1
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Kesehatan merupakan hak asasi manusia dan sekaligus investasi untuk
keberhasilan pembangunan bangsa. Kesehatan juga merupakan salah satu unsur
dari kesejahteraan umum yang merupakan tujuan negara seperti yang
diamanahkan di dalam Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Kesatuan
Republik Indonesia tahun 1945. Undang-Undang Kesehatan Nomor 36 tahun
2009 pasal 4 dan 5 juga menyatakan bahwa setiap orang mempunyai hak yang
sama dalam memperoleh akses atas sumberdaya di bidang kesehatan, hak
memperoleh pelayanan kesehatan yang aman, bermutu dan terjangkau dan setiap
orang berhak secara mandiri dan bertanggungjawab menentukan sendiri
pelayanan kesehatan yang diperlukan bagi dirinya. Untuk itu diselenggarakan
pembangunan kesehatan secara menyeluruh agar terwujud derajat kesehatan
masyarakat setinggi-tingginya (Kementerian Kesehatan Republik Indonesia,
2011).
Sejak diberlakukannya Undang-Undang Nomor 32 tahun 2004 tentang
Pemerintahan Daerah dan Undang-Undang Nomor 33 tahun 2004 tentang
Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Daerah, maka terjadi
perubahan dalam penyelenggaraan tugas pemerintahan termasuk dalam bidang
sistem kesehatan di daerah sesuai dengan kebutuhan masyarakatnya. Namun
urusan pemerintahan di bidang kesehatan tetap merupakan urusan bersama
(concurrent function) antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah yang diatur
dalam Peraturan Pemerintah Nomor 38 tahun 2007 tentang Pembagian Urusan
Pemerintahan antara Pemerintah, Pemerintahan Daerah Provinsi, dan
Pemerintahan Daerah Kabupaten atau Kota (Petunjuk Teknis Bantuan
Operasional Kesehatan, 2011).
Pemerintah Daerah diwajibkan untuk meningkatkan pemerataan dan
aksesibilitas pelayanan kesehatan bagi seluruh lapisan masyarakat, melalui
pengembangan kegiatan dan penyediaan dukungan anggaran yang memadai
sehingga mampu melaksanakan pembangunan kesehatan yang sesuai dengan
masalah dan kebutuhan kesehatan setempat termasuk pemberdayaan masyarakat
yang dalam pelaksanaannya berpedoman pada ketentuan mengenai Standar
Pelayanan Minimal (SPM) dalam bidang pelayanan kesehatan (Petunjuk Teknis
Bantuan Operasional Kesehatan, 2012).
Sementara, Pemerintahan Pusat bertanggungjawab secara nasional atas
keberhasilan pelaksanaan otonomi, walaupun pelaksanaan operasionalnya
diserahkan kepada pemerintah dan masyarakat daerah yang bersangkutan.
Pemerintah Pusat lebih banyak bersifat menetapkan kebijakan makro, norma,
standarisasi, pedoman, kriteria, serta pelaksanaan supervisi, monitoring, evaluasi,
pengawasan dan pemberdayaan ke daerah, sehingga otonomi dapat berjalan secara
Standar Pelayanan Minimal diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 65
tahun 2005 tentang Pedoman Penyusunan dan Penerapan Standar Pelayanan
Minimal dan khusus untuk bidang kesehatan telah diterbitkan Peraturan Menteri
Kesehatan Nomor 741 tahun 2008 tentang Standar Pelayanan Minimal bidang
Kesehatan yang terdiri dari 18 jenis pelayanan, yang telah merefleksikan sebagian
besar indikator MDGs (Petunjuk Teknis Standar Pelayanan Minimal Bidang
Kesehatan, 2008).
