i
PENGEMBANGAN MODUL KIMIA BERBASIS
PROBLEM BASED LEARNING PADA MATERI
KOLOID SEBAGAI SUMBER BELAJAR MANDIRI
SISWA
Skripsi
disusun sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Pendidikan
Program Studi Pendidikan Kimia
oleh
Tri Amallia Seftiana 4301411036
JURUSAN KIMIA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG
ii
terbukti terdapat plagiat dalam skripsi ini, maka saya bersedia menerima sanksi sesuai ketentuan peratuan perundang-undangan.
Semarang, Agustus 2015
iii
Materi Koloid sebagai Sumber Belajar Mandiri Siswa Disusun oleh
Nama : Tri Amallia Seftiana NIM : 4301411036
Telah dipertahankan di hadapan sidang Panitia Ujian Skripsi FMIPA UNNES pada 12 agustus 2015
Panitia :
Ketua Sekretaris
Prof. Dr. Wiyanto, M.Si Dra. Woro Sumarni, M.Si
NIP 196310121988031001 NIP 196507231993032001
Ketua Penguji
Dra. Sri Nurhayati, M.Pd. NIP 196601061990032002
Penguji II Penguji III
Anggota Penguji Pembimbing
Dra. Sri Mantini R S, M.Si Dr. Sri Wardani, M.Si
iv
Pendidikan merupakan perlengkapan paling baik untuk hari tua
(Aristoteles)
Musuh yang paling berbahaya di atas dunia ini adalah penakut dan bimbang. Teman yang
paling setia, hanyalah keberanian dan keyakinan yang teguh
(Andrew Jackson)
PERSEMBAHAN
Skripsi ini penulis persembahkan kepada:
1. Pak Chodjali dan Ibu Suneti, atas perjuangannya mendidik dan selalu mendoakanku disetiap waktu
2. Kakakku Ika Nisa Aentika dan adikku Ibnu Tidar Al Hakim, atas kasih sayangnya
3. Teman-teman seperjuangan Pendidikan Kimia 2011, terima
v
selalu tercurah sehingga tersusunlah skripsi yang berjudul “Pengembangan Modul Kimia Berbasis Problem Based Learning pada Materi Koloid Sebagai
Sumber Belajar Mandiri Siswa”.
Penulis menyadari sepenuhnya bahwa skripsi ini selesai berkat bantuan, petunjuk, saran, bimbingan dan dorongan dari berbagai pihak. Untuk itu penulis menyampaikan terima kasih kepada:
1. Dekan Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Negeri Semarang yang telah memberikan ijin penelitian. 2. Ketua Jurusan Kimia FMIPA Universitas Negeri Semarang yang telah
memberikan ijin peneltitian.
3. Ibu Dr. Sri Wardani, M.Si, dosen pembimbing 1 yang selalu mengarahkan, memotivasi dan membimbing penulis dalam penyusunan skripsi ini.
4. Ibu Dra. Sri Mantini R S, M.Si, dosen pembimbing 2 memberikan pengarahan dan saran dalam penyusunan skripsi ini
5. Ibu Dra. Sri Nurhayati, M.Pd, dosen penguji utama yang telah memberikan pengarahan dan saran dalam penyusunan skripsi ini.
6. Kepala SMA N 5 Magelang yang telah memberikan izin penelitian. 7. Bapak Kartono, S.Pd, M.Pd, guru kimia kelas XI SMA N 5 Magelang
vi
Semarang, Agustus 2015
vii
Universitas Negeri Semarang. Pembimbing Utama Dr Sri Wardani, M.Si. dan Pembimbing Pendamping Dra. Sri Mantini Rahayu Sedyawati, M.Si
Kata Kunci : Koloid, Modul, Problem Based Learning
viii
Sciences, State University of Semarang. Main supervisor Dr Sri Wardani, M.Sc. and Supervising Companion Dra. Mantini Sri Rahayu Sedyawati, M.Si
Keywords: Colloid System, Chemistry Module, Problem Based Learning
ix
PERNYATAAN ... ii
PENGESAHAN ... iii
MOTTO DAN PERSEMBAHAN ... iv
PRAKATA ... v
ABSTRAK ... vii
ABSTRACT ... viii
DAFTAR ISI ... ix
DAFTAR TABEL ... xi
DAFTAR GAMBAR ... xii
DAFTAR LAMPIRAN ... xiii
BAB 1. PENDAHULUAN 1.1Latar Belakang ... 1
1.2Rumusan Masalah ... 5
1.3Tujuan Penelitian ... 6
1.4Manfaat Penelitian ... 6
1.5Penegasan Istilah ... 6
BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1Penelitian dan Pengembangan... 8
2.2Sumber Belajar Mandiri ... 9
x
2.7Penelitian yang Relevan ... 23
2.8Kerangka Berfikir... 24
BAB 3. METODE PENELITIAN 3.1Jenis Penelitian ... 26
3.2Lokasi dan Waktu Penelitian ... 26
3.3Subjek Penelitian ... 26
3.4Desain Penelitian ... 26
3.5Prosedur Penelitian... 27
3.6Metode Pengumpulan Data ... 31
3.7Teknik Analisis Data ... 32
BAB 4. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1Hasil Penelitian ... 42
4.2Pembahasan ... 56
BAB 5. PENUTUP 5.1Simpulan ... 77
5.2Saran ... 77
DAFTAR PUSTAKA ... 79
xi
3.1 Hasil analisis validitas soal uji coba... 34
3.2 Kriteria reliabilitas soal ... 34
3.3 Kriteria taraf kesukaran ... 35
3.4 Hasil analisis taraf kesukaran ... 36
3.5 Kriteria daya beda soal ... 37
3.6 Hasil analisis daya beda soal ... 37
3.7 Kriteria tanggapan siswa ... 39
3.8 Kategori indeks gain ... 40
4.1 Rekapitulasi hasil penilaian kelayakan tahap I oleh pakar ... 43
4.2 Rekapitulasi hasil penilaian kelayakan tahap II ... 44
4.3 Hasil revisi modul berdasarkan masukan pakar ... 46
4.4 Hasil angket tanggapan siswa skala kecil ... 47
4.5 Hasil angket tanggapan siswa skala besar ... 50
4.6 Hasil belajar afektif siswa ... 53
4.7 Hasil belajar psikomotorik siswa ... 54
xii
2.1 Penyajian masalah dalam modul ... 18
2.2. Pertanyaan pada kolom ayo cari tahu... 19
2.3 Kolom aktivitas siswa ... 20
2.4 Tes formatif dalam modul kimia berbasis PBL ... 21
2.5 Kerangka berfikir ... 25
3.1 Desain penelitian ... 27
4.1 Hasil angket tanggapan siswa skala kecil pada setiap butir ... 48
4.2 Hasil angket tanggapan siswa skala besar pada setiap butir ... 50
xiii
2. Rencana Pelaksanaan Pembelajaran ... 86
3. Kisi – kisi soal uji coba ... 107
4. Soal uji coba ... 110
5. Kunci jawaban soal uji coba ... 122
6. Analisis butir soal uji coba ... 123
7. Penentuan item soal uji coba untuk soal pretest dan posttest... 127
8. Lembar jawaban uji coba soal ... 128
9. Rekapitulasi hasil penilaian validasi pakar tahap I ... 129
10.Lembar penilaian tahap I oleh pakar ... 130
11.Rekapitulasi data hasil penilaian tahap II oleh pakar ... 136
12.Rubrik angket kelayakan komponen isi ... 137
13.Lembar instrumen penilaian tahap II kelayakan komponen isi ... 141
14.Rekapitulasi hasil penilaian tahap II kelayakan komponen isi ... 145
15.Rubrik angket kelayakan komponen penyajian ... 146
16.Lembar penilaian tahap II kelayakan komponen penyajian ... 150
17.Rekapitulasi hasil penilaian tahap II kelayakan penyajian ... 152
18.Rubrik angket kelayakan komponen bahasa ... 153
19.Lembar instrumen penilaian tahap II kelayakan komponen bahasa .... 158
20.Rekapitulasi hasil penilaian tahap II kelayakan komponen bahasa ... 162
21.Kisi – kisi angket tanggapan siswa skala kecil ... 163
22.Contoh angket tanggapan siswa uji coba skala kecil ... 164
xiv
27.Hasil analisis indeks gain ... 172
28.Pedoman penilaian afektif ... 173
29.Pedoman penilaian psikomotorik ... 175
30.Hasil analisis aspek afektif siswa ... 178
31.Hasil analisis aspek psikomotorik siswa ... 180
32.Daftar nama dan kode siswa skala kecil ... 181
33.Daftar nama dan kode siswa skala besar ... 182
34.Surat keterangan penelitian ... 183
1
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang
Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran yang efektif agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk siap hidup ditengah – tengah masyarakat (Munib, 2004: 34). Oleh karenanya pendidikan berperan penting untuk menciptakan manusia yang berkualitas. Melalui kurikulum yang berlaku saat ini yaitu Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP), aktivitas siswa di dalam pembelajaran lebih ditekankan dalam rangka meningkatkan mutu/kualitas pendidikan.
