BAB II
RAHASIA JABATAN NOTARIS ATAS AKTA YANG DIPERBUAT OLEH ATAU DIHADAPAN NOTARIS YANG BERINDIKASI TINDAK PIDANA
A. Tinjauan Umum Tentang Notaris
1. Notaris Sebagai Pejabat Umum
Kedudukan Notaris sebagai Pejabat Umum, dalam arti kewenangan yang ada
pada Notaris tidak pernah diberikan kepada pejabat-pejabat lainnya, sepanjang
kewenangan tersebut tidak menjadi kewenangan pejabat-pejabat lainnya maka
kewenangan tersebut menjadi kewenangan Notaris.29 Istilah Notaris berasal dari
bahasa Latin, yaitu Notarius, yang artinya adalah orang yang membuat catatan.30 Namun ada juga yang mengatakan bahwa istilahNotarius itu berasal dari kataNota Literaria, yang artinya tanda (letter mark atau karakter) yang menyatakan sesuatu perkataan.31 Lembaga Notaris masuk ke Indonesia pada permulaan abad ke- 17
dengan beradanya Vereenigde Oost Ind. Compagnie (VOC) di Indonesia.32 Pada tanggal 27 Agustus 1620, yaitu beberapa bulan setelah dijadikannya Jacatra sebagai
ibu kota33, mengangkat Melchior Kerchem, sebagai Notaris Pertama di Indonesia.
Produk penting dari peraturan perundang-undangan yang dikeluarkan dalam
era reformasi adalah Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris
29Habib Adjie,
Hukum Notaris Indonesia (Tafsir Tematik Terhadap UU No. 30 Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris),PT. Refika Aditama, Bandung, 2009, hal. 40.
30R. Soesanto,Tugas, Kewajiban dan Hak-Hak Notaris, Wakil Notaris (sementara), Pradyna
Parmita, Jakarta, 1982, hal 34.
31R. Soegondo Notodisoerjo,Hukum Notariat di Indonesia Suatu penjelasan,CV. Rajawali,
Jakarta, 1982, hal 13.
(UUJN) yang telah berlaku sejak tanggal diundangkannya yakni tanggal 6 Oktober
2004. Pembentukan UUJN ini disebabkan karena Peraturan Jabatan Notaris 1860
Nomor 3 tentang Reglement op Het Notaris Ambt in Indonesia yang mengatur mengenai jabatan Notaris tidak sesuai lagi dengan perkembangan hukum dan
kebutuhan masyarakat sekarang ini. Adapun beberapa ketentuan dalam
Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris sudah tidak sesuai lagi
dengan perkembangan hukum dan kebutuhan masyarakat sehingga perlu dilakukan
perubahan melalui pembentukan Undang tentang Perubahan atas
Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris sehingga dikeluarkanlah
Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2014 tentang Notaris.34
Pasal 1 angka 1 UUJN menyebutkan bahwa Notaris adalah “Pejabat Umum
yang berwenang membuat akta autentik dan memiliki kewenangan lainnya
sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang ini atau berdasarkan undang-undang
lainnya”. Pejabat Umum yang dimaksud dalam Pasal 1 angka 1 UUJN harus dibaca
sebagai Pejabat Publik atau Notaris sebagai Pejabat Publik yang berwenang untuk
membuat akt otentik (Pasal 15 ayat (1) UUJN) dan kewenangan lainnya sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 15 ayat (2) dan (3) UUJN dan untuk melayani kepentingan
masyarakat. Produk yang dihasilkan Notaris sebagai pejabat publik ialah akta yang
memiliki kekuatan hukum dan nilai pembuktian yang sempurna para pihak dan
siapapun, sepanjang tidak dibuktikan sebaliknya, bahwa akta tersebut tidak sah
dengan menggunakan asas praduga sah secara terbatas. Namun Notaris sebagai
34
pejabat publik mempunyai batasan pertanggungjawaban, yaitu sampai yang
bersangkutan masih mempunyai kewenangan sebagai Notaris, maka ketika seorang
Notaris pensiun atau berhenti dengan alasan apapun sudah tidak mempunyai
pertanggungjawaban lagi.35
Pemberian kualifikasi Notaris sebagai Pejabat Umum berkaitan dengan
wewenang Notaris. Menurut Wawan Setiawan, PejabatUmum ialah organ negara
yang diperlengkapi dengan kekuasaan umum, berwenang menjalankan sebahagian
dari kekuasaan negara untuk membuat alat bukti tertulis dan otentik dalam bidang
hukum perdata.36Soegondo Notodisoejo mengatakan bahwa :
Pejabat umum adalah seorang yang diangkat dan diberhentikan oleh pemerintah dan diberi wewenang dan kewajiban untuk melayani publik dalam hal-hal tertentu karena ia ikut serta melaksanakan suatu kekuasaan yang bersumber pada kewibawaan (gezag) dari pemerintah. Dalam jabatannya tersimpul suatu sifat dan ciri khas yang membedakannya dari jabatan-jabatan lainnya dalam masyarakat.37
Pejabat yang menjalankan sebagian kekuasaan negara yang bersifat mengikat
publiekrechtelijk disebut pejabat umum dan dalam menjalankan jabatannya pejabat umum tersebut mempunyai ciri khusus yaitu :
a. Suatu kedudukan yang mandiri(onafhankelijkheid-independency);
b. Tidak memihak onpartijdigheid-impartially guna menjamin keabsahan dari akta otentik tersebut baik di dalam hal kekuatan pembuktian lahiriah,
kekuatan pembuktian formal dan kekuatan pembuatan material;
35Habib Adjie,Op. Cit.,hal. 51.
36Wawan Setiawan,Kedudukan dan Keberadaan Pejabat Umum serta PPAT dibandingkan
dengan kedudukan Pejabat Tata Usaha Negara menurut sistem hukum nasional, Pengurus Pusat Pejabat Pembuat Akta Tanah, Jakarta, 2 Juli 2001, hal. 8.
37R. Soegondo Notodisoerjo, Hukum Notariat di Indonesia suatu penjelasan,Raja Grafindo
Dalam menjalankan jabatannya Notaris berada dalam kedudukan yang netral dan
tidak memihak artinya Notaris berada di luar para pihak yang melakukan hubungan
hukum tersebut dan bukan sebagai salah satu pihak dalam hubungan hukum itu.
Notaris menjalankan jabatannya dalam posisi netral di antara para penghadap yang
meminta jasanya, untuk menjamin kenetralan tersebut, maka Notaris harus bersikap
mandiri dan tidak memihak serta tidak terpengaruh terhadap keinginan pihak-pihak
tertentu, terutama jika keinginan tersebut melanggar ketentuan hukum yang berlaku
atau merugikan pihak lain. Dalam hal menjaga kemandirian Notaris dalam
menjalankan jabatan maka pengangkatan Notaris dilakukan oleh pemerintah
berdasarkan kewenangan atributif atas ketentuan undang-undang untuk melaksanakan
sebagian dari kekuasaan yang dimiliki negara, terutama dalam bidang hukum
keperdataan.
Notaris dalam menjalankan tugas kewenangannya selaku Pejabat Umum
hanyalah merekam, mengkonstantir atau merelateer secara tertulis dan otentik dari perbuatan hukum pihak-pihak yang berkepentingan, Notaris tidak berada di
dalamnya, artinya yang melakukan perbuatan hukum itu adalah pihak-pihak yang
membuat serta yang terkait dalam dan oleh isi perjanjian, adalah mereka pihak-pihak
yang berkepentingan dalam hal terjadinya pembuatan akta Notaris atau akta otentik
itu berada pada pihak-pihak. Menurut Subekti, persetujuan juga disebut perjanjian,
karena dua pihak itu setuju untuk melakukan sesuatu, selain itu juga dapat dikatakan,
merupakan sumber terpenting yang melahirkan perikatan.38Karenanya akta Notaris
atau akta otentik tidak menjamin bahwa pihak-pihak “berkata benar”tetapi yang
dijamin oleh akta otentik adalah pihak-pihak “benar berkata” seperti termuat dalam
akta perjanjian mereka.
2. Tugas/Kewenangan Notaris
Kewenangan merupakan suatu tindakan hukum yang diatur dan diberikan
kepada suatu jabatan berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku yang
mengatur jabatan yang tersebut. Wewenang Notaris memiliki batasan sebagaimana
diatur dalam peraturan perundang-undangan yang mengatur jabatan pejabat yang
bersangkutan.
Setiap perbuatan pemerintahan diisyaratkan harus bertumpu pada kewenangan
yang sah. Tanpa ada kewenangan yang sah seorang pejabat ataupun Badan Tata
Usaha Negara tidak dapat melaksanakan suatu perbuatan pemerintahan. Oleh karena
itu kewenangan yang sah merupakan atribut bagi setiap pejabat ataupun bagi setiap
badan.39
Jabatan memperoleh wewenang melalui tiga sumber yakni atribusi, delegasi
dan mandat.40 Kewenangan yang diperoleh dengan cara atribusi, apabila terjadi
pemberian wewenang pemerintahan yang baru oleh suatu ketentuan
perundang-undangan dan perundang-undanganlah yang menciptakan suatu wewenang
38Subekti,Hukum Perjanjian,Internusa, Jakarta, 1992, hal. 1.
39Lutfi Effendi, Pokok-Pokok Hukum Administrasi, Bayumedia Publishing, Malang, 2004,
hal. 77.
40Philipus M. Hadjon dkk, Pengantar Hukum Administrasi Indonesia (Introduction to the
pemerintahan yang baru. Kewenangan secara delegasi merupakan
pemindahan/pengalihan wewenang yang ada berdasarkan suatu peraturan
perundang-undangan atau aturan hukum. Kewenangan mandat sebenarnya bukan pengalihan
atau pemindahan wewenang tapi karena yang berkompeten berhalangan.
