• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pengakuan Penguasaan Dan Pendudukan Tanah Tanpa Alas Hak Kepemilikan Yang Berakibat Sengketa: Studi Kasus Putusan MA NO. 2511K/PDT/1995 Tanggal 09 September 1997

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "Pengakuan Penguasaan Dan Pendudukan Tanah Tanpa Alas Hak Kepemilikan Yang Berakibat Sengketa: Studi Kasus Putusan MA NO. 2511K/PDT/1995 Tanggal 09 September 1997"

Copied!
27
0
0

Teks penuh

(1)

A. Latar Belakang Masalah

Masalah tanah dan rumah merupakan masalah yang senantiasa menarik

perhatian dikarenakan tanah merupakan sumber kehidupan selain air sedangkan

rumah merupakan sumber kebutuhan dasar manusia.1 Dalam kehidupan ini tidak ada

manusia yang tidak membutuhkan tanah, apalagi negara–negara yang masih agraris.

Selain itu juga tidak ada manusia yang tidak membutuhkan rumah. Oleh karena itu,

masalah pertanahan masih merupakan masalah yang utama yang masih dihadapi oleh

negara yang penghidupan ekonominya masih ditunjang dari sektor pertanian.

Eksistensi tanah dalam kehidupan manusia mempunyai arti dan sekaligus

memiliki fungsi ganda, yaitu sebagai social asset dan capital asset. Sebagai social

assettanah merupakan sarana pengikat kesatuan sosial di kalangan masyarakat untuk hidup dan kehidupan, sedangkan capital assettanah merupakan faktor modal dalam pembangunan dan telah tumbuh sebagai benda ekonomi yang sangat penting

sekaligus sebagai bahan perniagaan dan objek spekulasi.2

Konsiderasi Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 menyatakan kewajiban

Negara mengatur kepemilikan dan penggunaan tanah bagi sebesar-besarnya

kemakmuran rakyat “...mewajibkan negara untuk mengatur pemilikan tanah dan

1Muhammad Yamin Lubis dan Abdul Rahim Lubis, Kepemilikan Properti di Indonesia

Termasuk Kepemilikan Rumah Oleh Orang Asing, (Bandung: Mandar Maju, 2013), hal. 33.

2Achmad Rubaie, Hukum Pengadaan Tanah Untuk Kepentingan Umum, (Malang:

(2)

memimpin penggunaannya, hingga semua tanah diseluruh wilayah kedaulatan bangsa

dipergunakan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat, baik secara perorangan

maupun gotong royong”.3

Undang-Undang Pokok Agraria telah menjamin adanya hak-hak atas tanah

yang dimiliki oleh pemilik tanah dan dengan kegiatan pendaftaran tanah Pemerintah

telah memberikan jaminan kepastian hukum atas pemilikan tanah dan rumah warga

negara, termasuk pemberian berbagai fasilitas kemudahan dalam pengurusan hak atas

tanahnya, telah juga memberikan landasan bagi setiap kegiatan pembangunan di

bidang perumahan dan pemukiman yang berkepastian hukum. Dalam hal pengelolaan

dan pengendaliannya juga mendapat campur tangan dari Pemerintah sehingga dapat

menjangkau seluruh lapisan masyarakat.

Dalam rangka peningkatan harkat dan martabat kehidupan warga negara dan

keluarganya, maka dalam pemilikan rumah juga harus didukung oleh sarana dan

prasarana yang mendukung ketertiban keamanan dan kenyamanan, tidak hanya

keamanan fisik tetapi dikaitkan dengan keamanan dalam penguasaan dan penggunaan

tanah dan rumah berupa pemberian jaminan kepastian hukum dalam pemilikan dan

pemanfaatan rumah tersebut. Semua itu tidak lepas dari tugas dan peran negara dalam

rangka mensejahterakan rakyat.

Pengakuan hak atas sesuatu hal oleh seseorang atau masyarakat haruslah

didasarkan pada bukti kepemilikan yang sah dan kuat, salah satunya adalah hak atas

3

(3)

tanah dan rumah. Tanpa bukti hak tertulis, maka seseorang atau masyarakat tidak

dapat serta-merta membuat pernyataan atas hak kepemilikan tersebut. Sebuah bukti

hak tertulis merupakan hal yang sangat diprioritaskan kedudukannya didalam lingkup

hukum perdata. Karena hak atas tanah dan rumah, termasuk didalam ranah lingkup

hukum perdata, maka bukti hak atas tanah dan rumah adalah sesuatu yang mutlak

ada. Dengan telah diberlakukannya Undang- Undang Pokok Agraria (UUPA) Nomor

5 Tahun 1960, masyarakat dapat mengenal beberapa jenis kepemilikan hak atas

tanah, diantaranya adalah hak menguasai dari negara, hak ulayat dari masyarakat

adat/komunitas adat dan hak-hak perseorangan (orang dan badan hukum).

Setelah berlakunya Undang-Undang Pokok Agraria Nomor 5 Tahun 1960,

maka sebagai implementasi dari Pasal 19 UUPA diterbitkan Peraturan Pemerintah

Nomor 10 Tahun 1961 yaitu Pendaftaran Tanah dengan sistem Rechts-Cadaster, bukan Fiscale-Cadaster jadi tujuan pokoknya adalah adanya kepastian hukum.4 Menurut Budi Harsono, menyebutkan kepastian hukum dan kepastian hak atas tanah

menghendaki adanya:5

1. Peraturan hukum pertanahan yang tertulis yang dilaksanakan dengan baik.

2. Diselenggarakannya pendaftaran tanah yang efektif dan efisien.

Pemerintah melakukan kegiatan pendaftaran tanah6dengan sistem yang sudah

melembaga sebagaimana yang dilakukan dalam kegiatan pendaftaran selama ini,

4

Affan Mukti,Pokok-Pokok Bahasan Hukum Agraria, (Medan; USUpress, 2006), hal. 51.

5

Budi Harsono,Land Registration in Indonesia Paper Law Asia, (Jakarta: Conference), hal. 1.