Pembelajaran harus ditekankan pada pemahaman, skill, dan pendidikan karakter (Kemendikbud, 2013). Namun pelaksanaan pembelajaran sains termasuk kimia masih kurang melibatkan peran aktif siswa. Berdasarkan hasil observasi di SMA N 5 Magelang, pembelajaran kimia yang dilakukan masih cenderung berpusat pada siswa. Selain itu, kesadaran belajar siswa juga masih kurang. Hal ini ditunjukkan dari hanya beberapa siswa saja yang mempunyai buku pegangan sebagai sumber belajarnya. Berdasarkan wawancara dengan guru bidang studi kimia didapatkan bahwa dalam pembelajaran kimia guru tidak menggunakan buku teks atau LKS, namun siswa hanya di pinjami ketika pembelajaran kimia berlangsung. Sehingga sumber belajar yang dimiliki siswa masih kurang dan siswa hanya bergantung pada penjelasan dan catatan dari guru. Hal ini dapat menghambat siswa untuk dapat belajar secara mandiri.
menguasai konsep akan tetapi juga dibutuhkan suatu bahan ajar yang dapat membuat siswa menguasai konsep dan aplikasi koloid dalam kehidupan sehari-hari. Solusi dari hal tersebut maka pembelajaran harus dikemas dalam sebuah model pembelajaran yang menarik dan juga dapat membuat siswa lebih berperan secara aktif dalam pembelajaran kimia. Problem Based Learning (PBL) merupakan model pembelajaran yang dapat dijadikan alternatif pilihan. Untuk membantu guru dalam menerapkan model PBL dapat digunakan bahan ajar berupa modul agar siswa lebih aktif dan mandiri dalam belajarnya.
Penelitian yang dilakukan oleh Sujiono (2014) pada materi gerak dengan menggunakan modul, hasil positif diperoleh dari siswa melalui pemberian angket pada ujicoba skala besar dimana rata – rata prosentase skor yang diperoleh yaitu 88,96%. Hal tersebut menunjukkan bahwa modul yang dikembangkan membuat minat siswa untuk mempelajari modul baik. Selain itu, penelitian Febriana dkk. (2014) tentang tanggapan siswa penggunaan modul pada uji coba skala luas diperoleh rata – rata skor 3,52 dengan kriteria sangat baik dan pada uji coba skala kecil diperoleh rata – rata skor 3,46 dengan kriteria baik.
Untuk memenuhi bahan ajar dan model pembelajaran yang dapat meningkatkan peran aktif siswa, maka dapat disusun bahan ajar berupa modul yang diintegrasikan dengan model PBL. Modul kimia berbasis PBL menjadikan masalah sebagai konteks dan penggerak bagi siswa untuk belajar. Modul berbasis masalah akan memotivasi siswa untuk belajar, membentuk pemahaman pendalaman pada setiap pelajaran, dan meningkatnya keterampilan aspek kognitif, pemecahan masalah, kerja kelompok, komunikasi, dan berpikir kriris (Kurniawati & Amarlita, 2013).
Dari uraian di atas, peneliti ingin mengembangkan bahan ajar cetak pada materi sistem koloid berupa modul. Modul kimia berbasis PBL dikembangkan untuk memenuhi kebutuhan siswa sebagai salah satu sumber belajar mandiri siswa. Adanya model pembelajaran PBL menjadi ciri khusus yang mampu mengembangkan keterampilan tangan dan kemampuan berpikir siswa serta menjadikan siswa lebih aktif selama proses pembelajaran.
1.2
Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah yang dikemukakan, maka rumusan masalah dalam penelitian ini adalah:
1. Apakah modul kimia berbasis PBL pada materi sistem koloid sebagai sumber belajar mandiri siswa SMA Kelas XI layak digunakan?
1.3
Tujuan Penelitian
Tujuan dari penelitian ini adalah:
1. Mengetahui kelayakan modul kimia berbasis PBL pada materi sistem koloid sebagai sumber mandiri belajar siswa SMA Kelas XI.
2. Mengetahui keefektifan modul kimia berbasis PBL pada materi sistem koloid sebagai sumber mandiri belajar siswa SMA Kelas XI
1.4
Manfaat Penelitian
Manfaat yang diperoleh dari penelitian ini adalah: 1. Bagi siswa
Diharapkan dapat menjadi salah satu alternative sumber belajar mandiri siswa dalam pembelajaran kimia
2. Bagi peneliti
a. Dapat digunakan sebagai bekal peneliti untuk mengajar dikemudian hari. b. Dapat mengetahui cara penyusunan modul pembelajaran dengan baik dan
benar. 3. Bagi guru kimia
a Dapat dijadikan sebagai sumber informasi dan referensi dalam pengembangan bahan ajar selanjutnya
b Memberikan alternatif modul yang baik berdasarkan kualitas aspek
1.5
Penegasan Istilah
1.5.1Penelitian dan Pengembangan ( Research and Development )
Menurut Sugiyono (2006: 407), research development adalah metode penelitian yang digunakan untuk menghasilkan produk tertentu, dan menguji keefektifan produk tersebut.
1.5.2Modul
Modul merupakan seperangkat alat atau sarana pembelajaran yang berisi materi, metode, batasan – batasan, dan cara mengevaluasi yag dirancang secara sistematis dan menarik untuk mencapai kompetensi yang diharapkan sesuai dengan tingkat kompleksitasnya (Depdiknas, 2007). Modul biasanya hanya berisi satu materi pokok.
1.5.3Problem Based Learning
Arends (2007: 41) menyatakan bahwa esensinya PBL menyuguhkan berbagai situasi bermasalah yang autentik dan bermakna kepada siswa, yang dapat berfungsi sebagai batu loncatan untuk investigasi dan penyelidikan.
1.5.4Sumber Belajar Mandiri
Sumber belajar mencakup apa saja yang dapat digunakan untuk membantu setiap orang dalam belajar. Sumber belajar meliputi, pesan, orang, bahan, alat,
teknik, dan lingkungan (Sujana dan Riva’i, 2003). Sedangkan belajar mandiri
8
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1
Penelitian dan Pengembangan
(research and development)
Penelitian dan pengembangan atau research and development (R&D) adalah sebuah strategi penelitian yang cukup ampuh untuk memperbaiki praktik. Penelitian dan pengembangan adalah suatu proses untuk mengembangkan suatu produk baru atau menyempurnakan produk yang telah ada yang dapat dipertanggungjawabkan (Sutama, 2010: 32). Metode penelitian dan pengembangan juga didefinisikan sebagai suatu metode penelitian yang digunakan untuk menghasilkan produk tertentu, dan menguji keefektifan produk tersebut (Sugiyono,2006: 407).
Model yang digunakan dalam pengembangan modul ini adalah 4D-Model
yang terdiri dari tahap pendefinisian (define), tahap perancangan (design), tahap pengembangan (develop), dan tahap penyebaran (disseminate) yang direkomendasikan oleh Thiagarajan dkk (1974). Tahap penyebaran (disseminate)
tidak dilakukan karena penelitian pengembangan ini hanya sampai menghasilkan produk berupa modul. Jadi pengembangan ini hanya mengadopsi sampai tahap ketiga yaitu pengembangan (develop).
analisis materi pembelajaran; dan (d) merumuskan tujuan pembelajaran. Langkah yang dilakukan pada tahap design adalah membuat rancangan awal komponen modul. Langkah ini terbagi menjadi beberapa tahap, yaitu: (a) mengkontruksi materi pembelajaran; (b) menetapkan alat, bahan, dan media; (c) menentukan format modul. Pada tahap develop, kegiatan yang dilakukan adalah mengembangkan modul yang telah dirancang. Pada tahap design sebagian besar modul telah disusun, namun perlu adanya perbaikan demi tercapianya bahan ajar yang optimum. Adapun langkah – langkah dalam tahapan ini adalah : (a) menyusun modul awal; (b) menelaah modul awal; (c) merevisi modul awal; (d) melakukan validasi; (e) melakukan uji coba terbatas; (f) menganalisis dan merevisi hasil validasi dan uji coba terbatas; dan (g) menghasilkan produk berupa modul.
2.2
Sumber Belajar Mandiri
AECT (Association of Education and Communication Technology) (1977) mendefinisikan sumber belajar adalah berbagai atau semua sumber baik yang berupa data, orang dan wujud tertentu yang digunakan oleh siswa dalam belajar baik secara terpisah maupun terkombinasi sehingga mempermudah siswa dalam mencapai tujuan belajar. Sedangkan menurut Sujana dan Riva’i (2003), sumber belajar mencakup apa saja yang dapat digunakan untuk membantu setiap orang dalam belajar. Sumber belajar meliputi, pesan, orang, bahan, alat, teknik, dan lingkungan.
strategi belajarnya, menggunakan sumber – sumber belajar yang dipilihnya, membuat keputusan akadenik, dan melakukan kegiatan – kegiatan untuk tercapainya tujuan belajar (Paulina, 1997).
2.3
Modul
2.3.1Pengertian Modul
Modul merupakan salah satu bentuk bahan ajar yang dikemas secara utuh dan sistematis, didalamnya memuat seperangkat pengalaman belajar yang terencana dan didesain untuk membantu peserta didik menguasai tujuan belajar yang spesifik (Daryanto, 2013: 9). Modul biasanya hanya berisi satu materi pokok dan berfungsi sebagai sarana belajar yang bersifat mandiri, sehingga siswa dapat belajar secara mandiri sesuai dengan kecepatan masing – masing.
