• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pandangan ulamak Desa Kelutan Kecamatan Ngronggot Kabupaten Nganjuk terhadap larangan perkawinan ngalor- ngulon.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Pandangan ulamak Desa Kelutan Kecamatan Ngronggot Kabupaten Nganjuk terhadap larangan perkawinan ngalor- ngulon."

Copied!
90
0
0

Teks penuh

(1)

PANDANGAN ULAMAK DESA KELUTAN KECAMATAN

NGRONGGOT KABUPATEN NGANJUK TERHADAP

LARANGAN PERKAWINAN

NGALOR-NGULON

SKRIPSI

Oleh:

Muhammad Rasyid Assaghaf Yahya NIM. C01212042

Universitas Islam Negeri Sunan Ampel

Fakultas Syari’ah dan Hukum

Jurusan Hukum Perdata Islam Prodi Hukum Keluarga

Surabaya

▸ Baca selengkapnya: solusi ngalor-ngetan

(2)

PANDANGAN ULAMAK DESA KELUTAN KECAMATAN

NGRONGGOT KABUPATEN NGANJUK TERHADAP

LARANGAN PERKAWINAN

NGALOR-NGULON

SKRIPSI Diajukan kepada

Universitas Islam Negeri Sunan Ampel untuk Memenuhi Salah Satu Persyaratan dalam Menyelesaikan Program Sarjana Strata Satu

Fakultas Syariah dan Hukum

Oleh :

Muhammad Rasyid Assaghaf Yahya NIM. C01212042

Universitas Islam Negeri Sunan Ampel Fakultas Syariah Dan Hukum Jurusan Hukum Perdata Islam Prodi Hukum Keluarga Islam

Surabaya

(3)
(4)
(5)
(6)
(7)

ABSTRAK

Dalam penulisan Skripsi ini penulis mengambil judul “Pandangan Ulamak Desa Kelutan Kecamatan Ngronggot Kabupaten Nganjuk Terhadap Larangan Perkawinan Ngalor- Ngulon”. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui (1) Apa saja faktor-faktor yang mempengaruhi keyakinan masyarakat desa kelutan kecamatan ngronggot kabupaten nganjuk terhadap larangan pernikahan ngalor ngulon? (2) Bagaiman pandangan ulam>ak desa kelutan kecamatan ngronggot kabupaten nganjuk terhadap larangan pernikahan ngalor ngulon?

Jenis penelitian ini menggunakan jenis penelitian field reseach. Dengan pendekatan deskriptif kualitatif. Dan teknik pengumpulan data yang digunakan adalah teknik wawancara secara langsung yakni mengumpulkan data dengan cara mencatat hal yang menjadi sumber data dari hasil wawancara.

Dari hasil penelitian dapat disimpulkan yaitu pertama, bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi keyakinan masyarakat desa kelutan kecamatan ngronggot kabupaten nganjuk terhadap larangan pernikahan ngalor ngulon adalah munculnya hal-hal yang tidak diinginkan terjadi pada pelaku. Masyarakat percaya jika pernikahan tersebut tetap dilaksanakan, maka yang bersangkutan akan mendapat akibat buruk yang diyakini. Yang kedua pandangan ulama’ desa

kelutan kecamatan ngronggot kabupaten nganjuk terhadap larangan pernikahan ngalor ngulon ini ada dua yang pertama larangan perkawinan itu tidak sesuai

dengan syari’at Islam karena tidak ada ketentuan didalamnya, baik dalam surat

an-Nissa’ ayat 23 maupun Kompilasi Hukum Islam. kedua larangan perkawinan

itu dilakukan untuk kehati-hatian dalam memilih jodoh agar rumah tangga yang akan dibina kedepannya akan selalu bahagia jauh dari segala kemud}aratan.

Kesimpulannya dari pandangan ulamak Desa Kelutan baik yang berpandangan bahwa larangan itu tidak sesuai dengan syariat Islam, maupun larangan perkawinan yang dilakukan untuk sikap kehati-hatian dalam memilih jodoh tujuan untuk menciptakan rumah tangga yang bahagia dan jauh dari malapetaka. Dengan mengunakan teori ‘Urf yang hukumnya adalah boleh atau

halal walaupun tidak ada ketentuannya dalam syari’at Islam, hal ini dilakukan

demi mengambil manfaat kebaikan agar jauh dari segala kemud}aratan,dengan demikian aspek mas}lahah terhadap larangan perkawinan antar dusun ngulon ngalor sesuai dengan tujuan mas}lahah dan tidak bertentangan dengan hukum Islam.

(8)

DAFTAR ISI

SAMPUL DALAM ... i

PERNYATAAN KEASLIAN ... ii

PERSETUJUAN PEMBIMBING ... iii

PENGESAHAN ... iv

MOTO ... v

PERSEMBAHAN ... vi

ABSTRAK ... vii

KATA PENGANTAR ... viii

DAFTAR ISI ... x

DAFTAR TRANSLITRASI ... xiii

BAB I : PENDAHULUAN A. Latar Belakang ... 1

B. Identifikasi dan Batasan Masalah ... 13

C. Rumusan Masalah ... 14

D. Kajian Pustaka ... 15

E. Tujuan Penelitian ... 16

F. Kegunaan Hasil Penelitian ... 17

G. Definisi Operasional ... 17

H. Metode Penelitian ... 18

I. Sistematika Pembahasan ... 22

BAB II : PERKAWINAN DAN ‘URF A. Perkawinan 1. Pengertian Perkawinan ... 24

2. Hukum Perkawinan ... 29

3. Syarat dan Rukun pernikahan ... 31

(9)

5. Larangan Perkawinan ... 38

B. ‘URF 1. Pengertian ‘Urf ... 51

2. Macam-macam ‘Urf ... 52

3. Syarat-Syarat ‘Urf ... 53

4. Kehujahan ‘Urf ... BAB III : LARANGAN PERKAWINAN NGALOR-NGULON DI DESA KELUTAN KECAMATAN NGRONGGOT KABUPATEN NGANJUK A. Deskripsi Desa Kelutan Kecamatan Ngronggot Kabupaten Nganjuk 1. Deskripsi Lokasi Penelitian ... 54

2. Keadaan social Keagamaan Masyarakat ... 55

3. Keadaan Pendidikan Masyarakat ... 57

4. Keadaan social Keagamaan Masyarakat ... 57

B. Deskripsi larangan Perkawinan Ngalor Ngulon ... 57

C. Faktor yang Mempengaruhi Larangan Perkawinan Ngalor Ngulon ... 61

D. Pandangan Ulama’ Terhadap Larangan Perkawinan Ngalor-Ngulon ... 62

BAB IV : ANALISIS PANDANGAN ULAMA’ DESA KELUTAN KECAMATAN NGRONGGOT KABUPATEN NGANJUK TERHADAP LARANGAN PERKAWINAN NGALOR-NGULON A. Analisis Terhadap Faktor-faktor yang Mempengaruhi Larangan Perkawinan Ngalor-Ngulon di Desa Kelutan Kecamatan Ngronggot Kabupaten Nganjuk ... 66

(10)

BAB V : PENUTUP

A.Kesimpulan ... 78

B.Saran ... 79

DAFTAR PUSTAKA ... 80

(11)

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Islam mensyariatkan perkawinan adalah untuk memenuhi

kebutuhan dasar manusia sebagai ibadah dan untuk memadu kasih sayang

serta untuk memelihara kelangsungan hidup manusia dengan melahirkan

keturunan sebagai generasinya di masa yang akan datang.

Istilah yang digunakan dalam Bahasa Arab pada istilah-istilah fiqih

tentang perkawinan adalah mu>naka>hat atau nikah, sedangkan dalam

Bahasa Arab pada perundang-undangan tentang perkawinan, yaitu ahka>m

al-za>wa>j atau ahka>m izwa>j.1

Perkawinan merupakan ibadah yang mulia, al Quran menyebutnya

sebagai mi>th>aqan ghali>z}an atau perjanjian yang kuat. Karena itulah

perkawinan dilaksanakan dengan sempurna dan mengikuti peraturan yang

telah ditetapkan Allah SWT dan RasulNya agar tercapai rumah tangga

yang tenang, penuh cinta dan kasih sayang.2

Allah mensyariatkan perkawinan dan dijadikan dasar yang kuat

bagi kehidupan manusia karena adanya beberapa nilai yang tinggi dan

beberapa tujuan utama yang baik bagi manusia, makhluk yang dimuliakan

Allah SWT. Untuk mencapai kehidupan yang bahagia dan menjauh dari

1

Mardani, Hukum Perkawinan Islam di Dunia Islam Modern, (Yogyakarta: Graha Ilmu, 2011), 3.