Pembangunan kesehatan yang telah dilaksanakan selama ini telah berhasil
meningkatkan derajat kesehatan masyarakat yang ditandai dengan meningkatnya
indikator pembangunan kesehatan. Tahun ini pembangunan kesehatan sedang
berada di tengah periode Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional
(RPJMN) 2010-2014. Dalam pelayanan kesehatan ibu dan anak, cakupan
persalinan oleh tenaga kesehatan telah meningkat secara bermakna dari 61,4%
pada tahun 2007 menjadi 87,4% tahun 2011. Cakupan imunisasi campak juga
meningkat dari 67% menjadi 93,3%. Status gizi masyarakat juga menunjukkan
peningkatan antara lain Prevalensi Gizi Kurang pada balita tahun 2010 sebesar
17,9% diharapkan akan turun menjadi 15% pada tahun 2015. Hasil tersebut tidak
lepas dari berbagai upaya yang telah dilakukan oleh sarana pelayanan kesehatan
termasuk puskesmas dan jaringannya serta UKBM seperti Poskesdes dan
posyandu ( Kementerian Kesehatan RI, 2012).
Namun demikian tantangan pembangunan kesehatan di masa mendatang
masalah ini juga dihadapi oleh puskesmas sebagai ujung tombak sistem pelayanan
kesehatan nasional. Puskesmas menghadapi berbagai masalah antara lain masalah
sumber daya, rendahnya kinerja, adanya pandangan sebelah mata terhadap peran
puskesmas, keterbatasan obat dan alat kesehatan, kesulitan geografis dan
keterbatasan biaya operasional termasuk lemahnya pembinaan dari Dinas
Kesehatan Kabupaten/Kota ( Sulaeman, 2010).
Beberapa pemerintah daerah mampu mencukupi kebutuhan biaya
operasional kesehatan puskesmas di daerahnya namun tidak sedikit pula yang
masih sangat terbatas kemampuannya, padahal puskesmas sangat berperan
penting dalam melaksanakan pembangunan kesehatan dengan paradigma sehat
yang menekankan pada upaya promotif dan preventif. Ditambah lagi dengan
masalah disparitas antar berbagai determinan sosial di masyarakat meliputi
perbedaan antar wilayah, antar pendidikan masyarakat, antar sosial ekonomi
masyarakat dan determinan sosial lainnya (Kementerian Kesehatan Republik
Indonesia, 2011).
Untuk menjawab segala tantangan, mempercepat pencapaian
sasaran-sasaran pembangunan kesehatan di Indonesia dan menyelesaikan permasalahan
yang dialami puskesmas, maka Kementerian Kesehatan telah melakukan
terobosan melalui berbagai upaya yang dilaksanakan secara berkesinambungan.
Satu diantaranya adalah Bantuan Operasional Kesehatan (BOK). Sesuai dengan
Petunjuk Teknis Bantuan Operasional Kesehatan Tahun 2011 maka BOK
kesehatan masyarakat terutama melalui kegiatan promotif dan preventif, sesuai
dengan Standar Pelayanan Minimal (SPM) Bidang Kesehatan dengan fokus
pencapaian Millenium Development Goals (MDGs) pada tahun 2015 (Petunjuk
Teknis Bantuan Operasional Kesehatan, 2011).
Bantuan Operasional Kesehatan ini telah dimulai sejak tahun 2010 disertai
dengan peningkatan jumlah dana yang diberikan dengan harapan agar puskesmas
mampu menjalankan fungsinya dan menghasilkan pelayanan kesehatan yang
semakin merata, berkualitas dan berkeadilan. Kebijakan BOK diharapkan dapat
mendorong puskesmas untuk dapat mengidentifikasi permasalahan kesehatan di
wilayahnya dan mampu membuat perencanaan yang baik untuk mengatasinya.