Modul dirancang secara khusus dan jelas sesuai dengan kecepatan pemahaman masing – masing siswa terhadap suatu materi sehingga mendorong siswa untuk belajar sesuai dengan kemampuannya. Menurut Nasution (2003: 205), mengemukakan modul dapat dirumuskan sebagai: suatu unit yang lengkap yang berdiri sendiri dan terdiri atas suatu rangkaian kegiatan belajar yang disusun untuk membantu siswa mencapai sejumlah tujuan yang dirumuskan secara khusus dan jelas. Suatu modul minimal memuat tujuan pembelajaran, materi/substansi belajar, dan evaluasi.
2.3.2Tujuan Pembelajaran Modul
Depdiknas (2008), mengemukakan tujuan pembelajaran modul adalah sebagai berikut:
baik siswa maupun guru/instruktur, 3) Agar dapat digunakan secara tepat dan bervariasi, seperti untuk meningkatkan motivasi dan gairah belajar, 4) Mengembangkan kemampuan dalam berinteraksi langsung dengan lingkungan dan sumber belajar lainnya yang memungkinkan siswa belajar secara mandiri sesuai kemampuan dan minatnya, 5) Memungkinkan siswa dapat mengukur atau mengevaluasi sendiri hasil
belajarnya.”
Modul sebagai sumber belajar mandiri hendaknya disusun secara efektif dan terperinci sehingga siswa dapat dengan mudah menangkap isi dari modul tersebut. Selain itu penulisan modul juga harus dapat membangkitkan gairah siswa dengan penyampaian materi yang sesuai dengan minat dan kemampuannya. Hal ini dikarenakan inti dari pembuatan modul sendiri adalah agar siswa dapat leluasa dalam belajar meskipun tidak didampingi guru atau dilingkungan sekolah.
Sebagai salah satu bentuk bahan ajar, modul memiliki peran penting dalam proses pembelajaran. Menurut Prastowo (2012: 107-108), modul berfungsi sebagai berikut.
a. Bahan ajar mandiri, siswa dapat belajar sendiri tanpa tergantung kehadiran guru.
b. Pengganti fungsi guru, modul mampu menjelaskan materi pembelajaran dengan baik dan mudah dipahami oleh siswa.
c. Sebagai alat evaluasi, untuk mengukur dan menilai tingkat penguasaan materi siswa.
d. Sebagai bahan rujukan bagi siswa.
bahan ajar modul, paling tidak harus memuat 7 komponen utama yaitu judul, petunjuk belajar,kompetensi dasar, informasi pendukung, latihan, tugas/langkah kerja, dan penilaian.
Selain memiliki kelebihan, modul juga memiliki kelemahan menurut Wulandari (2011) yaitu antara lain:
a Modul biasanya masih menunjukan adanya paksaan kepada siswa agar ia mengikuti acara, selera, kebiasaan penulis modul.
b Tidak ada kesempatan bagi siswa untuk memilih jalur urutan topik – topik yang lebih sesuai dengan seleranya
c Sedikit sekali menggunakan media pendidikan, karena boleh dikatakan semua materi diutamakan menggunakan tulisan
2.3.3Pengembangan Modul
Pengembangan modul merupakan suatu prosedur yang dilakukan untuk meningkatkan produk berupa modul menjadi lebih sesuai dengan tingkat kebutuhan sehingga penggunaannya menjadi lebih efektif bagi siswa. Menurut Sukmadinata yang diacu oleh Indaryati (2008), dalam pembelajaran menggunakan modul siswa belajar secara individual dalam arti mereka dapat menyesuaikan kecepatan belajarnya dengan kemampuan masing – masing.
dan yang telah tersedia untuk mendukung penggunaan modul, dan hal – hal lain yang dinilai perlu.
Dalam mengembangkan modul harus memperhatikan karakteristik yang diperlukan sebagai modul. Menurut Sungkono (2009), karakteristik modul dapat diketahui dari formatnya yang disusun atas dasar:
a. Prinsip – prinsip desain pembelajaran yang berorientasi kepada tujuan
(objective model)
b. Prinsip – prinsip mandiri (self instructional)
c. Prinsip belajar maju berkelanjutan (continuous progress)
d. Penataan materi secara modular yang utuh dan lengkap (self contained)
e. Prinsip rujuk silang (cross referencing) antar modul dalam mata pelajaran f. Penilaian belajar mandiri terhadap kemajuan belajar (self evaluation)
2.4
Problem Based Learning
Akcay (2009) menyatakan bahwa “PBL includes three main characteristics:
(1) engages students as stakeholders in a problem situation; (2) organizes curriculum around this holistic problem, enabling student learning in relevant and connected ways; (3) creates a learning environment in which teachers coach student thinking and guide student inquiry, facilitating deeper levels of understanding”.
Tujuan dari PBL adalah untuk mengembangkan keterampilan tangan dan kemampuan berpikir siswa serta melatih siswa untuk dapat menerapkan materi pembelajaran dengan masalah – masalah dalam kehidupan nyata. Bilgin et al
(2009) menyatakan bahwa “PBL aims improve students’ ability to work in a team,
showing their co-ordinated abilities to acces information and turn it into viable
knowledge”.
Menurut Savoie dan Hughes (dalam Wena, 2009), menyatakan bahwa strategi belajar berbasis masalah memiliki beberapa karakteristik antara lain sebagai berikut. Belajar dimulai dengan suatu permasalahan.
a. Permasalahan yang diberikan harus berhubungan dengan dunia nyata siswa. b. Mengorganisasikan pembelajaran di seputar permasalahan, bukan diseputar
disiplin ilmu.
c. Memberikan tanggung jawab yang besar dalam membentuk dan menjalankan secara langsung proses belajar mereka sendiri.
d. Menggunakan kelompok kecil
Sedangkan menurut Arends (2007: 42), model PBL memiliki lima karakteristik, sebagai berikut:
(1) Pertanyaan atau masalah perangsangan
PBL mengorganisasikan pengajaran di seputar pertanyaan dan masalah yang penting secara social dan bermakna secara personal untuk siswa. Siswa menghadapi situasi kehidupan nyata, menghindari jawaban sederhana dan memungkinkan adanya berbagai macam solusi untuk situasi tersebut.
(2) Fokus interdisipliner
Masalah yang akan di selidiki telah di pilih sesuai dengan kehidupan nyata agar dalam pemecahannya menuntun siswa untuk menggali berbagai mata pelajaran.
(3) Investigasi autentik
PBL mengharuskan siswa untuk melakukan penyelidikan autentik untuk mencari penyelesaian terhadap masalah yang nyata. siswa harus menganalisis dan mengidentifikasi masalah , mengembangkan hipotesis , dan membuat prediksi , mengumpulkan dan menganalisis informasi ,melakukan eksperimen , membuat referensi , dan menarik kesimpulan
(4) Produk artefak dan exhibit
PBL menuntut siswa untk menghasilkan produk tertentu dalam bentuk karya nyata dan penyampaian yang menjelaskan solusi siswa
(5) Kolaborasi
Pembelajaran berbasis masalah terdiri dari 5 fase dan perilaku. Fase – fase dan perilaku tersebut merupakan tindakan pola. Pola ini diciptakan agar hasil pembelajaran dengan pengembangan berbasis masalah dapat diwujudkan. Adapun sintak pembelajaran berbasis masalah pada Tabel 2.1.
Tabel 2.1 Sintak Pembelajaran Berbasis Masalah
Fase - fase Perilaku guru
Fase 1: Memberikan orientasi tentang permasalahannya kepada peserta didik
Guru menyampaikan tujuan
pembelajaran, mendeskripsikan berbagai kebutuhan logistik penting dan memotivasi peserta didik untuk terlibat dalam kegiatan mengatasi masalah Fase 2: Mengorganisasikan peserta
didik untuk meneliti
Guru membantu peserta didik mendifinisikan dan mengorganisasasikan tugas-tugas belajar terkait dengan permasalahannya
Fase 3 : Membantu investigasi mandiri dan kelompok
Guru mendorong peserta didik untuk mendapatkan informasi yang tepat, melaksanakan eksperimen, dan mencari penjelasan dan solusi
Fase 4: Mengembangkan dan mempresentasikan artefak dan exhibit
Guru membantu peserta didik dalam merencanakan dan menyiapkan artefak – artefak yang tepat, seperti laporan, rekaman video, dan model-model serta
membantu mereka untuk
menyampaikannnya kepada orang lain Fase 5: Menganalisis dan
mengevaluasi proses mengatasi masalah
Guru membantu peserta didik melakukan refleksi terhadap investigasinya dan proses-proses yang mereka gunakan (Suprijono,2011: 74)
2.5
Modul Kimia Berbasis PBL pada Materi Sistem koloid
dapat membantu sekolah dalam mewujudkan pembelajaran yang berkualiatas serta dapat menyediakan kegiatan pembelajaran yang lebih terencana dengan baik. Modul kimia yang dikembangkan merupakan modul kimia berbasis PBL dimana siswa dapat menumbuhkan kemampuan berpikir dengan menyelesaikan masalah berupa fenomena yang berhubungan dengan kehidupan sehari – hari siswa. Modul kimia berbasis PBL disusun berdasarkan komponen/langkah pembelajaran PBL, yaitu langkah pembelajaran menurut Arends (dalam Trianto, 2010). Adapun langkah – langkahnya meliputi, (a) penyajian masalah, (b) pengorganisasian siswa, (c) penyelidikan kelompok, pada tahap ini siswa melakukan kegiatan, (d) pengembangan dan penyajian hasil karya, (e) pengevaluasian hasil penyelidikan.
