• Tidak ada hasil yang ditemukan

Kerangka-Acuan-DBD.pdf

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Kerangka-Acuan-DBD.pdf"

Copied!
23
0
0

Teks penuh

(1)

Demam berdarah dengue (DBD) masih merupakan masalah kesehatan masyarakat dan menimbulkan dampak sosial maupun ekonomi. Jumlah kasus yang dilaporkan cenderung meningkat dan daerah penyebarannya bertambah luas. Kerugian sosial yang terjadi antara lain karena menimbulkan kepanikan dalam keluarga, kematian anggota keluarga, dan berkurangnya usia harapan penduduk. Dampak ekonomi langsung pada penderita DBD adalah biaya pengobatan, sedangkan dampak ekonomi tidak langsung adalah kehilangan waktu kerja, waktu sekolah dan biaya lain yang dikeluarkan selain untuk pengobatan seperti transportasi dan

akomodasi selama perawatan penderita. 1

Penyakit DBD sampai saat ini masih merupakan salah satu masalah kesehatan masyarakat di Indonesia yang cenderung meningkat jumlah pasien serta semakin luas penyebarannya. Hal ini karena masih tersebarnya nyamuk Aedes aegypti(penular penyakit DBD) di seluruh pelosok tanah air, kecuali pada daerah dengan ketinggian lebih dari 1000 meter di atas permukaan air laut.

Penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) terutama menyerang anak-anak, namun dalam beberapa tahun terakhir cenderung semakin banyak dilaporkan kasus DBD pada orang dewasa. Penyakit ini ditandai dengan panas tinggi mendadak disertai kebocoran plasma dan pendarahan,

dapat mengakibatkan kematian serta menimbulkan wabah.

Untuk memberantas penyakit ini diperlukan pembinaan peran serta masyarakat yang terus menerus dalam memberantas nyamuk penularnya dengan cara 3 M yaitu : menguras tempat penampungan air (TPA), menutup TPA dan mengubur/menyingkirkan barang-barang bekas yang dapat menampung air hujan. Cara pencegahan tersebut juga dikenal dengan istilah PSN (Pemberantasan Sarang Nyamuk). Upaya memotivasi masyarakat untuk melaksanakan 3M secara terus menerus telah dan akan dilakukan Pemerintah melalui kerjasama lintas program dan lintas sektoral termasuk tokoh masyarakat dan swasta. Namun demikian penyakit ini masih terus endemis dan angka kesakitan cenderung meningkat di berbagai daerah. Oleh karena itu upaya untuk membatasi angka kematian penyakit ini sangat penting.2

(2)

Pembahasan

Epidemiologi

DBD

Infeksi virus dengue telah ada di Indonesia sejak abad ke -18, seperti yang dilaporkan oleh David Byfon seorang dokter berkebangsaan Belanda. Saat itu infeksi virus dengue menimbulkan penyakit yang dikenal sebagai penyakit demam lima hari (vijfdaagse koorts) kadang-kadang disebut juga sebagai demam sendi(knokkel koorts). Disebut demikian karena demam yang terjadi menghilang dalam lima hari, disertai dengan nyeri pada sendi, nyeri otot, dan nyeri kepala Pada masa itu infeksi virus dengue di Asia Tenggara hanya merupakan penyakit ringan yang tidak pernah menimbulkan kematian. Tetapi sejak tahun 1952 infeksi virus dengue menimbulkan penyakit dengan manifestasi klinis berat, yaitu DBD yang ditemukan di Manila, Filipina. Kemudian ini menyebar ke negara lain seperti Thailand, Vietnam, Malaysia, dan Indonesia. Pada tahun 1968 penyakit DBD dilaporkan di Surabaya dan Jakarta dengan jumlah kematian yang

sangat tinggi.

Faktor-faktor yang mempengaruhi peningkatan dan penyebaran kasus DBD sangat kompleks, yaitu (1) Pertumbuhan penduduk yang tinggi, (2) Urbanisasi yang tidak terencana & tidak terkendali. (3) Tidak adanya kontrol vektor nyamuk yang efektif di daerah endemis. dan (4)

Peningkatan sarana transportasi.

Morbiditas dan mortalitas infeksi virus dengue dipengaruhi berbagai faktor antara lain status imunitas pejamu, kepadatan vektor nyamuk, transmisi virus dengue, keganasan (virulensi) virus dengue, dan kondisi geografis setempat. Dalam kurun waktu 30 tahun sejak ditemukan virus dengue di Surabaya dan Jakarta, baik dalam jumlah penderita maupun daerah penyebaran penyakit terjadi peningkatan yang pesat. Sampai saat ini DBD telah ditemukan di seluruh propinsi di Indonesia, dan 200 kota telah melaporkan adanya kejadian luar biasa. Incidence rate meningkat dari 0,005 per 100,000 penduduk pada tahun 1968 menjadi berkisar antara 6-27

(3)

per 100,000 penduduk. Pola berjangkit infeksi virus dengue dipengaruhi oleh iklim dan kelembaban udara. Pada suhu yang panas (28-32°C) dengan kelembaban yang tinggi, nyamuk Aedes akan tetap bertahan hidup untuk jangka waktu lama. Di Indonesia, karena suhu udara dan kelembaban tidak sama di setiap tempat, maka pola waktu terjadinya penyakit agak berbeda untuk setiap tempat. Di Jawa pada umumnya infeksi virus dengue terjadi mulai awal Januari, meningkat terus sehingga kasus terbanyak terdapat pada sekitar bulan April-Mei setiap tahun.2

Distribusi. Wabah DBD baru-baru ini telah terjadi di Filipina, Kaledonia baru, Tahiti, Cina, Vietnam. Laos, Kamboja. Maldives, Kuba, Venezuela. French Guiana, Suriname. Brasil. Kolombia. Niakaragua dan Puerto Rico. Indonesia merupakan wilayah endemis DBD dengan sebaran di seluruh tanah air. KLB terbesar dilaporkan di Vietnam pada tahun 1987, pada saat itu

kira-kira 370.000 kasus dilaporan. 3

Sejak pertama ditemukan penyakit DBD di Indonesia (Surabaya dan Jakarta) pada tahun 1968, jumlah kasus cenderung meningkat dan daerah penyebarannya bertambah luas, sehingga pada tahun 1994 DBD telah tersebar ke seluruh propinsi di Indonesia. Pada tahun 2006 selama periode Januari-September tercatat 3 propinsi mengalami KLB, yaitu; Jawa Barat, Sumatera Barat dan Kalimantan Barat di 8 kab/kota dengan jumlah kasus 1.323 orang, 21 orang diantaranya meninggal (CFR=1,59%). Jumlah KLB pada tahun 2006 ini menurun tajam dibandingkan jumlah KLB pada tahun 2005 yang terjadi 12 propinsi di 35 kab/kota dengan jumlah kasus 3.336 orang, 55 orang diantaranya meninggal (CFR=1,65%).