Dana BOK yang diluncurkan oleh Pemerintah Pusat pada tahun 2012 ini
adalah sebesar Rp48.326.625.000,00 jumlah ini telah mengalami peningkatan dari
tahun 2011 yaitu sebesar Rp38.017.500.000,00. Sementara alokasi untuk Kota
Sibolga pada tahun 2012 sebesar Rp414.000.000,00 yang juga mengalami
kenaikan dari Rp320.000.000,00 pada tahun sebelumnya. Untuk realisasi
penggunaan dana pada tahun 2010, 2011 dan 2012 adalah sebesar 100% . Namun
meskipun demikian BOK tetap hanya berperan sebagai dana pendukung untuk
membantu pemerintah daerah dalam menyelenggarakan pembangunan kesehatan
terutama dalam upaya promotif dan preventif. Sehingga untuk itu pemerintah
daerah harus tetap berkomitmen untuk meningkatkan alokasi anggaran kesehatan
terutama dalam upaya promotif dan preventif demi terpenuhinya capaian SPM
Hasil pencapaian Standar Pelayanan Minimal bidang Kesehatan di Kota
Sibolga untuk 2011 sebagian telah mencapai target nasional kecuali untuk
Cakupan Pelayanan Anak Balita yang baru mencapai 87,77% dari target 90%,
Cakupan Desa/Kelurahan UCI yang hanya 67,47% pada tahun 2011 dari target
100%, Cakupan Pemberian Makanan Pendamping ASI pada anak usia 6-24 bulan
keluarga miskin yang mengalami jauh penurunan yaitu dari 60% pada tahun 2010
menjadi hanya 6,72% pada tahun 2011 dari target sebesar 100%, Cakupan
Pemeriksaan Kesehatan Siswa SD dan setingkat yang baru mencapai 62,29% dari
target sebesar 100%, demikian juga dengan Cakupan Pelayanan Kesehatan Dasar
Pasien Masyarakat Miskin yang hanya sebesar 68,44% dari target 100%, serta
Cakupan Pelayanan Kesehatan Rujukan Pasien Masyarakat Miskin hanya 35,34%
dari target 100% (Profil Kesehatan Kota Sibolga, 2011).
Program BOK di Kota Sibolga telah memasuki tahun keempat namun
dalam pelaksanaannya masih ditemukan berbagai permasalahan. Dari hasil studi
pendahuluan yang dilakukan peneliti dengan melakukan wawancara dengan dua
orang Kepala Puskesmas dan salah satu Pengelola BOK Puskesmas, mengatakan
bahwa masih ada kendala dalam implementasi program ini diantaranya terlalu
banyak dan rumitnya dokumen pertanggungjawaban yang harus dibuat sehingga
sangat memberatkan bagi pengelola BOK yang belum terbiasa dengan sistem
administrasi keuangan dan masih memiliki tugas pokok lain untuk dilaksanakan,
keterlambatan turunnya dana, proses pencairan dana yang membutuhkan waktu
Juknis serta keterbatasan dana yang dialokasikan. Hal lain yang dikeluhkan adalah
adanya pergantian Kepala Puskesmas dan Pengelola BOK sehingga membutuhkan
waktu lagi untuk mempelajari program ini. Sementara itu verifikator BOK di
Dinas Kesehatan mengatakan bahwa perencanaan Puskesmas masih ada yang
dibuat bukan berdasarkan prioritas masalah yang dihadapi namun hanya sekedar
menyesuaikan kegiatan dengan juknis tanpa memperhatikan kebutuhan
masyarakat.Verifikator yang juga Kepala Bidang Pemberantasan Penanggulangan
Penyakit dan Penyehatan Lingkungan (P2P&PL) ini juga mengeluhkan tentang
kurangnya pemahaman Kepala Puskesmas dan staf puskesmas mengenai Standar
Pelayanan Minimal sehingga menyulitkan dalam pencapaian tujuan BOK.
Proses implementasi suatu kebijakan memang kerap menghadapi berbagai
masalah, hal ini disebabkan oleh banyak faktor yang memengaruhi implementasi
kebijakan tersebut. George C. Edwards III (1980) mengemukakan bahwa ada 4
faktor yang memengaruhi kegagalan dan keberhasilan implementasi kebijakan,
yaitu : komunikasi, sumberdaya, disposisi, dan struktur birokrasi. Dengan
menganalisa faktor-faktor tersebut diharapkan akan diketahui penyebab
permasalahan sehingga akhirnya diperoleh pemecahan masalah.
