• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENGEMBANGAN LEMBAR KEGIATAN SISWA (LKS) DENGAN PENDEKATAN PEMBELAJARAN BERBASIS MASALAH (PROBLEM BASED LEARNING) PADA MATERI GEOMETRI UNTUK SISWA SMA KELAS X.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "PENGEMBANGAN LEMBAR KEGIATAN SISWA (LKS) DENGAN PENDEKATAN PEMBELAJARAN BERBASIS MASALAH (PROBLEM BASED LEARNING) PADA MATERI GEOMETRI UNTUK SISWA SMA KELAS X."

Copied!
51
0
0

Teks penuh

(1)

1 A. Latar Belakang Masalah

Pendidikan saat ini merupakan komponen yang sangat penting dalam hidup setiap manusia. Seiring dengan perkembangan zaman, negara Indonesia menginginkan perkembangan mutu pendidikan yang lebih baik. Untuk mewujudkan perkembangan mutu pendidikan yang baik, haruslah ditunjang dengan guru yang kompeten di bidangnya, bahan ajar yang sesuai dengan kebutuhan pembelajaran dan mencakup semua komponen bahan ajar, metode dan model pembelajaran yang sesuai untuk diterapkan dalam proses pembelajaran serta sumber belajar dan fasilitas belajar yang memadai. Akan tetapi pada kenyataannya, pembelajaran matematika yang biasanya diterapkan di sekolah masih bersifat teacher centered, siswa bersifat pasif dan hanya menerima apa yang guru berikan melalui penjelasan guru ataupun siswa hanya berlatih mengerjakan soal latihan yang terdapat pada bahan ajar yang sudah disediakan. Hal itu yang menjadikan siswa belum mampu berpikir kreatif untuk menyelesaikan masalahnya karena siswa hanya mengerjakan soal latihan sesuai dengan contoh yang telah ada.

(2)

sebaiknya mampu membuat para siswa ikut terlibat dalam pembelajaran sehingga para siswa merasa antusias untuk mengikuti pembelajaran matematika. Salah satu cara yang bisa dilakukan guru untuk menciptakan suasana yang kondusif antara lain dengan memilih metode, pendekatan, atau cara lain yang dirasa tepat untuk mempelajari materi tertentu.

Dari tahun ke tahun kurikulum di Indonesia mengalami banyak perubahan. Kurikulum yang sekarang ini digunakan di Indonesia adalah Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP). KTSP merupakan penyempurnaan dari kurikulum yang digunakan sebelumnya yaitu Kurikulum Berbasis Kompetensi. KTSP dikembangkan sesuai dengan relevansinya oleh setiap kelompok atau satuan pendidikan di bawah koordinasi dan supervisi dinas pendidikan. Panduan pengembangan kurikulum KTSP yang disusun Badan Standar Nasional Pendidikan (BSNP) (Rusman: 2008: 472) mempunyai tujuan yang salah satunya adalah memberikan kesempatan bagi peserta didik agar dapat belajar untuk membangun dan menemukan jati diri melalui proses belajar yang aktif, kreatif, efektif dan menyenangkan. Dengan demikian, KTSP menuntut setiap sekolah agar dapat mengembangkan dan meningkatkan proses pembelajaran secara aktif dan mandiri.

(3)

mengajar. Selain itu, dari bahan ajar tersebut, diharapkan siswa mampu memahami dan melatih kemampuan penyelesaian masalah terhadap suatu materi yang dipelajari menggunakan bahan ajar tersebut.

Salah satu jenis bahan ajar yang dapat membantu dalam kegiatan belajar mengajar adalah Lembar Kegiatan Siswa (LKS). LKS merupakan bentuk usaha guru untuk membimbing siswa secara terstruktur. LKS berisi materi visual yang meliputi ringkasan materi dan latihan-latihan soal yang disertai pertanyaan untuk dijawab, daftar isian untuk dilengkapi, dan lembar eksperimen berupa langkah-langkah kerja untuk menyelesaikan suatu tugas. Akan tetapi pada kenyataannya, LKS yang terdapat di beberapa sekolah dan diterapkan dalam pembelajaran belum mampu memfasilitasi siswa agar proses pembelajaran dapat berpusat pada siswa. LKS yang ada hanya berisi tentang soal-soal latihan dan rangkuman materi. Oleh karena itu, perlu dikembangkan LKS yang berisi mengenai langkah-langkah yang mampu meningkatkan hasil belajar siswa dalam suatu proses pembelajaran.

(4)

berdasarkan pengetahuan dan pengalaman yang telah mereka miliki sebelumnya untuk membentuk pengetahuan dan pengalaman baru (Suyatno, 2009: 58). Dengan disajikannya suatu permasalahan, siswa dapat mengembangkan keterampilan belajarnya seperti berpola pikir terbuka, kritis, dan aktif. Dengan demikian, hasil belajar siswa dapat dioptimalkan. Dalam pembelajaran berbasis masalah, tugas guru sesuai dengan tuntutan KTSP yaitu menempatkan guru hanya sebagai fasilitator.

Selain itu, ketersediaan bahan ajar berupa LKS dengan pendekatan berbasis masalah untuk siswa SMA kelas X jumlahnya masih sangat terbatas. LKS yang digunakan oleh guru – guru dalam pembelajaran sebagian hanya LKS yang berisi kumpulan soal – soal bukan Lembar Kegiatan Siswa (LKS) yang membantu siswa untuk menemukan sebuah konsep. Lembar kegiatan siswa (LKS) yang digunakan dalam pembelajaran sebaiknya dapat membantu siswa untuk menemukan sebuah konsep bukan hanya LKS yang berisi kumpulan soal – soal.

(5)

guru karena pembelajaran yang dilakukan masih berpusat pada guru. Padahal pembelajaran yang dilakukan harus menciptakan suasana yang membuat siswa aktif untuk berani menemukan proses penyelesaian dari beberapa permasalahan.

Berdasarkan uraian tersebut di atas, perlu dilakukan pengembangan Lembar Kegiatan Siswa dengan pendekatan pembelajaran berbasis masalah (Problem Based Learning) untuk pembelajaran matematika khususnya pada

materi Geometri untuk siswa SMA kelas X.

B. Identifikasi Masalah

1. Lembar Kegiatan Siswa (LKS) yang beredar di sekolah-sekolah umumnya masih berbentuk ringkasan materi yang diikuti dengan soal latihan dan tidak dapat menciptakan keaktifan siswa dalam pembelajaran.

2. Proses pembelajaran masih berpusat pada guru (teacher centered) sehingga aktivitas pembelajaran siswa cenderung pasif.

3. Bahan ajar berupa LKS dengan pendekatan pembelajaran berbasis masalah untuk SMA kelas X masih terbatas jumlahnya.

4. Konsep Geometri masih dirasa cukup sulit untuk dipahami oleh siswa SMA kelas X.

C. Rumusan Masalah

(6)

1. Bagaimana mengembangkan Lembar Kegiatan Siswa (LKS) dengan pendekatan pembelajaran berbasis masalah (Problem based learning) pada materi geometri untuk siswa SMA kelas X?

2. Bagaimana kualitas LKS dengan pendekatan pembelajaran berbasis masalah pada materi Geometri untuk siswa SMA kelas X yang ditinjau dari aspek kevalidan, aspek kepraktisan dan aspek keefektifan?

D. Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Menghasilkan Lembar Kegiatan Siswa (LKS) dengan pendekatan pembelajaran berbasis masalah (Problem based learning) pada materi geometri untuk siswa SMA kelas X.