Faktor Determinan.

1) Agent – Virus penyebab Demam Dengue adalah flavivirus dan terdiri dari 4 serotipe yaitu serotipe 1,2,3 dan 4 (dengue -1.-2,-3 dan -4). Virus yang sama menyebabkan Demam Berdarah Dengue (DBD). Semua serotipe dengue dapat menyebabkan DHF/DSS pada unitan menurun menurut frekwensi penyakit yang ditimbulkan tipe 2. 3,4 dan 1.

2) Host

yaitu faktor intrinsik yang sangat dipengaruhi oleh genetik yang berhubungan dengan meningkat atau menurunnya kepekaan individu terhadap penyakit tertentu.Faktor pejamu yang merupakan

(4)

faktor risiko untuk timbulnya penyakit adalah genetik, umur, jenis kelamin, keadaan fisiologi, kekebalan, penyakit yang diderita sebelumnya dan sifat-sifat manusia.

3) Vektor – Aedes aegypti dewasa berukuran lebih kecil jika dibandingkan dengan ukuran nyamuk rumah (Culex quinquefasciatus)

mempunyai warna dasar hitam dengan bintik-bintik putih terutama pada kakinya. Morfologinya khas yaitu mempunyai gambaran lira (lyre-form) yang putih pada punggungnya (mesonotum). Telur Ae.aegypti mempunyai dinding yang bergaris-garis dan menyerupai gambaran kain kasa. Larva Ae.aegypti mempunyai pelana yang terbuka dan gigi sisir yang berduri lateral.4

Pembahasan

Epidemiologi

DBD

Infeksi virus dengue telah ada di Indonesia sejak abad ke -18, seperti yang dilaporkan oleh David Byfon seorang dokter berkebangsaan Belanda. Saat itu infeksi virus dengue menimbulkan penyakit yang dikenal sebagai penyakit demam lima hari (vijfdaagse koorts) kadang-kadang disebut juga sebagai demam sendi(knokkel koorts). Disebut demikian karena demam yang terjadi menghilang dalam lima hari, disertai dengan nyeri pada sendi, nyeri otot, dan nyeri kepala Pada masa itu infeksi virus dengue di Asia Tenggara hanya merupakan penyakit ringan yang tidak pernah menimbulkan kematian. Tetapi sejak tahun 1952 infeksi virus dengue menimbulkan penyakit dengan manifestasi klinis berat, yaitu DBD yang ditemukan di Manila, Filipina. Kemudian ini menyebar ke negara lain seperti Thailand, Vietnam, Malaysia, dan Indonesia. Pada tahun 1968 penyakit DBD dilaporkan di Surabaya dan Jakarta dengan jumlah kematian yang

sangat tinggi.

Faktor-faktor yang mempengaruhi peningkatan dan penyebaran kasus DBD sangat kompleks, yaitu (1) Pertumbuhan penduduk yang tinggi, (2) Urbanisasi yang tidak terencana & tidak terkendali. (3) Tidak adanya kontrol vektor nyamuk yang efektif di daerah endemis. dan (4)

Peningkatan sarana transportasi.

Morbiditas dan mortalitas infeksi virus dengue dipengaruhi berbagai faktor antara lain status imunitas pejamu, kepadatan vektor nyamuk, transmisi virus dengue, keganasan (virulensi) virus

(5)

dengue, dan kondisi geografis setempat. Dalam kurun waktu 30 tahun sejak ditemukan virus dengue di Surabaya dan Jakarta, baik dalam jumlah penderita maupun daerah penyebaran penyakit terjadi peningkatan yang pesat. Sampai saat ini DBD telah ditemukan di seluruh propinsi di Indonesia, dan 200 kota telah melaporkan adanya kejadian luar biasa. Incidence rate meningkat dari 0,005 per 100,000 penduduk pada tahun 1968 menjadi berkisar antara 6-27 per 100,000 penduduk. Pola berjangkit infeksi virus dengue dipengaruhi oleh iklim dan kelembaban udara. Pada suhu yang panas (28-32°C) dengan kelembaban yang tinggi, nyamuk Aedes akan tetap bertahan hidup untuk jangka waktu lama. Di Indonesia, karena suhu udara dan kelembaban tidak sama di setiap tempat, maka pola waktu terjadinya penyakit agak berbeda untuk setiap tempat. Di Jawa pada umumnya infeksi virus dengue terjadi mulai awal Januari, meningkat terus sehingga kasus terbanyak terdapat pada sekitar bulan April-Mei setiap tahun.2

Distribusi. Wabah DBD baru-baru ini telah terjadi di Filipina, Kaledonia baru, Tahiti, Cina, Vietnam. Laos, Kamboja. Maldives, Kuba, Venezuela. French Guiana, Suriname. Brasil. Kolombia. Niakaragua dan Puerto Rico. Indonesia merupakan wilayah endemis DBD dengan sebaran di seluruh tanah air. KLB terbesar dilaporkan di Vietnam pada tahun 1987, pada saat itu

kira-kira 370.000 kasus dilaporan. 3

Sejak pertama ditemukan penyakit DBD di Indonesia (Surabaya dan Jakarta) pada tahun 1968, jumlah kasus cenderung meningkat dan daerah penyebarannya bertambah luas, sehingga pada tahun 1994 DBD telah tersebar ke seluruh propinsi di Indonesia. Pada tahun 2006 selama periode Januari-September tercatat 3 propinsi mengalami KLB, yaitu; Jawa Barat, Sumatera Barat dan Kalimantan Barat di 8 kab/kota dengan jumlah kasus 1.323 orang, 21 orang diantaranya meninggal (CFR=1,59%). Jumlah KLB pada tahun 2006 ini menurun tajam dibandingkan jumlah KLB pada tahun 2005 yang terjadi 12 propinsi di 35 kab/kota dengan jumlah kasus 3.336 orang, 55 orang diantaranya meninggal (CFR=1,65%).

