MAKALAH HUKUM TATA NEGARA
PERKEMBANGAN KETATANEGARAAN INDONESIA PERIODE 20 OKTOBER 2014 SAMPAI SEKARANG
Anggota Kelompok
Aprilia Nur K K6413005 / A
Dewi Wulandari K6413020 / A Endang Setyowati K6413025 / A Kusuma Putri W K6413038 / A Rifka Zahara Sufyanti K6413060 / B Rosy Indra Bimantara K6413064 / B Septa Nanda Nugraha K6413066 / B Tauhid Adi Tomo K6413072 / B Zahroh Ikhsania Rahmah K6413079 / B
Tugas Terstruktur Ini Disusun guna Memenuhi Persyaratan dan Kelulusan Mata Kuliah Hukum Tata Negara yang diampu oleh
Ibu Rima Vien P.H, S.H, M.H
PENDIDIKAN PANCASILA DAN KEWARGANEGARAAN FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Allah SWT, yang telah melimpahkan rahmat, hidayah dan innayah - Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan penyusunan makalah Hukum Tata Negara.
Penulisan makalah ini merupakan salah satu tugas dan persyaratan untuk menyelesaikan tugas mata kuliah Hukum Tata Negara Program Studi Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan.
Untuk itu pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada yang terhormat :
1. Tuhan Yang Maha Esa
2. Ibu Rima Vien P H, S.H, M.H selaku Dosen Mata Kuliah Hukum Tata Negara
Dalam penyusunan makalah Hukum Tata Negara ini penulis menyadari masih banyak kekurangan baik pada teknis penulisan maupun materi. Oleh karena itu saran dan kritik yang bersifat membangun sangat penulis harapkan dari semua pihak. Semoga penulisan makalah ini bermanfaat bagi pembaca dan khususnya bagi mahasiswa Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas Maret.
Surakarta, April 2015
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR...ii
DAFTAR ISI...Error! Bookmark not defined. BAB I...1
A. Latar Belakang...1
B. Rumusan Masalah...1
C. Tujuan Penulisan...2
BAB II...3
A. Perubahan Pengaturan Sistem Pemilu Legislatif 2014...3
B. Pelaksanaan Pemilu Presiden dan Wakil Presiden 2014...7
C. Gugatan Kubu Prabowo-Hatta ke Mahkamah Konstitusi Terkait dengan Hasil Pemilu Presiden dan Wakil Presiden 2014...7
D. Struktur Kabinet Periode 2014-2019...8
E. Masa Depan Ketatanegaraan Indonesia Lima Tahun Kedepan...11
BAB III...13
A. Kesimpulan...13
B. Saran... 14
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Indonesia merupakan negara yang berdasarkan atas hukum dalam menjalankan pemerintahannya. Seiring berjalannya waktu Indonesia mengalami perubahan atau perkembangan ketatanegaraan. Gerakan reformasi pada tahun 1998 menjadi salah satu wujud dari adanya perubahan dalam sistem ketatanegaran Indonesia. Salah satu dari perkembangan tersebut adalah dengan adanya demokrasi dengan wujud pemilihan umum untuk memilih perwakilan rakyat yang akan menjalankan pemerintahan.
Pemilihan Umum baik Pemilu legislatif maupun Pemilihan Umum Presiden dan Wakil Presiden secara langsung tahun 2014 menjadi catatan baru bagi ketatanegaraan Indonesia. Salah satu hal yang menyangkut perubahan pengaturan sistem Pemilu Legislatif tahun 2014 adalah penetapan ambang batas yang naik 1% dari tahun 2009 yang menjadi 3,5% di tahun 2014. Hal ini membuat persaingan dalam memperebutkan kursi di parlemen sangat ketat. Selain itu Pilpres 2014 hanya diikuti oleh dua pasangan yakni Prabowo-Hatta dan Jokowi-JK. Keberadaan dua pasangan yang bertarung terbuka, berjalan dengan penuh dinamika, sengit dan membelah negeri ini kedalam polaritas. Imbas kerasnya pertarungan masih terasa sampai sekarang. Dengan demikian, pasca putusan MK yang menolak gugatan kubu Prabowo-Hatta, matra pertarungan antara kedua kubu sebagai konsekuensi dan dampak pertarungan politik dalam Pilpres 2014 diprediksi akan mengalami pergeseran baik fokus maupun lokus.
