• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah - Problematika Sertifikasi Hak Milik Atas Tanah Melalui Ajudikasi Pasca Bencana Tsunami Di Kota Banda Aceh

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah - Problematika Sertifikasi Hak Milik Atas Tanah Melalui Ajudikasi Pasca Bencana Tsunami Di Kota Banda Aceh"

Copied!
25
0
0

Teks penuh

(1)

A. Latar Belakang Masalah

Bencana alam tsunami yang terjadi di Aceh pada tanggal 26 Desember 2004

disamping telah menghancurkan sarana dan prasarana fisik juga telah mengakibatkan

banyak pemilik tanah kehilangan tanahnya sebagai akibat hilangnya penanda batas

dari puluhan ribu persil tanah dilapangan, kehilangan pemiliknya yang meninggal

dunia serta tenggelamnya sejumlah persil tanah akibat terendam air laut.

Sekitar 12.000 (dua belas ribu) lembar sertifikat tanah, sebagai dokumen

yuridis kepemilikan tanah yang berisikan informasi tentang lokasi persil tanah juga

turut hilang, disamping itu diperkirakan sedikitnya 40.000 (empat puluh ribu) lembar

sertifikat yang tersimpan di Kanwil Badan Pertanahan Nasional dapat diselamatkan

dengan kondisi tidak seluruhnya utuh.1

Secara rinci dampak tersebut dapat dilihat dalam beberapa aspek kehidupan

masyarakat, terutama berkaitan dengan aspek pertanahan diantaranya :2

1. Bencana Gempa dan Tsunami telah menghancurkan dan menghilangkan batas batas persil tanah maupun objek lain yang dapat digunakan sebagai acuan keberadaan persil-persil tanah.

1 Hasanuddin Z. Abidin, et al.,”Rekontruksi Batas Persil Tanah di Aceh Pasca Tsunami:

Beberapa Aspek dan Permasalannya”, Infrastruktur dan Lingkungan Binaan Vol.1,No.2 (Desember 2005), hal.1.

(2)

2. Tenggelamnya sejumlah persil tanah di pinggiran pantai akibat melimpahnya air laut ke daratan seabagai akibat adanya penurunan permukaan tanah akibat gempa.

3. Terjadinya pergeseran pada permukaan bumi di wilayah Aceh baik arah vertikal maupun arah horizontal. Berdasarkan hasil survey GPS yang dilakukan oleh ITB dan Nagoya University terlihat bahwa gempa telah menyebabkan pergeseran posisi titik-titik di Wilayah Aceh sekitar 1-3 m ke arah Barat Daya. Dalam arah vertikal juga terlihat penurunan permukaan tanah sebesar 2-3 dm yang terjadi di pantai sebelah utara Banda Aceh dan pantai sebelah barat Aceh serta kenaikan permukaan tanah sekitar 4-8 cm di pantai timur Aceh.

4. Hilangnya surat-surat bukti hak atas tanah baik yang disimpan dirumah maupun yang berada dikantor-kantor Badan Pertanahan Nasional setempat serta yang disimpan di Bank sebagai objek agunan.

5. Meninggalnya para pemilik persil tanah maupun ahli warisnya sebagai akibat bencana Gempa Bumi dan Tsunami di Aceh.

Sebagai akibat dari dampak bencana gempa dan tsunami tersebut maka perlu

dilakukan penataan kembali baik secara administratif maupun secara yuridis terhadap

berbagai persoalan yang berkaitan dengan masalah pertanahan diwilayah yang

terkena dampak tsunami, terutama yang berkaitan dengan dokumen hukum

kepemilikannya, yaitu melalui pendataan ulang atas kepemilikan persil tanah melalui

sertifikasi (pensertifikatan) terhadap tanah secara menyeluruh diwilayah bencana

untuk menghindari terjadinya konfik pertanahan dikemudian hari.

Pensertifikatan tanah tersebut dilakukan melalui proses pendafataran tanah

diwilayah yang terkena dampak bencana tsunami, melalui mekanisme ajudikasi.

Dimana pendafataran itu memiliki tujuan utama yaitu untuk menjamin kepastian

hukum bagi pemilik hak, disamping itu juga untuk terwujudnya tertib administrasi

pertanahan dan tersedianya informasi tentang tanah bagi pihak-pihak yang

(3)

penguasaan tanah oleh anggota masyarakat, sebagaimana yang dikemukakan oleh

Chadijah Dalimunthe :

Jika informasi mengenai tanah belum jelas, yaitu dengan pendaftaran tanah yang merupakan pemberian informasi tentang status tanah (land information system and geografhic information system), maka penguasaan tanah saat ini (present land tenure) dan keadaan tanah (Present land) tidak akan diketahui secara jelas. ‘3

Kesediaan data fisik dan data yuridis dari sistem pendaftaran tanah yang

akurat akan dapat memonitor kondisi penguasaan dan penggunaan tanah yang terjadi

dalam masyarakat. Dengan adanya pendaftaran tanah, maka akan memudahkan

negara dalam mengontrol dan mengarahkan penggunaan dan peruntukan tanah

sebagai bagian dari sarana pembangunan nasional.

Ketentuan tentang pendaftaran tanah diatur dalam Pasal 19 ayat (1)

Undang-undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Paraturan Dasar Pokok-pokok Agraria yang

untuk selanjutnya disingkat dengan UUPA, disebutkan bahwa:

(1) Untuk menjamin kepastian hukum oleh Pemerintah diadakan pendaftaran tanah di seluruh wilayah Republik Indonesia menurut ketentuan yang diatur dengan Peraturan Pemerintah.