Faktor Determinan.

1) Agent – Virus penyebab Demam Dengue adalah flavivirus dan terdiri dari 4 serotipe yaitu serotipe 1,2,3 dan 4 (dengue -1.-2,-3 dan -4). Virus yang sama menyebabkan Demam Berdarah Dengue (DBD). Semua serotipe dengue dapat menyebabkan DHF/DSS pada unitan menurun

(6)

menurut frekwensi penyakit yang ditimbulkan tipe 2. 3,4 dan 1.

2)host Host

yaitu faktor intrinsik yang sangat dipengaruhi oleh genetik yang berhubungan dengan meningkat atau menurunnya kepekaan individu terhadap penyakit tertentu.Faktor pejamu yang merupakan faktor risiko untuk timbulnya penyakit adalah genetik, umur, jenis kelamin, keadaan fisiologi, kekebalan, penyakit yang diderita sebelumnya dan sifat-sifat manusia.

3) Vektor – Aedes aegypti dewasa berukuran lebih kecil jika dibandingkan dengan ukuran

nyamuk rumah (Culex quinquefasciatus)

mempunyai warna dasar hitam dengan bintik-bintik putih terutama pada kakinya. Morfologinya khas yaitu mempunyai gambaran lira (lyre-form) yang putih pada punggungnya (mesonotum). Telur Ae.aegypti mempunyai dinding yang bergaris-garis dan menyerupai gambaran kain kasa. Larva Ae.aegypti mempunyai pelana yang terbuka dan gigi sisir yang berduri latera

4. Reservoir – Virus dengue bertalian melalui siklus nyamuk Aedes aegypti-manusia di daerah perkotaan negara tropis; sedangkan siklus monyet-nyamuk menjadi reservoir di Asia Tenggara

dan Afrika Barat. 5) Lingkungan (environment)

– Yang dimaksud dengan lingkungan ialah agregat dari seluruh kondisi dan pengaruh-pengaruh luar yang mempengaruhi kehidupan dan perkembangan suatu organisasi. Secara umum

(7)

a. Lingkungan fisik. Yang dimaksud dengan lingkungan fisik ialah lingkungan alamiah yang terdapat di sekitar manusia. Lingkungan fisik ini banyak macamnya, misalnya cuaca, musim, keadaan geografis dan struktur geologi. Pada kasus DBD dapat berupa tempat perindukan Ae. aegypti yang merupakan tempat-tempat berisi air bersihyang letaknya berdekatan dengan rumah penduduk (±500m) dan udara yang lembab. Tempat perindukan buatan manusia; speerti tempayan/gentong tempat penyimpanan air minum, bak mandi, pot bunga, kaleng, botol, drum, ban mobil yang terdapat di halaman rumah; juga berupa tempat perindukan alamiah; seperti kelopak daun anaman, tempurung kelapa, tinggak bambu dan lubang pohon yang berisi air hujan.

b. Lingkungan non-fisik.Yang dimaksud dengan lingkungan non-fisik ialah lingkungan yang muncul sebagai akibat adanya interaksi antar manusia. Ke dalam lingkungan non-fisik ini termasuk faktor sosial budaya, norma, nilai dan adat istiadat.

Peranan lingkungan dalam menyebabkan timbul atau tidaknya penyakit dapat bermacam-macam. Salah satu di antaranya ialah sebagai reservoir bibit penyakit (environmental reservoir). Adapun yang dimaksud dengan reservoir ialah tempat hidup yang dipandang paling sesuai bagi

bibit penyakit. 5

Cara Transmisi. Ditularkan melalui gigitan nyamuk yang infektif terutama Aedes aegypti. Ini adalah spesies nyamuk yang menggigit pada siang hari dengan peningkatan aktivitas menggigit sekitar 2 jam sesudah matahari terbit dan beberapa jam sebelum matahari tenggelam. Nyamuk tersebut mendapat virus dari orang yang dalam darahnya terdapat virus itu. Orang itu (carrier) tidak harus orang yang sakit Demam Berdarah. Sebab, orang yang mempunyai kekebalan, tidak tampak sakit atau bahkan sama sekali tidak sakit, walaupun dalam darahnya terdapat virus dengue. Dengan demikian orang ini dapat menularkan penyakit kepada orang lain. Virus dengue akan berada dalam darah manusia selama ± 1 minggu. Orang dewasa biasanya kebal terhadap

virus dengue.

Tempat-tempat yang mempunyai resiko tinggi untuk terjadinya penularan demam berdarah ialah tempat umum (Rumah Sakit, Puskesmas, Sekolah, Hotel/tempat penginapan) yang kebersihan lingkungannya tidak terjaga, khususnya kebersihan tempat-tempat penampungan air

(8)

Tidak ditularkan langsung dari orang ke orang. Penderita menjadi infektif bagi nyamuk pada saat viremia yaitu : sejak beberapa saat sebelum panas sampai saat masa demam berakhir, biasanya berlangsung selama 3-5 hari. Nyamuk menjadi infektif 8-12 hari sesudah mengisap darah

penderita viremia dan tetap infektif selama hidupnya.

Surveilans

Data tentang penyakit menular yang pernah terjadi di suatu daerah merupakan hasil dari sistem pengamatan (surveilans) yang dilakukan oleh petugas di daerah tersebut. Data ini penting untuk mengetahui bahwa di daerah tersebut pada masa yang lalu pernah mengalami kejadian luar biasa. Daerah itu dapat berupa: rumah sakit, sekolah, industri, pemukiman transmigrasi, kota,

kabupaten, kecamatan, desa, atau negara.

Pengamatan epidemiologis penyakit menular ialah kegiatan yang teratur mengumpulkan, meringkas, dan analisis data tentang insidensi penyakit menular untuk mengidentifikasikan kelompok penduduk dengan risiko tinggi, memahami cara penyebaran dan mengurangi atau

memberantas penyebarannya.

