• Tidak ada hasil yang ditemukan

MODUL BEBAS DARI NARKOBA DENGAN MENINGKA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "MODUL BEBAS DARI NARKOBA DENGAN MENINGKA"

Copied!
11
0
0

Teks penuh

(1)

MODUL “BEBAS DARI NARKOBA”

DENGAN MENINGKATKAN ABSTINENCE SELF EFFICACY MELALUI INTERVENSI GROUP COGNITIVE BEHAVIORAL

Irmawati1, Josetta Maria Remila Tuapattinaja2, Juliana Irmayanti Saragih3 Fakultas Psikologi, Universitas Sumatera Utara

Jl. Dr. Mansyur no. 7 Medan 20155

e-mail: 1irmawati_usu@yahoo.com, 2 josetta.mrt@usu.ac.id, 3

julie_psyusu@yahoo.com

Abstrak

Penelitian ini adalah penelitian tahun pertama dari dua tahun yang direncanakan dengan tujuan menciptakan modul “Bebas Narkoba dengan meningkatkan Abstinence Self Efficacy melalui intervensi Group Cognitive Behavioral” untuk mengatasi terjadinya relapse pada para pengguna narkoba saat menghadapi high risk situation. Penelitian tahun pertama untuk melihat apakah intervensi Group Cognitive Behavioral dengan menggabungkan teknik coping skill dan cognitive restructuring akan lebih efektif meningkatkan abstinence self efficacy dibandingkan dengan pemberian secara terpisah, melalui eksperimen dengan pretest-posttest control group design terhadap 32 partisipan dalam 4 kelompok. Kelompok 1 diberi teknik coping skill, kelompok 2 diberi teknik cognitive restructuring, kelompok 3 gabungan kedua teknik tersebut, kelompok 4 tidak mendapat perlakuan apapun. Efektivitas intervensi dilihat melalui peningkatan skor Brief Situational Confidence Questionaire (BSCQ) yang diolah dengan teknik statistika parametrik. Hasil penelitian menunjukkan bahwa gabungan teknik coping skill dan cognitive restructuring lebih efektif untuk meningkatkan abstinence self efficacy dibandingkan bila teknik ini diberikan secara terpisah.

Kata Kunci: abstinence self efficacy, coping skill, cognitive restructuring, group cognitive behavioral

A FREE FROM DRUGS NARKOBA MODULE By IMPROVING ABSTINENCE SELF EFFICACY THROUGH GROUP COGNITIVE BEHAVIORAL

INTERVENTION Abstract

(2)

techniques (coping skill and cognitive restructuring), and group 4 did not get any treatment. The effectiveness of intervention seen by the increasing score on Brief Situational Confidence Questionnaire examined with parametric statistics technique. The result of this research showed that the combination of coping skill technique and cognitive restructuring that was given to the participants work more effective to improve abstinence self efficacy than the techniques given separately.

(3)