6 Pasal 1 Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah

(4)

mulai dari permohonan seorang atau badan, diproses sampai dikeluarkan bukti

haknya (sertipikat) dan dipelihara data pendaftarannya dalam buku tanah.7 Sertipikat

merupakan surat tanda bukti hak yang berlaku sebagai alat pembuktian yang kuat

mengenai data fisik dan data yuridis, sesuai dengan data yang ada dalam surat ukur

dan buku tanah hak yang bersangkutan, artinya bahwa hukum hanya memberikan

jaminan atas bukti hak kepemilikan tersebut kepada seseorang, dan bukti ini tidak

satu-satunya sebagai bukti, hanya sebagai alat bukti yang kuat saja.8

Moch. Isnaini mengemukakan bahwa “sertipikat hak atas tanah bukan

merupakan satu-satunya alat bukti yang bersifat mutlak, justru sebaliknya baru

merupakan alat bukti awal yang setiap saat dapat digugurkan pihak lain yang terbukti

memang lebih berwenang”.9

Salah satu bukti kepemilikan lain adalah Girik yang sebenarnya merupakan

tanda bukti pembayaran pajak tanah sebelum berlakunya UUPA jo Peraturan

Pemerintah Nomor 10 tahun 1961 tentang Pendaftaran Tanah. Girik tersebut dapat

disertakan dalam proses administrasi Pendaftaran Tanah. Girik bukan merupakan

tanda bukti kepemilikan hak atas tanah, namun semata-mata hanyalah merupakan

bukti pembayaran pajak-pajak atas tanah, dengan demikian, apabila di atas bidang

tanah yang sama, terdapat klaim dari pemegang girik dengan klaim dari pemegang

surat tanda bukti hak atas tanah (sertipikat), maka pemegang sertipikat atas tanah

menurut hukum akan memiliki klaim hak kebendaan yang lebih kuat. Namun

7Muhammad Yamin Lubis,dan Abdul Rahim Lubis,Hukum Pendaftaran Tanah,(Bandung:

CV. Mandar Maju, 2010), hal. 104.

8Ibid, hal. 112

9Moch. Isnaini, Benda Terdaftar Dalam Konstelasi Hukum Indonesia, Jurnal Hukum, Nomor

(5)

demikian, persoalan tidak sesederhana itu. Dalam hal proses kepemilikan surat tanda

bukti hak atas tanah melalui hal-hal yang bertentangan dengan hukum, maka akan

berpotensi untuk timbulnya permasalahan/konflik pertanahan.10

Pasal 1 Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1992 tentang Perumahan dan

Permukiman yang disempurnakan dengan UU Nomor 1 Tahun 2011 tentang

Perumahan dan Kawasan Permukiman dalam Pasal 1 menyebutkan bahwa “rumah

adalah bangunan gedung yang berfungsi sebagai tempat tinggal yang layak huni,

sarana pembinaan keluarga, cerminan harkat dan martabat penghuninya, serta aset

bagi pemiliknya”.

Dalam konteks yuridis, dimana penyediaan perumahan oleh negara dan

pemilikannya oleh negara tidaklah cukup memadai, karena masih harus diberikan

jaminan kepastian hukum atas pemilikan rumah tersebut. Khususnya dalam menjamin

kepastian hukum dalam pemilikan rumah tersebut, maka pembangunan perumahan

atau rumah tersebut harus dilakukan di atas tanah yang dimilikinya dan dikukuhkan

dengan hak-hak atas tanah berdasarkan Peraturan Perundang-undangan yang

berlaku.11

Pasal 43 ayat (1) Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2011 tentang Perumahan

dan Kawasan Pemukiman mengatur bahwa pembangunan untuk rumah tunggal,

rumah deret, dan/atau rumah susun, dapat dilakukan diatas tanah:

1. Hak milik;

10

Bintatar Sinaga,Keberadaan Girik Sebagai Surat Tanah, Kompas, 24 September 1992.

11

(6)

2. Hak guna bangunan, baik di atas tanah negara maupun di atas tanah

pengelolaan; atau

3. Hak pakai di atas tanah negara.

Seiring dengan semakin langkanya tanah karena semakin banyak tanah yang

diperlukan untuk berbagai keperluan, seperti dalam pembangunan rumah sehingga

dapat menimbulkan permasalahan dimana ada pihak-pihak tertentu yang

memanfaatkan suatu tanah yang bukan miliknya untuk dibangun suatu rumah seperti

permasalahan yang akan dibahas dalam penelitian ini, dimana tanah tersebut

merupakan harta pusaka tinggi seperti ditunjukkan dalam putusan Pengadilan Negeri

Pariaman, tanggal 10 Nopember 1994 Nomor: 05/PDT.G/PN.PRM, putusan

Pengadilan Tinggi Padang tanggal 5 Juni 1995 Nomor: 55/PDT.G/1995 PT.PDG, dan

sengketa tersebut berlanjut sampai proses di Mahkamah Agung dengan putusan

Mahkamah Agung Republik Indonesia 16 September 1997 Nomor:

2511K/PDT.G/1995.

Sebelum sengketa ini diajukan ke tingkat pengadilan sebenarnya sudah lebih

dahulu dilakukan suatu musyawarah bersama antara para pihak yaitu Haji Basyarudin

cs dengan Ibrahim cs, dalam musyawarah kekeluargaan yang dilaksanakan pada tanggal 18 Pebruari 1993 jam 14.00 wib tersebut dimana telah disepakati secara

bersama bahwa tanah yang menjadi sengketa tersebut adalah milik Haji Basyarudin

yang diperolehnya secara turun-temurun dari Marak. alam musyawarah tersebut juga

(7)

Timbulnya sengketa hukum mengenai tanah tersebut berawal dari pengaduan

suatu pihak (orang atau badan hukum) yang berisi keberatan-keberatan dan tuntutan

hak atas tanah baik terhadap status tanah, prioritas maupun kepemilikannya dengan

harapan dapat memperoleh penyelesaian secara administrasi sesuai dengan ketentuan

peraturan yang berlaku.12Sehingga sengketa tersebut diajukan ke tingkat pengadilan.