Setiap kasus harus dilaporkan dengan jelas dan lengkap meliputi diagnosis, mulai timbulnya gejala, dan variabel demografi seperti nama, umur, jenis kelamin, alamat dan asal data (dokter, rumah sakit, puskesmas, sekolah, tempat kerja, dan lain-lain). Dengan mengadakan analisis secara teratur, kita dapat memperoleh berbagai informasi tentang penyakit musiman atau kecenderungan jangka panjang, perubahan daerah penyebaran, kelompok penduduk risiko tinggi yang dirinci menurut umur, jenis kelamin, suku, agama, sosial ekonomi, dan penyakit yang berhubungan dengan pekerjaan. Pengamatan epidemiologis secara

garis besar dapat dilakukan secara: aktif dan pasif.6

Surveilans pasif ialah pengumpulan data yang diperoleh dari laporan bulanan sarana pelayanan di daerah. Dari data yang diperoleh dapat diketahui distribusi geografis tentang berbagai penyakit menular, penyakit rakyat, perubahan-perubahan yang terjadi, dan kebutuhan tentang

(9)

Surveilans aktif ialah pengumpulan data yang dilakukan secara langsung untuk mempelajari penyakit tertentu dalam waktu yang relatif singkat dan dilakukan oleh petugas kesehatan secara teratur seminggu sekali atau 2 minggu sekali untuk mencatat ada atau tidaknya kasus baru

penyakit tertentu.6

Pencatatan meliputi variabel demografis, seperti umur, jenis kelamin, pekerjaan, sosial ekonomi, saat waktu timbul gejala, pola makanan, tempat kejadian yang berkaitan dengan penyakit tertentu dan pencatatan tetap dilakukan walaupun tidak ditemukan kasus baru.

Pengamatan Epidemiologidan tindakan Pemberantasan7 a)Surveillance epidemiologi

1.Tujuan:

Deteksi secara dini adanya “out break” atau kasus-kasus yang endemis, sehingga dapat

dilakukan usaha penanggulangan secepatnya.

Mengetahui faktor-faktor terpenting yang menyebabkan atau membantu adanya

penularan-penularan atau wabah.

2.Daerah pelaksanaan:

Surveillance tidak hanya dilaksanakan di desa-desa dimana sudah pernah terdapat

penderita/penularan DBD saja, tetapi harus dilaksanakan juga di daerah- daerah yang receptive, yaitu daerah-daerah dimana diketahui terdapat Aedes aegepti saja sudah

cukup untuk dinyatakan receptive.

1. Pelaksanaan:

(10)

 Untuk hal ini perlu ditentukan kriteria yang Standard guna diagnosa klinis dan konfirmasi

laboratorium dari DBD.

 Pelaporan penderita.

 Penderita yang telah ditemukan di Puskesmas/Puskesmas Pembantu perlu

dilaporkan kepada unit-unit surveillance epidemiologi.

 Penelitian wabah. Bila dicurigai adanya wabah perlu dilakukan penelitian di lapangan,

maksudnya ialah: 1) Untuk mengetahui adanya penderita lain atau penderita-penderita tersangka DBD yang perlu dikonfirmasi laboratorium. 2) Menentukan luas daerah yang terkena dan luas daerah yang perlu ditanggulangi. 3) Penilaian sumber-sumber (inventory) mengenai keadaan umum setempat, mengenai fasilitas dan faktor-faktor yang berperanan penting pada timbulnya wabah. 4) Setiap kasus demam berdarah/tersangka demam berdarah perlu dilakukan kunjungan rumah oleh petugas Puskesmas untuk penyuluhan dan pemeriksaan jentik di rumah kasus tersebut dan 20 rumah di sekelilingnya. Bila terdapat jentik, masyarakat diminta melakukan pemberantasan sarang nyamuk (Pada umumnya Penyemprotan/fogging, dilaksanakan oleh Dinas Kesehatan Dati II. Prioritas fogging adalah pada areal dengan kasus-kasus demam berdarah yang mengelompok, dan

yang meninggal).

1. Surveillance vektor – Untuk tingkat Puskesmas kegiatannya membantu Tim Dati II atau

Dati I dalam pelaksanaan surveillance vektor ini.

Teknik penemuan kasus DBD.

Penyelidikan epidemiologi DBD merupakan kegiatan pelacakan penderita/tersangka lainnya dan pemeriksaan jentik nyamuk penular penyakit demam berdarah dengue di rumah penderita/tersangka dan rumah-rumah sekitarnya dalam radius sekurang-kurangnya 100 meter, serta tempat umum yang diperkirakan menjadi sumber penyebaran penyakit lebih lanjut.

Metode pencarian kasus penyakit menular, terutama yang disebabkan nyamuk, di Indonesia, dengan cara active case finding, passive case finding, ataupun survey (Mass survey, Fever

(11)

survey). Active Case Finding (ACD) umumnya dilaksanakan dengan cara kunjungan dari rumah ke rumah oleh petugas kesehatan biasanya setiap 1 dan 2 bulan. Semua rumah harus dapat dikunjungi dan dilakukan pemeriksaan terhadap adanya kemungkinan infeksi DBD. ACD ini umumnya dilakukan di daerah non-endemis DBD. Umumnya di Indonesia, pencarian kasus DBD menggunakan teknik Passive Case Finding (PCD). Pada teknik PCD si penderita dengan gejala DBD datang ke di rumah sakit, Puskesmas, Puskesmas Pembantu dan Poliklinik untuk berobat, kemudian dilakukan pemeriksaan hingga didiagnosa penyakit

DBD. PCD biasanya diperuntukkan di daerah endemis.

