PERKEMBANGAN PEMIKIRAN EKONOMI
Pemikiran Ekonomi pada Abad KlasikMasalah perekonomian itu ada sejak adanya manusia itu sendiri.Wahbah (1979) dalam Marthon (2001:3) menjelaskan bahwa dalam peradaban Sumaria, telah berkembang pemikiran ekonomi di mana tempat ibadah digunakan sebagai tempat penyimpanan uang seperti layaknya fungsi bank sekarang ini.Menurut Marthon (2001:4) sistem perekonomian Baratbanyak mengadopsi konsep perekonomian Yunani yang terinspirasi oleh pemikiran Plato dan Aristoteles.
1. Urgensi pembentukan negara seiring dengan kondisi perekonomian yang menuntut pembentukannya.
2. Lazimnya pembagian pekerjaan disesuaikan dengan kemampuan masyarakat. 3. Tidak mengakui adanya kepemilikan pribadi
Selanjutnya disebutkan oleh Marathon mengemukakan bahwa Aristoteles (384-300 SM) mempunyai pemikiran ekonomi yang berbeda dengan konsep yang ditawarkan oleh Plato1, yaitu:
1. Mengakui adanya kepemilikan pribadi
2. Konsentrasi pada sector pertanian dan menolak monopoli serta menentang sistem bunga dikenakan adanya unsur eksploitasi2 dan kelaziman di dalamnya.
3. Peduli terhadap uang beserta fungsinya sebagai medium of exchange3, bukan sebagai
komoditas4.
Pemikiran Ekonomi pada Abad Pertengahan
Pada abad pertengahan di tandai dengan kehancuran imperium Romawi Barat di atas tangan Kabilah Jurmaniah pada abad ke-5 M. Ahli sejarah Barat member nama masa-masa tersebut sebagai zaman kegelapan, di karenakan pada masa tersebut bangsa eropa mengalami kemandulan dalam perkembangan pemikiran.
Ditengah krisis ekonomi, dan pemikiran yang sedang melanda Eropa, munculah beberapa pemikiran ekonomi yang diulas oleh beberapa murid filsuf5 Muslim Klasik, yaitu:
1 Sang guru 2 Pendayagunaan 3 Alat tukar
1. Mengajak untuk mengsinergikan antara kekuatan akal dan agama, yang merupakan refleksi atas pemikiran filsuf Yunani, khususnya Aristoteles.
2. Menghormati kepemilikan individu dan menjadikannya sebagai pendorong untuk melakukan produksi.
3. Sangat mencela sistem bunga dan menganggapnya sebagai perbuatan yang melanggar. 4. Mengakui adanya tingkatan/strata sosial dalam kehidupan masyarakat.
Pemikiran Ekonomi Pada Abad Modern
Pada abad modern ini ditandai dengan berbagai pemikiran masalah ekonomi dan munculnya tempat pembelajaran, pengembangan pemikiran ekonomi yang pada akhirnya mampu menciptakan sistem perekonomian yang telah berkembang di dunia saat ini.ada tiga sistem ekonomi yang dominan yaitu sistem kepitalisme dimana sistem ini memberikan secara penuh kepada setiap orang untuk melaksanakan kegiatan perekonomian, sistem sosialisme dimana sistem ini memberikan kebebasan yang cukup besar kepada setiap orang untuk melaksanakan kegiatan ekonomi tetapi dengan campur tangan pemerintah , dan sistem gabungan (sistem mix) dimana pemerintah dan swasta saling berinteraksi dalam memecahkan masalah ekonomi.
PEMIKIRAN DAN PARADIGMA EKONOMI ISLAM
Ekonomi dalam Wacana Pemikiran Islam
1. Pemikiran Ekonomi Era Rasulullah SAW
Pada masa Rasulullah SAW adalah masa peletakan dasar hukum dan perundingan (tasyri). Pernyataan di Al-Qur’an dan Hadis tentang aturan kehidupan, termasuk konsep pemikiran ekonomi islam memiliki kecenderungan sebagai berikut:
Mewujudkan kebahagiaan manusia. Pemikiran ekonomi Rasulullah SAW mencoba
mengkolaborasikan aspek spiritual dan material.
Tujuan kesejahteraan yang ingin diciptakan oleh pemikiran ekonomi islam adalah
yang selaras dengan maqashid syariah6.
