• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang - Gambaran Pola Konsumsi Pangan dan Status Gizi Pada Pecandu Narkoba di Panti Sosial Pamardi Putra Insyaf Sumatera Utara Tahun 2014

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang - Gambaran Pola Konsumsi Pangan dan Status Gizi Pada Pecandu Narkoba di Panti Sosial Pamardi Putra Insyaf Sumatera Utara Tahun 2014"

Copied!
7
0
0

Teks penuh

(1)

BAB I PENDAHULUAN

1.1.Latar Belakang

Penyalahgunaan narkoba merupakan penyakit endemik dalam masyarakat

modern, dapat dikatakan bahwa penyalahgunaan narkoba merupakan penyakit kronik yang berulang kali kambuh, yang hingga sekarang belum ditemukan upaya

penanggulangan yang memuaskan secara universal, baik dari sudut prevensi, terapi, maupun rehabilitasi. Narkoba di satu sisi merupakan obat atau bahan yang

bermanfaat di bidang pelayanan kesehatan dan pengembangan ilmu pengetahuan. Disisi lain, apabila disalahgunakan narkoba dapat menimbulkan ketergantungan dan akibat yang sangat merugikan bagi perseorangan atau masyarakat khususnya generasi

muda (UU RI Nomor 35 Tahun 2009).

Menurut United Nation Office on Drugs and Crime (2006) pemakai narkotika

di dunia sebanyak 162,4 juta orang, pada tahun 2008 diperkirakan terjadi peningkatan 4% penyalahgunaan narkotika di seluruh dunia, dari 200 juta orang pada tahun 2006 menjadi 208 juta orang pada tahun 2008. Jumlah pengguna terus meningkat sampai

dengan 2013, dari 24% pengguna ditahun 2004 menjadi 28% ditahun 2013. Sasaran utama peredaran narkotika yang sangat potensial bagi bandar atau pengedar narkotika

adalah pelajar dan mahasiswa, dengan populasi yang cukup besar di dunia yaitu sekitar 16,9 juta orang pada tahun 2008 dan diperkirakan meningkat menjadi 22,3 juta orang pada tahun 2013 (BNN dan Pusat Penelitian Universitas Indonesia, 2008).

(2)

Pada tahun 2008 sebanyak 2 juta orang, mayoritas berumur 20-25 tahun dengan

pengguna laki-laki yaitu 90%, usia 20-29 tahun sebanyak 68% terdiri dari perempuan sebanyak 9%, laki-laki 59%, sebagian besar telah menyelesaikan jenjang pendidikan tinggi sebanyak 80%. Sementara itu, jumlah kerawanan penyalahgunaan narkotika

pada tahun 2008 hingga 2010, DKI Jakarta menempati urutan pertama dengan tingkat kerawanan konsumsi sebesar 4,76 dari total populasi 7 juta jiwa (Laporan Survei

Penyalahgunaan Narkotika di Indonesia, 2008).

Prevalensi penyalahgunaan narkoba di lingkungan pelajar Sumatera Utara

pada tahun 2009 mencapai 4,7 persen dari jumlah pelajar dan mahasiswa atau sekitar 921.695 orang. Dari jumlah tersebut, 61 persen di antaranya menggunakan narkoba jenis analgesik dan 39 persen jenis ganja, amphetamine, ekstasi dan lem (Badan

Narkotika Nasional, 2010). Maraknya penyalahgunaan narkoba jelas berakibat buruk terhadap kualitas sumber daya manusia Indonesia yang menjadi salah satu modal

pembangunan nasional (Kristanti & Ahniar, 2010).

Penggunaan narkoba dalam dosis tertentu dapat mengakibatkan seseorang berhalusinasi dengan melihat suatu hal/benda yang sebenarnya tidak ada/tidak nyata.

Selain itu dapat mengakibatkan kerja organ tubuh seperti jantung dan otak bekerja lebih cepat dari biasanya sehingga mengakibatkan seseorang lebih bertenaga untuk

sementara waktu dan cenderung membuat seseorang pengguna lebih senang dan gembira untuk sementara waktu, serta dapat menekan sistem syaraf pusat dan mengurangi aktivitas fungsional tubuh, sehingga pemakai merasa tenang bahkan bisa

(3)

mengakibatkan seseorang cenderung pasif, karena secara tidak langsung narkoba

memutuskan syaraf-syaraf dalam otak. Jika terlalu lama dan sudah ketergantungan narkoba maka lambat laun organ dalam tubuh akan rusak dan jika sudah melebihi takaran maka pengguna itu akan overdosis dan akhirnya berujung pada kematian.