Berdasarkan UUJN tersebut ternyata Notaris sebagai Pejabat Umum
memperoleh kewenangan secara atribusi, karena wewenang tersebut diciptakan dan
diberikan oleh UUJN sendiri. Jadi wewenang yang diperoleh Notaris bukan berasal
dari lembaga lain, misalnya dari Departemen Hukum dan HAM.41 Jadi, Notaris
memiliki legalitas untuk melakukan perbuatan hukum membuat akta otentik.
Ketentuan mengenai kewenangan Notaris tercantum dalam Pasal 15 UUJN,
dimana kewenangan Notaris dibedakan menjadi 3 (tiga) macam, yaitu:
a. Kewenangan Umum Notaris
Kewenangan Umum Notaris tercantum dalam Pasal 15 ayat (1) UUJN yang
menegaskan bahwa salah satu kewenangan Notaris adalah membuat akta secara
umum, namun dengan batasan sepanjang tidak dikecualikan kepada pejabat lain yang
ditetapkan oleh undang-undang, menyangkut akta yang harus dibuat atau berwenang
membuat akta otentik mengenai semua perbuatan, perjanjian, dan ketetapan yang
diharuskan oleh aturan hukum atau dikehendaki oleh yang bersangkutan, mengenai
subjek hukum (orang atau badan hukum) untuk kepentingan siapa akta dibuat atau
dikehendaki oleh yang berkepentingan.
b. Kewenangan Khusus Notaris
41
Kewenangan Khusus Notarisuntuk melakukan tindakan hukum tertentu
tercantum dalam Pasal 15 ayat (1) UUJN, seperti :
a) Mengesahkan tanda tangan dan menetapkan kepastian tanggal surat di bawah
tangan dengan mendaftarkan dalam buku khusus;
b) Membukukan surat di bawah tangan dengan mendaftar dalam buku khusus;
c) Membuat kopi dari asli surat dibawah tangan berupa salinan yang memuat
uraian sebagaimana ditulis dan digambarkan dalam surat yang bersangkutan;
d) Melakukan pengesahan kecocokan fotokopi dengan surat aslinya;
e) Memberikan penyuluhan hukum sehubungan dengan pembuatan akta;
f) Membuat akta yang berkaitan dengan pertanahan; atau membuat akta risalah
lelang.
Adapun kewenangan khusus Notaris lainnya, yaitu membuat akta dalam
bentuk In Original, yaitu akta :
a) Pembayaran uang sewa, bunga, dan pensiun;
b) Penawaran pembayaran tunai;
c) Protes terhadap tidak dibayarnya atau tidak diterimanya surat berharga;
d) Akta kuasa;
e) Keterangan kepemilikan; atau
f) Akta lainnya berdasarkan peraturan perundang-undangan.
Notaris juga mempunyai kewenangan khusus lainnya seperti yang tersebut
dalam Pasal 51 UUJN, yaitu berwenang untuk membetulkan kesalahan tulis atau
cara membuat Berita Acara Pembetulan, dan Salinan atas Berita Acara Pembentulan
tersebut Notaris wajib menyampaikannya kepada para pihak.
Pembetulan yang dimaksud dalam Pasal 51 UUJN42 bukanlah pembetulan
sebagai renvoi, hal ini dikarenakan pembetulan tersebut harus dilakukan dengan
membuat berita acara dan memberikan catatan mengenai hal tersebut pada Minuta
Akta dengan menyebutkan tanggal dan nomor akta berita acara pembetulan (Pasal 51
ayat (2) UUJN). Salinan akta berita acara tersebut wajib disampaikan kepada para
pihak (Pasal 51 ayat (3) UUJN).
Kewenangan untuk melakukan pembetulan pada suatu akta yang
mengakibatkan adanya kesalahan tulis dan/atau kesalahan ketik yang terdapat pada
minuta akta dapat dilakukan oleh notaris dengan membuat berita acara pembetulan.
Namun terdapat perbedaan ketentuan yang diatur didalam UUJN yang lama dengan
yang ada di dalam UUJN sekarang ini. Menurut aturan UUJN yang lama (UU Nomor
30 Tahun 2004) bahwa pembetulan tersebut dapat dilakukan oleh Notaris tanpa perlu
adanya kehadiran dari para penghadap. Sedangkan menurut UUJN yang baru (UU
Nomor 2 Tahun 2014) bahwa kewenangan untuk melakukan pembetulan tersebut
42Pasal 51 UUJN selengkapnya berbunyi :
(1) Notaris berwenang untuk membetulkan kesalahan tulis dan/atau kesalahan ketik yang terdapat pada Minuta Akta yang telah ditandatangani;
(2) Pembetulan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan di hadapan penghadap, saksi, dan Notaris yang dituangkan dalam berita acara dan memberikan catatan tentang hal tersebut pada Minuta Akta asli dengan menyebutkan tanggal dan nomor Akta berita acara pembetulan; (3) Salinan Akta berita acara sebagaimana dimaksud pada ayat (2) wajib disampaikan kepada para
Pihak;
hanya dapat dilakukan oleh notaris apabila pembetulan itu dilakukan dengan
kehadiran penghadap.
Berdasarkan UUJN yang baru dapat disimpulkan bahwa dengan adanya kewajiban
hadirnya penghadap maka pembetulan atau perbaikan tersebut tidak dilakukan oleh
Notaris tetapi dilakukan oleh para penghadap dengan membuat akta perbaikan.
c. Kewenangan Notaris yang akan ditentukan kemudian
Kewenangan Notaris yang akan ditentukan kemudian tercantum dalam Pasal
15 ayat (3) UUJN. Dimana kewenangan Notaris yang akan ditentukan kemudian
merupakan kewenangan yang akan muncul akan ditentukan berdasarkan peraturan
perundang-undangan. Dalam artian bahwa jika Notaris melakukan tindakan di luar
wewenang yang telah ditentukan, maka Notaris telah melakukan tindakan diluar
wewenang, maka produk atau akta Notaris tersebut tidak mengikat secara hukum atau
tidak dapat dilaksanakan (nonexecutable), dan pihak atau mereka yang merasa dirugikan oleh tindakan Notaris di luar wewenang tersebut, maka Notaris dapat
digugat secara perdata ke pengadilan negeri.43
43
Setiap orang yang datang menghadap Notaris sudah tentu berkeinginan agar perbuatan atau tindakan hukumnya yang diterangkan di hadapan atau oleh Notaris dibuat dalam bentuk akta Notaris tapi dengan alasan yang diketahui oleh Notaris sendiri, kepada ,mereka dibuatkan akta dibawah tangan yang kemudian dilegalisasi atau dibukukan oleh Notaris sendiri. Tindakan Notaris tersebut sebenarnya tidak dapat dibenarkan, untuk membuatkan surat semacam itu, tapi yang dibenarkan adalah melegalisasi atau membukukan surat tersebut. Agar sesuai dengan kewenangan Notaris, tindakan tersebut tidak perlu dilakukan oleh Notaris, kalau ingin dibuat dengan akta dibawah tangan dapat dibuat sendiri oleh yang bersangkutan saja, bukan dibuat oleh Notaris.
3. Kewajiban Notaris
Notaris dalam menjalankan kewajibannya menganut beberapa asas yang
dijadikan pedoman dalam menjalankan tugas jabatan Notaris. Asas atau prinsip
merupakan sesuatu yang dapat dijadikan alas, dasar, tumpuan, tempat untuk
menyadarkan sesuatu, mengembalikan sesuatu hal yang hendak dijelaskan.44
Asas-asas dalam pelaksanaan tugas jabatan Notaris yaang baik adalah sebagai berikut :45
a) Asas Persamaan;
Sesuai dengan perkembangan zaman, institusi Notaris telah menjadi bagian
dari masyarakat Indonesia, dan dengan lahirnya UUJN semakin meneguhkan institusi
Notaris. dalam memberikan pelayanan kepada masyarakat Notaris tidak boleh
membeda-bedakan satu dengan lainnya berdasarkan keadaan sosial-ekonomi atau
alasan lainnya. hanya alasan hukum yang dapat dijadikan dasar bahwa Notaris dapat
tidak memberikan jasa kepada pihak yang menghadap.
b) Asas Kepercayaan;
Salah satu bentuk dari Notaris sebagai jabatan kepercayaan, yaitu Notaris
mempunyai kewajiban untuk merahasiakan segala sesuatu mengenai akta yang
dibuatnya dan segala keterangan yang diperoleh gunapembuatan akta sesuai dengan
sumpah/janji jabatan, kecuali undang-undang menentukan lain (Pasal 16 ayat (1)
huruf f UUJN juncto Pasal 4 ayat (2) UUJN).
c) Asas Kepastian Hukum;
44
Mahadi,Falsafah Hukum Suatu Pengantar,PT. Citra Aditya Bakti, Bandung, 1989, hal.119.