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana perubahan pengaturan sistem pemilu legislatif tahun 2014? 2. Bagaimana pelaksanaan Pilpres tahun 2014?
4. Bagaimana struktur kabinet periode 2014-2019?
5. Bagaimana masa depan ketatanegaraan Indonesia lima tahun kedepan?
C. Tujuan Penulisan
1. Mengetahui Perubahan pengaturan sistem pemilu legislatif tahun 2014. 2. Mengetahui pelaksanaan Pilpres tahun 2014.
3. Mengetahui gugatan yang masuk ke MK terkait dengan hasil Pilpres 2014.
4. Mengetahui struktur kabinet pada periode 2014-2019.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Perubahan Pengaturan Sistem Pemilu Legislatif 2014
Salah satu hal yang menyangkut perubahan pengaturan sistem Pemilu Legislatif tahun 2014 adalah penetapan ambang batas yang naik 1% dari tahun 2009 yang menjadi 3,5% di tahun 2014 berdampak pada perolehan suara partai politik yang mengikuti pemilu. Akibatnya bagi partai yang mendapatkan suara dibawah 3,5% berarti ditetapkan partai politik tersebut tidak bisa dilibatkan dalam perhitungan kursi. Karena kebijakan yang dianggap bertentangan dengan kedaulatan rakyat dan hak politik maka banyak yang mengajukan gugatan ke Mahkamah Konstitusi terhadap pasal yang mematikan mereka (partai perolehan suara kurang dari 3,5%) yang secara tidak langsung mematikan keinginan mereka untuk bisa “menduduki” kursi di DPR RI.
Pemilu 9 April 2014 yang lalu dengan diikuti oleh 12 Partai Nasional dan 3 Partai Lokal di Aceh. Jumlah Daftar Pemilih Tetap 185.826.024 orang dengan tingkat partisipasi 75,11 %, yaitu 124.972.491 yang menggunakan hak pilihnya. Hal ini berarti ada 24,89 %. Sedangkan apabila suara tidak sah karena kesengajaan atau kesalahan mencoblos dimasukkan dalam kelompok Golput, maka akan mencapai 31,89 %.
Tabel II.1 Hasil Pemilu Legislative DPR Pusat
No PARTAI Suara % Suara Kursi % Kursi
1. Nasdem 8.402.812 6,72 % 35 6,25 %
2. PKB 11.298.957 9,04 % 47 8,39 %
3. PKS 8.480.204 6,79 % 40 7,14 %
4. PDIP 23.681.471 18,95 % 109 19,46 %
5. Golkar 18.432.312 14,75 % 91 16,25 %
6. Gerindra 14.760.371 11,81 % 73 13,03 %
7. Demokrat 12.728.913 10,19 % 61 10.89 %
8. PAN 9.481.621 7,59 % 49 8,75 %
9. PPP 8.157.488 6,53 % 39 6,96 %
10. Hanura 6.579.498 5,26 % 16 2,86 %
12. Partai Nasional
Keterangan : *) Partai Lokal Aceh; **) Tidak lolos ke DPR karena perolehan kurang 3,5 %
Merah : Tidak Lolos Biru : Untung
Hijau : Rugi
Berdasarkan hasil pemilu tersebut maka terdapat 2 partai yang tidak lolos ambang batas parlemen atau untuk mendapatkan kursi DPR sebesar 3,5 %, yaitu PBB dan PKPI. Partai-partai yang lolos tersebut ditetapkan berhasil masuk dalam perhitungan konversi kursi. Hasil konversi suara menjadi kursi membuat terjadinya perubahan jumlah prosentase kursi yang diperoleh. Terdapat beberapa partai yang diuntungkan, yaitu prosentasenya menjadi naik (PKS, PDIP, Golkar, Gerindra, Demokrat, PAN, PPP) dan beberapa partai lain yang dirugikan karena prosentasenya menurun (Nasdem, PKB, dan Hanura).