Pengantar

Penyalahgunaan obat-obatan terlarang (narkoba) di Indonesia telah menjadi ancaman nasional yang perlu diperhatikan secara seksama. Banyak cara telah dilakukan untuk menanggulangi masalah penyalahgunaan narkoba ini, secara preventif maupun represif. Sarafino (2011) menjelaskan bahwa proses pemulihan pecandu narkoba untuk dapat kembali beraktivitas di lingkungannya bukanlah suatu hal yang mudah dan bukan proses yang singkat agar benar-benar dapat terbebas dari narkoba. Para pecandu rentan untuk mengalami relapse yaitu kembali menggunakan narkoba dan kondisi ini sangat tinggi kemungkinannya untuk terjadi pada minggu pertama hingga bulan pertama setelah berhenti dari penggunaan narkoba. Minervini (2011) menyatakan bahwa tantangan dan hambatan yang dihadapi para pecandu menuju pemulihan sangatlah berat, mereka harus berjuang melawan sugesti yang berada terus dalam kehidupannya dan mengarahkannya untuk mengalami relapse. Leshner (dalam National Institute on Drug Abuse, 2009) menjabarkan situasi yang berisiko tinggi memicu penggunaan narkoba (high risk situation) dapat berupa tekanan psikologis, masalah keluarga, sakit yang dihubungkan dengan masalah medis, hubungan sosial, bahkan mencium aroma yang behubungan dengan obat-obatan tersebut dapat menjadi pemicu terjadinya relapse. Marlat dan Gordon (dalam Handershot, 2011) menyatakan bahwa faktor utama yang menyebabkan seorang relapse adalah faktor keyakinan akan kemampuan yang ia miliki. Sebelumnya, Witkiewitz dan Marlatt (dalam Sarafino, 2006) juga menjelaskan bahwa salah satu yang dapat menyebabkan pecandu relapse adalah keyakinan akan kemampuannya yang rendah. Keyakinan seorang individu akan kemampuannya untuk menolak dan tetap tidak menggunakan narkoba sehingga tidak mengalami relapse disebut sebagai abstinence self-efficacy (Majer, 2004). Abstinence self self-efficacy menentukan seorang individu dalam merasa, berpikir dan mendorong untuk berperilaku tidak menggunakan narkoba. Individu yang memiliki keyakinan akan kemampuannya akan memandang high risk situation sebagai tantangan yang harus dikuasai atau dihadapi dan bukan sebagai ancaman yang harus dihindari. Menurut Marlat dan Gordon (dalam Handershot, 2011), seorang individu dapat meningkatkan keyakinannya untuk menolak penggunaan narkoba dengan menerapkan teknik coping yang tepat. Sebelumnya, Chiang (2006) menyatakan bahwa pecandu perlu untuk melakukan cognitive restructuring dengan cara merestrukturisasi pikirannya yang irasional terkait manfaat penggunaan narkoba seperti: narkoba dapat membantu penyelesaian masalah, meningkatkan harga diri, tanpa narkoba maka akan mengurangi kemampuan fisik untuk bekerja dan mampu mengatasi berbagai masalah sehari-hari.

(4)

Berdasarkan pernyataan Julian dan Bernard tersebut diatas, peneliti tertarik untuk melihat kemungkinan peluang keberhasilan yang lebih besar bagi pengguna narkoba untuk meningkatkan keyakinan akan kemampuannya menolak menggunakan narkoba dan tidak relapse dengan mengintegrasikan intervensi teknik coping skill dan cognitive restructuring. Intervensi ini diberikan secara berkelompok dengan melibatkan sejumlah pecandu agar lebih efisien dalam hal waktu, biaya, dan tenaga. Selain itu Group Cognitive Behavioral (GCB) juga dapat memberi ruang keterbukaan bagi para pecandu narkoba dalam berinteraksi sehingga masing-masing individu di dalam kelompok mampu mengungkapkan pikiran dan perasaan secara leluasa, saling perhatian, saling memahami, saling membantu dan saling percaya untuk menyelesaikan masalah yang dihadapi (Bieling, 2006). Dengan demikian, tujuan penelitian ini adalah untuk melihat apakah intervensi Group Cognitive Behavioral dengan mengintegrasikan teknik coping skill dan cognitive restructuring akan lebih efektif meningkatkan abstinence self efficacy dibandingkan dengan pemberian secara terpisah.

Metode

Penelitian ini adalah penelitian eksperimental dengan menggunakan pretest-posttest control group design, dengan variabel tergantungnya adalah abstinence self efficacy sedangkan Group Cognitive Behavioral dengan menggunakan teknik cognitive restructuring, teknik coping skill dan gabungan teknik cognitive restructuring dan coping skill sebagai variabel bebas. Penelitian dilakukan di dua pusat rehabilitasi narkoba di kota Medan, menggunakan teknik purposive sampling dengan kriteria sampel adalah para pencandu narkoba yang sedang dalam proses pemulihan, tidak sedang menggunakan narkoba atau terapi obat, tidak mengalami simptom intoxication ataupun withdrawal, serta sudah dirawat minimal 1 bulan. Abstinence self efficacy diukur melalui Brief Situational Confidence Questionnaire (BSCQ) dengan nilai validitas yang diperoleh dari korelasi anti image lebih besar dari 0,5 dan nilai reliabilitas alpha adalah sebesar 0,892. Teknik analisis data dalam penelitian ini meliputi dua bagian yaitu uji asumsi dan uji hipotesa. Uji asumsi menggunakan Kolmogorov-Smirnov test (0,104, df=32, p=0,200) dan Levene test (0,057, df=32, p=0,982), sedangkan untuk uji hipotesa menggunakan dua sub analisis yaitu uji t independent untuk within subject dan uji Anova untuk between subject menggunakan.