Modul kimia berbasis PBL yang dikembangkan ini, permasalahan – permasalahan disajikan dalam bentuk study case pada setiap subbab. Permasalahan yang disajikan adalah permasalahan yang sering siswa temui dalam kehidupan sehari – hari. Masalah yang disajikan dalam modul merupakan ilustrasi peristiwa yang berhubungan dengan dunia nyata. Penyajian masalah berupa ilustrasi peristiwa dalam kehidupan sehari – hari diharapkan dapat membuat siswa untuk dapat belajar secara mandiri maupun kelompok.
Gambar 2.1 penyajian masalah dalam modul
Tahap pembelajaran berbasis PBL yang kedua yaitu pengorganisian siswa untuk siap belajar. Setelah siswa diberikan permasalahan yang harus dipecahkan, guru mengorganisasikan siswa dengan cara membagi siswa kedalam beberapa kelompok dan menyuruh siswa untuk menjawab pertanyaan – pertanyaan yang
ada dalam kolom Ayo ”Cari Tahu” dalam modul yang berhubungan dengan materi
diarahkan untuk dapat memecahkan masalah yang disajikan. Adapun pertanyaan dalam kolom ayo cari tahu disajikan dalam Gambar 2.2.
Gambar 2.2 Pertanyaan pada kolom ayo cari tahu
karya. Pada tahap ini yaitu membantu siswa untuk mengembangkan dan menyajikan hasil diskusinya. Tahap terakhir pada pembelajaran berbasis PBL yaitu pengevaluasian hasil penyelidikan. Pada tahap ini siswa akan mempresentasikan hasil diskusi dari masing – masing kelompok. Ketiga tahap
diatas disajikan dalam kolom “aktivitas” seperti yang dapat dilihat pada Gambar
[image:34.595.117.493.279.601.2]2.3.
Gambar 2.3 Kolom aktivitas siswa
jawabannya dengan kunci jawaban yang ada dalam modul. Dengan kata lain, tes formatif yang ada dalam modul merupakan syarat yang harus dipenuhi siswa untuk mengetahui apakah siswa sudah menguasai materi yang diajarkan dan dapat melanjutkan ke materi pada subbab selanjutnya. Tes formatif dalam modul tersaji pada Gambar 2.4.
2.6
Materi Sistem koloid
Untuk Aplikasinya pada Terdiri dari Dilakukan dengan cara Dilakukan dengan cara Manfaat Dapat menyebabkan Sistem koloid Efek Tyndall Bermuatan ListrikGerak Brown Elektroforesis
2.7
Penelitian yang relevan
1) Dewi, S.R., Haryono., Suryadi B.U yang berjudul “Upaya Peningkatan Interaksi Sosial Dan Prestasi Belajar Siswa Dengan PBL pada Pembelajaran Kimia materi Sistem koloid, diperoleh hasil bahwa penerapan metode pembelajaran PBL dapat meningkatkan prestasi belajar pada materi sistem koloid.
2) Sujiono dan Widiyatmoko (2014) yang berjudul “Pengembangan Modul Ipa Terpadu Berbasis Problem Based Learning Tema Gerak Untuk Meningkatkan
Kemampuan Berpikir Kritis Siswa”, diperoleh hasil bahwa modul IPA terpadu
berbasis PBL tema Gerak layak dan efektif diterapkan dalam pembelajaran. Penilaian modul IPA terpadu berbasis PBL oleh pakar memperoleh rata – rata skor 3,6 dengan kriteria layak, tanggapan siswa mencapai 98,9 % dengan kriteria sangat baik. Hasil belajar siswa memperoleh nilai rata – rata 80,34 dengan ketuntasan klasikal kelas 100%.
3) Febriana, B.W., Ashadi & Masykuri, M (2014) yang berjudul “Pengembangan Modul Kimia Berbasis Problem Based Learning (PBL) Pada Materi Senyawa Hidrokarbon Dan Turunannya Kelas XI SMK Kesehatan Ngawi”, diperoleh hasil bahwa modul kimia berbasis PBL layak digunakan dalam proses pembelajaran yakni pada uji skala kecil dengan nilai 3,46; dan uji skala luas 3,52. Modul kimia berbasis PBL efektif untuk meningkatkan prestasi belajar aspek kognitif siswa.
Coventional Classroom”, diperoleh hasil bahwa PBL lebih unggul dan lebih
efektif daripada pendekatan konvensional karena PBL unggul untuk ingatan jangka panjang, pengembangan keterampilan dan keputusan siswa dan guru, sedangkan pendekatan konvensional lebih efektif untuk ingatan jangka pendek yang diukur dengan ujian akhir terkait materi yang dipelajari.
5) Kurniawati, I.L., & Amarlita, D.M (2013) yang berjudul “Pengembangan Bahan Ajar Berbasis Masalah pada Mata Pelajaran Kimia SMA Kelas X
dalam Materi Hidrokarbon” diperoleh hasil bahwa rata – rata hasil belajar siswa lebih tinggi setelah dilakukan pembelajaran dengan menggunakan bahan ajar berbasis masalah dibandingkan sebelum pembelajaran menggunakan bahan ajar berbasis masalah.
2.8
Kerangka Berpikir
Gambar 2.5 Kerangka Berfikir Pengembangan Modul pada Materi Sistem Koloid sebagai Sumber Belajar Mandiri
Fakta
Bahan ajar berupa modul kimiaberbasis problem based learning pada materi koloidsebagai sumber belajar
mandiri siswa
1. Bahan ajar yang dikembangkan berupa modul cetak
2. Rancangan desain modul kimia berbasis
Problem Based Learning pada materi koloid
Hasil yang diinginkan
Modul kimia berbasis Problem based learning pada materi koloid
1. Belum adanya modul kimia berbasis Problem based learning pada materi koloid
2. Pembelajaran berpusat pada guru
3. Sumber belajar mandiri siswa masih kurang 4. learning
26
BAB 3
METODE PENELITIAN
3.1
Jenis Penelitian
Model yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian pengembangan (research and development). Adapun yang dikembangkan dalam penelitian ini adalah modul kimia berbasis PBL pada materi sistem koloid sebagai sumber belajar mandiri siswa.
3.2
Lokasi dan Waktu Penelitian
Penelitian dilaksanakan di SMA N 5 Magelang pada tahun ajaran 2014/2015 semester genap. Waktu penelitian sesuai saat dibelajarkannya kompetensi terkait koloid pada bulan April-Mei 2015.
3.3
Subjek Penelitian
Subjek dalam penelitian ini ada dua yaitu 10 siswa kelas XI IPA 2 untuk uji coba skala kecil dan siswa kelas XI IPA 3 untuk uji coba skala besar.
3.4
Desain Penelitian
desain penelitian pengembangan modul kimia bnerbasis PBL disajikan pada Gambar 3.1 berikut.
Gambar 3.1. Diagram alir desain penelitian pengembangan Modul Kimia Berbasis PBL
3.5
Prosedur Penelitian
Berdasarkan desain penelitian, maka prosedur penelitian ini adalah: 1. Tahap Pendefinisian (define)
Pada tahap pendefinisian (define) dilakukan kegiatan sebagai berikut.
Pendefinisian
(Define) Membuat rancangan
media
Modul Kimia Berbasis PBL
Validasi pakar/ahli
Uji Coba Skala Kecil
Revisi Akhir Produk
Studi literatur
Revisi I
Revisi II
Uji Coba Skala Besar
Produk akhir
Perancangan
(Design)
Pengembangan
1) Analisis kebutuhan
Belum adanya modul pembelajaran kimia berbasis problem based learning
di SMA N 5 Magelang, sehingga diperlukan adanya pengembangan modul pembelajaran kimia berbasis PBL untuk membantu guru maupun siswa dalam pembelajaran kimia.
2) Analisis silabus dan konsep materi sistem koloid
Setelah menentukan materi modul, maka dilakukan analisis silabus yang digunakan di SMA N 5 Magelang. Materi yang dipilih disesuaikan dengan standar kompetensi dan kompetensi dasar yang ada dalam silabus
3) Analisis materi
Studi literatur materi-materi yang berkaitan dengan konsep materi yang dipilih dalam modul pembelajaran kimia berbasis PBL.
2. Tahap perencanaan (design)
Pada tahap ini, materi yang dipilih dalam pengembangan modul pembelajaran kimia berbasis PBL ini adalah sistem koloid. Materi ini dipilih karena materi ini berkaitan dengan permasalahan – permasalahan dalam kehidupan sehari – hari yang dekat dengan kehidupan siswa. Setelah menetapkan materi, modul kimia didesain sedemikian rupa agar menarik dan membantu siswa untuk memahami konsep materi sistem koloid. Setelah mendesain modul kimia, dilakukan penyusunan rancangan modul yang akan diterapkan. Hasil dari tahap kedua ini adalah draft awal modul kimia berbasis PBL.