Latar belakang masalah ini berawal dari gugatan Ibrahim sebagai

Penggugat/Pembanding/Pemohon Kasasi I, dan Yusman sebagai

Penggugat/Pembanding/Pemohon Kasasi II, melawan Haji Basyarudin selaku

Tergugat/Terbanding/Termohon Kasasi I dan Haji Cik Kena selaku

Tergugat/Terbanding/Termohon Kasasi II. Adapun objek perkara dalam gugatan

tersebut yaitu sebidang tanah harta pusaka tinggi. Dimana penggugat asli I adalah

mamak kepala waris dalam kaumnya dan penggugat asli II adalah anggota kaumnya.

Menurut penuturan penggugat asli I harta objek perkara tersebut merupakan

sebahagian dari harta pusaka tinggi kaum para penggugat asli yang diwarisi dari ninik

penggugat asli bernama Tirajab.

Adapun asal mula pemberian tanah pusaka tinggi tersebut berdasarkan surat

penetapan tanggal 2 Oktober 1896 ninik penggugat asli Tirajab, suaminya Karim

suku Mandahiling dan anaknya Kamisah telah menerima pemberian dari si Gadungcs

suku Piliang, sebidang tanah ukuran panjang 63 depa besar, lebar 39 depa besar dan

diatasnya ada batang rambia, kelapa, dimana tanah tersebut sebahagian dari tanah

12

Rusmadi Murad, Penyelesaian Sengketa Hukum Atas Tanah, (Bandung: Mandar Maju, ,

(8)

pemberian kepada Tirajab diatasnya ada 69 batang pohon kelapa diantaranya 30

batang masih menghasilkan, 3 batang disambar petir dan 36 telah mati. Hasil kelapa ±

300 buah sekali panen dan setahun 4 kali panen. Pemberian tanah tersebut sesuai

dengan surat penetapan Gadung Cs adalah untuk selama-lamanya turun temurun sampai ke cucu dan waris dari Tirajab, dan para penggugat asli adalah waris dari

Tirajab. Dimana yang memberi tanah objek perkara tersebut adalah kaum suku

piliang yang terdiri dari 12 orang laki-laki dan perempuan seperti dalam gugatan.

Anggota kaum para penggugat asli banyak yang merantau, yang tinggal hanya

seorang perempuan yang sudah tua yaitu Samah yang diduga menderita lupa ingatan,

yang berakibat tidak dapat berfungsi sebagai mamak dalam mengurus kepentingan

kaum, keadaan tersebut menimbulkan niat bagi Tamin salah seorang pemberi, ingin

menguasai kembali harta tersebut dan secara langsung dan tanpa hak menguasai

sebahagian harta objek perkara. Dengan demikian Tamin telah menguasai tanah

tersebut dengan cara yang melanggar hukum.

Tamin dipenjara karena suatu tindak pidana pemerkosaan, dan anggota kaum

tidak ada yang mengurusnya kecuali Marak yaitu mamak para tergugat asli. Marak

dengan maksud tertentu juga menguasai harta objek perkara yang secara melawan

hak telah dikuasai Tamin. Akhirnya setelah Tamin keluar dari penjara tahun 1957

penguasaannya kepada Marak, karena itu perbuatan Marak adalah perbuatan

melanggar hukum. Nenek moyang Marak adalah orang pendatang berasal dari

kenagarian Pauh Kurai Taji Kecamatan Pariaman Selatan. Anggota kaum para

(9)

tulis. Harta tersebut kini dikuasai para tergugat asli selaku waris dari Marak dan

karenanya penguasaan itu tanpa hak dan melawan hukum.

Dimana diatas tanah objek perkara tersebut tumbuh pohon kelapa yang hasil

panennya 1200 buah tiap tahun yang telah diambil dan dinikmati para tergugat asli

sejak tahun 1957 atau selama 37 tahun. Para penggugat asli telah dirugikan setiap

tahun 1200 buah kelapa senilai 1200 x Rp. 200,- = Rp. 240.000,- selama 37 tahun

dengan demikian berjumlah 37 x Rp. 240.000,- = Rp. 8. 880. 000,- atau sesuai

dengan taksiran pertimbangan hakim.

Karena telah ditemukannya surat tertanggal 2 Oktober 1896 , kaum para

penggugat asli mengusulkan kembalinya harta pusaka tersebut, termasuk objek

perkara adalah sebahagian dari harta pusaka para penggugat asli, karenanya wajar

sekiranya tanah objek perkara diserahkan kembali kepada para penggugat asli. Para

penggugat asli telah berusaha dengan cara baik-baik namun tidak berhasil.

Menurut keterangan dari para saksi yang dihadirkan dari pihak

tergugat/terbanding/termohon kasasi menyatakan bahwa memang benar sebenarnya

tanah tersebut adalah milik Haji Basyarudin. Tanah tersebut selama ini dikuasai oleh

Haji Basyarudin yang diterimanya secara turun temurun dari ayahnya an. Marak

kemudian setelah Marak meninggal, Haji Basyarudin meneruskan kepemilikan tanah

tersebut dengan membayar Pajak Bumi dan Bangunan atas tanah tersebut.

Pembayaran Pajak Bumi dan Bangunan atas tanah yang dilakukan oleh Haji

Basyarudin selama ini hanya merupakan Girik yaitu bukti pembayaran pajak-pajak

(10)

dengan demikian, apabila di atas bidang tanah yang sama, terdapat klaim dari

pemegang girik dengan klaim dari pemegang surat tanda bukti hak atas tanah

(sertipikat), maka pemegang sertipikat atas tanah menurut hukum akan memiliki

klaim hak kebendaan yang lebih kuat. Hal ini yang sering menimbulkan

permasalahan dimana diatas tanah yang berstatus girik dapat dikuasai atau dimiliki

oleh orang lain, sehingga seharusnya dilakukan peningkatan dari status kepemilikan

tanah tersebut.

Pada saat itu yang ada di tanah tersebut hanya pohon kelapa, namun setelah

lama Haji Basyarudin kembali dari kota Jakarta, dimana Haji Basyarudin tersebut

menurut keterangannya memiliki isteri dua, dimana satu berada di Jakarta. Pada bulan

Mei 2013 Haji Basyarudin pulang dari Jakarta untuk melakukan pengukuran tanah

namun menemui adanya bangunan 3 (tiga) unit rumah yang ditempati oleh ibu

Sutrijon dan adik-adik Sutrijon. Sutrijon Cs tersebut merupakan kemenakan dari penggugat objek perkara Ibrahim. Tanah dimana tempat didirikannya rumah tersebut

adalah milik dari Haji Basyarudin.