Hasil Penelitian

Berdasarkan uji t-independent dari masing-masing kelompok yaitu kelompok eksperimen 1 (coping skill), 2 (cognitive restructuring), 3 (gabungan coping skill dan cognitive restructuring) dengan kelompok 4 (kelompok kontrol) adalah sebagai berikut:

Tabel 1

Perbedan gain score skala BSCQ kelompok eksperimen dengan kelompok kontrol

(5)

Tabel tersebut di atas menunjukkan bahwa terdapat perbedaan abstinence self efficacy yang signifikan antara kelompok eksperimen 1 yang mendapatkan intervensi coping skill (Mean=12,25 SE=2,169) dengan kelompok kontrol (Mean=4,75 SE=2,169) dengan nilai t(14)=5,542 dengan signifikansi p=0,000, r=0,82. Terdapat juga perbedaan abstinence self efficacy yang signifikan antara kelompok eksperimen 2 yang mendapatkan intervensi restrukturisasi kognitif (Mean=12,5 SE=2,259) dengan kelompok kontrol (Mean=4,75 SE=2,169) dengan nilai t(14)=5,507 dengan signifikansi p=0,000, r=0,82. Sedangkan kelompok eksperimen 3 yang mendapatkan gabungan intervensi coping skill dan cognitive restructuring secara bersamaan menunjukan terdapat perbedaan abstinence self efficacy yang signifikan dibandingkan dengan kelompok kontrol (Mean=4,75 SE=2,169) dengan nilai t(14)=7,981 dengan signifikansi p=0,000, r=0,9.

Uji statistik ANOVA untuk melihat perbedaan efektifitas masing-masing intervensi dalam meningkatkan abstinence self efficacy para pecandu narkoba memperlihatkan hasil sebagai berikut:

Berdasarkan tabel tersebut terlihat bahwa terdapat perbedaan Abstinence Self Efficacy antara kelompok yang diberikan intervensi coping skill (Mean=12,25 SE=2,169), restrukturisasi kognitif (Mean=12,5 SE=2,259), gabungan cognitive coping skill dengan restrukturisasi kognitif (Mean=23,37 SE=2,777) dan kelompok kontrol (Mean=4,75 SE=2,169), dengan nilai F(31)=24,287 dengan signifikansi p=0,000, r=0,84.

Uji statistik ANOVA untuk melihat perbedaan efektifitas masing-masing intervensi dalam meningkatkan abstinence self efficacy para pecandu narkoba, dengan hasil sebagai berikut:

Tabel 3

Berdasarkan tabel tersebut terlihat bahwa terdapat perbedaan Abstinence Self Efficacy antara kelompok yang diberikan intervensi coping skill (Mean=12,25 SE=2,169), restrukturisasi kognitif (Mean=12,5 SE=2,259), gabungan cognitive coping skill dengan restrukturisasi kognitif (Mean=23,37 SE=2,777) dan kelompok kontrol (Mean=4,75 SE=2,169), dengan nilai F(31)=24,287 dengan signifikansi p=0,000, r=0,84

Diskusi

(6)

saat menghadapi situasi yang berisiko memicu penggunaan narkoba. Hal ini dapat dijelaskan dengan menggunakan teori yang dikemukakan Bandura (dalam Schutz, 2005) dalam teori self efficacy. Self efficacy merupakan dasar utama yang mengarahkan munculnya suatu perilaku yang dipengaruhi oleh aspek person (P), behavior (B) dan environment (E). Dengan melakukan cognitive restructuring terhadap isi pikiran seseorang (P) bahwa narkoba bukan cara untuk menyelesaikan masalah maka dapat membantu orang tersebut untuk melakukan interpretasi dengan lebih rasional terhadap lingkungan/high risk situation (E) sehingga ia akan memutuskan untuk menggunakan coping skill yang tepat untuk tidak menggunakan narkoba (B) yang selanjutnya akan menghasilkan self efficacy yang tinggi untuk menolak penggunaan narkoba saat berhadapan dengan high risk situation.

