PENGEMBANGAN INSTRUMEN PENILAIAN HASIL
BELAJAR UNTUK PEMBELAJARAN AGAMA ISLAM
BERBASIS MASALAH PADA MATERI FIQH
TESIS
Diajukan Untuk Memenuhi Sebagian Syarat
Memperoleh Gelar Magister dalam Program Studi Pendidikan Agama Islam
Konsentrasi Tarbiyah
oleh
Mochamad Zaenal Muttaqin NIM. F03214022
PASCASARJANA
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN AMPEL
SURABAYA
ABSTRAK
Mochamad Zaenal Muttaqin: Pengembangan Instrumen Penilaian hasil belajar untuk Pembelajaran Agama Islam Berbasis Masalah Pada Materi Fiqh. Tesis. Surabaya: Program Pascasarjana, Universitas Islam Negeri Sunan Ampel, 2016.
Tujuan penelitian ini untuk menghasilkan instrumen penilaian hasil belajar untuk pembelajaran agama Islam berbasis masalah pada materi Fiqh. Penilaian hasil belajar yang dikembangkan berupa tes tertulis bentuk uraian non objektif dengan mengacu pada Taksonomi Bloom edisi revisi.
Penelitian ini merupakan penelitian pengembangan yang terdiri dari tujuh langkah, yaitu: (1) menyusun spesifikasi tes (2) menulis soal (3) menelaah soal (4) memperbaiki tes (5) melakukan uji coba (6) menganalisis butir soal (7) menafsirkan hasil uji coba. Uji coba instrumen dilakukan di MTSN 4 Sidoarjo, pemilihan subjek coba dilakukan dengan teknik sampel acak sederhana. Pengujian kualitas instrumen menggunakan bantuan software excel. Parameter butir dianalisis menggunakan teknik klasik yang meliputi: tingkat kesulitan dan daya pembeda soal. Validitas isi instrumen diperoleh dari penilaian pakar dengan menggunakan lembar validasi. Reliabilitas tes dianalisis menggunakan metode belah dua dengan persamaan Flanagan.
Penelitian ini menghasilkan enam butir soal tes tertulis bentuk uraian non objektif untuk pembelajaran agama Islam berbasis masalah. Hasil validasi menunjukkan bahwa instrumen yang dihasilkan sangat valid dengan rata-rata total validitas sebesar 3,6. Butir-butir tes memiliki parameter tingkat kesulitan pada rentang 0,3-0,7 dengan indeks kesulitan terrendah adalah 0,53 dan tertinggi adalah 0,70. Daya pembeda berada pada rentang 0,3-0,4 dengan indeks daya pembeda terendah adalah 0,24 dan tertinggi 0,36. Instrumen memiliki reliabilitas yang sangat tinggi yaitu 0,819.
DAFTAR ISI
Halaman
SAMPUL DALAM ... i
PERNYATAAN KEASLIAN ... ii
PERSETUJUAN PEMBIMBING... iii
PENGESAHAN TIM PENGUJI ... iv
PEDOMAN TRANSLITERASI ... v
MOTTO ... vi
ABSTRAK ... vii
KATA PENGANTAR ... viii
DAFTAR ISI ... x
DAFTAR TABEL... xiii
DAFTAR DIAGRAM DAN BAGAN ... xiv
DAFTAR LAMPIRAN ... xv
BAB. I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ... 1
B. Rumusan Masalah ... 7
C. Tujuan ... 8
D. Kegunaan Penelitian ... 8
E. Definisi Operasional ... 8
F. Penelitian Terdahulu ... 9
G. Batasan Masalah ... 12
BAB. II KAJIAN TEORI
A. Penilaian ... 14
1. Konsep Dasar Penilaian ... 15
2. Pemilihan Teknik Penilaian ... 16
B. Tes Tertulis Bentuk Uraian Non Objektif ... 18
1. Kaidah Penulisan Tes Tertulis Bentuk Uraian Non Objektif ... 21
2. Metode Pengoreksian Tes Tertulis Bentuk Uraian Non Objektif. ... 23
3. Penyusunan Pedoman Penskoran. ... 24
4. Keunggulan Dan Kelemahan Tes Tertulis Bentuk Uraian Non Objektif... 26
C. Tes Tertulis Bentuk Uraian Non Objektif Untuk Pembelajaran Berbasis Masalah ... 27
1. Taksonomi Tujuan Pembelajaran ... 28
2. Penyusunan Tes Tertulis Bentuk Uraian Non Objektif Untuk Pembelajaran Berbasis Masalah ... 33
D. Analisis Soal... 34
1. Validitas ... 35
2. Reliabilitas ... 37
3. Tingkat Kesukaran Soal ... 39
4. Daya Pembeda Soal ... 40
BAB III METODE PENELITIAN A. Model Pengembangan ... 42
C. Kegiatan Uji Coba ... 46
D. Instrumen Pengumpulan Data ... 48
E. Teknik Analisis Data. ... 50
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Data Proses Pengembangan Instrumen Penilaian Hasil Belajar ... 59
1. Menyusun Spesifikasi Tes ... 59
2. Menulis Soal Tes ... 61
3. Menelaah Tes ... 66
4. Memperbaiki Hasil Tes ... 69
B. Data karakteristik instrumen penilaian Hasil Belajar ... 73
1. Tingkat Kesulitan Soal ... 74
2. Daya Beda Soal ... 77
3. Reliabilitas Soal... 79
C. Pembahasan ... 80
D. Temuan Penelitian ... 90
E. Keterbatasan Penelitian ... 93
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan ... 94
B. Implikasi ... 95
C. Saran ... 96
D. Kelemahan Penelitian ... 97
Daftar Tabel
Halaman
1. Tabel 2.1 Estimasi Reliabilitas Pembelahan tes ... 38
2. Tabel 3.1 Format Lembar Validasi Soal Bentuk uraian ... 46
3. Tabel 3.2 Kriteria Kevalidan Rata-Rata Total validitas ... 53
4. Tabel 3.3 Kriteria Tingkat Kesulitan soal ... 55
5. Tabel 3.4 Kriteria Daya pembeda ... 56
6. Tabel 3.4 Interpretasi Indeks Reliabilitas ... 57
7. Tabel 4.1 Indikator ... 62
8. Tabel 4.2 Hasil Validasi Instrumen ... 67
9. Tabel 4.3 Tingkat Kesulitan Soal ... 75
Daftar Diagram dan Bagan
Halaman
1. Bagan 3.1 Prosedur Pengembangan Instrumen Tes ... 43
2. Diagram 4.1 Hasil Validasi ... 68
3. Diagram 4.2 Tingkat Kesulitan Soal ... 76
Daftar Lampiran
Halaman
1. Lampiran 1. Kisi-Kisi Soal Mata Pelajaran Fiqh ... 101
2. Lampiran 2. Indikator Dan Instrumen Penilaian/Soal ... 104
3. Lampiran 3. Pedoman Penskoran ... 106
4. Lampiran 4. Hasil Validasi Ahli... 112
5. Lampiran 5. Hasil Uji Coba ... 113
6. Lampiran 6. Hasil Analisis Daya Pembeda ... 114
7. Lampiran 7. Hasil Analisis reliabilitas ... 116
8. Lampiran 8. Surat Tugas ... 118
9. Lampiran 8. Surat izin penelitian ... 119
10.Lampiran 9. Surat Persetujuan Penelitian ... 120
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Peraturan Menteri Agama nomor 165 tahun 2014 menyebutkan bahwa
maksud dari adanya Pendidikan Agama Islam di sekolah adalah untuk
mengembangkan potensi peserta didik menuju kemampuan dalam berpikir
reflektif bagi penyelesaian masalah sosial di masyarakat. Adapun tujuannya
adalah untuk mempersiapkan manusia Indonesia agar memiliki kemampuan
hidup sebagai pribadi dan warga negara yang beriman, produktif, kreatif,
inovatif, dan afektif serta mampu berkontribusi pada kehidupan
bermasyarakat, berbangsa, bernegara.1
Beberapa ahli juga mengemukakan tujuan dari pendidikan agama
Islam. Zakiah Daradjat menyebutkan bahwa tujuan pendidikan agama Islam
adalah meliputi seluruh aspek kemanusiaan yang meliputi sikap, tingkah laku,
penampilan, kebiasaan dan pandangan.2 Athiyah al-Abrasy menyebutkan
bahwa tujuan pendidikan agama Islam adalah pembentukan akhlakul
karimah.3 Azyumardi Azra juga menyebutkan bahwa tujuan dari adanya
pendidikan agama Islam tidak lepas dari tujuan hidup manusia menurut Islam,
yaitu menciptakan pribadi hamba Allah yang bertakwa dan dapat menuju
kesejahteraan di dunia dan akhirat.4 Abdul Rachman Assegaf menyebutkan
1 Peraturan Menteri Agama Republik Indonesia Nomor :165 Tahun 2014 (Tentang Kurikulum
2013 Mata Pelajaran Pendidikan Agama Islam Dan Bahasa Arab Pada Madrasah) 1.
2 Zakiah Daradjat, Ilmu Pendidikan Islam, (Jakarta: Bumi Aksara, 1996) 30.
3 Athiyah al-Abrasyi, Dasar-Dasar Pokok Pendidikan Islam (Jakarta: Bulan Bintang, 1990) 10.
4
Azyumardi Azra, Pendidikan Islam Tradisi Dan Modernisasi Di Tengah Tantangan Milennium
2
bahwa tujuan utama dari pendidikan agama Islam adalah untuk
menumbuhkan pribadi peserta didik agar sesuai dengan nilai yang terkandung
dalam al-Qur’an.5
Dari beberapa pendapat tersebut disimpulkan bahwa tujuan dari
pendidikan agama Islam di sekolah adalah untuk membentuk pribadi muslim
yang bermoral dan kompeten dalam kehidupan sosial masyarakat dengan
berpedoman pada nilai-nilai ajaran agama Islam.