Dalam Pasal 43 UU No. 1 Tahun 2011 tentang Perumahan dan Kawasan

Permukiman yang mengatur bahwa pembangunan untuk rumah tinggal, rumah deret

dan/atau rumah susun dapat dilakukan diatas tanah: 1) Hak Milik; 2) Hak Guna

Bangunan baik atas tanah negara maupun diatas tanah pengelolaan; dan 3) Hak Pakai

di atas tanah Negara.

Secara jelas undang-undang ini menentukan bahwa jika disebut pemilikan

(11)

demikian jelas bahwa pemberian status hak atas tanah atas pemilikan rumah secara

hukum mencakup pemilikan rumah berikut tanahnya.13 Sedangkan dalam kasus

penelitian ini dimana pemilikan rumah tersebut tanpa dasar kepemilikan karena tidak

bersama hak atas tanahnya, karena rumah tersebut didirikan di atas tanah yang bukan

miliknya. Rumah tersebut didirikan di atas tanah hak milik orang lain, sehingga hal

tersebut yang menimbulkan suatu permasalahan untuk diteliti.

Didalam konsep hukum sebutan “menguasai” atau dikuasai dengan dimiliki

ataupun kepunyaan dalam konteks yuridis mempunyai arti/makna berbeda dan

menimbulkan akibat hukum yang berbeda pula. Arti dikuasai tidak sama dengan

pengertian dimiliki. Jika menyebutkan tanah tersebut dikuasai atau menguasai dalam

arti “possession” makna yuridisnya adalah tanah tersebut dikuasai seseorang secara fisik dalam arti faktual digarap, dihuni, namun belum tentu bahwa secara yuridis dia

adalah pemilik atau yang mempunyai tanah tersebut. Demikian juga bila

menyebutkan bahwa tanah tersebut di miliki atau kepunyaan dalam arti “Ownership” dalam pengertian juridis, maka dapat diartikan bahwa tanah tersebut secara yuridis

merupakan tanah milik atau kepunyaan, namun bukan berarti juga dia secara fisik

menguasai tanah tersebut, karena mungkin adanya hubungan kerjasama atau

kontraktual tertentu.14

Putusan Mahkamah Agung No. 2511K/PDT/1995 tanggal 09 September 1997

tersebut putusannya telah inkrah dan sudah menentukan secara jelas siapa pemilik

13

Muhammad Yamin Lubis dan Abdul Rahim Lubis,Op. Cit, hal. 92.

14

(12)

tanah yang sebenarnya, namun saat dilaksanakannya eksekusi terhadap putusan

Mahkamah Agung tersebut, banyak sekali terjadi kendala dari pihak yang dikalahkan

dan bahkan tidak dapat dilaksanakannya suatu eksekusi terhadap tanah dan bangunan

tersebut.

Menurut Sudikno Mertokusumo mengemukakan bahwa “eksekusi pada

hakekatnya adalah realisasi dari pada kewajiban para pihak yang kalah untuk

memenuhi prestasi yang tercantum dalam putusan pengadilan”.

Berdasarkan uraian latar belakang di atas, sehingga dilakukan penelitian

terhadap hal tersebut dan penulis ingin membatasi kasus ini, dengan judul

“Pengakuan Penguasaan Dan Pendudukan Tanah Tanpa Alas Hak Kepemilikan Yang

Berakibat Sengketa: Studi Kasus Putusan MA NO. 2511K/PDT/1995 Tanggal 09

September 1997”

B. Perumusan Masalah

Berdasarkan uraian latar belakang di atas, maka dapat dirumuskan

permasalahan sebagai berikut:

1. Bagaimana tinjauan yuridis kepemilikan dan penguasaan tanah atau rumah

(Studi Kasus Putusan MA No. 2511K/PDT/1995 Tanggal 9 September 1997)?

2. Bagaimana analisis hukum atas Putusan MA No. 2511K/PDT/1995 Tanggal 9

September 1997 antara Ibrahimcsmelawan Haji Basyarudincs?

3. Bagaimana eksekusi putusan atas kepemilikan tanah tersebut (Studi Kasus

(13)

C. Tujuan Penelitian

Berdasarkan permasalahan yang telah dikemukakan di atas, tujuan yang ingin

dicapai dari penelitian tesis ini adalah sebagai berikut:

1. Untuk mengetahui dan menjelaskan tinjauan yuridis kepemilikan dan

penguasaan tanah atau rumah.

2. Untuk mengetahui dan menjelaskan analisis hukum atas Putusan MA No.

2511K/PDT/1995 Tanggal 9 September 1997 antara Ibrahimcsmelawan Haji Basyarudincs.

3. Untuk mengetahui dan menjelaskan eksekusi putusan atas kepemilikan tanah

tersebut.

D. Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat atas kegunaan baik

secara teoritis dan praktis, yaitu:

1. Teoritis

Penelitian ini diharapkan dapat menambah literatur mengenai agraria,

khususnya mengenai sengketa okupansi liar kepemilikan tanah yang

kemudian diatasnya dibangun rumah.

2. Praktis

Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi pedoman dan masukan bagi

semua pihak mengenai pengembangan ilmu pengetahuan hukum dalam

(14)

E. Keaslian Penelitian

Penelitian ini dilakukan dengan pertimbangan bahwa berdasarkan informasi

dan penelusuran kepustakaan di lingkungan Universitas Sumatera Utara, penelitian

dengan judul “Pengakuan Penguasaan Dan Pendudukan Tanah Tanpa Alas Hak

Kepemilikan Yang Berakibat Sengketa: Studi Kasus Putusan MA No.