(2) Pendaftaran tersebut dalam ayat (1) pasal ini meliputi: a. Pengukuran, perpetaan dan pembukuan tanah.

b. Pendaftaran hak-hak atas tanah dan peralihan hak-hak tersebut;

c. Pemberian surat-surat tanda bukti hak, yang berlaku sebagai alat pembuktian yang kuat.

Berdasarkan ketentuan pasal tersebut diatas, dapat diketahui bahwa untuk

mewujudkan kepastian hukum dari kedudukan tanah,maka tanah harus didaftarkan

dan harus mendapatkan alat bukti berupa sertifikat hak atas tanah.

(4)

Melalui kegiatan pengukuran akan terdapat adanya kepastian hukum

mengenai letak, luas, batas-batas dari tanah yang merupakan data fisik yang

kemudian diterangkan dalam surat ukur dan peta pendaftaran tanah. Sedangkan dari

kegiatan pendaftaran hak atas tanah akan tercapai kepastian hukum mengenai status

hukum dari tanah yang bersangkutan terhadap subjek kepemilikannya yang

merupakan data yuridis.

Sebagai peraturan pelaksana dari Pasal 19 UUPA pemerintah mengeluarkan

Peraturan Pemerintah Nomor 24 tahun 1997 Tentang Pendaftaran Tanah yang

selanjutnya disingkat dengan PP dan Peraturan Menteri Agraria/Kepala BPN Nomor

3 Tahun 1997 tentang Ketentuan Pelaksana PP No.24 Tahun 1997. Dimana dalam

Pasal 1 ayat (1) PP No.24 Tahun 1997,disebutkan:

Pendaftaran tanah adalah Rangkaian kegiatan yang dilakukan oleh pemerintah secara terus menerus, berkesinambungan dan teratur, meliputi pengumpulan, pengolahan, pembukuan dan penyajian serta pemeliharaan data fisik dan data yuridis dalam bentuk peta dan daftar, mengenai bidang-bidang tanah dan satuan-satuan rumah susun, termasuk pemberian surat tanda bukti haknya bagi bidang-bidang tanah yang sudah ada haknya dan hak milik atas rumah susun serta hak-hak tertentu yang membebaninya

Alat bukti hak atas tanah berupa sertifikat sangat besar manfaatnya bagi

subjek pemegang hak, selain untuk memberi kepastian hukum bagi pemiliknya , juga

dapat dipergunakan sebagai jaminan untuk pelunasan hutang dalam proses pencairan

kredit dibank.

Menurut Pasal 3 PP Nomor 24 Tahun 1997 tujuan yang ingin dicapai melalui

(5)

a. Untuk memberikan kepastian hukum dan perlindungan hukum kepada pemegang hak suatu bidang tanah, satuan rumah susun dan hak-hak lian yang terdaftar agar dengan mudah dapat membuktikan dirinya sebagai pemegang hak yang bersangkutan;

b. Untukmenyediakan informasi kepada pihak-pihak yang berkepentingan termasuk pemerintah agar dengan mudah dapat memperoleh data yang diperlukan dalam mengadakan perbuatan hukum mengenai bidang-bidang tanah dan satuan rumah susun yang sudah terdaftar;

c. Untuk terselenggaranya tertib administrasi pertanahan.

Untuk terwujudnya apa yang menjadi tujuan pendaftaran tanah sebagaimana

dikemukakan diatas, maka pendaftaran tanah harus dilakukan secara menyeluruh dan

transparan. Dalam PP Nomor 24 Tahun 1997 menyebutkan ada dua cara pendaftaran

tanah yaitu:

1. Pendaftaran tanah secara Sistemik. Pendaftaran ini adalahkegiatan pendaftaran untukpertama kali yang dilakukan secara serentak yang meliputi semua objek pendaftaran tanah yang belum didaftarakan dalam wilayah atau bagian wilayah suatu desa/kelurahan (pasal 1 angka 10).

2. Pendaftaran tanah secara sporadik.Pendaftaran ini adalah kegiatan pendaftaran tanah dalam wilayah atau bagian wilayah suatu desa/kelurahan secara individual atau massal (pasal1 angka 11)

Pendaftaran tanah secara sistematik diselengarakan atas prakarsa pemerintah

berdasarkan pada suatu rencana kerja jangka panjang dan tahunan serta dilaksanakan

di wilayah-wilayah yang ditetapkan oleh Menteri Negara Agraria/Kepala Badan

Pertanahan Nasional, sedangkan pendaftaran secara sporadik dilaksanakan atas

permintaan pihak yang berkepentingan yaitu pihak yang berhak atas objek

pendaftaran tanah yang bersangkutan atas kuasanya.

Untuk menjamin agar data tanah selalu sesuai dengan kenyataan, maka

(6)

suatu bidang tanah yang telah dilakukan pendaftaran, harus juga dilakukan

pendaftaran kembali apabila terjadi perubahan data tanah, baik karena perubahan data

fisik maupun karena perubahan data yuridis.

Hal ini sebagaimana yang terjadi pada kawasan yang dilanda bencana alam

Tsunami, dimana bencana tersebut telah menyebabkan banyak terjadi perubahan baik

data fisik seperti batas-batas tanah, luas tanah maupun hilangnya pemilik tanah, serta

juga telah menyebabkan musnahnya bukti-bukti kepemilikan lainnya yang

merupakan data yuridis.. Oleh karena itu Pemerintah melalui kantor Badan

Pertanahan Nasional telah mengambil langkah konkrit untuk mencegah terjadinya

konflik pertanahan dalam masyarakat yaitu dengan melakukan sertifikasi atas tanah

masyarakat diwilayah bencana Tsunami dengan cara mendata ulang secara

komprehensif. Sertifikasi tersebut dilakukan secara sistematik dengan metode

ajudikasi, yang lebih dikenal dengan istilah Program Ajudikasi Pertanahan Berbasis

Masyarakat Dalam Rekonstruksi Administrasi Pertanahan Pasca Gempa Bumi dan

Tsunami di Aceh.