Pendidikan agama Islam dikatakan berhasil apabila telah mencapai
tujuan yang telah ditentukan. Apabila melihat realita kehidupan berbangsa
dan bernegara di Indonesia, maka pendidikan agama Islam belum bisa
dikatakan berhasil. Hal ini dapat diketahui dari beberapa realita yang ada di
Indonesia.
Kabid Humas Polda Metro Jaya Kombes Muhammad Iqbal
menyebutkan bahwa tindak kenakalan remaja sepanjang bulan Ramadan
tahun 2015 meningkat. Kenakalan remaja tersebut meliputi pencurian,
kriminal, dan tawuran. Pelaku dari tindak kejahatan tersebut rata-rata remaja
dengan usia 17 tahun.6 Data dari BNN (Badan Narkotika Nasional)
menyebutkan bahwa kasus penyalahgunaan narkotika sepanjang tahun 2013
sebanyak 115.404 kasus, dimana 51.986 dari total pengguna adalah mereka
yang berusia remaja (usia 16-24 tahun).7 Survey yang dilakukan KPAI dan
Kemenkes pada bulan oktober 2013 memaparkan bahwa sekitar 62,7%
5
Abdul Rachman Assegaf, Aliran Pemikiran Pendidikan Islam, ( Raja Grafindo Persada: Jakarta, 2013) 66.
6
http://news.metrotvnews.com/read/2015/07/21/149122/polda-metro-kenakalan-remaja-sepanjang-ramadan-meningkat.
3
remaja di Indonesia telah melakukan hubungan seks di luar nikah. 20% dari
94.270 perempuan yang mengalami hamil di luar nikah berasal dari kelompok
usia remaja dan 21% diantaranya pernah melakukan aborsi.8
Indonesia merupakan Negara dengan penduduk yang mayoritas
beragama Islam. Sehingga kehidupan bermasyarakat dan bernegara
hendaknya sesuai dengan norma agama Islam. Namun realita yang ada
menandakan bahwa pendidikan agama Islam di Indonesia belum terlaksana
secara maksimal. Berangkat dari berbagai realita tersebut maka perlu
dilakukan sebuah perbaikan dari berbagai aspek. Perbaikan tersebut dilakukan
agar tujuan utama dari pendidikan agama Islam bisa tercapai. Oleh karena itu
dibutuhkan sebuah pembelajaran yang kreatif dan inovatif.
Untuk memperbaiki pendidikan agama Islam, diperlukan upaya untuk
meningkatkan kualitas pembelajaran. Salah satu aspek yang penting dalam
suatu pembelajaran adalah penilaian. Ngalim Purwanto menyatakan bahwa
untuk melaksanakan penilaian secara konsekuen bukanlah hal yang mudah.
Banyak terjadi kekurangan dalam hal penilaian di tingkat pendidikan dasar
maupun menengah.9
Penilaian merupakan salah satu komponen penting dalam
pembelajaran. Penilaian diharapkan memberikan umpan balik yang objektif
terhadap apa yang telah dipelajari oleh peserta didik dan digunakan pula
8
http://www.kompasiana.com/rumahbelajar_persada/63-persen-remaja-di-Indonesia-melakukan-seks.
9 Ngalim Purwanto, Prinsip-Prinsip Dan Teknik Evaluasi Pembelajaran, ( Bandung : Remaja
4
untuk mengetahui efektifitas pembelajaran”.10 Menurut Kunandar penilaian
hasil belajar bertujuan untuk mengukur keberhasilan pembelajaran yang
dilakukan oleh guru sekaligus mengukur kebehasilan dalam penguasaan yang
telah ditentukan.11 Menurut Van den Berg seperti dikutip Sa’dun Akbar,
model penilaian akan sangat berpengaruh pada peserta didik.12 Dari paparan
tersebut diketahui bahwa penilaian sangat penting bagi keberhasilan
pembelajaran. Dengan penilaian tersebut seorang guru bisa melakukan
refleksi dan evaluasi terhadap kualitas pembelajaran yang telah dilakukan.
Sehingga dapat diketahui apakah pembelajaran tersebut berhasil atau tidak.
Hal yang berkaitan dengan penilaian telah dirumuskan dalam
Permendikbud nomor 66 tahun 2013 tentang standar penilaian pendidikan
yang meliputi: perencanaan penilaian peserta didik dengan kompetensi yang
akan dicapai dan berdasarkan prinsip-prinsip penilaian, pelaksanaan penilaian
peserta didik harus professional, terbuka, edukatif, efektif, efisien, dan sesuai
konteks sosial budaya, dan pelaporan hasil penilaian peserta didik secara
objektif, akuntabel dan informatif.13
Berdasarkan temuan dilapangan dengan wawancara terhadap beberapa
guru pendidikan agama Islam diketahui bahwa, soal-soal yang digunakan
oleh guru hanya berada pada tingkat mengingat, memahami. Hal ini
10 Kusaeri, Acuan dan Teknik Penilaian Proses dan Hasil Belajar dalam Kurikulum 2013,
(Yogyakarta : Ar-Ruzz Media, 2014) 14.
11 Kunandar, Penilaian Autentik Penilaian Hasil Belajar Peserta Didik Berdasarkan Kurikulum
2013, ( Jakarta : Raja Grafindo Persada, 2014) 11.
12 Sa’dun Akbar, Instrumen Perangkat Pembelajaran, (Bandung : PT Remaja Rosda Karya,
2013) 8.
5
dikarenakan guru hanya mengacu pada LKS yang telah disediakan oleh
MGMP PAI.
Maka untuk mencapai standar proses penilaian yang telah ditetapkan
oleh Kemendikbud bukanlah hal yang mudah dan tidak bisa dilakukan hanya
dengan mengacu pada LKS. Instrumen penilaian yang digunakan dalam
proses pembelajaran agama Islam hendaknya berkualitas. Sehingga mutu dari
pembelajaran agama Islam tidak mengecewakan.
Penilaian memiliki banyak macam. Salah satunya adalah penilaian tes
tertulis bentuk uraian non objektif. Ciri khas dari tes tersebut adalah jawaban
terhadap soal tidak disediakan oleh penyusun soal, tetapi harus disusun oleh
peserta tes. Penilaian jenis ini memiliki beberapa kelebihan antara lain dapat
digunakan untuk mengukur tes hasil belajar yang kompleks, mendorong
peserta didik untuk berani mengemukakan pendapat, dan memberi
kesempatan kepada peserta didik untuk mengutarakan maksudnya dengan
gaya bahasanya sendiri.14 Menurut Kunandar tes tertulis bentuk uraian non
objektif dapat menilai berbagai jenis kemampuan seperti: mengemukakan
pendapat, berpikir kritis, berpikir kreatif dan pemecahan masalah.15
Jadi penilaian model tersebut sangat cocok untuk melatihkan
kemampuan memecahkan masalah dalam diri peserta didik. Hal ini sesuai
dengan tujuan pendidikan agama Islam seperti tercantum dalam Peraturan
14 Eko Putro Widoyoko, Evaluasi Program Pembelajaran, (Yogyakarta : Pustaka Pelajar, 2011)
80.
6
Menteri Agama nomor 165 tahun 2014 yang menuntut manusia Indonesia
untuk memiliki sifat kreatif dan inovatif.16
Penilaian tes tertulis bentuk uraian non objektif sebaiknya digunakan
bersamaan dengan metode pembelajaran yang bersifat merangsang
kemampuan nalar peserta didik.17 Salah satu model pembelajaran yang
memiliki kelebihan untuk merangsang kemampuan bernalar peserta didik
adalah model pembelajaran berbasis masalah.