Artinya, sisa suara dari dapil lain digabungkan. Misalnya, ada 3 dapil, sisa partai di setiap dapil itu digabungkan menjadi satu.
Dalam sistem pemilu proporsional, besaran daerah pemilihan dan formula alokasi kursi punya kaitan erat dengan tingkat kompetisi partai politik dalam memperebutkan kursi di daerah pemilihan yang bersangkutan. Rumus umum menyatakan, bahwa semakin kecil besaran daerah pemilihan, semakin tinggi tingkat persaingan; demikian juga sebaliknya, semakin besar besaran daerah pemilihan maka semakin rendah tingkat persaingan. Pada titik inilah dikenal istilah threshold atau angka ambang batas mendapatkan kursi, yaitu jumlah suara minimal yang harus diperoleh partai politik untuk mendapatkan kursi yang ada di daerah pemilihan tersebut.
Anggota KPU Hadar Nafis Gumay, mengemukakan penghitungan perolehan kursi DPR RI dimulai dari penghitungan perolehan suara partai-partai politik peserta Pemilu secara nasional. Setelah diketahui hasilnya, KPU akan menentukan siapa saja yang lolos dengan berpatok pada ambang batas parlemen sebesar 3,5 persen. Mekanisme perhitungan perolehan kursi DPR RI tersebut yakni :
1. Dimulai dengan perhitungan perolehan suara sah nasional partai politik dikalikan dengan besaran ambang batas (3.5%).
Perhitungan:
Jumlah suara sah adalah 124.972.491 suara dikalikan dengan ambang batas 3,5% hasilnya 3.749.175. Angka tersebut merupakan angka ambang batas.
Berarti jika, partai politik peserta pemilu memperoleh angka 3.749.175 atau lebih maka ditetapkan memenuhi syarat, sehingga partai politik tersebut dilibatkan dalam perhitungan kursi.
2. Menentukan BPP (Bilangan Pembagian Pemilihan) yang disebut dengan angka pembagi/ harga kursi di suatu dapil.
Merupakan pembagian jumlah suara sah parpol yang lulus ambang batas dibagi dengan jumlah kursi didapil yang bersangkutan.
3. Setelah KPU melakukan perhitungan BPP tahap pertama maka akan diketahui partai-partai mana saja yang mendapat kursi. (Tahap I)
4. Kemudian sisa suara yang dihasilkan dari perhitungan kursi diatas, digunakan untuk perhitungan Tahap II dengan berbasis pada ranking partai berdasar sisa suara.
Dapat diambil kesimpulan, penerapan ambang batas menyebabkan meningkatnya jumlah suara yang tidak terkonversi menjadi kursi, atau suara hilang atau suara terbuang atau wasted votes. Itu artinya, penerapan ketentuan ambang batas jika tidak hati-hati akan melanggar prinsip sistem pemilu proporsional: membagi suara-kursi secara proprosional. Padahal UUD 1945 menegaskan, bahwa pemilu untuk memilih anggota DPR, DPRD provinsi dan DPRD kabupaten/kota menggunakan sistem pemilu proporsional.
B. Pelaksanaan Pemilu Presiden dan Wakil Presiden 2014
Pemilihan Umum Presiden dan Wakil Presiden Republik Indonesia Tahun 2014 (disingkat Pilpres 2014) dilaksanakan pada tanggal 9 Juli 2014 untuk memilih Presiden dan Wakil Presiden Indonesia untuk masa bakti 2014-2019. Pemilihan ini menjadi pemilihan presiden langsung ketiga di Indonesia. Menurut UU Pemilu 2008, hanya partai yang menguasai lebih dari 20% kursi di Dewan Perwakilan Rakyat atau memenangi 25% suara populer dapat mengajukan kandidatnya. Undang-undang ini sempat digugat di Mahkamah Konstitusi, namun pada bulan Januari 2014, Mahkamah memutuskan undang-undang tersebut tetap berlaku. Pemilihan umum ini akhirnya dimenangi oleh pasangan Joko Widodo-Jusuf Kalla dengan memperoleh suara sebesar 53,15%, mengalahkan pasangan Prabowo Subianto-Hatta Rajasayang memperoleh suara sebesar 46,85% sesuai dengan keputusan KPU RI pada 22 Juli 2014. Presiden dan Wakil Presiden terpilih dilantik pada tanggal 20 Oktober 2014 menggantikan Susilo Bambang Yudhoyono.