Suatu kebijakan atau program yang dihasilkan oleh pembuat kebijakan
yang dalam hal ini adalah pemerintah, tentu saja diharapkan berhasil mencapai
tujuannya. Keberhasilan tersebut hanya dapat diketahui melalui kegiatan evaluasi.
Menurut Harris (2010) dan Notoatmodjo (2002), evaluasi merupakan bagian yang
balik (feed back) terhadap program atau pelaksanaan kegiatan. Tanpa adanya
evaluasi sulit untuk mengetahui sejauh mana tujuan-tujuan yang direncanakan
tersebut telah tercapai. Melalui evaluasi akan diketahui efektifitas, efisiensi dan
dampak dari program sehingga akan menjadi bahan masukan bagi pembuat
kebijakan untuk melakukan perbaikan kedepannya.
Dana BOK yang telah diberikan Pemerintah Pusat selayaknya dapat
membantu menyelesaikan berbagai masalah kesehatan di daerah termasuk di Kota
Sibolga sehingga dapat mencapai target SPM Bidang Kesehatan dan MDG’s pada
tahun 2015.
Berdasarkan latar belakang di atas, peneliti tertarik untuk menganalisa
lebih lanjut tentang implementasi kebijakan dan evaluasi program Bantuan
Operasional Kesehatan di Kota Sibolga Sumatera Utara serta meneliti
faktor-faktor yang memengaruhi implementasinya.
1.2.Permasalahan
Berdasarkan uraian di atas maka permasalahan penelitian ini dapat
dirumuskan sebagai berikut:
a. Bagaimana implementasi kebijakan Bantuan Operasional Kesehatan
di Kota Sibolga?
b. Bagaimana efektifitas program Bantuan Operasional Kesehatan
terhadap pencapaian Standar Pelayanan Minimal Bidang Kesehatan di
c. Apa saja faktor-faktor yang memengaruhi implementasi program
Bantuan Operasional Kesehatan di Kota Sibolga?
1.3.Tujuan Penelitian
Tujuan dari penelitian ini adalah :
a. Mengetahui gambaran implementasi kebijakan program Bantuan
Operasional Kesehatan di Kota Sibolga Sumatera Utara.
b. Mengevaluasi efektifitas output program Bantuan Operasional
Kesehatan terhadap pencapaian target SPM Bidang Kesehatan di Kota
Sibolga Sumatera Utara .
c. Mengetahui faktor-faktor yang memengaruhi implementasi program
Bantuan Operasional Kesehatan di Kota Sibolga Sumatera Utara.
1.4. Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat bagi puskesmas dan
Dinas Kesehatan Kota Sibolga serta bagi pengembangan ilmu pengetahuan.
1.4.1 Bagi Puskesmas, penelitian diharapkan dapat memberikan masukan
mengenai gambaran pelaksanaan dan evaluasi program BOK di puskesmas
sehingga dapat dijadikan pertimbangan dalam melakukan perbaikan
pengelolaan dana BOK selanjutnya.
1.4.2 Bagi Dinas Kesehatan, penelitian ini diharapkan dapat memberikan
masukan mengenai gambaran pelaksanaan dan evaluasi program BOK
pengelolaan dana BOK selanjutnya, sekaligus diharapkan dapat menjadi
bahan masukan dalam pembuatan kebijakan kesehatan.
1.4.3 Bagi pengembangan ilmu pengetahuan khususnya bidang administrasi dan
kebijakan kesehatan, penelitian ini diharapkan dapat memperkaya
pembahasan mengenai implementasi kebijakan kesehatan dan dapat
digunakan sebagai bahan masukan bagi peneliti-peneliti selanjutnya.