2. Mendeskripsikan kualitas LKS dengan pendekatan pembelajaran berbasis masalah pada materi Geometri untuk siswa SMA kelas X yang ditinjau dari aspek kevalidan, aspek kepraktisan, dan aspek keefektifan.

E. Manfaat Penelitian

Manfaat yang diharapkan dari penelitian ini adalah: 1. Bagi guru:

Lembar Kegiatan Siswa (LKS) diharapkan mampu membantu guru dalam mewujudkan pembelajaran matematika yang berpusat pada kegiatan siswa. 2. Bagi Siswa:

(7)

matematika pada diri siswa, dan meningkatkan kemampuan pemecahan masalah.

3. Bagi Peneliti:

Hasil Pengembangan Lembar Kegiatan Siswa (LKS) ini diharapkan mampu memperkaya keberadaan LKS yang memperkaya pengalaman, membangun konsep matematika pada diri siswa dan membantu siswa dalam meningkatkan kemampuan pemecahan masalah. Selain itu, dapat melatih peneliti dalam menghasilkan bahan ajar berupa LKS yang sesuai dengan syarat-syarat pembuatan LKS serta mengetahui kevalidan, kepraktisan, keefektifan dan respon siswa terhadap LKS tersebut.

4. Bagi peneliti yang lain:

(8)

8 A. Deskripsi Teori

1. Pembelajaran Matematika di SMA

Belajar merupakan suatu proses aktif dalam memperoleh pengalaman/pengetahuan baru sehingga menyebabkan perubahan tingkah laku (Herman Hujodo, 2003: 83). Menurut Sugihartono, dkk (2007: 74) belajar merupakan suatu proses perubahan tingkah laku sebagai hasil interaksi individu dengan lingkungannya dalam memenuhi kebutuhan hidupnya. Santrock dan Yussen (Sugihartono, 2007: 74) mendefinisikan belajar sebagai perubahan yang relatif permanen karena adanya pengalaman.

Jadi berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa belajar merupakan proses interaksi aktif yang dilakukan oleh individu untuk mendapatkan pengetahuan dan pengalaman sehingga individu tersebut dapat memenuhi kebutuhan hidupnya.

(9)

Dari pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa hasil belajar adalah kemampuan keterampilan, sikap dan pengetahuan yang diperoleh siswa setelah ia menerima perlakuan yang diberikan oleh guru sehingga dapat mengkonstruksikan pengetahuan dalam kehidupan sehari-hari.

Belajar sangat erat kaitannya dengan pembelajaran. Pembelajaran adalah upaya mengorganisasi lingkungan untuk menciptakan kondisi belajar bagi peserta didik (Oemar Hamalik, 2005: 61). Menurut Permendikbud No. 81A Tahun 2013, pembelajaran merupakan proses pendidikan yang memberikan kesempatan bagi peserta didik untuk mengembangkan potensi mereka menjadi kemampuan yang semakin lama semakin meningkat dalam sikap, pengetahuan, dan keterampilan. Pembelajaran dalam sekolah meliputi berbagai mata pelajaran, salah satunya yaitu matematika.

Definisi atau pengertian tentang matematika menurut Soedjadi (2000:11) yaitu:

a. Matematika adalah cabang ilmu pengetahuan eksak dan terorganisir secara sistemik.

b. Matematika adalah pengetahuan tentang bilangan, dan kalkulasi. c. Matematika adalah pengetahuan tentang penalaran logis, dan

berhubungan dengan bilangan.

d. Matematika adalah pengetahuan tentang fakta-fakta kuantitatif, dan masalah tentang ruang dan bentuk.

(10)

Jadi dapat disimpulkan bahwa matematika adalah ilmu pengetahuan yang sistematis dan unik sehingga membutuhkan nalar dan logika untuk dapat mempelajarinya.

Belajar matematika menurut Bruner (Herman Hudojo, 1998: 8) adalah belajar tentang konsep-konsep dan struktur-struktur matematika yang terdapat pada materi yang dipelajari, serta mencari hubungan antar konsep dan struktur matematika. Matematika tersusun secara hierarkis sehingga dalam proses belajar matematika harus kontinu.

Schoenfeld (Hamzah B. Uno, 2008: 130) menyatakan bahwa belajar matematika berkaitan dengan apa dan bagaimana menggunakannya dalam membuat keputusan untuk memecahkan masalah. Pemecahan masalah matematika melibatkan pengamatan dan penyelidikan. Melalui pemecahan masalah, siswa dapat mengkonstruksi pengetahuan baru melalui pengalaman pemecahan masalah atau dengan menghubungkannya dengan pengalaman-pengalaman lama yang sudah dimiliki siswa. Melalui kegiatan memecahkan masalah, pembelajaran matematika menjadi sejalan dengan tujuan pembelajaran tingkat SMA yaitu meliputi pengetahuan, pemahaman, penerapan, analisis, sintesis, dan evaluasi.

(11)

matematika haruslah menjadi pembelajaran yang dapat benar-benar mengembangkan proses berfikir siswa.

Pembelajaran juga dilaksanakan dengan berbagai metode supaya siswa dapat melakukan kegiatan belajar secara nyaman sehingga mendapatkan hasil yang optimal. The teacher need to develop various methods of teaching, various learning resources, and various

interaction/communication (Marsigit, 2011). Maksudnya guru harus

senantiasa mengembangkan metode dan bermacam – macam cara berkomunikasi dalam pembelajaran. Misalnya dengan tidak selalu menggunakan metode ceramah dalam pembelajaran (teacher centered).

Dari penjelasan di atas, dapat disimpulkan pula bahwa pembelajaran matematika di SMA merupakan proses pendidikan yang memberikan kesempatan bagi peserta didik untuk mempelajari ilmu pengetahuan yang sistematis dan unik dengan menggunakan nalar dan logika pada jenjang Sekolah Menengah Atas (SMA) sehingga dapat mengembangkan proses berfikir siswa.

2. Bahan Ajar

a. Pengertian Bahan Ajar

(12)

tidak tertulis. Menurut Chomsin S. Widodo dan Jasmadi (2008: 40) bahan ajar merupakan seperangkat sarana atau alat pembelajaran yang berisikan materi pembelajaran, metode, batasan-batasan dan cara mengevaluasi yang didesain secara sistematis dan menarik dalam rangka mencapai tujuan yang diharapkan, yaitu mencapai kompetensi atau subkompetensi dengan segala kompleksitasnya.

b. Jenis Bahan Ajar

Bahan ajar dibuat untuk memudahkan guru dalam melaksanakan proses pembelajaran. Menurut Abdul Majid (2009: 174) setidaknya bahan ajar dapat dikelompokkan menjadi empat, yaitu:

1) Bahan ajar cetak (printed). 2) Bahan ajar dengar (audio).

3) Bahan ajar pandang dengar (audio visual).

4) Bahan ajar interaktif (interactive teaching material).

Dari definisi di atas dapat disimpulkan bahwa bahan ajar merupakan sebuah sarana pembelajaran yang dibuat oleh guru untuk membantu guru dalam proses pembelajaran sehingga dapat mencapai tujuan pembelajaran yang diharapkan.