C. Gugatan Kubu Prabowo-Hatta ke Mahkamah Konstitusi Terkait dengan Hasil Pemilu Presiden dan Wakil Presiden 2014
Kubu Prabowo-Hatta Rajasa mengajukan beberapa gugatan atas hasil pemilihan umum 2014, yaitu ke DKPP dan Mahkamah Konstitusi. Selain itu, juga ada rencaa mengajukan gugatan ke PTUN dan MA jika gugatan ke MK tidak dikabulkan.
penjumlahan angka-angka di gugatan tersebut. Pada tanggal 7 Agustus, gugatan tersebut diperbaiki dan dikirimkan ulang kepada MK. Selain itu, bukti-bukti baru juga ditambahkan sebanyak 76 bundel ditambah klaim adanya 2000 saksi. Namun MK membatasi saksi sejumlah 25 di tiap sidang karena keterbatasan waktu.
Inti gugatan Prabowo adalah adanya :
1. Kejanggalan jumlah DPKTb (Daftar Pemilih Khusus Tambahan) 2. Pelanggaran pemilu yang terstruktur, sistematis, dan masif (TSM),
3. Mempermasalahkan sistem noken di Papua, serta hasil penghitungan yang seharusnya memenangkan Prabowo - Hatta sebesar 50,25 persen. 4. Saat memberikan kesaksian, saksi kubu Prabowo juga mengklaim merasa
diancam saat Pemilu berlangsung.
5. Indikasi money politik. Dalil money politik yang dilakukan oleh pihak terkait di daerah jawa timur. Pihak terkait membantah melakukan money politik selama pemilu. Pemohon jug tidak dapat menguraikan dengan jelas kapan, siapa pelakunya, siapa penerimanya, berapa banyak dan dimana.
Namun akhirnya, setelah melewati proses sidang yang panjang, pada tanggal 21 Agustus 2014, MK memutuskan "menolak secara keseluruhan" seluruh gugatan tim hukum Prabowo – Hatta.
D. Struktur Kabinet Periode 2014-2019
Presiden RI terpilih Jokowi menginginkan menteri dalam kabinetnya lepas dari parpol. Anggota kabinet pemerintahan Jokowi yang berasal dari partai politik harus melepaskan jabatan struktural partai sehingga tidak dibebani urusan kelompok politiknya.
Kabinet masa pemeritahan Jokowi-JK mengalami beberapa perubahan. Sejumlah kementrian mengalami peleburan dan penggabungan. Meskipun demikian jumlah menteri yang tergabung dalam kabinet kerja ini tetep berjumlah 34 menteri. Berikut adalah perbandingan struktur kabinet Indonesia Bersatu II dan Kabinet Kerja.