2511K/PDT/1995 Tanggal 9 September 1997” belum pernah dilakukan, namun

demikian terdapat beberapa judul yang membahas tentang kepemilikan tanah dan

rumah, antara lain oleh:

1. Yoan Imonalisa Shaptieni, Nim: 057011096, mahasiswi Program Pasca

Sarjana Magister Kenotariatan Universitas Sumatera Utara dengan judul:

“Perbandingan Sistem Kepemilikan Bersama Dalam Mewujutkan Kepastian

Hukum Atas Hak Milik Satuan Rumah Susun (Study Kasus Pada Rumah

Susun Griya Sukaperdana Medan)”, penelitian tesis atas nama Yoan Imonalisa

Shaptieni dengan mengangkat permasalahan:

1. Bagaimanakah penerapan sistem kepemilikan bersama dalam

mewujudkan kepastian hukum atas hak milik satuan rumah susun pada

rumah susun Griya Sukaperdana?

2. Bagaimanakah permasalahan sertifikasi pada rumah susun Griya

Sukaperdana Medan berdasarkan Undang-Undang No. 16 Tahun 1985

Tentang Rumah Susun dan Peraturan Pemerintah No. 4 Tahun 1988

(15)

3. Bagaimanakah peranan perhimpunan penghuni pada Rumah Susun Griya

Sukaperdana Medan untuk menyelesaikan permasalahan yang timbul

dalam kepemilikan bersama?

2. Muchairani, Nim: 087011076, mahasiswi Program Pasca Sarjana Magister

Kenotariatan Universitas Sumatera Utara dengan judul: “Analisis Yuridis

Kepemilikan Hak Atas Tanah Pada Satuan Rumah Susun”. Penelitian tesis

atas nama Muchairani dengan mengangkat permasalahan:

1. Bagaimana status kepemilikan hak atas tanah pada satuan rumah susun?

2. Apakah kepemilikan hak atas tanah pada satuan rumah susun sesuai

dengan asas pemisahan horizontal yang dianut oleh UUPA?

3. Bagaimana prosedur hukum perjanjian jual beli atas satuan rumah susun?

Jika dihadapkan pada penelitian yang telah ada, judul yang akan dibahas

dalam penelitian ini berbeda baik dari segi permasalahan maupun

pembahasan. Oleh karena itu penelitian ini jelas dapat

dipertanggungjawabkan secara ilmiah sesuai dengan etika penelitian yang

harus dijunjung tinggi bagi peneliti atau akademis.

F. Kerangka Teori dan Konsepsi

1. Kerangka Teori

Kerangka teori adalah kerangka pemikiran atau butir-butir pendapat, teori,

(16)

pegangan teoritis, baik disetujui maupun tidak disetujui yang dijadikan masukan

dalam membuat kerangka berpikir dalam penulisan.15

Dalam dunia ilmu, teori menempati kedudukan yang penting karena

memberikan sarana penulis untuk bisa merangkum serta memahami masalah yang

kita bicarakan secara lebih baik.16Teori adalah untuk menerangkan atau menjelaskan

mengapa gejala spesifik atau proses tertentu terjadi,17 dan satu teori harus diuji

dengan menghadapkannya pada fakta-fakta yang dapat menunjukkan

ketidakbenarannya.18

Landasan teori dapat memperkuat kebenaran dari permasalahan yang di

analisis. Bagi suatu penelitian, teori dan kerangka teori mempunyai kegunaan.

Kegunaan tersebut paling sedikit mencakup hal-hal sebagai berikut:19

a. Teori tersebut berguna untuk mempertajam fakta;

b. Teori tersebut sangat berguna di dalam klasifikasi fakta;

c. Teori merupakan ikhtiar dari hal-hal yang di uji kebenarannya.

Teori menguraikan jalan pikiran menurut kerangka yang logis, dengan

merumuskan masalah penelitian di dalam kerangka teoritis yang relevan sehingga

mampu menerangkan masalah tersebut. Adapun kerangka teori yang digunakan

dalam penelitian ini adalah teori kepastian hukum.

15

M. Solly Lubis,Filsafat Ilmu dan Penelitian, (Bandung: Mandar Maju, 1994), hal. 80.

16

Satjipto Rahardjo,Ilmu Hukum, (Bandung: PT. Citra Aditya Bakti, 2006), hal. 259.

17

J.J.J. M. Wuisman, dengan penyunting M. Hisman,Penelitian Ilmu-Ilmu Sosial, (Jakarta: Jilid I, FE UI, 1996), hal. 203.

18

Ibid, hal. 16.

19

(17)

Teori kepastian hukum merupakan salah satu penganut aliran positivisme

yang lebih melihat hukum sebagai sesuatu yang otonom atau hukum dalam bentuk

peraturan tertulis. Artinya karena hukum itu otonom, sehingga semata-mata untuk

kepastian hukum dalam melegalkan kepastian hak dan kewajiban seseorang. Van Kan

berpendapat bahwa “tujuan hukum adalah untuk menjaga setiap kepentingan manusia

agar tidak diganggu dan terjamin kepastiannya”.20

Tugas kaidah-kaidah hukum adalah untuk menjamin adanya kepastian hukum.

Dengan adanya pemahaman kaidah-kaidah hukum tersebut, masyarakat

sungguh-sungguh menyadari bahwa kehidupan bersama akan tertib apabila terwujud kepastian

dalam hubungan antara sesama manusia.21

Adapun tujuan dari hukum menurut L. J Van Apeldoorn adalah “mengatur

pergaulan hidup secara damai. Hukum menghendaki perdamaian”.22 Perdamaian

diantara manusia dipertahankan oleh hukum dengan melindungi

kepentingan-kepentingan hukum manusia tertentu, kehormatan, kemerdekaan, jiwa serta harta

benda terhadap pihak yang merugikannya.23

Menurut Sudikno Mertokusumo menyatakan bahwa:

“Tanpa kepastian hukum orang tidak tahu apa yang harus diperbuatnya dan akhirnya timbul keresahan. Tetapi terlalu menitikberatkan kepada kepastian hukum, terlalu ketat mentaati peraturan hukum akibatnya kaku dan akan menimbulkan rasa tidak adil. Adapun yang terjadi peraturannya adalah demikian dan harus ditaati atau dilaksanakan. Undang-undang itu sering terasa

20

Jonathan Sarwono, Metode Penelitian Kuantitatif dan Kualitatif, (Yogyakarta: Graha, 2006), hal. 74.

21

Sudarsono,Pengantar Ilmu Hukum, (Jakarta: Rineka Cipta, 1995), hal. 49.