3. Lembar Kegiatan Siswa

a. Pengertian Lembar Kegiatan Siswa

(13)

langkah-langkah untuk menyelesaikan suatu tugas. Tugas-tugas yang yang diberikan kepada siswa dapat berupa teori dan atau praktik (Theresia, 2013: 3). Menurut Abdul Majid (2009: 176) Lembar Kegiatan Siswa adalah lembaran-lembaran berisi tugas yang harus dikerjakan oleh peserta didik. Lembar kegiatan yang dimaksud biasanya berupa petunjuk, langkah-langkah untuk menyelesaikan tugas. LKS menurut Depdiknas (2008: 25) adalah lembaran-lembaran berisi tugas yang harus dikerjakan peserta didik.

b. Tujuan dan Manfaat Pembelajaran Menggunakan LKS

Depdiknas dalam panduan pelaksanaan materi pembelajaran SMP (2008: 42-45) alternatif tujuan pengemasan materi dalam bentuk LKS adalah:

1) LKS membantu siswa untuk menemukan suatu konsep

2) LKS membantu siswa menerapkan dan mengintegrasikan berbagai konsep yang telah ditemukan

3) LKS berfungsi sebagai penuntun belajar 4) LKS berfungsi sebagai penguatan

5) LKS berfungsi sebagai petunjuk praktikum

(14)

c. Langkah-langkah Penyusunan LKS

Dalam penyusunan LKS harus memperhatikan langkah-langkah tertentu. Berdasarkan Depdiknas (2008: 23-24) dalam penyusunan LKS terdapat langkah-langkah sebagai berikut:

1) Analisis Kurikulum

Analisis kurikulum dimaksudkan untuk menentukan materi yang memerlukan bahan ajar LKS. Hal ini dilakukan dengan cara melihat materi pokok dari materi yang akan diajarkan, kemudian kompetensi yang harus dikuasai oleh siswa.

2) Menyusun Peta Kebutuhan LKS

Peta kebutuhan LKS sangat diperlukan guna mengetahui jumlah LKS yang harus ditulis dan urutan LKS yang dikembangkan.

3) Menentukan Judul-judul LKS

Judul LKS ditentukan berdasarkan Kompetensi Dasar - Kompetensi Dasar, materi pokok yang terdapat dalam kurikulum.

4) Penulisan LKS, meliputi:

a) Perumusan KD harus dikuasai

Perumusan KD pada LKS langsung diturunkan dari standar isi. b) Menentukan alat penilaian

c) Penyusunan materi

(15)

4. Kualitas Pengembangan Bahan Ajar

Menurut Chomsin S. Widodo dan Jasmadi (2008: 42) dalam mengembangkan suatu bahan ajar harus memperhatikan beberapa kaidah pengembangan seperti berikut:

1) Bahan ajar harus disesuaikan dengan peserta didik yang sedang mengikuti proses belajar mengajar

2) Bahan ajar diharapkan mampu mengubah tingkah laku peserta didik 3) Bahan ajar yang dikembangkan harus sesuai dengan kebutuhan dan

karakteristik diri

4) Program belajar mengajar yang akan dilangsungkan

5) Di dalam bahan ajar telah mencakup tujuan kegiatan pembelajaran yang spesifik

6) Guna mendukung ketercapaian tujuan, bahan ajar harus memuat materi pembelajaran secara rinci, baik untuk kegiatan dan latihan

7) Terdapat evaluasi sebagai umpan balik dan alat untuk mengukur tingkat keberhasilan peserta didik

Menurut Hendro Darmodjo dan Jenny R.E. Kaligis (1992: 41), LKS yang berkualitas baik adalah LKS yang memenuhi syarat didaktik, syarat konstruksi dan syarat teknis.

a. Syarat didaktik

(16)

1) Memperhatikan perbedaan individu, sehingga LKS yang baik adalah LKS yang dapat digunakan oleh seluruh siswa dengan kemampuan yang berbeda.

2) Menekankan pada proses penemuan konsep-konsep sehingga berfungsi sebagai petunjuk untuk siswa, bukan berisi suatu materi yang secara langsung diberikan.

3) Memiliki variasi stimulus melalui berbagai media dan kegiatan siswa, sehingga siswa diberikan kesempatan untuk melakukan sesuatu misalnya menulis, menggambar, berdialog dengan teman, menggunakan alat, menyentuh benda nyata dan sebagainya.

4) Dapat mengembangkan kemampuan sosial, emosional, moral dan estetika sehingga kegiatan pembelajaran yang dilakukan tidak hanya ditujukan untuk mengenal fakta-fakta dan konsep-konsep akademis. 5) Pengalaman belajar siswa ditentukan oleh tujuan pengembangan

pribadi siswa. b. Syarat kontruksi

Pada LKS penggunaan bahasa, susunan kalimat, kosa kata, tingkat kesukaran, dan kejelasan harus tepat guna sehingga dapat dimengerti oleh pihak-pihak yang menggunakan.

1) Menggunakan bahasa yang sesuai dengan tingkat kedewasaan anak. 2) Menggunakan kalimat dengan struktur yang jelas.

(17)

4) Pertanyaan-pertanyaan yang ada bukan merupakan pertanyaan yang terlalu terbuka, pertanyaan yang dianjurkan adalah isian atau jawaban yang didapatkan dari hasil pengolahan informasi.

5) Buku sumber yang menjadi acuan harus dalam kemampuan keterbacaan siswa.

6) Menyediakan tempat untuk memberikan keleluasaan bagi siswa sehingga siswa dapat menulis ataupun menggambar hal- hal yang ingin mereka sampaikan.

7) Menggunakan kalimat yang sederhana sehingga dapat dipahami dan tidak menimbulkan salah tafsir.

8) Menggunakan lebih banyak ilustrasi dari pada kata-kata.

9) Memiliki tujuan pembelajaran yang jelas sehingga dapat menjadi sumber motivasi.

10)Mempunyai identitas untuk memudahkan administrasi, misalnya kelas, mata pelajaran, topik, nama atau nama-nama anggota kelompok, tanggal dan lain sebagainya.

c. Syarat teknis

Syarat teknik menekankan pada tulisan, gambar dan penampilan penyusun LKS.

1) Tulisan, yang digunakan dalam LKS harus memperhatikan hal-hal berikut ini.

a) Menggunakan huruf cetak dan tidak menggunakan huruf latin atau romawi.

(18)

c) Perbandingan besar huruf dan gambar serasi.

2) Gambar, gambar dapat menyampaikan isi atau pesan dari gambar tersebut secara efektif.

3) Penampilan, penampilan LKS harus dibuat dengan menarik.

Menurut Nieveen (1999: 126-127) kualitas bahan ajar yang dikembangkan haruslah memenuhi kriteria valid, praktis dan efektif. Valid berarti shahih atau sesuai dengan cara atau ketentuan yang seharusnya. Praktis dapat diartikan bahwa bahan ajar sesuai dengan praktik dan dapat memberikan kemudahan penggunaan. Efektif berarti membawa pengaruh atau hasil sesuai dengan tujuan.