Tabel II.2 Perbandingan Stuktur Kabinet Indonesia Bersatu dengan Kabinet Kerja KABINET INDONESIA BERSATU KABINET KERJA
Menko Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan
Menko Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan
Menko Bidang Perekonomian Menko Bidang Perekonomian
Menko Bidang Kesejahteraan Rakyat Menko Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan Menko Bidang Kemaritiman Menteri Sekretaris Negara Menteri Sekretaris Negara Menteri Dalam Negeri Menteri Dalam Negeri Menteri Luar Negeri Menteri Luar Negeri Menteri Perhubungan Menteri Perhubungan
Menteri Kelautan dan Perikanan Menteri Kelautan dan Perikanan Menteri Tenaga Kerja Dan
Menteri Hukum Dan Ham Menteri Hukum Dan Ham
Menteri Keuangan Menteri Keuangan
Menteri ESDM Menteri ESDM
Menteri Perindustrian Menteri Perindustrian
Menteri Perdagangan Menteri Perdagangan
Menteri Pertanian Menteri Pertanian
Menteri Lingkungan Hidup
Menteri Kesehatan Menteri Kesehatan
Menteri Pendidikan Dan Kebudayaan Menteri Kebudayaan dan Pendidikan Dasar Dan Menengah
Menteri Sosial Menteri Social
Menteri Agama Menteri Agama
Menteri Pariwisata dan Ekonomi
Kreatif Menteri Pariwisata
Menteri Komunikasi dan Informatika Menteri Komunikasi dan Informatika
Menteri Riset dan Teknologi Menteri Ristek dan Pendidikan Tinggi
Menteri Koperasi dan UMKM Menteri Koperasi dan UMKM
Menteri Pemberdayaan Perempuan dan
Menteri Badan Usaha Milik Negara Menteri Badan Usaha Milik Negara
Menteri Pemuda dan Olahraga Menteri Pemuda dan Olahraga
Menteri Pertahanan Menteri Pertahanan
Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala BPN
E. Masa Depan Ketatanegaraan Indonesia Lima Tahun Kedepan
Kemenangan Jokowi yang berpasangan dengan JK saat pilpres lalu, tak lepas dari dukungan lima parpol, yakni PDI-P, PKB, Partai Nasdem, Partai Hanura, serta PKPI. Konstelasi koalisi inilah yang diyakini melahirkan tarik-menarik kepentingan dalam penyusunan Kabinet. Hal itu tercermin dari pernyataan Jokowi saat sebelum dilantik, yang memberi alokasi 16 kursi menteri bagi calon dari parpol.
Kita memahami, tidak mudah membagi 16 kursi tersebut kepada parpol-parpol penyokong. Belum lagi ada parpol yang belakangan bergabung ke dalam koalisi, yang konon juga dijanjikan kursi menteri sebagai kontraprestasi dukungan politik di parlemen. Ini membuat distribusi menteri ke parpol-parpol semakin pelik. Langkah mengakomodasi calon menteri dari parpol, dalam praktiknya tak bisa dihindari. Sebab, dalam perjalanan pemerintahan selama lima tahun ke depan, Presiden membutuhkan dukungan politik dari parlemen agar semua programnya bisa terlaksana dengan lancar. Dukungan publik semata dirasa tak cukup. Sebab, praktik ketatanegaraan mensyaratkan adanya keterlibatan parlemen, yang artinya juga berarti keterlibatan parpol.
Jalannya pemerintahan, diprediksi bakal banyak menemui kendala, khususnya menyangkut relasi antara eksekutif dan legislatif. Hal ini paling memungkinkan ketika kekuatan lawan politik presiden lebih kuat di parlemen. Dengan menguasai dua pertiga suara di DPR-RI, Kubu Prabowo atau Koalisi Merah Putih akan banyak menentukan peta ekonomi dan politik dinegeri ini. Kedua hal tersebut akan memberi dampak langsung tentunya pada aspek ideologi, hukum dan ketahanan nasional. Beragam kebijakan pemerintahan Jokowi-JK diprediksi kedepan bakal mendapat beragam kritik dan hambatan kebijakan oleh KMP yang jumlahnya mayoritas di DPR RI.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Salah satu hal yang menyangkut perubahan pengaturan sistem Pemilu Legislatif tahun 2014 adalah penetapan ambang batas yang naik 1% dari tahun 2009 yang menjadi 3,5% di tahun 2014 berdampak pada perolehan suara partai politik yang mengikuti pemilu. Disi lain ada manfaat dari penerapan ambang batas perwakilan dalam satu pemilu. Tujuannya adalah untuk membatasi partai-partai politik yang tidak mendapat dukungan signifikan masuk parlemen. Selain itu, banyaknya partai politik di parlemen dipercaya mempengaruhi efektivitas pengambilan keputusan di parlemen, yang kemudian berdampak pada kinerja pemerintahan.