Ajudikasi menurut PP No.24 Tahun 1997, Pasal 1 butir 8 menerangkan

bahwa: “Ajudikasi adalah kegiatan yang dilaksanakan dalam rangka proses

pendaftranan tanah untuk pertama kali meliputi pengumpulan data dan penetapan

data fisik dan data yuridis mengenai suatu atau beberapa objek pendaftaran tanah

untuk keperluan pendaftaran”

Untuk mencegah atau paling tidak memperkecil peluang timbulnya sengketa,

(7)

mengikutsertakan masyarakat yang dilakukan oleh Badan Pertanahan Nasional

(BPN), dimana pendaftaran tersebut disebut pendaftaran yang berbasis masyarakat.

Berdasarkan data yang diperoleh dari kantor BPN Provinsi Aceh, Luas

wilayah Kota Banda Aceh adalah 61.135,9 (enam puluh satu ribu seratus tiga puluh

lima koma sembilan) Ha, yang terkena dampak gempa bumi dan gelombang

Tsunami seluas 3.857,7 (tiga ribu delapan ratus lima puluh tujuh koma tujuh) Ha.

dengan persentase 13,54 % (tiga belas koma lima puluh empat persen). Akibat

bencana Tsunami tersebut luas tanah di Kota Banda Aceh sebagian telah berkurang

akibat tersapu gelombang Tsunami dan terkikis abrasi. Sedangkan sebagian wilayah

yang masih tersisa telah dilakukan pendataan ulang atas bidang-bidang tanah yang

dulunya sudah pernah didaftarkan.

Penyelenggaraan pendaftaran tanah di lokasi bencana Tsunami di Kota Banda

Aceh dilakukan oleh Tim Ajudikasi yang terdiri dari 6 (enam) tim. Lokasi kerja

masing-masing tim adalah di Kecamatan Kuta Raja, Meuraxa I, Meuraxa II, Syiah

Kuala, Kuta Alam dan Jaya Baru.

Target penyelesaian masing-masing tim adalah 5000 (lima ribu) bidang

tanah, baik yang sudah pernah ada hak-hak atas tanah maupun yang belum memiliki

hak atas tanah sebelumnya. Sebagai petunjuk pelaksanaan yang digunakan dalam

pelaksanaan pendaftaran tanah tersebut adalah Keputusan Kepala Badan Pertanahan

Nasional Nomor 114-II-2005 tentang Manual Pendaftaran Tanah Berbasis

(8)

dan Sumatera Utara Yang Menjadi Objek Kegiatan Pemulihan Hak atas Tanah dan

Rekonstruksi Sistem Administrasi Pertanahan Aceh atau dalam istilah asing disebut

manualReconstruction of Aceh Land Administration System (RALAS). Adapun biaya

penyelenggaraan program dibiayai oleh Multi Donor Trust Fund for Aceh and North

Sumatera (MDTFANS).

Proses pelaksanaan pendaftaran tanah melalui ajudikasi tersebut dilakukan

mulai 17 Agustus 2005 sampai 31 Desember 2008, yang meliputi 6 (enam)

Kecamatan yaitu Kecamatan Kuta Alam, Kuta Raja, Baiturrahman, Meuraxa, Jaya

Baru dan Syiah Kuala dengan target adalah 5000 (lima ribu) sertifikat per tim. Baik

untuk sertifikat pengganti maupun sertifikat baru.

Ternyata hingga akhir tugasnya tim RALAS yang dibiayai oleh Multi Donor

Trust Fund for Aceh and North Sumatera(MDTRANS) tidak mampu mencapai target

yang telah ditetapkan untuk menyelesaikan 30.000 (tiga puluh ribu) sertifikat, dimana

tim RALAS hanya mampu merealisasi sebanyak 27.540 (dua puluh tujuh ribu lima

ratus empat puluh) sertifikat, artinya ada sekitar 2.460 (dua ribu empat ratus enam

puluh) bidang tanah yang belum dapat direalisasikan untuk wilayah Kota Banda

Aceh. Ketidak berhasilan merealisasikan sertifikat tersebut disebabkan oleh berbagai

hambatan yang ditemui dilapangan.

Disisi lain atas tanah-tanah yang telah dilakukan sertifikasi melalui Tim

Ajudikasi, ternyata juga tidak sedikit menimbulkan permasalahan baru yang pada saat

ini telah menimbulkan berbagai sengketa dalam masyarakat, seperti sertifikat ganda,

(9)

berhak, batas-batas tanah tidak jelas, luasnya tidak sesuai, serta berbagai macam

permasalahan lainnya yang terus muncul sebagai akibat dari pelaksanaan sertifikasi

tersebut.

Kenyataan tersebut merupakan problema yang harus segera diselesaikan, oleh

karena itu penulis melakukan penelitian untuk penulisan tesis ini dengan judul

”Problematika Pasca Bencana Tsunami Terhadap Sertifikasi Hak Milik Atas Tanah

Melalui Ajudikasi Di Kota Banda Aceh”. Sehingga nantinya diharapkan dapat

menjadi solusi untuk menyelesaikan permasalahan yang ada dilapangan berkaitan

dengan sertifikasi hak milik atas tanah serta berguna bagi pengembangan ilmu hukum

khususnya bidang hukum agraria.