22

L. J. Van Apeldoorn,Pengantar Ilmu Hukum, (Jakarta: Pradnya Paramitra, 2005), hal. 10.

23

(18)

kejam apabila dilaksanakan secara ketat “lex dura, set tamen scripta” (undang-undang itu kejam, tetapi demikianlah bunyinya)”.24

Seperti halnya permasalahan untuk mencari tujuan kepastian hukum dari

diberlakukannya pendaftaran tanah tersebut, dimana masih banyaknya status tanah

yang kurang mendapat kepastian hukum di Negara ini. Sehingga antara kegiatan yang

seharusnya (das sollen) dengan yang seadanya (das sein) sangat menyolok

didalamnya,25 karena sekalipun telah terbit sertifikat pemilikan masih saja muncul

orang-orang yang tidak mempunyai bukti secara formal akhirnya menguasai tanah

tersebut.

Menurut pendapat Boedi Harsono menyatakan sungguhpun pendaftaran tanah

di negara menurut Pasal 19 ayat (1) bertujuan untuk menjamin kepastian hukum

tetapi bukan maksudnya akan mempergunakan apa yang disebut sistem positif.26

Bahwa Undang-Undang Pokok Agraria tidak memerintahkan dipergunakannya sistem

positif dapat disimpulkan ketentuan Pasal 19 ayat (2) huruf C Undang-Undang Pokok

Agraria, dimana bahwa surat tanda bukti hak yang akan dikeluarkan berlaku sebagai

alat pembuktian yang kuat. Ayat ini tidak menyatakan bahwa surat-surat tanda bukti

hak itu berlaku sebagai alat pembuktian yang mutlak.

Para petugas pendaftaran tanah tidaklah bersikap pasif artinya mereka tidaklah

menerima begitu saja apa yang diajukan dan dikatakan oleh pihak-pihak yang

meminta pendaftaran tersebut. Pada pembukuan tanah untuk pertama kali maupun

24Sudikno Mertokusumo,Mengenal Hukum (Suatu Pengantar),(Yogyakarta: Liberty, 1988),

hal. 136.

25Ibid, hal. 110.

(19)

pada pendaftaran atau pencatatan perubahan-perubahannya kemudian, para petugas

pelaksana diwajibkan untuk mengadakan penelitian seperlunya untuk mencegah

terjadinya kekeliruan. Dalam penentuan batas-batas tanah ditetapkan dengan

memakai sistem contradictoire delimitatie, sebelum tanah dan haknya dibukukan diadakan pengumuman, perselisihan-perselisihan diajukan ke pengadilan kalau tidak

dapat diselesaikan sendiri oleh yang berkepentingan.27

Sejauh mungkin diusahakan agar keterangan-keterangan yang ada pada tata

usaha Kantor Pendaftaran Tanah itu selalu sesuai dengan keadaan yang sebenarnya.

Hal tersebut merupakan tuntutan dari ketentuan Undang-Undang Pokok Agraria dan

Peraturan Pemerintah Nomor 10 Tahun 1961 bahwa keterangan-keterangan yang ada

pada Kantor Pendaftaran Tanah mempunyai kekuatan hukum dan surat-surat tanda

bukti hak yang dikeluarkan merupakan alat pembuktian yang kuat. Berdasarkan hal

tersebut, sistem yang dipakai Undang-Undang Pokok Agraria adalah sistem Negatif

bertendens Positif. Pengertian Negatif di sini adalah bahwa adanya

keterangan-keterangan yang ada itu jika ternyata tidak benar masih dapat dirubah dan dibetulkan

sedangkan pengertian tendens Positif ialah bahwa adanya peranan aktif dari petugas

pelaksana pendaftaran tanah dalam hal penelitian terhadap hak-hak atas tanah yang di

daftar tersebut.28

Pasal 3 Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran

Tanah, mengatur tujuan dari Pendaftaran tanah adalah untuk:

27

Bachtiar Efendi,Kumpulan Tulisan Tentang Hukum Tanah, (Bandung: Alumni, 1993), hal. 54.

28

(20)

1. Memberikan jaminan kepastian hukum dan perlindungan hukum kepada

pemegang hak atas suatu bidang tanah, satuan rumah susun dan hak-hak lain

yang terdaftar agar dengan mudah dapat membuktikan dirinya sebagai

pemegang hak yang bersangkutan.

2. Menyediakan informasi kepada pihak-pihak yang berkepentingan termasuk

pemerintah agar dengan mudah dapat memperoleh data yang diperlukan

dalam mengadakan perbuatan hukum mengenai bidang-bidang tanah dan

satuan-satuan rumah susun yang sudah terdaftar.

3. Terselenggaranya tertib administrasi pertanahan.

Berdasarkan ketentuan dalam Pasal 1865 Kitab Undang-Undang Hukum

Perdata (KUHPerdata) menyatakan bahwa alat bukti hak dapat digunakan untuk:

a. Mendalilkan kepunyaan suatu hak;

b. Meneguhkan kepunyaan hak sendiri;

c. Membantah kepunyaan hak orang lain;

d. Menunjukkan kepunyaan hak atas suatu peristiwa hukum.

Dengan demikian, pembuktian hak atas tanah merupakan proses yang dapat

digunakan pemegangnya untuk mendalilkan kepunyaannya, meneguhkan

kepunyaannya, membantah kepunyaan atau untuk menunjukkan kepunyaan atas

sesuatu pemilikan hak atas tanah dalam suatu peristiwa atau perbuatan hukum

tertentu. Kemudian dalam kaitannya dengan pembuktian hak atas tanah, maka dapat

dibedakan menjadi yaitu pembuktian hak baru atas tanah dan pembuktian hak lama

(21)

Demikian halnya dengan pengakuan hak atas sesuatu hal oleh seseorang atau

masyarakat haruslah didasarkan pada bukti kepemilikan yang sah dan kuat, salah

satunya adalah hak atas tanah dan rumah. Tanpa bukti hak tertulis, maka seseorang

atau masyarakat tidak dapat serta-merta membuat pernyataan atas hak kepemilikan

tersebut.