Norcross & Goldried (dalam Keshi, 2013) dengan merujuk pada teori Bandura menjelaskan bahwa CB merupakan intervensi yang sesuai untuk meningkatkan self efficacy, karena CB merupakan suatu bentuk intervensi yang berfungsi untuk mengubah isi pikiran dan perilaku sehingga dengan berubahnya isi pikiran dan perilaku ini maka dapat pula meningkatkan self efficacy. Self efficacy seseorang akan meningkat ketika ia mengubah isi pikirannya menjadi rasional dan memperoleh pemahaman akan teknik coping skill sehingga dapat disimpulkan bahwa baik teknik coping skill maupun cognitive restructuring memiliki efektivitas yang sama untuk meningkatkan abstinence self efficacy.

Bernard P. Rangé1 dan Ana Carolina Robbe Mathias (2012) menjelaskan bahwa salah satu teknik untuk membantu meningkatkan kemampuan pecandu untuk tidak menggunakan narkoba adalah dengan mengidentifikasi pikiran irasional dan melakukan restrukturisasi. Hal ini akan membuat pecandu semakin mampu menginterpretasi situasi pemicu dengan cara yang rasional sehingga melemahkan hasrat/keinginan untuk kembali menggunakan narkoba. Sebelumnya Spiegler (2003) menyatakan bahwa kognitif dapat dimodifikasi dengan dua cara yaitu secara behavioral dan kognitif. Kognitif diubah secara langsung dengan mengubah pikiran yang maladaptif dan dapat juga secara tidak langsung dengan mengubah perilaku mereka yang tampak. Teknik yang digunakan dalam penelitian ini adalah teknik cognitive restructuring yang bertujuan untuk mengubah pikiran yang irasional menjadi rasional. Sedangkan coping skill bertujuan untuk mengasah keterampilan individu agar mampu bertindak tepat saat berhadapan dengan high risk situation. Selanjutnya, Annis, Sklar & Moser (dalam Hagman, 2004) lebih jauh lagi menjelaskan bahwa kemampuan coping skill memiliki peran penting dalam peningkatan abstinence self efficacy yang dapat membuat individu semakin yakin akan kemampuannya untuk menghadapi/coping dalam high risk situation. Marlatt & Gordon (dalam Hagman, 2004) juga memberikan penjelasan yang senada, ia menguraikan bahwa abstinence self efficacy merupakan faktor yang menengahi kemampuan coping skill dengan relapse. Semakin ia memahami teknik coping yang efektif maka ia semakin yakin akan kemampuannya untuk melakukan coping terhadap high risk situation agar tetap dalam keadaan abstinence. Jafari (2010) kemudian menjelaskan individu yang sudah mempelajari teknik coping skill dan memahaminya akan merasa lebih mampu serta memiliki “sense of control” yang berdampak pada peningkatan abstinence self efficacy sehingga mampu untuk tetap “bersih” tanpa penggunaan narkoba saat berhadapan dengan high risk situation.

(7)