Kementrian Sosial Republik Indonesia telah mengadakan beberapa tempat rehabilitasi dan Rumah Sakit Ketergantungan Obat (RSJO) bagi para pecandu

narkoba untuk membantu mengurangi dan menghilangkan ketergantungan narkoba. Dalam Undang-Undang No.35 Tahun 2009 tentang narkotika dan psikotropika,

rehabilitasi terhadap penyalahgunaan narkoba dibagi menjadi dua jenis yaitu rehabilitasi medis dan rehabilitasi sosial. Rehabilitasi medis adalah suatu proses kegiatan pengobatan secara terpadu untuk membebaskan pecandu dari

ketergantungan narkotika. Rehabilitasi sosial adalah suatu proses kegiatan pemulihan yang dilakukan secara terpadu baik fisik, mental maupun sosial agar mantan

penyalahguna narkoba dapat kembali melaksanakan fungsi sosial dalam kehidupan masyarakat (Badan Narkotika Nasional, 2010).

Di Sumatera Utara terdapat Pusat Rehabilitasi Sosial Korban Penyalahgunaan Narkoba PSPP “Insyaf” yang menampung para pengguna narkoba. Para pengguna

narkoba tersebut di berikan bimbingan, pelayanan dan rehabilitasi sosial yang bersifat

kuratif, rehabilitatif, promotif dalam bentuk bimbingan pengetahuan dasar pendidikan, fisik, mental, sosial, keterampilan serta resosialisasi bimbingan lanjut bagi eks korban narkotika dan pengguna psikotropika sindroma ketergantungan agar

(4)

Pengguna narkoba atau kelayan di PSPP Insyaf direhabilitasi paling cepat 9

bulan dan paling lama 12 bulan. Para kelayan dibedakan berdasarkan ketergantungannya yaitu detoksifikasi, entri unit, primary, re-entri A dan re-entri B. Para kelayan tidak dikenakan biaya apapun selama direhabilitasi di panti tersebut.

Semua dana yang berkaitan dengan panti berasal dari pemerintah. PSPP Insyaf bertanggung jawab sepenuhnya terhadap kelayannya. Termasuk makanan yang

dikonsumsi para kelayan. Rehabilitasi sosial salah satunya bertujuan memberikan bekal terhadap kesehatan melalui pola makan teratur yang disediakan penyelenggara

makanan. Selama kelayan direhabilitasi di panti, kelayan hampir tidak diperbolehkan mengonsumsi makanan dari luar tapi pada tahapan re-entri B kelayan sudah diperbolehkan mengonsumsi makanan dari luar. Hal tersebut menimbulkan

kekhawatiran terhadap pola konsumsi makan yang diberikan pada kelayan.

Para pengguna narkoba pada umumnya rawan terhadap masalah gizi. Menurut

Damayanti (2002) dalam penelitian Ekawati (2009), tingkat keparahan ketergantungan narkoba berhubungan erat dengan tingkat keparahan malnutrisi. Energi dan protein dibutuhkan untuk meningkatkan ataupun mempertahankan status

gizi pasien rehabilitasi narkoba. Status gizi yang optimal sangat dibutuhkan untuk mempercepat proses rehabilitasi dan untuk meningkatkan sistem kekebalan tubuh.

Masalah gizi yang dialami pasien ketergantungan narkoba disebabkan oleh penurunan nafsu makan selama masa pengaruh obat dan ketika pecandu mengalami gejala putus obat (withdrawal symptoms) yang berupa kecemasan, kegelisahan, depresi,

(5)

Penelitian yang dilakukan oleh Benedict dkk (1999) menunjukkan bahwa

perilaku makan penderita narkoba pada kalangan remaja di Nevada Utara sebanyak 401 siswa lebih jarang makan siang dan jarang makan dirumah. Di Amerika Serikat pada orang dewasa usia 20-35 tahun menunjukkan bahwa penderita kokain dan

narkoba lain serta alkohol memiliki Indeks Massa Tubuh (IMT) dan lingkar pinggang yang lebih rendah serta konsumsi protein dan lemak lebih rendah bila dibandingkan

dengan non penderita narkoba dan kokain (James dan Nicole, 2007)

Menurut Ryan (2006) dibutuhkan pendidikan dan informasi tentang pola

makan yang tepat dan dapat meningkatkan pemulihan mereka. Bagian penting dari mengobati kecanduan adalah untuk melengkapi gizi yang hilang melalui makanan dan suplemen (Gant 2002 dalam Miller 2010). Pengaturan diet dalam perawatan

pecandu narkoba adalah suatu keharusan. Selain kerusakan oleh obat secara langsung pada tubuh, pecandu cenderung memiliki kebiasaan makan yang buruk, sehingga gizi

yang baik sangat penting bagi kesehatan.