B. Perumusan Masalah

Berdasarkan uraian diatas maka yang menjadi permasalahan dalam tesis ini

adalah:

1. Bagaimana pelaksanaan sertifikasi hak milik atas tanah pasca bencana Tsunami

di Kota Banda Aceh?

2. Apa saja permasalahan yang muncul terhadap sertifikasi hak milik atas tanah

pasca bencana Tsunami di Kota Banda Aceh?

3. Upaya hukum apa saja yang dapat ditempuh untuk menyelesaikan permasalahan

yang muncul terhadap sertifikasi hak milik atas tanah pasca bencana Tsunami di

Kota Banda Aceh?

C. Keaslian Penelitian

Guna menghindari terjadinya duplikasi terhadap penelitian didalam masalah

yang sama, penulis melakukan pengumpulan data dan pemeriksaan terhadap

(10)

hasil penelusuran kepustakaan, tidak ada yang persis sama dengan judul yang penulis

pilih, yaitu Problematika Pasca Bencana Tsunami Terhadap Sertifikasi Hak Milik

Atas Tanah Melalui Ajudikasi Di Kota Banda Aceh. Namun ada kemiripan pada

judul dan lokasi, akan tetapi berbeda permasalahnnya, yaitu yang ditulis oleh

mahasiswa Program Kenotariatan atas nama Fitria Sari, Nim: 047011026, yang

bersangkutan menulis tentang “Tata Laksana Kepemilikan Hak Milik Atas Tanah

Pasca Gempa dan Tsunami (Suatu Penelitian Di Kota Banda Aceh)”, dimana

penelitian yang bersangkutan lebih memfokuskan kepada tata cara memperoleh hak

milik atas tanah dikawasan bencana Tsunami. Sedangkan penelitian lain yang

memiliki kemiripan yaitu yang ditulis oleh Surya Darma, Nim: 067011087 dimana

yang bersangkutan menulis tentang Kajian Yuridis Pengadaan Tanah Untuk Relokasi

Korban Tsunami Di Kecamatan Johan Pahlawan, Kabupaten Aceh Barat. Dan satu

lagi yaitu yang ditulis oleh Desi Helfira, Nim: 057011016 yaitu menulis tentang

Aspek Hukum Perjanjian Pemborongan Dalam Pelaksanaan Pembangunan

Perumahan Oleh Badan Rehabilitasi dan Rekonstruksi (BRR) dan Non-Government

Organization (NGO) Bagi Korban Bencana Alam Gempa Bumi dan Tsunami (Studi

Pada Kecamatan Kuta Alam Banda Aceh).

Berdasarkan penelusuran tersebut dapat disimpulkan bahwa tidak ada satupun

penelitian yang memiliki kesamaan dengan yang penulis teliti untuk penulisan tesis

ini, sehingga otentisitasnya dapat dipertanggung jawabkan.

D. Tujuan Penelitian

(11)

1. Untuk mengetahui dan menjelaskan pelaksanaan sertifikasi hak milik atas tanah

melalui ajudikasi pasca bencana Tsunami di Kota Banda Aceh.

2. Untuk mengetahui dan menjelaskan permasalahan yang timbul terhadap

sertifikasi hak milik atas tanah melalui ajudikasi pasca bencana Tsunami di Kota

Banda Aceh.

3. Untuk mengetahui dan menjelaskan upaya hukum yang dapat ditempuh dalam

rangka menyelesaikan permasalahan yang timbul terhadap sertifikasi hak milik

atas tanah melalui Ajudikasi pasca bencana Tsunami.

E. Manfaat Penelitian

Adapun manfaat penelitian dapat dibagi dalam dua kelompok, yaitu manfaat

secara teoritis dan manfaat secara praktis.

1. Manfaat Teoritis

Hasil Penelitian diharapkan dapat memperluas khasanah dan wawasan tentang

hukum agraria, khususnya mengenai sertifikasi hak atas tanah melalui ajudikasi

pertanahan dikawasan yang terkena dampak bencana alam seperti bencana

Tsunami. Sehingga menjadi literatur kepustakaan bagi pengembangan ilmu

hukum khususnya hukum agraria di masa yang akan datang.

2. Manfaat Praktis

Hasil Penelitian ini diharapkan dapat membantu penyelesaian masalah hukum

yang timbul dan sebahagian masih belum tuntas sehubungan sertifikasi hak

milik atas tanah dikawasan yang terkena dampak bencana Tsunami. Sehingga

(12)

Nasional (BPN), dalam menyelesaikan permasalan-permasalahan di bidang

pertanahan terutama yang terjadi di kawasan bekas bencana Tsunami di Kota

Banda Aceh.

F. Kerangka Teori dan Konsepsi

a. Kerangka Teori

Teori adalah susunan konsep, definisi yang dalam, yang menyajikan

pandangan yang sistematis tentang fenomena, dengan menunjukkan hubungan antara

variabel yang satu dengan yang lain, dengan maksud untuk menjelaskan dan

meramalkan fenomena.4

Menurut M. Solly Lubis, teori adalah:

Suatu kerangka pemikiran atau butir-butir pendapat, teori, tesis mengenai sesuatu kasus atau permasalahan (problem) yang dijadikan bahan perbandingan, pegangan teoritis, yang mungkin disetujui ataupun tidak disetujui yang dijadikan masukan dalam membuat kerangka berpikir dalam penulisan.5

Kemudian menurut J.J.H Bruggink:

Teori merupakan keseluruhan pernyataan yang saling berkaitan, yang dikemukakan untuk menjelaskan tentang adanya sesuatu, maka teori hukum dapat ditentukan dengan lebih jauh sebagai sesuatu keseluruhan pernyataan-pernyataan yang saling berkaitan dan berkenaan dengan hukum. Dengan itu harus cukup menguraikan tentang apa yang diartikan dengan unsur teori dan harus mengarahkan diri kepada unsur hukum.6

Oleh karena itu teori merupakan sebuah desain langkah penelitian yang

berhubungan dengan kepustakaan, isue kebijakan maupun nara sumber penting

4Sofyan Syafri Harahap,Tips Menulis Skripsi dan Menghadapi Ujian komprehensif, Pustaka Quantum, Jakarta, Hal. 40.