Upaya

Kesehatan

Pokok

Puskesmas

Upaya kesehatan tersebut dikelompokkan menjadi dua yakni :7 I. Upaya Kesehatan Wajib – Upaya kesehatan wajib Puskesmas adalah upaya yang ditetapkan berdasarkan komitmen nasional, regional dan global serta yang mempunyai daya ungkit tinggi untuk peningkatan derajat kesehatan masyarakat. Upaya kesehatan wajib tersebut adalah upaya promosi kesehatan, upaya kesehatan, upaya kesehatan ibu dan anak serta keluarga berencana, upaya perbaikan gizi masyarakat, upaya pencegahan dan pemberantasan penyakit menular dan upaya pengobatan. Upaya kesehatan wajib tersebut adalah:

A. Upaya Promosi Kesehatan

B. Upaya Kesehatan Lingkungan

C. Upaya Kesehatan Ibu dan Anak serta Keluarga Berencana

D. Upaya Perbaikan Gizi Masyarakat

E. Upaya Pencegahan dan Pemberantasan Penyakit Menular

F. Upaya Pengobatan

II. Upaya Kesehatan Pengembangan – Upaya kesehatan pengembangan Puskesmas adalah upaya yang ditetapkan berdasarkan permasalahan kesehatan yang ditemukan di masyarakat

(12)

serta yang disesuaikan dengan kemampuan Puskesmas. Upaya kesehatan pengembangan dipilih dari daftar upaya kesehatan pokok Puskesmas yang telah ada yakni a) Upaya Kesehatan sekolah, b) Upaya Kesehatan Olahraga, c) Upaya Perawatan Kesehatan Masyarakat, d) Upaya Kesehatan Kerja, e) Upaya Kesehatan Gigi dan Mulut, f) Upaya Kesehatan Jiwa, g) Upaya Kesehatan Mata, h) Upaya Kesehatan Usia Lanjut, i) Upaya

Pembinaan Pengobatan Tradisional.

Upaya laboratorium medis dan laboratorium kesehatan masyarakat serta upaya pencatatan pelaporan tidak termasuk pilihan karena ketiga upaya ini merupakan pelayanan penunjang dari setiap upaya wajib dan upaya pengembangan Puskesmas. Perawatan kesehatan masyarakat merupakan pelayanan penunjang baik upaya kesehatan wajib maupun kesehatan pengembangan. Apabila perawatan kesehatan masyarakat menjadi permasalahan spesifik di daerah tersebut maka dapat dijadikan sebagai salah satu upaya kesehatan pengembangan.

1. UpayaPencegahandanPemberantasanPenyakitMenular–DBD Gejala umum DBD8

A.Hari ke-1 :

(1 ) Mula-mula timbul panas mendadak (suhu badan 38° — 40°)

(2) Badan lemah dan lesu

A. Hari ke-2 atau ke-3 :

(3)Perut (uluhati) terasa nyeri

(4) Petechiae (bintik-bintik merah di kulit) pada muka, lengan, paha, perut atau dada. Kadang-kadang bintik-bintik merah ini hanya sedikit sehingga sering perlu pemeriksaan

(13)

yang teliti. Bintik-bintik merah ini mirip dengan bekas gigitan nyamuk. Untuk membedakannya ranggangkan kulit: bila hilang, bukan demam berdarah. Untuk melihat adanya petechiae lakukan pemeriksaan dengan tourniquet (rumpel leede) test. Test positif setelah pemeriksaan tourniquet (rumpel leede) keluar petechiae di tangan. (5) Kadang-kadang terjadi perdarahan hidung (mimisan), mulut atau gusi dan muntah darah atau berak darah. Tanda-tanda dan gejala di atas disebabkan karena pecahnya pembuluh darah kapiler yang terjadi di semua organ tubuh.

B. Hari ke-4 s/d 7 :

(6) Bila keadaan penyakit menjadi parah, penderita gelisah, berkeringat banyak,

ujung-ujung tangan dan kaki dingin (pre shock).

(7) Bila keadaan (pre-shock) ini berlanjut, maka penderita dapat mengalami shock (lemah tak berdaya, denyut nadi cepat atau sukar diraba), atau disebut dengan Dengue Shock Syndrome (DSS), dan bila tidak segera ditolong dapat meninggal. Keadaan pre-shock dan shock ini disebabkan oleh adanya gangguan pada pembuluh darah kapiler yang mengakibatkan merembesnya plasma darah keluar dari pembuluh darah. Selain itu juga

oleh karena adanya perdarahan.

 Stadium DBD: (WHO, 1997)2

I : demam disertai gejala tidak khas dan satu-satunya manifestasi perdarahan ialah uji

torniquet +

II : seperti derajat I, disertai perdarahan spontan di kulit dan atau perdarahan lain. III : didapatkan kegagalan sirkulasi, yaitu nadi cepat dan lambat, tekanan nadi menurun (≤ 20 mmHg) atau hipotensi, sianosis di sekitar mulut, kulit dingin dan lembab, dan anak tampak gelisah

(14)

Catatan: Adanya trombositopenia disertai hemokonsentrasi membedakan DBD derajat I/II dengan DD. Pembagian derajat penyakit dapat juga dipergunakan untuk kasus dewasa.

Cara Diagnosis. Adanya 2 atau 3 kriteria klinik yang pertama disertai adanya thrombocytopenia sudah cukup untuk menegakkan diagnosa Demam Berdarah secara klinik. Bila kriteria tersebut belum/tidak dipenuhi disebut sebagai suspect Demam Berdarah. Diagnosa pasti dilakukan dengan pemeriksaan serologis spesimen akut dan konvalescen.

 Kriteria DBD: 1. Kriteria Klinis: a) demam tinggi mendadak, tanpa sebab jelas, terus –

menerus selama 2 – 7 hari, b) manifestasi perdarahan (uji torniquet positif, petekiia, akimosis, purpura, perdarahan mukosa, epistaksis, perdarahan gusi, hematemesis dan atau melena), c) pembesaran hati, d) syok,ditandai nadi cepat dan lemah serta penurunan tekanan nadi, hipotensi, kaki dan tangan dingin, kulit lembab, dan pasien tampak gelisah. 2. Kriteria Laboratoris: a) trombositopenia ≤ 100.000/mm3, dan b) hemokonsentrasi, dapat dilihat dari peningkatan hematokrit 20% atau lebih.2

Pengobatan umum di puskesmas

Pertolongan pada penderita yang dapat dilakukan meliputi: a) Beri penderita minum banyak-banyak (air masak, susu, teh, atau minuman lain), b) Beri penderita obat penurun panas dan/atau kompres dengan es, dan c) Penderita dengan gejala pre-shock harus dirawat (di

rumah sakit/Puskesmas).7

Pada dasarnya pengobatan DBD bersifat suportif, yaitu mengatasi kehilangan cairan plasma sebagai akibat peningkatan kapiler dan sebagai akibat perdarahan. Pasien DD dapat berobat jalan sedangkan pasien DBD dirawat di ruang perawatan biasa. Tetapi pada kasus DBD

(15)

 Tirah baring selama masih demam

 Obat antipiretik atau kompres panas hangat.