Gizi yang baik dapat terpenuhi melalui pangan. Pangan merupakan kebutuhan dasar yang sangat esensial dalam kehidupan manusia. Pemenuhan pangan sesuai

dengan kuantitas maupun kualitasnya dapat memengaruhi pemenuhan kebutuhan gizi seseorang dan akan berdampak pada perkembangan baik fisik maupun psikis.

Semakin beragam bahan pangan yang dikonsumsi maka akan semakin beragam pula zat gizi yang diperoleh sehingga dapat meningkatkan mutu gizi. Konsumsi pangan merupakan faktor utama dalam memenuhi kebutuhan zat gizi, sehingga zat gizi

(6)

Apabila asupan makanan rendah dan berlangsung dalam jangka waktu yang

relatif panjang, seseorang akan mengalami defisiensi zat gizi yang berakibat pada penurunan status gizi. Pada pecandu narkoba hal ini akan berdampak pada proses pemulihannya dari ketergantungan narkoba. Menurut Islam dkk (2002), pada

penelitian di Dhaka menunjukkan bahwa narkoba berpengaruh nyata menurunkan indeks massa tubuh (IMT), hemoglobin, protein total serum, dan tingkat albumin.

Selain itu, sekitar 74% pecandu narkoba mengalami defisiensi gizi, sehingga sangat diperlukan peran gizi dalam proses pemulihan narkoba.

Panti rehabilitasi narkoba harus memberikan pengaturan diet dan pola konsumsi makan yang baik pada pasien rehabilitasi narkoba yang bertujuan untuk menjaga dan mempertahankan status gizi dalam keadaan baik, sehingga daya tahan

tubuh menjadi lebih baik. Ketika asupan makanan dari luar tidak dapat mencukupi kebutuhan energi, maka tubuh akan memecah protein pada jaringan otot serta lemak

pada jaringan adiposa untuk memproduksi energi.

1.2.Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang diatas yang menjadi permasalahan dalam

penelitian ini adalah bagaimana pola konsumsi pangan dan status gizi pada pecandu narkoba di Panti Sosial Pamardi Putra Insyaf Sumatera Utara

1.3.Tujuan Penelitian

1.3.1. Tujuan Umum

Untuk mengetahui gambaran pola konsumsi pangan dan status gizi pada

(7)

1.3.2. Tujuan Khusus

1. Untuk mengetahui karakteristik pecandu narkoba (umur dan lamanya rehabilitasi) di Panti Sosial Pamardi Putra Insyaf

2. Untuk mengetahui jenis, jumlah dan frekuensi makanan yang dikonsumsi

pecandu narkoba di Panti Sosial Pamardi Putra Insyaf

3. Untuk mengetahui kecukupan energi pecandu narkoba di Panti Sosial

Pamardi Putra Insyaf

4. Untuk mengetahui kecukupan protein pecandu narkoba di Panti Sosial

Pamardi Putra Insyaf

1.4.Manfaat Penelitian

1. Sebagai masukan dan informasi bagi pegawai Panti untuk lebih

memperhatikan pola makan dan status gizi kelayannya.

2. Sebagai masukan bagi pihak Fakultas Kesehatan Masyarakat dalam

pengembangan ilmu gizi dan kesehatan masyarakat pada umumnya. 3. Untuk menambah pengetahuan dan pengalaman bagi penulis dalam

Referensi

Dokumen terkait

Hasil Penelitian ini sama seperti hasil penelitian dari Heni Rosdiana dalam skripsinya yang berjudul “ pengaruh pemanfaatan sumber belajar Terhadap hasil belajar akuntansi

Dari hasil wawancara diatas dapat disimpulkan bahwa sumber belajar cetak dan lingkungan mempunyai pengaruh terhadap keberhasilan belajar peserta didik. Hal ini diakui oleh

Tahap berikutnya dalam proses: Mengembangkan prioritas untuk mengatasi kerentanan terhadap perubahan iklim.. USAID

This study investigated how students’ motivation in the context of EFL was classified under different orientations and how the orientations were correlated with the use of

1 Metode kuantitatif ini digunakan untuk meneliti pada populasi atau sampel tertentu, pengumpulan data menggunakan instrumen penelitian, analisis data bersifat

judul “Evaluasi Penerapan Standar Akuntansi Pemerintahan Berbasis Akrual Dan Pengendalian Internal Terhadap Kualitas Laporan Keuangan Pada Badan Keuangan Daerah

 Menurut para ahli kognitif itu sama artinya dengan kreasi atau pembuatan satu hal baru atau membuat suatu yang baru dari hal yang sudah ada, maka dari itu dalam metode

Perilaku konsumen dalam pengambilan keputusan dipengaruhi berbagai faktor untuk dipertimbangkan oleh konsumen untuk membeli produk sepatu adalah kualitas, referensi, merk,