Pembelajaran berbasis masalah merupakan strategi pembelajaran yang
melibatkan peserta didik dalam memecahkan masalah, dengan
mengintegrasikan berbagai konsep dan keterampilan dari berbagai disiplin
ilmu. Strategi ini meliputi mengumpulkan informasi, dan mempresentasikan
penemuan.18
Pembelajaran berbasis masalah memiliki beberapa kelebihan antara
lain: peserta didik lebih memahami konsep yang diajarkan sebab mereka
sendiri yang menemukan konsep tersebut, melibatkan secara aktif
memecahkan masalah dan menuntut keterampilan berpikir peserta didik yang
lebih tinggi. Proses pembelajaran melalui pembelajaran berbasis masalah
dapat membiasakan para peserta didik untuk menghadapi dan memecahkan
masalah secara terampil.19
16
Peraturan Menteri Agama Republik Indonesia Nomor :165 Tahun 2014.
17 Kunandar, Penilaian Autentik , 177.
18
Kokom Komalasari, Pembelajaran Kontekstual konsep dan aplikasi, (Revika Aditama: Bandung, 2013) 59.
19 Wina Sanjaya, Strategi Pembelajaran (Berorientasi Standar Proses Pendidikan), (Jakarta:
7
Berdasarkan beberapa keunggulan dari pembelajaran berbasis
masalah, maka penggunaannya bersamaan dengan instrumen penilaian tes
tertulis bentuk uraian objektif dalam mata pelajaran PAI diharapkan mampu
untuk mencapai tujuan pendidikan agama Islam di sekolah.
Dalam penelitian ini dipilih materi Fiqh, karena materi tersebut
menuntut peserta didik untuk memecahkan masalah. Sehingga pembelajaran
yang akan dilakukan sesuai dengan tujuannya yaitu untuk melatihkan
kemampuan bernalar peserta didik. Dengan demikian tujuan dari pendidikan
agama Islam yaitu membentuk pribadi muslim yang beriman, produktif,
kreatif, inovatif, afektif dan berkontribusi dalam kehidupan berbangsa dan
bernegara dapat tercapai.
Oleh karena itu diperlukan penelitian lanjutan untuk mengetahui
bagaimana pembelajaran agama Islam yang baik sehingga pada penelitian ini
akan membahas tentang “Pengembangan Instrumen Penilaian hasil belajar
Untuk Pembelajaran Agama Islam Berbasis Masalah Pada Materi Fiqh”.
B. Rumusan Masalah.
Berdasarkan latar belakang masalah tersebut maka rumusan masalah
dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Bagaimana proses pengembangan penilaian hasil belajar yang relevan
untuk pembelajaran agama Islam berbasis masalah?
2. Bagaimana karakteristik hasil pengembangan instrumen penilaian hasil
8
C. Tujuan Penelitian
Tujuan dari penelitian ini adalah:
1. Mendeskripsikan proses pengembangan penilaian hasil belajar untuk
pembelajaran agama Islam berbasis masalah.
2. Untuk menghasilkan penilaian hasil belajar yang relevan untuk
pembelajaran agama Islam berbasis masalah.
D. Kegunaan Penelitian.
Melalui penelitian ini diharapkan dapat memberikan konstribusi
terhadap guru-guru PAI dalam penyusunan instrumen penilaian hasil belajar
dengan baik. Dengan instrumen penilaian yang baik maka guru mampu untuk
menentukan keputusan yang tepat dan benar tehadap peserta didik. Secara
akademik penelitian ini dapat digunakan sebagai masukan dan bahan
referensi bagi peneliti lain yang akan melakukan penelitian yang relevan.
E. Definisi Operasional.
Untuk menghindari perbedaan penafsiran dalam penelitian ini, maka
penulis memberikan definisi dari beberapa istilah yang digunakan sebagai
berikut:
1. Penilaian hasil belajar
Penilaian hasil belajar adalah suatu prosedur sistematis yang mencakup
kegiatan mengumpulkan, menganalisis, dari menginterpretasikan
informasi yang dapat digunakan untuk membuat kesimpulan tentang
9
dalam penelitian ini adalah instrumen tes tertulis bentuk uraian non
objektif.
2. Instrumen penilaian hasil belajar untuk pembelajaran berbasis masalah.
Penilaian hasil belajar untuk pembelajaran berbasis masalah dalam
penelitian ini adalah seperangkat soal tes bentuk uraian non objektif
beserta rubrik penskorannya, yang relevan dengan konteks pembelajaran
agama Islam berbasis masalah. Pengembangan instrumen penilaian ini
mengacu pada prosedur pengembangan yang dikemukakan oleh Djemari
Mardapi.20 Dalam proses penyusunannya mengacu pada taksonomi
bloom edisi revisi.
3. Karakteristik instrumen penilaian hasil belajar untuk pembelajaran
berbasis masalah.
Karakteristik instrumen penilaian hasil belajar untuk pembelajaran agama
Islam berbasis masalah adalah instrumen yang valid, reliabel dan
memiliki parameter tingkat kesukaran dan daya beda yang baik.
F. Penelitian Terdahulu.
Pada penelitian terdahulu penulis tidak menemukan judul tesis atau
disertasi yang sama. Akan tetapi ada kemiripan dengan penelitian yang akan
dilakukan. Skripsi dengan judul “Pengembangan Perangkat Evaluasi
Pembelajaran Matematika dengan Memperhatikan Aspek Kognitif Siswa di
20
10
MTS Tribakti Kunjang Kediri”.21 Skripsi tersebut menghasilkan lima butir
soal bentuk uraian terbuka (non objektif) untuk mengukur kemampuan
kognitif peserta didik yang mengacu pada Taksonomi Bloom.
Disertasi dengan judul “Pengembangan Instrumen Penilaian Kemampuan Higher Order Thinking Siswa SMP dalam Mata Pelajaran
Matematika”.22 Disertasi yang ditulis oleh Samritin menghasilkan 12 butir
soal uraian untuk mengukur kemampuan berfikir tingkat tinggi (high order thinking skill) yang dimiliki peserta didik pada mata pelajaran matematika. Butir-butir tes yang dikembangkan mengacu pada standar kompetensi dan
kompetensi dasar yang ada pada Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan
(KTSP).
Jurnal dengan judul “Model Evaluasi Pembelajaran Akidah Dan
Akhlak Di Madrasah Tsanawiyah (MTs).”23 Jurnal tersebut ditulis oleh
Darodjat, Darmiyati Zuchdi dan Zamroni. Tujuan penelitian ini adalah
menghasilkan model evaluasi pembelajaran Akidah dan Akhlak di MTs dan
menghasilkan instrumen evaluasi yang memiliki reliabilitas dan validitas.
Temuan dari penelitian tersebut adalah 36 butir soal, 30 soal pilihan ganda
dan 6 butir soal tes uraian.
21
Maslukha, “Pengembangan Perangkat Evaluasi Pembelajaran Matematika dengan Memperhatikan Aspek Kognitif Siswa di MTs Tribakti Kunjang Kediri”, (Skripsi, UIN Sunan Ampel, Surabaya, 2014).
22 Samritin, “Pengembangan Instrumen Penilaian Kemampuan Higher Order Thinking Siswa
SMP dalam Mata Pelajaran Matematika” (Disertasi, -- UNY Yogyakarta, 2014).
23 Darodjat, Darmiyati Zuchdi dan Zamroni, “Model Evaluasi Pembelajaran Akidah Dan Akhlak
11
Skripsi dengan judul “Pengembangan Alat Evaluasi Hasil Belajar
Matematika Berbasis Taksonomi Bloom Dua Dimensi”. Skripsi tersebut
ditulis oleh Ahmad Wahyudi. Tujuan dari penelitian tersebut adalah untuk
merumuskan alat evaluasi matematika berdasarkan taksonomi bloom dua
dimensi/ taksonomi bloom edisi revisi.24 Temuan dari penelitian tersebut
adalah enam item soal berbasis taksonomi bloom dua dimensi antara lain : a)
Mengingat Pengetahuan Faktual, b) Memahami Pengetahuan Konseptual, c)
Menganalisis Pengetahuan Konseptual, d) Menerapkan Pengetahuan
Konseptual, e) Menganalisis Pengetahuan Konseptual, dan f) Mengevaluasi
Pengetahuan Prosedural.
Ketiga pengembangan tes tertulis tersebut memiliki ciri khas
masing-masing. Skripsi yang ditulis oleh Maslukha bertujuan untuk mengukur
kemampuan kognitif peserta didik. Disertasi Samritin bertujuan menghasilkan
tes tertulis untuk meningkatkan kemampuan berfikir tingkat tinggi peserta
didik. Skripsi yang ditulis oleh Ahmad Wahyudi menghasilkan soal tes uraian
yang mengacu pada Taksonomi Bloom dua dimensi.