Draft modul kimia berbasis PBL dijadikan acuan dalam pembuatan modul kimia berbasis PBL pada materi sistem koloid.
(2) Validasi Tim Pakar
Modul kimia berbasis PBL yang telah selesai disusun selanjutnya divalidasi oleh pakar. Pakar mengisi angket validasi untuk menguji kelayakan dari modul yang telah dibuat berdasarkan standar kelayakan BSNP. Proses ini dilakukan oleh pakar/ahli mengenai aspek kelayakan isi, bahasa dan penyajian. Adapun yang dipilih sebagai ahli/pakar dalam validasi ini adalah :
1. Dosen Kimia UNNES
Ahli/pakar kimia yang diminta untuk melakukan pemvalidasian modul ini adalah dua dosen kimia yang ahli dalam penyusunan modul. Sarannya sangat diperlukan untuk dijadikan masukan bahkan rujukan dalam pengembangan penelitian ini.
2. Guru Kimia SMA
Pada proses ini dilakukan validasi petunjuk praktikum oleh guru kimia SMA N 5 Magelang. Saran dari dua guru kimia akan dijadikan masukan dalam penyusunan petunjuk praktikum.
Dari hasil penilaian kelayakan oleh pakar, modul kimia yang dikembangkan perlu direvisi dibeberapa bagian sebelum diuji cobakan pada skala kecil.
(3) Revisi I
Hasil revisi yang telah mendapat persetujuan kelayakan dari pakar kemudian diuji cobakan pada skala kecil.
(4) Uji Coba Skal Kecil
Modul yang telah dinyatakan layak oleh pakar kemudian diuji cobakan pada skala kecil. Uji coba dilakukan pada 10 siswa kelas XI di SMA N 5 Magelang, yaitu kelas XI IPA 2. Kesepuluh siswa tersebut diberi draft modul yang telah direvisi berdasarkan validasi para pakar. Modul tersebut dibawa pulang oleh siswa dan diberikan waktu selama tiga hari untuk membaca, mempelajari, dan mengerjakan soal-soal secara mandiri. Setelah siswa selesai mempelajari modul selama waktu yang diberikan, selanjutnya siswa diberikan angket mengenai tanggapan terhadap modul kimia berbasis PBL guna menyempurnakan produk sebelum diuji cobakan secara luas.
(5) Revisi II
Modul yang telah diujikan pada skala kecil selanjutnya diperbaiki sesuai dengan saran dan hasil penilaian pada tahap sebelumnya untuk dapat diujikan pada skala yang lebih luas. Masukan yang diberikan oleh siswa dari hasil uji coba skala kecil yaitu memperbaiki kesalahan ketik pada modul karena menurut siswa masih terdapat banyak salah ketik modul. Sehingga dilakukan perbaikan produk untuk selajnutnya di uji cobakan pada skala luas.
(6) Uji Coba Skala Besar
menggunakan modul dalam kegiatan pembelajaran, dan hasil observasi yang diamati adalah hasil belajar siswa dan tanggapan siswa mengenai modul yang digunakan. Dalam pelaksanaannya, modul tetap dinilai kekurangan yang muncul guna untuk perbaikan lebih lanjut. Pengujian skala besar dilakukan untuk mengetahui keefektifan modul yang dlihat dari hasil tanggapan siswa mengenai pembelajaran dengan modul dan hasil belajar aspek kognitif siswa. Tanggapan siswa diukur menggunakan angket yang diisi oleh siswa. Hasil belajar diukur berdasarkan hasil pretest dan posttest setelah pembelajaran selesai.
(7) Modul Pembelajaran Kimia Berbasis PBL
Pada tahap ini modul kimia berbasis PBL pada materi sistem koloid yang dikembangkan sudah dinyatakan layak digunakan sebagai bahan ajar.
3.6
Metode Pengumpulan Data
Metode pengumpulan data dalam penelitian ini adalah: 2) Metode validasi
Digunakan untuk menganalisis kelayakan modul oleh ahli yang diperoleh melalui lembar penelitian bahan ajar menurut BSNP. Instrumen yang digunakan untuk menilai kelayakan modul oleh tim ahli berupa instrumen kelayakan isi/materi dan penyajian pada tahap I, dan instrument kelayakan isi/materi, penyajian dan bahasa berdasarkan instrument penilaian BSNP.
3) Metode tes
menggunakan soal yang sama dan divalidasi construct oleh guru kimia SMA N 5 Magelang. Data nilai dari pretest dan posttest dijadikan acuan untuk mengetahui tingkat keefektifan modul dalam kegiatan pembelajaran, sehingga dapat meningkatkan hasil belajar aspek kognitif siswa.
4) Metode observasi
Digunakan untuk mengetahui nilai afektif dan psikomotor siswa selama proses pembelajaran berlangsung.
5) Metode angket
Digunakan untuk memperoleh tanggapan mengenai minat siswa terhadap proses pembelajaran. Angket tanggapan siswa diberikan 2 kali, yaitu pada uji coba skala kecil dan uji coba skala besar. Namun kedua angket memiliki butir-butir penilaian yang berbeda. Pada uji coba skala kecil, angket yang diberikan kepada 10 siswa kelas XI IPA 2 adalah angket tanggapan siswa mengenai tampilan modul. Sedangkan ada uji coba skala besar, angket digunakan untuk mengetahui keefektifan modul dalam kegiatan pembelajaran.
6) Metode dokumentasi
Digunakan untuk memperoleh data langsung dari tempat penelitian, meliputi subjek penelitian terdiri dari nama siswa dan foto kegiatan penelitian.
3.7
Teknik Analisis Data
3.7.1Analisis Prapenelitian
3.7.1.1Validitas Soal
validitas konstruk, dan validitas berdasarkan kriteria. Validitas tes diketahui dengan menggunakan rumus γpbi yang rumus lengkapnya adalah sebagai berikut (Arikunto, 2007: 93).
γ
pbi=
√
Keterangan:
γ
pbi = koefisien korelasi biserialMp = rerata skor dari subjek yang menjawab betul bagi item yang dicari validitasnya
Mt = rerata skor total
St = standar deviasi dari skor total
p = proporsi siswa yang menjawab benar (p =
)
q = proporsi siswa yang menjawab salah (q = 1 – p)
Kemudian harga γpbi diuji dengan uji t, yaitu: thitung=
γ √ √ γ
Keterangan:
n = jumlah seluruh siswa peserta tes
Perhitungan validitas butir soal uji coba secara keseluruhan disajikan dalam lampiran. Ringkasan hasil analisis validitas soal uji coba disajikan pada Tabel 3.1 berikut.
Tabel 3.1 Hasil Analisis Validitas Soal Uji Coba
Kriteria Nomor Butir Soal Jumlah Soal
Valid 1,3,5,6,7,9,10,11,15,16,17,19,20,21,22,23, 24,26,28,29,30,32,33,34,35,36,37,38,40
29 Tidak Valid 2,4,8,12,13,14,18,25,27,31,39 11 Sumber: data primer
Data selengkapnya mengenai analisis taraf kesukaran soal dapat dilihat pada lampiran 6.
3.7.1.2Reliabilitas Soal
Reliabilitas soal dianalisis dengan rums Kuder Richedson 21 (KR – 21) berikut ini (Arikunto,2007: 232).
Keterangan :
= reliabilitas tes secara keseluruhan
M = mean skor total = varians total
n = banyaknya item
[image:48.595.110.515.630.718.2]Kriteria reliabilitas soal dapat dilihat pada Tabel 3.2 berikut. Tabel 3.2 Kriteria Reliabilitas Soal
Koefisien reliabilitas Kategori
r < 0,2 Sangat rendah
0,2 ≤ r < 0,4 Rendah
0,4 ≤ r < 0,6 Sedang
0,4 ≤ r < 0,8 Tinggi
0,8 ≤ r ≤ 1,0 Sangat tinggi
Jika harga reliabilitas minimum 0,7 soal sudah dikatakan reliabel. Berdasarkan hasil analisis uji reliabilitas soal uji coba yang telah diuji cobakan, diperoleh r11 sebesar 0,72. Nilai r11 yang diperoleh lebih besar dari 0,7. Jadi dapat diambil kesimpulan bahwa soal instrumen dikatakan reliabel dan memiliki reliabilitas yang tinggi. Data selengkapnya mengenai analisis reliabilitas soal dapat dilihat pada lampiran 6.
3.7.1.3Taraf Kesukaran
Tingkat kesukaran soal adalah derajat atau tingkat kesulitan yang dimiliki oleh sebuah soal. Soal yang baik yaitu soal yang tidak terlalu mudah dan tidak terlalu sulit.
Rumus yang digunakan untuk mengetahui taraf kesukaran soal dalam instrument ini adalah :
Keterangan:
P : indeks kesukaran soal
B : banyaknya siswa yang menjawab benar
JS : jumlah peserta tes (Arikunto, 2007: 223)
[image:49.595.114.511.622.691.2]Kriteria taraf kesukaran soal disajikan dalam Tabel 3.3 sebagai berikut. Tabel 3.3 Kriteria Taraf Kesukaran Soal
Koefisien tingkat kesukaran soal Kategori
0,00 – 0,30 Sukar
0,31 – 0,70 Sedang
0,71 – 1,00 Mudah
(Arikunto, 2007: 225)
dilakukan, diperoleh data taraf kesukaran soal pada uji coba soal yang disajikan pada Tabel 3.4 berikut.