2

Abdul Aziz Muhammad Azzam, Abdul Wahhab Sayyed Hawwas, Fiqih Munakahat Khitbah,

(12)

2

ketimpangan dan penyimpangan, Allah telah membekali syariat dan

hukum-hukum Islam agar dilaksanakan manusia dengan baik.3

Perkawinan merupakan salah satu contoh yang paling

mengesankan karena menjadi salah satu sunnatullah yang umum berlaku

pada semua makhluk Allah SWT. Dengan ini, Islam telah menolak jalan

lain selain perkawinan untuk pemenuhan kebutuhan biologis, dalam artian,

haram bagi manusia menempuh jalan selain pernikahan untuk memenuhi

kebutuhan biologisnya.4

Perkawinan merupakan lembaga kehidupan yang luar biasa. Allah

telah menyebutkan dalam al-Quran bahwa perkawinan akan membawa

sakinah (rasa ketentraman) mawaddah (rasa cinta), wa>rahmah (kasih

sayang) sebagaimana yang terdapat dalam firman Allah surat ad}-d}zariyat

ayat 49:







Dan segala sesuatu Kami ciptakan berpasang-pasangan supaya kamu mengingat kebesaran Allah5.

Dari berbagai ayat dalam al-Quran dapat diperoleh ketentuan

bahwa hidup berpasang-pasangan merupakan pembawaan naluriah

manusia dan makhluk hidup lainnya, bahkan segala sesuatu di dunia ini

diciptakan berjodoh-jodoh. Hal ini bertujuan agar satu sama lain bisa

hidup bersama (melakukan perkawinan) guna mendapatkan keturunan dan

3

Ibid., 39.

4

M. Thalib, Perkawinan Menurut Islam, (Surabaya: Al Ikhlas, 1993), 1.

5

Departemene Agama Republik Indonesia, Al-Qur’an dan terjemahannya, (Jakarta: J-Art, 2005),

(13)

3

ketenangan hidup serta menumbuhkan rasa kasih sayang di antara

sesamanya.6 Sebagai mana firman Allah dalam Surat Yasin ayat: 36







Maha suci Tuhan yang telah menciptakan pasangan-pasangan semuanya, baik dari apa yang ditumbuhkan oleh bumi dan dari diri mereka maupun dari apa yang tidak mereka ketahui.7

Dengan adanya suatu pernikahan tersebut dapat memperbanyak

keturunan, ketika keturunan itu banyak maka proses memakmurkan bumi

berjalan dengan mudah karena suatu perbuatan dapat dikerjakan secara

bersama-sama,8

Adanya ketentuan tentang perkawinan ini dimaksudkan agar

tujuan dari sebuah perkawinan untuk membentuk keluarga yang sejahtera

tercapai. Tujuan perkawinan dalam Islam tidak hanya sekedar pada batas

pemenuhan nafsu biologis atau pelampiasan nafsu seksual semata, akan

tetapi memiliki tujuan-tujuan penting yang berkaitan dengan sosial,

psikologi dan agama. Di antara tujuan perkawinan antara lain yaitu:

1. Dapat menyalurkan naluri seksual dengan cara sah dan terpuji.

Perkawinan merupakan cara alami yang tepat dan sesuai untuk

menyalurkan dan memuaskan naluri sex. Bagi manusia naluri tersebut

sangat kuat dan keras serta menuntut adanya penyaluran yang baik.

6

Kutbuddin Aibak, Kajian Fiqh Kontemporer, (Yogyakarta: Penerbit Teras, 2009), 39. 7

Departemen Agama Republik Indonesia, Al-Qur’an Dan Terjemahnya, (Bandung: Cv. Penerbit Diponegoro, 2000), 353.

8

(14)

4

Jika tidak, dapat mengakibatkan kegoncangan dalam kehidupannya.

Dengan melaksanakan perkawinan juga dapat melindungi pandangan

dari melihat hal-hal yang terlarang serta perasaan akan lebih tenang

terhadap perkara yang dihalalkan Allah.9

2. Sebagai perisai diri manusia

Nikah dapat menjaga dan menjauhkan diri dari

pelanggaran-pelanggaran yang diharamkan agama, semisal perzinahan. Karena

nikah memperbolehkan masing-masing pasangan melakukan hajat

biologisnya secara halal. Pernikahan tidak membahayakan bagi umat,

tidak menimbulkan kerusakan, tidak menyebabkan tersebarnya

kefasikan dan tidak menjerumuskan para pemuda dalam kebebasan.10

3. Memelihara keturunan

Perkawinan merupakan cara terbaik untuk memproduksi anak,

memperbanyak keturunan, melestarikan kehidupan manusia serta

menjaga nasab yang sangat diperhatikan dalam Islam, banyaknya

keturunan mempunyai banyak kemaslahatan baik yang bersifat umum

maupun khusus. Sehingga ada beberapa bangsa yang ingin

memperbanyak jumlah penduduknya dan memotivasinya dengan

memberikan bantuan-bantuan biaya bagi yang anaknya banyak.11

4. Menyadari tanggung jawab berumah tangga dan merawat anak akan

membangkitkan sikap rajin dan sungguh-sungguh dalam memperkuat

9

Sayyid Sa>biq, Fiqh al-Sunnah, juz 2, (Beirut: Dar al-Fikr, 2008), 456.

10

Abdul Aziz Muhammad Azzam, Abdul Wahhab Sayyed Hawwas, Fiqih Munakahat Khitbah,

Nikah dan Thalak, Penerjemah Abdul Majid Khon, (Jakarta: Amzah, 2011), 40.

11

(15)

5

bakat dan pembawaan seseorang. Karena dorongan tanggung jawab

dan beban kewajiban, maka ia akan banyak bekerja dan mencari

penghasilan yang dapat memperbesar jumlah kekayaan dan munculnya

usaha untuk mengeksplorasi kekayaan alam yang dikaruniai Allah

untuk kepentingan kehidupan manusia.12

Dari keterangan diatas jelas bahwa tujuan perkawinan dalam syariat

Islam sangat tinggi, karenanya Islam menganjurkan menikah dan melarang

untuk membujang. Bahkan Rasulullah s.a.w. mencela orang-orang yang

berjanji akan puasa setiap hari, akan bangun dan beribadat setiap malam

dan tidak kawin-kawin.13

Suatu perkawinan bisa dinyatakan sah apabila dipenuhi

syarat-syarat dan rukun perkawinan, beberapa syarat-syarat yang harus dipenuhi dalam

melaksanakan akad nikah tersebut adalah sebagai usaha untuk mencegah

umat dari perbuatan yang dilarang oleh agama. Berkaitan dengan rukun

dan syarat perkawinan ini, Amir Syarifudin menyatakan, kedua hal

tersebut menentukan suatu perbuatan hukum, terutama yang menyangkut

dengan sah atau tidaknya perbuatan tersebut dari segi hukum. Kedua kata

tersebut mengandung arti yang sama dalam hal bahwa keduanya

merupakan sesuatu yang harus diadakan. Dalam hal suatu acara

perkawinan umpamanya rukun dan syarat perkawinan tidak boleh

12

Ibid., 457. 13

Abdul Aziz Muhammad Azzam, Abdul Wahhab Sayyed Hawwas, Fiqih Munakahat Khitbah,

(16)

6

tertinggal, dalam arti perkawinan tidak sah bila keduanya tidak ada atau

tidak lengkap.14

Disamping adanya syarat dan rukun perkawinan tersebut, hukum

Islam juga mengatur mengenai larangan yang tidak boleh dilanggar oleh

setiap muslim yang akan melakukan perkawinan. Larangan tersebut

dikenal dengan istilah larangan perkawinan.