Oleh karena itu penelitian yang hendak dilakukan oleh penulis
memiliki ciri khas yaitu bertujuan untuk menghasilkan penilaian hasil belajar
yang relevan dengan pembelajaran agama Islam berbasis masalah. Hal ini
didasarkan bahwa model pembelajaran yang baik hendaknya disertai dengan
proses penilaian yang tepat.
24 Ahmad Wahyudi, Pengembangan Alat Evaluasi Hasil Belajar Matematika Berbasis Taksonomi
12
G. Batasan Masalah.
Untuk menghindari meluasnya pemahaman dalam penelitian ini maka
ditetapkan keterbatasan penelitian sebagai berikut:
1. Penilaian hasil belajar yang dikembangkan berupa penilaian hasil belajar
aspek kognitif.
2. Penilaian hasil belajar yang dikembangkan terbatas pada materi Fiqh.
3. Uji coba terbatas hanya dilakukan di kelas VIII MTSN 4 Sidoarjo.
4. Teori yang digunakan untuk merumuskan indikator kemampuan kognitif
peserta didik adalah Taksonomi Bloom edisi revisi yang terdiri dari
dimensi proses kognitif dan dimensi pengetahuan.
H. Sistematika Pembahasan.
Sistematika pembahasan merupakan alur pembahasan yang mencakup
logika penyusunan dan koherensi antara bagian yang satu dengan lainnya.25
Oleh karena itu penulis dalam penyusunan tesis ini secara bertahap mengikuti
sistem sebagai berikut:
Bab I merupakan pendahuluan. Bab ini terdiri dari pokok-pokok
pemikiran yang melatar belakangi pemikiran tesis ini. Bab ini terdiri dari latar
belakang, rumusan masalah, tujuan dan manfaat dari penelitian, definisi
operasional, penelitian terdahulu yang memiliki kemiripan, metode penelitian
yang akan digunakan, dan sistematika pembahasan yang akan dipakai.
Bab II merupakan pemaparan tentang kajian teori. Bab ini meliputi
penilaian hasil belajar yang terdiri dari: konsep dasar penilaian dan pemilihan
25 Pascasarjana UIN Sunan Ampel, Pedoman Penulisan Makalah, Proposal, Tesis dan
13
teknik penilaian. Instrumen penilaian tes tertulis bentuk uraian non objektif
terdiri dari tes tertulis bentuk uraian non objektif dan tes tertulis bentuk uraian
non objektif untuk pembelajaran berbasis masalah. Validitas dan reliabilitas
terdiri dari validitas penilaian dan validitas penilaian.
Bab III merupakan pemaparan metode penelitian. Metode penelitian
merupakan teknik yang ditempuh dalam penelitian sekaligus proses-proses
pelaksanaannya. Bab ini terdiri dari model pengembangan, tahap perancangan,
kegiatan uji coba, instrumen pengumpulan data dan teknik analisis data.
Bab IV merupakan deskripsi dan analisis data. Bab ini menjelaskan
secara rinci temuan-temuan data yang ditemukan selama melakukan penelitian
dan mengupas secara tuntas mendalam hasil penelitian sehingga diperoleh
instrumen penilaian tes tertulis bentuk uraian non objektif untuk pembelajaran
berbasis masalah. Bab ini terdiri dari hasil pengembangan instrumen penilaian
tes tertulis bentuk uraian non objektif untuk pembelajaran berbasis masalah,
hasil uji coba produk, pembahasan, temuan penelitian dan keterbatasan
penelitian.
Bab V merupakan penutup. Bab ini sebagai akhir dari rangkaian
penelitian yang dilakukan oleh penulis, yang memaparkan jawaban dari
rumusan masalah yang diajukan oleh penulis serta implikasi teoritik terhadap
pendidikan Islam. Oleh karena itu, bab ini tersistematika menjadi 3 sub bab,
yaitu kesimpulan, implikasi dan saran-saran dari penulis untuk
BAB II
KAJIAN TEORI
A. Penilaian.
Penilaian merupakan hal sangat penting dalam proses pembelajaran.
Penilaian digunakan untuk mengambil keputusan penting terkait peserta
didik, seperti menentukan apakah peserta didik tersebut perlu mengulang
materi, naik kelas, mengulang atau tidak. Diperlukan pertimbangan yang
matang untuk agar diperoleh keputusan yang tepat sehingga tidak merugikan
peserta didik.
Untuk mendapatkan keputusan yang tepat, diperlukan informasi yang
memadai tentang peserta didik, seperti penguasaan terhadap materi, sikap dan
perilakunya. Dalam konteks ini penilaian memegang peranan yang cukup
penting. Dari sini penilaian diharapkan memberi umpan balik yang objektif
tentang apa yang telah dipelajari oleh peserta didik, bagaimana mereka
belajar dan digunakan untuk mengetahui efektifitas dari proses
pembelajaran.1
Dengan demikian, apabila guru memiliki kemampuan untuk
melakukan penilaian dengan baik maka dipastikan ia memiliki kemampuan
mengajar yang baik pula. Uraian tersebut menandakan bahwa untuk
menjadikan proses pembelajaran berkualitas maka guru seharusnya
menguasai teknik penilaian yang baik pula. Sebab pembelajaran dan penilaian
merupakan dua unsur yang tidak bisa dipisahkan dalam kegiatan belajar
1Kusaeri dan Suprananto, Pengukuran dan Penilaian Pendidikan, (Yogyakarta: Graha Ilmu,
15
mengajar. Selanjutnya akan dijelaskan mengenai konsep dasar penilaian da
bagaimana cara memilih teknik penilaian yang tepat.
1. Konsep Dasar Penilaian.
Ada tiga istilah yang sering dipakai orang secara rancu, yaitu
pengukuran, penilaian , dan evaluasi. Ketiga istilah ini memiliki arti yang
sangat berbeda karena tingkat penggunaannya yang berbeda.2
Pengukuran merupakan cabang dari ilmu statitiska terapan yang
bertujuan untuk membangun dasar-dasar pengembangan tes sehingga
dapat menghasilkan tes yang valid dan reliabel. Arikunto mendifinisikan
bahwa mengukur adalah membandingkan sesuatu dengan satu ukuran,
pengukuran bersifat kuantitatif.3 Azwar mendefinisikan pengukuran
sebagai suatu prosedur pemberian angka terhadap atribut atau veriabel
sepanjang kontinum.4 Dengan demikian, secara sederhana pengukuran
dapat dikatakan sebagai suatu prosedur membandingkan antara atribut
yang hendak diukur dengan alat ukurnya.
Penilaian lazimnya dimulai dari pengukuran. Menurut Gronlund
& Linn penilaian adalah suatu proses yang sistematis dan mencakup
kegiatan mengumpulkan, menganalisa, serta menginterpretasikan
informasi untuk menentukan sebarapa jauh seseorang mencapai tujuan
pembelajaran yang ditetapkan.5 Jadi penilaian adalah suatu proses yang
2Kusaeri, Acuan dan Teknik Penilaian Proses dan Hasil Belajar dalam Kurikulum 2013,
(Yogyakarta : Ar-Ruzz Media, 2014) 14.
3 Suharsimi Arikunto, Evaluasi Program Pendidikan,(Jakarta : Bumi Aksara, 2008) 3. 4 Azwar, Sikap Manusia: Teori Dan Pengukurannya, (Yogyakarta, Pustaka Pelajar, 1995) 3.
5 Gronlund & Linn, Measurement And Evaluation In Teaching, (New York, Mac Millan
16
sistematis dan mencakup kegiatan mengumpulkan, menganalisa, serta
menginterpretasikan informasi yang dapat digunakan untuk membuat
kesimpulan tentang karakteristik suatu objek berdasarkan baik dan buruk.
Penilaian lebih bersifat kualitatif.
Evaluasi adalah kegiatan identifikasi untuk melihat apakah suatu
program yang telah direncanakan telah tercapai atau belum, berharga
atau tidak berharga, dan dapat pula untuk melihat tingkat efisiensi
pelaksanaannya. Evaluasi adalah suatu proses penilaian untuk mengambil
keputusan yang menggunakan seperangkat hasil pengukuran dan
berpatokan kepada tujuan yang telah dirumuskan.6 Sehingga Kegiatan
evaluasi dilakukan dengan cara membandingkan hasil pengukuran dan
penilaian dangan suatu norma atau kriteria, dan hasilnya dinyatakan
secara evaluatif.
Dalam penelitian ini definisi yang digunakan adalah penilaian.
Karena yang diteliti adalah penilaian hasil belajar peserta didik. Untuk
mengetahui tentang penilaian lebih lanjut maka akan dijelaskan
bagaimana memilih teknik penilaian yang tepat.
2. Pemilihan Teknik Penilaian.
Ada beberapa alasan penting dalam pemilihan suatu teknik
penilaian, agar hasil dari penilaian yang dilakukan benar-benar
mendeskripsikan kemampuan dari peserta didik. Oleh karena itu berikut
6
17
disajikan bagaimana prinsip-prinsip dalam memilih teknik penilaian agar
lebih bermakna.