(13)

lainnya. Fungsi teori dalam penelitian ini adalah untuk menstrukturisasikan

penemuan selama penelitian, membuat beberapa pemikiran, ramalan atau prediksi

atas dasar penemuan dan menyajikannya dalam bentuk penjelasan, uraian maupun

pernyataan.

Agar kerangka teori meyakinkan, maka harus memenuhi syarat: Pertama; teori

yang digunakan dalam membangun kerangka berpikir harus merupakan pilihan dari

sejumlah teori yang dikuasai secara lengkap dengan mencakup

perkembangan-perkembangan terbaru. Kedua; analisis filsafat dari teori-teori keilmuan dengan cara

berpikir keilmuan yang mendasari pengetahuan tersebut dengan pembahasan secara

ekplisit mengenai postulat, asumsi, dan prinsip yang mendasarinya. Ketiga; mampu

mengindentifikasikan masalah yang timbul sekitar disiplin keilmuan tersebut.7

Dengan demikian Teori merupakan pijakan bagi peneliti untuk memahami persoalan

yang diteliti dengan benar dan sesuai dengan kerangka berpikir ilmiah.8

Sehubungan dengan permasalahan yang penulis teliti tentang Problematika

Pasca Bencana Tsunami Terhadap Sertifikasi Hak Milik Atas Tanah Melalui

Ajudikasi di Kota Banda Aceh, maka kerangka teori yang digunakan dalam

menganalisa permasalahan berkaitan dengan sertifikasi tersebut adalah dengan

menggunakan pokok-pokok pikiran dari Teori Kepastian Hukum.

7Jujun S. Suriasumantri, Filsafat Ilmu Sebuah Pengantar Populer, Pustaka Sinar Harapan, Jakarta, Hal. 318-321

(14)

Dalam sejarah perkembangan ilmu hukum, dikenal 3 (tiga) jenis aliran

konvensional tentang tujuan hukum, salah satu diantaranya adalah aliran

normatif-dogmatik. Aliran ini menganggap bahwa pada asasnya hukum adalah semata-mata

untuk menciptakan kepastian hukum.9

Salah satu penganut aliran ini adalah John Austin dan Van Kant, yang

bersumber dari pemikiran positivisme hukum, yang melihat hukum sebagai sesuatu

yang otonom atau hukum dipahami dalam bentuk peraturan tertulis semata. Artinya,

karena hukum itu otonom, sehingga tujuan hukum semata-mata untuk kepastian

hukum dalam melegalkan kepastian hak dan kewajiban seseorang. Van Kant

berpendapat bahwa tujuan hukum adalah menjaga setiap kepentingan manusia agar

tidak diganggu dan terjamin kepastiannya.10

Utrecht menyatakan bahwa tujuan hukum adalah demi adanya kepastian

hukum.11Beliau secara tegas menghendaki agar tujuan hukum hendaknya diarahkan

untuk adanya kepastian hukum. Kepastian hukum, artinya hukum dimungkinkan

sebesar-besarnya untuk adanya peraturan umum yang berlaku bagi setiap orang, tanpa

melihat latar belakang dan status sosial.12 Dalam kepastian hukum, maka hukum

dalam pengertian yuridis (tertulis) sangat diagung-agungkan. Dalam sejarah dan teori

maupun mazhab hukum, paham kepastian hukum merupakan pengejawantahan dari

9Ibid,Hal. 74. 10Ibid.

11Waluyadi,Pengantar Ilmu Hukum Dalam Perspektif Hukum Positif, Djambatan, Jakarta, 2001, hal. 44.

(15)

aliran “legisme”, yang tidak mengakui adanya hukum yang tidak tetulis.13 Sehingga

menimbulkan konsekuensi bahwa faktor-faktor non yuridis tidak mendapat prioritas

didalamnya.

Pelaksanaan sertifikasi hak atas tanah melalui mekanisme ajudikasi terhadap

tanah yang berada pada kawasan bekas bencana Tsunami, merupakan suatu langkah

untuk memberikan kepastian hukum kepada masyarakat yang memiliki hak atas

tanah. Pelaksanaan tersebut merupakan perwujudan dari ketentuan Pasal 19 UUPA,

yang menyebutkan: “Untuk menjamin kepastian hukum oleh Pemerintah diadakan

pendaftaran tanah di seluruh wilayah Republik Indonesia menurut

ketentuan-ketentuan yang diatur dengan Peraturan Pemerintah.”

Tugas untuk melakukan pendaftaran tanah diseluruh Indonesia dibebankan

kepada Pemerintah, yang oleh Pasal 19 ayat (1) UUPA ditentukan bertujuan tunggal,

yaitu untuk menjamin kepastian hukum.14 Menurut penjelasan UUPA, pelaksanaan

kegiatan pendaftaran tanah merupakan kewajiban dari Pemerintah yang bertujuan

memberikan kepastian hukum yang bersifat rechtscadaster. Rechtscadaster artinya,

untuk kepentingan pendaftaran tanah saja dan hanya mempermasalahkan haknya, apa

dan siapa pemiliknya, bukan untuk kepentingan lain seperti perpajakan.