(19)

5. Pembelajaran Berbasis Masalah a. Pengertian Masalah

Masalah merupakan suatu situasi dimana seseorang terdorong untuk melakukan suatu tindakan untuk menyelesaikannya tetapi tidak tahu secara langsung apa yang harus dikerjakan untuk menyelesaikannya (Erman Suherman dkk, 2003: 92-93). Suatu situasi tidak dapat dikatakan masalah jika seseorang dapat secara langsung menyelesaikan situasi yang diberikan. Menurut Richard I. Arends (2008: 52) situasi dapat dijadikan suatu permasalahan yang baik jika memenuhi 5 kriteria. Pertama, situasi yang disajikan adalah autentik. Maksudnya, situasi yang disajikan harus dikaitkan dengan pengalaman riil siswa dan bukan dengan prinsip-prinsip akademis tertentu. Kedua, masalah atau situasi yang disajikan harus tidak jelas sehingga dapat menciptakan misteri atau teka-teki. Ketiga, masalah yang disajikan harus bermakna bagi siswa dan sesuai dengan tingkat perkembangan intelektualnya. Keempat, masalah harus luas sehingga dapat memberikan kesempatan guru untuk memenuhi tujuan instruksionalnya, tetapi tetap dalam batas-batas yang fisibel bagi pelajarannya dilihat dari segi waktu, ruang dan keterbatasan sumber daya. Kelima, masalah yang baik harus mendapatkan manfaat dari usaha

kelompok.

b. Pengertian Pembelajaran Berbasis Masalah

(20)

menekankan kepada proses penyelesaian masalah yang dihadapi secara ilmiah. Lebih lanjut Wina Sanjaya menerangkan bahwa terdapat 3 ciri utama dari pembelajaran berbasis masalah. Pertama, pembelajaran bebasis masalah merupakan rangkaian aktivitas, sehingga dalam implementasinya pembelajaran berbasis masalah adalah suatu kegiatan yang harus dilakukan oleh siswa. Kedua, aktivitas pembelajaran diarahkan untuk menyelesaikan suatu masalah. Ketiga, pemecahan masalah dilakukan dengan menggunakan pendekatan berfikir secara ilmiah. Dengan kata lain proses berfikir dilakukan secara sistematis dan empiris. Menurut Richard I. Arends (2008: 41) pembelajaran berbasis masalah (PBL) adalah suatu situasi dimana siswa disuguhkan berbagai masalah autentik dan bermakna dengan tujuan dapat dijadikan suatu investigasi dan penyelidikan.

Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa pembelajaran berbasis masalah merupakan suatu pendekatan pembelajaran yang menekankan keaktifan siswa untuk menyelesaikan masalah secara ilmiah sehingga siswa dapat mengkontruksi pengetahuan dari pengalaman yang telah didapatkannya.

c. Langkah-langkah Pembelajaran Berbasis Masalah

John Dewey (Wina Sanjaya, 2009: 217) menjelaskan bahwa terdapat 6 langkah dalam melakukan pembelajaran berbasis masalah, yaitu:

1) Merumuskan masalah, yaitu langkah siswa menentukan masalah yang akan dipecahkan.

(21)

3) Merumuskan hipotesis, yaitu langkah siswa merumuskan berbagai kemungkinan pemecahan sesuai dengan pengetahuan yang dimilikinya. 4) Mengumpulkan data, yaitu langkah siswa mencari dan menggambarkan

informasi yang diperlukan untuk pemecahan masalah.

5) Pengujian hipotesis, yaitu langkah siswa mengambil atau merumuskan kesimpulan sesuai dengan penerimaan dan penolakan hipotesis yang diajukan.

6) Merumuskan rekomendasi pemecahan masalah, yaitu langkah siswa menggambarkan rekomendasi yang dapat dilakukan sesuai rumusan hasil pengujian hipotesis dan rumusan kesimpulan.

Menurut Nurhadi (2004: 60) terdapat 5 langkah dalam pembelajaran berbasis masalah, yaitu:

Tabel 1. Langkah-langkah pembelajaran berbasis masalah Fase Indikator Perilaku Guru

1 Orientasi siswa kepada masalah.

Guru menjelaskan tujuan pelajaran, menjelaskan logistik yang dibutuhkan, memotivasi siswa terlibat pada aktivitas pemecahan masalah yang dipilihnya. 2 Mengorganisasi siswa

untuk belajar

Guru membantu siswa mendefinisikan dan mengorganisasikan tugas belajar yang berhubungan dengan masalah tersebut. 3 Membimbing

penyelidikan individual maupun kelompok

Guru mendorong untuk mengumpulkan informasi yang sesuai, melaksanakan eksperimen, untuk mendapatkan penjelasan dan pemecahan masalah.

4 Mengembangkan dan menyajikan hasil karya

Guru membantu siswa dalam merencanakan dan menyiapkan karya yang sesuai seperti laporan, video, dan model dan membantu mereka untuk berbagi tugas dengan temannya.

5 Menganalisis dan mengevaluasi proses pemecahan masalah

Guru membantu siswa untuk melakukan refleksi atau evaluasi terhadap penyelidikan mereka dan proses-proses yang mereka gunakan

(22)

hasil karya, serta menganalisis dan mengevaluasi proses pemecahan masalah siswa. Oleh karena itu, pembelajaran berbasis masalah menekankan pada proses mencari atau mengkontruksi pengetahuan secara mandiri. Siswa harus secara aktif terlibat dalam pembelajaran yang dilakukan sehingga kebermaknaan belajar dapat diciptakan. Guru juga harus mampu menciptakan situasi belajar yang dapat melibatkan siswa secara aktif untuk berperan dalam pembelajaran yang dilakukan. Dari situasi ini, pembelajaran berbasis masalah adalah suatu metode pembelajaran yang berpusat pada siswa, bukan pada guru.

6. Materi Geometri

Materi yang akan dikembangkan adalah materi geometri yang berkaitan dengan kedudukan titik, garis dan bidang, jarak dalam ruang serta sudut dalam ruang.

Tabel 2. Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar Sekolah Menengah Atas pada Materi Geometri. titik dalam ruang dimensi tiga Menentukan kedudukan antara titik dan garis dalam ruang dimensi tiga Menentukan kedudukan antara titik dan bidang dalam ruang dimensi tiga

Menentukan kedudukan antara dua garis dalam ruang dimensi tiga Menentukan kedudukan antara garis dan bidang dalam ruang dimensi tiga

(23)

Standar

Menentukan jarak antara dua titik dalam ruang dimensi tiga

Menentukan jarak antara titik dan garis dalam ruang dimensi tiga Menentukan jarak antara titik dan bidang dalam ruang dimensi tiga Menentukan jarak antara dua garis dalam ruang dimensi tiga

6.3. Menentukan

Menentukan sudut antara dua garis dalam ruang dimensi tiga

Menentukan sudut antara garis dan bidang dalam ruang dimensi tiga Menentukan sudut antara dua bidang dalam ruang dimensi tiga Dari ketiga kompetensi dasar tersebut, penulis menerapkan Lembar Kegiatan Siswa pada kompetensi-kompetensi tersebut. Materi Geometri yaitu meliputi: 1. Kedudukan titik terhadap titik, garis dan bidang.

1) Aksioma tentang Garis dan Bidang

Aksioma adalah pernyataan yang dapat diterima langsung nilai kebenarannya tanpa perlu dibuktikan. Berikut ini beberapa aksioma tentang titik, garis dan bidang.

a) Aksioma 1:

Melalui dua buah titik sebarang yang tidak berimpit hanya dapat dibuat sebuah garis lurus.

Gambar 1. Aksioma 1 b) Aksioma 2:

(24)

Gambar 2. Aksioma 2 c) Aksioma 3:

Melalui tiga buah titik sebarang tidak segaris hanya dapat dibuat sebuah bidang.

Gambar 3. Aksioma 3 d) Aksioma 4:

Melalui sebuah titik yang berada di luar sebuah garis tertentu, hanya dapat dibuat sebuah garis yang sejajar dengan garis tertentu tersebut.

Gambar 4. Aksioma 4 2) Kedudukan Titik terhadap Garis

Ada dua kemungkinan kedudukan titik terhadap garis, yaitu titik terletak pada garis dan titik berada di luar garis.

Perhatikan gambar di bawah ini:

Gambar 5. Kedudukan titik terhadap garis

(25)

b. Sebuah titik berada di luar garis, jika titik itu tidak dilalui oleh garis tersebut.