Pemikiran ekonomi yang dibangun oleh Rasulullah berlandaskan syariah yang sacral,
doktriner, berupa kaidah dan prinsip umum yang global, memiliki juga sisi profail, dimana manusia bebas berkreasi menciptakan mekanisme yang tepat guna merealisasikan maqashid tersebut.
2. Pemikiran Ekonomi Era Khulafah Al-Rasyidin
Berikut ini sumber-sumber pendapatan Negara pada masa Rasulullah SAW dan Khulafaur Rasyidin:
Sedekah atau infaq
Ghanimah, yaitu 1/5 dari harta rampasan perang untuk kemaslahatan kaum muslimin.
Fa’I, yaitu sejenis upeti yang diperoleh dengan tanpa peperangan.
Zakat.
Jizyah, yaitu kebijakan politik yang di tetapkan dalam Al-Qur’an
Wakaf, atau sedekah Jariyah
Hutang (untuk perang)
Kharaj (pajak tanah dari wilayah yang ditaklukkan oleh kaum muslimin)
Usyur, bea cukai perdagangan luar negri sebesar 10%.
Rusum, yaitu sejenis retribusi yang dipungut sebagai kompensasi dari pelayanan yang
diberikan oleh pihak Negara
Paradigma Ekonomi Islam
Paradigma ekonomi Islam dilandasi dengan ke-Esaan Allah (tauhid), perwakilah Allah (khilafah) dan keadilan (‘adalah) untuk mencapai kesejahteraan (falah), ditunjang dengan kopetensi sumber daya manusia yang professional dan memberdayakan sumber daya alam yang tidak merusak pada lingkungan.
EKONOMI DALAM KERANGKA HUKUM ISLAM
Kerangka Hukum Islam
Istilah hukum dalam islam disebut syari’at. Syari’at adalah kumpulan hokum islam tentang perbuatan manusia yang diambil berdasarkan berbagai sumber, empat sumber diantara yaitu: Al-Qur’an, Hadist, Ijma’, dan Qiyas atau sumber lainnya seperti yang diungkapkan para imam mazhab.
Sumber-Sumber Hukum Islam
1. Al-Qur’an. Sumber hukum ekonomi yang termuat dalam ayat Al-Qur’an antara lain sebagai berikut:
Ayat-ayat pengelolaan harta (Al-Baqarah:88), (Al-A’raf:128), (An-Nisa:10),
(At-Taubah:60), (An-Nisa:32), (Ar-Rum:39), (Az-Dzariyat:19), (Al-Ma’arij:24-25).
Ayat-ayat tentang perdagangan (An-Nisa:29), (Al-An’am:152), (Al-Asy’ura’:
Ayat-ayat tentang riba dan judi (Al-Baqarah:276), (Ali-Imran:130), (An-Nisa:
131), (Ar-Rum:39), (Al-Ma’idah:90-91).
Ayat tentang hutang (Al-Baqarah:280-283).
2. Hadits, adalah berita yang berasal dari Nabi. Sedangkan Sunnah adalah perilaku Rasulullah yang berdimensi hukum. Hadits adalah sesuatu yang bersifat teoritik, sedangkan sunnah adalah pemberitaan sesungguhnya. Jika hadits menurut kaidah dan akan menjadi asas praktek bagi kaum muslimin. Sementara sunnah merupakan sebagian besar dan terutama fenomena praktik yang dilengkapi dengan norma-norma perilaku. Hadits dan sunnah berfungsi sebagai petunjuk-petunjuk praktis yang tidak dijelaskan secara lengkap dalam Al-Qur’an.
3. Ijtihat Ulama’, adalah mencurahkan daya kemampuan untuk menghasilkan hukum syara’ dari dalil-dalil syara’ secara terperinci yang bersifat operasional dengan cara mengambil kesimpulan hukum.
Perilaku Ekonomi dalam Kerangka Hukum dan Etika Islam
Hukum dan etika dalam islam merupakan keniscayaan yang berlaku dalam setiap sendi-sendi kehidupan. Ini merupakan perbedaan Islam dengan Materialisme7. Dalam melakukan aktifitas
ekonomi para pelaku ekonomi harus menghindarkan beberapa aspek hukum, yaitu:
1. Unsur Riba. Riba adalah pengambilan tambahan, baik dalam transaksi jual-beli maupun pinjam-meminjam secara bathil atau bertentangan dengan prinsipmuamalat dalam Islam.