Pertama, tujuan pembelajaran (dalam konteks sekarang dalam bentuk kompetensi dasar dan dirinci sebagai indikator). Sebelum menilai
peserta didik guru harus mentukan tujuan pembelajaran. Semakin jelas
dan spesifik tujuan pembelajaran semakin mudah dalam menentukan
teknik penilaian yang tepat.
Kedua, teknik penilaian yang dipilih harus sesuai dengan tujuan pembelajaran. Misalnya, guru ingin menilai bagaimana peserta didik
memecahkan masalah maka guru harus memilih teknik penilaian yang
mampu untuk mengukur kemampuan pemecahan masalah yang dimiliki
peserta didik.
Ketiga, teknik penilaian yang dipilih harus sesuai dengan karakteristik dan kebutuhan peserta didik. Pemilihan teknik penilaian
yang tepat tidak hanya membantu peserta didik memperoleh informasi
tentang hasil belajar namun juga akan sangat bermakna.
Keempat, dalam menginterpretasikan hasil penilaian guru harus mempertimbangkan kelemahan setiap teknik penilaian. Meskipun guru
menggunakan teknik penilaian tertentu, informasi sebenarnya yang
diperoleh adalah sebagian saja. Sehingga diperbolehkan menggunakan
beberapa teknik penilaian untuk mengukur kemampuan peserta didik.7
7
18
Dalam penilitian ini, teknik penilaian yang digunakan adalah
penilaian tes tertulis bentuk uraian non objektif. Jenis penilaian ini
memiliki kriteria untuk mengukur kemampuan pemecahan masalah yang
dimiliki peserta didik. Kriteria tersebut sesuai dengan pembelajaran
berbasis masalah. Untuk lebih jelas akan dibahas mengenai tes tertulis
bentuk uraian non objektif.
B. Tes Tertulis Bentuk Uraian Non Objektif.
Tes merupakan salah satu alat untuk melakukan pengukuran, yaitu
alat untuk mengumpulkan informasi karakteristik suatu objek. Dalam
pembelajaran, objek yang dimaksud adalah kecakapan peserta didik, minat,
motivasi, dan sebagainya.8 Menurut Djemari Mardapi tes merupakan salah
satu cara untuk menaksir besarnya kemampuan seseorang secara tidak
langsung, yaitu dengan cara memberikan stimulus atau pertanyaan untuk
mengetahui respon dari orang tersebut.9 Menurut Suharsimi Arikunto tes
adalah suatu alat atau prosedur yang sistematis dan obyektif untuk
memperoleh data-data atau keterangan yang diinginkan tentang seseorang,
dengan cara yang boleh dikatakan tepat dan cepat.10 Menurut Kusaeri tes
adalah suatu prosedur yang sistematis untuk menggambarkan karakteristik
tertentu tentang peserta didik dengan menggunakan deskripsi dan angka.11
Dari beberapa pendapat para ahli terkait pengertian tes, disimpulkan
bahwa tes dalam kegiatan pembelajaran adalah serangkaian kegiatan yang
8 Eko Putro Widyoko, Evaluasi Program Pembelajaran, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2011) 45. 9 Djemari Mardapi, Teknik Penyusunan Instrumen Tes Dan Non Tes, (Yogyakarta : Mitra
Cendekia, 2008) 67.
19
dilakukan dengan cara memberikan pertanyaan-pertanyaan untuk mengetahui
informasi-informasi terkait kemampuan peserta didik dalam memahami
materi yang telah diberikan. Secara keseluruhan semua pendapat para ahli
tentang pengertian tes memiliki kesamaan. Namun, secara lebih lanjut
Kusaeri memberi penekanan bahwa hasil tes yang telah dilakukan berupa
deskripsi dan angka.
Pada dasarnya untuk melakukan sebuah penilaian dapat digunakan
dua bentuk instrumen, yaitu tes dan non tes. Instrumen tes meliputi tes tertulis
bentuk pilihan dan uraian, sedangkan non tes terdiri dari portofolio, kinerja,
proyek, penilaian diri, penilaian jurnal dan tes lisan.12
Menurut sejarah, tes yang pertama kali digunakan adalah tes tulis
bentuk uraian. Tes tertulis bentuk uraian adalah Teori Tes Klasik atau
Classical True-Score Theory, dinamakan Teori Tes Klasik karena unsur-unsur teori ini sudah dikembangkan dan diaplikasikan sejak lama, namun
tetap bertahan hingga sekarang.13
Tes tertulis bentuk uraian merupakan seperangkat soal yang berupa
tugas, pertanyaan yang menuntut peserta didik untuk mengorganisasikan dan
menyatakan jawabannya menurut kata-kata sendiri. Jawaban tersebut dapat
berbentuk mengingat kembali, menyusun, mengorganisasikan atau
memadukan pengetahuan yang telah dipelajarinya dalam rangkaian kalimat
12 Kusaeri, Acuan Dan Teknik Penilaian, 19.
13 Sumardi Suryabrata, “Pengembangan alat ukur psikologis,” (Yogyakarta: Andi Offset,2002)
20
atau kata-kata yang tersusun secara baik.14 Sedangkan menurut Asmawi
Zaenul dan Noehi Nasution, tes tertulis bentuk uraian adalah butir soal yang
mengandung pertanyaan yang jawaban dari soal tersebut dilakukan dengan
cara mengekspresikan pikiran peserta tes.15
Berdasarkan sistem penskorannya, tes tertulis bentuk uraian
diklasifikasikan menjadi dua, yaitu tes tertulis bentuk uraian objektif dan non
objektif. Tes objektif memberi pengertian bahwa penskorannya dilakukan
secara objektif, karena bentuk soalnya menuntut sekumpulan jawaban dengan
pengertian atau konsep tertentu. Sementara bentuk uraian non objektif
menuntut jawaban berupa pengertian atau konsep berdasarkan pendapat
masing-masing peserta tes, sehingga penskorannya sangat sulit untuk
dilakukan secara objektif. Penskoran untuk tes tertulis bentuk uraian non
objektif dinyatakan dalam bentuk rentangan.16
Eko Putro Widoyoko menambahkan bahwa penskoran tes uraian non
objektif dipengaruhi oleh pemberi skor. Jawaban yang sama dapat memiliki
skor yang berbeda oleh pemberi skor yang berbeda. Hal ini diakibatkan oleh
beberapa hal, antara lain (a) Ketidak konsistenan penilai (b) Hallo effect atau kesan guru terhadap peserta didik sebelumnya (c) Pengaruh urutan
pemeriksaan (d) Pengaruh bentuk tulisan dan bahasa.17
14 Kunandar, Penilaian Autentik Penilaian Hasil Belajar Peserta Didik Berdasarkan Kurikulum
2013, ( Jakarta : Raja Grafindo Persada, 2014) 209.
15 Asmawi Zaenul, Penilaian Hasil Belajar, (Jakarta : Pusat Pengembangan Aktivitas Instruksional
Ditjen Dikti, 2005 ) 37.
21
Namun untuk mengurangi efek dari faktor yang telah disebutkan oleh
Eko Putro Widoyoko, hendaknya pedoman penskoran dibuat secara detail dan
jelas. Hal ini dimaksudkan untuk mengurangi kesubyektifan penskoran dalam
tes. Sehingga penskoran yang dilakukan untuk tes uraian non objektif
menghasilkan data yang valid.
1. Kaidah Penulisan Tes Tertulis Bentuk Uraian Non Objektif.
Secara umum penulisan tes tertulis bentuk uraian non objektif
harus memperhatikan beberapa hal sebagai berikut:18 (a) Mengukur
kompetensi peserta didik. Artinya soal uraian tersebut mampu mengukur
kemampuan peserta didik secara nyata dan akurat. (b) Soal uraian
mampu mendorong peserta didik untuk berlogika dan berpikir tingkat
tinggi. (c) Mengukur kemampuan berpikir kritis. (d) Materi yang diujikan
hendaknya materi yang mampu merangsang kemampuan peserta didik
untuk memecahkan masalah. (e) Pertanyaan yang diujikan hendaknya
menggunakan kata kerja yang jelas dan mudah dipahami peserta didik.
(f) Setiap soal harus mempunyai rubrik penskoran, dengan demikian
hasil koreksi jawaban bisa lebih akurat.
Secara khusus penulisan tes tertulis bentuk uraian non objektif
harus memperhatikan beberapa aspek berikut:19 Pertama, materi (1) Soal
harus sesuai dengan indikator pada kisi-kisi. Artinya soal harus
menyatakan perilaku dan materi yang hendak diukur sesuai dengan
tuntutan indikator. (2) Batasan pertanyaan dan jawaban yang diharapkan
22
(ruang lingkup) harus jelas. (3) Isi materi sesuai dengan tujuan
pengukuran. (4) Isi materi yang ditanyakan sesuai dengan jenjang, jenis
sekolah dan tingkat kelas.