3) Kedudukan Titik terhadap Bidang

Ada dua kemungkinan kedudukan titik terhadap bidang, yaitu titik terletak pada bidang dan titik berada di luar bidang.

Perhatikan gambar di bawah ini:

Gambar 6. Kedudukan titik terhadap bidang

a. Sebuah titik dikatakan terletak pada bidang jika titik itu dilalui oleh bidang tersebut.

b. Sebuah titik berada di luar bidang, jika titik itu tidak dilalui oleh bidang tersebut.

4) Kedudukan Garis terhadap Garis

a. Dua garis dikatakan berimpit jika kedua garis itu mempunyai tak hingga banyaknya titik persekutuan (lebih dari satu titik persekutuan).

b. Dua garis dikatakan sejajar jika kedua garis itu terletak pada sebuah bidang dan tidak mempunyai titik persekutuan.

c. Dua garis dikatakan bersilangan (tidak berpotongan dan tidak sejajar) jika kedua garis tersebut tidak terletak pada satu bidang. 5) Kedudukan Garis terhadap Bidang

(26)

b. Garis dikatakan sejajar bidang jika garis dan bidang tidak mempunyai titik persekutuan

c. Garis menembus bidang jika garis dan bidang hanya mempunyai sebuah titik persekutuan.

6) Kedudukan Bidang terhadap Bidang

a. Dua bidang V dan W dikatakan berimpit jika titik yang terletak pada bidang V juga terletak pada bidang W, atau setiap titik pada bidang W juga terletak pada bidang V.

b. Dua bidang dikatakan sejajar jika kedua bidang tersebut tidak mempunyai titik persekutuan.

c. Dua bidang dikatakan berpotongan jika kedua bidang itu tepat memiliki sebuah garis persekutuan.

7) Menyelesaikan Soal Lukisan Ruang

Unsur-unsur geometri yaitu titik, garis, dan bidang serta kedudukan titik, garis dan bidang dalam sebuah bangun ruang. Untuk menyelesaikan soal lukisan ruang, maka langkah-langkah yang harus dilakukan yaitu sebagai berikut.

1. Buatlah analisis dan sketsa ruang berdasarkan informasi dan data yang ada dalam soal. Pergunakan aksioma dan dalil dalam analisis tersebut.

(27)

2. Menentukan jarak dalam ruang

Jarak adalah ruas garis terpendek yang menghubungkan dua bidang dalam ruang.

a. Jarak antara dua titik merupakan panjang ruas garis yang menghubungkan kedua titik tersebut.

b. Jarak antara titik dengan garis merupakan panjang ruas garis yang ditarik dari titik tersebut tegak lurus terhadap garis itu.

c. Jarak antara titik dengan bidang merupakan panjang ruas garis yang tegak lurus dan menghubungkan titik tersebut dengan bidang.

d. Jarak dua garis sejajar merupakan panjang ruas garis yang tegak lurus terhadap dua garis tersebut.

e. Jarak antara garis dengan bidang yang saling sejajar merupakan panjang ruas garis yang tegak lurus dengan garis dan bidang tersebut. f. Jarak antara dua bidang merupakan panjang ruas garis yang tegak lurus

terhadap dua bidang tersebut. 3. Menentukan Sudut dalam Ruang

1) Sudut antara dua garis dalam ruang

- Sudut yang dibentuk oleh dua buah garis sejajar dan garis yang berimpit adalah 00.

- Sudut antara dua garis yang berpotongan merupakan sudut yang berada di titik potong antara dua garis itu dan sinar garisnya sebagai kaki sudut.

(28)

garis g dengan garis k, yang garis k sejajar dengan garis h, dan garis h bersilangan dengan garis g.

- Sudut antara garis g dengan garis h dilambangkan dengan (g, h). - Jika besar (g, h) = 900 serta

a. garis g dan h berpotongan, maka garis g dan h dikatakan berpotongan tegak lurus.

b. garis g dan h bersilangan, maka garis g dan h dikatakan bersilangan tegak lurus.

2) Sudut antara garis dan bidang dalam ruang

- Sudut yang dibentuk oleh garis dan bidang jika garis itu sejajar atau terletak pada bidang maka sudut yang dibentuk adalah 00. - Sudut antara garis l dan bidang V adalah sudut lancip yang

dibentuk oleh garis l dengan proyeksinya pada bidang V.

- Sudut antara garis l dan bidang V dapat ditentukan dengan langkah, sebagai berikut:

1. Buatlah garis l yang menembus bidang V di titik P.

2. Proyeksikan garis l dengan bidang V sehingga didapatkan garis l'.

3. Sudut lPl' adalah sudut antara bidang V dengan garis l. Seperti pada gambar berikut:

(29)

- Proyeksi suatu garis ke suatu bidang merupakan himpunan titik-titik yang proyeksinya ke bidang tersebut dari titik-titik-titik-titik pada garis tersebut.

- Proyeksi garis ke suatu bidang adalah sebuah garis, jika bukan maka garis dan bidang tersebut saling tegak lurus.

- Sudut antara garis l dan bidang V dilambangkan dengan (l, V). 3) Sudut antara dua bidang

- Sudut yang dibentuk oleh dua bidang jika bidang yang satu itu sejajar atau terletak pada bidang yang lain maka sudut yang dibentuk adalah 00.

- Sudut antara dua bidang yang berpotongan merupakan sudut yang dibentuk oleh dua garis yang berpotongan (sebuah garis pada bidang pertama dan sebuah garis lagi pada bidang yang lainnya), garis-garis itu tegak lurus terhadap garis potong antara kedua bidang tersebut.

- Sudut antara dua bidang α dan β dapat ditentukan dengan langkah, sebagai berikut:

1. Ambil sebuah titik P pada garis potong antara bidang α dan β. 2. Buatlah garis PQ pada bidang α dan garis PR pada bidang β

yang masing-masing tegak lurus terhadap garis potong bidang α dan β.

3. Sudut QPR ditetapkan sebagai ukuran sudut antara bidang α dan β yang berpotongan.

(30)

Gambar 8. Sudut antara dua bidang

Berdasarkan uraian di atas, maka dapat digaris bawahi bahwa materi geometri untuk siswa SMA kelas X meliputi kedudukan titik, jarak antara titik, garis dan bidang serta sudut yang terbentuk dalam bangun ruang.

7. Bahan Ajar dengan Pendekatan Pembelajaran Berbasis Masalah (Problem Based Learning)

(31)

LKS berbasis masalah disusun dengan bagian masalah, kegiatan dan latihan. Penggunaan LKS ini dalam proses pembelajaran disesuaikan dengan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan yaitu bahwa dalam proses pembelajaran hendaknya meliputi tiga pengalaman belajar pokok yaitu eksplorasi, elaborasi dan komunikasi. Selama kegiatan pembelajaran dengan menggunakan LKS berbasis masalah, diharapkan pendidik atau guru dapat memberikan lima pengalaman belajar pokok tersebut kepada siswa dengan baik. LKS yang dimaksud adalah LKS yang menyajikan materi Geometri dengan pendekatan Pembelajaran Berbasis Masalah (Problem Based Learning).