Notaris dalam menjalankan tugas jabatannya wajib berpedoman secara normatif
kepada aturan hukumyang berkaitan dengan segala tindakan yang akan diambil untuk
kemudian dituangkan dalam akta.Dimana akta yang dibuat oleh Notaris harus sesuai
dengan aturan hukum yang berlaku, yang apabila terjadi permasalahan akta Notaris
dapat dijadikan pedoman bagi para pihak.
d) Asas Kecermatan;
Meneliti semua bukti yang diperlihatkan kepada Notaris dan mendengarkan
keterangan atau pernyataan para pihak wajib dilakukan sebagai bahan dasar untuk
dituangkan dalam akta. Notaris dalam kecermatannya wajib melakukan pengenalan
terhadap penghadap, berdasarkan identitas penghadap. Menanyakanmendengarkan
serta mencermati keinginan piha yang menghadap, memeriksa setiap bukti surat
yang berkaitan dengan keinginan atau kehendak para pihak, memberikan saran
kepada penghadap, memenuhi teknik dalam pembuatan akta serta memenuhi
kewajiban lainnya yang berkaitan dengan pelaksanaantugas jabatannya sebagai
Notaris.
e) Asas Pemberian Alasan;
Setiap akta yang dibuat dihadapan atau oleh Notaris harus sesuai dengan
alasan serta fakta yang mendukung.
f) Larangan Penyalahgunaan Wewenang;
Batas kewenangan Notaris dituangkan dalam Pasal 15 UUJN, apabila Notaris
melakukan tindakan di luar kewenangannya maka tindakan tersebut dapat disebut
g) Larangan Bertindak Sewenang-wenang;
Notaris harus mempertimbangkan dan melihat semua dokumen yang
diperlihatkan kepada nya. dalam hal ini Notaris mempunyai peranan untuk
menetukan suatu tindakan apakah dapat dituangkan dalam bentuk akta atau tidak, dan
keputusan yang diambil harus didasarkan pada alasan hukum yang harus dijelaskan
kepada para penghadap.
h) Asas Proporsionalitas;
Berdasarkan Pasal 16 ayat (1) huruf a UUJN, Notaris wajib menjaga
kepentingan para pihak yang terkaitdalam perbuatan hukum atau dalam menjalankan
tugas jabatannya, wajib mengutamakan adanya keseimbangan antara hak dan
kewajiban para penghadap.
i) Asas Profesionalitas
Dalam menjalankan tugas jabatannya mengutamakan keahlian (keilmuan)
berdasarkan UUJN dan Kode Etik Notaris. Hal tersebut diwujudkan dalam melayani
masyarakat dan akta yang dibuat dihadapan atau oleh Notaris.
Notaris selaku pejabat umum yang memiliki kewenangan dalam membuat
akta otentik, dalam menjalankan tugasnya melekat pula kewajiban yang harus
dipatuhi, karena kewajiban tersebut merupakan sesuatu yang harus dilaksanakan. Hal
ini diatur dalam ketentuan Pasal 16 ayat (1) UUJN, yang menyatakan bahwa dalam
menjalankan jabatannya Notaris memiliki kewajiban:
a. Bertindak amanah, jujur, saksama, mandiri, tidak berpihak, dan menjaga
b. Membuat Akta dalam bentuk Minuta Akta dan menyimpannya sebagai bagian
dari Protokol Notaris;
c. Melekatkan surat dan dokumen serta sidik jari penghadap pada Minuta Akta;
d. Mengeluarkan Grosse Akta, Salinan Akta, atau Kutipan Akta berdasarkan
Minuta Akta;
e. Memberikan pelayanan sesuai dengan ketentuan dalam Undang-Undang ini,
kecuali ada alasan untuk menolaknya;
f. Merahasiakan segala sesuatu mengenai Akta yang dibuatnya dan segala
keterangan yang diperoleh guna pembuatan Akta sesuai dengan sumpah/janji
jabatan, kecuali undang-undang menentukan lain;
g. Menjilid Akta yang dibuatnya dalam 1 (satu) bulan menjadi buku yang memuat
tidak lebih dari 50 (lima puluh) Akta, dan jika jumlah Akta tidak dapat dimuat
dalam satu buku, Akta tersebut dapat dijilid menjadi lebih dari satu buku, dan
mencatat jumlah Minuta Akta, bulan, dan tahun pembuatannya pada sampul
setiap buku;
h. Membuat daftar dari Akta protes terhadap tidak dibayar atau tidak diterimanya
surat berharga;
i. Membuat daftar Akta yang berkenaan dengan wasiat menurut urutan waktu
pembuatan Akta setiap bulan;
j. Mengirimkan daftar Akta sebagaimana dimaksud dalam huruf i atau daftar nihil
menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang hukum dalam waktu 5 (lima)
hari pada minggu pertama setiap bulan berikutnya;
k. Mencatat dalam repertorium tanggal pengiriman daftar wasiat pada setiap akhir
bulan;
l. Mempunyai cap atau stempel yang memuat lambang negara Republik Indonesia
dan pada ruang yang melingkarinya dituliskan nama, jabatan, dan tempat
kedudukan yang bersangkutan;
m. Membacakan Akta di hadapan penghadap dengan dihadiri oleh paling sedikit 2
(dua) orang saksi, atau 4 (empat) orang saksi khusus untuk pembuatan Akta
wasiat di bawah tangan, dan ditandatangani pada saat itu juga oleh penghadap,
saksi, dan Notaris; dan
n. Menerima magang calon Notaris.
Kewajiban Notaris untuk “bertindak jujur dan seksama”, artinya bahwa Notaris harus
terbuka dan cermat dalam setiap pengambilan keputusan, apakah tindakan atau
keinginan para pihak dapat dirangkumkan ke dalam bentuk akta Notaris, dan apakah
semua syarat yang dibutuhkan/diperlukan dalam pembuatan akta sudah dipenuhi. Jika
hal tersebut tidak dipenuhi, maka Notaris wajib untuk menolaknya. Sehingga Notaris
sebagai pejabat umum harus memberikan pelayanan yang sebaik-baiknya kepada
masyarakat yang membutuhkan bukti otentik atas perbuatan hukum yang dilakukan
Dalam Pasal 16 ayat (1) huruf d UUJN memuat Notaris dapat menolak untuk
memberikan pelayanan dengan alasan-alasan tertentu. Alasan untuk menolak tersebut
merupakan alasan yang mengakibatkan agar Notaris tidak berpihak, seperti adanya
hubungan darah atau semenda dengan Notaris sendiri atau dengan suami/isterinya,
salah satu pihak tidak mempunyai kemampuan bertindak untuk melakukan perbuatan,
atau hal lain yang tidak dibolehkan oleh undang-undang.
Dalam praktik ditemukan alasan-alasan lain, sehingga Notaris menolak memberikan
jasanya, antara lain46:
a. Apabila Notaris sakit sehingga tidak dapat memberikan jasanya, jadi berhalangan
karena fisik;
b. Apabila Notaris tidak ada karena dalam cuti, jadi karena sebab yang sah;
c. Apabila Notaris karena kesibukan pekerjaannya tidak dapat melayani orang lain;
d. Apabila surat-surat yang diperlukan untuk membuat sesuatu akta, tidak
diserahkan kepada Notaris;
e. Apabila penghadap atau saksi instrumentair yang diajukan oleh penghadap tidak
dikenal oleh Notaris atau tidak dapat diperkenalkan kepadanya;
f. Apabila yang berkepentingan tidak mau membayar bea materai yang diwajibkan;
g. Apabila karena pemberian jasa tersebut, Notaris melanggar sumpahnya atau
melakukan perbuatan melanggar hukum;
h. Apabila pihak-piahak menghendaki bahwa Notaris membuat akta dalam bahasa
yang tidak dikuasai olehnya, atau apabila orang-orang yang menghadap berbicara
46
dengan bahasa yang tidak jelas, sehingga Notaris tidak mengerti apa yang
dikehendaki oleh mereka.
Berdasarkan hal tersebut di atas, apabila Notaris ingin menolak untuk
memberikan jasanya kepada pihak yang membutuhkan, maka penolakan tersebut
harus merupakan penolakan dalam arti hukum dan memiliki alasan yang jelas,
sehingga ada alasan atau argumentasi hukum yang jelas dan tegas sehingga
masing-masing pihak yang terkait dapat memahaminya.
Notaris memiliki kewajiban untuk memasukkan bahwa apa yang termuat
dalam akta Notaris sungguh-sungguh telah dimengerti dan sesuai dengan kehendak
para pihak, yaitu dengan cara membacakannya, sehingga menjadi jelas isi akta
Notaris tersebut, serta memberikan penjelasan terhadap informasi, termasuk
perundang-undangan yang terkait bagi para pihak penanda tangan akta.
Kewajiban Notaris terkandung dalam Pasal 4 UUJN terkait sumpah/janji jabatan
Notaris sebagai berikut:
(1)Sebelum menjalankan jabatannya, Notaris wajib mengucapkan sumpah/janji menurut agamanya dihadapan menteri atau pejabat yang ditunjuk;
(2)Sumpah/janji sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berbunyi sebagai berikut: “saya bersumpah/berjanji:
- bahwa saya akan patuh dan setia kepada Negara Republik Indonesia, Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, Undang-Undang tentang Jabatan Notaris serta peraturan perundang-undangan lainnya.
- bahwa saya akan menjalankan jabatan saya dengan amanah, jujur, saksama, mandiri, dan tidak berpihak.
- bahwa saya akan menjaga sikap, tingkah laku saya, dan akan menjalankan kewajiban saya sesuai dengan kode etik profesi, kehormatan, martabat dan tanggung jawab saya sebagai Notaris.
- bahwa saya untuk dapat diangkat dalam jabatan ini, baik secara langsung maupun tidak langsng, dengan nama atau dalih apapun, tidak pernah dan tidak akan memberikan atau menjanjikan sesuatu kepada siapapun.”
Sumpah jabatan Notaris dalam Pasal 4 dan kewajiban Notaris dalam Pasal 16
ayat 1 huruf (f) UUJN mewajibkan Notaris untuk tidak bicara, sekalipun di muka
pengadilan, artinya tidak dibolehkan untuk memberikan kesaksian mengenai apa
yang dimuat dalam akta. Notaris tidak hanya berhak untuk bicara, akan tetapi
mempunyai kewajiban untuk tidak bicara. Kewajiban ini mengenyampingkan
kewajiban umum untuk memberikan kesaksian yang dimaksud dalam Pasal 1909 ayat
(1) KUHPerdata.
B. Akta Otentik Yang Dibuat Oleh Atau Dihadapan Notaris Yang Berindikasi
Perkara Pidana
1. Kekuatan Pembuktian Akta Otentik Yang Dibuat Oleh Atau Dihadapan Notaris
Defenisi akta Notaris dimuat dalam Pasal 1 angka 7 yang mengatakan bahwa
“Akta Notaris yang selanjutnya disebut Akta adalah akta autentik yang dibuat oleh
atau dihadapan Notaris menurut bentuk dan tata cara yang ditetapkan dalam
undang-undang ini.” Dan tersirat dalam Pasal 58 ayat (2) UUJN disebutkan bahwa Notaris
wajib membuat daftar Akta dan mencatat semua akta yang dibuat oleh atau dihadapan
Notaris. Menurut Sudikno Mertokusumo47, akta adalah surat sebagai alat bukti yang
diberi tandatangan yang memuat peristiwa yang menjadi dasar suatu hak atau
perikatan, yang dibuat sejak semula dengan sengaja untuk pembuktian.