Tabel 3.4 Hasil Analisis Taraf Kesukaran Soal Uji Coba
Kriteria Nomor Butir Soal Jumlah Soal
Sukar 4,18, 31 3
Sedang 1,2,5,6,7,8,9,10,12,14,15,16,17,19,21,22,23,
24,25,26,27,28,29,30,33,34,35,36,37,38,40 31
Mudah 3,11,13,20,32,39 6
Sumber: data primer
Berdasarkan hasil analisis taraf kesukaran, dapat diketahui bahwa 3 butir soal termasuk kategori sukar, 31 butir soal termasuk kategori sedang, dan 6 butir soal termasuk kategori mudah. Data selengkapnya mengenai analisis taraf kesukaran soal dapat dilihat pada lampiran 6.
3.7.1.4Daya Beda
Daya pembeda soal adalah kemampuan suatu soal untuk membedakan siswa yang pandai dengan siswa yang kurang pandai. Nilai yang menunjukkan besarnya daya pembeda disebut deskriminasi (D). Daya pembeda soal dihitung dengan menggunakan rumus berikut ini (Arikunto, 2007: 228).
Keterangan:
DP = daya pembeda
BA = jumlah jawaban benar pada kelompok atas BB = jumlah jawaban benar pada kelompok bawah JA = banyaknya peserta didik kelompok atas JB = banyaknya peserta didik kelompok bawah
Tabel 3.5 Kriteria Daya Pembeda Soal
Koefisien daya beda Kategori
DB=0,0 Sangat Jelek
0,0 ≤ DB < 0,2 Jelek
0,2 ≤ DB < 0,4 Cukup
0,4 ≤ DB < 0,7
0,7 ≤ DB ≤ 0,4 Sangat baik Baik
(Arikunto,2007: 232)
Berdasarkan hasil analisis uji daya pembeda yang telah dilakukan, diperoleh data yang disajikan dalam Tabel 3.6.
Tabel 3.6 Hasil Analisis Daya Pembeda Soal Uji Coba
Kriteria Nomor Butir Soal Jumlah Soal
Sangat Jelek 2,4,12,13,14,18,25,27,31,39 10
Jelek 8,20,40 3
Cukup 3,10,11,16,17,24,28,29,30,32, 10
Baik 1,6,7,9,15,19,21,22,23,26,33,34,35,36,38 15
Sangat Baik 5,37 2
Sumber: data primer
Data selengkapnya mengenai analisis taraf kesukaran soal dapat dilihat pada lampiran 6.
3.7.2Analisis Data Penelitian
3.7.2.1 Analisis Data Kelayakan
Penilaian kelayakan modul meliputi isi, bahasa dan tampilan. Kelayakan modul kimia berbasis PBL di nilai oleh ahli materi, ahli bahasa dan ahli penyajian. Penilaian kelayakan dilakukan melalui dua tahap. Tahap I dikatakan
lolos jika semua butir dalam instrumen penilaian mendapat “nilai” atau respon
[image:51.595.113.520.307.400.2]modul. Jika rerata skor tersebut telah didapatkan maka dapat di hitung rerata skor komponen penilaian modul, dengan rumus sebagai berikut (Sudjana,2005).
̅ ∑
Keterangan :
̅ = rerata skor
∑ = jumlah skor yang diperoleh N = jumlah skor maksimal
Hasil perhitungan kelayakan dikategorikan sesuai kriteria penilaian menurut BNSP (2007).
a Layak, modul dinyatakan layak jika komponen kelayakan ini mempunyai rata-rata skor lebih besar dari 2,75. Komponen kebahasaan, penyajian dan kegrafikan mempunyai rata-rata skor lebih besar dari 2,50.
b Layak dengan revisi, modul dinyatakan layak dengan revisi jika komponen kelayakan isi mempunyai rata-rata skor kurang dari atau sama dengan 2,75, komponen kelayakan bahasa, penyajian, dan kegrafikan mempunyai rata-rata skor kurang dari atau sama dengan 2,50 pada setiap komponen.
c Tidak layak, modul dinyatakan tidak layak jika memiliki rata-rata skor sama dengan 1 pada salah satu komponen.
3.7.2.2 Analisis Angket Tanggapan Siswa
Data tanggapan siswa didapatkan melalui angket, dan dianalisis dengan kriteria:
Tidak Setuju = Skor 1
Nilai Tanggapan = x 4
[image:53.595.111.511.251.323.2]Penetuan konversi skor tanggapan siswa terhadap Modul kimia berbasis PBL menjadi nilai dengan menggunakan kriteria pada Tabel 3.7 sebagai berikut:
Tabel 3.7 Kriteria Tanggapan Siswa
Nilai Tanggapan Kriteria
3,25 < x ≤ 4,0 Sangat Baik
2,50 < x ≤ 3,25 Baik
1,75< x ≤ 2,50 Cukup Baik
1,0 < x ≤ 1,75 Kurang Baik
3.7.2.3Uji Efektifitas
Analisis keefektifan Modul kimia berbasis PBL dihitung menggunakan data hasil belajar siswa dan tanggapan siswa pada skala besar terhadap modul, langkah-langkahnya sebagai berikut:
3.7.2.3.1 Uji Gain
Uji gain dilakukan untuk mengetahui peningkatan hasil belajar dari hasil
pretest dan posttest yang telah dilakukan. Hasil belajar siswa berupa nilai pretest
dan posttest siswa dianalisis dengan menggunakan indeks gain ternormalisasi (Hake,2004) sebagai berikut:
Tabel 3.8 Kategori Indeks Gain
Indeks Gain Kategori
g > 0,70 Tinggi
0,7 ≥g ≥ 0,3 Sedang
g < 0,30 Rendah
(Hake, 2004)
Modul kimia berbasis PBL efektif digunakan dalam pembelajaran yaitu apabila peningkatan gain hasil analisis pretest dan posttest sekurang – kurangnya sedang (medium) yaitu lebih dari 0,3.
3.7.2.3.2 Penilaian Afektif dan Psikomotorik Siswa
Penilaian afektif siswa dalam pembelajaran dianalisis melalui lembar observasi dengan metode deskriptif kuantitatif dengan menggunakan rumus:
Berdasarkan rumus diatas, kriteria afektif dan psikomotorik siswa yang diterapkan adalah:
Sangat Baik (SB) : 3,25 < skor 4 Baik (B) : 2,5 < skor 3,25 Kurang Baik (KB) : 1,75 < skor 2,5 Sangat Kurang (SK) : 1 < skor 1,75
Modul kimia berbasis PBL efektif digunakan dalam pembelajaran yaitu apabila hasil analisis aspek afektif dan psikomotorik yang diperoleh siswa termasuk dalam kategori baik.
3.7.2.4Tanggapan Siswa Uji Coba Skala Besar
77
BAB 5
PENUTUP
5.1
Simpulan
Berdasarkan hasil penelitian, dapat disimpulkan bahwa:
1. Modul kimia berbasis PBL pada materi sistem koloid sebagai sumber belajar mandiri siswa layak digunakan berdasarkan hasil penilaian pakar dan hasil tanggapan siswa pada skala kecil. Hasil penilaian pakar pada komponen kelayakan isi diperoleh skor sebesar 3,64, komponen kelayakan penyajian sebesar 3,77, dan komponen kelayakan bahasa sebesar 3,5 dengan kriteria layak. Hasil tanggapan siswa pada skala kecil diperoleh skor sebesar 3,15 dengan kriteria baik.
2. Modul kimia berbasis PBL pada materi sistem koloid sebagai sumber belajar mandiri siswa efektif digunakan dalam pembelajaran. Hal ini ditunjukkan pada peningkatan hasil belajar aspek kognitif siswa dengan N-gain sebesar 0,69 dengan kriteria peningkatan sedang, hasil belajar aspek afektif dan psikomotorik siswa dengan kriteria baik, serta hasil angket tanggapan siswa pada skala besar memberikan tanggapan baik terhadap modul yang dikembangkan yaitu dengan rerata skor sebesar 3.06.
5.2 Saran
Saran yang dapat disampaikan berdasarkan penelitian ini yaitu:
langkah pembelajaran sesuai dengan sintak PBL sangatlah penting. Hal ini dapat juga diatasi dengan mengubah petunjuk penggunaan modul dengan lebih komunikatif dan disertai ilustrasi yang lebih menarik.
DAFTAR PUSTAKA
Akcay, B. 2009. Problem Based Learning in Science Education. Journal of Turkish Science Education. 6 (1), 27 -36.
Arends, R. I. 2007. Learning To Teach. Yogyakarta: Pustaka Pelajar
Arikunto, S. 2007. Dasar – Dasar Evaluasi Pendidikan. Jakarta: Bumi Aksara Bilgin, I., E. Senocak., M. Sozbilir. 2009. The Effect of Problem-Based Learning
Intruction on University Students’ Performance of Conceptual and
Quantitative Problems in Gas Concepts. Eurasia Journal of Mathematics, science & Technology Education, 5(2), 153-164.
BSNP. 2007. Buletin BSNP. Jakarta: BSNP.