Larangan perkawinan yang dimaksud dalam bahasan ini adalah

orang-orang yang tidak boleh melakukan perkawinan. Perempuan–

perempuan mana saja yang tidak boleh dikawini oleh seorang laki-laki,

atau sebaliknya laki- laki mana saja yang tidak boleh mengawini seorang

perempuan. Firman Allah dalam surat an-Nisa>’ ayat 22-23, yaitu:





































14
(17)

7





Dan janganlah kamu kawini wanita-wanita yang telah dikawini oleh ayahmu, terkecuali pada masa yang telah lampau. Sesungguhnya perbuatan itu Amat keji dan dibenci Allah dan seburuk-buruk jalan (yang ditempuh).diharamkan atas kamu (mengawini) ibu-ibumu; anak-anakmu yang perempuan, saudara-saudaramu yang perempuan, saudara-saudara bapakmu yang perempuan; saudara-saudara ibumu yang perempuan; anak-anak perempuan dari saudara-saudaramu yang laki-laki; anak-anak perempuan dari saudara-saudaramu yang perempuan; ibu-ibumu yang menyusui kamu; saudara perempuan sepersusuan; ibu-ibu isterimu (mertua); anak-anak isterimu yang dalam pemeliharaanmu dari isteri yang telah kamu campuri, tetapi jika kamu belum campur dengan isterimu itu (dan sudah kamu ceraikan), Maka tidak berdosa kamu mengawininya; (dan diharamkan bagimu) isteri-isteri anak kandungmu (menantu); dan menghimpunkan (dalam perkawinan) dua perempuan yang bersaudara, kecuali yang telah terjadi pada masa lampau; Sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang15(Q.S. an-Nisa>’ ayat 22-23)

Secara garis besar, dalam kedua ayat di atas tertulis bahwa

larangan kawin antara seorang pria dan seorang wanita dalam shara’

dibagi dua, yaitu larangan yang bersifat permanen (berlaku untuk

selamanya) dan larangan yang bersifat sementara (dibatasi oleh waktu).16

Larangan perkawinan yang bersifat permanen atau yang berlaku

haram untuk selamanya dalam arti sampai kapan pun dan dalam keadaan

apa pun laki-laki dan perempuan itu tidak boleh melakukan perkawinan.

Larangan dalam bentuk ini disebut mahram mu’abbad.

Sedangkan larangan perkawinan yang berlaku untuk sementara

waktu adalah larangan itu berlaku dalam keadaan dan waktu tertentu, suatu

15

Departemen Agama RI, Al Qur’an dan Terjemahnya... , 82.

16

(18)

8

ketika bila keadaan dan waktu tertentu itu sudah berubah maka tidak lagi

menjadi haram, yang disebut mahram mu’aqqat.

Apabila suami dan istri yang telah cerai menikah lagi satu dengan

yang lain dan bercerai lagi untuk kedua kalinya, maka diantara mereka

tidak boleh dilangsungkan pernikahan lagi, sepanjang hukum,

masing-masing agama dan kepercayaan itu dari yang bersangkutan tidak

menentukan lain.17

Perkawinan merupakan salah satu dimensi kehidupan yang sangat

penting dalam kehidupan manusia. Begitu pentingnya perkawinan, maka

tidak mengherankan jika agama-agama di dunia mengatur masalah

perkawinan bahkan tradisi atau adat masyarakat dan juga institusi negara

tidak ketinggalan mengatur perkawinan yang berlaku di kalangan

masyarakatnya.18

Larangan Perkawinan Menurut Hukum Adat yaitu Segala sesuatu

yang dapat menjadi sebab perkawian tidak dapat dilakukan atau jika

dilakukan maka keseimbangan masyarakat menjadi terganggu, ada

halangan perkawinan karena memenuhi ketentuan hukum adat seperti

bawah ini:

1. Karena Adanya Hubungan Kekerabatan.

Dalam hal ini berbagai daerah di Indonesia terdapat

perbedaan-perbedaan larangan terhadap perkawinan antara pria dan wanita yang

ada hubungan kekerabatan. Bahkan ada daerah yang melarang

17

Pustaka: Yayasan Peduli Anak Negeri (YPAN)

18

(19)

9

terjadinya perkawinan antara anggota kerabat tertentu, sedangkan

didaerah lain perkawinan antara kerabat yang dilarang itu justru di

gemari pelaksanannya.

2. Karena Perbedaan kedudukan.

Di berbagai daerah masih terdapat sisa dari pengaruh

perbedaan kedudukan atau martabat dalam masyarakat adat, sebagai

akibat dari susunan foedalisme desa kebangsawanan adat. Misalnya

seorang pria dilarang melakukan perkawinan dengan wanita dari

golongan rendah atau sebaliknya. Di mana kalu seorang wanita dari

golongan penghulu tidak dibenarkan melakukan perkawinan dengan

pria yang tergolong rendah.

Dimasa sekarang nampaknya perbedaan kedudukan

kebangsawanan sudah mulai pudar, banyak sudah terjadi perkawinan

antara orang dari golongan bermartabat rendah dengan orang dari

golongan bermartabat tinggi. Memang masalahnya seringkali

menimbulkan adanya ketegangan dalam kekerabatan, tetapi karena

sifat hukum adat itu cepat dan terbuka tidaklah tertutup pintu untuk

jalan penyelesaian, yang agak sulit terkadang yang menyangkut

keagamaan atau kepercayaan dari yang bersangkutan.19

Ada tiga sistem yang berlaku di masyarakat adat yaitu endogamy,

exogami dan eleutherogami.

19

Djaren,Saragih,Hukum Perkawinan Adat dan Undang-Undang tentang Perkawinan Serta

(20)

10

1. Sistem Endogamy, dalam sistem ini orang hanya diperbolehkan nikah

dengan seorang dari suku keluarganya sendiri, sekarang sudah jarang

sekali di Indonesia karena system ini dipandang sangat sempit dan

membatasi ruang gerak orang. Sistem ini masih berlaku di daerah

Toraja, tetapi dalam waktu dekat akan lenyap sebab sangat

bertentangan sekali dengan sifat susunan yang ada di daerah itu, yaitu

parental.Sistem

2. Sistem Exogami,dalam sistem ini orang diharuskan nikah dengan

orang di luar sukunya sendiri. Sistem ini banyak dijumpai di daerah

Tapanuli, Alas Minangkabau. Namun dalam perkembangannya

sedikit-sedikit akan mengalami pelunakan dan mendekati

eleutherogami. Mungkin larangan itu masih berlaku pada lingkungan

kekeluargaan.

3. Sistem Eleutherogami,pada sistem ini tidak mengenal

larangan-larangan apapun atau batasan-batasan wilayah seperti halnya pada

endogamy dan exogami. System ini hanya menggunakan berupa

larangan-larangan yang berdasarkan pada pertalian darah atau

kekeluargaan (nasab). turunan yang dekat seperti ibu, nenek, anak

kandung, cucu dan saudara kandung , saudara bapak atau ibu.20

Lebih khusus lagi di jawa juga mempunyai bermacam-macam

larangan pernikahan seperti: larangan nikah weton kliwon, larangan nikah

saudara pancer wali, larangan nikah mbarep dengan mbarep, larangan

20

(21)

11

nikah bontot dengan bontot, larangan nikah lusan anak pertama dengan

anak ketiga dan larangan nikah dibarengne dan menurut adat dari madura

yaitu larangan nikah bekkel bellih.21

Berbeda dengan paparan larangan kawin di atas, dalam masyarakat

desa kelutan kecamatan ngronggot kabupaten nganjuk masih terdapat

budaya atau kepercayaan terhadap larangan pelaksanaan sebuah

pernikahan yang biasa mereka sebut dengan istilah “ pernikahan atau rabi

ngalor-ngulon” yaitu pernikahan antaran laki-laki dengan perempuan yang

arah rumahnya ngalor-ngulon.

Bagi laki-laki yang ingin menikah tetapi kemudian arah rumahnya

dan rumah calon pasangannya ngalor-ngulon atau ngidul-ngetan, jangan

pernah sekali-kali meneruskan keinginan tersebut, karena menurut adat

orang jawa, khususnya di desa kelutan kecematan ngronggot kabupaten

nganjuk, seorang laki-laki yang menikah dengan seorang perempuan tetapi

arah rumahnya ngalor-ngulon sangat dilarang, barang siapa yang

melanggar akan mendapat musibah atau malapetaka.