Kedua, konstruksi20 (1) Rumusan kalimat soal atau pertanyaan
harus menggunakan kata tanya atau perintah yang menuntut jawaban
terurai; seperti : mengapa, uraikan, jelaskan, hubungkan, tafsirkan,
buktikan, hitunglah, dsb. Jangan menggunakan kata Tanya yang tidak
menuntut jawaban uraian, misalnya: siapa, dimana, kapan. Demikian
juga jangan menggunakan kalimat tanya yang menuntut jawaban ya atau
tidak. (2) Buatlah petunjuk yang jelas tentang cara mengerjakan soal. (3)
Buatlah pedoman penyekoran segera setelah soal selesai ditulis dengan
cara menguraikan komponen yang akan dinilai atau kriteria
penskorannya, besarnya skor bagi setiap komponen, serta rentang skor
yang dapat diperoleh untuk soal yang bersangkutan. (4) Hal-hal lain yang
menyertai soal (grafik, tabel, gambar, peta, atau yang sejenisnya) harus
jelas dan terbaca, sehingga tidak menimbulkan penafsiran yang berbeda.
Ketiga, bahasa21 (1) Rumusan kalimat soal harus komunikatif,
yaitu menggunakan bahasa yang sederhana, dan menggunakan kata-kata
yang sudah dikenal siswa, serta baik dari segi kaidah bahasa Indonesia.
(2) Butir soal menggunakan bahasa Indonesia yang baik dan benar. (3)
Rumusan soal tidak menggunakan kata/kalimat yang menimbulkan
23
penafsiran yang berbeda (salah pengertian). (4) Rumusan soal tidak
menggunakan kata-kata yang dapat menyinggung perasaan peserta didik.
2. Metode Pengoreksian Tes Tertulis Bentuk Uraian Non Objektif.
Untuk mengoreksi tes tertulis bentuk uraian non objektif dapat
dilakukan dengan menggunakan metode point method dan rating method.22 Point method adalah metode pengoreksian dengan cara membandingkan setiap jawaban dengan jawaban ideal yang telah
ditetapkan dalam rubrik penskoran. Skor yang diberikan kepada setiap
jawaban akan tergantung pada derajat kepadanannya dengan rubrik
penskoran.
Rating method adalah metode pengoreksian dengan cara setiap jawaban siswa ditetapkan dalam salah satu kelompok yang sudah
dipilah-pilah berdasarkan mutunya selagi jawaban tersebut di baca.
Kelompok-kelompok tersebut menyatakan mutu dan menentukan berapa skor yang
dapat diberikan kepada setiap jawaban. Misalnya sebuah soal akan diberi
skor maksimum 8, maka bagi soal tersebut dapat dibuat 9 kelompok
jawaban dari 8 sampai 0.
Djemari Mardapi menambahkan bahwa untuk mengoreksi soal
uraian hendaknya dilakukan dengan cara menilai jawaban pertanyaan
demi pertanyaan bukan peserta didik ke peserta didik. Selanjutnya
seorang guru menghilangkan identitas peserta didik dan menggantinya
22 Zainal Arifin, Evaluasi Pembelajaran Prinsip, Teknik Prosedur, (Bandung: Remaja Rosdakarya,
24
dengan kode, hal ini bertujuan untuk menghindari adanya bias penilaian
karena memiliki kesan baik atau jelek terhadap peserta didik.23
Sedangkan menurut Kunandar, ada beberapa langkah untuk
mengoreksi soal bentuk uraian non objektif agar mendekati objektif
yaitu:24 (a) menyusun pola jawaban yang diambil dari sampel jawaban
peserta didik (b) pemeriksaan jawaban tidak dilakukan dengan cara
mebaca jawaban satu peserta didik namun denga cara pernomor (c) setiap
lembar jawaban dikoreksi lebih dari satu kali (d) nilai peserta didik tidak
langsung dijumlahkan secara global tetapi dirinci setiap aspek-aspek
penilaian.
Dalam penelitian ini digunakan metode pengoreksian point method, dengan beberapa tambahan dari Djemari Mardapi. Hal ini bertujuan untuk meningkatkan keakuratan dari pengkoreksian yang akan
dilakukan.
3. Penyusunan Pedoman Penskoran.
Pedoman penskoran merupakan panduan atau petunjuk yang
menjelaskan tentang: Batasan atau kata-kata kunci untuk melakukan
penyekoran terhadap soal-soal bentuk uraian dan kriteria-kriteria jawaban
yang digunakan untuk melakukan penyekoran terhadap soal-soal bentuk
uraian non-objektif. Dengan pedoman atau rubrik penskoran, guru dapat
mengoreksi jawaban peserta didik secara akurat. Pedoman penskoran
23 Djemari Mardapi, Pengukuran, Penilaian Dan Evaluasi Pendidikan, (Yogyakarta: Nuha
Medika, 2012) 173.
25
hendaknya disusun segera setelah perumusan kalimat butir-butir soal
untuk menjaga keobjektivitasan dari penilaian yang akan dilakukan.25
Rubrik penskoran diklasifikasikan kedalam dua bentuk, yaitu
rubrik penskoran analitik dan holistik. (a) Rubrik penskoran analitik
adalah rubrik penskoran dengan cara mengidentifikasi jawaban dari
berbagai aspek yang berbeda. Skor untuk masing-masing aspek
diletakkan secara terpisah.26 (b) Rubrik penskoran holistik adalah rubrik
penskoran dimana guru hanya memberikan skor tunggal berdasarkan
pada keseluruhan jawaban peserta tes.
Dalam Penskoran analitik Djemari Mardapi menambahkan bahwa
penskoran tersebut digunakan untuk soal ujian yang batas jawabannya
sudah jelas dan terbatas. Misalnya soal mata pelajaran matematika dan
fisika. Namun cara penskoran analitik juga bisa digunakan dalam bidang
sosial dengan syarat batas jawabannya jelas dan komponen jawaban
diberi skor.27
Materi pelajaran fiqh merupakan materi yang jelas. Sehingga
batas jawaban dalam pelajaran fiqh juga jelas. Untuk menjamin
keakuratan penskoran terhadap tes yang dilakukan pada penelitian ini
menggunakan pedoman penskoran analitik, karena pedoman penskoran
analitik lebih detail bila dibandingkan dengan rubrik penskoran holistik.
26
4. Keunggulan dan Kelemahan Tes Tertulis Bentuk Uraian Non
Objektif.
Tes tertulis bentuk uraian non objektif memiliki beberapa
keunggulan dan kelemahan. Keunggulan dari tes tertulis bentuk uraian non
objektif adalah: 28 (a) Mengukur aspek kognitif yang lebih tinggi. (b)
Melatih kemampuan berpikir teratur pada peserta didik. (c)
Mengembangkan ketrampilan memecahkan masalah. (d) Mengembangkan
kemampuan berbahasa bagi peserta didik. (e) Penyusunan soal tidak
membutuhkan waktu yang lama. (f) Menghindari sifat terkaan pada diri
peserta didik. (g) Mampu memberikan gambaran yang tepat pada
bagian-bagian yang belum dikuasai peserta didik.
Sedangkan kelemahan dari Tes tertulis bentuk uraian non
objektif adalah sebagai berikut: (a) Sampel soal sangat terbatas sehingga
bahan materi yang diujikan juga terbatas. (b) Cara memeriksa hasil tes
sulit dan bisa mengandung unsur subyektivitas. (c) Membutuhkan waktu
yang lama untuk proses koreksi. (d) Membutuhkan waktu yang lama
untuk menyelesaikan satu soal uraian. (e) Tidak banyak kompetensi dasar
yang dapat diuji.29
28 Kunandar, Penilaian Autentik, 213.
27
C. Tes Tertulis Bentuk Uraian Non Objektif Untuk Pembelajaran Berbasis
Masalah.
Pembelajaran berbasis masalah atau disingkat dengan PBM adalah
suatu model pembelajaran yang melibatkan peserta didik untuk memecahkan
suatu masalah. Masalah yang digunakan adalah permasalahan yang ada pada
dunia nyata, agar peserta didik mampu untuk belajar cara berpikir kritis dan
keterampilan dalam pemecahan masalah, serta untuk memperoleh
pengetahuan dan konsep yang esensial dari materi pelajaran.30
Menurut Howard Barrows, masalah dalam pembelajaran berbasis
masalah adalah masalah dalam dunia nyata yang disajikan secara
mengambang (ill-structured). Pembelajaran berbasis masalah mampu untuk menunjang pembangunan kecakapan diri sendiri, kolaboratif dan kemampuan
berpikir analisis, evaluasi dan mencipta.31
Untuk menunjang keberhasilan pembelajaran berbasis masalah,
hendaknya menggunakan teknik penilaian yang tepat, agar kemampuan
peserta didik dapat terukur. Tes tertulis bentuk uraian non objektif dapat
digunakan untuk mengukur kemampuan hasil belajar peserta didik pada
tingkat menganalisa, mengevaluasi dan mencipta. Atau dalam tingkatan
30 Sudarman, Problem Based Learning : Suatu Model Pembelajaran untuk Mengembangkan dan
Meningkatkan Kemampuan Memecahkan Masalah, (Jakarta, 2007, Dalam jurnal pendidikan inovatif).