2. Unsur Penipuan (Gharar), sesuatu yang tidak diketahui akibatnya dari sisi ada dan tidak ada.
3. Unsur ketidak pastian (jahalah), yaitu ketidak pastian yang menimbulkan perselisihan yang sulit dipecahkan.
4. Unsur bahaya (dharar), yaitu bila penyerahan barang yang dijual hanya mungkin dengan memasukkan dharar kepada penjual dari hartanya dan tidak hanya pada sesuatu yang dijual.
5. Unsur judi (maysir), karena orang memperoleh uang dengan mudah dan tanpa susah payah.
6. Unsur haram, yaitu sesuatu yang harap dilarang oleh Allah dan Rasul-Nya dalam Al-Qur’an dan Hadits.
7. Unsur subhat, yang berarti suatu perkara yang tercampur antara halal dan haram.
Ketujuh unsur aspek hukum ekonomi tersebut harus dihindari dan ini merupakan ciri dari sistem ekonomi Islam dan sebagai pembeda dengan ekonomi yang konvensional. Intervensi hukum, etika dan ekonomi itu terlihat pada hal berikut:
1. Kegiatan ekonomi seperti halnya judi atau permainan pada umumnya adalah kompetisi yang mengutamakan kepentingan pribadi.
2. Tata aturan yang dipergunakan dalam kegiatan ekonomi yang penuh kompetisi itu berbeda dari aturan yang terwujud dalam realitas kehidupan sosial umumnya.
3. Individu atau kolektif yang patuh pada aturan moral dan hukum akan bebeda dengan posisi yang tidak menguntung pada persaingan ketat dan menghalalkan segala cara. 4. Kalau suatu praktik ekonomi dibenarkan secara legal, karena sesuai dengan aturan hukum
yang berlaku, secara moral juga pasti dibenarkan.
5. Jika suatu praktik ekonomi begitu umum diterima dimana-mana sehingga menjadi semacam norma, maka orang tinggal menyesuaikan diri dengan praktik semacam itu.
PRINSIP PEMILIKAN DAN USAHA DALAM ISLAM
Prinsip Pemilikan dalam Islam
Prinsip ini mempertegas bahwa konsep kepemilikan di dalam Islam sangat beragam.Berbeda dengan konsep liberal dengan kepemilikan swasta dan konsep sosialis dengan kepemilikan Negara.Islam mengajarkan kita bahwa kepemilikan yang hakiki adalah kepemilikan Allah SWT, adapun kepemilikan di dunia adalah kepemilikan yang sifatnya sementara dan titipan. Dan manusia akan dimintai pertanggungjawabannya kelak akan alokasi dan penggunaan kepemilikannya di dunia.
Konsep kepemilikan dalam Islam sangat beragam.Islam mengakui kepemilikan swasta.Namun untuk menjamin nihilnya perilaku zhalim, maka pemerintah melalui institusinya harus menguasai produksi komoditas tertentu dan komoditas-komoditas yang menjadi kebutuhan hajat hidup seluruh manusia.Kepemilikan ganda juga diakui seperti swasta-Negara, Negara-asing, domestik-asing, dan lain-lain.
Hak Milik Individu dalam Islam
berimplikasi terciptanya masyarakat yang ideal dan sejahtera. Untuk mewujudkan kesejahteraan dan idealism masyarakat, konsep kepemilikan individu dalam ekonomi Islam ini diperinci sebagai berikut:
1. Membuka kesempatan seluas-luasnya bagi berlangsungnya sebab-sebab kekepemilikan dalam kekepemilikan individu.
2. Memberikan kesempatan seluas-luasnya bagi berlangsungnya pengembangan kekepemilikan (tanmiyah al-milkiyah) melalui kegiatan investasi.
3. Larangan menimbun harta benda walaupun telah dikeluarkan zakatnya. Harta yang ditimbun tidak akan berfungsi ekonomi. Pada gilirannya akan menghambat distribusi karena tidak terjadi perputaran harta.