Penyebab adanya larangan seperti ini sebenarnya hanya berasal

dari cerita-cerita orang terdahulu tentang kisah pewayangan yang

kemudian dikait-kaitkan dengan mitos pernikahan ini. Yaitu pada zaman

dahulu ada seorang kesatria yang sakti bernama aji saka, dia memiliki dua

pengikutsetia bernama duro dan sembodo. Mereka hidup di bawah

pimpinan seorang raja yang bernama dewata cengkar yang bertindak

21

(22)

12

sewenang-wenang terhadap rekyatnya. Maka aji saka mengaja duro untuk

berperang melawan dewata cengkar, sementara sembodo diperintahkan

untuk tetap tinggal dan menjaga keris milik aji saka, dan berpesan agar

tidak memberikannya kepada siapapun kecuali aji saka sendiri yang

mengambilnya, setelah melalui peperangan dan dapat mengalahkan

dewata cengkar, aji saka memerintahkan duro untuk kembali mengambil

kerisnya. Karena duro dan sembodo sama patuh dan memegang teguh

perintah tuannya, yang satu mematuhi perintah untuk mengambil keris dan

tidak akan kembali sebelum membawanya, sedangkan yang satu

memegang teguh perintah bahwa tidak akan memberikan keris tersebut

kecuali aji sak sendiri yang mengambilnya, maka terjadilan perang saudara

yang mengakibatkan keduanya tewas tertusuk keris. Yang satu menghadap

barat laut (ngalor-ngulon) dan satunya lagi menghapa barat laut (

ngidul-ngetan). Dari sinilah berkembang kepercayaan bahwa siapapun yang

menikah dengan perempuan yang arah rumahnya mengarah

ngalor-ngulon maka salah satu keluarganya akan ada yang binasa, dan mitos

initerus dipercayai sampai sekarang.

Apabila ada yang melanggar dari aturan tersebut maka mereka

berkeyakinan akan ada pihak yang dikalahkan baik dari segi rezeki

maupun kematian dalam bahasa jawanya (ra kuwat nyandang pangan lan

mati) karena arah ngalor-ngulon merupakan arah yang keramat

(23)

13

ikatan jika tidak mati rezekinya maka mati dirinya baik dari pihak laki-laki

maupun perempuan.

Hal ini semakin diperkuat dengan kenyataan yang terjadi di

tengah-tengah masyarakat desa Kelutan, yang memang mendukung mitos

tersebut, di mana tidak hanya satu dua saja contohnya, tetapi telah ada

beberpa kejadian dan korban dengan jarak waktu yang berbeda.

Meskipun banyak pondok-pondok pesantren atau sekolah-sekolah

yang berdiri di tengah masyarakat dan telah memberikan ilmu-ilmu agama

akan tetapi, adat tersebut tetap menjadi suatu ikatan yang tidak dapat

diubah dan tetap dijadikan sebagai pedoman atau aturan.

Oleh karena permasalahan di atas. Maka, penulis tertarik untuk

mengkaji lebih dalam tentang penelitian tersebut dengan judul

Pandangan Ulamak Desa Kelutan Kecamatan Ngronggot Kabupaten

Nganjuk Terhadap Larangan Perkawinan Ngalor- Ngulon.” B. Identifikasi Masalah dan Batasan Masalah

Dari paparan latar belakang di atas, penulis mengidentifikasi inti

permasalahan yang terkandung di dalamnya sebagai berikut:

1. Sejarah larangan perkawinan ngalor ngulon

2. Faktor yang mempengaruhi keyakinan larangan perkawinan ngalor

ngulon di desa kelutan kecamatan ngronggot kabupaten nganjuk

3. Keberlakuan tradisi tradisi larangan nikah ngalor ngulon di desa

(24)

14

4. Pandangan ulam>ak desa Kelutan kecamatan Ngronggot kabupaten

Nganjuk terhadap larangan pernikahan ngalor ngulon.

Agar pembahasan dalam penelitian ini tidak terlalu meluas dan

hasil penelitian ini lebih terarah sehingga tercapailah tujuan dari penelitian

skripsi.Maka penulis merasa perlu untuk membatasi permasalahan.Penulis

hanya mengkaji tentang:

1. Faktor yang mempengaruhi keyakinan masyarakat desa kelutan

kecamatan ngronggot kabupaten nganjuk terhadap larangan

pernikahan ngalor ngulon.

2. Pandangan ulam>ak desa Kelutan kecamatan Ngronggot kabupaten

Nganjuk terhadap larangan pernikahan ngalor ngulon.

C. Rumusan Masalah

Sebagai upaya untuk menghindari ketidak fokusan bahasan dalam

penelitian ini, maka fokus peneliti dapat mencakup beberapa pokok

permasalahan sebagai berikut:

1. Apa saja faktor-faktor yang mempengaruhi keyakinan masyarakat desa

kelutan kecamatan Ngronggot kabupaten Nganjuk terhadap larangan

pernikahan ngalor ngulon?

2. Bagaiman pandangan ulam>ak desa Kelutan kecamatan Ngronggot

kabupaten Nganjuk terhadap larangan pernikahan ngalor ngulon?

D. Kajian Pustaka

Kajian pustaka adalah diskripsi tentang kajian atau penelitian yang

(25)

15

bahwa kajian yang sedang akan dilakukan ini tidak merupakan

pengulangan duplikasi dari kajian atau penelitian.22

Skripsi yang disusun oleh Dwi Agustin Miftahul Jannah yang

berjudul Pandangan Ulamak Desa Sukomalo Kecamatan Kedungpring

Kabupaten Lamongan Terhadap Larangan Pernikahan Antar Dusun

Ngulon Ngalor. Skripsi ini membahas larangan perkawinan penduduk

yang tinggal di antara dusun Barat dan Utara untuk wilayah desa itu.

Apabila ada yang melanggar dari aturan tersebut maka mereka

berkeyakinan akan ada pihak yang dikalahkan baik dari pihak laki-laki

maupun perempuan dalam segi rezeki ataupun kematian.23

Syifa’ul Qulu>b alumni Fakultas Syari’ah IAIN Sunan Ampel

Surabaya jurusan Ahwalu al-Syakhsyiyah lulus tahun 2006 dengan judul

skripsi ‚Tinjauan hukum Islam Terhadap kasus larangan pernikahan antar

sesama penduduk Tanjung Kenonggo Kecamatan Pacet Kabupaten

Mojokerto‛ dengan permasalahan bahwa larangan perkawinan yang

dilarang karena adanya kepercayaan atau mitos-mitos dari nenek moyang

mereka dan sudah menjadi hukum sampai sekarang. Apabila dilanggar

maka akan menimbulkan malapetaka.24

Fandy putra alumni Fakultas Syari’ah IAIN Sunan Ampel

Surabaya jurusan Ahwalu al-Syakhsyiyah lulus tahun 2012 dengan judul

22

Fakultas Syariah IAIN Sunan Ampel, Petunjuk Penulisan Skripsi, (Cetakan III, januari 2011), 9.

23

Dwi Agustin Miftahul Jannah, “Pandangan Ulama’ Desa Sukomalo Kecamatan Kedungpring Kabupaten Lamongan Terhadap Larangan Pernikahan Antar Dusun Ngulon Ngalor” (Skripsi-- UIN Sunan Ampel, Surabaya, 2014).

24Syifaul Qulub, Tinjauan Hukum Islam Terhadap Kasus Larangan Pernikahan Antar Sesama

(26)

16

skripsi ‚Tinjauan hukum Islam Terhadap larangan pernikahan antara Desa

Kedensari dengan Desa Ketapang Kecamatan Tanggunglangin Kabupaten

Sidoarjo‛ dengan persamasalahan perkawinan ini dilarang karena antara

Desa Kedensari dengan Desa Ketapang mempunyai dayang yang sama

atau masih saudara.25

Sedangkan skripsi ini fokus terhadap pandangan pandangan ulam>a’

desa kelutan kecamatan ngronggot kabupaten nganjuk terhadap larangan

pernikahan ngalor ngulon serta faktor-faktor yang mempengaruhi

keyakinan masyarakat tentang larangan pernikahan ngalor-ngulon.

E. Tujuan Penelitian

Setelah adanya suatu pemaparan terhadap permasalahan di atas,

maka yang menjadi tujuan dalam penulisan skripsi ini adalah sebagai

berikut:

1. Untuk mengetahui faktor yang mempengaruhi keyakinan masyarakat

desa Kelutan kecamatan Ngronggot kabupaten Nganjuk terhadap

larangan pernikahan ngalor ngulon.

2. Untuk mengetahui pendapat dari Ulamak desa Kelutan kecamatan

Ngronggot kabupaten Nganjuk terhadap larangan pernikahan ngalor

ngulon.

