,
perlindungan sumber air baku, penertiban sambungan liar, dan sosialisasi dalam
penyelenggaraan SPAM.
Beberapa peraturan perundangan yang menjadi dasar dalam pengembangan sistem
penyediaan air minum (SPAM) antara lain:
i) Undang-Undang No. 7 Tahun 2004 tentang Sumber Daya Air
Pada pasal 40 mengamanatan bahwa pemenuhan k ebutuhan air baku untuk air minum
rumah tangga dilakukan dengan pengembangan sistem penyediaan air minum (SPAM).
Untuk pengembangan s istem penyediaan air minum menjadi tanggung jawab Pemerintah
dan Pemerintah Daerah.
ii) Undang-Undang No. 17 Tahun 2007 tentang Rencana Program Jangka Panjang (RPJP) Tahun 2005-2025
Perundangan ini mengamanatkan bahwa kondisi sarana dan prasarana masih rendah
aksesibilitas, kualitas, maupun cakupan pelayanan.
iii) Peraturan Pemerintah No. 16 Tahun 2005 tentang Pengembangan Sistem Penyediaan Air Minum
Bahwa Pengembangan SPAM adalah kegiatan yang bertujuan membangun, memperluas
dan/atau meningkatkan sistem fisik (teknik ) dan non fisik (kelembagaan, manajemen,
keuangan, peran masyarakat, dan hukum) dalam k esatuan yang utuh untuk
melaksanakan penyediaan air minum k epada masyarakat menuju keadaan yang lebih
baik. Peraturan tersebut juga menyebutkan asas penyelenggaraan pengembangan SPAM,
yaitu asas kelestarian, keseimbangan, kemanfaatan umum, keterpaduan dan keserasian,
k eberlanjutan, keadilan, kemandirian, serta transparansi dan akuntabilitas.
iv) Peraturan Menteri Pekerjaan Umum No. 20/PRT/M/2006 tentang Kebijakan dan Strategi Pengembangan Sistem Penyediaan Air Minum
Peraturan ini mengamanatkan bahwa dalam rangka peningkatan pelayanan/ penyediaan
air minum perlu dilakukan pengembangan SPAM yang bertujuan untuk membangun,
memperluas, dan/atau meningkatkan sistem fisik dan non fisik daam kesatuan yang
utuh untuk melaksanakan penyediaan air minum kepada masyarakat menuju k eadaan
yang lebih baik dan sejahtera.
ASPEK TEKNIS PER SEKTOR VIII - 32 Peraturan ini menjelask an bahwa tersedianya akses air minum yang aman melalui
Sistem Penyediaan Air Minum dengan jaringan perpipaan dan bukan jaringan perpipaan
terlindungi dengan kebutuhan pok ok minimal 60 liter/orang/hari. SPAM dapat dilakukan
melalui s istem jaringan perpipaan dan/atau bukan jaringan perpipaan. SPAM dengan jaringan
perpipaan dapat meliputi unit air bak u, unit produksi, unit distribusi, unit pelayanan, dan unit
pengelolaan. Sedangkan SPAM bukan jaringan perpipaan dapat meliputi sumur dangkal,
sumur pompa tangan, bak penampungan air
hujan, terminal air, mobil tangki air, instalasi air kemasan, atau bangunan perlindungan mata
air. Pengembangan SPAM menjadi kewenangan/ tanggung jawab Pemerintah dan Pemerintah
Daerah untuk menjamin hak setiap orang dalam mendapatk an air minum bagi kebutuhan
pok ok minimal sehari-hari guna memenuhi kehidupan yang sehat, bersih, dan produktif
sesuai dengan peraturan perundang-undangan, s eperti yang diamanatkan dalam PP No. 16
Tahun 2005.
Pemerintah dalam hal ini adalah Direktorat Pengembangan Air Minum, Ditjen Cipta
Karya, Kementerian Pekerjaan Umum yang mempunyai tugas melaksanakan sebagian tugas
pokok Direktorat Jenderal Cipta Karya di bidang perumusan dan pelaksanaan kebijakan,
penyusunan produk pengaturan, pembinaan dan pengawasan serta fasilitasi di bidang
pengembangan sistem penyediaan air minum. Adapun fungsinya antara lain mencakup:
● Menyusun kebijakan teknis dan strategi pengembangan sistem penyediaan air minum;
● Pembinaan teknik, pengawasan teknik dan fasilitasi pengembangan sistem penyediaan air minum termasuk penanggulangan bencana alam dan kerusuhan sosial;
● Pengembangan investasi untuk sistem penyediaan air minum;
● Penyusunan norma, standar, prosedur dan kriteria serta pembinaan k elembagaan dan peran serta masyarakat di bidang air minum.