4. Mengatasi peredaran kekayaan di satu daerah tertentu saja dengan menggalakkan berbagai kegiatan syirkah dan mendorong pusat-pusat pertumbuhan.
5. Larangan kegiatan monopoli, serta berbagai penipuan yang dapat mendistorsi pasar. 6. Larangan judi, riba, korupsi, pemberian suap dan hadiah kepada penguasa.
7. Pemanfaatan secara optimal hasil dari barang-barang (SDA) milik umum (al- milkiyah al-amah) yang dikelola negara seperti hasil hutan, barang tambang, minyak, listrik, air dan sebagainya demi kesejahteraan rakyat.
Hak Milik Umum dalam Islam
Kepemilikan Umum (Milkiyah ‘Ammah) adalah idzin syariat kepada masyarakat secara bersama-sama memanfaatkan suatu kekayaan yang berupa barang-barang yang mutlak diperlukan manusia dalam kehidupan sehari-hari.Dalam kepemilikan umum, individu-individu dibolehkan mengambil manfaat dari kekayaan tersebut,namun terlarang memilikinya secara pribadi. Ada tiga jenis kepemilikan publik:
Sarana umum yang diperlukan oleh seluruh warga negara untuk keperluan sehari-hari
seperti air, saluran irigasi, hutan, sumber energi, pembangkit listrik, dan lain-lain.
Kekayaan yang asalnya terlarang bagi individu untuk memilikinya seperti jalan umum,
yang artinya : ” Kaum Muslim sama-sama membutuhkan tiga perkara: padang, air dan api”. (HR Abu Dawud dan Ibn Majah)
Usaha dalam Sistem Islami
Rasulullah SAW sangat menekankan kepada seluruh umatnya, agar tidak menjadi umat yang pemalas dan suka meminta-minta. Pekerjaan apapun walaupun tampak hina dimata banyak orang, jauh lebih baik dan mulia dari pada harta yang diperoleh dengan cara minta-minta atau diperoleh dengan cara yang tidak halal.
KEBIJAKAN PEMERINTAH DALAM BIDANG EKONOMI ISLAM
Negara dalam Perspektif Islam
Tanggung jawab pemerintah dalam perspektif islam bertujuan untuk menyejahterakan umum masyarakat, sehingga dalam Negara perspektif Islam dapat mendefinisikan apapun fungsinya dalam mencapai sasaran tersebut. Menurut islam Negara memiliki hak untuk ikut campur dalam kegiatan ekonomi yang dilakukan oleh individu-individu, baik untuk mengawasi kegiatan maupun untuk mengatur atau melaksanakan beberapa macam kegiatan ekonomi yang tidak mampu dilaksanakan oleh individu-individu.
Keterlibatan Negara dalam kegiatan ekonomi pada permulaan Islam itu sangat kurang, karena masih sederhananya kegiatan ekonomi akibat kemelaratan lingkungan tempat Islam timbul. Selain itu, disebabkan pula oleh daya control spiritual dan kemantapan jiwa kaum muslimin pada masa-masa permulaan yang membuat mereka mematuhi secara langsung akan perintah-perintah syariat dan sangat berhati-hati menjaga keselamatan mereka dari penipuan dan kesalahan. Semua ini mengurangi kesempatan Negara untuk ikut campur dalam kegiatan ekonomi.
Landasan Hukum Intervensi Negara Terhadap Perekonomian
Ada batas-batas atau ikatan-ikatan yang menyatakan hukum campur tangan Negara, yaitu nash-nash8 Al-Qur’an dan As-Sunah. Kalau sudah ada nash yang mengharamkan atau
menghalalkan suatu perkara, maka pemerintah harus mematuhi nash ini. Inilah yang dimaksud
pendapat bahwa ketika menetapkan dengan sungguh-sungguh bahwa hak campur tangan Negara dalam kegiatan ekonomi terikat oleh lingkaran syariat yang suci.
Adapun di dalam batas-batas ini, biasanya campur tangan Negara bisa menyempit dan meluas menurut kadar patuh tidaknya rakyat Negara tersebut terhadap hukum-hukum syariat. Maka tiap kali control spiritual dan moral pada individu-individu itu kuat, berkuranglah campur tangan Negara dalam kegiatan ekonomi. Sebaliknya, tiap kali control ini lemah, bertambahlah pula campur tangan Negara itu.