Adapun syarat-syarat yang harus dipenuhi agar pendaftaran tanah dapat

menjamin kepastian hukum adalah:

13Ibid,Hal. 47.

(16)

1. Tersedianya peta bidang tanah yang merupakan hasil pengukuran secara kadastral, yang dapat dipakai untuk rekonstruksi batas dilapangan dan batas-batasnya merupakan batas yang sah menurut hukum.

2. Tersedianya daftar umum bidang-bidang tanah yang dapat membuktikan pemegang hak yang terdaftar sebagai pemegang hak yang sah menurut hukum.

3. Terpeliharanya daftar umum pendaftaran tanah yang selalu mutakhir, yakni setiap perubahan data mengenai hak atas tanah, seperti peralihan hak tercatat dalam daftar umum.15

Bahwa dalam rangka memberikan kepastian hak khususnya terhadap

bidang-bidang tanah yang terletak dikawasan bekas Tsunami, maka pemerintah telah

melakukan kebijakan pendaftaran tanah secara sistematik, yaitu yang dilakukan

secara serentak di seluruh wilayah yang ditetapkan oleh Pemerintah melalui Menteri

Agraria/Kepala BPN. Pendaftarannya dilakukan melalui mekanisme ajudukasi.

Pendaftaran melalui mekanisme ajudikasi tersebut didasarkan pada PP No. 24

tahun 1997, yaitu Pasal 1 butir 8, yang menyatakan sebagai berikut: “ajudikasi adalah

kegiatan yang dilaksanakan dalam rangka proses pendaftaran tanah untuk pertama

kali meliputi pengumpulan data dan penetapan data fisik dan data yuridis mengenai

suatu atau beberapa objek pendaftaran tanah untuk keperluan pendaftaran”.

Pendaftaran hak atas tanah pada kawasan bekas bencana Tsunami bertujuan

memberikan kepastian hak, yang dalam hal ini diwujudkan dengan penerbitan

sertifikat hak atas tanah, yang merupakan bukti yuridis. Sehingga siapa yang disebut

namanya dalam sertifikat dialah sebagai pemiliknya.

Akan tetapi terhadap sertifikat yang merupakan alat bukti yang kuat atas

kepemilikan hak atas tanah pasca bencana Tsunami, dikemudian hari ternyata telah

(17)

menimbulkan beberapa permasalahan. Hal ini bisa jadi sebagai akibat dari

mekanisme pendaftaran yang belum maksimal. Oleh karena itu melalui pendekatan

teori kepastian hukum terutama aliran positisme menjadi alat analisa dalam rangka

menganalisa berbagai problema yang muncul berkaitan dengan sertifikasi hak atas

tanah pasca bencana Tsunami tersebut.

b. Konsepsi

Konsep adalah salah satu bagian terpenting dari teori. Konsep adalah

unsur-unsur abstrak yang mewakili kelas-kelas fenomena dalam satu bidang studi, sehingga

dengan demikian merupakan penjabaran abstrak daripada teori. Pendefinisian konsep

dan perumusan teori berlangsung setiap saat. Hal ini merupakan langkah yang

diperlukan dalam suatu proses penelitian ilmiah.

Oleh karena konsep merupakan bagian penting dari suatu teori. Maka konsep

membawa sesuatu dari abstrak menjadi suatu yang konkrit, yang disebut dengan

istilah definisi operasional (operational definition). Pentingnya definisi operasional

adalah untuk menghindari perbedaan pengertian atau penafsiran mendua (dubius) dari

suatu istilah yang dipakai.

Yang dimaksud dengan definisi operasional ialah suatu definisi yang

didasarkan pada karakteristik yang dapat diobservasi dari apa yang didefinisikan atau

(18)

menggambarkan perilaku atau gejala yang dapat diamati dan yang dapat diuji

kebenarannya oleh orang lain.16

Kegunaan dari adanya konsepsi agar ada pegangan dalam melakukan

penelitian atau penguraian, sehingga dengan demikian memudahkan bagi orang lain

untuk memahami batasan-batasan atau pengertian-pengertian yang dikemukakan.

Maka untuk menjawab permasalahan dalam penelitian ini harus diberikan

format tentang beberapa konsep dasar, agar secara operasional diperoleh hasil

penelitian yang singkron dengan tujuan yang telah ditentukan. Adapun konsep dasar

yang dikemukakan dalam penelitian ini meliputi:

1. Problematika adalah permasalahan atau masalah yaitu suatu kendala atau

persoalan yang harus dipecahkan, dengan kata lain masalah merupakan

kesenjangan antara kenyataan dengan sesuatu yang diharapkan dengan baik

agar tercapai hasil yang maksimal.17

2. Sertifikasi adalah penyertifikatan, pembuatan sertifikat.18

3. Sertifikasi hak atas tanah adalah rangkaian kegiatan yang dilakukan oleh

pemerintah secara terus menerus, berkesinambungan dan teratur, meliputi

pengumpulan, pengolahan, pembukuan dan penyajian serta pemeliharaan data

fisik dengan data yuridis, dalam bentuk peta dan daftar, mengenai

bidang-bidang tanah dan satuan-satuan rumah susun, termasuk pemberian tanda bukti

16Jonathan Sarwono,0p.Cit., Hal.68.