47
Akta Notaris lahir dan tercipta karena :
1. Atas dasar permintaan atau dikehendaki oleh yang berkepentingan, agar perbuatan hukum mereka itu dinyatakan atau dituangkan dalam bentuk akta otentik;
2. Atas dasar Undang-undang yang menentukan agar untuk perbuatan hukum tertentu mutlak harus dibuat dalam bentuk akta otentik dengan diancam kebatalan jika tidak, misalnya dalam mendirikan suatu perseroan terbatas, harus dengan akta otentik.48
Terdapat 2 (dua) jenis akta Notaris yakni Akta yang dibuat oleh (door)Notaris dalam praktek Notaris disebutAkta Relaasatau Akta Berita Acara yang berisi berupa uraian Notaris yang dilihat dan disaksikan Notaris sendiri atas permintaan para pihak,
agar tindakan atau perbuatan para pihak yang dilakukan dituangkan kedalam bentuk
akta Notaris; Akta yang dibuat dihadapan (ten overstaan) Notaris, dalam praktek Notaris disebut Akta Pihak, yang berisi uraian atau keterangan, pernyataan para pihak
yang diberikan atau yang diceritakan di hadapan Notaris. Para pihak berkeinginan
agar uraian atau keterangannya dituangkan ke dalam bentuk akta Notaris.49
Akta otentik merupakan alat bukti bagi para pihak dalam suatu perjanjian
yang berisi hak dan kewajiban para pihak tersebut berkaitan dengan hal-hal yang
telah disepakati. Oleh karena itu akta otentik berguna bagi para pihak untuk
memastikan hak dan kewajiban masing-masing demi kepastian hukum, ketertiban,
dan perlindungan hukum bagi para pihak yang berkepentingan dan sekaligus juga
bagi masyarakat secara keseluruhan. Keotentikan akta tersebut tetap bertahan
walaupun Notaris yang membuatnya meninggal dunia. Tanda tangan Notaris yang
bersangkutan tetap memiliki kekuatan meskipun ia tidak dapat lagi menyampaikan
keterangan mengenai kejadian-kejadian pada saat pembuatan akta itu.50
Akta Notaris merupakan perjanjian para pihak yang mengikat mereka
membuatnya, oleh karena itu syarat-syarat sahnya perjanjian harus dipernuhi. Pasal
1320 KUHPerdata telah mengatur tentang syarat sahnya suatu perjanjian yakni syarat
subjektif yaitu syarat yang berkaitan dengan subjek yang mengadakan atau membuat
perjanjian yang terdiri dari kata sepakat dan cakap bertindak untuk melakukan suatu
perbuatan hukum, dan syarat objektif yaitu syarat yang berkaitan dengan perjanjian
itu sendiri atau berkaitan dengan objek yang dijadikan perbuatan hukum oleh para
pihak yang terdiri dari suatu hal tertentu dan sebab yang tidak dilarang.51
Menurut A. Pitlo, akta merupakan surat yang ditandatangani, diperbuat untuk
dipakai sebagai alat bukti, dan untuk dipergunakan oleh orang, untuk keperluan siapa
surat itu dibuat.52 Sedangkan menurut Subekti, Akta berbeda dengan surat, artinya
bahwa kata akta bukan berarti surat melainkan harus diartikan dengan perbuatan
hukum, berasal dari kata acte yang dalam bahasa Prancis berarti perbuatan.53Dalam menilai sebuah akta Notaris harus didasarkan pada 3 (tiga) nilai pembuktian, yaitu:54
a. Lahiriah(Uitwendige Bewijskracht)
50Habib Adjie, Meneropong Khazanah Notaris dan PPAT Indonesia, Citra Aditya Bakti,
2009, hal. 43.
51Suatu persetujuan tanpa sebab, atau yang telah dibuat karena sesuatu sebab yang palsu atau
terlarang maka persetujuan tersebut tidak mempunyai kekuatan hukum (Pasal 1335 KUHPerdata). Jika tidak dinyatakan suatu sebab, tetapi ada sebab yang halal (tidak dilarang), ataupun jika ada suatu sebab yang lain, daripada yang dinyatakan, maka persetujuan tetap sah (Pasal 1336 KUHPerdata). (Habib Adjie,Hukum Notaris Indonesia (Tafsir Tematik Terhadap UU No. 30 Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris),(Bandung :PT. Refika Aditama, 2009), hal. 82).
52A. Pitlo,Pembuktian dan Daluwarsa (Alih Bahasa M. Isa Arief),Intermasa, Jakarta 1986,
hal. 52.
53Subekti,Pokok-Pokok Hukum Perdata, Intermasa, Jakarta, 1980, hal. 29.
54R. Soegondo Notodisoerjo, op.cit., hal. 55. G. H. S. Lumban Tobing, op.cit., hal. 54-65.
Kemampuan lahiriah akta Notaris merupakan kemampuan akta itu sendiri
untuk membuktikan keabsahannya sebagai akta otentik (acta publica probant sese ipsa). Artinya kata itu sendiri mempunyai kekuatan untuk membuktikan dirinya sendiri sebagai akta otentik karena kehadirannya, kelahirannya sesuai
atau ditentukan dengan ketentuan perundang-undangan yang berlaku.
Penyangkalan atau pengingkaran bahwa secara lahiriah akta Notaris sebagai
akta otentik bukan akta otentik, penilaian pembuktiannya haris didasarkan
pada syarat-syarat akta Notaris sebagai akta otentik. Dimana pembuktiannya
harus melalui upaya gugatan ke pengadilan dan penggugat harus dapat
membuktikan bahwa secara lahiriah akta yang menjadi objek gugatan bukan
akta Notaris.
b. Formal(Formele Bewijskracht)
Akta Notaris harus memberikan kepastian bahwa suatu kejadian dan fakta
tersebut dalam akta betul-betul dilakukan oleh Notaris atau diterangkan oleh
pihak-pihak yang menghadap pada saat yang tercantum dalam akta sesuai
dengan prosedur yang sudah ditentukan dalam pembuktian akta. Secara
formal untuk membuktikan kebenaran dan kepastian tentang hari, tanggal,
bulan, tahun, pukul atau waktu menghadap, dan identitas dari pihak yang
menghadap, paraf dan tanda tangan para pihak/penghadap, saksi dan Notaris,
demikian juga tempat dimana akta itu dibuat, serta membuktikan apa yang
mencatatkan keterangan atau pernyataan para pihak/penghadap pada akta
pihak.
c. Materiil(Materiele Bewijskracht)
Akta Notaris memberikan kepastian tentang materi suatu akta bahwa apa yang
tersebut dalam akta merupakan pembuktian yang sah terhadap pihak-pihak
yang membuat akta atau mereka yang mendapat hak dan berlaku untuk
umum, kecuali ada pembuktian sebaliknya (tegenbewijs). Jika akan membuktikan aspek materiil dalam akta, yang bersangkutan harus dapat
membuktikan bahwa Notaris tidak menerangkan atau menyatakan yang
sebenarnya dalam akta (akta pejabat), atau para pihak yang telah benar
berkata (dihadapan Notaris) menjadi tidak benar berkata, dan harus dilakukan
pembuktian terbalik untuk menyangkal aspek materiil dari akta Notaris.
Kuantitas Notaris sangatlah tinggi, oleh karena itu tidak tertutup kemungkinan
terjadinya pelanggaran-pelanggaran terhadap pembuatan akta. Setiap perbuatan
melanggar hukum tentunya haruslah mengalami proses penyelidikan, penyidikan, dan
persidangan serta proses hukum lainnya, baik secara perdata maupun pidana. Terkait
dengan hal-hal yang demikian, seringkali permasalahan tersebut masuk dalam ranah
hukum pidana. Sengketa hukum ini tentunya tidak hanya berimplikasi pada Notaris
yang membuat akta itu saja, tapi juga dapat berimplikasi pada akta itu sendiri. Dalam
hal pemanggilan dan kehadiran seorang Notaris dalam pemeriksaan perkara pidana
dapat dibedakan sebagai berikut :
Dalam hal ini Notaris dipanggil dan perlu kehadirannya dalam pemeriksaan perkara
pidana sebagai ahli hukum yang berwenang membuat akta otentik sehingga
diperlukan pertimbangan hukum yang khusus sesuai keahliannya berkaitan dengan
kewenangan dan tanggung jawab Notaris serta hal-hal yang dapat memberikan
penjelasan kepada penyidik di Kepolisian, Jaksa/penuntut umum, hakim,
pengacara/penasehat hukum maupun pihak pencari keadilan;
b. Sebagai Saksi;
Dalam hal ini Notaris dipanggil dan perlu kehadirannya dalam pemeriksaan
perkara pidana, dalam kapasitas sebagai pejabat umum yang membuat akta otentik,
diperlukan kesaksiannya terhadap apa yang dilihat, didengar dan bukti-bukti
pendukung dalam pembuatan akta otentik tersebut, yang ternyata terindikasi perkara
pidana. Dalam kedudukan sebagai saksi ini apabila kuat dugaan Notaris terlibat, maka
dapat ditingkatkan statusnya menjadi tersangka; dan
c. Sebagai tersangka;
Dalam hal ini Notaris dipanggil dan perlu kehadirannya dalam pemeriksaan
perkara pidana sebagai tersangka berdasarkan bukti awal sehingga patut diduga
adanya tindak pidana yang dilakukan Notaris sebagai pembuat akta otentik, baik
dilakukan sendiri maupun bersama-sama, yang ditemukan oleh penyidik, sehingga
Notaris harus mempertanggung jawabkan perbuatan tersebut dalam persidangan.