8.3.2 Isu Strategis, Kondisi Eksisting, Permasalahan dan Tantangan A. Isu Strategis Pengembangan SPAM
Terdapat isu-isu strategis yang diperkirakan ak an mempengaruhi upaya Indonesia untuk
mencapai target pembangunan di bidang air minum. Isu ini didapatkan melalui serangkaian
konsultasi dan diskusi dalam lingkungan Kementerian Pekerjaan Umum khususnya Direktorat
Jenderal Cipta Karya. Isu-isu strategis tersebut adalah:
1. Peningkatan Akses Aman Air Minum;
2. Pengembangan Pendanaan;
3. Peningkatan Kapasitas Kelembagaan;
4. Pengembangan dan Penerapan Peraturan Perundang-undangan;
ASPEK TEKNIS PER SEKTOR VIII - 33 6. Rencana Pengamanan Air Minum;
7. Peningkatan Peran dan Kemitraan Badan Usaha dan Masyarakat; dan
8. Penyelenggaraan Pengembangan SPAM yang Sesuai dengan Kaidah Teknis dan Penerapan
Inovasi Teknologi
Setiap kabupaten/kota perlu melakukan identifikasi isu strategis yang ada di daerah
masing-masing mengingat isu strategis ini akan menjadi dasar dalam pengembangan
infrastruktur, prasarana dan sarana dasar di daerah, serta akan menjadi landasan penyusunan
program dan kegiatan dalam Rencana Terpadu dan Program Investasi Infrastruktur (RPI2JM)
yang diharapkan dapat mempercepat pencapaian cita-cita pembangunan nasional.
B. Kondisi Eksisting Pengembangan SPAM
Pembahasan yang perlu diperhatikan terkait dengan Kondisi Ek sisting Pengembangan
Sistem Penyediaan Air Minum di kabupaten/kota secara umum adalah:
i. Aspek Teknis
Sistem penyediaan air minum di Kota Pasuruan terdiri dari dua sistem, yaitu, sistem
non-perpipaan dan sistem perpipaan. Sistem non-perpipaan umumnya berupa air sumur yang
berasal dari air tanah yang digali atau dipompa sendiri oleh masyarakat. Sedangkan
sistem perpipaan adalah sistem penyediaan air bersih yang dilayani oleh PDAM.
a. Sistem Jaringan Perpipaan
Unit Sumber Air Baku
Sumber air baku yang dimanfaatkan PDAM Kota Pasuruan untuk memenuhi
kebutuhan air bersih bagi penduduk Kota Pasuruan berasal dari air mata air
Umbulan dan sumur bor di Pleret. Sumber air baku milik PDAM Kota Pasuruan saat
ini ada 2 sumber utama yaitu:
Mata Air Umbulan
Sumber air baku utama PDAM Kota Pasuruan berasal dari mata air
Umbulan yang terletak di Desa Umbulan Kecamatan Winongan Kabupaten
Pasuruan, yang merupakan warisan yang dibangun oleh Belanda pada tahun
1917. Sejak tahun 1972 dilaksanakan pengembangan jaringan perpipaan air
minum dengan pasokan dari kapasitas terpasang sampai saat ini mencapai
299.5 I/detik, sedangkan Kapasitas produksi pada saat ini mata air
umbulan adalah 65 I/detik.
Sumur Bor Pleret
Wilayah Selatan Kota Pasuruan memiliki potensi air tanah yang baik dengan
kapasitas air dalam tanah lebih dari 10 I/det /kM2. PPSAB Jawa Timur
ASPEK TEKNIS PER SEKTOR VIII - 34 Pleret Desa Pohjentrek, Kecamatan Purworejo Kabupaten Pasuruan. Lokasi
keempat sumur bor tersebut kurang lebih 3 km dari Kota Pasuruan.
b. Tingkat Pelayanan
PDAM Kota Pasuruan selain melayani wilayah Kota Pasuruan juga melayani sebagian
wilayah Kabupaten Pasuruan. Wilayah pelayanan tersebut dibagi dalam 3 (tiga) zona
yang kondisi pelayanan pada tahun 2008 dapat dirinci sebagai berikut :
Wilayah Pelayanan A, merupakan wilayah pelayanan tengah dan utara kota yaitu;
o Kecamatan Purworejo dengan jumlah SR 5.694 unit, jumlah penduduk 60,159 jiwa dan
tingkat pelayanan 57,63%
o Wilayah selatan (kabupaten) terdiri dari sebagian wilayah di kecamatan
Pohjentrek, Gondang Wetan dan Winongan dengan jumlah SR 1.223 unit, jumlah
penduduk 35.278 jiwa dan tingkat pelayanan 17,32%.
Wilayah pelayanan B, merupakan wilayah pelayanan kota bagian timur yaitu;
o kecamatan Bugul Kidul dengan jumlah SR 5.633 unit, jumlah penduduk 48.802
jiwa dan tingkat pelayanan 78,2%
o Wilayah kabupaten bagian timur terdiri dari sebagian wilayah di kecamatan Rejoso,
Grati dan Lekok dengan jumlah SR 319 unit, jumlah penduduk 49 752 jiwa dan tingkat
pelayanan 3,2%.