irasional, dengan melakukan identifikasi terhadap pikiran yang irasional ini dan menggantinya menjadi rasional dapat membantu individu untuk semakin yakin dalam menghadapi situasi ataupun pengalaman yang tidak menyenangkan. Proses penilaian seorang individu akan apa yang akan terjadi dan hasil apa yang akan ia peroleh adalah hal yang penting untuk memahami bagaimana kemungkinan ia akan berperilaku. Seorang individu yang telah mampu berpikiran rasional, akan mampu pula memberikan penilaian yang rasional terhadap kemampuannya yang selanjutnya mempengaruhi perilaku. Seorang individu yang telah menyadari bahwa mengkonsumsi narkoba bukan cara untuk menyelesaikan masalah, maka ia akan memilih untuk tidak menggunakan narkoba dalam menyelesaikan masalahnya. Selain itu, seorang individu sudah memiliki pikiran yang rasional maka ia akan memiliki harapan yang tinggi akan keberhasilannya untuk mampu tetap abstinence dan selanjutnya semakin mampu pula untuk mengelola isi pikirannya dalam menghadapai situasi beresiko tersebut. Bandura dalam teori mengenai proses terbentuknya self efficacy juga menjelaskan bahwa proses kognitif memiliki peran penting dalam terbentuknya self efficacy. Isi pikiran yang rasional akan semakin membuat invidu mampu untuk menetapkan tujuan yang realistis sesuai dengan isi pikiran yang rasional tersebut, sehingga pada saat ia menyadari bahwa narkoba dapat merusak dirinya maka ia semakin mampu pula untuk menetapkan jenis perilaku yang bertujuan untuk mengontrol diri agar tidak menggunakan narkoba.

Sebagaimana yang telah dijelaskan sebelumnya bahwa dalam CB, tidak hanya menggunakan teknik coping skill tetapi juga teknik cognitive restructuring yang bertujuan untuk mengubah pikiran yang irasional menjadi rasional khususnya dalam penelitian ini dikaitkan dengan penggunaan zat. Krista & Fritson (dalam Keshi, 2013) telah melakukan eksperimen dengan menggunakan teknik cognitive structuring. Hasil penelitiannya membuktikan bahwa cognitive restructuring dapat meningkatkan self efficacy.

Penelitian ini juga membuktikan bahwa gabungan teknik coping skill dan teknik restrukturisasi dapat lebih efektif untuk meningkatkan abstinence self efficacy dibandingkan penerapan teknik tersebut secara terpisah. Apabila kembali dikaji berdasarkan teori bandura yang menjelaskan mengenai person, behavior dan environment, maka semakin jelas bahwa gabungan kedua teknik ini tidak hanya “membenahi” aspek P tetapi juga B untuk menghadapi high risk situation (E). Subjek dalam penelitian ini adalah kumpulan individu yang memiliki masalah dalam hal pikiran yang irasional (P) dan kemampuan coping skill (B) sehingga subjek perlu untuk dibenahi dalam kedua aspek tersebut. Dengan diberikannya intervensi coping skill, maka subjek menjadi tahu dan memperoleh keterampilan baru untuk mampu menghadapi high risk situation, selain dibenahi secara behavior, subjek juga dibenahi dalam aspek P yaitu dengan “membenahi” isi pikirannya yang irasional dengan cara menggantinya dengan pikiran yang rasional. Keadaan inilah yang membuat semakin meningkatkan abstinence self efficacy dibandingkan dengan membenahi aspek person ataupun behavior saja. Hal ini sejalan dengan penjelasan Rangel (2012) bahwa pecandu tidak hanya memerlukan intervensi coping skill akan tetapi juga perlu untuk memiliki pikiran yang rasional dalam menghadapi high risk situation, dengan adanya kemampuan coping skill yang efektif dan pikiran yang rasional maka subjek semakin yakin akan kemampuannya untuk bisa menghadapi high risk situation agar dapat tetap dalam keadaan abstinence.

(8)
(9)

Kesimpulan dan Implikasi

Intervensi Group Cognitive Behavioral efektif untuk meningkatkan abstinence self efficacy pada pecandu yang berada dalam masa rehabilitasi. Secara lebih rinci, hasil penelitian menunjukkan bahwa baik teknik coping skill, cognitive restructuring maupun gabungan keduanya sama-sama dapat meningkatkan abstinence self efficacy para pecandu saat berhadapan dengan high risk situation. Namun pemberian teknik coping skill dan cognitive restructuring secara bersamaan lebih efektif dibandingkan jika diberikan secara terpisah. Penemuan ini memberi peluang lebih besar kepada para pecandu narkoba untuk dapat terhindar dari relapse.