Dalam hal penyediaan perumahan oleh negara dan pemilikannya oleh negara

tidaklah cukup memadai, karena masih harus diberikan jaminan kepastian hukum atas

pemilikan rumah tersebut. Khususnya dalam menjamin kepastian hukum dalam

pemilikan rumah tersebut, maka pembangunan perumahan atau rumah tersebut harus

dilakukan di atas tanah yang dimilikinya dan dikukuhkan dengan hak-hak atas tanah

berdasarkan Peraturan Perundang-undangan yang berlaku.29

2. Konsepsi

Konsepsi adalah salah satu bagian terpenting dari teori, peranan konsep dalam

penelitian adalah untuk menghubungkan antara teori dan observasi, antara abstraksi

dengan realitis.30

Dalam pemakaian konsep terhadap istilah yang digunakan terutama dalam

judul penelitian, bukanlah untuk keperluan mengkomunikasikannya semata-mata

dengan pihak lain. Sehingga tidak menimbulkan salah tafsir, tetapi juga untuk

menuntun dalam menangani penelitian.31

29

Muhammad Yamin Lubis dan Abdul Rahim Lubis,Loc. Cit.

30

Masri Singarimbun dkk,Metode Penelitian Survei, (Jakarta: LP3ES, 1989), hal. 34.

31

(22)

Agar tidak terjadi perbedaan pengertian tentang konsep-konsep yang

dipergunakan dalam penelitian ini, maka perlu diuraikan pengertian-pengertian

konsep yang dipakai yaitu:

1. Sengketa menurut kamus Bahasa Indonesia, berarti pertentangan atau konflik,

Konflik berarti adanya oposisi atau pertentangan antara orang-orang,

kelompok-kelompok, atau organisasi-organisasi terhadap satu objek

permasalahan.

2. Pengakuan menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia merupakan suatu klaim

yaitu dimana adanya tuntutan pengakuan atas suatu fakta bahwa seseorang

berhak (memiliki atau mempunyai) atas sesuatu.

3. Penguasaan menurut Satjipto Rahardjo merupakan karakteristik suatu

masyarakat pra hukum dan bersifat faktual (mementingkan kenyataan pada

suatu saat). Hubungan yang nyata antara seseorang dengan barang yang ada

dalam kekuasaannya. Dalam hal ini terkandung 2 unsur, yaitu 1) kenyataan

bahwa suatu barang itu berada dalam kekuasaan seseorang (corpus possessionis); 2) sikap batin orang yang bersangkutan untuk menguasai dan

menggunakannya (animus posidendi).

4. Pendudukan menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia merupakan proses, cara,

perbuatan menduduki (merebut dan menguasai) suatu daerah.

5. Rumah menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia adalah bangunan untuk

tempat tinggal, sedangkan dalam Pasal 1 angka 7 UU Nomor 1 Tahun 2011

(23)

bangunan gedung yang berfungsi sebagai tempat tinggal yang layak huni,

sarana pembinaan keluarga, cerminan harkat dan martabat penghuninya, serta

aset pemiliknya.32

6. Kepemilikan adalah kekuasaan yang didukung secara sosial untuk memegang

kontrol terhadap sesuatu yang dimiliki secara eksklusif dan menggunakannya

untuk tujuan pribadi.33Namun jika disebut hak milik harus diikuti dengan hak

kebendaan, dimana menurut Pasal 499 KUHPerdata yang dinamakan

kebendaan ialah tiap-tiap barang dan tiap-tiap hak yang dapat dikuasai oleh

hak milik. Menurut Mariam Darus Badrulzaman, definisi kebendaan adalah

mengenai “dikuasai oleh hak milik” berhubungan erat dengan pengertian hak

milik dalam Pasal 570 KUH Perdata. Dengan demikian, “sesuatu” dapat

dianggap sebagai kebendaan apabila“sesuatu” itu (pada dasarnya) dapat

dikuasai oleh hak milik.34

7. Pendaftaran tanah adalah rangkaian kegiatan yang dilakukan oleh pemerintah

secara terus menerus, berkesinambungan dan teratur meliputi: pengumpulan,

pengelolaan, pembukuan dan penyajian serta pemeliharaan data fisik dan data

yuridis, dalam bentuk peta dan daftar, mengenai bidang-bidang dan

satuan-satuan rumah susun termasuk pemberian surat tanda bukti haknya bagi

32

Pasal 1 angka 7 Undang-Undang No. 1 Tahun 2011 tentang Perumahan dan Kawasan Permukiman.

33

Sekarayuaulia.wordpress.com/2013/09/12/etika-pembagian-saham-dan-hak-kepemilikan/, di akses 20 Maret 2014, pukul 18.20 wib.

34Badrulzaman, Mariam Darus,Mencari Sistem Hukum Benda Nasional, (Bandung: Alumni,

(24)

bidang-bidang tanah yang sudah ada haknya dan satuan-satuan rumah susun

serta hak-hak tertentu yang membebaninya.35

8. Data fisik adalah keterangan mengenai letak, batas dan bidang tanah dan

satuan rumah susun yang didaftar, termasuk keterangan mengenai adanya

bangunan atas bagian bangunan di atasnya.36

9. Data yuridis adalah keterangan mengenai status bidang tanah dan satuan

rumah susun yang di daftar, pemegang haknya dan pihak lain serta

beban-beban lain yang membeban-bebaninya.37

G. Metode Penelitian

1. Sifat dan Jenis Penelitian

Sifat penelitian tesis yang digunakan adalah penelitian deskriftif analitis, yaitu

suatu penelitian yang bertujuan untuk mendeskripsikan atau menggambarkan dan

menganalisis data yang diperoleh secara sistematis, faktual dan akurat tentang

Pengakuan Penguasaan Dan Pendudukan Tanah Tanpa Alas Hak Kepemilikan Yang

Berakibat Sengketa: Studi Kasus Putusan MA No. 2511K/PDT/1995 Tanggal 9

September 1997. Adapun jenis penelitian yang diterapkan adalah dengan yuridis

normatif yaitu penelitian yang dilakukan dengan cara menitikberatkan penelitian pada

data sekunder atau data kepustakaan yang relevan dengan permasalahan yang

diangkat dalam penelitian ini.

(25)

Penelitian hukum normatif ini mengacu kepada norma-norma hukum yang

terdapat dalam Peraturan Perundang-undangan yang berlaku dan putusan MA No.