Wilayah pelayanan C, merupakan wilayah pelayanan bagian barat yang meliputi :
o kecamatan Gading Rejo dengan jumlah SR 3.018 unit, jumlah penduduk 57.756
jiwa dan tingkat pelayanan 49,85%
o kecamatan Kraton dengan jumlah SR 91 unit, jumlah penduduk 14.856 jiwa dan
tingkat pelayanan 8.1%
c. Pelanggan
Perkembangan jumlah pelanggan pada tahun2009 sampai tahun 2013 dapat dilihat dari
tabel dibawah ini :
Tabel 8. 12 Jumlah Pelanggan PDAM Kota Pasuruan Tahun 2009-2013
d. Waktu Pelayanan Distribusi dan Jam Operasional Produksi
PDAM Kota Pasuruan telah melakukan pendistribusian air bersih ke konsumen selama
ASPEK TEKNIS PER SEKTOR VIII - 35 dibawah ini :
Tabel 8. 13 Waktu Pelayanan Distribusi dan Jam Oprasional Air PDAM Kota Pasuruan Tahun 2009-2013
ii. Aspek Pendanaan
Tarif dasar di PDAM Kota Pasuruan mulai Mei 2014 adalah sebesar Rp. 1.952,00. PDAM Kota
Pasuruan berpayung pada Peraturan Walikota No. 8 Tahun 2007 yang mengatur tingkat
pemakaian dan tarif penggunaan air produksi PDAM untuk pelanggan. Peraturan ini membagi
tingkat pemakaian dan tarif berdasar kelompok dan jenis pelanggan, dapat dilihat pada tabel
berikut:
ASPEK TEKNIS PER SEKTOR VIII - 36 Tabel 8. 15 Pendanaan PDAM Kota Pasuruan
iii. Kelembagaan
PDAM Kota Pasuruan dipimpin oleh seorang Direktur, dengan jumlah karyawan
sebanyak 123 orang, dengan komposisi 58 orang tenaga teknis dan 65 tenaga non
teknis. Latar elakang pendidikan karyawan adalah sebagai berikut :
Tabel 8. 16 Latar Belakang Pendidikan Karyawan
Jumlah karyawan yang sudah mendapatkan pelatihan sebanyak 52 orang, dan jumlah
karyawan yang belum mendapatkan pelatihan 71 orang.
iv. Peraturan Perundangan Acuan Normatif Utama
Dasar hukum utama penyusunan Rencana Induk Sistem Penyediaan Air Minum (RISPAM)
Kota Pasuruan antara lain adalah sebagai berikut :
1. Undang-Undang No. 7 tahun 2004 tentang Sumber Daya Air
2. Undang-undang No. 26 tahun 2007 tentang Penataan Ruang
3. Peraturan Pemerintah No. 16 tahun 2005 tentang Pengembangan Sistem Penyediaan
Air Minum.
ASPEK TEKNIS PER SEKTOR VIII - 37 5. Permen PU No. 20/PRT/M/2007 tentang Kebijakan dan Strategi Pengembangan
SPAM.
6. Permen PU No.01/PRT/M/2010 tentang SPAM Bukan Jaringan Perpipaan.
7. Permen PU No.14/PRT/M/2010 tentang Standar Pelayanan Minimal Bidang
Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang
8. Permendagri No. 1 Tahun 2014 tentang Produk Hukum Daerah
Acuan Normatif Pendukung
Acuan normatif pendukung yang perlu diacu dalam penyusunan Rencana Induk
Pengembangan SPAM Kota Pasuruan adalah Peraturan-peraturan Daerah atau aturan
teknis daerah yang mendukung tersusunannya Rencana Induk Pengembangan SPAM Kota
Pasuruan sebagai komitmen dalam penyediaan air minum di Kota Pasuruan
v. Peran Serta Masyarakat
Berisi peran serta mas yarakat dalam pengelolaan air minum terkait dengan kepatuhan
membayar retribusi air, inis iatif masyarakat mengembangan SPAM di wilayah mereka,
peran serta masyarakat memelihara kuantitas dan kualitas sumber air. Diuraikan pula
permasalahan yang dihadapi terkait dengan peran negative masyarakat dalam menjaga k
eberlanjutan sumber air, jaringan yang ada dll.
Tabel 8. 17 Kondisi Eksisting Pelayanan SPAM Kota Pasuruan
C. Permasalahan dan Tantangan Pengembangan SPAM i. Permasalahan Pengembangan SPAM
Pada bagian ini, perlu dijabarkan permasalahan pengembangan SPAM sesuai dengan
kondisi daerah masing-masing. Adapun permasalahan pengembangan SPAM pada tingkat
nasional antara lain:
1) Peningkatan Cakupan dan Kualitas
a) Tingkat pertumbuhan cakupan pelayanan air minum sistem perpipaan belum
seimbang dengan tingkat perk embangan penduduk Sistem
Jaringan Daerah Pelayanan Tingkat Pelayanan Sumber Air
Luas WP
Jumlah Penduduk
WP
Jumlah Penduduk
Terlayani %Penduduk %Wilayah Lokasi Debit
Kota
Pasuruan 35,29 km2 198.660
18.747 pelanggan /
93.735 jiwa 68 % 70% umbulan 165 l/dtk
Plered 59 l/dtk
Total