Pemidanaan terhadap Notaris dapat saja dilakukan dengan batasan, jika ada
tindakan hukum dari Notaris terhadap aspek lahir, formal dan materil akta yang
dihadapan Notaris atau oleh Notaris bersama-sama (sepakat) para penghadap untuk
dijadikan dasar untuk melakukan suatu tindak pidana; Ada tindakan hukum dari
Notaris dalam membuat akta dihadapan atau oleh Notarisyang jika diukur
berdasarkan UUJN tidak sesuai dengan UUJN; dan Tindakan Notaris tersebut juga
tidak sesuai menurut instansi yang berwenang untuk menilai tindakan suatu Notaris,
dalam hal ini Majelis Pengawas Notaris.
Notaris kemungkinan dikenakan dakwaan, seperti :
1. Notaris telah memenuhi rumusan delik dalam undang-undang yaitu sifat melawan hukum formil, sebagai dampak kriminalisasi dan penalisasi yang telah dilakukan oleh penguasa, dalam rangka reaksi kemungkinan terjadinya penyimpangan;
2. Dalam rangka menentukan ada atau tidaknya tindak pidana kepada yang bersangkutan, maka proses peradilan umum akan menguji seberapa jauh syarat-syarat penentuan perkara telah terpenuhi; Apakah perbuatan Notaris yang bersangkutan telah memenuhi unsur-unsur delik dalam undang-undang dan apabila sudah, masih harus dipersoalkan mengenai kesalahan Notaris, baik intern maupun ekstern, membenarkan atau tidak terhadap perbuatan Notaris tersebut. Penyimpangan dapat melanggar norma hukum pidana dan atau melanggar hukum disiplin. Hal ini penting untuk dipersoalkan, karena apa yang dinamakan bersifat melawan hukum pada dasarnya harus bersifat formil dan materil, jika hanya berpegang pada hukum tertulis saja akan mengurangi rasa keadilan;
3. Sifat melawan hukum materil tersebut dapat digali baik dari ketentuankode etik maupun dari ketentuan Peraturan Jabatan Notaris (sekarang UUJN). Kode etik yang seharusnya ditegakkan oleh peradilan disiplin profesi yang sampai saat ini belum kelihatan aktivitas dan peraturan jabatan Notaris ditegakkan oleh peradilan administrasi. Keputusan yang telah diambil oleh salah satu dari peradilan tersebut tidak menghalangi keputusan peradilan umum, bahkan sifatnya saling melengkapi atau komplementer;
Jika tahapan tersebut di atas sudah dapat dipenuhi, maka keputusan Hakim untuk memberikan jaminan kepastian dan keadilan dapat diwujudkan, terutama kepada profesi Notaris.55
Sanksi pidana merupakan ultimatum remedium, yaitu obat terakhir, apabila sanksi atau upaya-upaya pada cabang hukum lainnya tidak mempan atau dianggap
tidak mempan, oleh karena itu penggunaannya harus dibatasi.
Perkara pidana yang berkaitan dengan aspek formal akta Notaris, pihak
penyidik, penuntut umum dan hakim akan memasukkan Notaris telah melakukan
tindakan hukum :
a. Membuat surat palsu/yang dipalsukan dan menggunakan surat palsu/yang
dipalsukan (Pasal 263 ayat (1), (2), KUHP);
b. Melakukan pemalsuan (Pasal 264 KUHP);
c. Menyuruh mencantumkan keterangan palsu dalam akta otentik (Pasal 266
KUHP);
d. Melakukan, menyuruh melakukan, yang turut serta melakukan (Pasal 55 jo Pasal
263 ayat (1) dan (2) atau 264 atau 266 KUHP);
e. Membantu membuat surat palsu/atau yang dipalsukan dan menggunakan surat
palsu/yang dipalsukan (Pasal 56 ayat (1) dan (2) jo Pasal 263 ayat (1) dan (2)
atau 264 atau 266 KUHP).
Sebagai contoh kasus pendukung dan bukan sebagai objek dalam penelitian
ini, Putusan Mahkamah Agung Nomor: 1847 K/Pid/2010 merupakan kasus yang
terjadi di wilayah Kota Medan dan bukan merupakan contoh kasus yang berada di
55
wilayah Kota Pematangsiantar, hal ini disebabkan karena di Kota Pematangsiantar
belum terdapat kasus yang mengenai tindak pidana yang dilakukan oleh Notaris yang
menyangkut dengan pembuatan akta otentik dan terkait dengan jabatannya sebagai
Notaris. Dari putusan tersebut dapat diketahui bahwa Notaris yang melakukan tindak
pidana tersebut telah dinyatakan secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan
tindak pidana membuat surat Autentik Palsu. Dimana Mahkamah Agung menguatkan
Putusan Pengadilan Negeri Medan No. 265/Pid/2009/PT.MDN, yang amar
putusannya :
1. Menyatakan terdakwa Drs. Ade Rachman Maksudi, SH, MH telah terbukti secara
sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana “membuat surat Autentik
Palsu” (Pasal 264 ayat (1) ke- 1 e KUHP);
2. Menghukum terdakwa dengan pidana penjara selama 2 (dua) tahun.
Adapun kasus posisinya ialah sebagai berikut :
Bahwa ia Terdakwa Drs. ADE RACHMAN MAKSUDI, SH.MH pada tanggal 26
Desember 1990 atau setidak-tidaknya pada waktu lain pada bulanDesember 1990
bertempat di Kantor Notaris Drs. ADE RACHMAN MAKSUDI,SH Jalan Palang
Merah No.56 Medan atau setidak-tidaknya pada tempat lain yang masih termasuk
dalam daerah hukum Pengadilan Negeri Medan memalsukan surat Akta Authentik
yang dilakukan Terdakwa dengan cara sebagai berikut :
Bermula Terdakwa Drs. ADE RACHMAN MAKSUDI, SH.MH pada hari Rabu
tanggal 26 Desember 1990 di Kantor Notaris Drs. ADE RACHMAN MAKSUDI,
membuat perubahan-perubahan pada Akta Authentik No. 132 tanggal 26 Desember
1990, Terdakwa menuliskan perubahan-perubahan dan pengurangan serta
menghilangkan isi yang ada dalam asli/Minuta Akta Yayasan Trie Argo Mulyo
Nomor 132 tanggal 26 Desember 1990 ke dalam selembar kertas kosong. isi Akta
yang telah dirubah Terdakwa Drs. Ade Rachman Maksudi, SH. Pada hari Senin
targgal 25 Juni 2007 sekira pukul 11.00 Wib di Kantor Pengadilan Negeri Medan
Jalan Pengadilan No. 08 Kota Medan Propinsi Sumatera Utara Akta Authentik No
132 tanggal 26 Desember 1990 yang seolah-olah sesuai dengan isi Minuta Asli
salinan kedua Akte No. 132 tanggal 26 Desember 1990 yang dibuat oleh Notaris
Soeparno, SH selaku pejabat yang menampung protokol Notaris Drs. Ade Rachman
Maksudi, SH. Digunakan oleh saksi Haji Sugeng Imam Soeparno sebagai barang
bukti dalam perkara Perdata di Pengadilan Negeri Medan Nomor
306/Pdt.G/06/PN.Mdn, tanggal 08 September 2006. Yang dibuat oleh Terdakwa Drs.
Ade Rachman Maksudi, SH. mengakibatkan kerugian kepada saksi Alwi selaku
Direktur Operasional PT. Pancing Business Centre Medan (pelapor) yaitu kalah
dalam sidang perdata nomor 306/Pdt.G/06/PN.Mdn, tanggal 08 September 2006,
Akibat dari perbuatan Terdakwa memalsukan surat Akta Authentik mengakibatkan
suatu kerugian.
2. Tanggung Jawab Notaris Sebagai Pejabat Umum Terhadap Akta Otentik Yang
diperbuatnya
Otensitas akta Notaris bukan pada kertasnya akan tetapi akta yang dimaksud
dengan perkataan lain akta yang dibuat Notaris mempunyai sifat otentik, bukan
karena undang-undang menetapkan sedemikian akan tetapi oleh karena akta itu
dibuat oleh atau dihadapan pejabat umum, seperti yang dimaksud dalam Pasal 1868
KUHPerdata.56Perlunya akta otentik dalam suatu peristiwa hukum adalah untuk
menjamin kepastian hukum untuk melindungi para pihak, baik secara langsung yaitu
para pihak yang berkepentingan langsung dengan akta itu maupun secara tidak
langsung yaitu masyarakat.
Mengenai tanggung jawab terhadap akta yang dibuat dihadapan Notaris, perlu
ditegaskan bahwa dengan kewenangan Notaris dalam pembuatan akta Notaris, bukan
berarti Notaris dapat secara bebas sesuai kehendaknya untuk membuat akta otentik
tanpa adanya para pihak yang diminta untuk dibuatkan akta.57
Substansi Pasal 1868 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata58 memuat tiga
syarat suatu akta otentik yakni:
1. Dibuat oleh atau dihadapan pegawai-pegawai umum yang berkuasa (pejabat
publik yang berwenang) dimana hal yang dikeluarkan oleh pejabat yang
berwenang yang dimaksud tersebut haruslah dipercaya dan diakui telah sesuai
hukum (rechtmatig), misalnya akta yang dibuat oleh Notaris, pejabat lelang, pejabat pembuat akta catatan sipil, dan sebagainya;
2. Format atau bentuk akta tersebut telah ditentukan oleh undang-undang;59
56G. H. S. Lumban Tobing,op.cit.,hal 82.
57Ismantoro Dwi Yuwono, Memahami Berbagai Etika Profesi dan Pekerjaan, Pustaka
Yustisia, Yogyakarta, 2011, hal. 193
58Pasal 1868 selengkapnya berbunyi “suatu akta otentik ialah suatu akta yang dibuat dalam
3. Akta tersebut ditempat pejabat publik itu berwenang atau ditempat kedudukan
hukum pejabat publik tersebut.