31 Taufiq Amir, Inovasi Pendidikan Melalui Problem Based Learning, (Prenada Media Group :
28
kemampuan berpikir C4, C5, C6.32 Karena dalam menjawab tes tertulis
bentuk uraian non objektif peserta didik harus memulai dengan pengetahuan
faktual yang dimilikinya dan mengorganisasikan fakta pilihannya dalam suatu
susunan yang logis.
Kunandar juga menyatakan bahwa tes tertulis bentuk uraian non
objektif dapat digunakan untuk mengukur kemampuan hasil belajar peserta
didik pada tingkat C4, C5, C6. Karena tes tertulis bentuk uraian non objektif
dapat menilai berbagai jenis kemampuan seperti: mengemukakan pendapat,
berpikir kritis, berpikir kreatif dan pemecahan masalah.33
Oleh karena itu, dalam merumuskan butir soal untuk tes tertulis bentuk
uraian non objektif harus memperhatikan kemampuan peserta didik pada
tingkat menganalisa, mengevaluasi dan mencipta.
1. Taksonomi Tujuan Pembelajaran.
Untuk melakukan penilaian yang baik maka perumusannya tidak
bisa dipisahkan dari tujuan pembelajaran. Penilaian yang baik diturunkan
dari tujuan pembelajaran yang jelas. Tujuan pembelajaran yang jelas
akan sangat membantu agar penilaian yang dilakukan benar-benar
mengukur apa yang telah diajarkan kepada peserta didik.34
Tujuan pembelajaran yang baik memiliki indikator yang lengkap
dan mencakup empat hal yaitu: audience (peserta didik), behavior
32 Masidjo, Penilaian Pencapaian Hasil Belajar Siswa Disekolah, (Kanisius: Yogyakarta, 1995)
46.
29
(perilaku yang harus ditampilkan), condition (kondisi yang diberikan), dan degree (tingkatan yang diberikan).35
Para ahli kurikulum telah sepakat untuk melakukan klasifikasi
(taksonomi) tujuan pembelajaran. Terdapat bermacam-macam taksonomi
tujuan pembelajaran, taksonomi tersebut diberi nama sesuai dengan nama
penciptanya. Salah satu rujukan dalam sistem pendidikan nasional untuk
merumuskan tujuan pembelajaran adalah Taksonomi Bloom.36
Taksonomi pada dasarnya merupakan usaha pengelompokan yang
disusun dan diurut berdasarkan ciri-ciri tertentu. Menurut Dadan Rosana
taksonomi tujuan pembelajaran sangat diperlukan, karena pertimbangan
sebagai berikut: (a) Perlu adanya kejelasan terminologi yang digunakan
dalam tujuan pembelajaran, sebab tujuan pembelajaran berfungsi untuk
memberikan arah kepada proses belajar dan menentukan prilaku yang
dianggap sebagai bukti belajar. (b) Sebagai alat yang akan membantu
guru dalam mendeskripsikan dan menyusun tes, teknik penilaian dan
evaluasi.37
Berdasarkan pertimbangan tersebut, diketahui bahwa taksonomi
tujuan pembelajaran dapat membantu guru dalam penyusunan tes. Oleh
karena itu, dalam proses penyusunan tes tertulis bentuk uraian non
objektif untuk pembelajaran berbasis masalah yang baik, hendaknya
35 Depdiknas, Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan, (Jakarta: Balitbang Depdiknas 2009) 14. 36 Kusaeri, Acuan Dan Teknik Penilaian,33.
30
mengacu pada salah satu model taksonomi tujuan pembelajaran yang
dikemukakan oleh para ahli.
Tes tertulis bentuk uraian non objektif merupakan tes yang
bertujuan untuk mengukur kemampuan kognitif peserta didik. Maka
dalam penelitian ini menggunakan Taksonomi Bloom edisi revisi domain
kognitif. Taksonomi Bloom revisi dimensi proses kognitif yang berisikan
enam kategori pokok, dengan jenjang yang paling rendah sampai jenjang
yang paling tinggi. Selain domain kognitif dalam perumusannya juga
memperhatikan dimensi pengetahuan yang meliputi pengetahuan faktual,
konseptual, prosedural dan metakognitif.
Tingkatan berpikir Taksonomi Bloom edisi revisi adalah sebagai
berikut: (a) Mengingat (remember) yaitu mengingat kembali pengetahuan yang relevan dari memori jangka panjang. (b) Memahami (understand)
yaitu membangun pengetahuan dari pesan pembelajaran, termasuk
komunikasi lisan, tertulis, dan grafis. (c) Menerapkan (apply) yaitu melaksanakan atau menggunakan prosedur dalam suatu situasi tertentu.
(d) Menganalisis (analyze) yaitu memecah materi ke dalam bagian-bagian penyusunannya, dan menentukan bagaimana bagian-bagian-bagian-bagian
tersebut saling berhubungan satu sama lain. (e) Mengevaluasi (evaluate)
yaitu melakukan penilaian berdasarkan kriteria dan standar tertentu. (f)
31
fungsional, dan mengatur elemen-elemen tersebut ke dalam pola atau
struktur yang baru.38
Kemampuan pada tingkatan menganalisis, mengevaluasi, dan
mengkreasi merupakan kemampuan berpikir tingkat tinggi, sedangkan
kemampuan pada tingkatan mengingat, memahami, dan menerapkan
merupakan kemampuan tingkat rendah.39 Pembelajaran berbasis masalah
merupakan suatu model pembelajaran untuk melatihkan kemampuan
berpikir tingkat tinggi peserta didik.40 Oleh karena itu tes tertulis bentuk
uraian non objektif yang disusun, hendaknya mengacu pada kemampuan
berpikir tingkat tinggi pada level menganalisis, mengevaluasi, dan
mengkreasi.
Kemampuan berpikir tingkat tinggi dibagi menjadi dua, yaitu
berpikir kritis dan berpikir kreatif. Berpikir kritis merupakan kemampuan
memberikan rasionalisasi terhadap sesuatu dan mampu memberikan
penilaian terhadap sesuatu tersebut. Sedangkan berpikir kreatif adalah
kemampuan untuk melakukan generalisasi dengan menggabungkan,
mengubah atau mengulang kembali keberadaan ide-ide tersebut.41
Kemampuan peserta didik dalam berpikir kritis dan kreatif perlu
38 Lorin Anderson and Krathwohl, A taxonomy for Learning, Teaching, and Assessing, (New York
: Addison Wesley Longman, Inc, 2001) 67.
39 Rini Julistiawati, Keterampilan Berpikir Level C4, C5, & C6 Revisi Taksonomi Bloom Siswa
Kelas X-3 Sman 1 Sumenep Pada Penerapan Model Pembelajaran Inkuiri”,Journal of Chemical Education Vol. 2 No.2 (Mei, 2013), 58.
40 Wina Sanjaya, Strategi Pembelajaran (Berorientasi Standar Proses Pendidikan), (Jakarta:
Kencana, 2007) 218.
32
dilatihkan dan dikondisikan dengan baik melalui pembelajaran dan
penilaian.
Dalam taksonomi bloom revisi juga diuraikan tentang klasifikasi
dimensi pengetahuan dalam empat kategori, yaitu pengetahuan faktual,
konseptual, prosedural dan metakognitif.42 Pengetahuan faktual berisikan
pengetahuan tentang elemen dasar yang harus diketahui siswa untuk
mengenal satu disiplin ilmu atau untuk menyelesaikan masalah
didalamnya. Pengetahuan ini meliputi Pengetahuan tentang istilah dan
pengetahuan tentang rincian dan unsur tertentu.
Pengetahuan Konseptual yaitu pengetahuan tentang hubungan
timbal balik antara elemen-elemen dasar dalam suatu struktur yang
memungkinkan elemen-elemen tersebut berfungsi secara bersama-sama.
Pengetahuan ini mencakup Pengetahuan tentang klasifikasi dan kategori/
penggolongan, Pengetahuan tentang prinsip dan generalisasi, dan
Pengetahuan tentang teori, model dan struktur.
Pengetahuan Prosedural yaitu pengetahuan tentang bagaimana
melakukan suatu hal, metode dan inquiri, dan kriteria untuk
menggunakan suatu keterampilan, algoritma, teknik dan suatu metode.