F. Kegunaan hasil penelitian

Adapun nilai guna yang di harapkan dari hasil yang akan di capai

melalui penelitian adalah sebagai berikut:

25

(27)

17

1. Mendapat penjelasan dan pemahaman tentang faktor yang

mempengaruhi keyakinan masyarakat desa Kelutan kecamatan

Ngronggot kabupaten Nganjuk terhadap larangan pernikahan ngalor

ngulon

2. Dapat memperoleh pemahaman tentang Bagaiman pandangan ulam>ak

desa Kelutan kecamatan Ngronggot kabupaten Nganjuk terhadap

larangan pernikahan ngalor ngulon

G. Definisi Operasional

Permasalahan di atas tidak hanya diselesaikan dengan pemikiran

saja, melainkan harus dianalisis dengan landasan teori, sehingga dapat

terwujud karya ilmiah yang memiliki bobot keilmuan. Untuk memperjelas

kemana arah pembahasan masalah yang diangkat, maka penulis perlu

memberikan definisi dari judul tersebut, yakni dengan menguraikan

sebagai berikut:

1. Pandangan ulamak

Pendapat orang yang mengerti atau memahami tentang ilmu

agama yang dapat diikuti sebagai suatu pijakan untuk melakukan suatu

hukum.

(28)

18

Larangan perkawinan antara laki-laki dengan perempuan di

desa Kelutan kecamatan Ngronggot kabupaten Nganjuk.

3. Ngalor ngulon

Suatu adat perkawinan yang tidak boleh dilakukan bagi

laki-laki dengan perempuan yang arah rumahnya ngalor-ngulon.

H. Metode Penelitian

Penelitian ini termasuk dalam jenis penelitian lapangan (field

Research). Oleh karena itu, data yang dikumpulkan merupakan data yang

diperoleh dari lapangan sebagai subyek penelitian. Agar penulisan skripsi

ini dapat tersusun dengan benar, maka penulis memandang perlu untuk

mengemukakan metode penulisan skripsi yaitu sebagai berikut:

1. Lokasi Penelitian

Adapun lokasi yang digunakan penelitian penulis adalah desa

Kelutan kecamatan Ngronggot kabupaten Nganjuk.

2. Data yang dikumpulkan

Data yang dihimpun adalah data tentang :

a. Data yang mempengaruhi keyakinan masyarakat desa Kelutan

kecamatan Ngronggot kabupaten Nganjuk terhadap larangan

pernikahan ngalor ngulon.

b. Data tentang pendapat dari Ulama’ desa kelutan kecamatan

ngronggot kabupaten nganjuk terhadap larangan pernikahan

ngalor ngulon.

(29)

19

Sumber data dalam penelitian ini adalah meliputi hal berikut:

a. Sumber Data Primer

Yaitu data yang bersumber dari pihak yang terkait secara

langsung yang meliputi:

a) Kiai Salamun

b) Kiai M Atho’ Illah

c) Kiai Mansur Shodiq

d) KH Rifa’I Jauwadi

e) KH Muhsin

b. Sumber Data Sekunder

Yaitu sumber data yang bersifat membantu atau menunjang

dalam melengkapi serta memperkuat data. Memberikan penjelasan

mengenai sumber data primer, berupa penjelasan atau ulasan dari

seseorang yang berkaitan dengan masalah tersebut. Diantara

sumber-sumber data sekunder tersebut adalah:

a) Purnadi

b) Shokib

c) subur

d) Fatma dan malik

4. Teknik pengumpulan data

(30)

20

a. Wawancara (Interview)26 yaitu teknik memperoleh data dengan

tanya jawab langsung secara lisan. Wawancara ini dilakukan

dengan ulama’ dan masyarakat yang ada di desa kelutan

kecamatan ngronggot kabupaten nganjuk. Wawancara ini

dilakukan dengan pokok pertanyaan yang telah disiapkan

kemudian dilanjutkan dengan variasi wawancara guna

memperoleh data yang diperlukan.

b. Dokumentasi merupakan salah satu teknik untuk memperoleh data

dari buku dan bahan bacaan mengenai penelitian yang

dilakukan.27 Studi dokumen ini adalah salah satu cara

pengumpulan data yang digunakan dalam suatu penelitian sosial.

Pengumpulan data tersebut dilakukan guna memperoleh data

primer dan sekunder, baik dari kitab-kitab, buku-buku, maupun

dokumen lain yang berkaitan dengan kebutuhan penelitian.

5. Teknik Pengolahan

Data yang telah dikumpulkan kemudian diolah melalui tahapan

tahapan sebagai berikut:

a. Editing, yaitu memeriksa kembali semua data yang diperoleh

dengan memilih dan menyeleksi data tersebut dari berbagai segi

26

Moh. Nazhir, Metode Penelitian, (Bogor, Ghalia Indonesia,2005), 52.

27

Soerjono Soekanto, Metodologi Penelitian Hukum, Cetakan Ketiga, (Jakarta: UI –

(31)

21

yang meliputi kesesuaian, keselarasan satu dengan yang lainnya,

keaslian, kejelasan serta relevansinya dengan permasalahan.28

b. Organizing, yaitu mengatur dan menyusun data sedemikian rupa

sehingga dapat memperoleh gambaran yang sesuai dengan

rumusan masalah.29

6. Metode Analisis Data

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode

diskriptif analisis, yaitu memaparkan data yang terkumpul tentang

larangan pernikahan ngalor ngulon di desa Kelutan kecamatan

Ngronggot kabupaten Nganjuk yang disertai analisis untuk diambil

kesimpulan.

Penulis menggunakan metode ini karena ingin memaparkan,

menjelaskan dan menguraikan data yang terkumpul kemudian disusun

dan dianalisis untuk diambil kesimpulan dengan menggunakan pola

pikir deduktif, yakni memaparkan pandangan ulamak desa Kelutan

kecamatan Ngronggot kabupaten Nganjuk yang sudah menjadi tradisi

untuk diambil kesimpulan.

I. Sistematika Pembahasan

Secara umum, skripsi ini dibagi dalam lima bab. Dimana satu sama

lain saling berkaitan dan merupakan suatu sistem yang urut untuk

mendapatkan suatu kesimpulan dalam mendapatkan suatu kebenaran

ilmiah. Adapun sistematika penulisan skripsi ini adalah sebagai berikut:

28

Abdul Kadir Muhammad, Hukum dan Penelitian Hukum, (Bandung: Citra Aditya Bakti, 2004),

91. 29

(32)

22

Bab pertama adalah pendahuluan, yang meliputi latar belakang

masalah, identifikasi dan batasan masalah, rumusan masalah, tujuan

penelitian, kegunaan hasil penelitian, definisi operasional, metode

penelitian, dan sistematika pembahasan.

Bab Kedua Bagian ini menjelaskan tentang pengertian perkawinan,

hukum perkawinan syarat-syarat dan rukun perkawinan, tujuan

perkawinan, hikmah perkawinan, larangan perkawinan dalam Islam dan

macam-macam perkawinan yang dilarang.

Bab Ketiga Memaparkan larangan perkawinan ngalor-ngulon di

Kelutan, kecamatan Ngronggot kabupaten Nganjuk yang meliputi diskripsi

wilayah,sejarah larangan perkawinan dan faktor-faktor yang

mempengaruhi keyakinan di larangnya perkawinan dan pandangan ulama’

terhadap larangan perkawinan ngalor-ngulon.

Bab Keempat Analisis terhadap pandangan ulamak desa Kelutan

kecamatan Ngronggot kabupaten Nganjuk Terhadap larangan perkawinan

ngalor- ngulon.

Bab Kelima Bab ini merupakan bab penutup yang menyajikan

kesimpulan-kesimpulan yang dilengakapi dengan saran-saran. Selain itu

dalam bab terakhir ini akan dilengkapi dengan daftar pustaka dan

(33)

24

BAB II

PERKAWINAN DAN ‘URF

A. Perkawinan

1. Pengertian perkawinan

a. Perkawinan Menurut Hukum Adat

Perkawinan meruapakan salah peristiwa yang sangat penting

dalam kehidupan masyarakat. Karena perkawinan tidak hanya

menyangkut wanita dan pria calon mempelai akan tetapi juga orang tua

kedua belah pihak, saudara-saudaranya bahkan keluarga besar.