BSNP. 2006. Panduan Penyusunan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan Jenjang Pendidikan Dasar dan Menengah. Jakarta: Depdiknas
Dahar, R.W. 2011. Teori-teori Belajar dan Pembelajaran. Jakarta: Erlangga Daryanto. 2013. Menyusun Modul. Yogyakarta. Gava Media.
Depdiknas. 2007. Kajian Kebijakan Kurikulum SMK. Jakarta: Dinas Pendidikan Nasional.
Depdiknas. 2008. Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan. Jakarta: Dikmenum. Depdiknas.
Devi, A., S. Mulyani., Haryono. 2014. Perbedaan Implementasi Pembelajaran Kimia Model Problem Based Learning (PBL) Materi Stoikiometri Kelas X MIA SMA Negeri Di Kota Surakarta. Jurnal Pendidikan Kimia (JPK), 3 (4): 126-135.
Dewi, R. S., Haryono., S. B. Utomo. 2013. Upaya Peningkatan Interaksi Sosial Dan Prestasi Belajar Siswa Dengan Problem Based Learning Pada Pembelajaran Kimia Pokok Bahasan Sistem Sistem koloid Di Sma N 5 Surakarta Tahun Pelajaran 2011/2012. Jurnal pendidikan Kimia, 2 (1), 15-20.
Febriana, W. B., Ashadi., M. Masykuri. 2014. Pengembangan Modul Kimia Berbasis Problem Based Learning (PBL) pada Materi Senyawa Hidrokarbon Dan Turunannya Kelas XI SMK Kesehatan Ngawi. Seminar Nasional Pendidikan Sains IV.
Hake, R.R. 2004. Design-Based Research: A Primer of Physics Education Researchers, submitted to American Journal of Physics on 10 June 2004. Online di http://www.physics.indiana.edu/~hake/DBR-AJP-6.pdf [diakses 14-1-2015].
Hamdani. 2011. Strategi Belajar Mengajar. Pustaka Setia. Bandung.
Kurniawati, I.L. & D.M. Amarlita. 2013. Pengembangan Bahan Ajar Berbasis Masalah pada Mata Pelajaran Kimia SMA Kelas X dalam Materi Hidrokarbon. Seminar Nasional FMIPA UNDIKSHA III. Ambon: Universitas Darussalam Ambon.
Kemendikbud. 2013. Permendikbud No. 65 tentang Standar Proses Pendidikan Dasar dan Menengah. Jakarta: Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan Nasution, S. 2003. Berbagai Pendekatan dalam Proses Belajar dan Mengajar.
Jakarta: Bumi Aksara.
Muljono, P. 2007. Kegiatan Penilaian Buku Teks Pelajaran Pendidikan Dasar Dan Menengah. Buletin BSNP, 2(1)/ Januari 2007
Mulyasa. 2003. Kurikulum Berbasis Kompetensi. Bandung: PT. Remaja Rosda Karya.
Munib, A. 2004. Pengantar Ilmu Pendidikan. Semarang: UPT MKK UNNES Paulina, P.1997. Belajar mandiri (Mengajar di Perguruan Tinggi). PAU-PPAI
Dirjen Dikti, Depdikbud.
Prastowo, A. 2012. Panduan Kreatif Membuat Bahan Ajar Inovatif. Jogjakarta: Diva Press.
Purwanto, A., Rahadi, & S, Lasmono. 2007. Pengembangan Modul. Jakarta: PUSTEKOM Depdiknas.
Rahayu, I. P ., Sudarmin, & W. Sunarto. 2013. Penerapan model PBL berbantuan media tranvisi untuk meningkatkan KPS dan hasil belajar. Chemistry in Education 2 (1): 17-26.
Strobel, J., & van Barneveld, A. 2009. When is PBL More Effective? A Meta-synthesis of Meta-analyses Comparing PBL to Conventional Classrooms.
Interdisciplinary Journal of Problem-based Learning, 3(1):44-58. Sudjana. 2005. Metode Statistik. Bandung:PT Tarsito.
Sugiyono, 2006. Metode Penelitian Kuanlitatif Kualitatif dan R & D. Bandung: Alfabeta
Sujiono, & A. Widyatmoko. 2014. Pengembangan Modul IPA Terpadu Berbasis Problem Based Learning Tema Gerak untuk Meningkatkan Kemampuan Berpikir Kritis Siswa. Unnes Science Journal, 3(3).
Sungkono. 2009. Pengembangan dan Pemanfaatan Bahan Ajar Modul Dalam Proses Pembelajaran. Majalah Ilmiah Pembelajaran, 1(15):49-62. Tersedia di http://isjd.pdii.lipi.go.id/admin/jurnal/51094962_0216-7999.pdf [diakses 14-1-2015].
Suprijono, A. 2011. Cooperative Learning: Teori & Aplikasi PAIKEM. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Sutama. 2010. Metode Penelitian Pendidikan: Kuantitatif, Kualitatif, PTK, R & D. Surakarta. Fairuz Media.
Thiagarajan, S., Semmel, D.S. & Semmel, M.I. 1974. Instructional Development For Training Teachers Of Exceptional Children: A Sourcebook . Bloomington, Indiana: The Center for Innovation In Teaching The Handicapped Indiana University.
Trianto. 2007. Model-Model Pembelajaran Inovatif Berorientasi Konstruktivis.
Jakarta: Prestasi Pustaka.
Trihatmo, T.A., Soeprodjo., A. T. Widodo. 2012. Penggunaan Model Problem Based Learning pada Materi Larutan Penyangga dan Hidrolisis. Chemistry in Education, 1 (2).
Warsita, B. 2008. Teknologi Pembelajaran. Jakarta: Rineka Cipta.
Wena, M. 2014. Strategi Pembelajaran Inovatif Kontemporer: suatu tinjauan konseptual operasional.Jakarta: Bumi Aksara.
SILABUS PEMBELAJARAN KIMIA
Nama Sekolah : SMA
Mata Pelajaran : KIMIA
Kelas/Semester : XI/2
Standar Kompetensi : 5. Menjelaskan sistem dan sifat koloid serta penerapannya dalam kehidupan sehari-hari.
Alokasi Waktu : 8 jam
Kompetensi Dasar
Materi
Pembelajaran Kegiatan Pembelajaran Indikator Penilaian
Alokasi Waktu Sumber belajar/ bahan/alat 5.1. Membuat berbagai sistem koloid dengan bahan-bahan yang ada di sekitarnya.
Pembuatan koloid (cara kondensasi, dispersi)
Guru menyajikan masalah terkait pembuatan koloid ( cara kondensasi dan dispersi)
Siswa mendiskusikan permasalahan yang disajikan terkait pembuatan koloid melalui diskusi kelompok
Setiap perwakilan kelompok menyajikan hasil diskusi didepan kelas
Guru memberikan penguatan materi dan apresiasi terhadap siswa
Guru dan siswa bersama – sama
menyimpulkan materi pembelajaran yang telah dilaksanakan
Guru memberikan tugas kepada siswa untuk mengerjakan Tes Formatif 4 yang
Menjelaskan proses pembuatan koloid dengan cara kondensasi dan dispersi Jenis tagihan Tugas kelompok Tugas individu Bentuk instrumen Penilaian sikap dan penilaian kinerja presentasi
Tes tertulis
2 jam Sumber
Modul Kimia Berbasis Problem Based Learning Buku kimia
pokkan sifat-sifat koloid dan penerapannya dalam kehidupan sehari-hari okkan campuran pengelompokkan campuran
Siswa mendiskusikan permasalahan yang disajikan terkait pengelompokkan
campuran melalui diskusi kelompok
Setiap perwakilan kelompok menyajikan hasil diskusi didepan kelas
Guru memberikan penguatan materi dan apresiasi terhadap siswa
Guru dan siswa bersama – sama
menyimpulkan materi pembelajaran yang telah dilaksanakan
Guru memberikan tugas kepada siswa untuk mengerjakan Tes Formatif 1 yang tersaji di setiap akhir subbab dalam modul.
perbedaan antara larutan, koloid, dan suspensi. Mengklasifik asikan bahan yang ada di sekitar kedalam suspensi kasar, larutan sejati, dan koloid Tugas kelompok Tugas individu Bentuk instrumen Penilaian sikap dan penilaian kinerja presentasi
Tes tertulis
6 jam Modul Kimia Berbasis Problem Based Learning Buku kimia
SMA kelas XI
Jenis koloid
Guru menyajikan masalah terkait jenis – jenis koloid
Siswa mendiskusikan permasalahan yang disajikan melalui diskusi kelompok
Setiap perwakilan kelompok menyajikan hasil diskusi didepan kelas
Guru memberikan penguatan materi dan apresiasi terhadap siswa
Guru dan siswa bersama – sama
menyimpulkan materi pembelajaran yang telah dilaksanakan Mengelompo kkan jenis koloid berdasarkan fase terdispersi dan medium pendispersi Jenis tagihan Tugas kelompok Tugas individu Bentuk instrumen Penilaian sikap dan penilaian kinerja Sumber Modul Kimia Berbasis Problem Based Learning Buku kimia
tersaji di setiap akhir subbab dalam modul. Sifat
koloid
Guru menyajikan masalah terkait sifat – sifat koloid
Siswa mendiskusikan permasalahan yang disajikan melalui diskusi kelompok
Setiap perwakilan kelompok menyajikan hasil diskusi didepan kelas
Guru memberikan penguatan materi dan apresiasi terhadap siswa
Guru dan siswa bersama – sama
menyimpulkan materi pembelajaran yang telah dilaksanakan
Guru memberikan tugas kepada siswa untuk mengerjakan Tes Formatif 3 yang tersaji di setiap akhir subbab dalam modul.