Ketiga syarat tersebut harus dipenuhi secara kumulatif. Apabila salah satu
syarat tersebut tidak terpenuhi, kekuatan pembuktian akta tersebut tidaklah otentik
dan hanya memiliki kekuatan pembuktian sebagai akta dibawah tangan. Ketiga syarat
ini sangatlah penting dikarenakan suatu akta otentik memliki kekuatan pembuktian
yang penuh dan sempurna (probatio plena), dimana pembuktian pembuktian akta otentik itu tidak lagi memerlukan alat bukti lain selain akta otentik itu sendiri, dan
akta otentik tersebut haruslah tetap dianggap benar selama belum ada pembuktian
yang dapat membuktikan otentisitas akta tersebut.
Adapun syarat otensitas dari akta Notaris adalah sebagai berikut :
a. Para penghadap menghadap Notaris;
b. Para penghadap mngutarakan maksudnya;
c. Notaris mengkonstantir maksud dari para penghadap dalam sebuah akta;
d. Notaris membacakan susunan kata dalam bentuk akta kepada para penghadap;
e. Para penghadap membubuhkan tandatangannya, yang berarti membenarkan
hal-hal yang termuat dalam akta tersebut, dan penandatanganan tersebut harus
dilakukan pada saat itu juga;
f. Dihadiri oleh paling sedikit 2 (dua) orang saksi, kecuali ditentukan lain oleh
undang-undang.
59Akta Notaris wajib dibuat dalam bentuk yang telah ditentukan oleh Undang-Undang yang
Apabila akta yang bersangkutan tidak memenuhi syarat otensitas tersebut di
atas, maka akta tersebut hanya mempunyai kekuatan pembuktian sebagai akta di
bawah tangan kalau akta tersebut di tandatangani oleh para pihak. Surat yang ditanda
tangani oleh pihak-pihak secara di bawah tangan itu, sekalipun merupakan salah satu
bukti surat tertulis, namun kekuatan hukumnya agak lemah, karena jika ada pihak
yang meragukannya maka surat di bawah tangan ini tidak dapat menjamin tentang
tanggal yang pasti saat pembuatan suratnya; surat dibawah tangan ini tidak dapat
mempunyai kekuatan eksekusi dan bila surat dibawah tangan itu hilang, baik asli
maupun salinannya maka sulit sekali pihak-pihak yang telah menandatangani surat itu
untuk membuktikan bahwa antara mereka telah ada suatu ikatan perjanjian atau ada
suatu perbuatan hukum yang saling mengikat.
Notaris merupakan suatu jabatan yang memiliki keahlian khusus yang
menuntut pengetahuan yang luas, serta tanggung jawab yang berat untuk melayani
kepentingan umum dan inti dari tugas seorang Notaris yakni mengatur secara tertulis
dan otentik hubungan-hubungan hukum antara para pihak yang secara mufakat
mempergunakan jasa Notaris.60 Sehingga menurut Ismail Saleh, Notaris perlu
memperhatikan apa yang disebut sebagai perilaku profesi yang memiliki unsur-unsur
yakni :61
1) Mempunyai integritas moral yang mantap;
60Supriadi, Etika dan Tanggung Jawab Profesi Hukum di Indonesia,Sinar Grafika, Jakarta,
2006, hal 50.
Segala pertimbangan moral haruslah melandasi pelaksanaan tugas profesinya,
dengan kata lain walaupun akan memperoleh imbalan jasa yang tinggi namun
sesuatu yang bertentangan dengan moral yang baik harus dihindarkan.
2) Harus jujur terhadap klien maupun diri sendiri (kejujuran intelektual);
Kadar kejujuran intelektual seorang Notaris tidak hanya terbatas pada kliennya
namun terhadap dirinya sendiri. Notaris harus mengetahui batas kemampuannya
sehingga tidak hanya menebar janji-janji pada kliennya agar mau memakai
jasanya.
3) Sadar akan batas-batas kewenangannya;
Seorang Notaris dilarang untuk menjalankan jabatannya di luar daerah
jabatannya dan bersifat profesional.62
4) Tidak semata-mata berdasarkan uang.
Seorang Notaris haruslah berpegang teguh pada rasa keasilan yang hakiki, tidak
terpengaruh akan jumlah uang dan semata-mata tidak hanya menciptakan alat
bukti formal mengejar adanya kepastian hukum, namun mengabaikan rasa
keadilan.
Adapun yang merupakan etika Notaris dalam menjalankan jabatannya yang
merupakan prinsip umum etika Notaris Indonesia adalah sebagai berikut :63
62Notaris berkedudukan di daerah Kabupaten atau Kota (Pasal 18 ayat (1) UUJN) dan
memiliki wilayah jabatan propinsi dari tempat kedudukannya (Pasal 18 ayat (2) UUJN).
63Fuady, Munir,Profesi Mulia (Etika Profesi Hukum Bagi Hakim, Jaksa, Advokat, Notaris,
1) Notaris dalam melakukan tugas jabatannya menyadari kewajibannya, bekerja
sendiri, jujur, tidak berpihak dan bekerja dengan penuh rasa tanggung jawab;
2) Notaris dalam menjalankan tugas jabatannya menggunakan 1 (satu) kantornya
yang telah ditetapkannya sesuai dengan undang-undang.
Notaris dalam menjalankan jabatannya sebagai pejabat umum yang
berwenang membuat akta otentik dapat dibebani tanggung jawab atas perbuatannya
sehubungan dengan pekerjaannya dalam membuat akta terkait. Pertanggungjawaban
Notaris meliputi kebenaran materil atas akta yang dibuatnya.
Dalam hal ini Notaris tidak bertanggungjawab atas kelalaian dan kesalahan isi akta
yang dibuat dihadapannya, melainkan Notaris hanya bertanggung jawab untuk bentuk
formal akta otentik sebagaimana ditentukan oleh undang-undang.
Terkait tanggung jawab Notaris selaku pejabat umum yang berhubungan dengan
kebenaran materil dibedakan menjadi empat poin, yaitu:64
1) Tanggung jawab Notaris secara perdata terhadap kebenaran materil terhadap akta
yang dibuatnya;
Konstruksi yuridis yang digunakan dalam tanggung jawab perdata terhadap
kebenaran materil terhadap akta yang dibuat oleh Notaris adalah konstruksi
perbuatan melawan hukum.
2) Tanggung jawab Notaris secara pidana terhadap kebenaran materil dalam akta
yang dibuatnya;
64
Terkait ketentuan pidana tidak diatur dalam UUJN namun tanggung jawab
Notaris secara pidana dikenakan apabila Notaris melakukaan perbuatan pidana.
UUJN hanya mengatur sanksi atas pelanggaran yang dilakukan oleh Notaris
terhadap UUJN, sanksi tersebut dapat berupa akta yang dibuat oleh Notaris tidak
memiliki kekuatan otentik atau hanya mempunyai kekuatan sebagai akta dibawah
tangan. Terhadap Notarisnya sendiri dapat diberikan sanksi yang berupa teguran
hingga pemberhentian secara tidak hormat.
3) Tanggung jawab Notaris berdasarkan Peraturan Jabatan Notaris terhadap
kebenaran materil dalam akta yang dibuatnya;
Tanggung jawab Notaris disebutkan dalam Pasal 65 UUJN yang menyatakan
bahwa Notaris bertanggung jawab atas setiap akta yang dibuatnya, meskipun
protokol Notaris telah diserahkan atau dipindahkan kepada pihak penyimpan
protokol Notaris.
4) Tanggung jawab Notaris dalam menjalankan tugas jabatannya berdasarkan kode
etik Notaris.
Hubungan kode etik Notaris dan UUJN memberikan arti terhadap profesi
Notaris itu sendiri. UUJN dan kode etik Notaris menghendaki agar Notaris dalam
menjalankan tugasnya, selain harus tunduk pada UUJN juga harus taat pada kode etik
profesi serta harus bertanggung jawab terhadap masyarakat yang dilayaninya,
Notaris dalam menjalankan tugas jabatannya wajib bertanggung jawab
kepada:65
a. Tuhan Yang Maha Esa, sesuai dengan sumpah atau janji66 yang diucapkan
berdasarkan agama masing-masing, dengan demikian artinya segala sesuatu yang
dilakukan Notaris dalam menjalankan tugas jabatannya akan dipertanggung
jawabkan dihadapan Tuhan;
b. Negara dan masyarakat artinya Negara telah memberikan kepercayaan untuk
menjalankan sebagai tugas Negara dalam bidang hukum perdata yaitu, dalam
pembuatan alat bukti berupa akta yang mempunyai kekuatan pembuktian
sempurna, kepada masyarakat yang telah percaya bahwa Notaris mampu
memformulasikan kehendaknya dalam bentuk akta Notaris dan percaya bahwa
Notaris mampu menyimpan (merahasiakan) segala keterangan atau ucapan yang
diberikan dihadapan Notaris.
Dalam Kode Etik Notaris Indonesia telah ditetapkan beberapa kaidah yang
harus dipegang teguh oleh Notaris (selain UUJN), di antaranya adalah:
65Sjaifurrachman dan Habib Adjie, Aspek Pertanggungjawaban Notaris dalam Pembuatan
Akta,Mandar Maju, Bandung, 2011, hal 21-22.
66
1. Kepribadian Notaris, hal ini dijabarkan kepada :
a) Dalam melaksanakan tugasnya dijiwai Pancasila, sadar dan taat kepada hukum peraturan jabatan Notaris, sumpah jabatan, kode etik Notaris dan berbahasa Indonesia yang baik.
b) Memiliki perilaku profesional dan ikut serta dalam pembangunan nasional, terutama sekali dalam bidang hukum.
c) Berkepribadian baik dan menjunjung tinggi martabat dan kehormatan Notaris, baik di dalam maupun di luar tugas jabatannya.