Perkawinan menurut hukum adat merupakan hubungan

kelamin antara laki-laki dengan perempuan yang membawa hubungan

lebih luas yaitu antara kelompok kerabat laki-laki dengan perempuan,

bahkan antara masyarakat yang satu dengan yang lain.1

Perkawinan biasanya diartikan sebagai ikatan lahir batin antara

pria dan wanita atau suami istri, dengan tujuan membentuk suatu

keluarga yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha

Esa, dari pasangan demi pasangan terlahir bayi-bayi yang akan

melanjut keturunan mereka. Oleh karena itu bagi masyarakat jawa

khususnya perkawinan sangatlah menjadi makna yang sangat penting

bagi msyarakat Jawa, perkawinan bukan hanya merupakan

pembetukan rumah tangga yang baru tetapi juga membentuk ikatan

dua keluarga besar yang bisa jadi berbeda dalam segala hal.

1

Nur Azizah, Tinjauan upacara perkawinan adat, skripsi tidak diterbitkan (Surabaya: fakultas

(34)

25

Adapun tujuan perkawinan bagi masyarakat hukum adat yang

bersifat kekerabatan adalah untuk mempertahankan dan meneruskan

keturunan menurut garis bapaknya oleh karena itu sistim keturunan

dan kekerabatan antar suku bangsa Indonesia berbeda-beda, termasuk

lingkungan dan agama yang di anut berbeda-beda. Maka dari itu tujuan

perkawinan adat bagi masyarakat adat juga berbeda. Oleh karena juga

sesuai kekeluargaan yang berlaku kedua insan yang berkasihan akan

memberitahu masing-masing keluarganya bahwa mereka telah

menemukan pasangan yang cocok dan idela untuk dijadikan

suami/istri. Secara tradisional, pertimbangan penerimaan calon

pasangan berdasarkan bibit,bebet dan bobot.

Bibit artinya mempunyai latarbelakang keluarga yang baik.

Bebet artinya calon pengatin, terutama laki-laki mampu memenuhi

kebutuhan keluarga. Bobot artinya kedua calon pengantin adalah orang

yang berkualitas,bermental baik dan berpendidikan cukup, yang biasa

berlaku pada adat perkawinan ke dua belah pihak setelah orang tua

atau keluarga menyetujui perkawinan maka dilakukan langkah-langkah

selanjutnya.2

b. Perkawinan Menurut Hukum Islam

Pernikahan merupakan sunna>tullah yang umum dan berlaku

pada semua makhluk-Nya, baik pada manusia, hewan, maupun

tumbuh-tumbuhan. Pernikahan adalah salah satu cara yang dipilih oleh

2

(35)

26

Allah Swt., sebagai jalan makhluk-Nya untuk berkembang biak, dan

melestarikan hidupnya.3

Nikah menurut bahasa: al-jam’u dan al-d}ammu yang artinya

kumpul.4 Makna nikah (zawa>j) bisa diartikan dengan aqdu al ta>zwij

yang artinya akad nikah. Juga bisa diartikan (wat}h’ul al zaujah)

bermakna menyetubuhi istri. Definisi yang hampir sama dengan di atas

dikemukakakn oleh Rahmat Hakim, bahwa kata nikah berasal dari

bahasa Arab‚ Nikah}un yang merupakan masdar atau asal kata kerja

(fi’il madz}i)‚ nakah{a, sinonimnya‚tazawwaja‛.5

Dalam Bahasa Indonesia, perkawinan berasal dari kata ‚kawin‛,

yang menurut bahasa, artinya membentuk keluarga dengan lawan

jenis; melakukan hubungan kelamin atau bersetubuh’.6

Istilah kawin

digunakan secara umum untuk tumbuhan, hewan dan manusia.

Sedangkan definisi perkawinan sendiri para ulama’ mempunyai

berbagai macam pendapat diantaranya:

Ulamak Hanafi>yah bahwa nikah itu mengandung arti secara

h{akiki untuk hubungan kelamin, bila berarti untuk lainya seperti untuk

arti akad dalam maj>az{i.7

Ulamak Hanabi>lah bahwa nikah itu adalah akad atau perjanjian

yang mengandung maksud membolehkan hubungan kelamin dengan

3

Slamet Abidin, Fiqh Munakahat 1, (Bandung: Pustaka Setia, 1999), 9.

4

Sulaiman Al-Mufarraj, Bekal Pernikahan: Hukum Tradisi, Hikmah, Kisah ,Syair, Kata Mutiara,

(Jakarta: Qithsi Press, 2003), 5. 5

Rahmat Hakim, Hukum Perkawinan Islam, (Bandung: Pustaka Setia, 2000), 11.

6

Anominius, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta: Balai Pustaka, Departemen Pendidikan

dan Kebudayaan, 1994), 131. 7

(36)

27

menggunakan Lafaz na-ka-ha atau za-wa-ja (h{{akiki) dapatnya juga

untuk hubungan kelamin, namun dalam arti yang tidak sebenarnya (arti

majaz{i).8

Ulamak Syafi’iyah menyebutkan bahwa pernikahan adalah

suatu akad dengan mengunakan lafal nikah atau zawj yang menyimpan

arti memiliki yang artinya dengan pernikahan seseorang dapat

memiliki atau mendapat kesenangan dari pasangan.9

Ulamak Malikiyah menyebutkan bahwa pernikahan adalah

suatu akad yang mengandung arti mut’ah untukmencapai

kepuasan,dengan tidak mewajibkannya adanya harga.10

Adapun menurut syarak, perkawinan adalah akad serah terima

antara laki-laki dan perempuan dengan tujuan untuk saling memuaskan

satu sama lainnya dengan jalan yang legal dan untuk membentuk

sebuah bahtera rumah tangga yang sakinah serta masyarakat yang

sejahtera.11

Salah satu ulama kontemporer Dr. Ahmad Ghandur dalam

bukunya al-Ahwal al-Syakhsiyah fi al-Tasyri’ al-Islamy berpendapat

bahwa perkawinan adalah akad yang menimbulkan kebolehan bergaul

antara laki-laki dan perempuan dalam tuntutan naluri kemanusiaan

8

Slamet Abidin dan H. Aminudin, Fiqih Munakhat…,10

9 Abdurrahman Al-Jaziri, MadahibulArba’ahI, Al-Maktabah, (At Tajriyah, Al Kubroh,1970), 1

10 Ibid 8. 11

(37)

28

dalam kehidupan, dan menjadikan untuk kedua pihak secara timbal

balik hak-hak dan kewajiban-kewajiban.12

Menurut undang-undang No 1 tahun 1974 tentang perkawinan

bab 1 dasar perkawinan pasal 1 menyatkan bahwa: ‚ perkawinan

adalah ikatan lahir batin antara seorang pria dengan seorang wanita

sebagai suami-istri dengan tujuan membentuk keluarga (rumah

tangga) yang bahagia dan kekal bedasarkan ketuhanan yang Maha

Esa‛.

Sedangkan menurut Kompilasi Hukum Islam (KHI) adalah

akad yang sangat kuat atau mis|ta>qan ghali>dz}an untuk menaati perintah

Allah dan melaksanakannya merupakan ibadah.13

Perkawinan juga merupakan suatu perbuatan yang diperintah

oleh Allah dan Rasul-Nya. Banyak perintah-perintah Allah dalam

al-Quran untuk melaksanakan perkawinan. Di antaranya ada dalam surat

an-Nur ayat 32:



















dan kawinkanlah orang-orang yang sedirian diantara kamu, dan orang-orang yang layak (berkawin) dari hamba-hamba sahayamu yang lelaki dan hamba-hamba sahayamu yang perempuan. jika mereka miskin Allah akan memampukan mereka dengan kurnia-Nya. dan Allah Maha Luas (pemberian-Nya) lagi Maha mengetahui. (QS. An-Nur: 32)14

12

Amir Syarifuddin, Hukum Perkawinan Islam di Indonesia ,… 39. 13

Abdurrahman, Kompilasi Hukum Islam di Indonesia, (Bandung: Nuansa Aulia, 2008), 2.