2511K/PDT/1995 tanggal 9 September 1997 sebagai pijakan normatif yang berawal

dari premis umum kemudian berakhir pada suatu kesimpulan khusus. Hal ini

dimaksudkan untuk menemukan kebenaran-kebenaran baru secara teoritis dan

praktis.38

2. Sumber Data

Sumber data utama dalam penelitian ini adalah penelitian kepustakaan yang

dilakukan dengan mencari, mengumpulkan dan mengkaji data sekunder yang berupa

bahan hukum primer, sekunder, dan tersier.39Hal tersebut sebagai dasar pengetahuan

dan titik acuan dalam melakukan pembahasan melalui sumber data tertulis seperti

buku-buku ilmiah, Peraturan Perundang-undangan, dan peraturan maupun dokumen

resmi yang dikeluarkan Pemerintah.

Penelitian ini dilakukan dengan mengumpulkan bahan pustaka sebanyak

mungkin yang terkait dengan objek penelitiannya sehingga dapat menambah bahan

dalam menganalisis data dan menyajikan hasil penelitian.

1. Bahan Hukum Primer

Bahan hukum primer yaitu bahan hukum yang mempunyai kekuatan mengikat

sebagai landasan utama yang dipakai dalam rangka penelitian,40yaitu:

a. Undang-Undang Dasar 1945;

38

Peter Mahmud Marzuki,Penelitian Hukum, (Jakarta: Kencana, 2010), hal. 132.

39

Soerjono Soekanto dan Sri Mahmuji,Op. Cit, hal. 13.

40

(26)

b. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar

Pokok-Pokok Agraria;

c. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2011 tentang Perumahan dan Kawasan

Permukiman;

d. Peraturan Menteri Negara Agraria/Kepala Badan Pertanahan Nomor 3

Tahun 1997 tentang Ketentuan Pelaksanaan Peraturan Pemerintah Nomor

24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah;

e. Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah;

f. Peraturan Pemerintah Nomor 10 Tahun 1961 tentang Pendaftaran Tanah;

g. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 10 Tahun 2006 tentang

Badan Pertanahan Nasional;

h. Putusan Mahkamah Agung Nomor 2511K/PDT/1995.

2. Bahan Hukum Sekunder

Bahan hukum sekunder yaitu bahan hukum yang isinya memperkuat dan

memberikan penjelasan mengenai bahan hukum primer,41 seperti buku-buku

hukum, hasil penelitian para ahli, dan karya-karya ilmiah yang berkaitan

dengan penelitian ini.

3. Bahan Hukum Tersier

Bahan hukum tersier adalah bahan hukum yang memberikan petunjuk

maupun penjelasan terhadap bahan primer dan sekunder, seperti kamus

hukum, ensiklopedia yang dapat digunakan untuk melengkapi atau sebagai

data penunjang dari penelitian ini.

41

(27)

3. Teknik Pengumpulan Data

Teknik yang digunakan untuk memperoleh data penulisan ini adalah dengan

metode penelitian kepustakaan (library research). Penelitian kepustakaan yaitu mengumpulkan data dan informasi serta mempelajari dokumen-dokumen, buku-buku

teks, teori-teori, Peraturan Perundang-undangan, artikel, tulisan ilmiah yang ada

hubungannya dengan penelitian ini.

4. Analisis Data

Dalam suatu penelitian sangat diperlukan suatu analisis data yang berguna

untuk memberikan jawaban terhadap permasalahan yang diteliti. Analisis data

merupakan langkah terakhir dalam suatu kegiatan penulisan. Analisis data dilakukan

secara kwalikatif artinya menggunakan data secara bermutu dalam kalimat yang

teratur, logis, tidak tumpang tindih, dan efektif sehingga memudahkan dalam

interpretasi data dan pemahaman hasil analisis. Data sekunder yang diperoleh

kemudian disusun secara urut dan sistematis, untuk selanjutnya dianalisis

menggunakan metode kualitatif untuk mendapatkan kejelasan terhadap masalah yang

akan dibahas.42

Kegiatan analasis ini dimulai dengan melakukan pemeriksaan terhadap data

yang terkumpul baik inventarisasi karya ilmiah, Peraturan Perundang-undangan,

informasi media cetak, seminar-seminar yang berkaitan dengan judul penelitian untuk

mendukung studi kepustakaan. Semua data yang terkumpul diedit, diolah, dan

disusun secara sistematis untuk selanjutnya disimpulkan dengan menggunakan

metode deduktif.

42

Referensi

Dokumen terkait

“Pendaftaran tanah adalah serangkaian kegiatan yang dilakukan oleh pemerintah secara terus menerus, berkesinambungan dan teratur, meliputi pengumpulan, pengolahan,

“Pendaftaran tanah adalah rangkaian kegiatan yang dilakukan oleh pemerintah secara terus menerus, berkesinambungan dan teratur, meliputi pengumpulan, pengelolahan, pembukuan,

Pendaftaran tanah adalah rangkaian kegiatan yang dilakukan oleh Pemerintah secara terus menerus, berkesinambungan dan teratur, meliputi pengumpulan, pembukuan,

Pasal 11: Pendaftaran tanah adalah rangkaian kegiatan yang dilakukan oleh pemerintah secara terus menerus, berkesinambungan dan teratur, meliputi pengumpulan,

Pendaftaran tanah adalah rangkaian kegiatan yang dilakukan oleh Pemerintah secara terus menerus, berkesinambungan dan teratur, meliputi pengumpulan, pengolahan, pembukuan

Pendaftaran tanah adalah Rangkaian kegiatan yang dilakukan oleh pemerintah secara terus menerus, berkesinambungan dan teratur, meliputi pengumpulan, pengolahan, pembukuan dan

Pendaftaran tanah adalah rangkain kegiatan yang dillakukan oleh pemerintah secara terus menerus, berkesinambungan dan teratur meliputi pengumpulan, pengolahan, pembukuan dan pengkajian

Pendaftaran Tanah adalah rangkaian kegiatan yang dilakukan oleh Pemerintah secara terus menerus, berkesinambungan dan teratur meliputi pengumpulan, pengolahan, pembukuan, dan