 Untuk menurunkan suhu dianjurkan pemberian parasetamol. Asetosal/salisilat

tidak dianjurkan oleh karena dapat menyebabkan gastritis, perdarahan atau asidosis.

 Diajurkan pemberian cairan elektrolit (mencegah dehidrasi sebagai akibat demam,

anoreksia dan muntah) per oral, jus buah, sirup, susu. Disamping air putih, dianjurkan

diberikan selama 2 hari.

 Pasien harus diawasi ketat terhadap kejadian syok. Periode kritis adalah pada saat

suhu turun pada umumnya hari ke-3 -5 fase demam.

 Pemeriksaan kadar hematokrit berkala untuk pengawasan hasil pemberian cairan

yaitu menggambarkan derajat kebocoran plasma dan pedoman kebutuhan cairan vena.

 Jenis cairan kristaloid : larutan ringer laktat ( RL), larutan ringer asetat (RA),

larutan garam faali (GF), detroksa 5% dalam larutan ringer laktat (D5/RL), detroksa 5% dalam larutan ringer asetat (D5/RA). (catatan : untukresusitasi syok dipergunakan larutan RL atau RA tidak boleh larutan yang mengandung dekstran)

 Cairan koloid : dekstran 40, plasma, albumin.

Penanggulangan dan Promosi Kesehatan

Upaya penanggulangan DBD telah dilaksanakan sejak tahun 1968, namun diprogramkan secara teratur sejak tahun 1974 dengan dibentuknya Subdit Arbovirosis di Departemen Kesehatan. Berbagai kegiatan telah dilaksanakan antara lain meliputi: 1) Pelatihan dokter, 2) Pemberantasan vektor dan 3) Penyuluhan kepada masyarakat. Mengingat vaksin untuk mencegah dan obat untuk membasmi virusnya belum tersedia, maka cara yang dapat dilakukan sampai saat ini ialah dengan memberantas nyamuk penularnya (vektor). Pemberantasan vektor dapat dilakukan terhadap nyamuk dewasa maupun jentiknya.

(16)

Pada tahun 1969-1980 pemberantasan vektor menggunakan insektisida denganfogging terutama bila terjadi wabah atau kejadian luar biasa (KLB). Pada tahun 1988, selain fogging juga dilaksanakan abatisasi massal untuk membunuh jentik, yang dilakukan

sebelum musim penularan di daerah endemis.

Sejak tahun 1989/1990 dilaksanakan pemberantasan DBD secara terpadu, yaitu terdiri dari penanggulangan fokus, fogging massal sebelum musim penularan dan abatisasi setiap tiga bulan di kelurahan-kelurahan endemis. Di kelurahan-kelurahan lain dalam wilayah kecamatan yang sama, dilakukan penyuluhan kepada masyarakat untuk melaksanakan PSN DBD. Cara tersebut mulai diterapkan secara intensif pada tahun 1991/1992, namun luas

wilayah yang ditanggulangi masih sangat terbatas.

Namun demikian, hingga saat ini upaya pemberantasan DBD belum berhasil di Indonesia, sehingga penyakit ini masih sering terjadi dan menimbulkan KLB di berbagai daerah. Permasalahan utama dalam upaya menekan angka kesakitan adalah masih belum berhasilnya upaya penggerakan peran serta masyarakat dalam PSN DBD melalui Gerakan 3M yang

mulai diintensifkan sejak 1992.

Oleh karena itu, untuk meningkatkan upaya pemberantasan penyakit DBD pada tahun 2004 baik selama KLB maupun sesudah KLB dan untuk tahun-tahun yang akan datang diperlukan adanya Juru Pemantau Jentik (Jumantik) dalam melakukan pemeriksaan jentik secara berkala dan terus-menerus serta menggerakkan masyarakat dalam melaksanakan PSN DBD.2 Penyuluhan dan penggerakan masyarakat untuk PSN (pemberantasan sarang nyamuk). Penyuluhan/informasi tentang demam berdarah dan pencegahannya dilakukan melalui

jalur-jalur informasi yang ada:7

 Penyuluhan kelompok: PKK, organisasi sosial masyarakat lain, kelompok agama,

guru, murid sekolah, pengelola tempat umum/instansi, dll.

 Penyuluhan perorangan:

1. Kepada ibu-ibu pengunjung Posyandu

(17)

3. Kunjungan rumah oleh Kader/petugas Puskesmas

 Penyuluhan melalui media massa: TV, radio, dll (oleh Dinas Kesehatan Tk. II, I dan

pusat). Menggerakkan masyarakat untuk PSN penting terutama sebelum musim penularan (musim hujan) yang pelaksanaannya dikoordinasikan oleh kepala Wilayah setempat. Kegiatan PSN oleh masyarakat ini seyogyanya diintegrasikan ke dalam kegiatan di wilayah dalam rangka program Kebersihan dan Keindahan Kota. Di tingkat Puskesmas, usaha/kegiatan pemberantasan sarang nyamuk (PSN) demam berdarah ini seyogyanya

diintegrasikan dalam program Sanitasi Lingkungan.

Cara MelakukanPenyuluhan Kelompok

1. Penyuluhan kelompok dapat dilaksanakan di kelompok Dasawisma, pertemuan arisan atau pada pertemuan Warga RT/RW, pertemuan dalam kegiatan keagamaan atau pengajian,

dan sebagainya.

2. Langkah-langkah dalam melakukan penyuluhan kelompok:1

 Usahakan agar setiap peserta pertemuan dapat duduk dalam posisi saling bertatap muka

satu sama lain. Misalnya berbentuk huruf U, O atau setengah lingkaran.

 Mulailah dengan memperkenakan diri dan perkenalan semua peserta  Kemudian disampaikan pentingnya membicarakan demam berdarah dengue, antara lain

bahayanya, dapat menyerang sewaktu-waktu pada semua umur terutama anak-anak.