Saran

(10)

Buku Acuan

Americak Psychiatric Association (2004). Diagnostic and statistical manual of mental disorder 4th Edition text revision. Donneley & son company: USA: Pengarang

Badan Narkotika Nasional (2007). Data penyalahgunaan narkoba. www.BNN.go.id Bieling, P.J. (2006). Cognitive behavioral therapy in groups. The Guilford Press: London

Chiang. (2006). The relationships among personality traits, irrational beliefs,craving and relapse intention of male amphetamine abusers. Taiwan University of Technology: Taiwan

Field, A. (2005). Discovering statistics using SPSS, 3rd Ed. London: SAGE Publication Fraenkel, J.R., Norman, E.W. (2006). How to design and evaluate research in education.

New York: McGrow-Hill Inc

Hagman, B.T. (2004). Coping and self-efficacy as predictors of substance use during the first few critical months following substance abuse treatment completion.

Hendershot, C.S. (2011). Relapse prevention for addictive behaviors. BioMed Central Ltd: Canada

Hankins, J.H. (2008). Increase self-efficacy in the context of addiction behaviours. Journal of Health Psychology SAGE Publications: King’s College London, UK

Ilgen, M. (2005). Abstinence self-Efficacy and abstinence 1 year after substance use disorder treatment. Journal of Consulting and Clinical Psychology In the public domain: Stanford University School of Medicine

Jafari, M. (2012). Comparing the effectiveness of cognitive behavioral therapy and stages of change model on improving abstinence self-efficacy in iranian substance dependent adolescents adolescents. Department of Psychology, Shahid Beheshti University: Tehran, Iran.

Leshner, A.I. (2009). Principles of drug addiction. National Institute on Drug Abuse: NIH Publication

Martin, P. (2007), Bahavior modification 8th ed. Pearson Prentice Hall: USA

Majer. J.M. (2004). Optimism, abstinence self-efficacy, and self-mastery a comparative analysis of cognitive resources. DePaul University Assessment, Volume 11, No. 1. Sage Publications: UK

Minervini, I. (2011). Desire and coping self-efficacy as craving measures in addiction: The self-efficacy and desire scale (SAD. The Open Behavioral Science Journal: Italy

Nolen, S. (2007). Abnormal Psychology 4th Edition. McGraw-Hill companies: New York

(11)

Sarafino, E.P. (2006). Health Psychology Biopsychosocial Interaction. New York: John Wiley & Sons

Gambar

Tabel 2Hasil Uji ANOVA

Referensi

Dokumen terkait

Dalam melakukan percobaan di laboratorium atau bekerja dalam laboratorium terutama laboratorium kimia, seseorang akan selalu dihadapkan pada hal-hal

Berdasarkan kondisi tersebut maka peneliti tertarik untuk melakukan penelitian yang bertujuan untuk menganalisis hubungan antara umur, masa kerja, kebiasaan merokok, kebiasaan

Komunikasi visual menggunakan mata sebagai media rangsangnya, komunikasi visual merupakan bentuk komunikasi yang menggunakan bahasa visual (gambar), kekuatan utama

Pada proses pemotongan sampel, hendaknya perlu ditentukan pada bagian mana yang sekiranya perlu atau pantas untuk dijadikan sebagai sayatan tipis batuan agar dapat diamati

Tujuan penelitan mengetahui gambaran financial distress dan faktor apa yang menyebabkan perbedaan financial distress pada PT Lippo Cikarang, Tbk dan PT Bukit Darmo Property,

Pertama, prosiding ini memberikan deskripsi positif terhadap pelaksanaan eksprimen demokrasi lokal dalam pelaksnaan otonomi daerah (desentralisasi di dalam birokrasi

Dengan pemberian pupuk Urea dengan dosis 75 kg/ha, tinggi tanaman pada umur 15 hsk yaitu 49,47 cm menunjukkan hasil yang tidak berbeda nyata dengan perlakuan penambahan pupuk

Fungsi MIA Di bawah Seksyen 6, Akta Akauntan 1967 • Untuk menentukan kelayakan seseorang yang akan didaftarkan sebagai ahli • Untuk menyediakan latihan dan pendidikan; oleh