14

(38)

29

2. Hukum Perkawinan

Hukum asal atau hukum umum nikah adalah mustah}ab, karena

nikah merupakan fitrah manusia pada umumnya. Namun terkadang

manusia mengalami suatu kondisi yang berlawanan, yang terjadi tanpa

unsur kesengajaan, sehingga hukum asal pernikahan bisa berubah-ubah

sesuai kondisi yang ada.15 Adapun hukum pernikahan adalah sebagai

berikut :

a. Wajib

Bagi yang sudah mampu menikah, nafsunya telah mendesak

dan takut terjerumus dalam perzinaan, maka wajib bagi ia untuk

menikah. Karena menjauhkan diri dari yang haram adalah wajib,

sedang untuk itu tidak dapat dilakukan dengan baik kecuali dengan

jalan menikah.16

b. Haram

Nikah diharamkan bagi orang yang tahu bahwa dirinya tidak

mampu melaksanakan hidup berumah tangga, melaksanakan

kewajiban lahir seperti memberi nafkah, pakaian, tempat tinggal, dan

kewajiban batin seperti mencampuri istri.17

Perkawinan juga dihukumi haram jika seseorang yang

mengawini seorang perempuan hanya dengan maksud menganiayanya

15

Muhammad Zuhaily, al- Mu’tamad fi al Fiqh asy-Syafi’i (Mohammad Kholison) (Surabaya:

Imtiyaz, 2013), 25. 16

Sayyid Sabiq, Fiqh al-Sunnah, Jilid II (Mesir: Darul Fath, 1995), 110.

17

(39)

30

atau mengolok-oloknya saja, maka haramlah baginya untuk kawin.

Begitupun jika seseorang baik laki-laki atau perempuan yang

mengetahui dirinya mempunyai penyakit atau kelemahan yang

menyebabkan tidak dapat melaksanakan kewajibannya sebagai suami

atau istri dalam perkawinannya, sehingga membuat salah satu pihak

menjadi menderita atau karena penyakitnya itu menyebabkan

perkawinan itu tidak dapat mencapai tujuannya.18

c. Makruh

Hukum menikah berubah menjadi makruh manakala seseorang

tidak mendapati biaya pernikahan dan dia sendiri tidak begitu

membutuhkan nikah, atau dia memiliki biaya pernikahan namun pada

dirinya terdapat penyakit impoten atau tidak mempunyai keinginan

syahwat yang kuat.19

d. Sunnah

Adapun bagi orang yang nafsunya telah mendesak lagi mampu

kawin, tetapi masih dapat menahan dirinya dari berbuat zina, maka

sunahlah dia untuk menikah.20

e. Mubah

18

Soemiyati, Hukum Perkawinan Islam dan Undang-Undang Perkawinan (Undang-Undang No. 1

Tahun 1974, Tentang Perkawinan) (Yogyakarta: Liberty Yogyakarta, 1997), 20. 19

Muhammad Zuhaily, al- Mu’tamad fi al Fiqh asy-Syafi’I …, 26.

20

(40)

31

Hukum melaksanakan perkawinan menjadi mubah bagi

laki-laki yang tidak terdesak alasan-alasan tertentu yang mewajibkannya

untuk segera melaksanakan perkawinan.21

Kebolehan tersebut jika seseorang telah memenuhi syarat untuk

melangsungkan perkawinan, minimal untuk melakukan akad.

Perkawinannya juga merupakan ibadah dalam Islam. Perbuatannya

untuk melangsungkan perkawinan meskipun dalam keadaan demikian

itu halal baginya, maka menghalangi atau mencela perbuatan itu tidak

dibenarkan dalam Islam. Kebolehan seseorang dalam melakukan

perkawinan merupak hak sepenuhnya, namun dari kebolehan itu tetap

ada kewajiban yang harus dipenuhinya.22

3. Syarat dan Rukun Perkawinan

Sebelum membahas rukun dan syarat alangkah baiknya diketahui

syarat dan rukun itu sendiri. Rukun ialah sesuatu yang mesti ada yang

menetukan sah atau tidaknya suatu pekerjaan (ibadah), dan sesuatu itu

termasuk dalam rangkaian pekerjaan itu,23 seperti adanya calon pengantin

laki-laki/perempuan dalam perkawinan. Sedangkan syarat ialah sesuatu

yang mesti ada yang menentukan sah dan tidaknya suatu pekerjaan

(ibadah), tetapi sesuatu itu tidak termasuk dalam rangkaian pekerjaan itu,

seperti calon pengantin laki-laki/perempuan itu harus beragama Islam.

21

Slamet Abidin, Aminuddin, Fiqih Munakahat I…..36.

22Nasrul Umam Syafi’I, Ufi Ulfiah,

Ada Apa dengan Nikah…., 28.

23

(41)

32

Pernikahan yang di dalamnya terdapat akad, layaknya akad-akad

lain yang memerlukan adanya persetujuan kedua belah pihak yang

mengadakan akad. Adapun rukun nikah adalah:24

a. Mempelai laki-laki: syarat-syarat seorang laki-laki yang boleh menikah

yaitu: bukan mahram dari calon istri, tidak dipaksa/atas kemauan

sendiri, jelas orangnya, tidak sedang ihram.25

b. Mempelai perempuan dengan syarat: tidak ada halangan hukum (tidak

bersuami, bukan mahram, tidak sedang dalam masa iddah), atas

kemauan sendiri, jelas orangnya, tidak sedang dalam ihram. 26

c. Wali nikah adalah hal yang sangat penting dan menentukan sahnya

pernikahan, bahkan menurut Syafi’i tidak sah nikah tanpa adanya wali

bagi pihak pengantin perempuan, sedangkan bagi pengantin laki-laki

tidak diperlukan adanya wali nikah untuk sahnya nikah tersebut.27

Sebagaimana firman Allah QS al-baqarah ayat 232:











Apabila kamu mentalak isteri-isterimu, lalu habis masa iddahnya, maka janganlah kamu (para wali) menghalangi mereka kawin lagi dengan bakal suaminya, apabila telah terdapat kerelaan di antara mereka dengan cara yang ma'ruf.28

24

M.A. Tihami dan Sohari Sahrani, Fikih Munakahat…,12.

25

Abd. Shomad, Hukum Islam (Penormaan Prinsip Syariah dalam Hukum Indonesia), (Jakarta:

Kencana, 2012), 263-265. 26

M.A. Tihami dan Sohari Sahrani, Fikih Munakahat…, 13.

27

Mohd, Idris Ramulyo, Hukum Perkawinan, Kewarisan, Acara Peradilan Agama dan Zakat

menurut Hukum Islam, (Jakarta: SinarGrafika, 2006), 2. 28

(42)

33

Menurut beliau, ini merupakan ayat yang sangat jelas yang

menerangkan tentang pentingnya wali dalam pernikahan, jika tidak

demikian maka tidak ada artinya lagi bagi para wali menghalangi

pernikahan.29

Tujuan adanya persyaratan wali dalam pernikahan adalah demi

menjaga dan melindungi seorang wanita, karena ia mudah tertipu dan

terkecoh. Sehingga tidak dibenarkan menguasakan urusan pernikahan

kepada sesama wanita.30

Adapun syarat-syarat untuk menjadi wali adalah :

1) Seagama31

2) Laki-laki

3) Baligh

4) Sehat akalnya

5) Tidak dipaksa

6) Adil

7) Tidak sedang ihram32

d. Dua orang saksi

Para fuqaha sepakat bahwa saksi dalam pelaksanaan akad nikah

tidak bisa diabaikan, dalam arti bahwa saksi menjadi bagian penting

dalam pelaksanaan tersebut. Imam Hanafi, Syafi’i dan Hanbali

29

Wahbah Zuhayly>, Fiqh Al Isla>m wa ‘Adillatuhu> Jilid 7, (Damaskus: Darul Fikr, 1985), 83. 30

Muhammad Zuhaily, al- Mu’tamad fi al Fiqh asy-Syafi’i…,127.

31

Ibid 129. 32

(43)

34

memandang bahwa saksi sebagai unsur mutlak yang menentukan

sahnya pelaksanaan akad nikah. Sementara itu Imam Malik

berpendapat bahwa pelaksanaan akad nikah tetap sah meskipun tidak

dihadiri oleh saksi, dengan catatan apabila suatu majlis akad nikah

tidak dihadiri seorang saksipun kemudian diberitahukan kepada

khalayak secara terbuka, maka akad itu menjadi sah, tetapi apabila

suatu majelis akad nikah dihadiri saksi dan saksi itu dilarang utnuk

memberitahukan kepada siapapun tentang telah diadakannya akad

nikah, maka akad nikah tersebut tidak sah.33

Adapun hikmah adanya saksi dalam perkawinan yaitu apabila ada

tuduhan dan kecurigaan polisi atau orang lain terhadap hubungan

keduanya, maka dengan mudah mereka dapat membuktikan dengan

saksi yang menyaksikan perkawinannya.34

Syarat-syarat utnuk menjadi saksi diantaranya adalah:

1) Laki-laki;

2) Baligh;

3) Waras akalnya;

4) Adil;

5) Dapat mendengar dan melihat;

6) Bebas, tidak dipaksa;

7) Tidak sedang mengerjakan ihram; dan

33

Ahmad Kuzari, Nikah Sebagai Perikatan, (Jakarta: RajaGrafindo Persada, 1995), 47-48.