Pengetahuan ini mencakup Pengetahuan tentang keterampilan dan
algoritma tertentu, Pengetahuan tentang teknik dan metode tertentu dan
Pengetahuan tentang kriteria untuk menentukan kapan menggunakan
prosedur yang tepat.
42
33
Pengetahuan Metakognitif yaitu pengetahuan kognisi secara umum
serta kesadaran dan pengetahuan tentang pengetahuan itu sendiri.
Pengetahuan ini mencakup pengetahuan strategis, pengetahuan tentang
tugas kognitif, termasuk pengetahuan kontekstual dan kondisional yang
cocok, dan pengetahuan tentang diri sendiri.
2. Penyusunan Tes Tertulis Bentuk Uraian Non Objektif Untuk
Pembelajaran Berbasis Masalah.
Dalam penyusunan tes tertulis bentuk uraian non objektif
hendaknya memperhatikan beberapa hal penting untuk menjaga kualitas
dari soal yang dikembangkan. Menurut Kunandar dalam penyusunan tes
tertulis bentuk uraian harus memperhatikan hal-hal berikut: (a)
pertanyaan hendaknya disusun untuk mengukur hasil belajar peserta
didik yang tidak mungkin diukur dengan tes tertulis bentuk pilihan (b)
pertanyaan hendaknya menuntut jawaban yang bersifat baru (c)
menggunakan-kata-kata deskriptif (d) pertanyaan menggunakan bahasa
yang komunikatif dan mudah dipahami (e) sebelum diujikan soal harus
ditelaah terlebih dahulu.
Untuk menjamin keakuratan soal tes tertulis bentuk uraian non
objektif, maka soal harus memenuhi syarat-syarat sebagai berikut: (a)
membatasi ruang lingkup dengan memilih materi atau bahan pelajaran
yang esensial (b) menggunakan bahasa yang baik dan benar sehingga
mudah difahami dengan baik oleh peserta didik (c) jangan mengulang
34
menulis soal (e) menuliskan skor untuk masing-masing soal (f) rumusan
soal harus jelas dan tegas (g) rumusan soal tidak boleh menggunakan
kata yang menimbulkan penafsiran ganda (h) memiliki validitas yang
tinggi (i) memiliki reliabilitas yang tinggi. 43
Untuk menghasilkan tes tertulis bentuk uraian non objektif yang
berkualitas, dalam proses penyusunannya harus memperhatikan
Taksonomi Bloom edisi revisi, aspek-aspek yang menjamin keakuratan
suatu tes dan mengacu pada kaedah penulisan soal tes tertulis bentuk
uraian non objektif yang telah disebutkan.
D. Analisis Kualitas Soal.
Alat ukur yang digunakan dalam penilaian hasil belajar harus dapat
memberikan gambaran mengenai kemampuan belajar peserta didik yang
sesungguhnya. Untuk itu, perlu dilakukannya analisis kualitas soal. Analisis
soal adalah pengkajian pertanyaan-pertanyaan tes agar diperoleh seperangkat
pertanyaan yang memiliki kualitas yang memadai.44 Menurut Zainal Arifin
Analisis kualitas tes merupakan suatu tahap yang harus ditempuh untuk
mengetahui derajat kualitas tes, baik secara keseluruhan maupun butir soal
yang menjadi bagian dari tes tersebut.45 Dari beberapa pendapat tersebut
disimpulkan bahwa analisis soal sangatlah penting guna mengetahui kualitas
dari sebuah soal.
43 Kunandar, Penilaian Autentik, 212.
44
Nana Sudjana, Penilaian Hasil Proses Belajar Mengajar, (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2013) 135.
45
35
Menurut Suharsimi Arikunto, suatu tes dikatakan baik sebagai alat
pengukuran apabila memenuhi persyaratan tes. Persyaratan tes tersebut
adalah validitas, reliabilitas, kepraktisan, obyektivitas, dan ekonomis. 46
Sedangkan menurut Wainer & Braun syarat penilaian yang bermutu adalah
valid, reliabel dan usable.47 Maka dalam penelitian ini akan dijelaskan mengenai validitas, reliabilitas dan kepraktisan:
1. Validitas.
Suatu tes dikatakan memiliki validitas yang tinggi apabila alat
tersebut menjalankan fungsi ukurnya atau memberikan hasil ukur yang
tepat sesuai dengan apa yang hendak diukur. Sumarna Supranata
berpendapat bahwa “Validitas merupakan suatu konsep yang berkaitan
dengan sejauh mana suatu tes dapat mengukur apa yang hendak diukur”.
Validitas tes, secara keseluruhan ada empat macam validitas, yaitu:
validitas isi (content validity), validitas konstruk (construct validity),
validitas prediktif (predictive validity), dan validitas bandingan (concurrent validity).48
Validitas isi sering dinamakan validitas kurikulum atau validitas
kurikuler yang mengandung arti bahwa suatu tes dipandang valid apabila
sesuai dengan materi yang ada dalam kurikulum. Untuk mengetahui
apakah tes itu valid atau tidak, bisa dilakukan melalui penelaah kisi-kisi.
Penelaah membandingkan kisi-kisi keseluruhan butir soal yang dibuat
46 Suharsimi Arikunto, Dasar-Dasar, 8-11..
47 Wainer & Braun, Test Validity, Hilldale: Lawrence Earlbaum Asociates, 1998) 20.
48 Sumarna Supranata, Analisis, Validitas, Reliabilitas dan interpretasi Hasil Tes. (Bandung:
36
dengan materi yang ada dalam kurikulum. Apabila sudah sesuai dipastikan
soal tes tersebut mempunyai validitas isi yang baik.49
Validitas konstruk menunjuk sejauh mana tes dapat mengukur
dengan tepat aspek berpikir yang telah ditentukan dalam tujuan
instruksional secara khusus .50 Validitas konstruk dapat dilakukan dengan
cara mencocokkan aspek-aspek berpikir dalam tes dengan aspek berpikir
yang dikehendaki dalam tujuan intruksional khusus. Dalam hal ini,
pengerjaannya didasarkan pada logika. Selain itu, dapat juga dilakukan
dengan cara melakukan diskusi dengan orang yang ahli di bidang yang
bersangkutan.51
Validitas prediktif menunjuk pada kemampuan tes dalam
meramalkan apa yang akan terjadi di masa mendatang. Dalam hal ini,
kaitannya dengan prestasi hasil belajar peserta didik. Validitas prediktif
dapat diketahui dengan mencari korelasi antar tes hasil belajar yang
sedang diuji dengan kriteria validitas ramalan yang sudah ada. Jika kedua
variabel menunjukkan korelasi yang signifikan, maka tes tersebut
memiliki daya ramal yang tepat dalam artian pernah terjadi secara nyata
dalam praktiknya.52
Validitas bandingan menunjuk pada berapa jauh tes dapat
mengukur tingkat penguasaan materi yang memang seharusnya dikuasai.
Tes dikatakan memiliki validitas bandingan apabila tes tersebut dalam
49
Djaali dan Puji Muljono, Pengukuran dalam Bidang Pendidikan. Jakarta: Grafindo, 2008) 50.
50 Sudaryono, Dasar-dasar Evaluasi Pembelajaran, (Yogyakarta: Graha Ilmu, 2012) 142.
51Suharsimi Arikunto, Dasar-Dasar, 83. 52
37
waktu yang sama menunjukkan hubungan searah antara tes pertama
dengan tes berikutnya.53
Validitas yang digunakan dalam penlitian ini adalah validitas logis
yang meliputi validitas isi da validitas konstruk. Validitas tersebut
diperoleh dengan cara penilaian para ahli melalui proses validasi.
2. Reliabilitas.
Reliabilitas disebut juga tingkat atau derajat konsistensi suatu tes.
Tes akan dikatakan reliabel apabila diperoleh hasil yang sama ketika
suatu instrumen diteskan pada kelompok yang sama di waktu yang
berbeda.54
Tinggi rendahnya koefisien reliabilitas sangat dipengaruhi oleh
beberapa faktor. Crocker dan Algina menyebutkan bahwa faktor itu
antara lain adalah panjang suatu tes, kecepatan, homogenitas belahan,
dan tingkat kesukaran soal. Tingkat kesukaran soal memegang peranan
yang paling dominan.
Untuk mengetahui reliabilitas suatu tes bisa menggunakan
mekanisme: teknik test-retest, belah dua, dan bentuk ekuivalen.55 Sedangkan menurut Sumarna Surapranata ada emapta konsep reliabilitas
yaitu: paralel atau ekuivalen, test retest, belah dua, dan internal consistency. Namun sebagian ahli berpendapat bahwa metode belah dua
53 Ibid,. 177.
54Zainal Arifin, Evaluasi Pembelajaran, 258. 55