B. Penelitian yang Relevan

1. Penelitian yang dilakukan oleh Rusda Fauziah dalam skripsinya tahun 2013 yang berjudul, "Pengembangan Bahan Ajar Matematika Ruang Dimensi Tiga Dengan Pendekatan Problem Based Learning Untuk Sekolah Menengah Kejuruan Kelas X". Hasil dari Penelitian ini dilihat dari kelayakan isi, kelayakan bahasa, kelayakan penyajian, dan kelayakan kegrafikan yang dinilai oleh para ahli dengan rata-rata secara keseluruhan 3,87 dengan kategori baik. Untuk hasil angket respon siswa diperoleh rata-rata keseluruhan dari aspek tampilan, penyajian materi dan manfaat yaitu 3,67 dengan kategori baik. Untuk keefektifan modul diperoleh hasil post test siswa yang menunjukkan ketuntasan belajar siswa sebesar 73,91%

(32)

2. Penelitian yang dilakukan oleh Anis Senja Arsita dalam skripsinya tahun 2014 yang berjudul, "Pengembangan LKS Berbasis Masalah pada Materi Persamaan dan Fungsi Kuadrat Untuk SMA kelas X dengan Kurikulum 2013". Hasil dari penelitian ini dilihat dari penilaian LKS oleh ahli dan guru, diperoleh rata-rata 4,16 untuk aspek kompetensi, isi materi, dan pendekatan berbasis masalah dengan kategori baik. Rata-rata 4,83 untuk aspek bahasa, penyajian materi, dan kegrafikan dengan kategori sangat baik. Dari nilai tersebut LKS dikatakan valid. Berdasarkan angket respon guru diperoleh skor 4,70 dengan klasifikasi sangat baik dan skor 4,05 dengan klasifikasi baik berdasarkan angket respon siswa. Maka LKS dikatakan praktis. Analisis hasil tes menunjukkan bahwa LKS efektif digunakan karena presentase ketuntasan klasikal siswa sebesar 74,19% dengan rata-rata nilai 77,23.

C. Kerangka Berpikir

(33)

pembelajaran akan lebih dijalankan dan guru akan lebih terbantu dalam mengontrol proses pembelajaran.

Salah satu bahan ajar yang dapat digunakan adalah lembar kegiatan siswa (LKS). LKS akan memudahkan siswa untuk menerima suatu materi karena disusun secara sistematis dan berisi petunjuk bagi siswa untuk menemukan suatu pengetahuan secara mandiri. Tetapi perlu dicermati bahwa penggunaan LKS harus mampu meningkatkan hasil belajar siswa. Dalam rangka membantu proses belajar siswa yang sesuai dengan latar belakang masalah ini bahwa pembelajaran masih berpusat pada guru, maka diperlukan pendekatan yang sesuai agar tercipta pembelajaran yang berpusat pada siswa.

Salah satu pendekatan yang sesuai adalah pendekatan berbasis masalah atau Problem based Learning. LKS berbasis masalah dapat dijadikan suatu solusi untuk mengatasi hal tersebut. LKS berbasis masalah menyajikan permasalahan yang tentunya berhubungan dengan permasalahan dalam kehidupan sehari-hari. Dengan disajikannya masalah pada pembelajaran, siswa akan dapat mengkonstruksikan pengalaman yang telah mereka miliki sehingga kemampuan berfikir siswa dapat dioptimalkan.

(34)

kegiatan diskusi, peserta didik saling bertukar pendapat untuk menyelesaikan masalah secara tepat. Kegiatan tersebut dimungkinkan dapat membuat peserta didik semakin memahami materi yang dipelajari. Terkait dengan hal tersebut, bahwa aktivitas peserta didik dengan menggunakan pembelajaran berdasarkan masalah memberikan pengaruh yang cukup tinggi terhadap hasil tes belajar.

(35)

35 A. Jenis Penelitian

Penelitian ini merupakan penelitian pengembangan yang bertujuan untuk menghasilkan Lembar Kegiatan Siswa (LKS) pada materi Geometri dengan pendekatan pembelajaran berbasis masalah (Problem based learning) untuk siswa SMA kelas X serta mengetahui kualitas LKS yang dikembangkan.

B. Subjek Penelitian

Subjek penelitian dari penelitian ini meliputi: 1. Guru Matematika SMA

Guru matematika yang dijadikan sebagai subjek penelitian adalah guru matematika dari SMA N 1 Samigaluh. Guru matematika tersebut sebelumnya memberikan informasi dan gambaran terkait dengan kurikulum, bahan ajar, serta karakterikstik siswa.

2. Siswa-siswi SMA Kelas X

(36)

C. Desain Penelitian

Pengembangan Lembar Kegiatan Siswa (LKS) matematika dengan materi Geometri dalam penelitian ini menggunakan model pengembangan ADDIE (Endang Mulyatiningsih, 2012: 183) sebagai berikut.

Berikut ini merupakan penjelasan dari tiap tahapan pengembangan dengan menggunakan model ADDIE.

1. Analisis (Analysis)

Pada tahap analisis ini, dilakukan analisis kebutuhan bahan ajar, analisis kurikulum dan analisis karakteristik siswa.

a. Analisis kebutuhan bahan ajar

Analisis bahan ajar dilakukan dengan mengidentifikasi bahan ajar yang digunakan oleh guru dalam pembelajaran matematika khususnya dalam

A Analysis

Analisis kebutuhan, analisis kurikulum, analisis karakteristik siswa

D Design

Menentukan pendekatan pembelajaran serta menyusun lembar penilaian

D Development

Mengembangkan LKS sesuai dengan pendekatan pembelajaran yang dipilih

I

Implementation

Mengujicobakan LKS, melakukan tes hasil belajar serta membagi angket respon siswa

E Evaluation

Melakukan evaluasi terhadap LKS yang telah diujicobakan

(37)

materi geometri. Hasil identifikasi digunakan sebagai dasar dalam pengembangan LKS ini, apakah perlu diadakan pengembangan atau tidak. b. Analisis kurikulum

Analisis kurikulum ini dilakukan dengan mengidentifikasi standar kompetensi dan kompetensi dasar yang berkaitan dengan materi geometri untuk mengetahui indikator-indikator yang harus dicapai oleh siswa. Untuk itu, pengembangan LKS yang dilakukan sesuai dengan tujuan pembelajaran.

c. Analisis karakteristik siswa

Analisis karakteristik siswa dilakukan dengan melakukan observasi kelas untuk mengetahui keadaan siswa yang akan dijadikan subjek penelitian. 2. Perancangan (Design)

Pada tahap desain ini, peneliti melakukan rancangan dan menentukan langkah-langkah yang dilakukan dalam pengembangan LKS ini, meliputi:

a. Penyusunan peta kebutuhan LKS

Peta kebutuhan LKS digunakan untuk mengetahui banyaknya LKS serta urutan LKS yang dikembangkan. Hal ini bertujuan memudahkan peneliti dalam mengembangkan LKS tersebut.

b. Penyusunan kerangka LKS

(38)

model pendekatan yang digunakan yaitu pendekatan pembelajaran berbasis masalah.

c. Pengumpulan referensi

Pengumpulan referensi dilakukan dengan mengumpulkan buku-buku referensi tentang materi geometri, mengumpulkan materi, mengumpulkan gambar, ilustrasi, dan soal-soal yang digunakan untuk menyusun LKS. d. Penyusunan instrumen penilaian

Peneliti menyusun instrumen penelitian yang digunakan sebagai acuan untuk mendapatkan data terkait dengan nilai kevalidan, kepraktisan, dan keefektifan dari LKS yang dikembangkan. Selain itu disusun juga RPP dan lembar observasi keterlaksanaan pembelajaran.

e. Validasi Instrumen

Instrumen – instrumen yang telah dibuat kemudian dikonsultasikan dengan dosen pembimbing. Selanjutnya, instrumen tersebut divalidasi kepada dosen ahli agar didapatkan instrumen yang valid sehingga layak untuk diujicobakan.