2. Dalam menjalankan tugas, Notaris harus :
a) Menyadari kewajibannya, bekerja mandiri, jujur tidak berpihak dan dengan penuh rasa tanggung jawab.
b) Menggunakan satu kantor sesuai dengan yang ditetapkan oleh undang-undang,dan tidak membuka kantor cabang dan perwakilan dan tidakmenggunakan perantara.
c) Tidak menggunakan media massa yang bersifat promosi. 3. Hubungan Notaris dengan klien harus berdasarkan :
a) Notaris memberikan pelayanan kepada masyarakat yang memerlukan jasanya dengan sebaik-baiknya.
b) Notaris memberikan penyuluhan hukum untuk mencapai
kesadaranhukum yang tinggi, agar anggota masyarakat menyadari hak dankewajibannya.
c) Notaris harus memberikan pelayanan kepada anggota masyarakat yangkurang mampu.
4. Notaris dengan sesama rekan Notaris haruslah :
a) Hormat-menghormati dalam suasana kekeluargaan.
b) Tidak melakukan perbuatan ataupun persaingan yang merugikansesama. c) Saling menjaga dan membela kehormatan dan korps Notaris atas
dasarsolidaritas dan sifat tolong menolong secara konstruktif.67
Seorang Notaris bertanggung jawab atas kesalahan yang telah dilakukan atas
pekerjaan yang tidak saja tercantum di dalam peraturan perundang-undangan, tetapi
juga atas tindakan kekurang hati-hatian sebagaimana dianggap wajar di dalam
masyarakat. Notaris tidak mungkin untuk melindungi dirinya terhadap segala cacat
yang timbul. Tanggung jawab Notaris harus dibatasi hingga hal-hal dimana cacat
tersebut adalah akibat dari kesalahan dari Notaris.
67Supriadi, Etika dan Tanggung Jawab Profesi Hukum di Indonesia,Sinar Grafika, Jakarta,
Tugas seorang Notaris dalam melaksanakan jabatannya harus memberikan
pelayanan kepada masyarakat dengan sebaik-baiknya. Melalui akta-akta yang dibuat
oleh atau dihadapan Notaris yang bersangkutan terkandung suatu beban dan tanggung
jawab untuk menjamin kepastian hukum bagi para pihak. Sehingga diperlukan suatu
tanggung jawab baik individual maupun sosial, terutama ketaatan terhadap
norma-norma hukum positif dan kesediaan untuk tunduk pada Kode Etik Profesi, sehingga
akan memperkuat norma hukum positif yang sudah ada. Seorang Notaris haruslah
menjunjung tinggi tugasnya serta melaksanakannya dengan tepat dan jujur, yang
berarti bertindak menurut kebenaran sesuai dengan sumpah jabatan Notaris. Seorang
Notaris dalam memberikan pelayanan, harus mempertahankan cita-cita luhur profesi
sesuai dengan tuntutan kewajiban hati nurani.68
Dalam praktek Notaris dalam melaksanakan pekerjaannya apabila terdapat
akta Notaris yang dipermasalahkan oleh para pihak atau pihak lain, tidak jarang
Notaris ditarik sebagai pihak yang turut serta melakukan atau membantu melakukan
suatu tindak pidana, yaitu membuat atau memberikan keterangan palsu kedalam akta
Notaris. Adanya kejanggalan apakah dimungkinkan Notaris secara sengaja lalai
(culpa) atau khilaf (alpa) bersama-sama para penghadp atau pihak membuat akta yang telah berniat sejak awal untuk melakukan suatu tindak pidana. Hal tersebut tidak
berarti Notaris bersih dari hukum, tidak dapat dihukum, atau kebal terhadap hukum,
Notaris dapat dihukum pidana apabila dapat dibuktikan di Pengadilan bahwa secara
sengaja atau tidak sengaja Notaris secara bersama-sama dengan para pihak
68
penghadap membuat akta dengan maksud dan tujuan untuk menguntungkan pihak
atau penghadap tertentu saja atau merugikan penghadap yang lain. Dan apabila
terbukti bersalah maka Notaris tersebut wajib dihukum.
C. Pengaturan Rahasia Jabatan Notaris Ketika Berindikasi Perkara Pidana
Jabatan Notaris diadakan atau kehadirannya dikehendaki oleh aturan hukum
dengan maksud untuk membantu dan melayani masyarakat yang membutuhkan alat
bukti tertulis yang bersifat otentik mengenai keadaan, peristiwa atau perbuatan
hukum. Jabatan Notaris merupakan suatu lembaga yang diciptakan oleh Negara.
Menempatkan Notaris sebagai jabatan merupakan suatu bidang pekerjaan atau tugas
yang sengaja dibuat oleh aturan hukum untuk keperluan dan fungsi tertentu
(kewenangan tertentu) serta bersifat berkesinambungan sebagai suatu lingkungan
pekerjaan tetap.
1. Rahasia Jabatan Notaris
Sebelum seorang calon Notaris memangku Jabatan Notaris haruslah
mengucapkan sumpah/janji yang sebagaimana telah diatur dalam Pasal 4 UUJN
menurut agamanya dihadapan Menteri atau Pejabat yang ditunjuk. Pengucapan
janji/sumpah ini dilakukan dalam waktu paling lama 2 (dua) bulan terhitung sejak
tanggal keputusan pengangkatan sebagai Notaris. Dalam hal ini, jika pengucapan
sumpah/janji tidak dilakukan maka keputusan pengangkatan Notaris dapat dibatalkan
Rahasia jabatan merupakan sesuatu yang berkenaan dengan jabatan dan tidak
boleh diketahui umum; hal ini diatur di dalam Pasal 322 KUHP, yaitu:69
(1) Barangsiapa dengan sengaja membuka rahasia yang wajib disimpannya karena
jabatan atau pencahariannya, baik yang sekarang maupun yang dahulu diancam
dengan pidana penjara paling lama sembilan bulan penjara dan denda sembilan
ribu rupiah;
(2) Jika kejahatan yang dilakukan terhadap seseorang tertentu, maka perbuatan itu
hanya dapat dituntut atas pengaduan orang itu.
Seorang Notaris yang telah diangkat dan mengucapkan sumpah/janji, dalam
waktu 60 (enam puluh) hari sejak tanggal pengambilan sumpah.janji, memiliki
kewajiban yang harus dilaksanakan. Kewajiban tersebut diatur dalam Pasal 7 UUJN,
yang berupa :
a. Menjalankan jabatannya dengan nyata;
b. Menyampaikan berita acara sumpah/janji jabatan Notaris kepada Menteri,
Organisasi Notaris, dan Majelis Pengawas Daerah; dan
c. Menyampaikan alamat kantor, contoh tanda tangan, dan paraf, serta traan cap atau
stempel jabatan Notaris berwarna merah kepada Menteri dan pejabat lain yang
bertanggung jawab di bidang pertanahan, Organisasi Notaris, Ketua Pengadilan
Negeri, Majelis Pengawas Daerah, serta Bupati/Walikota di tempat Notaris
diangkat.
69
Pasal 54 UUJN yang mengatur mengenai Grosse Akta, Salinan Akta dan Kutipan
Akta menyatakan “Notaris hanya dapat memberikan, memperlihatkan atau
memberitahukan isi akta, grosse akta, salinan akta atau kutipan akta, kepada orang
yang berkepentingan langsung pada akta, ahli waris, atau orang yang memperoleh
hak, kecuali ditentukan lain oleh perundang-undangan”.
Pasal 322 ayat (1) KUHP yang mengatur mengenai sanksi pidana terhadap orang
yang wajib merahasiakan sesuatu tetapi dibukanya rahasia tersebut, menyatakan :
“Barang siapa dengan sengaja membuka rahasia yang wajib disimpannya karena
jabatan atau pencahariannya, baik yang sekarang maupun yang dahulu, diancam
dengan pidana penjara paling lama sembilan bulan atau pidana denda paling banyak
sembilan ribu rupiah”.
MenurutG. H. S. Lumban Tobing, “Dalam semua akta itu Notaris
menerangkan atau memberikan dalam jabatannya sebagai pejabat umum kesaksian
dari semua apa yang dilihat, disaksikan dan dialaminya yang dilakukan oleh pihak
lain.”70
Dalam akta otentik yang diperbuat Notaris memuat tentang kepastian tanggal (Pasal
15 ayat 1), dalam grosse dari akta otentik untuk pengakuan hutang dengan frasa di
kepala akta “Demi Keadilan Berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa” yang memiliki
kekuatan eksekutorial seperti halnya putusan hakim (Pasal 1 angka 11), minuta akta
otentik merupakan arsip Negara (Pasal 15 ayat 1). Oleh karena itu, akta otentik
merupakan alat bukti yang sempurna tentang yang termuat di dalamnya sehingga
70
hakim dapat menerima dan menganggap bahwa apa yang dituliskan di dalam akta
tersebut sungguh telah terjadi sesuatu yang benar. Alasan inilah mengapa keterangan
dalam akta otentik yang diperbuat oleh atau dihadapan Notaris harus di jaga
kerahasiaannya karena dalam minuta akta tersebut memuat segala sesuatu yang di
tulis dan di tetapkan adalah benar sesuai kehendak para penghadap yang terkait dalam
akta tersebut sebagai para pihak dalam akta, dan Notaris merupakan pembuat
dokumen yang kuat dalam suatu peristiwa hukum yang terjadi di hadapannya.
Telah diuraikan di atas mengenai kewajiban Notaris, sebagaimana dalam
Pasal 16 ayat (1) huruf f UUJN mewajibkan Notaris sebagai Pejabat Umum untuk
merahasiakan isi akta, maka dalam Kode Etik Notaris yang merupakan peraturan
internal anggota kelompok juga mewajibkan Notaris harus bertindak jujur, tidak
berpihak dan menjalankan isi Undang-Undang dan sumpah jabatan Notaris.