Pemilihan Umum Presiden dan Wakil Presiden Republik Indonesia Tahun 2014 (disingkat Pilpres 2014) dilaksanakan pada tanggal 9 Juli 2014 untuk memilih Presiden dan Wakil Presiden Indonesia untuk masa bakti 2014-2019.
Kubu Prabowo-Hatta Rajasa mengajukan beberapa gugatan atas hasil
pemilihan umum 2014, yaitu ke DKPP dan Mahkamah Konstitusi. Inti gugatan Prabowo adalah adanya kejanggalan jumlah dpktb (daftar pemilih khusus tambahan), pelanggaran pemilu yang terstruktur, sistematis, dan masif (TSM), mempermasalahkan sistem noken di papua, serta hasil penghitungan yang seharusnya memenangkan prabowo - hatta sebesar 50,25 persen. saat memberikan kesaksian, saksi kubu prabowo juga mengklaim merasa diancam saat pemilu berlangsung dan indikasi money politik.
Kabinet masa pemeritahan Jokowi-JK mengalami beberapa perubahan.
Meskipun demikian jumlah menteri yang tergabung dalam kabinet kerja ini tetep berjumlah 34 menteri.
Jalannya pemerintahan, diprediksi bakal banyak menemui kendala,
khususnya menyangkut relasi antara eksekutif dan legislatif. Hal ini paling memungkinkan ketika kekuatan lawan politik presiden lebih kuat di parlemen. Dengan menguasai dua pertiga suara di DPR-RI, Kubu Prabowo atau Koalisi Merah Putih akan banyak menentukan peta ekonomi dan politik dinegeri ini. Kedua hal tsb akan memberi dampak langsung tentunya pada aspek ideologi, hukum dan ketahanan nasional.
B. Saran
Kabinet Presiden Jokowi sudah terbentuk. Presiden Jokowi kini harus
membuktikan keefisienan dan keefektifan komposisi, struktur, dan kinerja Kabinetnya, sebagaimana yang menjadi tuntutan atau amanat UU Nomor 39 Tahun 2008 tentang Kementerian Negara.
DAFTAR PUSTAKA
Buku
Setiobudi E., Farid M,dan Nurcholis. Prediksi Indonesia Era Jokowi-JK. Jakarta: Pandu Deteksi Nusantara, 2014
Karya Ilmiah
Daud, Afrianto. “Mengadili” Kabinet Kerja Jokowi. Oktober 2014
Kementerian Kajian Strategis Badan Eksekutif Mahasiswa Keluarga Mahasiswa Universitas Padjadjaran Kabinet Inspirasi. Dinamika Kisruh KPK dan Polri: Konflik Elit Rugikan Rakyat (Lagi)
Putusan
Mahkamah Konstitusi. Putusan Nomor 1/PHPU.PRES-XII/2014.
Internet
http://politik.kompasiana.com/2014/10/28/mengadili-kabinet-kerja-jokowi-688014.html (Diakses tanggal 28/03/2015)
http://politik.kompasiana.com/2014/09/07/teori-konspirasi-koalisi-merah-putih-di-parlemen-673006.html ( Diakses tanggal 28/03/2015)
www.hukumonline.com/berita/baca/lt54ec279995ed3/memperluas-praperadilan--mempersempit-penegak-hukum (Diakses 28/03/2015)
http://www.academia.edu/9283034/SISTEM_PEMERINTAHAN_INDONESIA
http://www.republika.co.id/berita/nasional/politik/14/09/16/nbzljm-ini-perbedaan-kabinet-jokowi-dengan-sby-versi-jk(Diakses tanggal 28/03/2015)
http://www.beritasatu.com/nasional/214460-ini-perbedaan-sby-dan-jokowi-dalam-konteks-ketatanegaraan.html..23-03-2015..14:32 (Diakses tanggal 28/03/2015)