3. Pengembangan (Development)

Pada tahap pengembangan LKS matematika dengan materi geometri dilakukan sesuai dengan rancangan pada tahap design yang telah dijelaskan sebelumnya.

a. Pengembangan LKS

(39)

dikonsultasikan kepada dosen pembimbing untuk mendapatkan masukan dan saran.

b. Validasi LKS

Setelah LKS dikonsultasikan dengan dosen pembimbing dan direvisi, selanjutnya dilakukan validasi LKS oleh validator yaitu dosen ahli materi dan dosen ahli media. Validator memberikan penilaian tentang isi materi, bahasa dan penyajian. Hasil dari tahap validasi ini digunakan sebagai perbaikan dan penyempurnaan LKS sebelum diujicobakan.

c. Revisi LKS

Setelah dilakukan validasi LKS proses selanjutnya adalah revisi produk. Revisi LKS dilakukan dengan memperbaiki dan menyempurnakan bagian-bagian dari LKS sesuai masukan dan saran para ahli.

4. Implementasi (Implementation) a. Uji coba LKS

Setelah dilakukan validasi produk dan para ahli telah menyatakan bahwa lembar kegiatan siswa yang dikembangkan telah layak digunakan maka tahap selanjutnya adalah implementasi produk yang dikembangkan pada pembelajaran matematika materi geometri pada siswa kelas X. Guru kelas melakukan pembelajaran dengan bantuan LKS yang dikembangkan. Peneliti bertugas sebagai pengamat (observer) dan mencatat segala sesuatu pada lembar observasi yang dapat digunakan sebagai perbaikan LKS.

b. Tes Hasil Belajar

(40)

disusun berdasarkan indikator ketercapaian kompetensi seperti yang diuraikan pada tabel 2 untuk melihat tingkat keefektifan penggunaan LKS yang dikembangkan.

Setelah dilakukan tes hasil belajar, peneliti juga melakukan penilaian terhadap keefektifan LKS. Data keefektifan didapat dari nilai tes peserta didik yaitu dengan menghitung persentase ketuntasan klasikal berdasarkan KKM sekolah.

c. Angket Respon

Pada tahap ini, untuk mengetahui kepraktisan LKS peneliti melakukan penyebaran angket respon siswa yang berisi butir-butir pernyataan tentang penggunaan LKS dalam pembelajaran. Selain itu, guru dan siswa juga diminta memberi komentar sebagai acuan revisi yang kedua sesuai tanggapan guru dan siswa. Setelah dilakukan penyebaran angket respon siswa, peneliti melakukan analisis data terhadap hasil angket respon siswa yang dilakukan untuk mengetahui nilai kepraktisan LKS yang dikembangkan.

5. Evaluasi (Evaluation)

(41)

D. Lokasi Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di SMA N 1 Samigaluh yang beralamat di Tanjung, Ngargosari, Samigaluh, Kulon Progo, Yogyakarta.

E. Instrumen Penelitian

Dalam penelitian pengembangan ini digunakan beberapa instrumen penelitian yaitu sebagai berikut:

1. Lembar Penilaian LKS

a. Lembar penilaian LKS untuk ahli media

Lembar penilaian LKS ini diberikan kepada 1 dosen sebagai ahli media. Manfaat dari instrumen lembar penilaian LKS ini adalah untuk mengetahui nilai kevalidan LKS yang dikembangkan berdasarkan aspek kebahasaan, aspek teknis penulisan, dan aspek konstruksi. Angket penilaian LKS ini disusun dengan 5 alternatif jawaban yaitu Sangat Baik (SB), Baik (B), Cukup (C), Kurang Baik (KB) dan Tidak Baik (TB).

b. Lembar penilaian LKS untuk ahli materi

(42)

alternatif jawaban yaitu Sangat Baik (SB), Baik (B), Cukup (C), Kurang Baik (KB) dan Tidak Baik (TB).

2. Lembar Observasi

Lembar observasi yang dimaksud dalam penelitian pengembangan ini adalah lembar observasi keterlaksanaan pembelajaran. Lembar observasi ini digunakan untuk mendapatkan data perbaikan LKS yang dikembangkan setelah dilakukan pembelajaran. Peneliti atau pengamat melakukan pencatatan untuk setiap kali dilaksanakannya pembelajaran selama penelitian berlangsung. Pencatatan tersebut dapat berasal dari masukan siswa, kegiatan yang berlangsung, dan masukan dari guru setelah proses pembelajaran.

3. Angket Respon

a. Angket respon siswa

(43)

4. Tes Hasil Belajar

Tes Hasil Belajar diberikan kepada siswa pada akhir penelitian sebagai penentu kelulusan siswa setelah pembelajaran selesai dilaksanakan. Soal tes terdiri dari 5 soal yang mewakili indikator pencapaian kompetensi. Dari hasil tes akan didapatkan persentase ketuntasan klasikal siswa untuk menentukan kriteria keefektifan LKS.

F. Teknik Analisis Data

Dalam penelitian pengembangan ini didapatkan dua macam jenis data yaitu jenis data kualitatif dan jenis data kuantitatif. Jenis data kualitatif merupakan data proses selama pengembangan. Data kualitatif juga digunakan untuk mendeskripsikan kendala-kendala yang dialami peneliti selama pengembangan LKS. Jenis data kuantitatif adalah data yang digunakan untuk mendapatkan nilai kevalidan, kepraktisan, serta keefektifan LKS berdasarkan penilaian dari dosen ahli, guru, dan siswa. Berikut merupakan penjelasan lebih lanjut mengenai analisis data dalam penelitian pengembangan yang dilakukan. 1. Data deskriptif berisi tentang data proses pengembangan LKS. Proses yang berisi tentang revisi dan kendala yang dihadapi selama pengembangan LKS matematika materi geometri tersebut.

(44)

a. Lembar Penilaian LKS

Lembar penilaian LKS digunakan untuk mendapatkan data penilaian LKS berdasarkan aspek kevalidan LKS yang dikembangkan. Data kevalidan LKS diperoleh dari penilaian oleh 2 dosen ahli yang terdiri dari 1 dosen ahli materi dan 1 dosen ahli media. Langkah-langkah yang dilakukan untuk mendapatkan data penilaian LKS berdasarkan aspek kevalidan tersebut adalah sebagai berikut.

1) Mengubah data kualitatif LKS menjadi data kuantitatif LKS dengan pedoman pada tabel 3 sebagai berikut.

Tabel 3. Aturan Pemberian Skor Penilaian LKS

Peringkat Skor

2) Menghitung rerata skor dengan rumus sebagai berikut

n

n : banyak butir pernyataan

i

x : skor pada butir pernyataan ke- i

(45)

Tabel 4. Pedoman Klasifikasi Penilaian Jumlah skor penilaian Klasifikasi penilaian

i

Sehingga didapat pedoman klasifikasi penilaian LKS pada tabel 5 sebagai berikut:

Tabel 5. Pedoman Klasifikasi Penilaian LKS Jumlah skor penilaian Klasifikasi penilaian

2

Dalam penelitian ini, LKS dikatakan valid jika memenuhi klasifikasi penilaian LKS minimal baik.

b. Angket Respon

(46)

1) Mengubah data kualitatif LKS menjadi data kuantitatif LKS dengan pedoman penskoran pada tabel 6 sebagai berikut:

Tabel 6. Skor Pernyataan Negatif dan Pernyataan Positif Penilaian Sangat

2) Menghitung rerata skor dengan rumus sebagai berikut.

n n : banyak butir pernyataan

i

x : skor pada butir pernyataan ke- i

3) Mengkonversi skor rerata instrumen menjadi nilai kualitatif berdasarkan kriteria penilaian skala 4 menurut S Eko Putro Widyoko (2009) pada Tabel 6.