Mendeskripsi kan sifat – sifat koloid (efek tyndall, gerak brown, dialysis, elektroforesis ,adsorpsi, koagulasi) Menjelaskan koloid liofil dan koloid liofob serta perbedaan sifat keduanya dengan contoh yang ada di lingkungan. Jenis tagihan Tugas kelompok Tugas individu Bentuk instrumen Penilaian sikap dan penilaian kinerja presentasi
Tes tertulis
Sumber Modul Kimia Berbasis Problem Based Learning Buku kimia
SMA kelas XI Koloid dalam kehidupan sehari - hari
Guru menyajikan masalah terkait koloid yang mencemari lingkungan dan peranan koloid dalam industri
Siswa mendiskusikan permasalahan yang disajikan melalui diskusi kelompok
Guru memberikan penguatan materi dan apresiasi terhadap siswa
Guru dan siswa bersama – sama
menyimpulkan materi pembelajaran yang telah dilaksanakan
Guru memberikan tugas kepada siswa untuk mengerjakan Tes Formatif 5 yang tersaji di setiap akhir subbab dalam modul.
industri Penilaian sikap dan penilaian kinerja presentasi
Tes tertulis
RENCANA PELAKSANAAN PEMBELAJARAAN
(RPP)
Nama Sekolah : SMA N 5 Magelang Mata Pelajaran : Kimia
Kelas/Semestar : XI IPA 3
Pertemuan : 1
Alokasi Waktu : 2 X 45 Menit
A. Standar Kompetensi
Menjelaskan sistem dan sifat koloid serta penerapannya dalam kehidupan sehari-hari.
B. Kompetensi dasar
Mengelompokkan sifat-sifat koloid dan penerapannya dalam kehidupan sehari-hari
C. Indikator
1. Menjelaskan perbedaan antara larutan, koloid, dan suspensi.
2. Mengklasifikasikan bahan yang ada di sekitar kedalam suspensi kasar, larutan sejati, dan koloid
D. Tujuan Pembelajaran
Setelah pembelajaran siswa di harapkan mampu :
1. Siswa dapat menjelaskan pengertian koloid, suspensi dan larutan.
2. Siswa dapat mengklasifikasikan bahan yang ada di sekitar kedalam suspensi kasar, larutan sejati, dan koloid
E. Materi Ajar
1. Larutan
Larutan merupakan sistem dispersi yang ukuran partikel-partikelnya sangat kecil,sehingga tidak dapat diamati antara partikel pendispersi dengan partikel terdispersi walaupun menggunakan mikroskop dengan tingkat pembesaran yang tinggi (mikroskop ultra). Larutan merupakan campuran homogen karena tingkat ukuran partikelnya adalah molekul atau ion – ion sehingga sukar dipisahkan dengan penyaringan dan senrifuge (pemusing).
2. Suspensi
adalah endapan hasil reaksi atau pasir yang dicampur dengan air. 3. Koloid
Istilah koloid pertama kali diutarakan oleh seorang ilmuwan Inggris, Thomas Graham, sewaktu mempelajari sifat difusi beberapa larutan melalui membran kertas perkamen. Graham menemukan bahwa larutan natrium klorida mudah berdifusi sedangkan kanji, gelatin, dan putih telur sangat lambat atau sama sekali tidak berdifusi. Zat-zat yang sukar berdifusi tersebut disebut koloid. Koloid berasal dari kata “kolia”yang
artinya “lem”. Koloid atau disebut juga disperse koloid atau sistem koloid sebenarnya
merupakan sistem disperse dengan ukuran partikel yang lebih besar dari larutan, tetapi lebih kecil dari suspensi.
[image:66.595.121.537.361.533.2]Perbedaan secara umum antara larutan, suspense dan koloid dapat dilihat pada tabel berikut.
Larutan Suspensi Koloid
< 100 nm > 100 nm 1 – 100 nm
Jernih Keruh Agak keruh
Satu fase Dua fase Dua Fase
Homogen Heterogen Antara homogen dan heterogen
Tidak dapat disaring Dapat disaring (filtrasi) Tidak dapat disaring Tidak terpisah (tidak
mengendap)
Mudah terpisah (mudah mengendap)
Sukat terpisah (sukar mengendap)
Sangat stabil Tidak stabil Relatif stabil
Tidak dapat diamati dengan mikroskop
ultra
Dapat diamati langsung dengan mata
Hanya dapat dilihat dengan mikroskop ultra
F. Alat dan Sumber Belajar
1. Modul kimia berbasis Problem based learning
2. Buku paket SMA:
Michael, Purba. 2006. Kimia untuk SMA Kelas XI. Jakarta: Erlangga. 3. Sumber belajar yang relevan
G. Kegiatan Pembelajaran
1. Model Pembelajaran : problem based learning (PBL)
Kegiatan Deskripsi Alokasi waktu Pendahuluan 1. Guru memberi salam kepada siswa, mengajak berdoa,
dan mengkondisikan kesiapan siswa untuk mengikuti pembelajaran.
2. Guru menyampaikan tujuan pembelajaran yang akan dicapai.
3. Guru memberitahukan bahwa sebelum masuk ke materi pembelajaran siswa akan mengerjakan soal pretest terlebih dahulu.
4. Guru membagikan soal prestest dan meminta siswa untuk mengerjakannya dengan jujur.
5. Guru mengumpulkan lembar jawab siswa setelah
pretest selesai.
6. Guru memberikan motivasi dengan menjelaskan pentingnya materi yang akan dipelajari dan manfaatnya dalam kehidupan sehari – hari.
30 menit
Inti Fase 1 : Mengorientasikan siswa pada masalah Guru :
a. Guru meminta siswa untuk mengamati permasalahan yang ada dalam modul
b. Guru menanyakan kepada siswa secara klasikal
“dikelas X kalian sudah mempelajari campuran air
dengan gula termasuk larutan sedangkan campuran air dengan kapur termasuk suspense. Lalu bagaimana campuran air dengan garam, campuran air dengan pasir dan campuran air dengan susu? Apakah termasuk larutan, suspense atau bukan keduanya?
c. Guru menunjuk salah satu siswa untuk menjawab
kemudian menyakan “apakah ada perbedaan antara ketiga larutan tersebut?”
Siswa :
Siswa mengemukakan pendapat terhadap pertanyaan yang diberikan oleh guru.
Fase 2 : Mengorganisasi siswa untuk belajar Guru :
a. Mengelompokkan siswa kedalam beberapa kelompok b. Mengarahkan kepada setiap kelompok untuk mencari
literature terkait dengan materi pengelompokkan campuran
d. Mengarahkan siswa untuk membagi tugas dalam kelompok.
Siswa :
Siswa duduk berdasarkan kelompok masing – masing berdiskusi dan bekerjasama untuk memecahkan masalah yang telah disajikan terkait materi pengelompokkan campuran.
Fase 3 : Membimbing penyelidikan kelompok Guru :
a. Meminta siswa untuk memberikan hipotesis awal terhadap jawaban atas permasalahan yang ada
b. Memberi bimbingan seperlunya kepada kelompok yang mengalami kesulitan dalam memecahkan masalah yang ada
c. Mendorong siswa bekerjasama dalam memecahkan masalah
d. Mengarahkan siswa untuk berdiskusi membahas pertanyaan – pertanyaan yang ada pada modul
e. Menilai keaktifan siswa dalam kelompoknya.
Siswa :
a Siswa mengemukakan pendapat atas masalah yang diberikan
b Setiap kelompok menganalisis hasil studi literature yang telah dilakukan
c Setiap kelompok berdiskusi untuk menjawab pertanyaan yang ada pada modul
Fase 4 : Mengembangkan dan menyajikan hasil karya Guru :
a. Meminta perwakilan masing – masing kelompok untuk menyampaikan hasil diskusi
b. Meminta kelompok lain untuk memberikan tanggapan berupa saran, komentar, atau pertanyaan kepada kelompok penyaji untuk memberikan tanggapan balik c. Guru dapat memotivasi siswa dengan pertanyaan
kepada kelompok penyaji apabila diskusi tidak hidup d. Menilai keaktifan siswa (individu dan kelompok)
dalam kelas saat diskusi berlangsung
Siswa:
a Siswa dari perwakilan kelompok mengemukakan pendapatnya mengenai pengelompokkan campuran yang telah dibuat dalam bentuk tabel
pemecahan masalah Guru :
a Membimbing siswa kembali mengkaji proses pemecahan masalah untuk menyimpulkan perbedaan larutan, suspensi dan koloid.
b Melalui berbagai pertanyaan yang ada dalam lembar diskusi, guru membimbing siswa menemukan konsep suspensi, larutan dan koloid.
c Guru bersama siswa membahas penyelesaian masalah d Memberi penghargaan kepada kelompok yang telah
menyajikan hasil diskusi dengan baik