2. Pelanggaran Rahasia Jabatan Notaris
Sumpah jabatan Notaris maupun kode etik Notaris keduanya memuat tentang
rahasia jabatan yang dimiliki oleh Notaris. Notaris sebagai jabatan kepercayaan wajib
untuk menjaga rahasia yang dipercayakan orang yang menggunakan jasa Notaris
kepadanya. Rahasia jabatan tidak sekedar merupakan ketentuan etik melainkan
menjadi asas hukum yang diberikan verschoningsrecht. Dalam Pasal 170 KUHAP ,Notaris karena jabatan, harkat martabat dan pekerjaannya wajib menyimpan rahasia,
dibebaskan dari kesaksian.71
Menurut Pasal 322 KUHP maupun Pasal 146 HIR dan Pasal 227 RIB, ada
kategori-kategori orang yang karena jabatan atau pekerjaannya dianggap sebagai
wajib menyimpan rahasia. Dalam Pasal 322 KUHP diadakan sanksi pidana terhadap
mereka dari ketegori-kategori tersebut yang dengan sengaja membuka rahasia itu,
sedangkan menurut Pasal 146 HIR dan 227 RIB mereka boleh menolak untuk
memberi kesaksian mengenai rahasia tersebut.72 Membocorkan rahasia dikaitkan
dengan hukum, dapat didasarkan pada Pasal 322 KUHP dan Pasal 1909
KUHPerdata73dan bahkan apabila terdapat unsur pencemaran nama baik dapat dilihat
pada Pasal-Pasal perbuatan melawan hukum dalam KUHPerdata.
Kewajiban untuk menyimpan rahasia pekerjaan ataupun rahasia jabatan, harus
memenuhi syarat-syarat, yakni:74
a. Harus ada suatu kewajiban menyimpan rahasia karena pekerjaan ataupun
jabatannya(beroep, ambt)dan harkat-martabat;
b. Hal ini mengenai pengakuan dipercayakan kepada penyimpan rahasia;
(1) Mereka yang karena pekerjaan, harkat martabat atau jabatannya diwajibkan menyimpan rahasia, dapat minta dibebaskan dari kewajiban menyimpan rahasia, dapat minta dibebaskan dari kewajiban untuk memberi keterangan sebagai saksi, yaitu tentang hal yang dipercayakan kepada mereka; (2) Hakim menentukan sah atau tidaknya alasan untuk permintaan tersebut.
72
Ko Tjay Sing,Rahasia Pekerjaan Dokter dan Advokat,PT. Gramedia, Jakarta, 1978, hal 4.
73Pasal 1909 KUHPerdata selengkapnya berbunyi:
Semua orang yang cakap untuk menjadi saksi, wajib memberikan kesaksian di muka Hakim; Namun dapatlah meminta dibebaskan dari kewajiban memberikan kesaksian:
(1) Siapa saja yang mempunyai pertalian keluarga sedarah dalam garis ke sampinng derajat kedua atau keluarga semenda dengan salah satu pihak;
(2) Siapa saja yang mempunyai pertalian darah dalam garis lurus tak terbatas dan dalam garis ke samping dalam derajat kedua dengan suami atau isteri salah satu pihak;
(3) Siapa saja yang karena keddudukannya, pekerjaannya atau jabatannya diwajibkan undang-undang untuk merahasiakan sesuatu, namun hanya mengenai hal-hal yang dipercayakan kepadanya karena kedudukan, pekerjaan dan jabatannya itu.
74Oemar Seno Adji, Etika Profesional dan HukumPertanggungjawaban Pidana Dokter,
c. Apa yang disampaikan harus mempunyai sifat rahasia.
Undang-undang memberikan jaminan bahwa rahasia mereka tidak akan
diumumkan baik di luar maupun di muka pengadilan. Jaminan pertama, diberikan
dalam Pasal 322 KUHP yang mengancam hukuman penjara atau denda wajib
penyimpan rahasia yang dimaksud dalam Pasal tersebut yang dengan sengaja
membuka rahasianya. Jaminan kedua, terdapat untuk perkara perdata dalam Pasal 146
HIR (dan dalam Pasal 1909 ayat (3) KUHPerdata) dan untuk perkara pidana dalam
Pasal 227 RIB, dalam Pasal-Pasal mana kepada para wajib penyimpan rahasia
tersebut, diberi hak untuk sebagai saksi atau ahli menolak memberikan keterangan
kepada pengadilan tentang fakta-fakta yang diketahui karena pekerjaannya.
Pembuat undang-undang melindungi rahasia jabatan karena dianggap sebagai
kepentingan masyarakat yang dianggap lebih besar daripada kepentingan peradilan
untuk menemukan “kebenaran materil”.75Perlindungan atas rahasia jabatan diberikan
oleh undang-undang karena sifat-sifat istimewa dari masing-masing jabatan
kepercayaan, yang mengkehendaki bahwa yang melakukan jabatan itu diwajibkan
tidak memberitahukan kepada orang lain hal-hal yang mereka ketahui karena
jabatannya.
Seorang Notaris dapat melakukan pekerjaannya dengan baik dan hannya dapat
memberikan bantuan sebaik-baiknya dan secara optimal, kalau kepadanya diberikan
kepercayaan penuh oleh peminta bantuan memberitahukan segala sesuatu yang ada
hubungan langsung maupun tidak langsung dengan kesulitannya kepada pihak yang
diminta bantuan dan menjawab pertanyaan kliennya.
3. Rahasia Jabatan Notaris Berindikasi Tindak Pidana
Sejalan dengan perkembangan dan dinamika sosial yang terjadi di masyarakat
sehubungan Rahasia Jabatan Notaris manakala akta yang diperbuat berindikasi tindak
pidana yang dilakukan oleh Notaris dan Notaris dapat dimintai keterangan oleh
Penegak Hukum seringkali menimbulkan keresahan dan kesimpangsiuran antara
Notaris, Penegak Hukum dan Masyarakat.
Secara umum tindak pidana dapat dibedakan secara kualitatif berupa :76
a) Kejahatan( Rechtdelicht);
Kejahatan merupakan suatu perbuatan-perbuatan yang bertentangan dengan
keadilan, terlepas apakah perbuatan tersebut diancam pidana dalam suatu
undang-undang ataupun tidak. Meskipun tidak dirumuskan sebagai delik dalam
undang-undang, namun perbuatan ini benar-benar dirasakan oleh masyarakat
sebagai bentuk perbuatan yang bertentangan dengan keadilan.
b) Pelanggaran(wetsdelicht);
Pelanggaran merupakan suatu perbuatan-perbuatan yang oleh masyarakat baru
disadari sebagai suatu tindak pidana, dikarenakan undang-undang
merumuskannya sebagai suatu delik.
76Tongat, Dasar-Dasar Hukum Pidana Indonesia Dalam Perspektif Pembaharuan, UMM
Notaris dalam menjalankan jabatannya seringkali ditemui melakukan beberapa
pelanggaran terhadap UUJN dalam hal pembuatan akta-akta Notaris, yakni :
a) Akta dibuat tanpa dihadiri oleh saksi-saksi, sedangkan di dalam akta disebutkan
dan dinyatakan “dengan dihadiri saksi-saksi”;
b) Akta yang bersangkutan tidak dibacakan oleh Notaris di hadapan para penghadap
yang terkait dengn akta yang diperbuat;
c) Akta yang bersangkutan tidak ditandatangani dihadapan Notaris bahkan bisa saja
minuta akta tersebut dibawa oleh orang lain dan ditandatangani di tempat yang
tidak diketahui oleh Notaris;
d) Notaris membuat akta diluar wilayah jabatannya, akan tetapi Notaris dalam
aktanya mencantumkan seolah-olah dilangsungkan dalam wilayah hukum
kewenangannya atau seolah-olah dilakukan ditempat kedudukan Notaris yang
bersangkutan.
Sanksi terhadap Notaris yang membuka rahasia jabatannya dengan
mengabaikan Hak Ingkar yang melekat padanya dapat dikenai saksi :
1. Sanksi Pidana : melanggar Pasal 322 ayat (1) KUHP dengan ancaman pidana
penjara paling lama 9 bulan atau pidana denda paling banyak Rp. 9.000,-;
2. Sanksi Perdata : melanggar Pasal 1365 KUHPerdata sebagai perbuatan melawan
hukum dengan sanksi gugatan ganti kerugian;
3. Sanksi Administratif : terdapat pada Pasal 54 UUJN yang dapat dikenai saksi
berupa :
b) Pemberhentian sementara;
c) Pemberhentian dengan hormat;
d) Pemberhentian dengan tidak hormat;
4. Sanksi Kode Etik Notaris
a) Bab III tentang Kewajiban, Larangan dan Pengecualian yang termuat dalam
Pasal 4 angka 15 isinya melakukan pelanggaran terhadap Kode Etik Notaris,
dan tidak terbatas pada pelanggaran-pelanggaran terhadap UUJN, Isi Sumpah
Jabatan, ketentuan dalam AD/ART INI;
b) Bab IV Pasal 6 tentang Sanksi yang akan dikenakan terhadap pelanggaran
kode etik yaitu teguran; Peringatan; Schorsing (pemecatan sementara) dari keanggotaan perkumpulan; Onzetting (pemecatan) dari keanggotaan perkumpulan; Pemberhentian dengan tidak hormat dari keanggotaan
perkumpulan.
Kejahatan terhadap rahasia jabatan Notaris apabila seorang Notaris dengan
sengaja membuka rahasia jabatan yang wajib disimpannya karena jabatannya terdapat
dalam Pasal 322 KUHP dengan pidana penjara sembilan bulan atau denda paling
banyak Rp. 600,-; Apabila dibukanya rahasia seseorang oleh Notaris yang
mengakibatkan masyarakat mengetahuinya dan mengakibatkan kerugian bagi pihak
terkait dengan akta tersebut dapatlah Notaris tersebut digugat secara perdata
berdasarkan Pasal 1365 KUH Pdta yang menyatakan bahwa tiap perbuatan melanggar
hukum, yang membawa kerugian pada orang lain, mewajibkan orang yang karena