 Jelaskan materi yang telah disiapkan sebelumnya secara singkat dengan menggunakan

gambar-gambar atau alat peraga misalnya lembar balik (flipchart) atau leaflet/poster

 Setelah itu beri kesempatan kepada peserta untuk berbicara atau mengajukan pertanyaan

tentang materi yang dibahas

Pada akhir penyuluhan, ajukan beberapa pertanyaan untuk mengetahui sejauh mana materi yang

(18)

Pelaporan penderita dan pelaporan kegiatan 1. Sesuai dengan ketentuan/sistim pelaporan yang berlaku, pelaporan penderita demam

berdarah dengue menggunakan formulir :

A. W1/laporan KLB (wabah)

B. W2/laporan mingguan wabah

C. SP2TP: LB 1/laporan bulanan data kesakitan, LB 2/laporan bulanan data kematian. Sedangkan untuk pelaporan kegiatan menggunakan formulir LB3/laporan

bulanan kegiatan Puskesmas (SP2TP).

2. Penderita demam berdarah/suspect demam berdarah perlu diambil specimen darahnya (akut dan konvalesens) untuk pemeriksaan serologis. Specimen dikirim bersama-sama ke Balai Laboratorium Kesehatan (BLK) melalui Dinas Kesehatan Dati II setempat.

Indikator KLB

KLB adalah timbulnya suatu kejadian kesakitan / kematian dan atau meningkatnya suatu kejadian atau kesakitan / kematian yang bermakna secara epidemiologi pada sutu kelompok penduduk dalam kurun waktu tertentu. Termasuk kejadian kesakitan/kematian yang disebabkan oleh penyakit menular maupun yang tidak menular dan kejadian bencana alam

yang disertai wabah penyakit.

Kriteria Penetapan KLB Demam Berdarah Dengue

A. Timbulnya penyakit demam berdarah dengue (DBD) yang sebelumnya tidak ada

di suatu daerah Tingkat II.

B. Adanya peningkatan kejadian kesakitan DBD dua kali atau lebih dibandingkan jumlah kesakitan yang biasa terjadi pada kurun waktu yang sama tahun sebelumnya.

(19)

Indikator KLB Demam Berdarah Dengue

 Dalam Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 1202/Menkes/SK/VIII/2002 tentang

Indikator Indonesia Sehat 2010 dirumuskan indikator KLB Demam Berdarah Dengue yaitu: “Aneka kesakitan (morbiditas) DBD adalah jumlah kasus DBD di suatu wilayah tertentu selama satu tahun dibagi jumlah penduduk di wilayah dan kurun waktu yang sama, dikalikan

100.000.” (Depkes 2003)

Pencegahan&Pemberantasanvektor

Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 581/Menkes/SK/VII/1992: “upaya pemberantasan penyakit demam berdarah dengue dilakukan melalui kegiatan pencegahan, penemuan, pelaporan penderita, pengamatan penyakit dan penyelidikan epidiomologi, penanggulangan seperlunya,

penanggulangan lain dan penyuluhan kepada masyarakat.”

1. Cara memberantas nyamuk dewasa1

Fogging (pengasapan). Nyamuk Aedes aegypti dapat diberantas dengan fogging (pengasapan) racun serangga, termasuk racun serangga yang dipergunakan sehari-hari di rumah tangga. Melakukan pengasapan saja tidak cukup, karena dengan pengasapan itu yang mati hanya nyamuk (dewasa) saja. Selama jentiknya tidak dibasmi, setiap hari akan muncul nyamuk yang baru menetas dari tempat perkembang biakannya Karena itu cara yang tepat adalah memberantas jentiknya yang dikenal dengan istilah PSN DBD yaitu singkatan dari

Pemberantasan Sarang Nyamuk Demam Berdarah Dengue.

Fogging tertutup adlah pada saat fogging dilakukan semua pintu dan jendela ditutup rapat – rapat. Dilakukan sekitar jam 7.00 – 10.00 dan jam 15.00 – 18.00. Fogging terbuka adalah pada saat fogging / pengasapan dilakukan semua pintu dan jendeladibuka lebar – lebar. Dilakukan sekitar jam 7.00 – 10.00 dan jam 15.00 – 18.00. Fogging fokus adalah fogging yang dilakukan dititik fokus dan sekitarnya dengan jarak radius 100 m atau ± 20 rumah sekitarnya. Dilakukan dua siklus dengan jarak seminggu, diikuti abatisasi. Fogging fokus

(20)

Syarat PE /penyelidikan epidemiologi ( + ):

 Dalam radius 100 m dari rumah penderita DBD ada 2 kasus DBD lainnya  Dalam radius 100 m dari rumah penderita DBD ditemukan ada kasus demam tanpa sebab

jelas

 Dalam radius 100 m dari rumah penderita DBD ditemukan 1 kasus meninggal karena

sakit DBD

1. Cara memberantas jentik Aedes aegypti

i)

PSN DBD dilakukan dengan cara 3M, yaitu:

A. Menguras tempat-tempat penampungan air sekurang-kurangnya seminggu sekali.

B. Menutup rapat-rapat tempat penampungan air

C. Menguburkan, mengumpulkan, memanfaatkan, atau menyingkirkan barang-barang bekas yang dapat menampung air hujan seperti kaleng bekas, plastik bekas, dan lain-lain.

Selain itu ditambah dengan cara lainnya (yang dikenal dengan istilah 3M plus), seperti: D. Ganti air vas bunga, minuman burung dan tempat-tempat lainnya seminggu sekali E. Perbaiki saluran dan talang air yang tidak lancar/rusak F. Tutup lubang-lubang pada potongan bambu, pohon dan lain-lain misalnya dengan

tanah

G. Bersihkan/keringkan tempat-tempat yang dapat menapung air seperti pelepah pisang atau tanaman lainnya termasuk tempat- tempat lain yang dapat menampung air

(21)

hujan di pekaranga, kebun, pemakaman, rumah-rumah kosong, dan lain-lain. H. Lakukan larvasidasi, yaitu membubuhkan bubuk pembunuh jentik (Abate 1 G, Altosid 1,3 G dan Sumilarv 0,5 G (DBD)) di tempat- tempat yang sulit dikuras atau di

daerah yang sulit air

I. Pelihara ikan pemakan jentik nyamuk

J. Pasang kawat kasa di rumah

K. Pencahayaan dan ventilasi memadai

L. Jangan biasakan menggantung pakaian dalam rumah

M. Tidur menggunakan kelambu, dan

N. Gunakan obat nyamuk (bakar, gosok) dan lain-lain untuk mencegah gigitan nyamuk.

Perlindungan perseorangan:7

Memberikan anjuran untuk mencegah gigitan nyamuk Aedes aegypti yaitu dengan meniadakan sarang nyamuknya di dalam rumah. Yaitu dengan melakukan penyemprotan dengan obat anti serangga yang dapat dibeli di toko-toko seperti baygon, raid dan lain lain.