17Pengertian masalah ”http//id.shvoong.com/humanities/theory-criticism/2020002 diakses pada tanggal 27 Januari 2013

(19)

hak bagi bidang-bidang tanah yang sudah ada haknya beserta hak-hak tertentu

yang membebaninya dalam bentuk suatu Sertifikat.19

4. Data Fisik adalah keterangan mengenai letak, batas dan luas bidang tanah dan

satuan rumah susun yang didaftar, termasuk keterangan mengenai adanya

bangunan diatasnya (Pasal 1 angka 6 PP No.24 Tahun 1997)

5. Data yuridis adalah keterangan mengenai status hukum bidang tanah dan

satuan rumah susun yang didaftar, pemegang haknya dan hak pakai lainnya

serta bebab-beban lain yang membebaninya (Pasal 1 angka 7 PP No. 24

Tahun 1997).

6. Ajudikasi adalah kegiatan yang dilaksanakan dalam rangka proses pendaftaran

tanah untuk pertama kali, meliputi pengumpulan dan penetapan kebenaran

data fisik dan data yuridis mengenai satu atau beberapa objek pendaftaran

tanah untuk keperluan pendaftarannya (Pasal 1 butir 8 PP No. 24 Tahun

1997).

7. Sertifikat adalah Surat tanda bukti hak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19

ayat (2) huruf c UUPA untuk hak atas tanah, hak pengelolaan, tanah wakaf,

hak milik atas satuan rumah susun dan hak tanggungan yang masing-masing

sudah dibukukan dalam buku tanah yang bersangkutan.

19 Boedi Harsono,Hukum Agraria Indonesia (Sejarah Pembentukan Undang-undang Pokok

(20)

8. Kepastian hukum hak atas tanah adalah kepastian untuk menjamin hak atas

tanah dari pemiliknya terhadap letak, batas, luas dan jenis hak atas

tanahnya.20

G. Metode Penelitian

1. Jenis dan Metode Pendekatan

Jenis penelitian yang digunakan untuk mengkaji penulisan ini adalah

penelitianyuridis normatif, yaitu dilakukan dengan cara meneliti bahan kepustakaan

(library research) atau data sekunder yang meliputi peraturan perundang-undangan,

dokumen-dokumen yang relevan dengan permasalahan yang diteliti atau melihat

hukum dari aspek normatif.

Menurut Peter Mahmud Marzuki, penelitian yuridis normatif adalah suatu

proses untuk menemukan aturan hukum, prinsip-prinsip hukum maupun

doktrin-doktrin hukum guna menjawab isu hukum yang dihadapi.21

Dilakukan dengan cara mengkaji ketentuan-ketentuan yang berkaitan dengan

masalah pelaksanaan pendaftaran tanah melalui mekanisme ajudikasi, terutama yang

berkaitan dengan tanah yang termasuk dalam kawasan bencana alam tsunami.

Penelitian ini menggunakan metode pendekatan deskriptis analitis, artinya

hasil penelitian ini berusaha untuk memberikan gambaran secara menyeluruh dan

mendalam tentang suatu keadaan atau gejala yang diteliti.22

20

Badan Pertanahan Nasional, Himpunan Karya Tulis Pendaftaran Tanah, Jakarta, 1999, hal. 27

21

Peter Marzuki Mahmud, Penelitian Hukum, Kencana Predata, Jakarta, 2008, hal. 35.

(21)

2. Sumber Data

Dalam penulisan ini sumber data yang digunakan diperoleh dari data primer

dan data sekunder yang meliputi bahan hukum primer, bahan hukum sekunder serta

bahan hukum tertier.

1. Data Primer, data primer diperoleh melalui penelitian lapangan (field

research) berasal dari responden dan informan yang menjadi sampel dalarn

penelitian ini.

Data primer digunakan untuk melakukan konfrontir terhadap berbagai macam

data sekunder yang telah diperoleh dalam rangka melakukan penegasan. Data

primer diperoleh melalui wawancara secara langsung terhadap pihak terkait

untuk pemecahan masalah yang masih memerlukan informasi lebih lanjut

guna melakukan dan memastikan validasi terhadap data sekunder yang telah

diperoleh.

2. Data Sekunder, diperoleh melalui penelusuran kepustakaan dengan

mengumpulkan bahan-bahan kepustakaan yang berupa buku-buku teks,

artikel, dan peraturan perundang-undangan yang relevan, juga

pendapat-pendapat sarjana dan ketentuan perundang-undangan. yang dapat dirinci

sebagai berikut:

a. Bahan hukum primer, yaitu bahan hukum yang mempunyai kekuatan

mengikat yang terdisi dari peraturan Perundang-undangan, catatan-catatan

resmi dan ketentuan-ketentuan lain yang terkait dengan penelitian ini.

(22)

2) Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar

Pokokpokok Agraria (UUPA).

3) Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran

Tanah.

4) Peraturan Pemerintah Nomor.46 Tahun 2002 tentang Tarif Atas jenis

Penerimaan Negara Bukan Pajak Yang Berlaku Atas Badan

Pertanahan Nasional.

5) Peraturan Menteri Negara Agararia/ Kepala Badan Pertanahan

Nasional Nomor 3 Tahun 1997 tentang Ketentuan Pelaksanaan

Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran

Tanah.

6) Peraturan Menteri Negara Agraria/ Kepala Badan Pertanahan

Nasional Nomor 9 Tahun 1999 tentang Tata cara Pemberian dan

Pembatalan Hak Atas Tanah Negara dan flak Pengelolaan.