34

(44)

35

8) Memahami bahasa yang dipergunkan untuk ija>b ka>bul.35

e. Sighat ijab qabul

`Ijab adalah pernyataan pertama untuk menunjukkan kemauan

membentuk hubungan suami istri dari pihak perempuan. Sedangkan

qabul adalah pernyataan kedua yang diucapkan oleh pihak yang

mengadakan akad berikutnya untuk menyatakan ungkapan setuju.36

Syarat-syaratnya antara lain:

1) Adanya pernyataan mengawinkan dari wali

2) Adanya pernyataan menerima dari calon suami

3) Memakai kata-kata nikah, tazwij atau terjemahan dari kedua kata

tersebut

4) Antara ijab dan kabul bersambungan

5) Orang yang terkait ijab dan kabul tidak sedang ihram haji atau

umroh

6) Majelis ijab dan kabul harus dihadiri minimal empat orang, yaitu

calon mempelai atau wakilnya, wali dari mempelai wanita, dan dua

orang saksi.37

4. Tujuan dan Hikmah Perkawinan

Ada beberapa tujuan yang disyariatkan dalam perkawinan bagi

umat Islam di antaranya ialah:

1. Untuk memperoleh keturunan yang sah adalah tujuan pokok dalam

perkawinan itu sendiri. memperoleh anak dalam perkawinan bagi

35

Abd Somad, Hukum Islam ..., 277.

36

M.A. Tihami dan Sohari Sahrani, Fikih Munakahat…, 80.

37

(45)

36

manusia mengandung dua segi kepentingan,yaitu: kepentingan yang

bersifat umum (universal) setiap orang yang melakukan atau

melaksanakan pernikahan tentu mempunyai keinginan untuk

mempunyai anak.38

2. Untuk memenuhi kebutuhan biologis ( naluri seks) sekaligus

memuliakan dan menjaga agar tidak tergelincir dalam perbuatan

zina.oleh al-Quran dilukiskan bahwa pria dan wanita itu bagaikan

pakaian, satu memerlukan yang lain.39

3. Untuk memenuhi tuntutan hajat tabiat kemanusiaan, hubungan antara

laki-laki dan perempuan dalam ikatan perkawinan untuk membentuk

keluarga yang tentram (sakin>ah ), cinta kasih (mawaddah) dan penuh

(warahm>ah), agar dapat melahirkan keturunan yang s{halih atau

s{halihah dan berkualitas menuju kehidupan atau terwujudnya rumah

tangga bahagia.

4. Untuk menciptakan ketentraman hati yang timbul karena rasa

kecintaan dan kasih sayang, dan tujuan ini dinyatakan dalam Islam

akan tetapi sayang jarang orang Islam yang mengerti tentang tujuan

tersebut, oleh karena itu maka banyak didapati rumah tangga muslimin

yang tidak tentram dan teratur40

Tingkatan dari nilai nikah suatu perkawinan memang

berbeda-beda, dalam Islam justru untuk meningkatkan dejarat manusia itu lewat

perkawinan. Dari segi sosial, perbedaan derajat itu terletak pada cara

38

Soemiyati, Hukum Perkawinan Islam dan Undang-undang Perkawinan, …, 13.

39

Ibid, 367. 40

(46)

37

menilai perkawinan Islam menekankan sebuah kontrak perkawinan,

sementara zaman hidup tetap merasa segar terikat dalam perkawinan itu.41

Allah menjadikan makhluk-Nya berpasang-pasangan, menjadikan

manusia laki-laki dan perempuan, menjadikan hewan jantan dan betina

begitu pula tumbuh-tumbuhan dan lain sebagainya. Hikmanya ialah

supaya manusia itu hidup berpasang-pasangan, hidup dua sejoli, hidup

suami istri, membangun rumah tangga yang damai dan teratur. Untuk itu

haruslah diadakan ikatan dan pertalian yang kokoh yang tak mungkin

putus dan diputuskannyalah ikatan akad nikah atau ijab kabul

perkawinan.42

Islam menyukai perkawinan dan segala akibat yang bertalian

dengan perkawinan, bagi yang bersangkutan , bagi masyarakat maupun

bagi kemanusiaan pada umumnya. Di antara hikmah perkawnan ialah:

a. Bahwa perkawinan itu menentramkan jiwa, meredam emosi, menutup

pandangan dari segala yang dilarang Allah dan untuk mendapat kasih

sayang suami istri yang dihalalkan Allah.

b. Menjaga kelestarian keturunan umat manusia secara bersih dan sehat,

karena nikah merupakan faktor pengembangbiakan keturunan demi

kelestarian umat manusia.43

c. Pernikahan merupakan jalan terbaik untuk menciptakan anak-anak

yang mulia, memperbanyak keturunan dan dapat melestarikan

41

Ibid., 30. 42

Ibid, 407. 43

M.Shalih Al-Utsamaina.Aziz Ibn Muhammad Dawud, Pernikahan Islami Dasar Hukum Hidup

(47)

38

kehidupan bumi. Agar bumi menjadi makmur maka, dibutuhkan

manusia, dibutuhkan adanya pemeliharaan keturunan dari jenis

manusia agar penciptaan bumi tidak sia-sia. Kemakmuran dunia

tergantung pada manusia dan adanya manusia tergantung pada

pernikahan.44

d. Untuk menjalin ikatan kekeluargaan, keluarga suami dan keluarga

isterinya, untuk memperkuat ikatan kasih sayang sesama mereka.

Karena keluarga yang diikat dengan ikatan cinta kasih adalah keluarga

yang kokoh dan bahagia.45

5. Larangan Perkawinan

Beberapa larangan perkawinan yang diatur dalam Islam adalah sebagai

berikut:

a. Perkawinan yang diharamkan dalam Islam

Ada beberapa bentuk perkawinan yang diharamkan dalam Islam,

diantaranya:

1) Perkawinan Mut’ah (kawin kontrak)

Pengertian mut’ah secara etimologi berarti

bersenang-senang atau menikmati. Kawin mut’ah disebut juga kawin

sementara waktu atau kawin yang terputus.

Secara terminologi yaitu perkawinan yang dilaksanakan

semata-mata untuk melampiaskan hawa nafsu dan

bersenang-senang untuk sementara waktu (kawin kontrak) atau akad

44

Ali Ahmad Al-Jurjawi, Falsafah dan Hikmah Hukum Islam, (Semarang: Asy-Syifa, 1992), 256

45

Gambar

Sarana Ibadah Desa kelutanTabel 1: 1
Tabel 2 :2

Referensi

Dokumen terkait

Menurut Kaware & Sain (2015) pemanfaatan media ICT dalam bidang pendidikan, dapat menunjang pembelajaran yang kini merupakan suatu keharusan, bukan hanya untuk

Pendidikan Keperawatan Berkelanjutan Perawat Indonesia diperlukan oleh perawat guna merencanakan pengembangan dirinya sebagai upaya untuk meningkatkan mutu keprofesiannya,

Setelah melihat mewabahnya internet dan aplikasi whatshapp di semua golongan pelajar dan melihat permasalahan-permasalahan dalam pendidikan bahasa arab, salah satu

Instrumen pengumpulan data dalam penelitian ini terdiri dari lembar observasi untuk mengukur kegiatan guru dan kegiatan siswa pada saat berlangsungnya pembelajaran

Mengasah kreativitas ini bisa kita lakukan dengan menyediakan ruang untuk menemukan berbagai kemungkinan untuk menciptakan metoda lebih efektif dan lebih efisien dan yang

Tulisan ini merupakan skripsi dengan judul “Pengaruh Konsentrasi Ragi dan Lama Fermentasi terhadap Perolehan Bioetanol dari Kulit Durian (Durio zibethinus)”,

Pada praktikum ini adalah uji penentuan kadar klorofil dimana kita dapat menghitung dari kadar klorofil total, klorofil a dan klorofil b pada daun yang memiliki umur yang berbeda