O. Pemberantasan vektor jangka panjang (pencegahan)

Satu cara pokok untuk pemberantasan vektor jangka panjang ialah usaha peniadaan sarang nyamuk, vas bunga dikosongkan tiap minggu, menguras bak mandi seminggu sekali yaitu dengan menggosok dinding bagian dalam dari bak mandi tersebut, tempat-tempat persediaan air agar dikosongkan lebih dahulu sebelum diisi kembali. Maksudnya agar larva-larva dapatdisingkirkan.Dalam usaha jangka panjang untuk daerah dengan vektor tinggi dan riwayat wabah DBD maka kegiatan Puskesmas lebih lanjut yaitu: 1) Abatesasi untuk membunuh larva dan nyamuk, dan 2) Fogging dengan malathion atau fonitrothion.

(22)

P. Pemberantasan vektor dalam keadaan wabah. Kegiatan Puskesmas adalah membantu : a) Tim Propinsi/Dati II untuk survai larva dan nyamuk, b) Membantu

penyiapan rumah penduduk untuk di-fogging.

ii) Larvasidasi. Larvasidasi adalah menaburkan bubuk pembunuh jentik ke dalam tempat-tempat penampungan air. Bila menggunakan Abate disebutAbatisasi. Cara melakukan larvasidasi:

Q. Menggunakan bubuk Abate 1 G (bahan aktif: Temephos 1%) – Takaran penggunaan bubuk Abate 1 G adalah sebagai berikut: Untuk 100 liter cukup dengan 10 gram bubuk Abate 1 G dan seterusnya. Bila tidak ada alat untuk menakar, gunakan sendok makan, satu sendok makan peres (yang diratakan di atasnya) berisi 10 gram Abate 1 G. Selanjutnya tinggal membagikan atau menambahkannya sesuai dengan banyaknya air yang akan diabatisasi. Takaran tidak perlu tepat betul. R. Menggunakan Altosid 1,3 G (bahan aktif: Metopren 1,3%) – Takaran penggunaan Altosid 1,3 G adalah sebagai berikut: Untuk 100 liter air cukup dengan 2,5 gram bubuk Altosid 1,3 G atau 5 gram untuk 200 liter air. Gunakan takaran khusus yang sudah tersedia dalam setiap kantong Altosid 1,3 G. Bila tidak ada – alat penakar, gunakan sendok teh, satu sendok teh peres (yang diratakan atasnya) berisi 5 gram Altosid 1,3 G. Selanjutnya tinggal membagikan atau menambahkannya sesuai dengan banyaknya air.

Takaran tidak perlu tepat betul.

S. Menggunakan Sumilarv 0,5 G (DBD) (bahan aktif:piriproksifen 0,5%) – Takaran penggunaan Sumilarv 0,5 G (DBD) adalah sebagai berikut: Untuk 100 liter air cukup dengan 0,25 gram bubuk Sumilarv 0,5 G (DBD) atau 0.5 gram untuk 200 liter air. Gunakan takaran khusus yang tersedia (sendok kecil ukuran kurang lebih 0,5 gram).

Takaran tidak perlu tepat betul.

Angka Bebas Jentik

Merupakan salah satu indicator keberhasilan program pemberantasan vector penular DBD. Angka Bebas Jentik sebagai tolak ukur upaya pemberantasan vector melalui gerakan PSN-3M menunjukan tingkat partisipasi masyarakat dalam mencegah DBD. Rata-rata ABJ yang

(23)

dibawah 95% menjelaskan bahwa partisipasi masyarakat dalam mencegah DBD di

lingkunagnnya masing-masing belum optimal.

Cara Melakukan Pemeriksaan Jentik

Cara-cara memeriksa jentik: i) Periksalah bak mandi/WC, tempayan, drum dan tempat-tempat penampungan air lainnya, ii) Jika tidak tampak, tunggu ± 0,5-1 menit, jika ada jentik ia akan muncul kepermukaan air untuk bernapas, iii) Di tempat yang gelap gunakan senter/

Referensi

Dokumen terkait

Proses ini dilakukan dalam ember yang telah diisi air agar tidak ada gelembung udara pa Sebagian dari Hidrilla Sebagian dari Mencatat jumlah gelembung besar dan gelembung kecil

Spesiikasi Peralatan Pasteurisasi pada dasarnya tidak berbeda dengan peralatan type 6, yaitu Spesiikasi Peralatan Pasteurisasi pada dasarnya tidak berbeda dengan peralatan type

[r]

BAB III pada laporan ini membahas tentang Pembangkit Listrik Tenaga Air (PLTA) secara umum, Jenis PLTA, sistem pemipaan yang terdapat pada PLTA, aliran air di

Ketentuan umum peraturan zonasi untuk sistem jaringan telekomunikasi daerah sebagaimana dimaksud dalam pasal 44 ayat (2) huruf f, disusun dengan memperhatikan

Berdasarkan analisis pada hasil focus group discussion dan analisis instrumen ditemukan ada beberapa pandangan terkait dengan upaya pencegahan kekerasan dalam rumah

Tujuan penelitian ini adalah mempelajari pengaruh lama pemutaran yang berbeda pada pembuatan concentrated yoghurt dengan metode sentrifugasi terhadap free fatty acid

Berapakah konsentrasi ekstrak Alpinia galanga L yang paling efektif dalam menghambat sistem quorum sensing (produksi eksoprotease, jumlah sel bakteri dan produksi