Dalam penelitian ini, LKS dikatakan praktis jika memenuhi klasifikasi penilaian LKS minimal baik.

c. Tes Hasil Belajar

(47)

seberapa efektifkah LKS yang telah dikembangkan. Berikut merupakan langkah yang dilakukan untuk mendapatkan data keefektifan.

1) Menghitung skor tes hasil belajar setiap siswa.

2) Menentukan nilai yang dicapai setiap siswa dengan rumus sebagai berikut.

: jumlah skor tes hasil belajar

k

4) Mempersentase kelulusan secara klasikal dengan menggunakan rumus sebagai berikut.

p : persentase kelulusan siswa secara klasikal

L : jumlah siswa yang lulus KKM

(48)

5) Mengkonversi perhitungan pada langkah sebelumnya ke dalam skala 5 untuk menunjukkan kategori kecakapan akademik siswa secara klasikal menurut Eko Putro Widoyoko (2009: 242) pada tabel 7 sebagai berikut:

Tabel 7. Kriteria Penilaian Kecakapan Akademik Persentase Ketuntasan Klasifikasi

80

p Sangat Baik

80

60 p Baik

60

40 p Cukup

40

20 p Kurang

20

p Sangat Kurang

(49)

DAFTAR PUSTAKA

Abdul Majid. (2006). Perencanaan Pembelajaran. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya.

Anis Senja Arsita. (2014). Pengembangan LKS Berbasis Masalah pada Materi Persamaan dan Fungsi Kuadrat Untuk SMA kelas X dengan Kurikulum 2013. Skripsi. Yogyakarta: FMIPA UNY

Depdiknas. (2008). Panduan Pengembangan Bahan Ajar. Jakarta: Depdiknas Eko Putro Widoyoko. (2009). Evaluasi Program Pembelajaran. Yogyakarta:

Pustaka Pelajar

Endang Mulyatiningsih. (2012). Riset Terapan. Yogyakarta: UNY Press

Erman Suherman, dkk. (2003). Strategi Pembelajaran Matematika Kontemporer. Bandung: JICA-UPI

Hamzah B. Uno. (2008). Model Pembelajaran: Menciptakan Proses Belajar Mengajar yang Kreatif dan Efektif. Jakarta: PT. Bumi Aksara

Hendro Darmodjo dan Jenny R.E. Kaligis. (1992). Pendidikan IPA II. Jakarta: Depdikbud.

Herman Hudojo. (1998). Pengembangan Kurikulum Matematika dan Pelaksanaannya di Depan Kelas. Surabaya : Usaha Nasional.

Herman Hudojo. (2003). Pengembangan Kurikulum dan Pembelajaran Matematika. Malang: JICA-UNM

Marsigit. (2011). Pengembangan Nilai-nilai Matematika dan Pendidikan

Matematika sebagai Pilar Pembangunan Karakter Bangsa.

Dipresentasikan pada: Seminar Nasional Pengembangan Nilai-nilai dan Aplikasi dalam Dunia Matematika Sebagai Pilar Pembangunan Karakter Bangsa. Sabtu, 8 Oktober 2011 di Universitas Negeri Semarang

Mathematics Forum. (2009). Mathematics For Senior High School Year X. Jakarta: Yudhistira.

(50)

Nieveen, N. (1999). “Prototype to reach product quality. Dlm. van den Akker, J., Branch, R.M., Gustafson, K., Nieveen, N., & Plomp, T. (pnyt.)”. Design approaches and tools in educational and training (hlm. 125-135).

Dordrecht: Kluwer Academic Publisher.

Ni Made Suci. (2008). Penerapan Problem Based Learning untuk Meningkatkan Partisipasi Belajar dan Hasil Belajar Teori Akuntansi Mahasiswa Jurusan Ekonomi UNDIKSHA. Jurnal Pendidikan dan Pengembangan Pendidikan. April 2008 2(1). Hlm 74-86.

Nur Fatimah Sari, Nasikh. (2009). Efektivitas Penerapan Pembelajaran Berbasis Masalah dan Teknik Peta Konsep dalam Meningkatkan Proses dan Hasil Belajar Mata Pelajaran Ekonomi Siswa Kelas X6 SMAN 2 Malang Semester Genap Tahun Ajaran 2006-2007. JPE-Volume 2, Nomor 1. Hlm 53-73.

Nurhadi. (2004). Pembelajaran Kontekstual dan Penerapannya dalam KBK. Malang: Universitas Negeri Malang.

Penney Upton. (2012). Psychology Express: Development Psychology (Psikologi Perkembangan). Penerjemah: Noermalasari Fajar Widuri. Jakarta:

Erlangga

Rusda Fauziah. (2013). Pengembangan Bahan Ajar Matematika Ruang Dimensi Tiga Dengan Pendekatan Problem Based Learning Untuk Sekolah Menengah Kejuruan Kelas X. Skripsi. Yogyakarta: FMIPA UNY

Rusman. (2008). Manajemen Kurikulum. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada. Sudjana, Nana. (1989). Dasar-dasar Proses Belajar Mengajar. Bandung: Sinar

Baru Algensido Offset

Sugihartono, dkk. (2007). Psikologi Pendidikan. Yogyakarta: UNY Press

Suyatno. (2009). Menjelajah Pembelajaran Inovatif. Sidoarjo: Masmedia Buana Pustaka

Theresia Widyantini. (2013). Penyusunan Lembar Kegiatan Siswa (LKS) Sebagai Bahan Ajar. Yogyakarta: PPPPTK Matematika

(51)

Gambar

Tabel 1. Langkah-langkah pembelajaran berbasis masalah Indikator  Orientasi siswa kepada
Tabel 2. Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar Sekolah Menengah Atas pada Materi Geometri
Gambar 1. Aksioma 1
Gambar 2. Aksioma 2
+6

Referensi

Dokumen terkait

Lembar kegiatan siswa pada materi peluang dengan pendekatan pemecahan masalah ( problem solving ) dapat digunakan sebagai salah satu bahan ajar untuk siswa SMK

Penelitian yang dilakukan yaitu pengembangan Lembar Kegiatan Siswa (LKS) berbasis Problem Based Learning (PBL) materi Perubahan Lingkungan untuk Melatihkan

Selain itu cerita dalam komik disusun berdasarkan langkah-langkah Problem Based Learning, yaitu orientasi siswa pada masalah, mengorganisasi siswa untuk belajar,

Menganalisa dan mengevaluasi proses pemecahan masalah Tujuan pengembangan ini adalah untuk mengembangkan LKS berbasis masalah yang valid, praktis dan efektif pada materi SPLDV untuk

LKS berbasis konstruktivisme pada materi peluang memiliki beberapa karakteristik yaitu sebagai berikut: LKS ini memiliki cover seperti Gambar 1 berikut Gambar 1 Uraian materi pada

Berdasarkan uraian di atas dilakukan penelitian pengembangan yang berjudul “Pengembangan Lembar Kegiatan Siswa LKS Berbasis Matematika Realistik Pada Materi Sistem Persamaan Linear Dua

LKS berbasis penemuan terbimbing pada materi perbandingan memiliki beberapa karakteristik yaitu sebagai berikut: LKS memiliki cover seperti gambar berikut Uraian materi pada LKS

Menurut Putra 2013 langkah-langkah model pembelajaran PBL diantaranya: dapat diuraikan menjadi beberapa hal sebagai berikut: a Guru melaksanakan orientasi masalah kepada peserta didik