7) Keputusan Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 114-11- 2005

tentang Manual Pendaftaran Tanah Berbasis Masyarakat Pada Lokasi

Terkena Bencana Tsunami di Nanggroe Aceh Darussalam Yang

Menjadi Obyek Kegiatan Pemulihan. Hak Atas Tanah dan

Rekonstruksi Sistem Administrasi Pertanahan Aceh, tanggal 21 Juni

2005.

b. Bahan hukum sekunder yaitu berupa semua publikasi hukum yang bukan

(23)

hukum, hasil penelitian, hasil seminar, makalah, majalah serta

dokumen-dokumen lainnya yang berkaitan dengan permasalahan yang diteliti.

c. Bahan hukum tersier atau bahan hukum penunjang yaitu mencakup bahan

yang memberi petunjuk maupun penjelasan terhadap bahan hukum primer

dan sekunder, seperti kamus umum dan eksiklopedia.

3. Lokasi Penelitian

Lokasi penelitian adalah di Kota Banda Aceh yang meliputi 3 (tiga) wilayah

kecamatan, yaitu: Kecamatan Meuraxa (Tim Ajudikasi No.0101-03), Kuta Alam

(Tim Ajudikasi No.0101-05) dan Jaya Baru (Tim Ajudikasi 0101-06). Kesemuanya

termasuk dalam wilayah hukum Kantor Badan Pertanahan Nasional Kota Banda

Aceh.

4. Tehnik Pengumpulan Data

Tehnik pengumpulan data yang dipergunakan dalam penelitian ini dilakukan

dengan cara:

a. Penelitian Kepustakaan (library Research) yakni upaya untuk memperoleh

data dari penelusuran literatur kepustakaan, peraturan perundang-undangan,

majalah, koran, artikel dan sumber lainnya yang berhubungan dengan objek

telaah penelitiaan ini;

b. Penelitian lapangan (Field Research) dilakukan dengan cara wawancara, yang

dilakukan secara langsung dan mendalam, terarah dan sistematis ditujukan

kepada narasumber yang telah ditetapkan yang terkait dengan permasalahan

(24)

1). 2 (dua) orang Pejabat kantor Badan Pertanahan (BPN) Kota Banda Aceh;

- Kepala kantor BPN

- Kepala bagian pendaftaran tanah

2). 3 (tiga) orang mantan anggota Tim Ajudikasi BPN Kota Banda Aceh;

3). 3 (tiga) orang Keuchik/ Kepala Desa diwilayah Penelitian.

4). 2 (dua) Notaris

5). Panitera Mahkamah Syari’ah Kota Banda Aceh

5. Analisis Data

Data primer dan data sekunder yang berhasil dikumpulkan melalui

penelitian lapangan dan penelitian kepustakaan kemudian dianalisis secara

kualitatif. Data sekunder merupakan data yang tersedia, sehingga hanya

mencari dan mengumpulkan, sedangkan data primer adalah data yang hanya

dapat diperoleh dari sumber asli atau pertama di lapangan.

Setelah pengumpulan data dilakukan, baik dengan studi kepustakaan

maupun studi lapangan, maka data-data tersebut dianalisis secara kualitatif,

yakni dengan mengadakan pengamatan data-data yang diperoleh dan

menghubungkan tiap-tiap data yang diperoleh tersebut dengan

ketentuan-ketentuan maupun asas-asas hukum yang terkait dengan permasalahan yang

diteliti, sehingga dengan logika induktif, yaitu berpikir dari hal yang khusus

menuju hal yang lebih umum, dengan menggunakan perangkat normatif,

yakni interpretasi dan konstruksi hukum, sehingga diharapkan dapat

dihasilkan kesimpulan yang bersifat umum terhadap permasalahan dan tujuan

(25)

Analisa kualitatif merupakan analisis yang mendasarkan pada adanya

hubungan semantis antar variabel yang diteliti. Tujuannya ialah agar peneliti

mendapatkan makna hubungan variabel-variabel, sehingga dapat digunakan

untuk menjawab masalah yang dirumuskan dalam penelitian. Selanjutnya

diinterpretasikan yang hasilnya digunakan sebagai bahan dalam penulisan

Referensi

Dokumen terkait

Data D2 yang tidak masuk pada D3 Serdos Ge lombang 20150 2 ini akan dice k kem bali pada database di PDPT untuk penyusunan data D3 Ser dos selanjutnya.. PT dapat mengusulkan dosen

Hasil ini lebih besar dari hasil penelitian Patil dkk yang mendapatkan nilai tibiofibular clear space proyeksi anteroposterior 2,4mm dan lebih kecil pada proyeksi

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan, maka dapat diambil kesimpulan bahwa rasa percaya diri pada Siswi Kelas XII IPA SMA Negeri 1 Bambanglipuro yang diwakili 45

ULSWRJUDIL NODVLN WHUGDSDW SDGD DOJRULWPDQ\D \DQJ WHUODOX VHGHUKDQD GL VDPSLQJ NHUDKDVLDDQ DOJRULWPDQ\D WLGDN WHUMDPLQ GDQ PXGDK WHUERQJNDU 3ULPDQLR 2OHK NDUHQD KDOWHUVHEXW PDND

Pengukuran diameter koloni dilakukan ketika koloni jamur yang tumbuh pada media PDA yang telah tercampur dengan formula fungisida sesuai perlakuan pada cawan petri.. Alat

Hasil studi yang dilakukan Hult et al (2003) pada 764 Unit Bisnis Strategis (SBU) di perusahaan manufaktur menyatakan bahwa diantara empat variabel (entrepreneurship, innovativeness,

Pengaturan pedoman pemberian pelayanan kesehatan oleh BPJSKesehatan didasarkan pada SJSNdalam rangka menyelenggarakan Jaminan Kesehatan Nasional (JKN).Pasal 1 Peraturan

Kemampuan penggunaan bahasa yang baik dalam tanya jawab Nilai